Anda di halaman 1dari 66

Modul Ajar Perlakuan Mekanik

BAB 1
SCREENING
a. Kompetensi Dasar dan Indikator
x Kompetensi Dasar : Mahasiswa akan memahami konsep yang mendasar
dari operasi pengayakan (screening)
x Indikator : Mahasiswa mampu menjelaskan tentang proses
screening, dapat menyebutkan dan menjelaskan alat
screening di industri, mampu menghitung analisa hasil
ayakan.
b. Pokok Bahasan : Screening
c. Sub Pokok Bahasan : 1. Gambaran Umum Tentang Screening
2. Alat Screening di Industri
3. Analisa dan Perhitungan Pada Screening
d. Estimasi Waktu : 8 X 45 menit
e. Media Pembelajaran : Papan Tulis dan LCD (Power Point)

1.1 Gambaran Umum


Screening (pengayakan) merupakan operasi pemisahan material padat yang
ukurannya berbeda untuk menghasilkan produk yang siap dipasarkan ataupun
material yang siap untuk operasi lainnya. Operasi screening dilakukan dengan jalan
melewatkan material pada suatu permukaan yang banyak lubangnya dengan ukuran
yang dikehendaki. Screening memisahkan campuran partikel dengan ukuran yang
berbeda menjadi dua bagian atau lebih yang masing-masing mempunyai ukuran yang
seragam dibandingkan ukuran pada campuran mula-mula. Ukuran sebuah partikel
dapat disebutkan dengan beberapa istilah. Contoh :
a. partikel berbentuk bola, dimensi ukuran yang penting antara lain: D, Volum,
luas permukaan.
b. Partikel berbentuk kubus, dimensinya panjang, volum, luas permukaan.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 1


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Beberapa cara untuk menentukan ukuran partikel (yang dilakukan di laboratorium)


disajikan di chapter 3 Brown, dan chapter 20 Perry, 7th ed.
Cara-cara itu antara lain:
A. Mikroskop, untuk partikel berukuran sekitar 1 μm = 0,001 mm.
B. Screening: melewatkan bahan melalui ayakan seri ( sieve shaker) yang mempunyai
ukuran lubang ayakan semakin kecil. Setiap pemisahan padatan berdasarkan
ukuran diperlukan pengayakan. Standar screen mampu mengukur partikel dari 76
mm sampai dengan 38 μm. Operasi screening dilakukan dengan jalan melewatkan
material pada suatu permukaan yang banyak lubang atau openings dengan ukuran
yang sesuai. Ditinjau sebuah ayakan :

Gambar 1.1 Screening


Fraksi oversize = fraksi padatan yang tertahan ayakan.
Fraksi undersize = fraksi padatan yang lolos ayakan.
Jika ayakan lebih dari 2 ayakan yang berbeda ukuran lubangnya, maka akan
diperoleh fraksi-fraksi padatan dengan ukuran padatan sesuai dengan ukuran
lubang ayakan.
C. Sedimentasi (fluida diam, zat padat mengendap dengan gaya gravitasi).
Teori gerak partikel dalam fluida mengatakan bahwa partikel berukuran kecil yang
jatuh alam fluida, pada suatu kecepatan tertentu adalah setara dengan ukuran
partikelnya.
� Sampel dalam slurry diendapkan
� Pada beberapa ketinggian tertentu diambil cuplikan (dengan pipet),
� Masing-masing dipanaskan agar kering, kemudian ditimbang,
� Selanjutnya dievaluasi konsentrasinya sebagai fungsi waktu.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 2


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

D. Elutriasi : aliran fluida ke atas dengan kecepatan tetap, sehingga butiran dengan
ukuran tertentu terbawa ke atas, sedangkan ukuran yang lebih besar sebagai hasil
bawah. Contoh elutriasi : pemisahan campuran silika dan galena menggunakan air.
Campuran silika dan galena mempunyai ukuran yang sama yaitu 1 cm. Diketahui:
a. galena masih tetap mengendap pada kecepatan air 13 ft/s.
b. Butir silika pada ukuran yang sama tetap mengendap pada kecepatan air 7 ft/s.
Jika operasi dilakukan pada kecepatan air lebih kecil 13 ft/s dan lebih besar dari 7
ft/s, maka semua silika sebagai hasil atas, dan galena sebagai hasil bawah.

E. Sentrifugasi, seperti sedimentasi, tetapi zat padat diendapkan dengan gaya


sentrifugal (memutar dan turun).

1.2. Alat Screening di Industri


Berdasarkan gerak pengayak, alat ayakan dibagi menjadi 2 jenis:
a. Stationary screen .
b. Dynamic screen.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 3


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Beberapa alat ayakan di industri:


1. Stationary
Alat ini berupa plate berlubang banyak atau bisa juga berupa kawat penyaring
yang diset dengan sudut kemiringan 60o. Sangat cocok untuk operasi skala
kecil seperti pengayakan pasir atau baru bara.
2. Grizzly
Alat ini banyak digunakan untuk ukuran partikel yang besar sekitar l in atau
lebih. Grizzly berupa satu set penghalang yang disusun paralel yang
dipisahkan dengan spacer pada ujung-ujungnya. penghalang-penghalang
disusun secara horisontal atau longitudinal dengan kemiringan 20o – 50o
tergantung pada sifat dasar material yang akan diproses. Grizzly mempunyai
panjang 8 - l0 ft dan lebar 3 - 4 ft dengan gerakan reciprocal untuk menjaga
aliran bahan yang lebih baik melalui screening dan mencegah adanya
clogging. Alat ini berkapasitas 100 - 150 ton/ft2 hari dan biasanya dipakai
sebelum material dikirim ke crusher untuk menghilangkan partikel-partikel
yang lebih kecil yang terdaprt dalam umpan crusher.
3. Vibrating
Gerakan vibrasi diberikan ke permukaan ayakan dengan alat cam eccentric
shufts atau peralatan elektromagnetik lainnya. Ayakan dioperasikan dengan
amplitudo ¼ in tergantung pada ukuran material dan dengan frekuensi putaran
vibrasi 1200- 1800/mnt. Alat ini dibantu untuk memenuhi beban tugas yang
besar dengan lubang ayakan di atas 1 in. Alat ini umumnya dipakai untuk
ayakan material kering dengan ukuran partikel 1 in sampai 35 mesh (0,0164
in) dan dengan sudut kemiringan 45o.
4. Trommel
Terdiri dari ayakan yang berbentuk silinder atau konis yang berputar pada as
(poros). Trommel sederhana disusun seri dengan undersize pertama
dilewatkan pada trommel kedua dengan undersize trommel kedua dilewatkan
pada trommel ketiga dan seterusnya. Alat ini sangat baik untuk material yang
kasar dengan kemiringan ¾ in – 3 in/ft panjang tergantung pada sifat dasar

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 4


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

material. Kapasitas operasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya


kecepatan putaran sampai diperoleh kapasitas maksimum pada kecepatan
kritisnya (N). Kecepatan operasi terbaik diperoleh pada 0.33 - 0.45 kali
kecepatan kritis. Trommel mempunyai ukuran diameter 3 - 4 ft dengan
panjang 5 - 8 ft. Motor yang dipakai memjliki putaran sebesar l5 - 20 rpm
dengan daya motor 2,5 – 5 Hp.

Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan screen:


a. Kapasitas, kecepatan hasil yang diinginkan,
b. Kisaran ukuran (size range),
c. Sifat bahan : densitas, kemudahan mengalir (flowability),
d. Unsur bahaya bahan : mudah terbakar, berbahaya, debu yang ditimbulkan.
e. Ayakan kering atau basah.
Pemilihan screen berdasarkan ukuran disajikan di fig. 19 – 14 (Perry, 7th ed.).

1.3 Analisa dan Perhitungan Pada Screening


Analisis data ukuran partikel menggunakan screen shaker.
� Penyajian data distribusi ukuran suatu campuran (particle size distribution),
� Average particle size.
� Kapasitas Pengayakan
� Effectiveness

Screen aperture (lubang ayakan)


Lubang pada ayakan dapat dibuat dari rangkaian anyaman kawat atau dari plat yang
dilubangi.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 5


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Ditinjau sebuah lubang:

Gambar 1.2. Screen aperture


Untuk ukuran lubang yang berbeda, digunakan diameter kawat yang berbeda pula.
Mesh : jumlah lubang dalam 1 inchi linear.
Contoh : ayakan 10 mesh, artinya sepanjang 1 inch terdapat 10 lubang dan kawatnya.
Maka:
Jarak antar pusat kawat yang satu dengan kawat berikutnya = 1/10 = 0,1 in.
Aperture = 0,1 – (diameter kawat) in. Dari tabel Tyler screen, untuk 10 mesh ternyata
diameter kawat = 0,035 in, maka Aperture = 0,1 – 0,035 = 0,05 in.

Interval ayakan
Jika interval ayakan yang dipilih sbb.: 1, 2, 3,..., 8, 9, 10 in, maka interval ini
mempunyai kelemahan:
a. antara 1 dan 2 in : perbedaan ukurannya terlalu besar.
b. Antara 9 dan 10 in : secara praktek, ukuran dengan kisaran ini hampir sama
c. Untuk partikel berukuran di bawah 1 in sampai 1 mikron akan terdapat dalam satu
fraksi.
Saat ini, telah ada standard screen yang digunakan untuk menganalisis distribusi
ukuran partikel dari suatu campuran, yaitu mempunyai kisaran 3 in sampai dengan
0,0015 in ( atau 76 mm s/d 38 mikron). Dasar dari interval standard screen ini adalah
: Rasio luas lubang yang berurutan adalah 2.

Dengan, ayakan A dan B berurutan.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 6


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Maka,
Luas lubang ayakan A = 2 (luas lubang ayakan B)

Standar ayakan yang digunakan di USA menggunakan interval 2 (TYLER


STANDARD SCREEN). Standar ayakan yang lain : SIEVE SERIES.
Tabel standar ayakan dapat dilihat di Table 5 (Brown) dan table 19-6 (Perry, 7th ed.).

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 7


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 8


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Penyajian data distribusi ukuran suatu campuran (particle size distribution)


Ditinjau : sejumlah campuran partikel diayak dalam suatu susunan ayakan, di
laboratorium (menggunakan sieve shaker):

Ÿ masing-masing padatan yang diperoleh ditimbang dan dijumlahkan,


Ÿ setiap ayakan ukuran tertentu dihitung fraksi massa partikel yang lolos atau
fraksi massa yang tertahan dan diameter reratanya,
Ÿ data fraksi massa dan diameter ditabulasikan,
Ÿ data di atas disajikan dalam grafik.
Keterangan :

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 9


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Contoh : menentukan ukuran partikel pada ayakan antara -48 + 65 mesh :


Gi = berat partikel pada -48+65 mesh.
Gt = berat total = berat umpan total.
Maka:

� Average particle size


Evaluasi Hasil Analisis Ayakan
Beberapa karakter padatan yang dapat dianalisis dari data hasil ayakan:
1. Average diamater
Diameter yang jika dikalikan dengan jumlah partikel akan memberikan jumlah
total diameter dalam campuran itu.
Davg x (jumlah partikel) = D total campuran.
2. Average surface
Surface average x (jumlah partikel) = surface total
3. Average volume
Volume avg x (jumlah partikel) = surface total
4. Average mass
Mass avg x (jumlah partikel) = massa total

Beberapa dimensi atau ukuran yang digunakan untuk menyatakan ukuran suatu
campuran antara lain:
1. True Arithmatic Average Diameter (TAAD)

Misal : Hasil analisis ayakan suatu campuran adalah sbb.:

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 10


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Diameter total = N1.D1 + N2.D2+ N3.D3+…..+……=Σ (Ni . Di )


Jumlah partikel total = N1 + N2 + N3 +......................= Σ (Ni)
Dalam prakteknya, menghitung jumlah partikel sangatlah sulit, lebih
menentukan massa dari masing-masing ukuran. Oleh karena itu, dicari
hubungan antara jumlah partikel dengan massa pada masing-masing ukuran
tersebut. Pendekatan yang diambil sbb.:

Jika M massa total campuran, maka ;

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 11


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

2. Surface Area

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 12


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

3. Mean Surface Diameter (Dp)


Diameter yang dapat mewakili untuk menghitung luas permukaan total.

4. Mean Volume Diameter (Dv)


Diameter yang dapat mewakili untuk menghitung volum total campuran.

Kapasitas Pengayakan
Perbandingan antara luas lubang ayakan dengan luas total menentukan kapasitas
dimana kapasitasi ni berkaitan dengan efectiveness. Jika kapasitas besar maka
effectiveness kecil, begitu pula sebaliknya.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 13


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Effectiveness
Effectiveness dihitung berdasarkan revovery desired material dalam produk dan
recovery undesired material di arus reject. Desired material = material dengan
ukuran yang diinginkan.
Contoh : Suatu produk dengan spek tidak lebih dari 10% berat berukuran tidak
lebih besar dari 200 mesh. Tampak, batasannya adalah partikel dengan ukuran >
200 mesh maksimum 10%. Jadi, desired material = partikel lolos 200 mesh.
Menentukan effectiveness of screen:

xp : fraksi massa material yang diinginkan dalam produk


xf : fraksi massa material yang diinginkan dalam umpan
xR : fraki massa material yang diinginkan dalam reject
P : massa total produk
F : massa total umpan
R : massa total reject

Recovery =

Rejection = (1 – effectiveness dari recovery material yang tidak diinginkan)

Rejection =

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 14


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Effectiveness = Recovery x Rejection

Effectiveness =

Jika effectiveness dinyatakan dengan analisa sampel maka dapat disusun neraca
massa bahan dalam operasi screening sebagai berikut:
Neraca bahan total, F = P + R
Neraca massa komponen, xf . F = xp . P + xR . R
Substitusi R pada Neraca massa komponen dengan Neraca bahan total, sehingga
mendapatkan hubungan P/F.
Substitusi P/F ke dalam persamaan recovery dan rejection, sehingga:

Effectiveness =

f. Soal dan Jawab


Soal :
1. Dolomik dihasilkan dari crushing yang dilewatkan ayakan lolos 14 mesh
dengan kapasitas produksi 1 ton/jam. Hasil analisa ayakan adalah sebagai
berikut:

a. Tentukan total reject ke crusher


b. Hitung effectiveness ayakan

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 15


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Jawab :

xf = 0285 + 0,086+ 0,057+ 0,0286 = 0,4566


xR = 0,24
xp = 0,4 + 0,3 + 0,2 + 0,1 = 1

Neraca bahan total:


F=P+R
R = F-1

Neraca massa komponen :


F-xf = P.xp + RxR
F . 0,4566 = 1 + (F- l) . 0,24
0,4566 F = 1 + 0,24F -0,24
0,4566F-0,24F = 1 -024
0,2166F = 0,76
F = 3,508 ton/jam

a. Total reject, R = F-1  R = 2,508 ton/jam

b. Effectiveness =

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 16


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Soal :
Hitung diameter partikel dari data di bawah ini dengan cara:
a. TAAD
b. Dsurface
c. Dv

Jawab :
a. TAAD

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 17


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

b.

c.

g. Soal-Soal
1. Tentukan cara-cara menentukan ukuran partikel. Tulis sumber pustakanya.
2. Problem 1, 2, dan 3 ( Brown, pp. 22-23).

h. Lampiran : -
i. Daftar Pustaka
1. Badger and Banchero. 1956. Introduction to Chemical Engineering. McGraw-Hill
Book Company. New York.
2. Brown, G.G. 1978. Unit Operations. John Wiley & Sons. New York.
3. Perry Handbook for Chemical Engineers, 7th ed.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 18


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

BAB 2
SIZE REDUCTION
a. Kompetensi Dasar dan Indikator
x Kompetensi Dasar : Mahasiswa akan memahami konsep size reduction
yang meliputi : tujuan, langkah dan peralatan size
reduction serta kebutuhan energi dalam operasi size
reduction.
x Indikator : Mahasiswa mampu membedakan antara operasi
screening dan size reduction. Mahasiswa mampu
menjelaskan pinsip kerja alat operasi size reduction.
Mahasiswa mampu menghitung kebutuhan energi
pada alat size reduction.
b. Pokok Bahasan : Size Reduction (SR)
c. Sub Pokok Bahasan : 1. Tujuan SR dan jenis bahan padat yang digunakan
2. Metode SR dan alat yang digunakan
3. Perhitungan kebutuhan energi
d. Estimasi Waktu : 8 X 45 menit
e. Media Pembelajaran : Papan Tulis dan LCD (Power Point)

2.1 Tujuan dan Jenis Bahan Padat Pada Size Reduction (SR)
Tujuan dari operasi SR adalah mereduksi ukuran partikel.
Contoh:
1. Mereduksi ukuran padatan supaya mempunyai ukuran atau luas spesifik.
2. Memecah batuan untuk memisahkan material atau kristal dari bahan tertentu.
3. Batuan yang mengandung mineral berharga dipecah, kemudian dipisahkan
dari padatan lainnya.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 19


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Beberapa step (langkah) operasi dilakukan untuk memproduksi material dari ukuran
>30 cm menjadi 75 μm :
1. Mereduksi ukuran besar (coarse size reduction, crushing) untuk material >7
cm.
2. Mereduksi ukuran sedang (intermediate size reduction, crushing) untuk
ukuran 1 - 7 cm.
3. Mereduksi padatan halus (fine size reduction, grinding), untuk ukuran < 1 cm.

Beberapa istilah variabel operasi SR :


1. Moisture content : kandungan cairan. Di bawah 3 – 4 % (%berat) cairan
dalam bahan, SR tidak mengalami kesulitan. Di atas 4%, bahan menjadi sticky
(lengket), cenderung menyumbat mesin/alat. Di atas 50%, wet size reduction,
biasanya untuk padatan halus.
2. Reduction ratio: rasio diameter rerata umpan dengan diameter rerata produk.

Mesin penghancur ukuran besar atau crusher, mempunyai rasio 3 s/d 7.


Mesin penhancur ukuran halus atau grinder, mempunyai rasio s/d 100.
3. Free crushing : proses penghancuran dimana produk yang dihasilkan
langsung segera dikeluarkan sesudah dalam waktu singkat tinggal di dalam
alat. Pengeluaran produk dapat dengan cara a.l.:
a. gaya gravitasi.
b. Dihembus udara bertekanan.
c. Dicuci dengan air.
d. Dilemparkan dengan gaya sentrifugal.
Free crushing ini untuk mencegah pembentukan kelebihan jumlah padatan
yang ukurannya halus.
4. Choke feeding, kebalikan dari free crushing. Alat penghancur dilengkapi
hopper (pengumpan) dan terisi terus sehingga produk tidak dapat bebas keluar
dari alat. Cara ini untuk meningkatkan produk dengan ukuran halus.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 20


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

5. Closed circuit. Alat pereduksi di lengkapi dengan unit pengayakan, produk


yang tidak lolos ayakan didaur ulang.
6. Open circuit. Produk yang tidak lolos tidak didaur ulang
7. Disintegrator, alat pereduksi yang dengan maksud untuk mecabik material
berserat, seperti kayu atau kertas.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan alat SR :


1. Ukuran umpan,
2. SR ratio,
3. Distribusi ukuran partikel dii arus produk,
4. Kapasitas,
5. Sifat bahan, seperti hardness, abrasiveness, stickiness, densitas, flammability,
6. Kondisi basah atau kering.

2.2 Metode SR dan Alat Yang Digunakan


A. COARSE SIZE REDUCTION
Digunakan untuk memecah batuan yang ukurannya lebih besar dari 7 crn. Bahan
yang keras dihancurkan dengan jaw crusher, gyratory atau disc crusher.
Sedangkan bahan yang lunak dihancurkan dengan breaker. Alat yang banyak
digunakan adalah jaw crusher dan gyratory crusher. Prinsip kerja kedua alat ini
adalah dengan metode penghancuran dengan penekanan dan gesekan.
Teori penghancuran/crushing berhubungan dengan besarnya energi yang diberikan
pada batuan/partikel yang memiliki ukuran tertentu. Besar energi yang diperlukan
untuk melakukan penghancuran disebut indeks kerja dan satuan ini merupakan
sebutan untuk daya tahan yang dimiliki material terhadap penghancuran (satuan
kekerasan bijih).

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 21


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

1. Jaw crusher
Alat ini beroperasi dengan menekan batuan diantara dua pelat. Pelat yang satu
tidak bisa digeraklran dan pelat yang lain bisa digerakkan. Dari segi pernasangan
jaw crusher lebih hemat karena merupalran mesin dengan kapasitas yang kecil.

2. Gyratory crusher
Dalam gyratory crusher bijih dihancurkan diantara mangkuk terbalik yang diam
dan sebuah kerucut yang bisa bergerak pada poros vertikal. Alat ini mempunyai
kapasitas yang besar dengan daya hancur tiga kali lebih besar daripada jaw crusher
dengan lubang bukaan gape yang sama.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 22


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

B. INTERMEDTETE SIZE REDUCTION


Digunakan untuk memecah batuan yang ukurannya 1 crn - 7 cm. Prinsip kerja dari
alat interrnediate ini biasanya dengan cara tumbukan/irnpact oleh pukulan keras
dengan kecepatan tinggi dan bukan dengan kompresi. Tekanan-tekanan internal
yang tercipta dalam partikel seringkali cukup besar untuk membuatnya hancur.

1. Cone Crusher
Pada dasamya model dan operasinya mirip dengan gyatory crusher. Bedanya pada
sudut kerucut yang dimiiki cone crusher lebih besar daripada gyratory dan
lemparan cone bisa sampai lima kali lebih besar. Alat ini sangat baik untuk operasi
close circuit.

2. Crushing Roll
Alat ini terdiri dari dua silinder horisontal yang berputar saling berlawanan. Satu
roll dipasang tidak bergerak dan yang satu lagi dipasang dengan menggunakan
pegas agar material yang tidak dapat pecah bisa lewat. Prinsip kerja roll crusher
adalah dengan cara menjepit material diantara permukaan roll yang berputar,
sehingga material akan pecah karena kompresi/penekanan dan jatuh ke bawah.
Crushing roll ada dua jenis:
 Crushing roll permukaan licin untuk umpan yang mempunyai permukaan
halus
 Crushing roll bergerigi untuk umpan yang mempunyai permukaan
bergelombang

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 23


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

C. FINE SIZE REDUCTION


Prinsip kerja dari metode ini dengan cara sebagai berikut :
1. Dengan prinsip penggilingan/penggerusan
Terdiri dari permukaan tetap dan tidak tetap yang saling bergeseran. Gaya geser
banyak berperan sehingga sering terjadi keausan permukaan. Lebih banyak
digunakan untuk material yang lunak. Beberapa alat yang dapat digunakan antara
lain : Bowl Mill, Raymond Roller Mill.

2. Dengan prinsip benturan/irnpact


Digunakan untuk material yang keras dengan menggunakan bahan pemecah bola
atau batang dan lain-lain. Contoh alat ini adalah Ball Mill, Rod Mill dan
Coumpond Ball Mill.

2.3 Perhitungan Kebutuhan Energi


Energi yang dibutuhkan crusher/grinder digunakan untuk :
a. Mengatasi friksi mekanis.
b. Menghancurkan bahan.
Energi ini proporsional terhadap luas permukaan baru yang terbentuk. Rittinger
melakukan percobaan tentang hal ini, menggunakan “ a drop weight crusher” seperti
Fig. 44 (Brown).
Hasil percobaannya dinyatakan dalam :

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 24


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Contoh:
Ball mill dengan berat bola = 36 lb, setiap 1 Kg cm akan membentuk luas permukaan
baru sebesar 2,6 cm2. Sedangkan dari percobaan drop weight method, setiap 1 Kg cm
energi akan membentuk luas permukaan sebesar 17,56 cm2.
Rasio perbedaan ini dinyatakan dalam:

Rittinger’s nu. menunjukkan efektivitas maksimum dari crusher.

Efisiensi alat SR dinyatakan sebagai :

f. Soal dan Jawab


Soal :
2. Apa tujuan dari operasi SR ?
Jawab : Mereduksi ukuran padatan supaya mempunyai ukuran atau luas
Spesifik; Memecah batuan untuk memisahkan material atau kristal
dari bahan tertentu; Batuan yang mengandung mineral berharga
dipecah, kemudian dipisahkan dari padatan lainnya.
Soal :
3. Ada berapa step (langkah) operasi dilakukan untuk memproduksi material
dari ukuran >30 cm menjadi 75 μm ?
Jawab : Ada 3 langah tergantung ukuran bahan baku dan ukuran produk yang
diinginkan.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 25


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

g. Soal-Soal
1. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang harus diperhatikan pada
pemilihan alat SR !
2. Problem Brown, p. 46, no. 4

h. Lampiran : -
i. Daftar Pustaka
1. Brown, G.G. 1978. Unit Operations. John Wiley & Sons. New York.
2. Perry Handbook for Chemical Engineers, 7th ed.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 26


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

BAB 3
ALIRAN FLUIDA DALAM MEDIA BERPORI SATU FASE
a. Kompetensi Dasar dan Indikator
x Kompetensi Dasar : Mahasiswa memahami konsep aliran fluida melalui
media berpori ditinjau dari bahan serta dapat
memahami jenis-jenis media berpori.
x Indikator : Mahasiswa mengerti tentang proses aliran fluida
dalam media berpori serta dapat membedakan jenis-
jenis media berpori.
b. Pokok Bahasan : Aliran Fluida Dalam Media Berpori
c. Sub Pokok Bahasan : 1. Parameter media berpori
2. Perhitungan pada aliran fluida dalam media berpori
d. Estimasi Waktu : 8 X 45 menit
e. Media Pembelajaran : Papan Tulis dan LCD (Power Point)

3.1 Parameter Media Berpori


Jika suatu cairan mengalir lewat suatu media berpori maka terdapat beberapa
parameter yang perlu diketahui, yaitu berkenaan dengan media itu sendiri yang terdiri
dari partikel :
 Porositas media
 Diameter partikel
 Faktor bentuk
 Tebal/panjang media
 Kekerasan partikel
 Orientasi/pengaturan pemampatan partikel
Dan juga fluida yang mengalir :
 Kecepatan fluida
 Sifat fisik fluida (densitas, viskositas, dll)

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 27


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

3.2 Perhitungan Pada Aliran Fluida Dalam Media Berpori


Kecepatan linear fluida (superficial velocity) adalah kecepatan fluida melalui media
berpori perluas penampang kolom/bed yang diasumsikan merupakan ruang kosong.
Sehingga kecepatan superficial dapat ditulis sebagai:

Gambar 3.1. Kolom bahan isian


Untuk memperhitungkan kehilangan friksi karena aliran ini, maka dibutuhkan relasi
berikut yang identik dengan fluida yang mengalir dalam tabung dikalikan dengan
faktor koreksi.

Jika menggunakan bahan isian dengan ukuran diameter partikel Dp, maka :

Kehilangan friksi dirumuskan sebagai :

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 28


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Faktor friksi dapat dicari dari :

Dp = diameter partikel, Davg


vsp = superficial velocity
U = densitas fluida
P = viskositas fluida
L = tinggi bed
(-'P) = pressure drop
lwf = kehilangan friksi per unit massa fluida
FRe = faktor koreksi untuk bil.Reynold (dicari dari Fig. 219 Brown)
Ff = faktor koreksi untuk faktor friksi

Faktor koreksi untuk Bilangan Reynold dan faktor friksi dicari dari Fig. 219 Brown
dan 220 Brown yang merupakan hubungan antara porositas dan faktor bentuk/speri
sitas dari partikel.

Jika partikel-partikel di dalam kolom mempunyai diameter yang berbeda maka


diameter partikel tersebut dapat dicari dengan persamaan :

dengan mi = fraksi massa dan Di = diameter partikel

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 29


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 30


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 31


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 32


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Persamaan Tenaga Untuk Aliran fluida Dalam Media Berpori:

Aliran fluida melalui media berpori satu fase sering digunakan untuk :
 Solid-filter pada pengolahan air
 Aliran zat cari pada tumpukan resin (ion exchanger)
 Reaktor isian seperti fixed-bed multifase dan reaktor gelembung

f. Soal dan Jawab


g. Soal-Soal
h. Lampiran : -
i. Daftar Pustaka
1. Brown, G.G. 1978. Unit Operations. John Wiley & Sons. New York.
2. Foust, A.S. 1959. Principles of Unit Operations. 2nd Ed. John Wiley & Sons.
New York

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 33


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

BAB 4
FILTRASI
a. Kompetensi Dasar dan Indikator
x Kompetensi Dasar : Mahasiswa memahami pengertian dan proses filtrasi
serta jenis-jenis alat filtrasi yang digunakan.
x Indikator : Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip kerja filtrasi.
Mahasiswa mampu menyelesaikan perhitungan filtrasi
dengan berbagai metode. Mahasiswa mengerti tentang
cara pencucian kueh (cake) hasil proses filtrasi.
b. Pokok Bahasan : Filtrasi
c. Sub Pokok Bahasan : 1. Definisi dan metode filtrasi
2. Jenis-jenis alat operasi filtrasi
3. Perhitungan filtrasi
4. Pencucian cake
d. Estimasi Waktu : 8 X 45 menit
e. Media Pembelajaran : Papan Tulis dan LCD (Power Point)

4.1 Definisi dan Metode Filtrasi


Filtrasi adalah operasi pemisahan padatan dan fluida dari campuran padatan
dan fluida (slurry) dengan mengalirkan campuran lewat suatu tahanan yang menahan
padatan teapi bisa dilewati oleh fluida. Dengan filtrasi diperoleh fluida (urnumnya
cairan) yang relatif bebas padatan (disebut filtrat) dan padatan yang masih membawa
sejumlah cairan (disebut kueh/cake). Pada pengolahan air minum, filtrasi digunakan
untuk menyaring air hasil proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi sehingga dihasilkan
air minum dengan kualitas tinggi. Didamping mereduksi kandungan zat padat, filtrasi
dapat pula mereduksi kandungan bakteri, menghilangkan warna, rasa, bau, besi dan
mangan.
Pada proses filtrasi dengan medi berbutir, terdapat 3 (tiga) fenomena proses,
yaitu:

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 34


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

1. Transportasi : meliputi proses gerak brown, sedimentasi dan gaya tarik


antar partikel.
2. Kemampuan menempel : meliputi proses mechanical straining, adsorpsi
(fisik-kimia), biologis.
3. Kemampuan menolak : meliputi tumbukan antar partikel dan gaya tolak
menolak

Gambar 4.1. Proses filtrasi


4.2 Jenis Alat Filtrasi
A. SARINGAN PASIR

Gambar 4.2. Diagram alir proses pengolahan air

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 35


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Air yang mengandung sedikit padatan tersuspensi dituangkan di atas tumpukan pasir.
Air mengalir ke bawah lewat sela-sela pasir dan keluar lewat gate sedangkan padatan
terperangkap di sela-sela pasir. Setelah banyak padatan menutup sela-sela pasir,
dilakukan pencucian balik (back washing). Air dialirkan vertikal ke atas lewat
tumpukan pasir dengan kecepatan tinggi, sehingga terjadi olakan pada pasir dan
kotoran terbawa oleh aliran air. Setelah pasir dianggap cukup bersih, back washing
dihentikan.

B. BATCH FILTER
1. Plate and Frame

Gambar 4.3. Plate and Frame filter

Slurry masuk melalui inlet kemudian ke ruang frame. Filtrat menembus kueh
dan kain saring masuk ke saluran-saluran yang ada di permukaan plate. Lewat
saluran-saluran, filtrat mengalir ke saluran penghubung dari plate ke oulet dan
selanjutnya keluar. Padatan yang tertahan dan menggumpal menyebabkan kueh
makin tebal. Setelah ruang frame penuh atau hampir penuh oleh kueh, filtrasi
dihentikan. Operasi selanjutnya adalah pencucian atau pembongkaran alat.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 36


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

2. Leaf Filter

Gambar 4.4. Leaf filter

Berupa anyaman kawat lebar yang kedua sisinya ditutup dengan kain saring.
Rangkaian tersebut dinamakan daun (leaf), ruang kosong di sela anyaman berlubang
untuk saluran outlet dan dicelupkan dalam slurry. Akibat adanya beda tekanan antara
ruang slurry dengan outlet, cairan dari slurry mengalir menembus kain filter, masuk
ruang di sela anyaman kemudian keluar kawat outlet sebagai filtrat. Padatan akan
tertahan oleh kain saring membentuk kueh di kedua sisi daun. Setelah kueh dirasa
cukup tebal bisa dilakukan pencucian dan bongkar pasang

C. CONTINOUS FILTER
1. Rotary Drum Vacuum Filter
Berbentuk drum horisontal, bagian kelilingnya berupa anyaman kawat yang
luarnya diselubungi dengan kain saring. Bagian tepi drum (dalam anyaman) dibagi
menjadi beberapa kompartemen. Masing-masing kompartemen dilengkapi saluran
penghubung ke bagian tengah drum. Bagian tengah silinder dibagi menjadi dua ruang
vakum yang satu menghisap filtrat yang lain menghisap air cucian. Drum dicelup
pada slurry dan diputar. Kompartemen-kompartemen tercelup terhubung ke vakum
bagian filtrat dan pada zona tersebut terjadi filtasi dan pembentukan kueh. Kueh pada

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 37


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

kompartemen yang disemprot mengalami pencucian, sedangkan kueh pada


kompartemen yang dihisap tanpa penyemprotan mengalami dewatering. Kueh
diambil dengan pisau. Proses ini berlangsung kontinyu. Kueh terbentuk pada
permukaan luar drum. Tiap kompartemen mengalami filtrasi, pencucian dan
dewatering. Vakurn yang digunakan sebesar 2-26 in Hg. Pada bagian 12
rnenggunakan tekanan 5 psi untuk memindahkan cake dari filtrat. Dengan alat ini
diperoleh kecepatan penyaringan yang tinggi dan pencuciannya bagus.

Gambar 4.5. Rotary drum vacuum filter


2. Rotary Disc Type Filter
Prinsip dasar sama dengan rotary drum vacuum filter tetapi filtrasi terjadi
pada disc bukan pada drum. Di dalam drum terdapat beberapa disc yang memiliki
ukuran sebesar 2 -2800 ft2 dari luas filter.

Gambar 4.6. Rotary disc type filter

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 38


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

3. Internal Rotary Drum Filter


Penggumpalan kueh teriadi pada bagian dalam drurn. Area pembentukan
kueh, pencucian dan pengeluaran sangat kecil sehingga pada saat pencucian
membutuhkan air yang banyak sedangkan pembentukan cake lebih sedikit.

4. Top Feed Filter


Feed masuk dari atas dan dilakukan pengeringan kueh dengan udara panas
sehingga pada outlet dilengkapi dengan belt conveyor untuk mengangkut kueh yang
telah mengalani pengeringan.

4.3 Perhitungan Filtrasi


1. Pembentukan kueh
Selama pembentukan kueh, aliran laminer dengan kecepatan linear dari fluida
setiap saat adalah Persamaan (1) :

Dengan :
V = volume filtrat
A = luas medium filtrat
L = tebal kueh
t = waktu filtrasi

('Pc) = pressure drop cake

Neraca massa antara solid dalam slurry dengan solid dalam cake (untuk
mengetahui relasi antara kapasitas penyaringan (V), tebal cake dengan waktu
filtrasi) adalah Persamaan (2):

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 39


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Dengan :
H = porositas
A = luas filtrat
L = tebal kueh
AL = volume kueh
U = densitas filtrat
V = volume filtrat
AHL = volume fluida pada kueh
x = fraksi massa solid pada slurry umpan
Us = densitas solid dalam kueh (true density)

Modifikasi Persamaan (2) menjadi :

maka didapatkan :
Persamaan (3) yaitu :

atau Persamaan (4) yaitu :

Jika Persamaan (4) dimasukkan ke Persamaan (1), maka diperoleh Persamaan (5)
yaitu :

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 40


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Dengan :

Nilai Cv sangat ditentukan oleh sifat-sifat slurry.


Jika Persamaan (3) dimasukkan ke Persamaan (1), maka diperoleh Persamaan (6),
yaitu :

Nilai Cv dan CL bisa diperoleh dengan 2 cara yaitu :


1. Secara teoritis dengan memakai definisi Cv dan CL dengan sifat sifat
slurry dan kuehnya.
2. Jika tersedia data percobaan atau data operasi pabrik nilai Cv dan CL bisa
dievaluasi. Dalam hal ini nilai Ve dan Le sekaligus bisa dicari.

4.4 Pencucian Cake


Ada 3 sistem pencucian cake, yaitu :
 Menggunakan menara air
 Memasang interfilter
 Menggunakan cara backwash

f. Soal dan Jawab


Soal :
1. Sebuah filter daun yang luasnva 15 ft dioperasikan pada tekanan konstan
47 psi dengan volume filtrat 13500 liter akan menghasilkan cake setebal ¼
in (cake non-compressible). Slurry mula-mula mengandung 7,5% berat
K2CO3 padat. Hitung jumlah filtrat yang diproduksi selama 72 jam, jika
waktu filtrasi selama 85 menit dan waktu untuk membongkar pasang alat
selama 1,25 jam dengan menggunakan air pencuci 2/3 dari volume filtrat
yang terkumpul pada saat akhir filtrasi ?

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 41


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Jawab :

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 42


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

g. Soal-Soal
1.

2.

h. Lampiran : -
i. Daftar Pustaka
1. Brown, G.G. 1978. Unit Operations. John Wiley & Sons. New York.
2. McCabe, Smith and Harriott. 2004. Unit Operation of Chemical Engineering. 7th
Ed. Mc-Graw-Hill. New York.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 43


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

BAB 5
SEDIMENTASI
a. Kompetensi Dasar dan Indikator
x Kompetensi Dasar : Mahasiswa memahami pengertian dan proses
sedimentasi serta jenis-jenis alat sedimentasi yang
digunakan.
x Indikator : Mahasiswa mampu menjelaskan proses sedimentasi.
Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis alat
sedimentasi. Mahasiswa mampu menyelesaikan
perhitungan kecepatan sedimentasi dan luas
penampang sedimentasi.
b. Pokok Bahasan : Sedimentasi
c. Sub Pokok Bahasan : 1. Proses dan metode sedimentasi
2. Kecepatan/laju sedimentasi
3. Luas alat sedimentasi
d. Estimasi Waktu : 8 X 45 menit
e. Media Pembelajaran : Papan Tulis dan LCD (Power Point)

5.1 Proses dan Metode Sedimentasi


Sedimentasi adalah proses pemisahan padatan yang terkandung dalam suatu
suspensi campuran padat-cair menjadi cairan atau suspensi yang lebih padat oleh
gaya gravitasi. Umumnya proses sedimentasi dilakukan setelah proses koagulasi dan
flokulasi dimana tujuannya adalah untuk memperbesar partikel padatan sehingga
menjadi lebih berat dan dapat tenggelam dalam waktu lebih singkat.
Sedimentasi bisa dilakukan pada awal maupun pada akhir dari unit sistim
pengolahan. Jika kekeruhan dari influent tinggi,sebaiknya dilakukan proses
sedimentasi awal (primary sedimentation) didahului dengan koagulasi dan flokulasi,
dengan demikian akan mengurangi beban pada treatment berikutnya. Sedangkan
secondary sedimentation yang terletak pada akhir treatment gunanya untuk

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 44


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

memisahkan dan mengumpulkan lumpur dari proses sebelumnya (activated sludge,


OD, dsb) dimana lumpur yang terkumpul tersebut dipompakan ke unit pengolahan
lumpur tersendiri.
Ada 3 (tiga) metode yang digunakan dalam proses sedimentasi, yaitu :
1. METODE SEDIMENTASI DIFERENSIAL
Metode sedimentasi diferensial (differential settling method) memanfaatkan
perbedaan antara kecepatan terminal yang terdapat antara dua bahan yang
densitasnya berbeda. Kelemahan dari metode ini adalah campuran bahan yang
akan dipisahkan mempunyai berbagai ukuran partikel. Partikel besar tetapi ringan
akan mengendap dengan laju yang sama dengan partikel kecil yang berat sehingga
kita akan mendapatkan fraksi campuran.
Dalam sedimentasi diferensial, baik partikel ringan maupun partikel berat akan
mengendap melalui medium yang sama. Metode ini melahirkan konsep partikel
dengan pengendapan yang sama. Perhatikan panikel-partikel dua bahan A dan B
yang mengendap melalui medium yang mempunyai densitas U. Umpamakan
diantara kedua bahan itu A adalah bahan yang lebih berat; misalnya komponen A
adalah galena (s.g = 7,5) dan komponen B kuarsa (s.g = 2,65). Kecepatan terminal
partikel yang ukurannya Dp dan densitas Up yang mengendap karena gravitasi di
dalam medium yang densitasnya U diberikan oleh persamaan di bawah ini untuk
partikel galena yang densitasnya UpA dan diameter DpA.

Untuk partikel kuarsa yang densitasnya UpB dan diameter DpB

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 45


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Jika kecepatan pengendapan sama antara kedua partikel, vtA = vtB, sehingga :

Untuk pengendapan di dalam rejim hukum Newton, diameter partikel yang


pengendapannya sama dihubungkan oleh persamaan berikut :

Rasio diameter pengendapan sama ini di dalam proses separasi terlihat pada
Gambar 1 untuk komponen A dan B pada pengendapan hukum Stoke.

Gambar 5.1. Partikel yang pengendapannya sama

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 46


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

2. SEDIMENTASI BATCH

Gambar 5.2. Batch sedimentation

Pada saat batch sedimentation (gambar 2-a) dimulai, konsentrasi padatan dalam
tabung seragam dan siap untuk mengendap. Kedalaman total suspensi itu adalah
Z0. Beberapa saat setelah proses dimulai, semua prtikel dalam suspensi padatan
akan mengalir jatuh dengan kecepatan maksimurnnya. Jika tidak terdapat pasir
dalam campuran tersebut, zat padat yang pertama menampakkan diri adalah
endapan pada dasar tabung yang terdiri dari flok yang berasal dari bagian bawah
campuran. Sebagaimana yang terlihat pada gambar 2-b, zat padat ini yang berupa
flok yang tergeletak longgar di atas satu sama lain membentuk suatu lapisan yang
dinamakan zona D. Di atas zona D ter bentuk lagi lapisan lain yaitu zona C yang
merupakan lapisan transisi dimana kandungan zat padatnya bervariasi dari yang
seperti pada kondisi asal sampai seperti di zona D. Di atas zona C terdapat zona B
yang terdiri dari suspensi homogen yang konsentrasinya sama dengan konsentrasi
asal. Di atas zona B terdapat zona A yang jika partikel itu telah terflokulasi dengan
baik, batas antara zona A dan B akan terlihat tajam. Jika terdapat partikel yang
tidak teraglomerasi, zona A akan keruh dan batas antara zona A dan B kabur.
Dengan berlangsungnya pengendapan, kedalaman zona D dan A bertambah,
sedangkan tebal zona C tetap dan zona B berkurang. Hal ini terlihat pada gambar
2-c. Setelah pengendapan selanjutnya zona B dan C hilang dan seluruh zat padat
itu akan terdapat pada zona D seperti terlihat pada gambar 2-d.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 47


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Sesudah itu efek lain yang disebut pemampatan/kompresi berlangsung. Saat


dimana pemampatan itu bermula disebut titik kritis (critical point). Pada
pemampatan, sebagian dari zat cair yang tadinya ikut bersama flok ke dalam zona
kornpresi D akan terperas keluar manakala bobot endapan itu mengambrukkan
struktur flok. Selama pemampatan itu berlangsung sebagian dari zat cair di dalam
flok menyernbur keluar seperti geise kecil dan ketebalan zona ini akan berkurang.
Akhirnya, bila bobot zat padat ini telah mencapai keseimbangan mekanik dengan
kekuatan tekan flok, maka proses pengendapan itu akan berhenti seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2-e. Pada saat itu, lumpur sudah mencapai tinggi
akhirnya.

3. SEDIMENTASI KONTINYU
Operasi sedimentasi secara kontinyu mempunyai karakteristik yang dengan
sedimentasi secara batch. Bedanya terletak pada konsentrasi padatan yang berbeda
di tiap ketinggian dalam thickener. Pada operasi secara batch, konsentrasi padatan
yang terdapat dalam slurry mula-mula adalah seragam sedangkan pada thickener
tidak (belum tentu).
Umpan mengalir masuk pada bagian tengah thickener secara radial dengan
kecepatan yang kian berkurang sehingga memungkinkan zat padat mengendap ke
dasar tangki. Cairan bening melimpah dari bibir tangki ke dalam suatu palung
(overflow). Lengan-lengan penggaruk mengaduk lumpur secara perlahan dan
mengumpulkannya di tengah tangki.
Ukuran thickener biasanya berdiameter 30 - 300 ft dan kedalaman 8 – 12 ft.
Volume cairan jernih yang dihasilkan per satuan waktu dalam thickener tergantung
pada luas penampang yang tersedia untuk pengendapan.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 48


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Gambar 5.3. Thickener

Gambar 5.4. Zona sedimentasi pada thickener

5.2 Kecepatan/Laju Sedimentasi


Selama tahap awal pengendapan, kecepatannya tetap sebagaimana terlihat
pada bagian pertama kurva di gambar 5. Setelah zat padatnya mengumpul di dalam
zona D, laju pengendapan itu berkurang dan berangsur-angsur turun hingga mencapai
titik akhirnya. Titik kritis dicapai pada titik C dalam gambar 5. Laju sedimentasi
lumpur berbeda-beda satu sama lain demikian pula tinggi refatif berbagai zona
pengendapannya. Untuk menentukan karakteristik pengendapan secara teliti, setiap

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 49


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

lumpur harus diperiksa dengan melakukan eksperimen terhadap masing-masing


sampel.

Gambar 5.5. Laju sedimentasi

Adapun persamaan untuk menentukan fraksi yang terendapkan dapat ditulis sebagai
berikut :

Jika C0 dan Z0 merupakan konsentrasi dan ketinggian mula-mula slurry pada tes
sedimentasi secara batch, maka berat total dari padatan dapat ditulis sebagai C0AZ0
dengan A merupakan luas penampang kolom. Jika CL dan TL merupakan konsentrasi
di setiap lapisan/zona dan waktu yang dicapai pada interface maka :

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 50


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Nilai dari kecepatan pengendapan vL merupakan slope dari kurva A pada T = TL pada
gambar 6. Tangen ini berpotongan dengan sumbu vertikal pada Z = Zi

Jika persamaan di atas dikombinasikan, maka :

Kecepatan pengendapan sebagai fungsi dari konsentrasi dapat diperoleh dari tes
percobaan dengan menggunakan hubungan persamaan ini.

Gambar 5.6. Penentuan kecepatan sedimentasi dari kurva batch sedimentation

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 51


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

5.3 Penentuan Luas Penampang Sedimentasi


Dengan neraca massa bahan dalam thickener, jumlah total dari fluida dalam umpan
sama dengan fluida yang dipindahkan sebagai cairan jernih pada overflow ditambah
fluida yang terdapat pada sludge di bagian bawah thiekener/underflow.
Jika konsentrasi umpan slurry C0 dan konsentrasi underflow Cu, serta tidak ada
padatan yang terikut dalam overflow, maka kecepatan umpan slurry F volume per unit
waktu dapat ditulis sebagai :

Diasumsikan tidak ada padatan terikut dalam overflow dan jika L menunjukkan
volume underflow per unit waktu, maka dapat ditulis :

Neraca massa untuk cairan :

Dimana V adalah volume overflow per unit waktu, sehingga dapat ditulis :

Jika luas penampang thickener A, maka :

V/A = v, merupakan kecepatan naik cairan pada zona klarifikasi dalam thickener.
Persamaan lain yang memuat konsentrasi tiap lapisan dapat dituliskan :

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 52


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Dengan menggunakan kuwa kecepatan pengendapan versus konsentrasi untuk


mendapatkan nilai v dan CL, maka berbagai nilai L.CL/A dapat dihitung.

f. Soal dan Jawab


Soal :
3.

Jawab :

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 53


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

g. Soal-Soal
1.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 54


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

4.

h. Lampiran : -
i. Daftar Pustaka
1. Brown, G.G. 1978. Unit Operations. John Wiley & Sons. New York.
2. Foust, A.S. 1959. Principles of Unit Operations. 2nd Ed. John Wiley & Sons.
New York.
3. Perry Handbook for Chemical Engineers, 7th ed.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 55


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

BAB 6
FLUIDISASI
a. Kompetensi Dasar dan Indikator
x Kompetensi Dasar : Mahasiswa memahami pengertian dan proses
fluidisasi serta jenis-jenis alat fluidisasi yang
digunakan.
x Indikator : Mahasiswa mampu menjelaskan proses fluidisasi.
Mahasiswa mampu menjelaskan kriteria particulate
dan aggregative fluidization. Mahasiswa mampu
menyebutkan dan menjelaskan aplikasi proses
fluidisasi dalam industri. Mahasiswa mampu
menghitung pressure drop dan kecepatan minimum
fluidisasi.
b. Pokok Bahasan : Fluidisasi
c. Sub Pokok Bahasan : 1. Definisi dan proses fluidisasi
2. Jenis-jenis fluidisasi
3. Kriteria fluidisasi
4. Perhitungan pressure drop dan kecepatan
minimum fluidisasi
d. Estimasi Waktu : 8 X 45 menit
e. Media Pembelajaran : Papan Tulis dan LCD (Power Point)

6.1 Definisi dan Proses Fluidisasi


Fluidisasi adalah suatu metode untuk mengontakkan butiran padatan dengan
fluida (gas atau cairan). Pada operasi ini, sejumlah butiran padatan pada
unggun/kolom/bed ditransformasikan ke dalam bentuk yang mirip dengan fluida
dengan menghembuskan fluida tersebut ke dalam bed.
Jika kita tinjau suatu bed yang berisi sejumlah partikel padatan berbentuk bola,
kemudian melalui unggun padatan ini dialirkan fluida dari bawah ke atas. Pada laju

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 56


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

alir fluida yang cukup rendah butiran padatan akan tetap diam karena gas akan
mengalir melalui ruang antar partikel tanpa menyebabkan berubahnya
struktur/susunan partikel tersebut. Keadaan ini disebut sebagai unggun diam/fixed
bed. Jika laju alir fluida dinaikkan maka partikel akan mulai tersuspensi dalam aliran
fluida ke atas. Pada kondisi ini masing-masing butiran akan terpisah satu sama lain,
sehingga bisa bergerak dengan lebih mudah. Kondisi butiran dan sifat unggun ini
menyerupai sifat suatu cairan dengan viskositas tinggi. Pada titik ini terjadi
keseimbangan antara gaya seret dengan gaya berat dari partikel. Pada kondisi ini,
unggun sudah mulai terfluidisasi dan diistilahkan dengan minimum fluidisasi.

Gambar 6.1. Skema proses fluidisasi pada fluidized bed

Gambar 6.2. Unggun diam dan terfluidisasi

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 57


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Pengelompokkan Jenis Powder Berdasarkan Densitas dan Diameter Partikel Pada


Fluidisasi Menurut Geldart.

Gambar 6.3. Klasifikasi powder meurut Geldart

Grup A. Kelompok ini ukuran partikelnya antara 20-100 Pm, dan densitas partikel
biasanya 1400 kg/m3. Agar dapat terfluidisasi, maka partikel-partikel ini harus
diperluas areanya 2-3 kali. Industri katalis kebanyakan memanfaatkan grup ini.
Grup B. Ukuran partikel antara 40-500 Pm dan densitas partikel antara 1400-4500
kg/m3. Grup ini langsung dapat fluidisasi.
Grup C. Grup ini berisi padatan sangat halus dan partikelnya paling kohesif. Dengan
ukuran 20-30 Pm, partikel-partikel sangat sulit terfluidisasi, sehingga memerlukan
kekuatan eksternal, seperti agitasi mekanik unuk mencapai kondisi minimum
fluidisasi..
Grup D. Partikel-partikel dengan ukuran di atas 600 Pm biasanya memiliki densitas
partikel yang tinggi. Partikel pada grup ini membutuhkan energi fluida yang sangat
tinggi untuk dapt terfluidisasi dan biasanya terkait dengan tingkat abrasi yang tinggi.
Aplikasi proses untuk grup ini antara lain : pengeringan biji-bijian dan kacang
polong, biji kopi panggang, gasifikasi batubara, dan beberapa pemanggangan bijih
logam yang padat

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 58


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Zona-Zona Pada Fluidized bed

Gambar 6.4. Zona pada fluidized bed


Berdasarkan Gambar 4 di atas, maka ada 4 zona pada fluidized bed, yaitu :
1. Freeboard
2. Splash zone
3. Disengagement zone
4. Dilute transport zone

6.2 Jenis-Jenis Fluidisasi


A. PARTICULATE FLUIDIZATION
Jika fluida adalah cairan seperti air dan padatan yang sifat-sifatnya mirip
dengan glass beads, maka gerakan partikel pada awal fluidisasi terjadi retatif lebih
jarang (intensitasnya) sepanjang bed. Dengan meningkatnya kecepatan dan pressure
drop fluida, maka bed akan mengembang dan bentrokan/benturan antar partikel
dalam bed akan semakin sering terjadi sehingga porositas bed akan meningkat.
Pengembangan bed akan terus berlanjut dengan meningkatnya kecepatan fluida

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 59


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

sampai tiap-tiap partikel berperilaku seperti sebuah partikel saja dan menjadi
unhindered.
Variasi dari pressure drop dengan kecepatan superficial dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :

Gambar 6.5. Pengaruh kecepatan superficial terhadap pressure drop

Garis lurus A-B menunjukkan variasi pressure drop yang melalui bed dengan
kecepatan fluida selama periode waktu operasi tertentu ketika tidak ada gerakan
partikel yang terjadi. Pada titik B, bed menjadi tidak stabil dan gerakan-gerakan kecil
serta pengaturan kembali partikel-partikel padatan dalam bed mulai terjadi untuk
rnendapatkan luas penampang yang maksirnum untuk aliran fluida. Ketidakstabilan
bed akan terus berlanjut dengan neningkatnya kecepatan sampai pada titik C.
Dengan semakin meningkatnya kecepatan aliran, beberapa partikel dalam bed tidak
mempunyai kontak yang lama dengan partikel lainnya dan terjadilah agitasi partikel-
partikel padatan dalam bed. Titik C dikenal sebagai titik fluidisasi. Pada titik
fluidisasi, bed mulai mengembang dengan meningkatnya kecepatan fluida. Pada titik
D fluidisasi telah berlangsung sempurna dan semua partikel padatan bergerak.
Peningkatan kecepatan fluida di atas titik D akan menyebabkan meningkatnya
pressure drop yang diperlukan untuk mengatasi meningkatnya kehilangan energi
akibat friksi antara fluida, suspended solid dan dinding kontainer.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 60


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

B. AGGREGATIVE FLUIDIZATION
Jika dalam particulate fluidization mulainya fluidisasi karena adanya gerakan
tumbukan antar partikel yang mengisi bed, maka dalam aggregative fluidization,
fluida mulai menggelembung melalui partikel padatan dalam bed dengan cara yang
serupa seperti aksi yang diamati dalam penggelembungan gas melalui cairan.
Gelembung-gelembung fluida naik melalui bed dan pecah pada permukaan bed
menerbangkan beberapa partikel padatan ke atas. Beberapa rejim aliran fluida dalam
bed pada aggregative fluidization, yaitu :
x slugging bed
x boiling bed
x channeling bed
x spouting bed

Jenis-Jenis Bed Menurut Aliran Fluida


x Stationary atau bubbling beds
x Circulating beds
x Vibratory Fluidized beds

6.3. Kriteria Fluidisasi


Untuk menentukan apakah fluidisasi yang terjadi itu termasuk particulate
fluidization atau aggregative fluidization, maka dapat dilihat dari Froude Number
(v2/g.Dp). Harga v pada Froude Number merupakan titik fluidisasi. Tabel 1 dapat
dilihat bahwa aggregative fluidization mungkin terjadi jika harga Froude Number
pada titik fluidisasi lebih besar dari superficial velocity sedangkan particulate
fluidization terjadi jika harga Froude Number lebih kecil dari superficial velocity.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 61


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

Tabel 1. Froude Number beberapa jenis bahan

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 62


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

6.4. Perhitungan Pressure Drop dan Kecepatan Minimum Fluidisasi


A. Perhitungan Pressure Drop
Pada titik fluidisasi, gaya untuk mengangkat partikel sebanding dengan berat
total (gaya gravitasi) dari partikel atau :

Penyelesaian untuk -'Pf adalah :

B. Perhitungan Kecepatan Minimum Fluidisasi


Kecepatan minimum fluidisasi (vmf) adalah kecepatan superficial fluida
minimum dimana fluidisasi rnulai terjadi yang dapat ditulis sebagai :

Persamaan ini hanya berlaku untuk derajat kebolaan dengn faktor bentuk = 1,
sedangkan untuk kondisi ekstrim yaitu :

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 63


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

f. Soal dan Jawab


Soal :
5.

Jawab :

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 64


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

g. Soal-Soal
1.

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 65


Modul Ajar Perlakuan Mekanik

6.

h. Lampiran : -
i. Daftar Pustaka
1. Brown, G.G. 1978. Unit Operations. John Wiley & Sons. New York.
2. Perry Handbook for Chemical Engineers, 7th ed.
3. Rhodes, M. 2001. Introduction to Particle Technology. John Wiley & Sons.
New York

Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Samarinda 66

Anda mungkin juga menyukai