Anda di halaman 1dari 17

SKENARIO 2 “ STRUMA DIFUSA TOKSIK”

Anatomi Kelenjar Tiroid

Kelenjar thyroid berkembang dari endoderm yang berasal dari sulkus pharyngeus
pertama dan kedua pada garis tengah. Tempat pembentukan kelenjar thyroid
menjadi foramen sekum di pangkal lidah. Jaringan endodermal ini turun ke leher
sampai setinggi cincin trakea kedua dan ketiga yang kemudian membentuk kedua
lobi. Kelenjar thyroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke 12 masa
kehidupan intrauterine.
Permukaan medial tiap lobus dibentuk di atas larynx dan trakea. Secara superficial,
kelenjar ini ditutupi oleh muskulus sternokleidomastoideus, muskulus
sternohyoideus, dan di bawah oleh batas anterior muskulus sternokleidomastoideus.
Di superior kelenjar ini dalam hubungan dengan muskulus cricothyroideus.
Thyroidea (dari Yunani thyreos, pelindung) merupakan suatu kelanjar endokrin sangat vascular, merah kecoklatan
yang terdiri dari lobus dexter dan sinister yang berhubungan melintasi garis tengah oleh istmus. Tiap lobus mencapai
superior sejauh linea oblique sejauh cartilago thyroidea; istmus terletak di atas cincin iga kedua dan ketiga. Ujung
terbawah lobus biasanya di atas cincin trakea keempat atau kelima. Kelenjar ini tertanam dalam lapisan pretrachealis
fascia cervicalis profunda. Biasanya beratnya sekitar 25 gram pada dewasa, sedikit lebih berat pada wanita dan
membesar secara fisiologis pada pubertas serta selama menstruasi dan kehamilan.
Kelenjar thyroid terletak di leher, antara fascia koli media dan fasia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama antara
trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar thyroid melekat pada trakea dan fascia pretrakhealis,
dan melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran.
Kelenjar thyroid kaya vaskularisasi, yaitu yang berasal dari empat sumber, yaitu a. karotis superior kanan dan kiri,
cabang a. karotis eksterna kanan dan kiri, dan kedua a. thyroidea inferior kanan dan kiri, cabang a. brakhialis. Sistem
venanya terdiri atas v. Thyroidea superior berjalan bersama arterinya; v. Thyroidea media berada di lateral,
berdekatan dengan a. thyroidea inferior, dan v. thyroidea inferior.
Vena thyroidea mulai dibentuk pada permukaan kelenjar dan dapat mudah dirusak pada eksplorasi. Vena thyroidea
superior berjalan bersama arteria thyroidea superior dan berdrainase langsung ke dalam vena jugularis interna. Vena
thyroidea media terpisah dan berdrainase langsung ke dalam vena jugularis interna. Vena thyroidea inferior
mendrainase darah dari kutub bawah tiap lobus dan berjalan ke vena brachicephalica dextra.

Histologi Kelenjar Tiroid


• Kelenjar ini tersusun dari bentukan-bentukan bulat dengan ukuran yang
bervariasi yang disebut thyroid follicle.
• Setiap thyroid follicle terdiri dari sel-sel selapis kubis pada tepinya yang
disebut SEL FOLIKEL dan mengelilingi koloid di dalamnya. Folikel ini dikelilingi
jaringan ikat tipis yang kaya dengan pembuluh darah.
• Sel folikel yang mengelilingi thyroid folikel ini dapat berubah sesuai dengan
aktivitas kelenjar thyroid tersebut.
• Pada kelenjar thyroid yang hipoaktif, sel foikel menjadi kubis rendah,
bahkan dapat menjadi pipih. Tetapi bila aktivitas kelenjar ini tinggi, sel folikel
dapat berubah menjadi silindris, dengan warna koloid yang dapat berbeda
pada setiap thyroid folikel dan sering kali terdapat Vacuola Resorbsi pada
koloid tersebut.

Sel Parafolikuler
• Diantara thyroid folikel terdapat sel parafolikuler yang bisa berupa kelompok-kelompok sel ataupun hanya satu sel
yang menempel pada basal membran dari thyroid folikel. Sel ini mempunyai ukuran lebih besar dan warna lebih
pucat dari sel folikel.
• Fungsi sel parafolikuler ini menghasilkan Hormon Thyricacitonin yang dapat menurunkan kadar kalsium darah.

1
Sintesis Kelenjar Tiroid

Sel-sel kelenjar tiroid memiliki sel kelenjar khas yang menyekresi protein. Retikulum endoplasma dan alat golgi
mensintesis dan menyekresi molekul glikoprotein besar yaitu Tiroglobulin dengan berat molekul 335.000 ke dalam
globulin. Setiap molekul tiroglobulin mengandung 70 asam amino tirosin.

Tahap-tahap pembentukan hormon tiroid :


1. Oksidasi ion iodida
Perubahan ino iodida menjadi bentuk iodium yang teroksidasi kemudian langsung berikatan dengan asam
amino tirosin.
Proses ini ditingkatkan oleh enzim peroksidase dan penyertanya Hidrogen Peroksidase, yang menyediakan
suatu sistem yang kuat yang mampu mengoksidasi iodida. Enzim peroksidase terletak di bagian apikal
membarn sel atua melekat pada membran sel, sehingga iodium yang teroksidasi tadi di dalam sel tepat pada
tempat molekul tiroglobulin(TGB) mula-mula dikeluarkan dari alat golgi dan kemudian melalui membran
masuk ke dalam koloid penyimpanan.
2. Proses organifikasi
Pengikatan iodium dengan molekul TGB dinamakan organifikasi TGB.
Bahkan sewaktu masih dalam bentuk molekul, iodium yang sudah teroksidasi itu akan berikatan langsung
tetapi secara lambat dengan asam amino tirosin, tetapi di dalam sel-sel tiroid, iodium yang teroksidasi itu
berasosiasi dengan enzim iodinase sehingga proses ini dapat berlangsung selama beberapa detik atau
beberapa menit.
3. Tirosin mula-mula diiodisasi membentuk Monoiodotirosin dan Diiodotirosin. Kemudian membentuk T 3 dan T4
. Hormon yang sudah terbentuk disimpan di dalam folikel dalam jumlah yang cukup untuk mensuplai tubuh
dengan kebutuhan yang normal selama 2-3 bulan.Oleh karena itu bila terjadi gangguan sintesiss baru akan
tampak setelah beberapa bulan kemudian.

Sekresi hormon tiroid


Permukaan apikal sel-sel tiroid menjulurkan pseudopodia mengelilingi sebagian kecil koloid sehingga terbentuk
vesikel pinositik yang masuk ke bagian apeks dari sel-sel tiroid. Kemudian lisosom segera bergaabung dengan vesikel-
2
vesikel ini untuk membentuk vesikel-vesikel digestif yang mengandung enzim-enzim pencernaan yang berasal dari
lisosom yang sudah bercampur dengan bahan koloid tadi. Proteinase yang ada diantara enzim-enzim ini akan
mencernakan molekul-molekul TGB dan akan melepas tiroksin dan triiodotironin, yang selanjutnya akan berdifusi
melewati bagian basaal dari sel-sel tiroid ke pembuluh-pembuluh kapiler disekitarnya.
(Guyton)

Mekanisme Kerja Hormon Tiroid


Kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat mekanisme :
1. Sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas-tirotropin hipotalamus (TRH)
merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon perangsang-tiroid hipofisis anterior (TSH), yang pada
gilirannya merangsang sekresi hormon dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid
2. Deiodininase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek dari T4 dan T3
3. Autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam hubungannya dengan suplai iodinnya
4. Stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH
Thyrotropin-Releasing Hormone
Hormon pelepas-tirotropin (TRH) merupakan sua tu tripeptida, piroglutamil-histidil-prolineamida, disintesis oleh
neuron dalam nuklei supraoptik dan supraventrikuler dari hipotalamus . Hormon ini disimpan eminensia mediana
dari hipotalamus dan kemudian diangkut via sistem venosa portal hipofisis ke batang hipofisis ke kelenjar hipofisis
anterior, di mana ia mengendalikan sintesis dan pelepasan dari TSH. TRH juga ditemukan pada bagian lain dari
hipotalamus, otak, dan medula spinalis, di mana ia berfungsi sebagai suatu neurotransmiter. Gen untuk preproTRH
mengandung suatu unit transkripsi 3.3-kb yang menyandi enam molekul TRH. Gen ini juga menyandi neuropeptida
lain yang secara biologik kemungkinan bermakna. Pada kelenjar hipofisis anterior, TRH berikatan dengan reseptor
membran spesifik pada tirotrop dan sel pensekresi-prolaktin, merangsang sintesis dan pelepasan TSH maupun
prolaktin. Hormon tiroid menyebabkan suatu pengosongan lambat dari reseptor TRH hipofisis, mengurangi respons
TRH; estrogen meningkatkan reseptor TRH, meningkatkan kepekaan hipofisis terhadap TRH.

Gambar 3 . Sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid. TRH dihasilkan di


hipotalamus mencapai tirotrop di hipofisis anterior melalui sistem
portal hipotalamus-hipofisis dan merangsang sintesis dan pelepasan
TSH.Baik hipotalamus dan hipofisis, T3 terutama menghambat
sekresi TRH dan TSH. T4 mengalami monodeiodinasi menjadi T3 di
neural dan hipofisis sebagaimana di jaringan perifer.

Respons dari tirotrop hipofisis terhadap TRH adalah bimodal :


Pertama, merangsang pelepasan dari hormon yang disimpan; kedua,
merangsang aktivitas gen, yang meningkatkan sintesis hormon. TRH
berikatan dengan reseptornya pada tirotrop dan mengaktivasi suatu
protein G, yang pada gilirannya mengaktivasi fosfolipase c untuk
menghidrolisa fosfatidilinositol-4,5-bisfosfat (PIP2) menjadi inositol-
1,4,5-trifosfat (IP3). IP3 merangsang pelepasan dari Ca2+
intraselular, yang menyebabkan respons letupan pertama dari
pelepasan hormon. Secara serentak, terdapat pembangkitan dari
1,2-diasilgliserol (1,2-DG), yang mengaktivasi protein kinase C,
walaupun bertanggung jawab untuk fase kedua dan bertahan dari
sekresi hormon. Peningkatan dalam Ca2+ intraselular dan kinase
protein C dapat melibatkan suatu peningkatan transkripsi . TRH juga
merangsang glikosilasi TSH, yang diperlukan untuk aktivitas biologik
penuh dari hormon ini. Dengan demikian pasien dengan tumor
hipotalamus dan hipotiroidisme kemungkinan mempunyai TSH yang
terukur, yang tidak aktif secara biologik.

3
Tirotropin
TSH mempunyai banyak aksi pada sel tiroid. Sebagian besar dari aksinya diperantarai melalui sistem G protein-
adenilil siklase-cAMP, tetapi aktivasi dari sistem fosfatidilinositol (PIP2) dengan peningkatan dair kalsium 14
intraselular dapat juga terlibat). Aksi utama dari TSH termasuk yang berikut ini :
A. Perubahan Morfologi Sel Tiroid : TSH secara cepat menimbulkan pseudopod pada batas sel-koloid, mempercepat
resorpsi tiroglobulin. Kandungan koloid berkurang. Tetesan koloid intraselular dibentuk dan pembentukan lisosom
dirangsang, meningkatkan hidrolisis tiroglobulin .
B. Pertumbuhan Sel : Masing-masing sel tiroid bertambah ukurannya; vaskularisasi meningkat; dan setelah beberapa
waktu, timbul pembesaran tiroid, atau goiter.
C. Metabolisme Iodin : TSH merangsang semua fase metabolisme iodida, dari peningkatan ambilan dan transpor
iodida hingga peningkatan iodinasi tiroglobulin dan peningkatan sekresi hormon tiroid. Peningkatan dari cAMP
memperantarai peningkatan transpor iodida, sementara hidrolisa PTP2 dan peningkatan Ca2+ intraselular
merangsang iodinasi dari tiroglobulin. Efek TSH terhadap transpor iodida adalah bifasik : Pada awalnya terdepresi
(effluks iodida); dan kemudian, setelah suatu kelambatan beberapa jam, ambilan iodida meningkat. Efluks dari iodida
dapat disebabkan oleh peningkatan yang cepat dari hidrolisis tiroglobulin dengan pelepasan hormon dan keluarnya
iodida dari kelenjar.
D. Peningkatan mRNA untuk tiroglobulin dan peroksidase tiroidal, dengan suatu peningkatan pemasukan I ke dalam
MIT, DIT, T3 dan T4.
E. Peningkatan aktivitas lisosomal, dengan peningkatan sekresi T4 dan T3 dari kelenjar. Juga terdapat peningkatan
aktivitas deiodinase-5' tipe 1, memelihara iodin intratiroid.
F. TSH mempunyai banyak efek lain terhadap kelenjar tiroid, termasuk stimulasi dari ambilan glukosa, konsumsi
oksigen, produksi CO2, dan suatu peningkatan dari oksidase glukosa via lintasan heksosemonofosfat dan siklus Krebs.
Terdapat suatu percepatan penggantian fosfolipid dan perangsangan sintesis prekursor purin dan pirimidin, dengan
peningkatan sintesis DNA dan RNA.

Efek Fisiologik Hormon Tiroid

4
Efek transkripsional dari T3 secara karakteristik memperlihatkan suatu lag time berjam-jam atau berhari-hari untuk
mencapai efek yang penuh. Aksi genomik ini menimbulkan sejumlah efek, termasuk efek pada pertumbuhan
jaringan, pematangan otak, dan peningkatan produksi panas dan konsumsi oksigen yang sebagian disebabkan oleh
peningkatan aktivitas dari Na+-K+ ATPase, produksi dari reseptor beta-adrenergik yang meningkat. Sejumlah
aksi dari T3 tidak genomik, seperti penurunan dari deiodinase-5' tipe 2 hipofisis dan peningkatan dari transpor
glukosa dan asam amino. Sejumlah efek spesifik dari hormon tiroid diringkaskan berikut ini.
Efek pada Perkembangan Janin
Sistem TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janinmanusia sekitar 11 minggu. Sebelum saat ini, tiroid
janin tidak mengkonsentrasikan 12 I. Karena kandungan plasenta yang tinggi dari deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar
T3 dan T4 maternal diinaktivasi dalam plasenta, dan sangat sedikit sekali hormon bebas mencapai sirkulasi janin.
Dengan demikian, janin sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri. Walaupun sejumlah pertumbuhan
janin terjadi tanpa adanya sekresi hormon tiroid janin, perkembangan otak dan pematangan skeletal jelas terganggu,
menimbulkan kretinisme (retardasi mental dan dwarfisme/cebol).
Efek pada Konsumsi Oksigen, Produksi panas, dan Pembentukan Radikal Bebas
T3 meningkatkan konsumsi O2 dan produksi panas sebagian melalui stimulasi Na+-K+ ATPase dalam semua jaringan
kecuali otak, lien, dan testis. Hal ini berperan pada peningkatan kecepatan metabolisme basal (keseluruhan
konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada hipertiroidisme. Hormon tiroid
juga menurunkan kadar dismutase superoksida, menimbulkan peningkatan pembentukan radikal bebas anion
superoksida. Hal ini dapat berperan pada timbulnya efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik.
Efek Kardiovaskular
T3 merangsang transkripsi dari rantai berat miosin dan menghambat rantai berat miosin, memperbaiki kontraktilitas
otot jantung. T3 juga meningkatkan transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan
kontraksi diastolik jantung; mengubah isoform dari gen Na+ -K+ ATPase gen; dan meningkatkan reseptor adrenergik-
beta dan konsentrasi protein G. Dengan demikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang
nyata terhadap jantung. Hal ini merupakan penyebab dari keluaran jantung dan peningkatan nadi yang nyata pada
hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme.
Efek Simpatik
Seperti dicatat di atas, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta dalam otot jantung, otot
skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit. Mereka juga menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial. Di samping itu;
mereka juga dapat memperbesar aksi katekolamin pada tempat pascareseptor. Dengan demikian, kepekaan terhadap
katekolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan obat-obatan penyekat adrenergik-beta
dapat sangat membantu dalam mengendalikan takikardia dan aritmia.
Efek Pulmonar
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal pada pusat pernapasan. Pada
hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, kadangkadang memerlukan ventilasi bantuan.
Efek Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan peningkatan produksi eritropoietin dan
peningkatan eritropoiesis. Namun, volume darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi dan peningkatan
penggantian eritrosit. Hormon tiroid meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit, memungkinkan
peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan penyediaan O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya
terjadi pada hipotiroidisme.
Efek Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbuklan peningkatan motilitas dan diare pada
hipertiroidisme dan memperlambat transit usus serta konstipasi pada hipotiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada
timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada hipotiroidisme dan pertambahan berat pada hipotiroidisme.
Efek Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan resorpsi tulang, dan hingga tingkat yang
lebih kecil, pembentukan tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme dapat menimbulkan osteopenia yang bermakna,
dan pada kasus berat, hiperkalsemia sedang, hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan
hubungan-silang pyridinium.
Efek Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak protein struktural, pada hipertiroidisme
terdapat peningkatan penggantian protein dan kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat berkaitan dengan

5
kreatinuria sontan. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, secara klinik diamati
adanya hiperefleksia atau hipertiroidisme-atau sebaliknya pada hipotiroidisme. Hormon tiroid penting untuk
perkembangan dan fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme serta kelambanan
pada hipotiroidisme dapat mencolok.
Efek pada Lipid dan Metabolisme Karbohidrat
Hipertiroidisme meningkatkan glukoneogenesis dan glikogenolisis hati demikian pula absorpsi glukosa usus. Dengan
demikian, hipertiroidisme akan mengeksaserbasi diabetes melitus primer. Sintesis dan degradasi kolesterol keduanya
meningkat oleh hormon tiroid. Efek yang terakhir ini sebagian besar disebabkan oleh suatu peningkatan dari reseptor
low-density lipoprotein (LDL) hati, sehingga kadar kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang berlebihan.
Lipolisis juga meningkat, melepaskan asam lemak dan gliserol. Sebaliknya, kadar kolesterol meningkat pada
hipotiroidisme.
Efek Endokrin
Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan obat-obatan farmakologik. Contohnya,
waktu-paruh dari kortisol adalah sekitar 100 menit pada orang normal, sekitar 50 menit pada pasien hipertiroid,
sekitar 150 menit pada pasien hipotiroid. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada pasien hipertiroid;
dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu kadar hormon sirkulasi yang normal. Namun, pada
seorang pasien dengan insufisiensi adrenal, timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari hipotiroidisme
dapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal. Ovulasi dapat terganggu pada hipertiroidisme maupun
hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas, yang dapat dikoreksi dengan pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin
serum meningkat sekitar 40% pada pasien dengan hipotiroidisme, kemungkinan suatu manifestasi dari peningkatan
pelepasan TRH; hal ini akan kembali normal dengan terapi T4.

Hipertiroidisme
Definisi
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid yang terlalu aktif menghasilkan suatu jumlah yang
berlebihan dari hormon-hormon tiroid yang beredar dalam darah.

Etiologi Hipertiroidisme
 Thyrotoxicosis adalah suatu kondisi keracunan yang disebabkan oleh suatu kelebihan hormon-hormon tiroid
dari penyebab mana saja. Thyrotoxicosis dapat disebabkan oleh suatu pemasukan yang berlebihan dari
hormon-hormon tiroid atau oleh produksi hormon-hormon tiroid yang berlebihan oleh kelenjar tiroid.
 Penyakit Graves
Penyakit Graves, yang disebabkan oleh suatu aktivitas yang berlebihan dari kelenjar tiroid yang disama
ratakan, adalah penyebab yang paling umum dari hipertiroid. Pada kondisi ini, kelenjar tiroid biasanya adalah
pengkhianat, yang berarti ia telah kehilangan kemampuannya untuk merespon pada kontrol yang normal
oleh kelenjar pituitari via TSH. Penyakit Graves adalah diturunkan/diwariskan dan adalah sampai lima kali
lebih umum diantara wanita-wanita daripada pria-pria. Penyakit Graves diperkirakan adalah suatu penyakit
autoimun, dan antibodi-antibodi yang adalah karakteristik-karakteristik dari penyakit ini mungkin ditemukan
dalam darah. Antibodi-antibodi ini termasuk thyroid stimulating immunoglobulin (TSI antibodies), thyroid
peroxidase antibodies (TPO), dan antibodi-antibodi reseptor TSH. Pencetus-pencetus untuk penyakit Grave
termasuk: stres, merokok, radiasi pada leher,obat-obatan dan organisme-organisme yang menyebabkan
infeksi seperti virus-virus. Penyakit Grave' mungkin berhubungan dengan penyakit mata (Graves'
ophthalmopathy) dan luka-luka kulit (dermopathy). Ophthalmopathy dapat terjadi sebelum, sesudah, atau
pada saat yang sama dengan hipertiroid. Pada awalnya, ia mungkin menyebabkan kepekaan terhadap cahaya
dan suatu perasaan dari "ada pasir didalam mata-mata". Mata-mata mungkin menonjol keluar dan
penglihatan ganda (dobel) dapat terjadi. Derajat dari ophthalmopathy diperburuk pada mereka yang
merokok. Jalannya penyakit mata seringkali tidak tergantung dari penyakit tiroid, dan terapi steroid mungkin
perlu untuk mengontrol peradangan yang menyebabkan ophthalmopathy. Sebagai tambahan, intervensi
secara operasi mungkin diperlukan. Kondisi kulit (dermopathy) adalah jarang dan menyebabkan suatu ruam
kulit yang tanpa sakit, merah, tidak halus yang tampak pada muka dari kaki-kaki.

 Functioning Adenoma dan Toxic Multinodular Goiter


Kelenjar tiroid (seperti banyak area-area lain dari tubuh) menjadi lebih bergumpal-gumpal ketika kita menua.
Pada kebanyakan kasus-kasus, gumpal-gumpal ini tidak memproduksi hormon-hormon tiroid dan tidak
6
memerlukan perawatan. Adakalanya, suatu benjolan mungkin menjadi "otonomi", yang berarti bahwa ia
tidak merespon pada pengaturan pituitari via TSH dan memproduksi hormon-hormon tiroid dengan bebas.
Ini menjadi lebih mungkin jika benjolan lebih besar dari 3 cm. Ketika ada suatu benjolan (nodule) tunggal
yang memproduksi secara bebas hormon-hormon tiroid, itu disebut suatu functioning nodule. Jika ada lebih
dari satu functioning nodule, istilah toxic multinodular goiter (gondokan) digunakan. Functioning nodules
mungkin siap dideteksi dengan suatu thyroid scan.
 Pemasukkan hormon-hormon tiroid yang berlebihan
Mengambil terlalu banyak obat hormon tiroid sebenarnya adalah sungguh umum. Dosis-dosis hormon-
hormon tiroid yang berlebihan seringkali tidak terdeteksi disebabkan kurangnya follow-up dari pasien-pasien
yang meminum obat tiroid mereka. Orang-orang lain mungkin menyalahgunakan obat dalam suatu usaha
untuk mencapai tujuan-tujuan lain seperti menurunkan berat badan. Pasien-pasien ini dapat diidentifikasikan
dengan mendapatkan suatu pengambilan yodium berlabel radioaktif yang rendah (radioiodine) pada suatu
thyroid scan.
 Pengeluaran abnormal dari TSH
Sebuah tmor didalam kelenjar pituitari mungkin menghasilkan suatu pengeluaran dari TSH (thyroid
stimulating hormone) yang tingginya abnormal. Ini menjurus pada tanda yang berlebihan pada kelenjar tiroid
untuk menghasilkan hormon-hormon tiroid. Kondisi ini adalah sangat jarang dan dapat dikaitkan dengan
kelainan-kelainan lain dari kelenjar pituitari. Untuk mengidentifikasi kekacauan ini, seorang endocrinologist
melakukan tes-tes terperinci untuk menilai pelepasan dari TSH.
 Tiroiditis (peradangan dari tiroid)
Peradangan dari kelenjar tiroid mungkin terjadi setelah suatu penyakit virus (subacute thyroiditis). Kondisi ini
berhubungan dengan suatu demam dan suatu sakit leher yang seringkali sakit pada waktu menelan. Kelenjar
tiroid juga lunak jika disentuh. Mungkin ada sakit-sakit leher dan nyeri-nyeri yang disama ratakan.
Peradangan kelenjar dengan suatu akumulasi sel-sel darah putih dikenal sebagai lymphocytes (lymphocytic
thyroiditis) mungkin juga terjadi. Pada kedua kondisi-kondisi ini, peradangan meninggalkan kelenjar tiroid
"bocor", sehingga jumlah hormon tiroid yang masuk ke darah meningkat. Lymphocytic thyroiditis adalah
paling umum setelah suatu kehamilan dan dapat sebenarnya terjadi pada sampai dengan 8 % dari wanita-
wanita setelah melahirkan. Pada kasus-kasus ini,fase hipertiroid dapat berlangsung dari 4 sampai 12 minggu
dan seringkali diikuti oleh suatu fase hipotiroid (hasil tiroid yang rendah) yang dapat berlangsung sampai 6
bulan. Mayoritas dari wanita-wanita yang terpengaruh kembali ke suatu keadaan fungsi tiroid yang normal.
Tiroiditis dapat didiagnosis dengan suatu thyroid scan.
 Pemasukkan Yodium yang berlebihan
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon-hormon tiroid. Suatu kelebihan yodium dapat
menyebabkan hipertiroid. Hipertiroid yang dipengaruhi/diinduksi oleh yodium biasanya terlihat pada pasien-
pasien yang telah mempunyai kelenjar tiroid abnormal yang mendasarinya. Obat-obat tertentu, seperti
amiodarone (Cordarone), yang digunakan dalam perawatan persoalan-persoalan jantung, mengandung suatu
jumlah yodium yang besar dan mungkin berkaitan dengan kelainan-kelainan fungsi tiroid.
 Hipertiroidisme sekunder
Hipertiroidisme bisa disebabkan oleh tumor hipofisa yang menghasilkan terlalu banyak TSH, sehingga
merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan. Penyebab lainnya adalah perlawanan
hipofisa terhadap hormon tiroid, sehingga kelenjar hipofisa menghasilkan terlalu banyak TSH. Wanita dengan
mola hidatidosa (hamil anggur) juga bis menderita hipertiroidisme karena perangsangan yang berlebihan
terhadap kelenjar tirois akibat kadar HCG (human chorionic gonadotropin) yang tinggi dalam darah. Jika
kehamilan anggur berakhir dan HCG tidak ditemukan lagi di dalam darah, maka hipertiroidisme akan
menghilang.
(www.totalkesehatananda.com)

Klasifikasi Hipertiroid
Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan) menurut American society for Study of Goiter membagi :
1. Struma Non Toxic Diffusa
2. Struma Non Toxic Nodusa
7
3. Stuma Toxic Diffusa
4. Struma Toxic Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti
hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.
1. Struma non toxic nodusa
Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.
Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien
dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan
oleh beberapa hal, yaitu :
 Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50
mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan
hypothyroidism dan cretinism.
 Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid autoimun
 Goitrogen :
a. Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang
mengandung yodium
b. Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari
tambang batu dan batubara.
c. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-
padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
 Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid
 Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul
benigna dan maligna.
(Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,)
http://www.emedicine.com/med/topic919.htm
2. Struma Non Toxic Diffusa
Etiologi :
 Defisiensi Iodium
 Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis
 Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan pelepasan hormon
tiroid.
 Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormo tiroid,
gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin
 Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid.
 Terpapar radiasi
 Penyakit deposisi
 Resistensi hormon tiroid
 Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)
 Silent thyroiditis
 Agen-agen infeksi
 Suppuratif Akut : bacterial
 Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit
 Keganasan Tiroid
(Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,)
http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm

3. Struma Toxic Nodusa


Etiologi :
 Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
 Aktivasi reseptor TSH
 Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G

8
 Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth factor-1,
epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.
(Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine.,)
http://www.emedicine.com/med/topic920.htm
4. Struma Toxic Diffusa
Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit autoimun yang
masih belum diketahui penyebab pastinya.
(Adediji., Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine.,)
http://www.emedicine.com/med/topic917.htm

Patogenesis
Penyakit Graves
Penyakit Graves adalah suatu gangguan autoimun, pada gangguan tersebut terdapat beragam autoantibodi dalam
serum. Antibodi ini mencakup antibodi terhadap reseptor TSH, peroksisom, tiroid, dan tiroglobulin. Dari ketiganya,
reseptor TSH adalah autoantigen terpenting yang menyebabkan terbentuknya antibodi. Efek antibodi yang terbentuk
berbeda-beda, bergantung pada epitop reseptor TSH mana yang menjadi sasarannya. Sebagai contoh, salah satu
antibodi, yang disebut thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI), mengikat reseptor TSH ntuk merangsang jalur
adenilat siklase/AMP siklik, yang menyebabkan peningkatan pembebasan hormon tiroid. Golongan antibodi yang
lain, yang juga ditujukan pada reseptor TSH, dilaporkan menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid (thyroid growth-
stimulating immunoglobin, atau TGI). Antibodi yang lain lagi, yang disebut TSH-binding inhibitor immunoglobulins
(TBII), menghambat pengikatan reseptor TSH ke reseptornya pada sel epitel tiroid. Dalam prosesnya, sebian bentuk
TBII berkerja mirip dengan TSH sehingga terjadi stimulasi aktivitas sel epitel tiroid, sementara bentuk yang lain
menghambat fungsi sel tiroid. Tidak jarang ditemukan secara bersamaan imunoglobin yang merangsang dan
menghamabt dalam serum pasien yang sama, suatu temuan yang dapat menjelaskan mengapa sebagian pasien
dengan penyakit graves secara spontan mengalami episode hipotiroidisme.
Meskipun peran antibodi sebagai penyebab penyakit graves tampaknya sudah dipastikan, apa yang menyebabkan sel
B menghasilkan autoantibodi tersebut masih belum jelas. Tidak diragukan lagi bahwa sekresi antibodi oleh sel B
dipicu oleh sel T penolong CD4 +, yang banyak di antaranya terdapat di dalam kapiler tiroid. Sel T penolong intratiroid
juga tersensitasi ke reseptor tirotropin, dan sel ini mengeluarkan faktor larut, seperti interferon-γ dan faktor nekrosis
tumor. Faktor ini pada gilirannya memicu ekspresi molekul HLA kelas II dan molekul kostimulatorik sel T pada sel
epitel tiroid, yang memungkinkan antigen tiroid tersaji ke sel T lain. Hal inilah yang mungkin mempertahankan
pengaktifan sel spesifik-reseptor TSH di dalam tiroid. Sesuai dengan sifat utama pengaktifan sel T penolong pada
autoimunitas tiroid, penyakit graves memperlihatkan keterlibatan dengan alel HLA-DR tertentu dan polimorfisme
antigen 4 limfosit T sitotoksik (CTLA-4). Pengaktifan CTLA-4 dalam keadaan normal meredam respon sel T, dan
mungkin sebagian alel mengizinkan pengaktifan sel T yang tak terkendali terhadap autoantigen.
Kemungkinan besar autoantibodi terhadap reseptor TSH juga berperan dalam timbulnya oftalmopati infiltratif yang
khas untuk penyakit graaves. Dipostulasikan bahwa jaringan tertentu di luar tiroid (misal, fibroblas orbital) secara
aberan mengekspresikan reseptor TSH di permukaannya. Sebagai respon terhadap antibodi antirespon TSH di darah
dan sitokin lain di milieu lokal, fibroblas ini mengalami diferensiasi menuju adiposit matang dan juga mengeluarkan
glikosaminoglikan hidrofilik ke dalam interstisium, keduanya berperan menyebabkan penonjolan orbital (eksoftalmus)
pada oftalmopati graves. Mekanisme serupa diperkirakan bekerja dalam dermopati graves, dengan fibroblas pratibia
yang mengandung reseptor TSH mengeluarkan glikosaminoglikan sebagai respon terhadap stimulasi autoantibodi
dan sitokin.

Patofisiologi
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid
gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic
gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna
metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid
akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel
9
kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma.
Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan
goitrogen.Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor
TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus
atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.

Gejala Klinis
Pada individu yang lebih muda manifestasi yang umum termasuk palpitasi, kegelisahan, mudah capai, hiperkinesia
dan diare, keringat banyak, tidak tahan panas, dan senang dingin. Sering terjadi penurunan
berat badan jelas, tanpa penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksik pada mata , dan
takikardia ringan umumnya terjadi pada umumnya terjadi. Kelemahan otot dan berkurangnya masa otot dapat sangat
berat sehingga pasien tidak dapat berdiri dari kursi tanpa bantuan. Pada anak-anak terdapat pertumbuhan cepat
dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien-pasien di atas 60 tahun, manifestasi kardiovaskuler dan
miopati sering lebih menonjol; keluhan yang paling menonjol adalah palpitasi, dispnea pada latihan, tremor, nervous,
dan penurunan berat badan.
Klasifikasi perubahan-perubahan pada mata pada penyakit graves

Tingkat 2 mewakili terkenanya jaringan lunak dengan edema periorbital; kongesti atau kemerahan konjungtiva dan
pembengkakan konjungtiva (kemosis). Tingkat 3 mewakili proptosisi sebagaimana diukur dengan eksoftalmometer
Hertel. Instrumen ini terdiri dari 2 prisma dengan skala dipasang pada suatu batang. Prisma-prisma ini diletakkan
pada tepi orbital lateral dan jarak dari tepi orbital ke kornea anterior diukur dengan skala . Tingkat 4 mewakili
keterlibatan otot yang paling sering terkena adalah rektus inferior, yang merusak lirikan ke atas. Otot yang kedua
paling sering terkena adalah rektus medialis dengan gangguan lirikan ke lateral. Tingkat 5 mewakili keterlibatan
kornea (keratitis), dan tingkat 6 hilangnya penglihatan akibat terkenanya nervus optikus. Seperti disebutkan di atas,
oftalmopatia disebabkan infiltrasi otot-otot ekstraokular oleh limfosit dan cairan edema pada suatu reaksi inflamasi
akut. Orbita berbentuk konus ditutupi oleh tulang; dan pembengkakan otot-otot ekstraokular karena ruang tertutup
ini menyebabkan protopsis bola mata dan gangguan pergerakan otot, mengakibatkan diplopia. Pembesaran otot
okular dapat ditunjukkan dengan baik menggunakan CT scan orbital atau MRI. Bila pembengkakan otot terjadi ke
posterior, menuju apeks dari konus orbitalis, nervus optikus tertekan dan bila hal ini terjadi, inilah yang akan mungkin
menyebabkan hilangnya penglihatan. Dermopatia tiroid terdiri dari penebalan kulit, terutama kulit di atas tibia
bagian bawah, yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans . Hal ini relatif jarang terjadi pada kirakira 2-3%
pasien dengan penyakit Graves. Biasanya dihubungkan dengan 49 oftalmopati dan titer serum TSH-R Ab [stim] yang
sangat tinggi. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit. Kadang-kadang mengenai seluruh tungkai bawah dan
dapat meluas sampai ke kaki. Keterlibatan tulang (osteopati) dengan pembentukan tulang subperiosteal dan
pembengkakan terutama jelas pada tulang-tulang metakarpal. Ini juga adaalh penemuan yang relatif jarang.
Penemuan yang lebih sering pada penyakit Graves adalah pemisahan/separasi kuku dari bantalannya atau onikolisis.

Gambaran klinis lain:


Gambaran yang khas pada penyakit graves : hiperplasia difus tiroid, oftalmopati, dan dermopati.
Pembesaran difus tiroid terdapat pada semua kasus penyakit graves. Pembesaran tiroid biasanya licin dan simetrik,
tetapi kadang-kadang asimetrik. Peningkatan aliran darah ke kelenjar yang hiperaktif kadang menimbulkan bruit yang
dapat didengar. Aktivitas berlebihan saraf simpatis menyebabkan pasien menatap dengan lebar dan melotot serta
kelopak mata membuka. Oftalmopati pada panyakit graves disebabkan oleh kombinasi infiltrasi limfosit,
10
pengendapan glikosaminoglikan, dan adipogenesisdalam jaringan ikatorbita sehingga terjadi penonjolan abnormal
bola mata (eksoftalmos). Proptosis mungkin mungkin menetap atau bertambah walaupun tirotoksikosisnya berhasil
diatasi, dan kadang menyebabkan cedera kornea dan jika parah menyebabkana kebutaan. Dermopati yang kadang
disebut miksedema pratibia, terdapat pada sebagian kecil kasus. Kelainan ini biasanya bermanifestasi sebagai
penebalan dan hiperpigmentasi kulit lokal di aspek anterior kaki dan tungkai bawah. Temua laboratorium pada
penyakit graves adalah peningkatan kadar T 4 dan T3 bebas serta penurunan kadar TSH. Karena folikel tiroid terus
mendapat rangsangan dari TSI, penyerapan yodium radioaktif meningkat dan pemindaian yodium radioaktif
memperlihatkan penyerapan difus yodium.
(Robbins, 2007)

Pemeriksaan
Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada hipotiroidisme lelah dijelaskan pada bagian uji tiroid. Sebenarnya, kombinasi
peningkatan FT4I atau FT4 dan TSH tersupresi membuat diagnosis hipertiroidisme. Pada penyakit Graves awal dan
rekuren, T3 dapat disekresikan pada jumlah berlebih sebelum T4, jadi serum T4 dapat normal sementara T3
meningkat. Jadi, jika TSH disupresi dan FT4I tidak meningkat, maka T3 harus diukur. Autoantibodi biasanya ada,
terutama imunoglobulin yang menstimulasi TSH-R Ab [stim]. Ini merupakan uji diagnostik yang membantu pada
pasien tiorid yang “apatetik" atau pada pasien yang mengalami eksoftalmus unilateral tanpa tanda-tanda yang jelas
atau manifestasi laboratorium adanya penyakit Graves. Ambilan radioiodin berguna ketika diduga ada hipotiroidisme
ambilan rendah; ini dapat terjadi pada fase subakut atau tiroiditis Hashimoto. Jenis hipopertiroidisme ini seringkali
sembuh spontan. Scan technetium atau 123I dapat
membantu bila dibutuhkan untuk memperlihatkan ukuran kelenjar dan mendeteksi adanya nodul "panas" atau
"dingin. Sejak uji TSH ultrasensitif dapat mendeteksi supresi TSH, uji TRH dan uji supresi TSH jarang dianjurkan.
Ekografi dan CT scan orbita telah menunjukkan adanya pembesaran otot pada kebanyakan pasien dengan penyakit
Graves walaupun tidak terdapat tanda-tanda klinis oftalmopati. Pada pasien dengan tanda-tanda klinis oftalmopati,
pembesaran otot orbita sering sangat menonjol.

Pemeriksaan Patologi Anatomi


Pada kasus penyakit Graves yang tipikal, kelenjar tiroid membesar
secara difus akibat adanya hipertrofi dan hiperplasia difus sel epitel
folikel tiroid. Kelenjar biasanya lunak dan licin, dan kapsulnya utuh.
Secara mikroskopis, sel epitel folikel pada kasus yang tidak diobati
tampak tinggi dan kolumnar serta ramai daripda biasanya.
Meningkatya jumlah sel ini menyebabkan terbentuknya papila kecil,
yang menonjol ke dalam lumen folikular. Papila ini tidak memiliki inti
fibrovaskular, berbeda dengan yang ditemukan pada karsinoma
papilar. Koloid di dalam lumen folikel tampak pucat dengan tepi
berlekuk-lekuk. Infiltrat limfoid, terutama terdiri atas sel T dengan
sedikit sel B dan sel plasma matang, terdapat di seluruh interstitium;
pusat germinativum sering ditemukan.

Diagnosis
Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal
struma.
Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui dengan palpasi atau
auskultasi :
1. Bentuk kista : Struma kistik
 Mengenai 1 lobus
 Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan
 Kadang Multilobaris
 Fluktuasi (+)
2. Bentuk Noduler : Struma nodusa
 Batas Jelas
 Konsistensi kenyal sampai keras
11
 Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma tiroidea
3. Bentuk diffusa : Struma diffusa
 batas tidak jelas
 Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek
4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa
 Tampak pembuluh darah
 Berdenyut
 Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa
 Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular vein
Dari faalnya struma dibedakan menjadi :
1. Eutiroid
2. Hipotiroid
3. Hipertiroid
Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :
1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid
2. Toksik : Hipertiroid
Pemeriksaan Fisik :
Status Generalis :
1. Tekanan darah meningkat
2. Nadi meningkat
3. Mata :
 Exopthalmus
 Stelwag Sign : Jarang berkedip
 Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu melihat ke bawah
 Morbus Sign : Sukar konvergensi
 Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi
 Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup
4. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus
5. Jantung : Takikardi

Status Lokalis :
1. Inspeksi
 Benjolan
 Warna
 Permukaan
 Bergerak waktu menelan
2. Palpasi
 Permukaan, suhu
 Batas :
Atas : Kartilago tiroid
Bawah : incisura jugularis
Medial : garis tengah leher
Lateral : M. Sternokleidomastoideus

Diagnosis Banding
Hipertiroidisme primer: penyakir Graves, struma multinudosa toksik, adenoma toksik, metastasisi karsinoma tiroid
fungsional, struma ovari,mutasi reseptor TSH, obat:kelebihan iodium, ( fenomena Jod Basedow )
Tirotoksikosis tanpa tiroidisme: tiroiditis sub akut, tiroiditis silent, destruksi tiroid, (karena aminoidarone,radiasi,
infark adenoma )asupan hormon tiroid berlebihan (tiritoksikosis factitia)
Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang
emnsekresi HCG, tirotoksikosis gestasional.
Selain itu, diagnosis banding lain:

12
 Struma difus toksik: merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang umumnya difus. Terdapat gejala hipertiroid
yang jelas berupa berdebar- debar, gelisah, palpitasi, banyak keringat, kulit halus dan hangat, kadang- kadang
ditemukan exopthalmus.
 Struma nodosa non toksik. Disebabkan oleh kekurangan yodium dalam makanan (biasanya didaerah
pegunungan) atau dishormogenesis (defek bawaan).
 Tiroiditis sub akut, biasanya sehabis infeksi saluran pernafasan. Pembesaran yang terjadi simetris dan nyeri
disertai penurunan berat badan, disfagia, nervositas, dan otalgia.
 Tiroiditis riedel, terutama pada wanita < 20 tahun. Gejalanya terdapat nyeri, disfagia, paralisis laring, dan
pembesaran tiroid unilateral yang keras seperti batu atau papan yang melekat dengan jaringan sekitarnya.
 Struma hashimoto, sering pada wanita. Merupakan penyakit autoimun, biasanya ditandai dengan benjolan
struma difusa disertai dengan keadaan hipotiroid, tanpa rasa nyeri.
 Adenoma paratiroid, biasanya tidak teraba dan terdapat perubahan kadar kalsium dan fosfor
 Karsinoma paratiroid, biasanya teraba, terdapat metastasis ketulang, kadar kalsium naik dan batu ginjal dapat
ditemukan.
 Metastasis tumor
 Teratoma, biasanya pada anak- anak dan berbatasan dengan kelenjar tiroid.
 Limfoma maligna

Tatalaksana
Ada 4 golongan penghambat sintesis hormon tiroid, yaitu :
 Antitiroid : yang menghambat sintesis hormon secara langsung.
 Penghambat ion : yang memblok mekanisme transpor yodida.
 Yodium dengan konsentrasi tinggi : yang dapat menguraangi sintesis dan pengeluaran hormon dari
kelenjarnya.
 Yodium radioaktif : yang merusak kelenjar dengan radiasi ionisasi.

ANTITIROID
Mekanisme kerja
Antitiroid golongan tionamida, misalnya propiltiourasil, menghambat proses inkorporasi yodium pada residu tirosil
dan tiroglobulin, dan juga menghambat penggabungan residu yodotirosil ini untuk membentuk yodotirosin. Kerjanya
dengan menghambat enzim peroksidase sehingga oksidasi ion yodida dan gugus yodotirosil terganggu.
Farmakokinetik
Farmakokinetik Propiltiourasil Metimazol
Ikatan protein plasma 75% -
T1/2 75 menit 4-6 jam
13
Volume distribusi 20 L 40 L
Metabolisme pada gangguan Normal Menurun
hati
Metabolisme pada gangguan Normal Normal
ginjal
Dosis 1-4 kali/hari 1-2 kali/hari
Daya tebus sawar plasenta Rendah Rendah
Jumlah yang disekresikan Sedikit Sedikit
dalam ASI

Efek Samping
Propiltiourasil dan metimazol jarang sekali menimbulkan efek samping dan bila timbul biasanya mempunyai
gambaran yang sama, frekuensinya kira-kira 3% untuk propiltiourasil dan 7% untuk metimazol. Agranulositosis akibat
propiltiourasil hanya timbul denga frekuensi 0,44% dan metimazol hanya 0,12%. Meski jarang agranulositosis
merupakan efek samping serius, untuk metimazol efek samping ini bersifat tergantung dosis sedang untuk
propiltiourasil tidak tergantung dosis. Reaksi yang paling sering timbul adalah purpura dan papular rash yang kadang-
kadang hilang sendiri. Gejala lain yang jarang sekali timbul adalah nyeri dan kaku sendi, terutama pada tangan dan
pergelangan. Reaksi demam obat, hepatitis, nefritis dapat terjadi pada penggunaan propiltiourasil dosis tinggi.

Indikasi
Antitiroid digunakan untuk terapi hipertiroidisme, untuk mengatasi gejala klinik sambil menunggu remisi spontan,
dan sebagai persiapan operasi. Juga dapat digunakan sebagai kombinasi dengan yodium radioaktif untuk
mempercepat perbaikan klinis sementara menunggu efek terapi yodium radioaktif.
Selain itu, antitiroid dapat digunakan untuk hipertiroidisme yang disertai dengan pembesaran kelenjar tiroid dengan
difus maupun nodular. Efek terapi umumnya tampak setelah 3-6 minggu terapi. Besarnya efek hambat fungsi tiroid
tergantung dari berat ringannya gangguan fungsi sebelum pemberian obat, jumlah hormon yang tersedia dan
besarnya dosis yang diberikan. Dosis terapi biasanya tidak sampai menghambat fungsi tiroid sacara total. Waktu yang
diperlukan untuk menyembuhkan setiap pasien juga berlainan.
Apabila obat yang diberikan sudah melebihi kebutuhan, maka pada pasien tampak gejala hipotiroidisme, misalnya
lemah, kantuk serta nyeri otak dan sendi. Kadang-kadang gejala hipotiroidisme yang timbuk begitu hebat hingga
pasien perlu mendapat sedian tiroid. Dalam keadaan ini hendaknya pemberian antitiroid diteruskan dengan dosis
yang lebih kecil. Jadi selama pengobatan dengan antitiroid harus diperhatikan ada tidaknya gejala hipotiroidisme
secara klinis maupun laboratoris. Perubahan fungsi tiroid menuju normal umumnya disertai pengecilan goiter. Goiter
yang menbesar selama pengobatan ini disebabkan hipotiriodisme yang timbul karena terapi berlebihan.
Keuntungan
 Pengunaan antitiroid adalah mengurangi tindakan operatif dan segala komplikasi yang mungkin timbul dan
mengurangi terjadinya miksedema yang menetap karena penggunaan yodium radiaktif
 Bisa digunakan pada ibu hamil (propiltiourasil), karena tiroidektomi sering menimbulkan abortus. Yodium
radioaktif tidak dapat diberikan terutama setelah trimester pertama kehamilan, karena merusak kelenjar
tiroid fetus. Tetapi pada trimester ketiga sebaiknya dosisnya dikurangi untuk menghindari terjadinya goiter
pada fetus.
 Sering digunakan bersama yodium untuk persiapan operasi tiroid pada pasien hipertiroidisme. Bila hanya
antitiroid saja yang diberikan, maka vaskularisasi tiroid akan bertambah dan kelenjar jadi lebih rapuh
sehingga menyulitkan jalannya operasi. Dengan pemberian yodium, vaskularisasi dan kerapuhan tersebut
akan berkurang.
Posologi
Propiltiourasil : tablet 50mg. Biasa diberikan denga dosis 100mg setiap 8jam.
Metimazol : table 5mg dan 10mg. Dosis dianjurkan 30mg sekali sehari.
Karbimazol : table 5mg dan 10mg. Dosis sama dengan meetimazol.

PENGHAMBAT TRANSPOR ION YODIDA


Penghambat ion yodida adalah obat yang dapat menghambat transport aktif ion yodida ke dalam kelenjar tiroid.
Obat tersebut berupa anion monovalen yang bentuk hidratnya mempunyai ukuran hampirr sebesar hidrat ion
14
yodida, misalnya tiosianat (SCN-), perklorat (CLO4-), dan fluoborat (BF4-). Obat golongan ini dapat menghambat fungsi
tiroid dan menimbulkan goiter.
Mekanisme kerja obat ini, dengan menghambat secara kompetitif sodium-iodide symporter (Natrium-iodide
symporter = NIS) yang dapat menghambat masuknya yodium.
Semua obat ini mampu menghilangkan perbedaan kadar yodida dalam plasma dan tiroid. Efek goitrogeniknya dapat
diatasi dengan pemberian tiroksin atau yodida.

YODIDA
Yodida merupakan obat tertua yang digunakan untuk pengobatan hipertiroidisme sebelum ditemukan antitiroid.
Pemberian yodida pada pasien hipertiroid menghasilkan efek terapi yang nyata, dalam hal ini yodida menekan fungsi
tiroid.

YODIUM RADIOAKTIF
Pada proses radiasi oleh suatu unsur radioaktif dipancarkan sinar-sinar α(inti Helium), sinar β (elektron), dan sinar γ
(gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan sinar X). Umumnya sinar-sinar tersebut dapat menimbulkan
kerusakan sel-sel tubuh, karena terjadi perubahan molekul dalam sel oleh sinar yang berenergi tinggi. Dalam jaringan
yang dilewati sinar radioaktif terjadi ionisasi, elektrron dilepaskan oleh molekul yang terkena radiasi, sehingga
terbentuk ion positif dan partikel ion negatif, oleh karena itu proses radiasi tersebut dinamai radiasi ionisasi.
Indikasi:
 Hipertiroidisme usia lanjut atau denga penyakit jantung.
 Penyakit graves yang menetap atau kambuh setelah tiroidektomi subtotal atau ssetelah memakai obat
antitiroid dalam jangka waktu lama.
 Goiter nodular toksik
 Goiter multinodular non-toksik yang disertai gejala kompresi
 Karsinoma tiroid
 Sebagai alat diagnostik fungsi tiroid
Kontraindikasi
Ibu hamil dan anak-anak.
Sebaiknya diberika pada pasien berusia lebih dari 25-30 tahun.
Sediaan
Larutan Natrium Yodida 131I dapat diberikan oral dan IV sedangkan kapsul Natrium Yodida 131I tersedia untuk
pemberian oral.
(farmakologi dan terapi, 2008)

TERAPI BEDAH
Tiroidektomi subtotal adalah terapi pilihan untuk pasienpasien dengan kelenjar yang sangat besar atau gotier
multinodular. Pasien dipersiapkan dengan obat antitiroid sampai eutitoid (kira-kira 6 minggu). Sebagai tambahan,
mulai 2 minggu sebelum hari operasi, pasien diberikan larutan jenuh kalium iodida, 5 tetes 2 kali sehari. Regimen ini
secara empiris menunjukkan bahwa dapat mengurangi vaskularitas kelenjar dan mempermudah operasi. Terdapat
ketidaksepakatan tentang berapa banyak jaringan tiroid harus diangkat. Tiroidektomi total biasanya tidak perlu
kecuali bila pasien mempunyai oftalmopati progresif yang berat . Sebaliknya, bila terlalu banyak jaringan tiroid
ditinggalkan, penyakitnya akan kambuh. Kebanyakan ahli bedah meninggalkan 2-54 3 gram jaringan tiroid pada
masing-masing sisi leher. Walaupun beberapa pasien tidak memerlukan tambahan tiroid setelah tiroidektomi untuk
penyakit Graves, kebanyakan pasien memerlukannya. Hipoparatiroidisme dan perlukaan nervus laringeus rekuren
terjadi sebagai komplikasi pembedahan pada kira-kira 1% kasus.

Terapi Komplikasi
A. Krisis Tirotoksikosis : Krisis tirotoksikosis (thyroid strom) membutuhkan penanganan intensif. Propranolol, 1-2 mg
pelan-pelan intravena atau 40-80 mg tiap 6 jam per oral, sangatlah penting dalam memantau aritmia. Bila ada gagal
jantung berat atau asma dan aritmia, pemberian secara hati-hati verapamil intravena dengan dosis 5-10 mg cukup
efektif. Sintesis hormon dihambat oleh pemberian propiltiourasil, 250 mg tiap 6 jam. Jika pasien tidak dapat makan
obat lewat mulut, maka dapat diberikan metimazol dengan dosis 25 mg tiap 6 jam dengan bentuk suppositoria rektal
atau enema. Setelah pemberian obat-obat antitiroid, pelepasan hormon dihambat oleh pemberian natrium iodida, 1
gr secara intravena dalam 24 jam, atau larutan jenuh kalium iodida, 10 tetes dua kali sehari. Natrium ipodat, 1 gr
15
sehari diberikan secara intravena atau per oral, dapat digunakan sebagai pengganti natrium iodida, tapi ini akan
menghambat penggunaan definitif terapi radioiodin untuk 3-6 bulan. Konversi T4 menjadi T3 dihambat sebagian oleh
kombinasi propanolol dan propiltiourasil, tapi pemberian hidrokortison hemisuksinat 50 mg intravena tiap 6 jam,
sebagai tambahan. Terapi suportif termasuk selimut pendingin dan asetaminofen untuk b antu mengendalikan
panas. Aspirin kemungkinan merupakan kontraindikasi, oleh karena kecenderungannya untuk mengikat TBC dan
menyingkirkan tiroksin, menyebabkan lebih banyak tiroksin yang tersedia dalam bentuk bebas. Cairan, elektrolit dan
nutrisi adalah penting. Untuk sedasi, fenobarbital kemungkinan paling baik karena mempercepat metabolisme
perifer dan inaktivasi tiroksin dan triiodotironin, akhirnya menyebabkan kadar-kadar ini menurun. Oksigen,
diuretika dan digitalis diindikasikan untuk gagal jantung. Akhirnya, sangatlah penting untuk mengobati proses
penyakit dasar yang mungkin menimbulkan eksaserbasi akut. Jadi, antibiotik, obat-obat anti alergi dan pelayanan
pascabedah merupakan indikasi untuk penanganan masalah-masalah ini. Tindakan-tindakan ekstrim (jarang
diperlukan) untuk mengendalikan krisis tirotoksikosis termasuk 57 plasmaferesis untuk menghilangkan kadar tironin
sirkulasi yang tinggi atau dialisis peritoneum untuk maksud yang sama.
B. Oftalmopati : Penanganan oftalmopati karena penyakit Graves melibatkan kerjasama erat antara ahli
endokrinologi dan ahli mata. Penanganan penyakit tiroid seperti digambarkan di atas, tapi berdasar pendapat
pengarang bab ini, diindikasikan eksisi total kelenjar tiroid atau ablasi total kelenjar dengan iodin radioaktif.
Walaupun terdapat kontroversi tentang perlunya ablasi total, pengangkatan atau destruksi kelenjar tiroid pasti
mencegah eksaserbasi dan kekambuhan yang akan memperburuk oftalmopati residual. Satu seri prednison
setelah terapi radioiodin akan mencegah peningkatan sementara antibodi tiroid setelah ablasi radioiodin kelenjar.
Tetap mengelevasikan kepala akan mengurangi edema periorbital. Untuk reaksi inflamasi akut yang berat s uatu
terapi kortikosteroid jangka pendek seringkali efektif, contoh prednison 100 mg tiap hari per oral dalam dosis terbagi
untuk 7-14 hari. Kemudian setiap dua hari selama 6- 12 minggu. Bila terapi kortikosteroid tidak efektif. Terapi foto
rontgen eksterna pada darah retrobulber dapat menolong. Dosis biasanya 2000 cGy pada 10 fraksi yang diberikan
selama periode waktu 2 minggu. Lensa dan struktur kamera anterior harus diberi pelindung. Pada kasus-kasus sangat
berat dengan ancaman terhadap penglihatan dapat digunakan dekompresi orbita. Satu jenis dekompresi orbita
menyangkut pendekatan transantral melalui sinus maksilaris dengan mengangkat lantai dinding lateral orbita. Pada
pendekatan anterior alternatif, orbita dimasuki lewat bawah bola mata, dan sebagai lantai dan dinding orbita
diangkat. Kedua pendekatan telah terbukti sangat efektif dan eksoftalmos dapat dikurangi sampai 5-7 mm pada tiap
mata dengan teknik ini. Setelah proses akut mereda, pasien seringkali mengalami penglihatan ganda atau kelainan
kelopak mata karena fibrosis otot dan kontraktur. Hal ini bisa dikoreksi dengan operasi kelopak kosmetis atau bedah
otot mata.
C. Tirotoksikosis dan Kehamilan : Tirotoksikosis selama kehamilan memberikan suatu masalah khusus. Iodin
radioaktif merupakan kontraindikasi karena menembus plasenta secara bebas dan dapat melukai tiroid fetus.
Tersedia dua pilihan lain yang baik. Bila penyakit dideteksi pada trimester pertama, pasien 58 dapat dipersiapkan
dengan propiltiourasil dan tiroidektomi subtotal dapat dilakukan dengan aman pada trimester kedua. Perlu
memberikan suplemen tiroid selama keseimbangan kehamilan. Alternatif lain adalah pasien dapat diobati dengan
obat-obatan antitiroid selama kehamilan, dengan menunda keputusan mengenai penanganan jangka panjang sampai
setelah melahirkan. Dosis obatobat antitiroid harus dijaga seminimal mungkin yang diperlukan untuk mengendalikan
gejala-gejala, karena obat-obatan ini menembus plasenta dan bisa berpengaruh pada fungsi dari kelenjar tiroid fetus.
Bila penyakit bisa dikendalikan dengan dosis awal propiltiourasil 300 mg atau kurang dan dosis pemeliharaan 50-150
mg/hari, kemungkinan terjadinya hipotiroidisme fetus sangatlah kecil. FT4I atau FT4 harus dipertahankan pada batas
atas ukuran normal dengan cara penurunan dosis propiltiourasil untuk penyesuaian. Tiroksin suplemen tidak
diperlukan. Menyusui tidak merupakan kontraindikasi karena propiltiourasil tidak
dikonsentrasikan di susu. Penyakit Graves dapat terjadi pada bayi yang baru lahir. Nampaknya ada 2 bentuk penyakit
pada neonatus pada ke 2 jenis ini, ibu mempunyai penyakit Graves atau anamnestik pernah kena penyakit Graves.
Akhir-akhir ini pada jenis pertama, anak dilahirkan kecil dengan otot-otot lemah, takikardi, panas dan sering distres
respirasi atau ikterus neonatorum. Pemeriksaan menunjukkan kelenjar tiroid yang membesar dan kadang-kadang
mata membengkak, yang menonjol. Denyut jantung cepat, suhu meningkat dan akhirnya kegagalan jantung.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan FT4I atau FT4 yang meningkat, T3 sangat meningkat dan biasanya TSH yang
rendah-bertentangan dengan bayi normal, yang mempunyai TSH yang tinggi pada waktu lahir. Umur tulang bisa
dipercepat. TSH-R Ab [stim] seringkali ditemukan baik pada serum bayi maupun ibu. Patogenesis sindroma ini
diperkirakan menyangkut transfer transplasental TSH-R Ab [stim] dan ibu ke janin yang diikuti oleh terjadinya
tirotoksikosis. Penyakit ini sembuh sendiri dan sembuh dalam jangka waktu 4-12 minggu, bersamaan dengan
turunnya TSH-R Ab [stim] anak. Terapi untuk bayi termasuk propiltiourasil dalam dosis 5-10 mg/kg/hari (dalam dosis
16
terbagi dengan selang waktu 8 jam); larutan iodin kuat (Lugol) 1 tetes (8 mg kalium iodida) tiap 8 jam dan propranolol
59 2 mg/kg/hari dalam dosis terbagi. Sebagai tambahan, nutrisi mencukupi, antibiotik bila ada infeksi, sedatif bila
perlu dan terapi suportif merupakan indikasi. Bila anak sangat toksik, terapi kor tikosteroid (prednison 2 mg/kg/hari)
akan menghambat sebagian konversi T4 jadi T3 dan bisa berguna dalam fase akut. Obatobatan di atas secara
bertahap dikurangi bersamaan dengan membaiknya si anak dan biasanya dapat dihentikan setelah 6-12 minggu.
Bentuk kedua dari penyakit Graves neonatus terjadi pada anak-anak dari keluarga dengan insiden penyakit Graves
yang tinggi. Gejala-gejala terjadi lebih lambat dan tidak bisa diperhatikan sampai anak berumur 3-6 bulan. Sindrome
ini diperkirakan diturunkan secara genetik sejati dari imunoregulasi limfosit yang terganggu. Ini jauh lebih berat
den.gan mortalitas 20% dan tanda-tanda disfungsi otak yang menetap walaupun setelah terapi yang berhasil.
Hipertiroidisme dapat bertahan selama bulanan atau tahunan dan membutuhkan terapi yang lama. Serum ibu dapat
mengandung antibodi penghambat TSH-R yang dapat menembus plasenta dan menimbulkan hipotiroidisme transien
pada bayi. Kondisi ini dapat diobati dengan tambahan T4 untuk waktu singkat.

Komplikasi
Krisis Tirotoksikosis ("thyroid strom") adalah eksaserbasi akut semua gejala tirotoksikosis, sering terjadi sebagai suatu
sindroma yang demikian berat sehingga dapat menyebabkan kematian. Kadang-kadang krisis tiroid dapat ringan dan
nampak hanya sebagai reaksi febris yang tidak bisa dijelaskan setelah operasi tiroid pada pasien yang persiapannya
tidak adekuat. Lebih sering, terjadi dalam bentuk yang lebih berat, setelah operasi, terapi iodin radioaktif atau partus
pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terkontrol adekuat atau selama penyakit 51
atau kelainan stres yang berat, seperti diabetes yang tidak terkontrol, trauma, infeksi akut, reaksi obat yang berat,
atau infark miokard. Manifestasi klinis krisis tiroid adalah hipermetabolisme yang menonjol dan respons adrenergik
berlebihan. Febris dari 38 sampai 41°C (10-106°F) dan dihubungkan dengan muka kemerahan dan keringat banyak.
Terdapat takikardi berat sering dengan fibrilasiatrium, tekanan nadi tinggi dan kadang-kadang gagal jantung. Gejala
susunan saraf pusat termasuk agitasi berat, gelisah, delirium, dan koma. Gejala gastrointestinal termasuk nausea,
muntah, diare dan ikterus. Akibat fatal ada hubungannya dengan gagal jantung dan syok (1,2,6) Pernah diduga bahwa
krisis tiroid adalah akibat bahwa pelepasan mendadak atau "dumping" cadangan tiroksin dan triiodotironin dari
kelenjar tirotoksis. Pemeriksaan lebih teliti telah mengungkapkan bahwa kadar T4 dan T3 serum pada pasien dengan
krisis tiroid tidaklah lebih tinggi daripada pasien tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Tidak ada bukti bahwa krisis tiroid
disebabkan oleh produksi triiodotironin berlebihan. Ada bukti bahwa pada tirotoksikos is terdapat peningkatan
jumlah tempat pengikatan untuk katekolamin, sehingga jantung dan jaringan saraf mempunyai kepekaan yang
meningkat terhadap katekolamin dalam sirkulasi. Tambahan pula, terdapat penurunan pengikatan terhadap TBG,
dengan peningkatan T3 dan T4 bebas. Teori saat ini bahwa dalam keadaan seperti ini, dengan tempat pengikatan
yang bertambah yang tersedia untuk katekolamin, suatu penyakit akut; infeksi atau stres bedah memacu pengeluaran
katekolamin, yang bersama-sama kadar T4 dan T3 bebas yang tinggi, menimbulkan problem akut ini.
Gambaran diagnostik klinis yang paling menonjol dari krisis tirotoksikosis adalah hiperpireksia yang jauh lebih berat
dari tanda-tanda lain. Penemuan laboratorium termasuk T4, FT4 dan T3 serum, juga TSH yang tersupresi.

17

Anda mungkin juga menyukai