PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Trematoda disebut sebagai cacing hisap karena cacing ini memiliki alat
penghisap. Alat penghisap terdapat pada mulut di bagian anterior alat hisap (Sucker)
ini untuk menempel pada tubuh inangnya, makanya disebut pula cacing hisap. Pada
saat menempel cacing ini menghisap makanan berupa jaringan atau cairan tubuh
inangnya. Dengan demikian maka trematoda merupakan hewan parasit karena
merugikan dengan hidup di tubuh organisme dan mendapatkan makanan tersedia di
tubuh inangnya. Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-
paru, ginjal, kantong empedu, dan pembuluh darah ruminansia maupun manusia.
Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan melapisi permukaan
tubuhnya dengan kutikula, permukaan tubuhnya tidak memiliki silia. Contohnya
Trematoda adalah cacing hati (Fasciola hepatica) dan cacing paru-paru
(Paragonimus Westerni).
Fasciolosis adalah penyakit cacing yang disebabkan oleh dua trematoda
Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica. Penyakit ini disebabkan oleh trematoda
yang bersifat zoonosis. Fasciola hepatica menimbulkan banyak kekhawatiran, karena
distribusi dari kedua inang definitif cacing sangat luas dan mencakup mamalia
herbivora, termasuk manusia. Siklus hidup dari siput air tawar sebagai hospes
perantara parasit (Levine, 1990).
1
B. TUJUAN
Faciola hepatica.
1. Untuk mengetahui sejarah berkembangnya Fasciola hepatica.
2. Untuk mengetahui penyebaran Fasciola hepatica.
3. Untuk mengetahui taksonomi Fasciola hepatica.
4. Untuk mengetahui habitat Fasciola hepatica.
5. Untuk mengetahui siklus hidup Fasciola hepatica.
6. Untuk mengetahui cara penularan Faciola hepatica.
7. Untuk mengetahui diagnose penyakit Fasciolosis akibat Fasciola hepatica.
Paragonimus Westerni.
1. Untuk mengetahui sejarah berkembangnya Paragonimus westerni.
2. Untuk mengetahui penyebaran Paragonimus westerni.
3. Untuk mengetahui taksonomi Paragonimus westerni.
4. Untuk mengetahui habitat Paragonimus westerni.
5. Untuk mengetahui siklus hidup Paragonimus westerni.
6. Untuk mengetahui cara penularan Paragonimus westerni.
7. Untuk mengetahui diagnose penyakit Paragonimus westerni.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Fasciola hepatica
A. Sejarah Berkembangnya Fasciola hepatica
Menurut Prof Kurniasih, Fasiolosis adalah penyakit yang umumnya dijumpai
pada ternak herbivora yang disebabkan oleh ''Fasciola hepatica'' atau ''Fasciola
gigantica''. Spesies tersebut dapat menular ke manusia dan kurang lebih 2,5 juta
manusia di dunia terinfeksi oleh fasciolosis tersebut (WHO, 1995). Fasciola hepatica
berasal dari Eurasia dan menyebar ke Amerika dan Australia.
Berdasarkan sejarah pemerintah Belanda telah mengimpor sapi dari Inggris
dan India untuk memperbaiki jenis sapi lokal, kedua spesies Fasciola itu mungkin
telah terbawa dan menulari sapi lokal. Kurang lebih 80 persen ternak ruminansia
terutama kerbau di Indonesia terserang fasciolosis sedangkan prevalensi fasciolosis di
Indonesia berkisar antara 60-90 . Di Indonesia Fasciola hepatica pertama kali
dilaporkan oleh Van Velzen (1891) dari kerbau, kemudian Kraneveld (1924)
menemukan cacing tersebut pada sapi. Kemudian Fasciola hepatica ditemukan juga
pada hewan domestik dan hewan liar lainnya.
3
leucostoma dapat terinfeksi Fasciola hepatica dengan prevalensi masing-masing
sebesar 1,4% don 0,1%.
a) Telur
Ukuran : 130 – 150 mikron x 63 – 90 mikron berisi morula
Warna : kuning kecoklatan
Bentuk : Bulat oval dengan salah satu kutub mengecil, terdapat overculum pada
kutub yang mengecil, dinding satu lapis dan berisi sel-sel granula berkelompok.
4
b) Cacing dewasa
Ukuran 30 mm x 13 mm
Bersifat hermaprodit
Sistem reproduksinya ovivar
Bentuknya menyerupai daun
Mempunyai tonjolan konus pada bagian anteriornya
Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut, uterus pendek berkelok-kelok.
Testis bercabang banyak, letaknya di pertengahan badan berjumlah 2 buah.
Ovarium sangat bercabang
c) Ciri umum :
Bentuk tubuh seperti daun
Bentuk luarnya tertutup oleh kutikula yang resisten merupakan modifikasi dari
epidermis
Cacing dewasa bergerak dengan berkontraksinya otot-otot tubuh, memendek,
memanjang dan membelok
Dalam daur hidup cacing hati ini mempunyai dua macam inang yaitu: inang perantara
yakni siput air dan inang menetapnya yaitu hewan bertulang belakang pemakan
rumput seperti sapi dan domba
Merupakan entoparasit yang melekat pada dinding duktusbiliferus atau pada
epithelium intestinum atau pada endothelium venae dengan alat penghisapnya
Makanan diperoleh dari jaringan-jaringan, sekresi dan sari-sari makanan dalam
intestinum hospes dalam bentuk cair, lendir atau darah.
Di dalam tubuh, makanan dimetabolisir dengan cairan limfa, kemudian sisa-sisa
metabolisme tersebut dikeluarkan melalui selenosit.
Perbanyakan cacing ini melalui auto-fertilisasi yang berlangsung pada Trematoda
bersifat entoparasit, namun ada juga yang secara fertilisasi silang melalui canalis
laurer.
5
D. Siklus Hidup Fasciola hepatica
Dalam daur hidup cacing hati ini mempunyai tiga macam hospes yaitu:
Hospes definitive (fase seksual) : Manusia, kambing, sapi dan biri – biri
Hospes perantara I (fase aseksual) : Keong air / siput
Hospes perantara II : Tumbuhan air
6
c) Sporokista akan menjadi larva berikutnya yang disebut Redia. Hal ini berlangsung
secara partenogenesis.
d) Redia akan menuju jaringan tubuh siput dan berkembang menjadi larva berikutnya
yang disebut serkaria yang mempunyai ekor. Dengan ekornya serkaria dapat
menembus jaringan tubuh siput dan keluar berenang dalam air.
e) Di luar tubuh siput, larva dapat menempel pada rumput untuk 5-7 minggu.
Serkaria melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria. Metaserkaria
membungkus diri berupa kista yang dapat bertahan lama menempel pada rumput
atau tumbuhan air sekitarnya.
f) Apabila rumput atau tumbuhan air tersebut termakan oleh domba atau manusia,
maka kista dapat menembus dinding ususnya, kemudian masuk ke dalam hati,
saluran empedu dan dewasa di sana untuk beberapa bulan. Cacing dewasa bertelur
kembali dan siklus ini terulang lagi.
7
E. Gejala Klinis yang Disebabkan Fasciola hepatica
o Terjadi sejak larva masuk kesaluran empedu sampai menjadi dewasa. Parasit ini
dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran.
Selain itu, dapat terjadi perubahan jaringan hati berupa radang sel hati. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis hati disertai asites dan edema. Luasnya
organ yang mengalami kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat
disaluran empedu dan lamanya infeksi;
o Masa inkubasi Fascioliasis menginfeksi pada manusia sangat bervariasi, karena
dapat berlangsung dalam beberapa hari dalam 6 minggu atau antara 2-3 bulan.
Bahkan dapat lebih lama dari waktu tersebut;
o Gejala klinik yang paling menonjol adalah anemia, selain itu dapat pula terjadi
demam dengan suhu 40-42 derajat, nyeri di bagian perut dan gangguan
pencernaan;
o Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi hematomegaliasites di rongga perut, sesak
nafas dan gejala kekuningan;
o Gejala dari penyakit fasioliasis biasanya pada stadium ringan tidak ditemukan
gejala. Stadium progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan, perut terasa
penuh, diare dan pembesaran hati. Pada stadium lanjut didapatkan sindrom
hipertensi portal yang terdiri dari perbesaran hati, kanker hati, ikterus, asites,
terbentuknya batu empedu, dan serosis hepatis.
Bahaya lain akibat infeksi Fasciola hepatica ini adalah dapat mengakibatkan
komplikasi pada:
o telinga, mata o limpa, pankreas,
o hati o paru-paru, dinding usus
8
Merupakan cara yang paling umum dan sederhana yang bertujuan untuk
menemukan adanya telur cacing dengan menggunakan uji sedimentasi.
Pemeriksaan darah
Dilakukan dengan uji ELISA (enzyme linked Immunosorbent Assay) untuk
mengetahui adanya antibody atau antigen didalam tubuh penderita. Pada
infeksi parasite umumnya sel darah putih yang meningkat tajam adalah
eosinofil, walaupun hal ini tidak spesifik dan seringkali di ikuti dengan
peningkatan isotope antibody immunoglobulin (IgE) di serum darah.Menurut
Sampaio Silva et al(1985), tingkat isotope antibody IgE berkorelasi positif
dengan jumlah telur cacing dalam tinja,usia penderita,gejala klinis dan jumlah
eosinofil.
9
2. Paragonimus westerni.
A. Sejarah berkembangnya Paragonimus westerni.
Paragonimiasis Adalah penyakit dimana bagian tubuh yang diserang adalah
paru-paru. Penyakit yang disebabkan oleh cacing Paragonimus westermani ini
biasa disebut paragonimiasis, paragonimiasis adalah infeksi parasit makanan
terdapat pada paru-paru yang bisa menyebabkan sub-akut untuk penyakit
radang paru-paru kronis dapat juga melalui udara. Lebih dari 30 spesies
trematoda (cacing) dari genus Paragonimus telah dilaporkan menginfeksi hewan
dan manusia. Di antara lebih 10 spesies dilaporkan menginfeksi manusia, yang
paling umum adalah Paragonimus westermani yang menyerang bagian paru-
paru.
Pertama ditemukan berparasit pada harimau Bengali di kebon binatang di
Eropa tahun 1878. Pada dua tahun kemudian infeksi cacing ini pada manusia
dilaporkan di Formosa. Ditemukan cacing pada organ paru-paru, otak dan
viscera pada orang di Jepang, Korea dan Filipina. Sekarang parasit ini telah
menyebar ke India Barat, New Guenia, Salomon, Samoa, Afrika Barat, Peru,
Colombia dan Venezuela. Paragonimiasis termasuk dalam penyakit zoonosis.
Paragonimus westermani merupakan Trematoda paru-paru yang mempunyai
beberapa nama lain, yaitu:
The Lung Fluke
Distoma wetermani
Paragonimus ringeri
Trematoda paru jenis ini menyebar didaerah Asia Timur, antara lain
RRC, Jepang, Korea, Taiwan, juga ditemukan di Indonesia, Filiphina,
Vietnam, India, Afrika dan Amerika.
Species-species yang lain adalah:
Paragonimus africanus (Afrika)
Paragonimus mexicanus (Mexico dan Amerika Latin)
10
Paragonimus uterobilateralis (Nigeria)
Paragonimus kellicotti (Jepang)
11
Cacing dewasa:
1. Bersifat hermaprodit.
Sistem reproduksinya ovivar.
Bentuknya menyerupai daunberukuran 7 – 12 x 4 – 6 mm dengan.
ketebalan tubuhnya antara 3 – 5 mm.
2. Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.Uterus pendek berkelok-
kelok.Testis bercabang, berjumlah 2 buah.
3. Ovarium berlobus terletak di atas testis.
4. Kelenjar vitelaria terletak di 1/3 tengah badan.
12
D. SIKLUS HIDUP
13
HOSPES
Hospes definitif : Manusia, kucing, anjing
Hospes perantara I : Keong air tawar/ siput (Melania/Semisulcospira sp)
Hospes perantara II : Ketam / kepiting.
E. CARA INFEKSI:
Manusia dapat terinfeksi oleh Paragonimus westermani karena memakan
hospes perantara II yang mengandung metaserkaria.
G. DIAGNOSA:
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan
pleura. Kadang-kadang telur juga di temukan dalam tinja.
H. PENCEGAHAN:
Tidak memakan ikan/kepiting mentah. Apabila menkonsumsi harus
sudah dimasak secara sempurna sehingga tidak terinfeksi oleh
metaserkaria yang ada dalam ikan/kepiting tersebut.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fasciolosis adalah penyakit cacing yang disebabkan oleh Fasciola hepatica.
Penyakit ini disebabkan oleh trematoda yang bersifat zoonosis. Pada stadium lanjut
didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari perbesaran hati, kanker hati,
ikterus, asites, terbentuknya batu empedu, dan serosis hepatis.
Didalam usus domba dan manusia Fasciola hepatica merupakan hospes
definitifnya dan di dalam tubuh Lymnaea (siput) sebagai hospes perantara. Cacing ini
pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, kantong empedu, dan
pembuluh darah ruminansia maupun manusia.
B. Saran
Dalam menjaga kesehatan, khususnya dalam hal mengkonsumsi makanan dan
minuman, baik sayuran ataupun daging. Sebaiknya dimasak dengan matang, terutama
sayuran yang berhabitat di air, contohnya seperti kangkung, selada air, dan lain
sebagainya. Dalam mengkonsumsi air pun harus mengkonsumsi air yang higenis dan
tidak tercemar dengan metaserkia dari cacing Fasciola hepatica.
Jika sudah terdiagnosis terjangkit penyakit fasciolosis, sebaiknya segera
memeriksakan diri ke dokter untuk penanganan lebih lanjut. Bagi peternak sapi ataupun
sejenis hewan ruminansia lainnya, sebaiknya tidak membiarkan hewan ternaknya
mencari makan sendiri, karena beresiko terkena penyakit fasciolosis dari rumput yang
dikonsumsi.
15
DAFTAR PUSTAKA
16