Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sediaan steril selain dalam bentuk sediaan parenteral (obat suntik)

juga terdapat sediaan obat tetes. Obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan

emulsi atau suspensi yang dimaksudkan untuk n dalam atau obat luar,

digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan

tetesan setara dengan tetesan dihasilkan penetes baku yang disebutkan dalam

Farmakope Indonesia. Sediaan obat tetes dapat berupa tetes mulut (guttae

oris), tetes telinga (guttae auriculares), tetes hidung (guttae nasales), dan tetes

mata (guttae ophthalmicae). Jika disebutkan guttae tanpa penjelasan lebih

lanjut maka obat tetes dimaksudkan untuk obat dalam yang digunakan dengan

cara diteteskan ke dalam makanan atau minuman.

Preparat telinga dikenal sebagai preparat otik atau aural. Bentuk

larutan paling sering digunakan untuk preparat telinga. Preparat telinga

biasanya diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam saluran

telinga untuk melepaskan kotoran telinga atau untuk mengobati infeksi,

peradangan atau rasa sakit. Bila tidak dinyatakan lain, cairan pembawa yang

digunakan untuk tetes telinga adalah bukan air. Cairan pembawa yang

digunakan harus mempunyai kekentalan yang sesuai agar obat mudah

menempel pada dinding telinga sehingga terjadi kontak lebih lama. Zat

pembawanya biasanya menggunakan gliserol dan propilenglikol. Pembuatan

tetes telinga harus mengandung bahan yang sesuai untuk mencegah

1
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang masuk secara tidak sengaja

bila wadah dibuka pada waktu penggunaan.

Oleh karena itu, sebagai seorang farmasis kita dituntut untuk

mengetahui cara-cara pembuatan dan penggunaan serta khasiat sediaan tetes

telinga yang merupakan salah satu sediaan steril. Untuk itulah praktikum

sediaan tetes telinga ini dilakukan.

B. Maksud

1. Agar dapat mengetahui pembuatan sediaan tetes telinga.

2. Agar dapat mengetahui alasan penggunaan bahan aktif.

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pembuatan sediaan tetes telinga.

2. Untuk mengetahui alasan penggunaan bahan aktif.

2
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan teori

Guttae auriculares atau tetes telinga adalah obat tetes yang

digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga.

Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa

bukan air. Cairan pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan

yang cocok agar obat mudah menempel pada dinding telinga, umumnya

digunakan gliserol dan propylenglikol. Dapat juga digunakan etanol 90%,

heksilenglikol dan minyak nabati. Zat pensuspensi dapat digunakan sorbitan,

polisorbat atau surfaktan lain yang cocok. Keasaman-kebasaan kecuali

dinyatakan lain pH 5,0 – 6,0. Penyimpanan kecuali dinyatakan lain dalam

wadah tertutup rapat ( Anonim, 1979).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, Larutan otik (solutio otic)

adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan

pendispersi, untuk penggunaan dalam telinga luar, misalnya larutan otik

Benzokain dan Antipirin, larutan otik Neomisin dan Polimiksin B sulfat, dan

larutan otik Hidrokortison.

Larutan yang dipakai ke dalam telinga ini biasanya mengandung

antibiotik, sulfonamida, anestetik lokal, peroksida (H2O2), fungisida, asam

borat, NaCl, gliserin dan propilenglikol. Gliserin dan propilenglikol sering

dipakai sebagai pelarut, karena dapat melekat dengan baik pada bagian dalam

3
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

telinga sehingga obat lebih lama kontak dengan jaringan telinga, sedangkan

alkohol dan minyak nabati hanya kadang-kadang dipakai (Syamsuni, 2006).

pH optimum untuk cairan berair yang umum digunakan dalam obat

tetes telinga haruslah dalam suasana asam (pH 5-7,3) dan pH inilah yang

sering menentukan khasiatnya. Larutan basa umumnya tidak dikehendaki,

karena tidak fisiologis dan mempermudah timbulnya radang. Jika pH larutan

telinga berubah dari asam menjadi basa, bakteri dan fungi akan tumbuh

dengan baik, hal ini tentunya tidak dikehendaki (Syamsuni, 2006).

Sebagaimana ditentukan pada dasar produksi secara individual,

beberapa preparat cair telinga memerlukan pengawetan terhadap

pertumbuhan mikroba. Apabila pengawetan diharuskan maka bahan yang

umum dipakai adalah klorobutanol (0,5%), timerasol (0,01%) dan kombinasi

paraben-paraben. Antioksidan seperti natrium disulfida dan penstabil lainnya

juga dimasukkan ke dalam formulasi obat tetes telinga jika dibutuhkan.

Preparat untuk telinga biasanya dikemas dalam wadah gelas atau plastik

berukuran kecil (5-15 mL) dengan memakai alat penetes (Ansel, 1989).

Pada pembuatan tetes telinga, yang digunakan untuk proses

sterilisasi adalah Sterilisasi C atau dengan menggunakan filtrasi atau filter

dari diameter zat. Proses sterilisasi ini, menggunakan alat yang berfungsi

sebagai penyaring yang disebut filter. Hal ini bertujuan agar sediaan tetes

telinga bebas dari mikroba yang bersifat patogen juga sebagai penyaring dari

partikel kasar atau besar yang terdapat dari sediaan yang bertujuan untuk

4
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

menghindari infeksi pada telinga pada saat pemakaian tetes telinga (Voight,

1995)

Kloramfenikol atau semprot plastik, biasanya berisi 15-30 ml obat.

Produk-produk

merupakan antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik dan

pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya bekerja

dengan menghambat sintesis proteindengan jalan meningkatkan ribosom

subunit 50S yang merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan

peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram positif dan

beberapa bakteri aerob gram negatif.

Kloramfenikol [1-(p-nirofenil)-2-diklorasetamido-1,3-propandiol] berasal

dari Streptomyces venezuelae, Streptomyces phaeochromogenes,

dan Streptomyces omiyamensis.

struktur kimia kloramfenikol

Kloramfenikol berkhasiat untuk pengobatan infeksi yang disebabkan

oleh Salmonella thypi dan Salmonella parathypi. Namun demikian,

kloramfenikol tidak aktif terhadap virus, jamur, dan protozoa.

5
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

Kloramfenikol ( INN ) adalah bakteriostatik antimikroba . Hal ini dianggap

sebagai prototipikal antibiotik spektrum luas , di samping tetrasiklin.

Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces

venezuelae terisolasi oleh David Gottlieb , dan diperkenalkan ke dalam

praktik klinis pada tahun 1949, di bawah nama dagang Chloromycetin. Ini

adalah yang pertama antibiotik akan diproduksi secara sintetis dalam skala

besar. Karena ternyata Kloramfenikol mempunyai daya antimikroba yang

kuat maka penggunaan Kloramfenikol meluas dengan cepat sampai pada

tahun 1950 diketahui bahwa Kloramfenikol dapat menimbulkan anemia

aplastik yang fatal. Karena fungsi dengan menghambat bakteri protein

sintesis, kloramfenikol memiliki spektrum yang sangat luas kegiatan: ini aktif

terhadap Gram-positif bakteri (termasuk strain sebagian besar MRSA ),

Gram-negatif dan bakteri anaerob. Hal ini tidak aktif terhadap Pseudomonas

aeruginosa , Klamidia , atau Enterobacter spesies. Ini memiliki beberapa

aktivitas terhadap Pseudomonas Burkholderia , namun tidak lagi secara rutin

digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh organisme ini (itu

telah digantikan oleh seftazidim dan meropenem ). Di Barat, kloramfenikol

sebagian besar dibatasi untuk penggunaan topikal karena kekhawatiran

tentang risiko anemia aplastik.

6
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

B. Uraian bahan

1. Uraian bahan zat aktif

Kloramfenikol (FI Edisi III tahun 1979 )

Nama resmi : CHLORAMPHENICOLUM

Nama sinonim : Kloramrfenikol

Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng,

memanjang,putih hingga putih kelabu atau

putih kekuningan, tidak berbau rasa sangat

pahit

Kelarutan : Larut dalam 400 bagia air dalam 2,5 bagian

etanol (95%) P dan dalam 7 bagian

propilenglikol P, sukar larut dalam

klorofom p dan dalam eter P

Ph : Anatara 4,5 dan 7,5

Titik lebur : Antar 49o dan 153oC

Stabilitas : Salah satu antibiotik yang secara kimiawi

diketahui paling stabil dalam segala

pemakaian. Stabiitas baik pada suh kamar

dan kisaran pH 2-7, suhu 25o c dan pH

mempunyai waktu aru hampir 3 tahun.

Sangan tidak stabil dalam suasana basa,

kloramfenikol dalam media airadalah

pemecahan hidrofilik pada lingkungan

7
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

amida. Stabil dalam basis mintak dalam air,

basis adeps lanae.

Khasiat : Antibiotik, antibakteri (gram positif, gram

negatif, riketsia, klamidin), infesi

meningitis.

Penyimpanan : Dalam wadah tetutup rapat

2. Uraian bahn tambahan

a. NATRIUM FOSFAT MONO BASA (Handbook of Excipients 3rd)

Nama resmi : NATRII DIHYDROGENOPHOSPAS

DIHYDRICUS

Nama sinonim : Natrium fosfat mono basa, asam natrium

fosfat, natrium fosfat primer

Bobot molekul : 156,01

Pemerian : Bentuk hirat dari natrium fosfat tidak

erbau,tidak berwarna atau putih,bentuk

anhidratnya serbuk kristal putih atau granul.

Kelarutan : Larut 1 bagian dalam 1 bagian air, sedikit

larut dalam etanol (95%) p.

Massa jenis : 11,915 g/cm3 untuk dihidrat

Ph : a. 4,2-4,5

b. 4,1-4,5 ntuk lartan encer monohidrat

dengan konsentrasi 5% pada suhu 25oc

8
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

Inkomfabilitas : Natrium fosfat mono basa adalah garam

asam dan umumnya tidak cocok dengan

bahan basa dan arbonat. Larutan ncer dari

natrium fosfat monobasa merupakan asam

dan akan menyebabkan karbonat membuih.

Natrium fosfat mono basa sebaiknya tidak

diberikan bersama aluminium, kalsium, atau

garam magnesium karena dapat mengikat

karbonat dan merusak bentuk absorbsi

salauran pencernaan interaksi antara

kalsium dan fosfat menyebabkan

pembentukan endapan kalsium-fosfat yang

tidak larut yang mugkin terjadi dicampur

sediaan parental.

Khasiat : Tambahan sebagai zat pendapar dan zat

pengemulsi, range pHdalam larutan encer

5%

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

b. NaCL (Depkes RI, 1979 hal 565)

Nama resmi : NATRII CHLORIDUM

Nama sinonim : Natrium klorida

Rumus molekul : NaCl

9
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

Ph : 6,7 – 7,3

Stabilitas : Larutan NaCl stabil tetapi dapat

menyebabkan perpecahan partikel kaca dari

tipe tertentu wadah kaca. Larutan steril ini

dapat distrerilisasi dengan autoklaf atau

filtrasi dalam bentuk adatan stabil yang

harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,

sejuk dan ditempat kering.

Pemmerian : Hablur heksahedral, tidak berwarna tau

serbuk hablur putih, tidak berbu rasa asin.

Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7

bagian air mndidih dan dalam lebih kurang

0 bagian gliserl p, sukar lart dalam etanol

(95%) p.

Khasiat : Sumber ion jlorida dan ion natrium

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

c. Gliserin (Depkes RI,1979 )

Nama resmi : GLYCEROLUM

Nama sinonim : Gliserol dan gliserin

Pemerian : Cairan seperti sirup jernih tidak berwarna tidak

berbau manis diikuti rasa hangat

kelarutan : Dapar bercampur dengan airdan dengan etanol

10
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

(95%)p, praktis tidak larut dalam kloroform p,

dan dalam minyak lemak

khasiat : Zat tambahan atau pelarut

Stabilitas : Bersifat higroskopis, gliserin murni tidak

mudah dioksidasi oleh udara selama disimpan

ditempat yang terlindungi tapi mudah terurai

dengan pemanasan dengan perkembangan dari

racun acolein. Cmpuran dari gliserin dengan

air, etanol (95%) ddan propilenglikol stabil

secara kimia

11
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Master formula

Kloramfenikol 1%

Na2EDTA 0,05%

Nipagin 0,02%

Aqua p.i 1,2 mL

Propilenglikol ad 10 mL

B. Modifikasi formula

Kloramfenikol 1%

Na.Fosfat monobasa

Metil selulosa 0,1%

NacL 0,9%

Gliserin ad 5 mL

C. Alasan penggunaan bahan

1. Alasan pengguaan bahan aktif

Kloramfenikol

Digunakan zat aktif kloramfenikol karena memiliki khasiat sebagai

antibiotik dan Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada

konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid

terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum antibakteri kloramfenikol

meliputi D.pneumoniae, S.pyogenes, S.viridans, Neisseria,

12
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P.multocida,

C.diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema dan

kebanyakan kuman anaerob. (Depkes RI, 1979)

2. Alasan penggunaan bahan tambahan

a. Natrium fosfat monobasa

Digunakan sebagai pendapar karena dapar fosfat merupakan

dapar yang umum digunakan untuk menjaga pH dan stabilitas, dan

sebagai pembawa yang dapat memberikan stabilitas terbesar dengan

aksi fisiologinya (Depkes RI, 1979).

b. NacL

Digunakan sebagai bahan pengisotonis agar tidak

mengganggu fungsi rambut getar epitel (Depkes RI, 1979).

c. Metil selulosa

Digunakan metil selulosa untuk membantu memperkuat

kontak antara sediaan dengan permukaan yang terkena infeksi atau

mukosa telinga (Depkes RI, 1979).

d. Gliserin

Digunakan gliserin sebagai pelarut karena memiliki

viskositas yang cuukup tinggi sehingga kontak dengan permukaan

mukosa telinga akan leebih lama (Depkes RI, 1979).

13
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

BAB IV

FORMULA YANG DISETUJUI

R/ Kloramfenikol 5%

Propilenglikol ad 10 mL

14
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

BAB V

PERHITUNGAN FORMULA

5
1. Kloramfenikol 5% = 100 × 10 = 0,5 gram

5
Dilebihkan 5% = 100 × 0,5 gram = 0,025 gram

Total = 0,5 g + 0,025 g

= 0,525 gram

2. Propilenglikol = 10 mL
5
Dilebihkan 5% = 100 × 10 = 0,5 mL

Total = 10 mL + 0,5 mL

= 10,5 mL

Jadi yang diukur = 10,5 mL – 0,525

= 9,975 mL

15
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada praktikum ini telah dilakukan pembuatan sediaan steril tetes telinga

dengan bahan aktif kloramfenikol serta bahan tambahan yang digunakan ialah

propilenglikol sebagai pelarut atau pembawa zat aktif. Sediaan tetes hidung yang

dibuat merupakan sediaan yang yang digunakan secara topikal pada rongga

hidung khususnya pada pengobatan infeksi bakteri, penggunaannya yang

langsung pada daerah yang terkena infeksi memberi keuntungan sehingga efek

obat lebih cepat dirasakan dan sediaan tersebut memiliki kekentalan yang baik

serta homogenitas yang tinggi karena kelarutan zat aktif dalam pembawa yang

cocok.

Zat aktif yang digunakan ialah Kloramfenikol sebab Kloramfenikol

mempunyai aktivitas antibakteri berspektrum luas. Obat ini efektif untuk penyakit

rickettsial tergolong epidemik, demam, tifus Scrub, Rocky Mountain, penyakit

virus dan banyak bakteri termasuk yang disebabkan oleh A. aerogenes, E.coli, K.

pneumoniae, H. pertussis, S. thyposa, Brucella, V. cholerae, Staphilococci,

Streptococci, Corynebacteria, Myoplasmas, Actinomycetes dan T.

pallidum. membunuh dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme

(Alfonso R Gennaro:1990)

Pada praktikum ini digunakan bahan tambahan propilenglikol sebagai

pembawa dan pelarut sebab zat aktif yang digunakan memiliki kelarutan yang

kurang baik dalam air dan selain sebagai pembawa dapat pula bertindak sebagai

bahan peningkat viskositas sehingga tidak digunakan bahan viskositas pada

16
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

sediaan ini. Menurut Waller (1994) Propilen glikol dalam sediaan farmasi

berfungsi sebagai humektan, pelarut, pelicin, dan sebagai penghambat fermentasi

dan pertumbuhan jamur, desinfektan, dan untuk meningkatkan kelarutan dan

menurut Goeswin Agoes dkk (1983) penambahan propilenglikol pada sediaan

topikal (Seperti tetes hidung) juga dapat meningkatkan laju difusi. Oleh karena itu

dengan menggunakan propilenglikol sebagai pembawa yang memiliki nilai

viskositas 58,4 cP sehingga mampu memberikan kekentalan yang dibutuhkan

dalam sediaan dan memungkinkan kontak yang lama antara obat dengan jaringan.

Kemudian sifat propilenglikol yang higroskopis memungkinkan menarik

kelembaban dari jaringan telinga sehingga mengurangi peradangan dan

membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang

ada. Bahan pembuatan tetes telinga harus mengandung bahan yang sesuai untuk

mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang masuk secara tidak

sengaja saat wadah dibuka pada waktu penggunaan atau dikatakan bersifat

bakteriostatik. Dalam hal ini kloramfenikol yang menjadi zat aktif yang berfungsi

sebagai antibiotik spektrum luas.

Sebelum melakukan prosedur kerja terlebih dahulu dilakukan sterilisasi

pada semua alat yang akan digunakan, tujuannya agar alat dan bahan yang kita

gunakan dalam keadaan steril dan bebas dari mikroba yang bersifat patogen. Alat

yang digunakan adalah batang pengaduk, gelas kimia, dan botol (wadah) untuk

sediaan. Alat-alat tersebut disterilkan dengan cara sterilisasi A yakni dengan

menggunakan uap air bertekanan dengan suhu dan waktu yang telah ditentukan.

Sterilisasi cara A ini dilakukan di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu

17
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

1210C atau pada suhu 1150C selama 30 menit. Setelah sediaan jadi dilakukan

pemeriksaan pH sebelum sterilisasi akhir, pH tetes telinga harus sesuai dengan

Farmakope yaitu 5,0 – 6,7 kemudian pH stabilitas dari kloramfenikol 4,5 – 7,5

dan pada pemeriksaan pH didapatkan hasil pH 6,5. Hal tersebut telah memenuhi

syarat untuk pH sediaan tetes telingan dan pH kloramfenikol sehingga kestabilan

obat dapat terpenuhi.

18
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA -II DIPLOMA - III

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Muh. 1994. Farmasetika. Yogyakarta : UGM Press.

Depkes RI. 1978. Formularium Nasional Edisi II.Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta : Depkes RI.

Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta : EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai