Anda di halaman 1dari 15

TRANSISI DEMOGRAFI

Chrishmas Millenia S 10011381823127

Gabriela Eliza Fabrianne T 10011381823120

Irene Aulia Kinanti 10011281823058

Melia Handriana 10011281823062

Nia Vita Shalina 10011181823006

Rania Shafira T 10011381823115

Rizka Tri Apriani 10011381823109

Rizki Arisanti S 10011281823066

Sindy Oktatiara 10011381823122

Dosen Pengampu:

Indah Purnama Sari, S.KM., M.KM

Yeni, S.KM., M.KM

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2019
PEMBAHASAN

1. Pengertian Transisi Demografi

Pengertian transisi adalah peralihan dari suatu keadaan, tindakan, kondisi, tempat, dan
sebagainya ke keadaan, tindakan, kondisi, ataupun tempat lain. Sementara pengertian
demografi adalah suatu ilmu yang biasa mempelajari perubahan-perubahan makhluk hidup
terlebih manusia yang tampak dari kelahiran, kematian dan pertumbuhannya. Jadi
pengertian transisi demografi adalah suatu teori yang menjelaskan tentang perubahan pada
struktur penduduk di suatu wilayah yang ditandai dengan besarnya perubahan tingkat
fertilitas, mortalitas dan migrasi.

Transisi demografi yang dikemukakan oleh Warren Thompson dan Frank W.


Notestein, para ahli demografi asal Amerika, pada pertengahan abad ke-20 merupakan
sebuah perspektif atau teori kependudukan berupa model yang menjelaskan perubahan
populasi dari waktu ke waktu.

Teori Transisi demografi adalah model yang menggambarkan perubahan penduduk


dari tingkat pertumbuhan yang stabil tinggi (tingkat fertilitas dan mortalitas yang tinggi)
ke tingkat pertumbuhan yang stabil rendah ( tingkat fertilitas dan mortalitas rendah) yang
terjadi dari waktu ke waktu. Hal ini didasarkan pada interpretasi yang dimulai pada tahun
1929 oleh para ahli demografi (demografer), perubahan yang diamati adalah tingkat
fertilitas dan mortalitas dalam masyarakat selama dua ratus tahun terakhir atau lebih. Tren
populasi penduduk yang terjadi, seperti pasca-Perang Dunia II (1939-1945) disebut
dengan istilah baby boom, telah menurunkan tingkat fertilitas dengan drastis yang terjadi
di Eropa. Akan tetapi sekarang transisi demografi merupakan fenomena global, bukan
hanya tren Barat ataupun Eropa, bahkan sejak tahun 1960 sebagian besar dunia telah
menunjukkan penurunan tingkat fertilitas, dengan pengecualian sub-Sahara Afrika yang
mungkin terakhir menunjukkan penurunan tingkat fertilitas.

2. Transisi Vital dan Transisi Mobilitas

Menurut Zelinsky (1971) transisi demografi terdiri dari transisi vital dan transisi
mobilitas, Transisi vital merupakan perubahan-perubahan ingkat kelahiran dan tingkat
kematian dimulai dari timgkat kelahiran dan kematian tinggi, berangsur-angsur berubah
menjadi tingkat kelahiran dan kematian rendah, dan tingkat kematian menurun lebih cepat
dibandingkan tingkat kelahiran. Zelinsky menyatakan bahwa transisi fertilitas dan
mortalitas sebagai transisi vital.

Pengertian transisi mobilitas sendiri ialah pergerakan penduduk dari satu daerah ke
daerah lain, baik untuk sementara maupun untuk jangka waktu yang lama atau menetap
seperti mobilitas ulang-alik (komunitas) dan migrasi. Penduduk yang melakukan
mobilisasi tidaklah semata mata untuk berpindah tempat saja, tetapi hal itu dilakukan oleh
karena dorongan dari tiga faktor yaitu:

1) Penarik.
2) Pendorong.
3) Kendala.

3. Tipe dari Transisi Vital

Transisi vital menurut Chesnais (1992) ada 3 Tipe yaitu;

1) Tipe I terdapat pada kelompok negara maju di Eropa. Tipe ini memiliki dua ciri khas
yaitu: (1) angka pertumbuhan alami tidak pernah lebih dari 2 persen per tahun; dan (2)
tahap transisi berlangsung amat lama antara 75 sampai 200 tahun.
Angka pertumbuhan penduduk alami dihitung hanya berdasarkan selisih antara
kelahiran dan kematian. Angka pertumbuhan alami pada awalnya meningkat perlahan,
kemudian mencapai puncak dan selanjutnya menurun dengan perlahan pula. Tipe I ini
terdiri dari 3 model yaitu pertama model Nordik, yaitu negara-negara yang
mempunyai masa transisi vital yang sangat lama yang mencapai hampir satu setengah
abad. Swedia termasuk dalam tipe ini. Kedua, model Barat dengan pertumbuhan
alami tertinggi dicapai pada sekitar tahun 1900 dan transisi ditempuh dalam waktu 1
abad, Jerman menjadi salah satu negara yang masuk dalam kelompok ini. Ketiga,
model Selatan, dengan masa transisi selama 70 sampai dengan 90 tahun. Italia
termasuk ke dalam model ini dengan angka pertumbuhan alami mencapai 1,25 yang
dicapai pada sekitar tahun 1900.
2) Tipe II meliputi negara-negara Amerika, Kanada dan Australia. Negara-negara ini
mempunyai angka pertumbuhan alami tertinggi mencapai 1,5%. Kondisi ini
dipengaruhi oleh penduduk muda dan penduduk tua. Meskipun struktur penduduknya
muda tetapi hampir tidak ada perubahan dalam pertumbuhan alami dan justru
menunjukkan adanya tren penurunan pertumbuhan penduduk.
3) Tipe III hampir mirip dengan tipe II tetapi proses transisi vital yang terjadi belum
selesai. Negara berkembang termasuk ke dalam tipe ini, yaitu negara yang
mempunyai angka pertumbuhan masih sangat tinggi (lebih dari 3 persen per tahun),
negara yang mempunyai pertumbuhan alami tinggi yaitu antara 2,5 persen sampai
dengan 3 persen dan negara dengan pertumbuhan alami sedang yaitu antara 2 persen
sampai dengan 2,5 persen.

4. Proses Transisi Vital

Proses transisi vital dimulai dengan adanya modernisasi dan industrialisasi serta
transformasi dalam berbagai segi kehidupan secara simultan. Jika pada awal transisi
ditandai dengan angka mortalitas yang tinggi, di mana disebabkan oleh:
a) penyakit dan iklim;
b) teknik kedokteran belum maju;
c) pangan kurang mencukupi; dan
d) pendidikan dan standar hidup rendah.
Angka fertilitas pada masa ini juga tinggi yang disebabkan oleh:
a) angka kematian bayi tinggi sehingga menyebabkan orang ingin mempunyai anak lebih
banyak;
b) nilai anak merupakan alat produksi dalam bidang pertanian;
c) kepercayaan dan tradisi yang bersifat pronatalis,
d) anak menjadi investasi untuk mengurus orang tua di masa depan.
Ketika modernisasi dan industrialisasi berlangsung, terjadi penurunan angka
mortalitas karena ditemukannya vaksin dan obat-obatan antibiotika, serta penurunan angka
fertilitas karena pertumbuhan kesejahteraan dan ekonomi.

a. Transisi Mortalitas
Transisi mortalitas tidak terlepas dari transisi morbiditas di mana terjadi
perubahan pola penyakit penyebab kematian dari penyakit infeksi seperti diare,
influenza, malaria, dan TB digantikan oleh penyakit degeneratif yang berkaitan
dengan sistem sirkulasi darah (jantung, darah tinggi, stroke dan diabetes) serta
penyakit kanker. Transisi morbiditas terdiri dari 3 tahap yaitu tahap penyakit sampar
(pes) dan kelaparan, masa penurunan pandemic dan munculnya penyakit degeneratif.
Pada tahap penyakit sampar dan kelaparan, angka mortalitas berada pada
tingkat yang tinggi. Kemudian pada tahap penurunan pandemik menyebabkan
penurunan angka mortalitas dengan cepat, sampai pada suatu masa di mana angka
mortalitas stabil pada angka yang rendah yaitu pada pasca transisi, dan pada masa ini
penyakit degeneratif mulai bermunculan karena perubahan gaya hidup.

b. Transisi Fertilitas
Suriastini (1995) menuliskan bahwa transisi fertilitas di negara-negara maju
terjadi dalam 4 tahap yaitu diawali oleh Finlandia pada tahun 1750 yang mengalami
penurunan fertilitas, disusul oleh Prancis pada tahun 1760, Cekoslowakia tahun 1785
dan Amerika pada tahun 1800. Hampir 1 abad kemudian penurunan fertilitas juga
terjadi di Skandinavia, Eropa utara, Eropa Tengah, Australia dan Selandia Baru.
Kemudian tahun 1920 terjadi penurunan di negara Eropa Tenggara yaitu Bulgaria,
Yunani, Rumania dan Yugoslavia.
Di negara berkembang juga terjadi dalam 4 tahap yaitu penurunan fertilitas di
Argentina pada abad ke 19 dan awal abad ke 20 (sejak tahun 1885), Uruguay (1895)
dan Chili (1915 hingga 1920). Pada pertengahan 1950an, penurunan fertilitas terjadi
di Siprus, Afrika Barat, Taiwan, Singapura dan Srilangka. Sedangkan di akhir tahun
1950-an giliran Cina (terutama di Hongkong), Korea Selatan, dan beberapa negara
Amerika Latin yang mengalami penurunan fertilitas. Pada periode 1960-1970 terjadi
penurunan fertilitas di negara dengan penduduk banyak dan merupakan negara
daratan, yaitu Amerika Latin (Costa Rica, Panama, Dominika, Brasil, Colombia dan
Venezuela), Asia (India, Thailand, Filipina dan Korea Utara), kemudian pada tahun
1970-an terjadi di Indonesia dan Meksiko.

5. Konsep Transisi Demografi

Konsep transisi demografi mencoba menerangkan mengapa negara-negara yang


kini tergolong maju mengalami tahapan transisi demografi ini. Tahapan transisi demografi
meliputi 3 kurun perkembangan yaitu:

Tahap 1 : Kelahiran tinggi dan kematian tinggi.


Tahap 2 : Kelahiran masih tinggi, kematian cenderung menurun.
Tahap 3 : Kelahiran menurun dan kematian menurun dan menuju stabil.

Grafik transisi demografi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

 Faktor yang memengaruhi terhadap transisi penduduk yaitu :


a. tingkat kesehatan;
b. keadaan geografis;
c. kebijakan politis;
d. kemajuan iptek; dan
e. perubahan pola pikir masyarakat dan lainnya.

 Akibat Perubahan Transisi Demografi :


 Efek pertama dari transisi adalah penurunan angka kematian, yang berlanjut
selama masa transisi. Angka kelahiran meningkat sedikit pada awalnya, tetapi
kemudian jatuh ke tingkat yang lebih rendah sama dengan angka kematian. Selama
transisi, tingkat kelahiran kelebihan atas tingkat kematian (tingkat kenaikan
alamiah) menghasilkan peningkatan besar dalam ukuran populasi.
 Pertumbuhan Jumlah Penduduk Dunia.

 PBB (1989) membagi transisi demografi ke dalam 4 tahap, yaitu:


1. Pada tahap pertama angka fertilitas (kelahiran) masih sangat tinggi, ditandai
dengan indikator Total Fertility Rate (TFR) di atas 6, dan angka mortalitas
(kematian) juga tinggi. Sedangkan usia harapan hidup waktu lahir rendah yaitu
kurang dari 45 tahun. Pada tahap ini laju pertumbuhan penduduk sangat rendah.
Jumlah kelahiran dan kematian cenderung sangat tinggi dan tidak terkendali
setiap tahunnya. Berbagai faktor penyebab kematian ikut mempengaruhi di
antaranya adanya peperangan, gagal panen dan kelaparan sebagai akibat
tingginya harga-harga pangan serta meluasnya wabah penyakit menular.
2. Tahap kedua ditandai dengan mulai menurunnya angka mortalitas dengan cepat
karena penemuan obat-obatan antibiotik, revolusi industri dan kemajuan
teknologi. Angka kelahiran sudah menunjukkan penurunan tetapi sangat lambat.
TFR pada tahap ini berkisar antara 4,5-6, sedangkan usia harapan hidup waktu
lahir berkisar antara 45-55 tahun.
3. Tahap ketiga, ditandai dengan kematian yang terus menurun tetapi penurunannya
mulai melambat. Angka harapan hidup berkisar antara 55- 65 tahun, sedangkan
TFR mengalami penurunan dengan cepat sebagai akibat adanya program keluarga
berencana dan tersedianya alat kontrasepsi secara luas. Pada tahap ini tingkat
pendidikan mulai meningkat.
4. Tahap keempat ditandai dengan angka kelahiran dan kematian yang sudah rendah
dan tingkat pertumbuhan penduduk yang juga rendah. Pada tahap ini usia atau
angka harapan hidup mencapai lebih dari 65 tahun dan TFR di bawah 3. Proses
transisi demografi dianggap berakhir ketika fertilitas mencapai NRR (net
reproduction rate) = 1. Tahap ini biasanya dialami oleh negara yang sudah maju.

6. Teori Transisi Demografi Menurut Blacker (1974)

Transisi demografi menurut Blacker di bedakan menjadi 5 tahapan yaitu:

Tahap Tingkat Tingkat Pertumbuhan Contoh


fertilitas mortalitas alami

1.Stabil tinggi Tinggi Tinggi Nol atau Eropa,awal abad 14


sangat rendah

2.Perkembangan Tinggi Turun Lambat India,sebelum PD II


awal pelan

3.Perkembangan Turun Turun Pesat Eropa Sltn&Tgh Sblm


akhir lebih cepat PD II,India stlh PD II
4.Stabil rendah Rendah Rendah Nol,atau Australia,NZ,AS,1930an
sangat rendah

5.Menurun Rendah Lebih Negatif Prancis sebelum PD


tinggi dp II,Jerman 1970an
kelahiran

5 tahapan transisi demografi menurut Blacker (1947):

1. Tahapan 1
Dalam tahapan satu terjadi pada masyarakat pra-industri, tingkat fertilitas dan tingkat
mortalitas tinggi. Tingginya tingkat fertilitas di sebabkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhinya seperti; belum tersedianya program Keluarga Berencana dan alat
kontrasepsi (fertility control), sehingga tingkat fertilitas pada dasarnya hanya dibatasi oleh
kemampuan seorang wanita untuk melahirkan anak. Sedangkan tingginya tingkat
mortalitas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti; gagal panen dan income yang
menurun sehingga mengakibatkan kelaparan karena kurangnya ketersediaan bahan
pangan,tidak adanya teknologi kesehatan untuk mengontrol masyarakat terhadap penyakit
seperti wabah penyakit menular tidak terkontrol yang berakibat mortalitas, dan adanya
substitution effect. (Peritiwa ini terjadi misalnya, di Eropa dan khususnya Timur Amerika
Serikat selama abad ke-19).
Dalam tahapan satu ini peran anak masih sangat penting dalam membantu
perekonomian keluarga. Biaya membiayai anak dianggap lebih sedikit dari pada biaya
makannya, karena dalam tahap satu ini belum ada pendidikan dan tempat hiburan (India).
Teori Malthus mengatakan bahwa yang menjadi penentu populasi pada tahap satu adalah
jumlah pasokan makanan (Afrika).

2. Tahapan 2
Tahapan kedua menyebabkan penurunan tingkat mortalitas pelan dan peningkatan
populasi. Penurunan tingkat mortalitas ini juga dialami oleh Negara berkembang seperti
Yaman, Afghanistan, wilayah Palestina, Bhutan dan Laos. Sedangkan penurunan tingkat
mortalitas di pengaruhi oleh 2 faktor yaitu;
a. Adanya perbaikan penyediaan makanan yang dihasilkan dari perbaikan
pertanian (rotasi tanaman, pembiakan selektif, dan teknologi benih berkualitas) dan
transportasi yang lebih baik untuk mencegah kematian akibat kelaparan dan
kekurangan air.
b. Perbaikan signifikan kesehatan masyarakat untuk mengurangi tingkat
mortalitas, khususnya pada usia dini. Seperti di temukannya pengembangan vaksinasi,
imunisasi, dan juga antibiotik.

Akan tetapi di Eropa melewati dua tahap sebelum kemajuan dari pertengahan abad
ke-20 karena mereka melakukan perbaikan penyebab penyakit dan peningkatan
pendidikan dan status sosial ibu. (Perubahan populasi terjadi di barat laut Eropa selama
abad ke-19 dan di India sebelum Perang Dunia II).

3. Tahapan 3
Pada tahapan ini tingkat mortalitas yang turun dengan cepat dengan di ikuti
penurunan tingkat fertilitas tetapi tidak secepat penurunan tingkat mortalitas. Penurunan
tingkat fertilitas ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu;
a. Adanya fertility control yang sudah mulai berkembang di masyarakat dan
sudah banyak digunakan. Perbaikan penggunaan kontrasepsi merupakan faktor yang
cukup penting untuk mengurangi fertilitas.
b. Kedua adalah Industrilization, yaitu perubahan yang berangsur-angsur dari
masyarakat pertanian menuju ke masyarakat industri. Ini juga merubah gaya hidup
baik itu makanan, pola hidup, maupun seksualnya.
c. Ketiga yaitu meningkatnya urbanisasi mengubah nilai-nilai tradisional pada
masyarakat pedesaan, perubahan pola pikir masyarakat di daerah pedesaan
mempengaruhi penurunan fertilitas anak yang berarti bahwa sebagian orang tua
menyadari bahwa mereka tidak perlu membutuhkan begitu banyak anak yang akan
dilahirkan untuk masa yang akan datang.
d. Keempat adalah Sosial dan Ekonomi, kedudukan sosial seorang wanita juga
dapat mempengaruhi tingkat penurunan fertilitas. Meningkatkan melek huruf
perempuan dan pekerjaan sebagai ukuran status perempuan, seperti Eropa selatan atau
Jepang. Penilaian terhadap perempuan tidak hanya melahirkan anak saja.

4. Tahapan 4
Ini terjadi di mana kelahiran dan angka kematian keduanya rendah atau NOL. Oleh
karena itu jumlah penduduk yang tinggi dan stabil. Beberapa teori beranggapan bahwa
pada tahapan 4 inilah penduduk suatu negara akan tetap pada tingkat ini. Negara-negara
yang berada pada tahap ini (Total Kesuburan kurang dari 2,5 pada tahun 1997) meliputi:
Amerika Serikat, Kanada, Argentina, Australia, Selandia Baru, dan seluruh Eropa.

5. Tahapan 5
Model transisi demografi yang sebenarnya hanya terjadi 4 tahapan tetapi ada suatu
persetujuan bahwa sekarang menjadi 5 tahapan berdasarkan teori Transisi Demografi
menurut C.P.Blacker 1947. Pada tahap kelima ini bahwa tingkat mortalitas lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat fertilitas yang berada dalam keadaan stabil. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh gaya kehidupan masyarakat yaitu degenerative diseases. Bisa karena
gaya hidup yang tidak baik,seperti sering mengonsumsi makanan instan serta
mengonsumsi alkohol untuk mengikuti kebiasaan Negara Barat. Keadaan ini di alami oleh
Negara seperti Perancis sebelum Perang Dunia ke II dan Jerman pada tahun 1970 an.

7. Transisi Demografi di Indonesia

Transisi demografi yang terjadi di Indonesia terjadi sama seperti pada teori yang
disepakati. Hanya saja pada tahap tertentu ada sedikit perbedaan dalam proses
pertumbuhan penduduknya. Mungkin Indonesia juga termasuk yang tadi disebutkan
sebagai Negara dengan proses transisi demografi berbeda, yaitu Indonesia mengalami
penurunan angka kelahiran sebelum Indonesia menjalani proses industrialisasi. Seperti kita
tahu Indonesia adalah Negara agraris jadi sampai saat ini Indonesia masih menjadi Negara
agraris. Penurunan angka kelahiran Indonesia dilakukan dengan cara menjalankan
program KB atau keluarga berencana. Dalam menjalankan program KB digalakkan juga
pemakaian alat kontrasepsi sehingga angka kelahiran bisa ditekan.
Indonesia adalah Negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia. Dengan
luas wilayah yang seperti ini, semakin terlihat jelas bahwa Indonesia adalah masih menjadi
Negara berkembang. Biasanya cirri-ciri Negara berkembang adalah memiliki penduduk
yang masih mempunyai anak banyak. Seperti kita tahu, masyarakat jawa pada beberapa
generasi lalu adalah masyarakat dengan jumlah anak yang bisa dibilang banyak. Jumlah
anak 10 atau lebih itu menjadi lumrah. Itu menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia
masih belum mempunyai kebudayaan atau gaya hidup sebagai masyarakat modern. Jadi
menurut saya Indonesia masih menjalani proses menuju kondisi yang stabil sesuai alur
yang disepakati di teori transisi domografi. Semakin berkembangnya jaman kebiasaan
memiliki anak banyak juga sudah mulai ditinggalkan, proses industrialisasi sudah semakin
membaik, dan angka kelahiran sudah cukup berhasil ditekan. Tidak khayal, beberapa
waktu yang akan datang Indonesia akan mencapai keadaan yang stabil dan menyelesaikan
transisi demografi.
Beberapa hal yang menghalangi Indonesia dalam menyelesaikan trasnsisi
demografinya adalah sebagai berikut:
1. Tidak meratanya pembangunan di Indonesia sehingga jurang pemisah semakin
jelas. Seperti kita tahu, di Indonesia masih ada masyarakat primitive dengan gaya
hidup yang masih sangat sederhana, sedangakan di sisi lain pembangunan dan
proses industrialisasi terus berkembang.
2. Pendidikan Indonesia masih perlu ditngkatkan dan diratakan. Salah satu faktor
penentu pertumbuhan penduduk adalah pendidikan wanita. Pendidikan masyarakat
yang tinggi juga akan merangsang pemikiran masyarakat untuk mempunyai gaya
hidup modern.
3. Indonesia adalah Negara agraris. Mungkin ini salah satu penyebab sulitnya
Indonesia berubah menjadi Negara industri karena sebagian masyarakat Indonesia
adalah petani.

Gambaran Transisi Demografi Indonesia Tahun 1950-2050


Sumber : World Population Prospect, Economic and Social Affairs, UN

Transisi Demografi Indonesia Tahun 1950-2050 Sumber : World Population Prospect, Economic
And Social Affairs, Un
*Garis yang berwarna biru itu menggambarkan angka kelahiran.
*Garis yang berwarna merah itu menunjukkan angka kematian.

Pada gambar diatas terlihat transisi penduduk ada posisi stabil pada tingkat kelahiran
tinggi, menjadi turun ke stabil pada kelahiran dan kematian rendah.
a. Pada keadaan I
Tingkat kelahiran dan kematian tinggi antara 40 sampai 50. Keadaannya masih alami
tingkat kelahiran tinggi/ tidak terkendali dan tingkat ekonomi yang rendah, sehingga
kesehatan dan gizi lingkungan kurang mendukung. Akibatnya kelaparan dan kejadian
penyakit tinggi sehingga tingkat kematian pun tinggi (kondisi pra
intervensi/pembangunan).
b. Pada keadaan II
Angka kematian turun lebih dahulu akibat peningkatan pembangunan dan teknologi,
misalnya dibidang kesehatan, lingkungan, perumahan dan lain-lain. Kondisi ekonomi
makin membaik akibat pembangunan dan pendapatan penduduk meningkat sehingga
kesehatan semakin baik. Akibatnya tingkat kelahiran tetap tinggi (makin sehat) tetapi
angka kematian menurun (akibat kesehatan dan lain- lain). Pada kondisi ini akan terasa
tingginya laju pertumbuhan penduduk alami, seperti dialami indonesia pada periode
tahun 1970 sampai 1980 dengan angka pertumbuhan 2,32 % per tahun.
c. Pada keadaan III
Terjadi perubahan akibat pembangunan dan juga upaya pengendalian penduduk, maka
sikap terhadap fertilitas berubah menjadi cenderung punya anak sedikit, maka turunnya
tingkat kematian juga diikuti turunnya tingkat kelahiran sehingga pertumbuhan
penduduk menjadi tidak tinggi lagi. Keadaan tersebut dapat dilihat pada pertumbuhan
penduduk indonesia periode 1980 sampai 1990 yang turun menjadi 1,85 %.
d. Pada keadaan IV
Bila penurunan tingkat kelahiran dan kematian berlangsung terus menerus, maka akan
mengakibatkan pertumbuhan yang stabil pada tingkat yang rendah indonesia sedang
menuju/mengharap tercapainya kondisi ini yaitu penduduk bertambah sangat rendah
atau tanpa pertumbuhan.

Dari gambaran transisi demografi dapat dilihat bahwa transisi demografi diatas
dipercepat dengan peningkatan pembangunan terutama bidang ekonomi, kesehatan,
pendidikan, dan kb.
8. Kaitan antara Transisi Demografi dengan Kesehatan

Seiring dengan cepatnya perkembangan dalam era globalisasi, serta adanya transisi
demografi dan epidemiologi penyakit, maka penyakit akibat perilaku dan perubahan gaya
hidup yang berkaitan dengan perilaku dan sosial budaya cenderung akan semakin
kompleks. Perbaikannya tidak hanya dilakukan pada aspek pelayanan kesehatan,
perbaikan pada lingkungan dan merekayasa kependudukan atau faktor keturunan, tetapi
perlu memperhatikan faktor perilaku yang secara teoritis memiliki andil 30-35% terhadap
derajat kesehatan. Mengingat dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup
besar, maka diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi
sehat.
Perubahan masalah kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai macam transisi
kesehatan berupa transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi
perilaku. Transisi kesehatan ini pada dasarnya telah menciptakan beban ganda (double
burden) masalah kesehatan.
1. Transisi demografi, misalnya mendorong peningkatan usia harapan hidup yang
meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut sementara masalah bayi dan BALITA
tetap menggantung.
2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas penyakit menular yang
belum pupus ditambah dengan penyakit tidak menular yang meningkat dengan
drastis.
3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi lebih.
4. Transisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari perilaku tradisional menjadi
modern yang cenderung membawa resiko.
Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi gangguan
kesehatan yang ditandai dengan adanya perasaan terganggu fisik, mental dan spiritual.
Gangguan pada lingkungan juga merupakan masalah kesehatan karena dapat memberikan
gangguan kesehatan atau sakit. Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit
diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau
85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada mereka yang
sakit. Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat
upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran, peletakan perhatian dan
biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang perlu
mendapatkan upaya promosi kesehatan.
Daftar Pustaka

Rizky, Khrisna. 2018. Perkembangan Penduduk Dunia Transisi Vitas Dan Transisi Mobi.
(https://prezi.com/eljcfubfngws/perkembangan-penduduk-dunia-transisi-vitas-dan
transisi-mobi/ diakses pada tanggal 25 Oktober 2019)
Srininta, Rosellly. 2014. Perkembangan Penduduk Dunia Transisi Vital Dan Transisi
Mobilitas. (http://rosellytarigan.blogspot.com/ diakses pada tanggal 25 Oktober 2019)

Anda mungkin juga menyukai