Anda di halaman 1dari 5

Pada suatu hari di hari senin yang sangat cerah, ada seorang laki-laki yang datang ke Rumah

Sakit dengan kondisi kedua kakinya terluka karena goresan.

DOKTER: “Loh, kenapa dengan kaki Anda pak?”

PASIEN: “Jadi begini dok, saya tadi sedang jalan di jalanan yang banyak krikilnya dan pada saat
itu juga ada teman saya yang jail mendorong saya hingga terjauh ke jalanan yang penuh dengan
krikil itu”

DOKTER: “Oh jadi begitu kronologi ceritanya, saya faham sekali dengan keluhan bapak, lalu
kaki kiri bapak kenapa lagi?”

PASIEN: “Nah justru itu dok, temanku yang pintar itu sengaja mendorong saya hingga terjatuh
lagi dok”

 ABSTRAKSI: Pada suatu hari di hari senin yang sangat cerah


 ORIENTASI: ada seorang laki-laki yang datang ke Rumah Sakit dengan kondisi kedua
kakinya terluka karena goresan
 KRISIS: Jadi begini dok, saya tadi sedang jalan di jalanan yang banyak krikilnya dan
pada saat itu juga ada teman saya yang jail mendorong saya hingga terjauh ke jalanan
yang penuh dengan krikil itu.
 REAKSI: Oh jadi begitu kronologi ceritanya, saya faham sekali dengan keluhan bapak,
lalu kaki kiri bapak kenapa lagi?
 KODA: Nah justru itu dok, temanku yang pintar itu sengaja mendorong saya hingga
terjatuh lagi dok.

Terkena Setrika

Di satu pagi yang masih tetap cerah, keluar sesosok lelaki yang tengah ke rumah sakit karna ke-2
buah telinganya sekali lagi terkena luka bakar.

Doker : “looh, ada apa yang terjadi dengan telinga anda pak? ”

Pasien : “begini dokter ceritanya, terlebih dulu saya sekali lagi menyetrika pakaian, nah, saat
saya sekali lagi menyetrika pakaian, dengan mendadak telpon saya bunyi serta mendering. Sebab
reflek, pada akhirnya saat waktu itu saya sekali lagi memegang setrika, segera saja saya lekatkan
ke telinga kiri saya dok. ”

Dokter : “oh, demikian toh ceritanya, saya tahu yang dirasakan ayah, lalu untuk telinga ayah
yang samping kanan apa itu yang terjadi? ”

Pasien : “Nah inilah problemnya dokter, si bego itu kembali menelpon. ”

Beberapa Sisi Susunan dari Teks Anekdot Terkena Setrika :


 Abstraksi : Di satu pagi yang cerah
 Tujuan : keluar sesosok lelaki yang tengah ke rumah sakit karna ke-2 buah telinganya
sekali lagi terkena luka bakar.
 Krisis : “begini dokter ceritanya, terlebih dulu saya sekali lagi menyetrika pakaian, nah,
saat saya sekali lagi menyetrika pakaian, dengan mendadak telpon saya bunyi serta
mendering. Sebab reflek, pada akhirnya saat waktu itu saya sekali lagi memegang setrika,
segera saja saya lekatkan ke telinga kiri saya dok”
 Reaksi : “oh, demikian toh ceritanya, saya tahu yang dirasakan ayah, lalu untuk telinga
ayah yang samping kanan apa itu yang berlangsung? ”
 Koda : “Nah inilah problemnya dokter, si bego itu kembali menelpon. ”

Bersedekah

Alkisah, ada seorang pengemis tua yang sedang meminta-minta pada satu orang anak muda.
“Nak, sedekahnya, Nak,” kata pengemis tersebut.

Anak muda itu lalu mengambil uang sepuluh ribuan dari sakunya. “Kembalikan lima ribu ya,
Pak,” harapnya.

Bapak pengemis kemudian menjulurkan mangkuk yang berisi uang kembalian, “Ini, Nak,
kembaliannya.”

“Lho, Pak, kembaliannya kok tujuh ribu, banyak amat?” tanya si pemuda, heran.

“Oh, nggak apa-apa, Nak. Anggap saja saya sedekah.”

Antara Pencuri Sandal dan Koruptor

Di suatu persidangan, seorang hakim memutuskan untuk menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara
terhadap Bagus, seorang pemuda berumur 23 tahun. Bagus terbukti bersalah mencuri sepasang
sandal di masjid.

Bagus: “Lho, Pak Hakim, sepasang sandal itu hanya berharga Rp 30.000 saja, mengapa saya
dihukum 5 tahun penjara? Sedangkan para koruptor lebih ringan hukumannya padahal uang
rakyat yang mereka curi jauh lebih banyak!”

Hakim: “Anda merugikan satu orang senilai Rp 30.000. Sedangkan koruptor merugikan 200 juta
orang dengan korupsi sebanyak Rp 2 miliar. Jika dihitung-hitung, kerugian yang didapat tiap
orang hanya Rp 10.”
Bagus: “Lalu?”

Hakim: “Lalu apa lagi? Nilai tindakan Anda jauh lebih merugikan. Maka Anda saya hukumi
lebih berat dari koruptor!”

Bagus: (Pingsan)

Tanda-Tanda Orang Pintar

Di sebuah kelas, seorang guru melakukan tanya jawab dengan murid-muridnya.

Ibu guru: “Anak-anak, apa tandanya seseorang dikatakan pintar?”

Bagus: “Dia rajin membaca, Bu.”

Ibu guru: “Benar. Ada lagi?”

Bagus: “Rajin menulis juga, Bu.”

Ibu guru: “Ya, kamu betul, Bagus.”

Bagus: “Dan rajin menyontek, Bu.”

Ibu guru: (Terkejut) “Kok begitu, Gus?”

Bagus: “Iya, Bu, kalau tidak menyontek, kita tidak akan bisa apa-apa. Contohnya, membuat
pesawat dari kertas. Tanpa menyontek caranya, kita tidak akan bisa membuat pesawat. Betul,
kan, Bu?”

Ibu guru: “Oh, iya, betul juga kamu, Gus.”

Bagus: “Yes! Ini berarti kita boleh menyontek, teman-teman, agar kita jadi pintar! Terima kasih,
Bu!”

Kursi yang Membuat Lupa

Di suatu siang, ada dua bocah yang tengah bercanda di bawah pohon rindang.

Bagus: “Anton, kita main tebak-tebakan, yuk! Kursi apa yang membuat orang lupa ingatan?”

Anton: “Kursi goyang! Orang yang duduk di atas kursi goyang akan mengantuk dan tertidur.
Saat tidur, orang kan lupa.”
Bagus: (Tertawa) “Meski lucu, tapi jawabanmu salah.”

Anton: “Hmm… kursi apa, ya?”

Bagus: “Jawabannya adalah kursi DPR!”

Anton: “Lho, kok begitu?”

Bagus: “Jelas, lah! Coba kamu ingat, sebelum duduk di kursi DPR, banyak caleg yang berjanji
macam-macam agar masyarakat memilih mereka. Tapi setelah merasakan kursi DPR, sekejap
saja mereka hilang ingatan akan janji-janjinya.”

Anton: “Oh, iya, betul juga.”

Negara yang Lucu

Dua orang sahabat lintas negara, Bagus dan Michael, sedang berbincang tentang kelucuan
sebuah negara.

Bagus: “Swiss itu negara yang lucu.”

Michael: “Mengapa?”

Bagus: “Sebab ia punya kementerian urusan angkatan laut, padahal mereka tak punya wilayah
laut!”

Sampai sini, kedua sahabat tergelak. Namun kemudian, Michael berhenti tertawa.

Michael: “Kalau begitu, negaramu lebih lucu.”

Bagus: “Lho, mengapa?”

Michael: “Sebab ia punya kementerian urusan keuangan, padahal kalian tak punya uang!”

Bagus: (Menutup muka karena malu)

Kantin Sekolah

Di satu hari, di satu sekolah lebih persisnya didalam kelas, ada sesosok guru yang sekali lagi
mengabsen anak-anak muridnya sebelumnya memulai pelajaran.

Guru : “Septi? ”
Dina : “Hadir bu! ”

Guru : “Agung? ”

Dina : “Tidak tahu bu, paling Doni masih tetap ada diluar kelas bu! ”

(Selang beberapa saat, datanglah Doni masuk kedalam kelas)

Doni : “Minta izin bu, apakah bisa saya masuk kelas?

Guru : “Kamu habis dari tempat mana saja Doni? ”

Doni : “Saya Barusan beli makanan diluar sekolah bu”

Guru : “Looh, kita kan mempunyai kantin sendiri. Selalu ngapaian anda butuh ke sana? ”

Doni : “Iya bu, namun kantinnya serupa gudang, telah kotor serta kecil sangat. ”

(Semua murid juga pada akhirnya tertawa memerhatikan pengucapan Doni itu)

Guru : “Kamu itu, mendingan di sekolah ini mempunyai kantin, namun anda ada betulnya juga
sich. Karna memanglah kantin di sekolahan kita agak kurang sadar mengenai melindungi
kebersihannya. ”

Mendengar problem itu, kelas kembali sekali lagi ke kegiatan belajar mengajar serta lantas ibu
guru buat jadwal piket buat kantin serta memohon kepala sekolah agar melakukan perbaikan
kantin itu.

Anda mungkin juga menyukai