FASCIOLA HEPATICA
OLEH :
KELOMPOK 2
Nurzaswasila. B1D220012
Santi B1D2200
Rismawati B1D2200
July
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Trematoda disebut sebagai cacing hisap karena cacing ini memiliki alat penghisap. Alat penghisap
terdapat pada mulut di bagian anterior alat hisap (sucker) ini untuk menempel padtubuh inangnya, makanya
disebut pula cacing hisap. Pada saat menempel cacing ini menghisapmakanan berupa jaringan atau cairan
tubuh inangnya. Dengan demikian maka trematoda merupakan hewan parasit karena merugikan dengan hidup
di tubuh organisme dan mendapatkan makanan tersedia di tubuh inangnya. Trematoda dewasa pada umumnya
hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, kantong empedu, dan pembuluh darah ruminansia maupun
manusia. Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan
kutikula, permukaan tubuhnya tidak memiliki silia. ontohnya Trematoda adalah cacing hati (!asciola
hepatica).
Fasciolosis adalah penyakit cacing yang disebabkan oleh dua trematoda Fasciola hepatica dan fasciola
gigantica. Penyakit ini disebabkan oleh trematoda yang bersifat zoonosis. fasciola hepatica menimbulkan
banyak ke khawatiran, karena distribusi dari kedua inang definitif cacing sangat luas dan mencakup mamalia
herbivora, termasuk manusia. siklus hidup dari siput air tawar sebagai hospes perantara parasit (Levine, 1990).
fasciolosis merupakan penyakit parasit yang di sebabkan oleh cacing pipih (trematoda) dan umumnya
menyerang ruminansia, seperti sapi, kerbau, dan dombaCHEN dan MOTT (1998) dan ESTEBAN (1998)
melaporkan bahwa sejak 20 tahun terakhir ini, kasus kejadian fasciolosis pada manusia semakin banyak.
umumnya kasus tersebut terjadi di negara empat musim atau subtropis dan di sebabkan oleh cacing trematoda
fasciola hepatica. mengingat tingginya prvalensi penyakit ini pada ternak di beberapa daerah di indonesia,
maka perlu di waspadai kemungkinan terjadinya penularan penyakit ini pada manusia di indonesia. Ada
dugaan bahwa pola makan tertentu pada manusia dapat mengakibatkan terjadinya fasciolosis pada manusia di
indonesia (S. Widjajanti, 2004).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah berkembangnya fasciola hepatica?
2. Bagaimana penyebaran fasciola hepatica?
3. Bagaimana taksonomi fasciola hepatica?
4. Bagaimana anatomi dan morfologi fasciola hepatica?
5. Bagaimana habitat fasciola hepatica?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui sejarah berkembangnya fasciola hepatica.
2. Untuk mengetahui penyebaran fasciola hepatica.
3. Untuk mengetahui taksonomi fasciola hepatica.
4. Untuk mengetahui anatomi dan morfologi fasciola hepatica.
5. Untuk mengetahui habitat fasciola hepatica.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berkembangnya Fasciola hepatica
Menurut Prof Kurniasih,Fasiolosis adalah penyakit yang umumnya dijumpai pada ternak
herbivora yang disebabkan oleh “Fasciola hepatica” atau “Fasciola gigantica”.Spesies tersebut dapat
menular ke manusia dan kurang lebih 1,9 juta manusia di dunia terinfeksi oleh Fasciolosis tersebut
(WHO 1990). Fasciola hepatica berasal dari Eurasia dan menyebar ke Amerika dan Australia.
Berdasarkan sejarah pemerintah Belanda telah mengimpor sapi dari Inggris dan India untuk
memperbaiki jenis sapi lokal, kedua spesies Fasciola itu mungkin telah terbawa dan menulari sapi lokal.
kurang lebih 80 persen ternak ruminansia terutama kerbau di Indonesia terserang fasciolosis sedangkan
prevalensi fasciolosis di Indonesia berkisar antara 60-90 . Di Indonesia fasciola hepatica pertama kali
dilaporkan oleh Van Velzen (1891) dari kerbau, kemudian Kraneveld (1924) menemukan cacing
tersebut pada sapi. Kemudian fasciola hepatica ditemukan juga pada hewan domestik dan hewan liar
lainnya.
a) Telur
Ukuran 30 mm x 13 mm
Bersifat hermaprodit
Sistem reproduksinya ovivar
Bentuknya menyerupai daun
Mempunyai tonjolan konus pada bagian anteriornya
Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut,uterus pendek berkelok-kelok
Testis bercabang banyak,letaknya di pertengahan badan berjumlah 2 buah
Ovarium sangat bercabang
C. Ciri umum :
Cacing ini hidup pada habitat air tawar dan tempat-tempat yang lembab dan basah. Cacing
memang memerlukan kondisi lingkungan yang basah, artinya cacing tersebut bisa tumbuh dan
berkembang biak dengan baik bila tempat hidupnya berada pada kondisi yang basa dan lembab. Pada
kondisi lingkungan yang basah atau lembab, perlu juga diwaspadai kehadiran siput air tawar yang
menjadi inang perantara cacing sebelum masuk ke tubuh ternak. Pada umumnya !asciola hepatica hidup
di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, kantong empedu, dan pembuluh darah ruminansia maupun
manusia.
Dalam daur hidup cacing hati ini mempunyai tiga macam hospes yaitu:
Hospes definitive (fase seksual) :Manusia,Kambing,Sapi,dan Biri-biri
Hospes perantara I (fase seksual) :Keong air/Siput
Hospes perantara II :Tumbuhan
a) Cacing dewasa bertelur di dalam saluran empedu dan kantong empedu sapi atau domba.
Kemudian telur keluar ke alam bebas belum berembrio dan belum infektif selama 8-12 minggu
bersama feses domba. Bila mencapai tempat basah,telur ini akan menetas menjadi lar$a bersilia
yang disebut mirasidium. irasidium akan mati bila tidak masuk ke dalam tubuh siput air tawar
( Lymnea auricularisrubigranosa).
b) Di dalam tubuh siput ini, mirasidium tumbuh menjadi sporokista (menetap dalam tubuh siput
selama -+ 1 minggu).
c) Sporokista akan menjadi larva berikutnya yang disebut Redia.Hal ini berlangsung secara
partenogenesis.
d) Redia akan menuju jaringan tubuh siput dan berkembang menjadi larva berikutnya yang disebut
serkaria yang mempunyai ekor. Dengan ekornya serkaria dapat menembus jaringan tubuh siput
dan keluar berenang dalam air.
e) Di luar tubuh siput, larva dapat menempel pada rumput untuk 5-7 minggu.Serkaria melepaskan
ekornya dan menjadi metaserkaria. etaserkaria membungkus diri berupa kista yang dapat
bertahan lama menempel pada rumput atau tumbuhan air sekitarnya.
f) Apabila rumput atau tumbuhan air tersebut termakan oleh domba atau manusia, maka kista dapat
menembus dinding ususnya, kemudian masuk ke dalam hati, saluran empedu dan dewasa di sana
untuk beberapa bulan.Cacing dewasa bertelur kembali dan siklus ini terulang lagi.
F. Cara penularannya
Sumber utama penularan fasciolosis pada manusia adalah dari kebiasaan masyarakat yang
gemar mengkonsumsi tanaman tumbuhan air, seperti selada air dalam keadaan mentah yang tercemar
Penularan ditentukan oleh keberadaan siput dari Famili Lymnaeidae, keberadaan hewan
mamalia peka lain di sekitar tempat tinggal penduduk. Penggunaan air yang tercemar metaserkaria
fasciola hepatica. (BARGUES et all.,1998),misalnya air tersebut diminum dalam keadaan mentah.
(TAIRA et all 1997) menduga bahwa penularan fasciolosis yang disebabkan oleh fasciola hepatica pada
manusia dapat pula terjadi akibat kebiasaan sebagian masyarakat di Eropa yang gemar mengkonsumsi
Daur hidup Fasciola hepatica yaitu : Telur keluar bersama dengan kotoran hewan ternak (sapi). Jika jatuh di
tempat yang basah atau berair, telur akan menetas menjadi larva bersilia yang disebut Mirasidium.
Patologi fasciola
Fascioliasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Fasciola. Dua spesies Fasciola (tipe)
menginfeksi manusia. Spesies utama adalah Fasciola hepatica, yang juga dikenal sebagai “cacing hati yang
umum” dan “cacing hati domba.” Spesies terkait, Fasciola gigantica, juga dapat menginfeksi manusia.
1. . Terjadi sejak larva masuk ke saluran empedu sampai menjadi dewasa. Parasit ini dapat
menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding saluran.Selain itu, dapat terjadi
perubahan jaringan hati berupa radang sel hati. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis
hati disertai asites dan edema.Luasnya organ yang mengalami kerusakan bergantung pada
2. . Masa inkubasi fascioliasis menginfeksi pada manusia sangat bervariasi, karena dapat
berlangsung dalam beberapa hari dalam 6 minggu atau antara 2-3 bulan.Bahkan dapat lebih
3. . Bejala klinik yang paling menonjol adalah anemia, selain itu dapat pula terjadi demam dengan
4. Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi hematomegaliasites di rongga perut, sesak nafas dan gejala
kekuningan
5. Gejala dari penyakit fasioliasis biasanya pada stadium ringan tidak ditemukan gejala.Stadium
progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan, perut terasa penuh, diare dan pembesaran
hati. Pada stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari perbesaran hati,
kanker hati, ikterus,asites, terbentuknya batu empedu, dan serosis hepatis.
6. Bahaya lain akibat infeksi fasciola hepatica ini adalah dapat mengakibatkan komplikasi pada
telinga, mata, paru-paru, dinding usus, limpa, pankreas, dan hati.
H. Diagnosa penyakit fasciola hepatica yang disebabkan oleh fasciola hepatice
1. . Pemeriksaan tinja
Merupakan cara yang paling umum dan sederhana yang bertujuan untuk menemukan
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan dengan uji ELISA (enzyme linked Immunosorbent Assay) untuk mengetahui adanya
antibody atau antigen didalam tubuh penderita. Pada infeksi parasite umumnya sel darah putih yang
meningkat tajam adalah eosinofil, walaupun hal ini tidak spesifik dan seringkali di ikuti dengan
peningkatan isotope antibody immunoglobulin (IgE) di serum darah.Menurut Sampaio Silva et al
(1985), tingkat isotope antibody IgE berkorelasi positif dengan jumlah telur cacing dalam tinja,usia
penderita,gejala klinis dan jumlah eosinofil.
1. Industri
Pembuangan air limbah air kotor secara aman, pengobatan ternak terhadap parasit
tersebut, pencegahan agar tidak ada hewan yang datang ke tempat pembudidayaan tanaman
selada air dan pengontrolan air yang digunakan untuk irigasi pembudidayaan tersebut.
selada air yang mentah. <alaupun tetap harus mengkonsumsi sayuran mentah, sebaiknya sayuran
tersebut dicuci dahulu dengan larutan cuka atau larutan potassium permanganat sebelum
dikonsumsi.
3. Pengendalian Siput
Pengendalian siput dengan moluskisida agar terputusnya siklus hidup dari !asciola
hepaticajika memungkinkan.
Kandang harus dijaga agar tetap bersih, dan kandang sebaiknya tidak dekat kolam atau selokan.
Benzimidazol sintesis dengan dosis 5 mg/kg BB dan 10 mg/kg Bb sebagai faciolicidal pada
domba.Albendazol plus closantel yang diberikan secara oral dapat membunuuh fasciola
gigantica,cacing pita dan nematode (100%) (Al-quddah at all. 1998). Fenbendazol dan clorsulon dengan
dosis 25 mg/kg BB dan dosis 35 mg/kg BB mengurangi infeksi cacing hati dewasa (99,6%) dan cacing
hati muda (Malone at all 1997).Closantel dan Rafoxaniade dengan dosis masing-masing 7,5 mg/kg BB
dan 10 mg/kg BB dapat a,b,c dignakan untuk mengontrol Haemonchus spp dan fasciola spp (swan
1999).Diamphenethide dengan dosis 10 mg/kg BB juga dapat digunakan untuk pengobatab infeksi
fasciola spp pada dunia
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Fasciolosis adalah penyakit cacing yang disebabkan oleh fasciola hepatica. Penyakit ini
disebabkan oleh trematoda yang bersifat zoonosis. Pada stadium lanjut didapatkan sindrom
hipertensi portal yang terdiri dari perbesaran hati, kanker hati, ikterus, asites, terbentuknya batu
2. Didalam usus domba dan manusia !asciola hepatica merupakan hospes de"initi"nya dan di
dalam tubuh &ymnaea (siput) sebagai hospes perantara.Cacing ini pada umumnya hidup di
dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, kantong empedu, dan pembuluh darah ruminansia maupun
manusia.
B.Saran
1. . Dalam menjaga kesehatan, khususnya dalam hal mengkonsumsi makanan dan minuman, baik
sayuran ataupun daging.Sebaiknya dimasak dengan matang, terutama sayuran yang berhabitat di
air, contohnya seperti kangkung, selada air, dan lain sebagainya. Dalam mengkonsumsi air pun
harus mengkonsumsi air yang higenis dan tidak tercemar dengan metaserkia dari cacing fasciola
hepatica.
2. Jika sudah terdiagnosis terjangkit penyakit fasciolosis, sebaiknya segera memeriksakan diri ke
dokter untuk penanganan lebih lanjut.Bagi peternak sapi ataupun sejenis hewan ruminansia
lainnya, sebaiknya tidak membiarkan hewan ternaknya mencari makan sendiri, karena beresiko
DAFTAR PUSTAKA
Widjajanti,S. 2004. Fasciolosis Pada Manusia :Memungkinkah Terjadi Di Indonesia?. Balai Penelitian
Veteriner :Bogor. Jurnal. Diakses pada tanggal 2 Mei 2018
Mardatillah,Sari,2011.Fascioliasis https://wailineal.blogspot.com/2011/12/fascioliasis-etiologi-
hepatica.html Diakses pada tanggal 2 Mei 2018