Anda di halaman 1dari 8

Susanna , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol.

3 (2017) : S72-S79 S72

PERPINDAHAN PANAS PADA MAKANAN BERPATI (KERUPUK UDANG) SELAMA


PROSES PENYANGRAIAN MENGGUNAKAN PASIR SEBAGAI MEDIA
PENGHANTAR PANAS

HEAT TRANSFER IN STARCHY FOOD (SHRIMP CRACKERS) DURING ROASTING


PROCESS USING SAND AS A MEDIUM FOR HEAT TRANSFER

Susanna1), Jamaluddin P.2), Kadirman3)


1Alumni Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian
2 dan 3 Dosen PTP FT UNM

susannaptp@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme perpindahan panas pada makanan
berpati selama proses penyangraian menggunakan pasir sebagai media penghantar
panas. Penelitian ini adalah penelitian eksperimen, sampel penelitian adalah kerupuk
udang yang disangrai pada suhu 120, 140 dan 160°C dengan lama waktu penyangraian
10, 15, 20, dan 25 detik. Selama proses penyangraian dilakukan pengukuran suhu pada
pasir dan kerupuk menggunkan termokopel untuk mengetahui perubahan suhu yang
terjadi. Parameter yang diamati adalah suhu, kadar air kerupuk dan laju perpindahan
panas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama proses penyangraian terjadi
perubahan suhu, kadar air kerupuk dan laju perpindahan panas. Semakin tinggi suhu dan
lama waktu penyangraian menyebabkan peningkatan suhu kerupuk yang mendekati suhu
pasir, seiring dengan penurunan kadar air kerupuk dan peningkatan kecepatan laju
perpindahan panas.
Kata Kunci :Penyangraian, Perpindahan panas, Kadar air, Makanan berpati.

ABSTRACT

This research was aims to know the mechanism of heat transfer in starchy food during
roasting process using sand as a medium for heat transfer. This research is experimental
research, and the research samples were shrimp crackers roasted at the temperature of
120, 140 and 160 oC within roasting time of 10, 15, 20 and 25 seconds. During the roasting
process, the temperature of sand and crackers was measured using a thermocouple to
know the change in temperature that happened. The parameters being observed the
temperature, water content of crackers and rate of heat transfer. The research results
showed that during the roasting process, the changes of temperature, water content of the
crackers and rate of heat transfer. The higher the temperature and the length of time
roasting cause the temperature of the crackers to increase closer to the temperature of the
sand with the decrease in the water content of crackers and increase in the rate of heat
transfer.
Keywords: Roasting, Heat transfer, Water content, Starchy food.
Susanna , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S72-S79 S73

PENDAHULUAN Kerupuk sudah dikenal secara luas,


memiliki cita rasa yang khas dan dapat
Kerupuk adalah makanan diterima oleh semua kalangan.Ciri khas
camilan yang disukai oleh masyarakat dari kerupuk adalah kering,warna kuning
mulai dari anak-anak sampai orang tua. kecokelatan, aroma kerupuk didapat dari
Kerupuk biasanya disajikan sebagai bahan yang digunakan, teksturnya
pendamping saat makan, bisa juga renyah, rasanya gurih, dan dapat
disajikan sebagai camilan saat santai. disimpan dalam jangka waktu yang lama
Kerupuk merupakan jenis makanan (Rose, 2013).
kering yang mengandung pati cukup Selama penggorengan, kerupuk
tinggi karena dibuat dari bahan dasar mengalami penyerapan minyak cukup
tapioka (Sa’diyah, 2014). tinggi, mencapai 18% (Soekarto, 1997
Kerupuk merupakan produk dalam Siswantoro dkk., 2011). Pada
pangan yang bersifat kering dan ringan. penggorengan bahan berpati mengalami
kerupuk terbuat dari pati dengan penyerapan minyak sebesar 15%
penambahan bahan-bahan lainnya dan (Supriyanto, 2007). Penyerapan minyak
bahan tambahan makanan yang yang cukup tinggi akan menyebabkan
diizinkan (Wahyuni, 2008 dalam produk mudah menjadi tengik apabila
Febriana, 2010). Berbagai bahan berpati selama penyimpanan mengalami kontak
yang dapat diolah menjadi kerupuk, dengan oksigen (Siswantoro dkk., 2011).
diantaranya adalah ubi kayu, ubi jalar, Penggunaan minyak goreng
beras, sagu, terigu, tapioka dan talas sering menimbulkan permasalahan yaitu:
(Febriana, 2010). (1) Ketersediaannya kurang seimbang
Dari beragam jenis bahan dengan kebutuhan sehingga
berpati tersebut, tapioka merupakan menyebabkan harga melambung cukup
yang paling sering digunakan. Tapioka tinggi; (2) Konsumsi makanan yang
berperan dalam proses gelatinisasi pati mengandung lemak disinyalir akan
yang akan mengakibatkan berdampak kurang baik bagi kesehatan;
pengembangan kerupuk saat digoreng, (3) Penggunaan minyak untuk
dan juga berfungsi untuk memperbaiki penggorengan digunakan secara
tekstur, sebagai pengikat, dan pengental berulang; (4) Pengkonsumsian minyak
(Hui, 1992 dalam Febriana, 2010). terutama lemak jenuh dianggap
Tapioka berasal dari umbi ubi merupakan penyebab naiknya potensi
kayu (Manihot esculenta) yang diambil sakit jantung koroner, kanker, diabetes
patinya melalui proses penggilingan dan tekanan darah tinggi (Sartika, 2009).
umbi ubi kayu, pemisahan ampas Dengan kondisi permasalahan di
dengan konsentrat, pengendapan dan atas maka proses penggorengan
pengeringan (Dziedzic dan Kearsley, dilakukan dengan cara tanpa
1995 dalam Agustien, 2011). Dalam menggunakan minyak. Penggorengan
bentuk aslinya secara alami pati tanpa minyak lazim disebut
merupakan butiran-butiran kecil yang penyangraian, penggorengan seperti ini
sering disebut granula. proses pemanasan berlangsung secara
Kerupuk adalah produk konduksi melalui kontak langsung antara
makanan ringan yang dibuat dari adonan permukaan dinding pemanas dengan
tepung tapioka dengan penambahan produk yang digoreng. Cara seperti ini
bahan makanan lain yang diizinkan. proses perpindahan panasnya dianggap
Susanna , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S72-S79 S74

kurang efisien karena luas permukaan sebagai media penghatar panas mula-
konduksi terbatas hanya pada dinding mula dipermukaan sampai akhirnya
pemanas yang bersinggungan dengan sampai kedalam produk dan secara
produk yang digoreng. bersamaan kandungan air dari dalam
Perpindahan kalor dapat produk keluar dalam bentuk uap air,
didefinisikan sebagai suatu proses menyebabkan produk mengalami
berpindahnya suatu energi (kalor) dari pemekaran, teksturisasi (lunak-keras)
satu daerah ke daerah lain akibat dan perubahan warna, aroma dan rasa,
adanya perbedaan temperatur pada kemudian diikuti oleh pengerasan
daerah tersebut. Ada tiga bentuk permukaan (Jamaluddin dkk., 2015).
mekanisme perpindahan panas yang Ada beberapa keuntungan
diketahui, yaitu konduksi, konveksi, dan apabila penggorengan dilakukan tanpa
radiasi. menggunakan minyak (menggunakan
Perpindahan kalor secara pasir). Keuntungan tersebut antara lain :
konduksi adalah proses perpindahan produk tidak mengandung minyak
kalor dimana kalor mengalir dari daerah goreng sehingga tidak mudah tengik,
yang bertemperatur tinggi ke daerah pasir sebagai media penghantar panas
yang bertemperatur rendah dalam suatu mudah didapat dan murah, produk yang
medium (padat, cair atau gas) atau mengalami penurunan kerenyahan
antara medium-medium yang berlainan mudah dilakukan rekondisi
yang bersinggungan secara langsung kerenyahannya dengan cara dijemur
sehingga terjadi pertukaran energi dan pada sinar matahari atau dipanaskan
momentum. Konveksi adalah pada suhu yang tidak terlalu tinggi (35–
perpindahan panas karena adanya 45oC), mengurangi ketergantungan
gerakan/aliran/pencampuran dari bagian penggorengan menggunakan minyak
panas ke bagian yang dingin (Zaenal, goreng (Siswantoro dkk., 2014).
2012).
Guna meningkatkan efisiensi TUJUAN PENELITIAN
proses perpindahan panas selama
penggorengan maka luas permukaan Penelitian ini bertujuan untuk
transfer panasnya perlu ditingkatkan mengetahui mekanisme perpindahan
melalui penggunaan media penghatar panas pada makanan berpati (kerupuk
panas berupa butiran bahan padat udang) selama proses penyangraian
(pasir, kerikil, atau bahan lain berwujud menggunakan pasir sebagai media
butiran dan mempunyai nilai penghantar panas.
konduktivitas panas besar). Metode
penggrengan dengan menggunakan METODE PENELITIAN
media penghantar panas bahan padat
butiran lebih menguntungkan karena Jenis penelitian ini adalah
selain luas permukaan kontak panas penelitian eksperimen yang terdiri atas 2
meningkat juga proses transfer faktor. Faktor A adalah suhu dengan 3
panasnya berlangsung secara konduksi taraf faktor (120oC, 140oC dan 160oC)
dan konveksi (Siswantoro dkk., 2014). dan Faktor B adalah lama penyangraian
Selama penyangraian atau dengan 4 taraf faktor (10 detik, 15 detik,
disebut penggorengan, terjadi proses 20 detik dan 25 detik). Dengan
perpindahan panas dari pasir panas demikian banyaknya perlakuan yang
Susanna , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S72-S79 S75

dicobakan ada sebanyak 12 kombinasi Q = hA(T1-T2)


perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan (1)
diulang sebanyak 3 kali. 2. Perpindahan panas secara konduksi
Peralatan yang digunakan dalam 𝑑𝑇
Q = - kA 𝑑𝑥
penelitian ini yaitu; mesin sangrai,
(2)
kompor gas, alat pengukur suhu terdiri
dari sensor suhu (termokopel), alat
pengumpul data (NI-cDAQ 9174),
HASIL DAN PEMBAHASAN
stopwatch, komputer, cawan, oven,
timbangan analitik, desikator, ayakan
Profil suhu
pasir. Bahan yang digunakan yaitu; pasir
sungai, kerupuk udang, dan gas LPG.
Selama proses penyangraian
Prosedur yang dilakukan dalam
kerupuk terjadi perubahan suhu. Profil
penelitian ini yaitu sebelum
perubahan suhu dapat dilihat pada
melaksanakan penelitian dilakukan
Gambar 1, 2 dan 3.
persiapan alat dan bahan yang akan
digunakan dalam penelitian. Pasir yang
digunakakan adalah pasir sungai yang
terlebih dahulu diayak dengan ayakan 18
mesh sehingga diperoleh pasir
berdiameter 1-2 mm lalu dicuci sampai
bersih kemudian dikeringkan. Langkah
awal dalam penelitian ini yaitu mengukur
kadar air kerupuk kering (mentah)
sebelum disangrai, selanjutnya kerupuk
disangrai dengan 3 variasi suhu yang Gambar 1
terdiri dari 120oC, 140oC, dan 160oC Profil suhu pasir dan kerupuk selama
sedangkan lama penyangraian terdiri prosespenyangraian menggunakan pasir
dari 4 variasi yaitu 10 detik, 15 detik, 20 sebagai media penghantar panas pada
detik dan 25 detik. Selama proses suhu 120°C
penyangraian akan diamati dan diukur
suhu pasir dan suhu kerupuk dengan
menggunakan alat termokopel dan
direkam dengan data logger. Setelah
proses penyangraian kerupuk
dikeluarkan dari mesin penyangraian
kemudian didinginkan dan dilakukan
pengukuran kadar air kerupuk sangrai.
Langkah terakhir yaitu perhitungan laju
perpindahan panas secara konveksi dari
pasir ke permukaan kerupuk dan
perpindahan panas secara konduksi dari
permukaan kerupuk ke dalam kerupuk Gambar 2
dengan pendekatan persamaan: Profil suhu pasir dan kerupuk selama
1. Perpindahan panas secara konveksi prosespenyangraian menggunakan pasir
sebagai media penghantar panas pada
suhu 140°C
Susanna , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S72-S79 S76

Kadar air kerupuk

Penurunan kadar air kerupuk


dipengaruhi oleh suhu dan lama
penyangraian yang digunakan. Semakin
tinggi suhu maka penurunan kadar air
akan semakin tinggi. Hal ini didukung
dengan pernyataan Jamaluddin dkk
(2012) yang menyatakan bahwa makin
tinggi suhu dan tekanan vakum rendah
ada kecenderungan laju penguapan air
semakin cepat.
Gambar 3 Hasil pengukuran kadar air
Profil suhu pasir dan kerupuk selama proses dapat dilihat pada Gambar 4. Dari
penyangraian menggunakan pasir sebagai Gambar tersebut tampak bahwa pada
media penghantar panas pada suhu 160°C awal proses penyangraian penurunan
kadar air cepat, pada tahap selanjutnya
Berdasarkan gambar tampak penurunan kadar air cenderung
bahwa peningkatan suhu terjadi secara melambat. Hal ini disebabkan karena
bertahap. Pada awal proses pada awal penyangraian akan terjadi
penyangraian akan terjadi peningkatan kontak dari media pasir sebagai
suhu yang tinggi karena pada tahap ini penghantar panas dengan kerupuk yang
terjadi kontak langsung media pasir menyebabkan terjadinya penguapan
dengan kerupuk yang disangrai. kandungan air di permukaan kerupuk,
Selanjutnya peningkatan suhu selanjutnya pada tahap berikutnya
cenderung melambat karena pada penurunan kadar air akan melambat
proses ini panas akan masuk ke dalam karena pada proses ini adalah proses
bahan yang disangrai. Pada proses pemasakan bahan sehingga penguapan
penyangraian akhir peningkatan suhu air hanya terjadi di dalam bahan
cenderung konstan karena pada tahap (kerupuk) yang disangrai.
ini adalah proses pemasakan bahan
(kerupuk) yang disangrai. 12
Suhu bahan (kerupuk) relatif Suhu 120°C
10 Suhu 140°C
konstan ketika mulai selang waktu 10 Suhu 160°C
Kadar Air (%)

detik sampai akhir waktu penyangraian. 8


Hal tersebut disebabkan karena
besarnya suhu bahan (kerupuk) sudah 6
hampir mencapai suhu pasir, sehingga 4
transfer panas yang terjadi dari pasir ke
bahan kecil. 2

0
0 10 15 20 25 30
Lama Penyangraian (dt)

Gambar 4
Hasil perhitungan kadar air kerupuk sangrai
Susanna , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S72-S79 S77

Hasil analisis perhitungan kadar Berdasarkan Gambar 5 tampak hasil


air kerupuk menunjukkan bahwa perhitungan laju perpindahan panas
perlakuan suhu dan lama penyangraian kerupuk, yang terendah yaitu pada
yang berbeda menghasilkan kadar air perlakuan suhu 120°C, sedangkan yang
kerupuk yang berbeda pula. Kadar air tertinggi pada perlakuan suhu 160°C.
tertinggi diperoleh dari perlakuan suhu 60
Suhu 120°C
120°C dan lama penyangraian 10 detik

Laju perpindahan panas/Q (W)


Suhu 140°C
dengan rata-rata 6.58% sehingga dapat 50
Suhu 160°C
dihitung perubahan kadar air sebelum
dan setelah penyangraian yaitu sebesar 40
3.31%, sedangkan kadar air terendah
adalah dari perlakuan suhu 160°C dan 30
lama penyangraian 25 detik dengan
diperoleh rata-rata 3.57 %, sehingga 20
dapat dihitung perubahan kadar air
sebelum dan setelah penyangraian yaitu 10
sebesar 6.32%.
Semakin tingginya suhu dan 0
1 6 11 16 21 26
semakin lamanya waktu penyangraian
Lama penyangraian (dt)
menyebabkan penurunan nilai kadar air,
hal ini terjadi karena panas yang Gambar 5
semakin tinggi yang disalurkan melalui Hasil perhitungan laju perpindahan panas
pasir menyebabkan penguapan air dari
Berdasarkan hasil perhitungan
dalam bahan akan semakin besar. Hal
laju perpindahan panas yang terjadi
ini didukung dengan pernyataan Ketaren
selama proses penyangraian dapat
(1986) dalam Ruri dkk., (2011)
disimpulkan bahwa suhu dan lama
menunjukkan bahwa penurunan kadar
penyangraian akan berpengaruh
air pada produk penggorengan terjadi
terhadap laju perpindahan panas,
karena panas yang disalurkan melalui
semakin tinggi suhu menyebabkan laju
minyak goreng akan menguapkan air
perpindahan panas akan semakin cepat,
yang terdapat dalam bahan yang
hal ini diduga karena dengan suhu yang
digoreng. Selain itu Irawan (1992) dalam
tinggi menyebabkan cepatnya panas
Ruri dkk., (2011) juga menyatakan
masuk ke dalam bahan yang disangrai.
bahwa kehilangan air paling banyak
Semakin lama proses penyangraian
terjadi pada menit pertama dan jumlah
maka laju perpindahan panas semakin
air yang menguap bertambah dengan
kecil atau melambat, karena pada proses
meningkatnya suhu penggorengan.
penyangraian akhir kerupuk yang
disangrai sudah mendekati suhu pasir
Laju perpindahan panas
dan ada pada tahap pemasakan.
Berdasarkan hasil perhitungan
Selama proses penyangraian
laju perpindahan panas dapat diketehui
berlangsung, terjadi perpindahan panas
bahwa semakin tinggi suhu
dari pasir sebagai media penghantar
penyangraian maka akan menyebabkan
panas ke dalam bahan. Panas yang
laju perpindahan panas semakin besar,
masuk ke dalam bahan menyebabkan
hal ini diduga karena dengan suhu yang
perubahan suhu dalam bahan.
panas maka akan menyebabkan
Susanna , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S72-S79 S78

cepatnya panas merambat kedalam Program Pascasarjana.


bahan yang disangrai. Hal ini sesuai Universitas Diponegoro
dengan pernyataan Joko dkk., (2009) Semarang.
menunjukkan bahwa semakin besar
suhu udara pengering semakin besar Febriana, Widyasari. 2010. Pengaruh
proses perpindahan panas dari medium Proporsi Tepung Tapioka Dan
penyangrai ke dalam bahan, sehingga Pati Garut (Maranta
proses perpindahan massa melalui Arundinacea) Terhadap Sifat
penguapan juga semakin besar. Fisikokimia dan Organoleptik
Kerupuk Ikan. Skripsi. Fakultas
KESIMPULAN Teknologi Pertanian. Universitas
Katolik Widya Mandala
Berdasarkan hasil penelitian Surabaya. Surabaya.
dapat disimpulkan bahwa mekanisme
perpindahan panas selama proses Jamaluddin, Budi Rahardjo, Pudji Hastuti
penyangraian yaitu, akan terjadi & Rochmadi. 2012. Model
perpindahan panas dari pasir sebagai Perpindahan Panas dan Massa
media penghantar panas menuju Selama Penggorengan Buah
kedalam makanan berpati (kerupuk) Pada Keadaan Vakum. Jurnal
yang disangrai sehingga akan terjadi Agritech. Vol 32 (1): 33-43.
perubahan kadar air kerupuk yang telah
disangrai, semakin tinggi suhu dan Jamaluddin, Husain Syam & Kadirman.
semakin lama proses penyangraian 2015. Rekayasa Penyangraian,
maka akan menghasilkan kadar air Perpindah Panas dan
kerupuk yang rendah karena terjadi Penguapan Air Secara Simultan,
penguapan air yang lebih banyak, serta Serta Perubahan Tekstur,
suhu dan lama penyangraian akan Volume dan Warna Pada
berpengaruh terhadap laju perpindahan Makanan Berpati. Universitas
panas kerupuk yang telah disangrai, Negeri Makassar.
semakin tinggi suhu maka akan
menyebabkan laju perpindahan panas Rose, Ratnawati. 2013. Eksperimen
yang cepat dan semakin lama proses Pembuatankerupuk Rasa Ikan
penyangraian maka akan menyebabkan Banyar Dengan Bahan Dasar
laju perpindahan panas semakin kecil Tepung Komposit Mocaf dan
atau melambat, karena pada proses Tapioka. Skripsi. Fakultas
penyangraian akhir kerupuk yang Teknik. Universitas Negeri
disangrai sudah mendekati suhu pasir Semarang. Semarang.
dan ada pada tahap pemasakan.
Sa’diyah, Yuni Aminatus. 2014.
DAFTAR PUSTAKA Pengaruh Jumlah Kerang Hijau
dan Cairan Terhadap Tingkat
Agustien, Zulaidah. 2011. Modifikasi Ubi Kesukaan Kerupuk. Jurnal Boga.
Kayu Secara Biologi Vol 3 (3): 196.
Menggunakan Starter Bimo-Cf
Menjadi Tepung Termodifikasi Sartika, RAD. 2009. Pengaruh Suhu Dan
Pengganti Gandum. Tesis. Lama Proses Menggoreng
Susanna , Et al/ Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 3 (2017) : S72-S79 S79

(Deep Frying) Terhadap


Pembentukan Asam Lemak
Trans. Makara Sains. Vol 13 (1):
23-28.

Siswantoro, Budi Rahardjo, Nursigit


Bintoro & Pudji Hastuti. 2011.
Pemodelan Matematik
Perubahan Parameter Mutu
Kerupuk Selama Penggorengan
dengan Pasir. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan. Vol 22 (1):
17-25.

Siswantoro, Rifah Ediati & Riana Listanti.


2014. Rancang Bangun Alat
Penggoreng Tanpa Minyak
Untuk Menunjang Agroindustri.
Jurnal Agrin. Vol 18 (2): 167-
180.

Supriyanto. 2007. Proses Penggorengan


Bahan Makanan Sumber Pati:
Kajian Nisbah Amilosa–
Amilopektin. Disertasi. Sekolah
Pascasarjana. Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.

Zaenal, Muttaqin. 2012. Pengujian


Efektivits Penukar Kalor Multi
Flat Plate Heat Exchanger
Aluminium Dengan Aliran Cross
Flow. Skripsi. Fakultas Teknik.
Universitas Diponegoro.
Semarang,

Anda mungkin juga menyukai