Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN TUTORIAL

SGD 1 LBM 3

“Setelah ganti lipstick, kok bibir saya jadi kering?”

ANGGOTA KELOMPOK :
1. Assyifa Irwanto (31101700014)
2. Avena Dwi Kunfiar (31101700016)
3. Cici Amalia Sumardani (31101700021)
4. Galuh Eka Sasanti (31101700036)
5. Indah Setia Ningrum (31101700042)
6. Monalisa (31101700051)
7. Muhammad Henri Indrawan (31101700057)
8. Nabila Salma Karunia Putri (31101700060)
9. Regilia Shinta Mayangsari (31101700068)
10. Regita Bella Ayunani (31101700069)
11. Sella Dumaika Desmonda (31101700076)
12. Suprayogi Yoga Prakasa (31101700082)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN TUTORIAL
SGD 1 LBM 3

“Setelah ganti lipstick, kok bibir saya jadi kering?”


Telah Disetujui oleh :

Tutor Semarang, 20 Mei 2019

drg. Muthia Choirunnisa


DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................................... 3


DAFTAR ISI................................................................................................................................... 4
BAB I……………….……………………………………………………………………………..4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 5
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 5
B. Skenario ............................................................................................................................... 4
C. Identifikasi Masalah ............................................................................................................. 4
BAB II............................................................................................................................................. 6
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................. 6
A. Landasan Teori ........................................................................................................................ 6
1. Macam-macam reaksi hipersensitivitas ............................................................................... 6
2. Diagnose, gejala klinis, dan manifestasi reaksi hipersensitivitas pada rongga mulut ....... 11
3. Diagnose banding dari allergic cheilitis contact ................................................................ 12
4. Immunopathogenesis dari allergic cheilitis contact ........................................................... 14
B. Peta Konsep ........................................................................................................................... 16
BAB III ......................................................................................................................................... 17
KESIMPULAN ............................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bibir merupakan salah satu bagian rongga mulut yang memiliki peranan penting bagi manusia
terutama wanita. Penggunaan lipstick yang sering digunakan wanita bertujuan untuk
menambah nilai estetik pada bibir. Namun tidak semua produk lipstick memiliki kandungan
yang cukup aman sehingga ada beberapa individu yang memiliki efek tidak baik akibat
penggunaan lipstick. Penggunaan lipstick dengan merk yang berbeda dapat menimbulkan
reaksi yang berlebih karena adanya kemungkinan terjadinya perbedaan dari kandungan
lipstick yang sebelumnya digunakan dengan merk yang baru digunakan. Salah satu kandungan
yang berpengaruh pada lipstick yaitu nikel. Reaksi berlebih yang tidak diinginkan serta dapat
terjadi pada individu dan kondisi tertentu yaitu reaksi hipersensitivitas.

B. Skenario
Wanita berusia 22 tahun mengeluhkan bibirnya yang terasa kering dan mengelupas sejak 2
minggu yang lalu, setelah menggunakan lipstick dengan merk yang berbeda. Pemeriksaan
ekstraoral terdapat lesi berupa deskuamasi dan erosi kemerahan pada vermilion bibir atas dan
bawah.

C. Identifikasi Masalah
1. Apa saja macam-macam reaksi hipersensitivitas dan patogenesisnya?
2. Bagaimana diagnose, gejala klinis, dan manifestasi reaksi hipersensitivitas pada rongga
mulut?
3. Apa saja diagnose banding dari allergic cheilitis contact?
4. Bagaimana immunopathogenesis dari allergic cheilitis contact?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Macam-macam reaksi hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas merupakan reaksi yang tidak diinginkan yang dihasilkan
oleh adanya sistem imun pada kondisi tertentu. Reaksi hipersensitivitas dibagi menjadi
beberapa tipe yaitu reaksi hipersensitivitas tipe 1, reaksi hipersensitivitas tipe 2, reaksi
hipersensitivitas tipe 3 dan reaksi hipersensitivitas tipe 4.
a Reaksi hipersensitivitas tipe 1 (reaksi cepat/reaksi anafilaksis)
Komponen yang terlibat pada reaksi hipersensitivitas tipe 1 yaitu :
1) Sel Th yang befungsi pada aktivasi sel B untuk berdiferensiasi menjadi sel plasma
menghasilkan IgE.
2) IgE memiliki fungsi untuk meningkat saat ada reaksi inflamasi, dan mengadakan
ikatan silang dengan antigen yang menyebabkan degranulasi sel mast.
3) Sel mast berfungsi sebagai sekresi mediator inflamasi yaitu sitokin, amine
vasoaktif, dan mediator lipid.
4) Eosinofil berfungsi dalam sekresi enzim untuk kerusakan jaringan.

Tahapan terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe 1 memiliki beberapa fase yaitu:


1) Fase sensitasi
Ketika tubuh terpajan oleh alergen maka alergen direspon oleh tubuh.
Setalah allergen direspon tubuh kemudian antigen masuk melewati celah epitel
yang kemudian ditangkap oleh sel denditrik. Antigen yang telah ditangkap sel
denditrik akan berikatan dengan sel T naif. Ikatan antigen dengan sel T naif akan
mempengaruhi IL-4 untuk aktivasi sel Th yang kemudian merangsang sel B (sel
plasma). Ketika sel B dirangsang maka sel B akan mensekresikan IgE. Kemudian
IgE akan menyebar dalam sirkulasi pembuluh darah dan jaringan dan IgE berikatan
pada dinding sel mast melalui reseptor FcE-RI (Baratawidjaja, 2012).
2) Fase aktivasi
Fase aktivasi ini terjadi ketika adanya pajanan ulang antigen spesifik.
Pajanan ulang antigen spesifik menyebabkan antigen akan langsung berikatan
dengan IgE pada permukaan sel mast. Ikatan silang antara IgE dengan antigen
menyebabkan degranulasi sel mast yang kemudian degranulasi sel mast akan
menjadi mediator inflamasi (Baratawidjaja, 2012).

3) Fase efektor
degranulasi sel mast yang menyebabkan sekresi mediator inflamasi :
a Sitokin
Reaksi lambat (atopik) yang muncul setelah terpapar alergen sebelum 24
jam. IL-3 dan IL-4 meningkatkan produksi IgE oleh sel B. IL -5 berperan
dalam pengarahan dan aktivasi eusinofil. TNF-a yang tinggi akan dilepas oleh
sel mast dalam reaksi anafilaksis. Gejalanya yaitu urtikaria (gatal), rinitis
allergic (bersin), sesak nafas, dan adanya sariawan berulang (stomatitis
alergic) (Baratawidjaja, 2012).
b Amine vasoaktif dan mediator lipid
Reaksi cepat (anafilaktik) yang muncul segera setelah terpapar alergen
(detik – menit, menit – jam). Vasodilatasi pembuluh darah sehingga dinding
pembuluh darah merenggang kemudia timbul oedema yang menyebabkan
kontriksi bronkus yang mengakibatkan sesak nafas. Spasme otot pencernaan
akan menyebabkan kram perut, mules (Baratawidjaja, 2012).
Gejala dibagi menjadi 4 level :
• Level 1 : eritema, urtikaria disertai atau tanpa angiodema
• Level 2 : hipotensi, kakikardi, gangguan gastroinstentinal
• Level 3 : spasme bronkitis, detak jantung tidak beraturan, cardiac colaps
• Level 4 : henti jantung
Gambar mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe 1
Sumber : (Hikmah, 2010)

b Hipersensitivitas tipe II (Sitotoksik)


Reaksi hipersensitivitas tipe II merupakan reaksi yang menyebabkan
kerusakan pada sel tubuh bodi melawan/menyerang secara langsung antigen
yang berada pada permukaan sel. Reaksi hipersensitivitas tipe 2 terjadi dalam
waktu 5-8 jam setelah terpapar antigen yang sama untuk kedua kalinya. Reaksi
hipersensitifitas tipe II disebut juga dengan reaksi sitotoksik, atau sitolisis. Reaksi
ini melibatkan antibodi IgG dan IgM. Ikatan antara antigen dengan antibodi akan
mengaktivasi neutrofil dan eosinofil. Aktivasi neutrofil dan eosinofol akan
mensekresi enzim yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan (Gentinetta T,
2016).
Ketika pertama kali masuk, antigen tersebut akan mensensitisasi sel B
untuk menghasilkan antibodi IgG dan IgM. Ketika terjadi pemaparan berikutnya
oleh antigen yang sama di permukaan sel target, maka IgG dan IgM ini akan
berikatan dengan antigen tersebut. Ketika sel efektor (seperti makrofag, netrofil,
monosit, sel T cytotoxic ataupunsel NK) mendekat maka kompleks antigen-
antibodi di permukaan sel target tersebut akan dihancurkan olehnya. Hal ini
mungkin dapat menyebabkan kerusakan pada sel target itu sendiri. sehingga itulah
kenapa reaksi ini disebut reaksi sitotoksik/sitolisis (Hikmah, 2010).

Gambar mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe 2


Sumber : (Hikmah, 2010)

c Hipersensitivitas Tipe III


Reaksi hipersensitifitas tipe III ini mirip dengan tipe II, yang
melibatkan antibodi IgG dan IgM, akan tetapi bekerja pada antigen yang terlarut
dalam serum. Ketika antigen pertama kali masuk akan mensensitisasi pembentukan
antibodi IgG dan IgM yang spesifik. Ketika pemaparan berikutnya oleh antigen
yang sama, IgG dan IgM spesifik ini akan berikatan dengan antigen tersebut di
dalam serum membentuk ikatan antigen-antibodi kompleks yang kemudian
Kompleks ini akan mengendap di salah satu tempat dalam jaringan tubuh (misalnya
di endotel pembuluh darahdan ekstraseluler). Sehingga menimbulkan reaksi
inflamasi. Aktifitas komplemen pun akan aktif sehingga dihasilkanlah mediator-
mediator inflamasi seperti anafilatoksin, opsonin, kemotaksin, adherensimun dan
kinin yang memungkinkan makrofag/selefektor datang dan melisisnya (Gentinetta
T, 2016).
Karena kompleks antigen antibodi ini mengendap di jaringan maka aktifitas
sel efektor terhadapnya juga akan merusak jaringan di sekitarnya tersebut. Inilah
yang akan membuat kerusakan dan menimbulkan gejala klinis. Dimana
keseluruhannya terjadi dalam jangka waktu 2-8 jam setelah pemaparan antigen
yang sama untuk kedua kalinya. Komponennya yaitu kompleks imun IgG dan IgM
(Baratawidjaja, 2012).
1. Opsonisasi dan fagositosit
Adanya ikatan antigen dengan antibodi yang kemudian mengaktivasi
komplemen sehingga terjadi sekresi protein c3b dan c4b yang kemudian
menempel pada dinding pembuluh darah dan dikenai oleh makrofag. fagositosit
setelah di opsonisasi (Hikmah, 2010).
2. Aktivasi komplemen
Ikatan antigen dengan antibodi yang kemudian mengaktivasi neutrofil dan
makrofag sehingga berikatan dengan receptor FcE-R2. Ikatan tersebut akan
menimbulkan aktivasi komplemen. Aktivasi komplemen akan menghasilkan
c3a dan c5a yang kemudian neutrofil sekresi enzim. Sekresi ini berakibat pada
kerusakan jaringan (Hikmah, 2010).

Gambar mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe 3


Sumber : (Hikmah, 2010)
d Hipersensitivitas tipe IV
Komponen dari hipersensitivitas 4 yaitu CD4+ dan CD8+. Mekanismenya
yaitu:
1) Fase sensitasi
Paparan alergen pada kulit/mukosa kemudian alergen masuk ke dalam
tubuh melalui dinding epitel kemudian direspon oleh tubuh. Setelah direspon
tubuh antigen ditangkap oleh sel langerhans. Kemudian akan bermigrasi di
limfe nodi melalui MHC II dikenali oleh sel T CD4+ dan mengaktivasi sel Tdth
(sel Th1 dan CD8+)

2) Fase efektor
Apabila adanya paparan berulang dari antigen akan mendorong sel Tdth (sel
Th1 dan CD8+) tersensitasi kemudian sel sitotoksik dan mensekresi mediator
inflamasi. Mediator inflamasi yaitu :
- Sitokin : IFN-g, TNF-a, IL-2, dan IL-3 bertugas untuk mengarahkan
eusinofil, basofil, dan makrofag.
- Kemokin : IL -8 , MIF (Macrofag Inhibiting Factor) akan mengaktivasi
makrofag.
Gambar mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe 4
Sumber : (Hikmah, 2010)

2. Diagnose, gejala klinis, dan manifestasi reaksi hipersensitivitas pada rongga mulut
A. Reaksi hipersensitivitas tipe 1
a Oral alergy Sindrome
Gejala klinis dari oral allergy syndrome yaitu gatal, meyengat, edema pada
pembuluh darah bibir, lidah, palatum dan faring dengan onset cepat disertai nyeri
pada telinga dan rasa sesak di dada (Atika, 2015).

b Stomatitis alergika
Gejala klinis stomatitis alergika yaitu adanya vesikel multiple yang akan
menjadi ulser, tepi erimatous ditandai inflamasi dan rasa nyeri, deskuamasi
disertai hiperpigmentasi pada daerah perioral (Sung Erna, 2017)

c Angioedema
Angioedema merupakan Pembengkakan yang disebabkan oleh
meningkatnya permeabilitas vascular pada jaringan subkutan kulit, lapisan
mukosa dan submukosa. Angioedema biasanya diakibatkan oleh makanan, kontak
alergi, obat-obatan. Biasanya ditandai dengan adanya pembekakan dibibir dan
ketika di palpasi terasa lunak (Sung Erna, 2017).

B. Reaksi hipersensitivitas tipe 4


a Oral Linchenoid Reaction
OLR disebabkan oleh hipersensitivitas terhadap amalgam biasanya
memiliki hubungan anatomis yang jelas untuk tambalan gigi amalgam, biasanya
lesi unilateral dan tidak simetris. Paling sering terlihat pada mukosa bukal dan
lidah dimana meliputi lapisan mukosa yang kontak dengan restorasi. Gingiva,
palatum, atau dasar mulut, yang jauh dari restorasi jarang terkena.
Pelepasan merkuri dari amalgam yang terjadi pada proses pengunyahan
dapat dijumpai dalam 2 bentuk yaitu uap Hg melalui inhalasi dan ion Hg yang
larut dalam saliva. Keadaan ini dapat menyebabkan akumulasi merkuri pada
mukosa mulut. Tumpatan amalgam yang berkontak langsung dengan mukosa
mulut melalui pelepasan merkuri akibat proses korosif akan mengubah antigenitas
keratinosit basal dan menimbulkan reaksi hipersensitivitas pada individu tertentu
(Kusumadewi, 2017).

b Fix drug eruption


Fix drug eruption biasanya diakibatkan karena obat salah satunya yaitu
ciprofloxacin. Tanda gejala yang ditimbulkan yaitu pembengkakan bukan ulser,
berwarna ungu kebiruan, perubahan warna dari merah terang kewarna coklat
kemerahan, deskuamasi (Mujayanto, 2017).

c Fix food eruption


Fix food eruption biasanya diakibatkan oleh makanan contohnya telur. Fix
food eruption muncul setelah beberapa hari. Tanda fix food eruption dengan
adanya pembengkakan bukan ulser di bibir (Mujayanto, 2017)

d Allergic contact cheillitis


Allergic contact cheilitis merupakan peradangan akut akibat alergi kontak
kimia yang menyebabkan kerusakan bibir. Biasanya disebabkan oleh alergen
topical seperti lipstick, pasta gigi, obat kumur, obat medis, makanan. Gambaran
klinisnya yaitu peradangan pada vermilion atau kulit sekitarnya, dapat terjadi pada
bibir atas atau bawah / keduanya, dapat pula melibatkan sudut mulut & mukosa
bukal, pada vermilion tampak kemerahan, kering, deskuamasi & berfisure dan
biasanya ada gejala umum seperti terasa terbakar (Isfandiasari, 2018).

3. Diagnose banding dari allergic cheilitis contact


a Angular Cheilitis
Inflamasi yang terjadi pada sudut mulut yang etiologinya karena infeksi jamur
Candida albicans, bakteri staphylococcus atau Streptococcus (Isfandiasari, 2018). Lesi
oportunistik unilateral, bilateral pada comisura bibir. Penyebab lain yaitu kekurangan
zat besi, hipovitaminosis (vit B).
Gejala awal Angular cheilitis ialah rasa gatal pada sudut mulut dan terlihat
tampilan kulit yang meradang dan bintik merah. Pada awalnya, hal ini
tidak berbahaya, tetapi akan terasa nyeri di sudut mulut dan mudah berdarah yang
dikarenakan oleh gerakan mulut seperti tertawa ataupun berbicara. Tingkat
keparahan inflamasi ini ditandai dengan retakan sudut mulut dan beberapa perdarahan
saat mulut dibuka (Lubna, 2012).
Gambaran Klinis angular cheilitis yaitu biasanya pada sudut mulut dan
bilateral, terasa kering & sensasi terbakar, terdapat area erythema & edema, terlihat
penebalan abu-abu putih pada sudut mulut, nyeri, gatal, rasa kasar, terdapat fissure
pada satu atau lebih dikedua sudut mulut (Isfandiasari, 2018).

Gambar angular cheilitis

b Exfoliative Cheilitis
Adalah kelainan inflamasi kronis superficial yang ditandai dengan adanya
pengelupasan permukaan keratin. berlokasi pada batas bibir, lebih sering bibir bawah
daripada bibir atas. gambaran klinisnya yaitu eritema pada vermilion border bibir,
adanya krusta, hiperkeratotik, bibir berfissur, pecah-pecah, berwarna kekuningan,
mengeluhkan nyeri, kesulitan berbicara, makan maupun tersenyum (Dewi Agustina,
2012).

Gambar exfoliative cheilitis


c Actinis Cheilitis
Actinis cheilitis merupakan kelainan degeneratif kronis pada bibir bawah yang
disebabkan oleh paparan sinar UV dalam jangka waktu panjang. Gambaran klinisnya
yaitu bibir keras, bersisik sedikit bengkak, penebalan pada vermilion, eritema ringan,
erosi dan nodul kecil (Isfandiasari, 2018).

Gambar actinis cheilitis

d Cheilitis glandularis
Kondisi inflamasi kronik pada kelenjar saliva minor yang terjadi pada bibir
bawah. Gambaran klinisnya yaitu adanya dilatasi pada kelenjar saliva minor, apabila
bibir ditekan dapat menghasilkan mukus/mucopustular dari ductus, dapat pula terjadi
adanya krusta/erosi, pembengkakan pada bibir bawah (Isfandiasari, 2018).

e Chronic Eczematous Cheilitis


Chronic eczematous cheilitis merupakan suatu keadaan lesi akibat iritasi.
Penyebabnya yaitu alergi nikel, alergi parfum. Gejala klinisnya terdapat eritema
sampai bawah hidung (Sri Lestari Ramadhani, 2018).

f Dermatitis kontak
Dermatitis kontak merupakan suatu keadaan inflamasi yang disebabkan oleh
bahan/substansi yang menempel pada kulit (Sri Lestari Ramadhani, 2018).

4. Immunopathogenesis dari allergic cheilitis contact


ACC adalah penyakit radang yang dipicu oleh haptens dan dimediasi oleh sel T.
Haptens kecil molekul reaktif dengan berat molekul di bawah 500 Da yang tidak
imunogenik sendiri, tetapi yang mengikat peptida dan protein, dengan demikian menjadi
diakui oleh sistem kekebalan tubuh. Spesifik-hapten T limfosit TL juga merespons
protein hapten ini kompleks (Bakula, 2011). ACC terjadi sebagai akibat dari kaskade
fisikokimia dan proses kekebalan yang bisa didaktik dibagi menjadi dua fase:
a induksi, juga disebut aferen. Induksi fase melibatkan semua langkah, dari kontak awal
dengan alergen terhadap perkembangan sensitisasi.
b elisitasi atau eferen. Elicitation dimulai setelah kontak dengan hapten individu yang
sebelumnya peka dan menghasilkan ACC

Sumber : (Bakula, 2011)


B. Peta Konsep

Reaksi Hipersensitivitas

Hipersensitivitas Hipersensitivitas Hipersensitivitas Hipersensitivitas


Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4

Ig E Ig M & IgG Seluler

4a 4b 4c 4d

Contact Non Contact

Diagnosis

Allergic Contact
Cheilitis
BAB III
KESIMPULAN

Reaksi hipersensitivitas merupakan reaksi yang tidak diinginkan yang dihasilkan


oleh adanya sistem imun pada kondisi tertentu. Reaksi hipersensitivitas dibagi menjadi
beberapa tipe yaitu reaksi hipersensitivitas tipe 1, reaksi hipersensitivitas tipe 2, reaksi
hipersensitivitas tipe 3 dan reaksi hipersensitivitas tipe 4. Reaksi hipersensitivitas tipe 1
merupakan reaksi cepat yang diperantarai oleh IgE. Reaksi hipersensitivitas tipe 2
diperantarai oleh IgG atau IgM. Reaksi hipersensitivitas tipe 3 diperatarai oleh kompleks
imun IgG atau IgM. Sedangkan reaksi hipersensitivitas tipe 4 merupakan reaksi lambat
yang diperantarai oleh seluler. Allergic contact cheilitis merupakan salah satu contoh dari
reaksi hipersensitivitas tipe 4.
Allergic contact cheilitis sendiri merupakan peradangan akut akibat alergi kontak
kimia yang menyebabkan kerusakan bibir. Biasanya disebabkan oleh alergen topical
seperti lipstick, pasta gigi, obat kumur, obat medis, makanan. Gambaran klinisnya yaitu
peradangan pada vermilion atau kulit sekitarnya, dapat terjadi pada bibir atas atau bawah /
keduanya, dapat pula melibatkan sudut mulut & mukosa bukal, pada vermilion tampak
kemerahan, kering, deskuamasi & berfisure dan biasanya ada gejala umum seperti terasa
terbakar. Diagnosis banding dari allergic contact cheilitis yaitu angular cheilitis, exfoliative
cheilitis, actinis cheilitis, cheilitis glandularis, chronic eczematous cheilitis, dermatitis
kontak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Atika, N. S. 2015. Pengaruh Ekstrak Teripang Emas terhadap IgE Mencit Balbc. Jurnal
PDGI vol 65 no 3 .
2. Bakula, A. 2011. Contact Allergy in the Mouth: Common Allergens Relevant to Dental
Practice. Acta Clin Croat 50:553-561 .

3. Baratawidjaja, K. G. 2012. Imunologi Dasar. Jakarta Edisi 10: Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia.
4. Dewi Agustina, G. S. 2012. Exfoliative Cheilitis dan Penatalaksanaannya. Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia. Vol.19 No.1 .
5. Gentinetta T, P. W. 2016. Drug Hypersensitivity Reactions : Pathomechanism and
Clinical Symptoms.
6. Hikmah, N. D. 2010. Seputar Reaksi Hipersensitivitas. Jurnal KG Unej Vol. 07 No.02 .
7. Isfandiasari, S. D. 2018. Catatan Oral Medicine. ISBN 978-602-0962-38-2.
8. Kusumadewi, S. 2017. Berbagai Reaksi Alergi terhadap Dental Material di Kedokteran
Gigi:Literatur Jurnal. Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana .
9. Lubna. 2012. Angular Cheilitis. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.
10. Mujayanto, R. 2017. Manifestasi Rongga Mulut Reaksi Hipersensitivitas. Departemen
PM Unissula .
11. Sri Lestari Ramadhani, S. W. 2018. Karakteristik Dermatitis Kontak. Prima Medical
Jurnal. Vol.1 .
12. Sung Erna, R. D. 2017. Penatalaksanaan Stomatitis Alergika Disertai Dermatitis
Perioral Akibat Alergi Telur. Insisiva Dental Journal Vol. 6 No.1 .

Anda mungkin juga menyukai