Anda di halaman 1dari 57

Kegiatan Pembelajaran 5:

Pelacakan Kerusakan Komponen Elektronika

A. TUJUAN
Setelah pelatihan selesai peserta diklat dapat:
1. Menganalisis komponen pasif dan aktif yang digunakan
pada rangkaian elektronika,
2. Menemukan kemungkinan-kemungkinan kesalahan pada komponen
elektronika pasif dengan cara pengukuran,
3. Menemukan kemungkinan-kemungkinan kesalahan pada
komponen elektronika aktif dengan cara pengukuran.

B. INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI


1. Menemukan prosedur perawatan dan perbaikan peralatan
mekatronika (3C5).
2. Menemukan kesalahan pada prosedur pencarian kesalahan
(trouble- shooting) pada peralatan mekatronika (3C5)
3. Mendiagnosis dan memperbaiki kerusakan pada komponen serta
sistem mekatronika (4C6)

C. URAIAN MATERI
5.1 Pendahuluan
Elektronika merupakan ilmu yang mempelajari alat listrik arus lemah
yang dioperasikan dengan cara mengontrol aliran elektron atau partikel
bermuatan listrik dalam suatu alat seperti komputer, peralatan elektronik,
termokopel, semikonduktor, dan lain sebagainya. I lm u yang
mempelajari alat-alat seperti ini merupakan cabang dari ilmu fisika,
sementara bentuk desain dan pembuatan sirkuit elektroniknya adalah
bagian dari teknik elektro, teknik komputer, dan ilmu/teknik elektronika dan
instrumentasi.

Komponen elektronika berupa sebuah benda yang menjadi bagian


pendukung suatu rangkaian elektronika yang dapat bekerja sesuai dengan
kegunaannya. Mulai dari yang menempel langsung pada papan rangkaian
maupun dengan cara disolder atau tidak menempel langsung pada papan
Hal 149
rangkaian (dengan alat penghubung lain, misalnya kabel). Komponen
elektronika ini terdiri dari satu atau lebih bahan elektronika, yang terdiri dari
satu atau beberapa unsur materi dan jika disatukan, untuk desain rangkaian
yang diinginkan dapat berfungsi sesuai dengan fungsi masing-masing
komponen, ada yang untuk mengatur arus dan tegangan, meratakan arus,
menyekat arus, memperkuat sinyal arus dan masih banyak fungsi lainnya.

Komponen-komponen dasar pembentuk sebuah peralatan elektronika


seperti resistor, induktor, kapasitor, transistor, dioda dan IC masih
tetap digunakan hingga saat ini. Komponen pembentuk rangkaian
elektronika adalah komponen pasif dan komponen aktif. Komponen pasif
berupa:
 Resistor atau tahanan
 Kapasitor atau kondensator
 Induktor atau kumparan
 Transformator
Sedangkan komponen aktif berupa:
 Dioda
 Dioda cahaya, dioda foto, dioda laser, dioda zener, dioda bridge
 Dioda Schottky
 Transistor
 Transistor bipolar, transistor efek medan (UJT), transistor
IGBT, Transistor Darlington, transistor foto

5.2 Resistor dan Kegagalan-kegagalannya

Resistor biasa disebut dengan hambatan adalah komponen


elektronika pasif yang berfungsi untuk menghambat dan mengatur arus
listrik dalam suatu rangkaian elektronika. Satuan nilai resistor adalah Ohm
(Ω).
Jenis-jenis Resistor diantaranya adalah :
1. Resistor dengan nilai tetap,
2. Resistor dengan nilai yang dapat diatur (Potensiometer),
3. Resistor dengan nilai yang dapat berubah sesuai dengan intensitas
cahaya (LDR),
4. Resistor dengan nilai yang dapat berubah sesuai dengan perubahan

Hal 150
suhu (PTC dan NTC),

Hal 151
5.2.1 Resistor Dengan Nilai Tetap
Resistor ini dijumpai dalam rangkaian elektronik. Setiap rangkaian
elektronik pasti ada resistor. Nilai resistor dapat diketahui dengan cara
membaca kode warna ataupun kode angka yang ada di badan resistor itu
sendiri. Berdasarkan bentuk dan proses pemasangannya pada PCB, resistor
terdiri 2 bentuk yaitu bentuk komponen axial/radial dan komponen chip.
Nilai resistor bentuk komponen axial, diketahui melalui kode warna
dan sedangkan komponen chip, nilainya diketahui dengan melihat kode
tertentu. Gambar berikut adalah bentuk dan simbol resistor dengan nilai
tetap.

Gambar 5.1 Bentuk dan simbol resistor

Nilai suatu resistor dapat diketahui juga dengan menggunakan alat


pengukur seperti Ohmmeter atau Multimeter. Satuan nilai resistor adalah
Ohm (Ω).

5.2.1.1 Cara Menghitung Nilai Resistor Berdasarkan Kode Warna

Nilai resistor yang berbentuk axial ditentukan oleh warna-warna yang


terdapat di badan resistor itu sendiri dalam bentuk gelang. Ada 4 gelang di
badan resistor, tetapi ada juga yang 5 gelang. Gelang warna emas dan
perak berada agak jauh dari gelang warna lainnya sebagai tanda gelang
terakhir. Gelang terakhir ini menunjukkan nilai toleransi pada nilai resistor
yang bersangkutan.

Tabel berikut ini adalah warna-warna yang terdapat di badan resistor.

Hal 152
Tabel 5.1 Warna Gelang 1. Contoh perhitungan untuk resistor
dengan 4 gelang warna.

Gambar 5.2 Resistor dengan 4 gelang warna

Cara membaca nilai resistor adalah sebagai berikut:


 Masukkan angka langsung dari kode warna gelang ke-1 (pertama).
Masukkan angka langsung dari kode warna gelang ke-2. Masukkan
jumlah nol dari kode warna gelang ke-3 atau pangkatkan angka tersebut
n
dengan 10 (10 ). Gelang ke- 4 merupakan toleransi dari nilai resistor
tersebut.

Contoh :
Gelang ke 1 : coklat = 1, Gelang ke 2 : hitam = 0, Gelang ke 3 : hijau = 5
5
nol dibelakang angka gelang ke-2; atau kalikan 10 , Gelang ke 4 : Perak
= Toleransi 10%.
5
Nilai resistor tersebut adalah 10 * 10 = 1.000.000 atau 1 M dengan
toleransi 10%.

2. Perhitungan resistor dengan 5 gelang warna:


 Masukkan angka langsung dari kode warna gelang ke-1 (pertama),
 Masukkan angka langsung dari kode warna gelang ke-2
 Masukkan angka langsung dari kode warna gelang ke-3
 Masukkan Jumlah nol dari kode warna gelang ke-4 atau pangkatkan
n
angka tersebut dengan 10 (10 )
 Gelang ke 5 merupakan toleransi dari nilai resistor tersebut.

Hal 153
Contoh :
 Gelang ke 1 : Coklat =
1,
 Gelang ke 2 : Hitam =
0,
 Gelang ke 3 : Hijau = 5,
 Gelang ke 4 : Hijau = 5
nol dibelakang angka
gelang ke-3; atau
Gambar 5.3 Resistor dengan 5 gelang warna 5
kalikan 10
 Gelang ke 5 : Perak =
Toleransi 10%
5
Nilai resistor tersebut adalah 105 * 10 = 10.500.000  atau 10,5 M
dengan toleransi 10%.

Contoh-contoh perhitungan lainnya :


 Warna gelang: Merah, Merah, Merah, Emas
Nilai hambatannya: 22 * 10² = 2.200  atau 2,2 k dengan toleransi
5%
 Warna gelang: Kuning, Ungu, Orange, Perak
Nilai hambatannya: 47 * 10³ = 47.000  atau 47 k dengan toleransi
10%

Cara menghitung toleransi :


 2.200  dengan toleransi 5% :
 2200 – 5% = 2.090,
 2200 + 5% = 2.310
 Nilai resistor tersebut akan berkisar antara 2.090 ~ 2.310.

5.2.1.2 Cara Menghitung Nilai Resistor Berdasarkan Kode Angka


Membaca nilai resistor yang berbentuk komponen Chip lebih mudah
dari komponen axial, karena tidak menggunakan kode warna sebagai
pengganti nilainya. Kode yang digunakan oleh resistor yang
berbentuk

Hal 154
romponen Chip menggunakan kode angka langsung jadi sangat
mudah dibaca atau disebut dengan Kode Badan Resistor.
Contoh :
Kode angka yang tertulis di badan komponen Chip
resistor adalah 4 7 3; Cara pembacaannya adalah:
 Masukkan angka ke-1 langsung = 4

Gambar 5.4 Kode  Masukkan angka ke-2 langsung = 7


angka resistor  Masukkan jumlah nol dari angka ke 3 = 000 (3
chip
nol) atau kalikan dengan 10³,
maka nilainya adalah 47.000 atau 47 k.

Contoh-contoh perhitungan lainnya :


 222 → nilainya 22 * 10² = 2.200 atau 2,2 k
 103 → nilainya 10 * 10³ = 10.000 atau 10 k
4
 334 → nilainya 33 * 10 = 330.000 atau 330 k
Ada juga yang memakai kode angka seperti di bawah ini :
Tulisan R menandakan letaknya koma decimal: 4R7 = 4,7 , 0R22 = 0,22 

5.2.1.3 Cara Mengukur Resistor (Ohm)


Mengukur resistor dengan menggunakan multimeter sebagai berikut:
1. Atur posisi saklar selektor ke Ohm (Ω),
2. Pilih skala sesuai dengan perkiraan Ohm yang akan diukur. Biasanya
diawali ke tanda “X” yang artinya adalah “kali” (khusus
multimeter analog),
3. Hubungkan probe ke komponen resistor, tidak ada polaritas, jadi boleh
terbalik,
4. Baca hasil pengukuran di layar multimeter. (Khusus untuk
multimeter analog, diperlukan pengalian dengan setting di langkah ke-
2).
Gambar 5.5 Cara mengukur resistor
5.2.1.4 Kegagalan-Kegagalan Pada Resistor-Resistor Tetap
1. Jenis Resistor : Komposisi karbon
Kegagalan : Berubah membesar
Penyebab kegagalan :
 Perubahan karbon atau zat pengikat di bawah pengaruh panas,
tegangan atau kelembaban.
 Penyerapan udara lembab menyebabkan pembengkakan,
dan menjadi-kan pertikelpartikel karbon untuk memisahkan
diri .

2. Jenis Resistor : Komposisi karbon


Kegagalan : Rangkaian terputus
Penyebab kegagalan :
 Panas berlebih membakar tengah-tengah resistor.
 Tekanan-tekanan mekanik menyebabkan retak-retak
pada resistor.
 Kap-kap ujungnya terlepas karena montase yang buruk pada
papan.
 Kawat putus karena pembengkokan yang berulangulang.

3. Jenis Resistor : Resistor-resistor film.(karbon, oksida logam,film


logam, metal glase)
Kegagalan : Rangkaian terputus
Penyebab kegagalan :
 Film terkelupas karena temperatur tinggi atau tegangan tinggi.
 Lapisan film tergores atau terkikis ketika di fabrikasi.
 Pada nilai-nilai resistansi yang tinggi (lebih besar 1 mega ohm)
spiral resistan sinyal harus tipis dan karenanya kegagalan sirkit
terbuka lebih besar kemungkinannya.
 Kontak-kontak ujungnya buruk. Biasanya disebabkan oleh
tekanan mekanik karena montase yang jelek pada sirkit.

4. Jenis Resistor : Wire wound (resistor kawat)


Kegagalan : Rangkaian terputus
Penyebab kegagalan:
 Keretakan kawat, terutama bila digunakan kawat kecil, karena
ketidak-murnian menyebabkan keretakan.
 Perkaratan kawat yang disebabkan oleh elektrolitis yang
ditimbulkan oleh udara lembab yang terserap.
 Kegagalan sambungan-sambungan yang dilas.

5.2.2 Resistor yang nilainya dapat diatur, resistor jenis ini sering
disebut juga dengan variable resistor ataupun Potensiometer.

Potensiometer adalah salah satu jenis resistor yang nilai resistansinya


dapat diatur sesuai dengan kebutuhan rangkaian elektronika ataupun
kebutuhan pemakainya. Potensiometer merupakan keluarga resistor yang
tergolong dalam kategori variable resistor.
Dalam peralatan elektronik, sering ditemukan potensiometer yang
berfungsi sebagai pengatur volume di peralatan Audio / Video seperti Radio,
Walkie Talkie, Tape Mobil, DVD Player dan Amplifier. Potensiometer juga
sering digunakan dalam rangkaian pengatur terang gelapnya lampu (Light
Dimmer Circuit) dan pengatur tegangan pada Power Supply (DC Generator).

5.2.2.1 Struktur potensiometer beserta bentuk dan


simbolnya
Secara struktur, potensiometer terdiri dari 3 kaki terminal dengan
sebuah tuas yang berfungsi sebagai pengaturnya. Gambar berikut
menunjukan struktur internal potensiometer beserta bentuk dan simbolnya.
Gambar 5.6 Struktur internal potensiometer, bentuk dan simbolnya

Pada dasarnya bagian-bagian penting dalam komponen


potensiometer adalah:
1. Penyapu atau disebut juga dengan Wiper
2. Element Resistif
3. Terminal
5.2.2.2 Jenis-jenis Potensiometer
Berdasarkan bentuknya, potensiometer dapat dibagi menjadi 3
macam, yaitu :
1. Potensiometer geser, yaitu potensiometer yang nilai
resistansinya dapat diatur dengan cara menggeserkan wipernya dari
kiri ke kanan atau dari bawah ke atas sesuai dengan pemasangannya.
Biasanya menggunakan ibu jari untuk menggeser wipernya.
2. Potensiometer putar, yaitu potensiometer yang nilai
resistansinya dapat diatur dengan cara memutarkan wipernya
sepanjang lintasan yang melingkar. Biasanya menggunakan ibu jari
untuk memutar wiper tersebut. Oleh karena itu, potensiometer
rotary sering disebut juga dengan Thumb wheel Potentiometer.
3. Potensiometer trimmer, yaitu potensiometer yang bentuknya kecil dan
harus menggunakan alat khusus seperti obeng untuk memutarnya.
Potensiometer trimmer ini biasanya dipasangkan di PCB dan jarang
dilakukan pengaturannya.
Gambar 5.7 Bentuk potensiometer

5.2.2.3 Prinsip Kerja (Cara Kerja) Potensiometer


Sebuah potensiometer terdiri dari sebuah elemen resistif yang
membentuk jalur (track) dengan terminal di kedua ujungnya. Sedangkan
terminal lainnya (biasanya berada di tengah) adalah penyapu (wiper) yang
dipergunakan untuk menentukan pergerakan pada jalur elemen resistif.
Pergerakan penyapu (wiper) pada jalur elemen resistif inilah yang mengatur
naik-turunnya nilai resistansi sebuah potensiometer.
Elemen resistif pada potensiometer umumnya terbuat dari
bahan campuran metal (logam) dan keramik ataupun bahan karbon
(carbon). Berdasarkan track (jalur) elemen resistifnya,
potensiometer dapat digolongkan menjadi 2
jenis yaitu potensiometer linear (Linear Potentiometer)
dan potensiometer logaritmik (Logarithmic Potentiometer).

5.2.2.4 Fungsi-fungsi Potensiometer

Dengan kemampuan yang dapat mengubah resistansi atau hambatan,


potensiometer sering digunakan dalam rangkaian atau peralatan elektronika
dengan fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai pengatur volume pada berbagai peralatan Audio/Video seperti
Amplifier, Tape Mobil, DVD Player.
2. Sebagai pengatur tegangan pada rangkaian power supply.
3. Sebagai pembagi tegangan.
4. Aplikasi switch TRIAC.
5. Digunakan sebagai Joystick pada tranduser.
6. Sebagai pengendali level sinyal.
5.2.2.5 Cara Mengukur Potensiometer Dengan Multimeter
Nilai resistansi sebuah potensiometer diukur dengan menggunakan
multimeter, baik multimeter yang menunjukkan nilai digital maupun analog.
Multimeter adalah alat ukur yang terdiri dari gabungan pengukuran arus
listrik (Ampere), tegangan listrik (Volt) dan Resistansi/Hambatan (Ohm).
Untuk mengukur potensiometer menggunakan fungsi Ohm yang terdapat
pada multimeter. Nilai maksimum resistansi dan nilai perubahan resistansi
sebuah potensiometer dapat diukur dengan memutar tuas pengaturnya.
Berikut ini adalah cara untuk mengukur nilai resistansi potensiometer
dengan menggunakan multimeter digital. Langkah-langkah untuk mengukur
nilai resistansi maksimum potensiometer adalah sebagai berikut:
1. Aturlah posisi saklar multimeter pada posisi Ohm (Ω),
2. Hubungkan probe multimeter pada kaki terminal yang pertama (1) dan
terminal ketiga (3),
3. Perhatikan nilai resistansi potensiometer pada layar multimeter,
nilai yang tampil adalah nilai maksimum dari potensiometer yang
sedang kita ukur.

Gambar 5.8 Cara mengukur tahanan maksimum dari potensiometer

Perlu diketahui, nilai maksimum tersebut merupakan nilai nominal


potensiometer dan akan hampir sama dengan nilai yang tertera pada badan
potensiometer itu sendiri. Nilai resistansi potensiometer pada terminal 1 dan
terminal 3 akan selalu konstan. Artinya, pemutaran tuas pengatur tidak akan
berpengaruh terhadap nilai pengukurannya.
Untuk mengukur perubahan nilai resistansi potensiometer, ikuti
langkah berikut.

1. Aturlah posisi saklar multimeter pada posisi Ohm (Ω)


2. Hubungkan probe multimeter pada kaki terminal yang pertama (1) dan
terminal kedua (2).
3. Putarlah tuas pada potensiometer searah jarum jam,
4. Perhatikan nilai resistansi pada layar multimeter, nilai resistansi
akan naik seiring dengan pergerakan tuas
potensiometer tersebut. Sebaliknya, jika tuas
potensiometer diputar berlawanan arah jarum jam, nilai resistansi
akan menurun seiring dengan pergerakan tuas potensiometer
tersebut.
5. Pindahkan probe multimeter dari kaki terminal pertama (1) ke
terminal ketiga (3). Jadi, sekarang kaki terminal potensiometer yang
diukur adalah terminal 2 dan terminal 3.
6. Putarlah tuas potensiometer searah jarum jam,
7. Perhatikan nilai resistansi potensiometer pada layar multimeter,
nilai resistansi akan menurun seiring dengan
pergerakan tuas potensiometer tersebut.
Sebaliknya, jika tuas potensiometer diputar berlawanan arah jarum
jam, nilai resistansi akan naik seiring dengan pergerakan tuas
potensiometer tersebut.

Gambar 5.9 Cara mengukur perubahan nilai tahanan potensiometer


Catatan:
 Potensiometer tidak mengenal polaritas positif dan negatif sehingga
posisi peletakan probe merah dan probe hitam multimeter tidak
menjadi masalah dalam pengukuran.

5.2.2.6 Kegagalan Pada Potensiometer:


Kecepatan kegagalannya lebih tinggi dari pada jenis resistor
tetap, untuk potensiometer mempunyai kecepatan kegagalan kira-kira 3 x
-6
10 perjam sudah umum, tetapi angka-angka itu berubah bergantung pada
metode yang digunakan oleh pabriknya.
Kerusakan yang terjadi pada sebuah potensiometer bisa sebagian
atau total. Kerusakan sebagian :
 Kenaikan resistansi kontak menimbulkan kenaikan noise
kelistrikan.
 Kontak yang terputus-putus, ini dapat disebabkan oleh partikel-
partikel debu, minyak gemuk (pelumas) atau bahan-bahan
ampelas yang terkumpul antara kontak geser dan jalur.
Gangguan tadi dapat dihilangkan dengan bahan pembersih seperti
contact
cleaner.
Kerusakan total :
 Merupakan sirkit terbuka diantara jalur dan sambungan ujung-
ujungnya atau antara kontak geser dan jalur.
Hal ini dapat disebabkan oleh perkaratan bagian-bagian logam karena
kelembaban, atau pembengkakan logam-logam/plastik yang terjadi saat pe-
nuangan jalur yang menggunakan temperatur tinggi.

5.2.3 Resistor yang nilainya dapat berubah sesuai dengan


intensitas cahaya. (LDR atau Light Dependent Resistor)

Light Dependent Resistor atau disingkat dengan LDR adalah jenis


resistor yang nilai hambatan tergantung pada intensitas cahaya yang
diterimanya. Nilai hambatan LDR akan menurun pada saat cahaya terang
dan nilai hambatannya akan menjadi tinggi jika dalam kondisi gelap.
Dengan kata lain, fungsi LDR adalah untuk menghantarkan arus listrik jika
menerima sejumlah intensitas cahaya (kondisi terang) dan menghambat
arus listrik
dalam kondisi gelap. Naik turunnya nilai hambatan akan sebanding dengan
jumlah cahaya yang diterimanya. Pada umumnya, nilai hambatan LDR akan
mencapai 200 kΩ pada kondisi gelap dan menurun menjadi 500 Ω pada
kondisi cahaya terang.

LDR merupakan komponen elektronika peka cahaya ini sering


digunakan atau diaplikasikan dalam rangkaian elektronika sebagai sensor
pada lampu penerang jalan, lampu kamar tidur, rangkaian anti maling,
shutter kamera, alarm dan lain sebagainya.

Gambar 5.10 Bentuk dan simbol LDR


5.2.3.1 Cara Mengukur LDR dengan Multimeter
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur nilai hambatan LDR adalah
multimeter dengan fungsi pengukuran Ohm (Ω). Agar pengukuran LDR
akurat, kita perlu membuat 2 kondisi pencahayaan yaitu pengukuran pada
saat kondisi gelap dan kondisi terang. Dengan demikian kita dapat
mengetahui apakah komponen LDR tersebut masih dapat berfungsi dengan
baik atau tidak.

1. Mengukur LDR pada kondisi terang


a. Atur posisi skala selektor multimeter pada posisi Ohm,
b. Hubungkan probe merah dan probe hitam multimeter pada
kedua kaki LDR (tidak ada polaritas),
c. Berikan cahaya terang pada LDR,
d. Baca nilai resistansi pada layar multimeter. Nilai resistansi LDR
pada kondisi terang akan berkisar sekitar 500 Ω.
Gambar 5.11 Cara mengukur tahanan LDR pada kondisi terang

2. Mengukur LDR pada Kondisi Gelap.


a. Atur posisi skala selektor multimeter pada posisi Ohm,
b. Hubungkan probe merah dan probe hitam multimeter pada
kedua kaki LDR (tidak ada polaritas),
c. Tutup bagian permukaan LDR atau pastikan LDR tidak mendapatkan
cahaya,
d. Baca nilai resistansi pada layar multimeter. Nilai resistansi LDR di
kondisi gelap akan berkisar sekitar 200 kΩ.

Gambar 5.12 Cara mengukur tahanan LDR pada kondisi gelap


Catatan :
 Hasil pengukuran akan berubah tergantung pada tingkat
intesitas cahaya yang diterima oleh LDR itu sendiri.
 Satuan terang cahaya atau Iluminasi (Illumination) adalah lux.
 Sebutan lain untuk LDR adalah Photo Resistor, Photo Conduction
ataupun Photocell.
5.2.4 PTC (Positive Temperature Coefficient) dan NTC (Negative
Temperature Coefficient)

Thermistor adalah salah satu jenis resistor yang nilai hambatannya


dipengaruhi oleh suhu. Thermistor merupakan singkatan dari “Thermal
Resistor” yang artinya adalah tahanan yang berkaitan dengan panas
(thermal). Thermistor terdiri dari 2 jenis, yaitu thermistor NTC (Negative
Temperature Coefficient) dan thermistor PTC (Positive Temperature
Coefficient).
Nilai resistansi thermistor NTC akan turun jika suhu di sekitarnya tinggi
(berbanding terbalik / negatif). Sedangkan untuk thermistor PTC, semakin
tinggi suhu disekitarnya, semakin tinggi pula nilai resistansinya (berbanding
lurus/ positif).

5.2.4.1 Simbol dan Gambar Thermistor PTC dan NTC


Berikut ini adalah bentuk dan simbol komponen thermistor PTC dan
NTC.

Gambar 5.13 Bentuk dan simbol PTC dan NTC

5.2.4.2 Karaktreristik Thermistor NTC dan PTC


Contoh perubahaan nilai resistansi NTC saat terjadinya perubahan
suhu disekitarnya. Thermistor NTC tersebut bernilai 10kΩ pada suhu
ruangan (25°C), tetapi akan berubah seiring perubahan suhu di sekitarnya.
Pada -40°C nilai resistansinya akan menjadi 197,388 kΩ, saat kondisi suhu
di 0°C nilai resistansi NTC akan menurun menjadi 27,445kΩ, pada suhu
100°C akan menjadi 0,976kΩ dan pada suhu 125°C akan menurun menjadi
0,532kΩ. Jika digambarkan, maka karakteristik NTC tersebut adalah
seperti di bawah ini.

Gambar 5.14 Karakteristik NTC

Pada umumnya NTC dan PTC adalah komponen elektronika yang


berfungsi sebagai sensor pada rangkaian elektronika yang berhubungan
dengan suhu (temperatur). Suhu operasional thermistor berbeda-beda
tergantung pada produsen thermistor itu sendiri, tetapi pada umumnya
berkisar diantara -90°C sampai 130°C. Beberapa aplikasi NTC dan PTC di
kehidupan kita sehari-hari antara lain sebagai pendeteksi kebakaran, sensor
suhu di engine (mesin) mobil, sensor untuk memonitor suhu battery pack
(kamera, handphone, laptop) saat Charging. Sensor untuk memantau suhu
Inkubator, sensor suhu untuk kulkas, sensor suhu pada komputer dan lain
sebagainya.

Thermistor NTC atau thermistor PTC merupakan komponen


elektronika yang digolongkan sebagai komponen transduser, yaitu
komponen ataupun perangkat yang dapat mengubah suatu energi ke energi
lainnya. Dalam hal ini, thermistor merupakan komponen yang dapat
mengubah energi panas (suhu) menjadi hambatan listrik. Thermistor juga
tergolong dalam kelompok sensor suhu.

5.2.4.3 Cara Mengukur Thermistor PTC dan NTC Dengan Multimeter


Thermistor (NTC/PTC) merupakan jenis resistor yang nilai
resistansinya dapat dipengaruhi oleh suhu atau temperatur di sekitarnya.
Untuk menguji atau mengukur apakah sebuah thermistor NTC maupun PTC
dapat berfungsi dengan baik atau tidak, kita dapat menggunakan multimeter
digital ataupun multimeter analog dengan bantuan alat pemanas seperti
solder listrik, pengering rambut atau jenis-jenis pemanas lainnya. Selain
dapat mengukur atau menguji thermistor, kita juga dapat membedakan jenis
thermistor yang yang kita ukur/uji tersebut apakah merupakan jenis
thermistor PTC atau jenis Thermistor NTC. Berikut ini adalah cara untuk
mengukur NTC dan PTC dengan menggunakan multimeter:

Cara mengukur thermistor PTC sebagai berikut:

1. Atur posisi saklar multimeter pada posisi Ohm (Ω),


2. Hubungkan probe pada kaki thermistor (thermistor tidak
memiliki polaritas),
3. Dekatkan mata solder yang panas ke thermistor (pastikan
jangan menyentuh thermistor, karena akan merusak bungkusan
thermistor),
4. Perhatikan layar multimeter, nilai resistansinya akan naik
sebanding dengan suhu tinggi di sekitarnya.
Kita juga dapat menggunakan pemanas lainnya untuk menaikkan suhu
di sekitar thermistor.

Gambar 5.15 Cara mengukur PTC

Pengukuran thermistor NTC dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:


1. Atur posisi saklar multimeter pada posisi Ohm (Ω),
2. Hubungkan probe pada kaki thermistor (thermistor tidak
memiliki polaritas),
3. Dekatkan mata solder yang panas ke thermistor (pastikan
jangan menyentuh thermistor, karena akan merusak bungkusan
thermistor),
4. Perhatikan layar pada multimeter, nilai resistansi akan turun sebanding
dengan suhu tinggi disekitarnya.
Catatan:
 Kita juga dapat menggunakan Hair Dryer atau pemanas lainnya untuk
menaikkan suhu di sekitar thermistor.

Gambar 5.16 Cara mengukur NTC

Thermistor dinyatakan rusak atau tidak dapat berfungsi sebagai mestinya


apabila saat pengukurannya terjadi kondisi seperti berikut:
 Nilai pada multimeter selalu berada di posisi “0” saat diukur, hal ini
artinya thermistor tersebut “short” atau terjadi “hubung singkat”. Nilai
pada multimeter selalu berada di posisi “tak terhingga / infinity” saat
diukur, hal ini artinya thermistor tersebut “Open” atau “Putus”.
 Nilai pada multimeter tidak stabil atau menunjukan pada nilai tertentu
tetapi tidak turun ataupun naik maka thermistor tersebut juga dalam
kondisi rusak.

Jika kita ingin mengetahui apakah jenis thermistor yang diukur tersebut
adalah jenis thermistor PTC atau NTC, maka kita dapat mengetahuinya
dengan cara membaca nilai resistansi thermistor yang bersangkutan
pada
saat diukur. Jika nilai resistansinya naik pada suhu panas, maka thermistor
yang diukur tersebut adalah thermistor jenis PTC, sedangkan jika nilai
resitansinya menurun ketika suhu di sekitarnya tinggi (panas) maka jenis
thermistor tersebut adalah NTC.

5.3 Kapasitor (Capacitor)


Kapasitor atau disebut juga dengan kondensator adalah komponen
elektronika pasif yang dapat menyimpan energi atau muatan listrik dalam
sementara waktu. Fungsi-fungsi kapasitor diantaranya adalah dapat memilih
gelombang radio pada rangkaian Tuner, sebagai perata arus pada rectifier
dan juga sebagai filter di dalam rangkaian power supply (catu daya). Satuan
nilai untuk kapasitor adalah Farad (F). Jenis-jenis kapasitor diantaranya
adalah:
1. Kapasitor dengan nilai tetap dan tidak berpolaritas. Jika
didasarkan pada bahan pembuatannya maka kapasitor yang nilainya
tetap terdiri dari kapasitor kertas, kapasitor mika, kapasitor polyster
dan kapasitor keramik.
2. Kapasitor dengan nilai tetap tetapi memiliki polaritas positif dan
negatif, kapasitor tersebut adalah kapasitor elektrolit atau
electrolyte condensator (ELCO) dan kapasitor tantalum.
3. Kapasitor dengan nilai dapat diatur, kapasitor jenis ini sering
disebut dengan Variable Capasitor.

5.3.1 Cara Mengukur Kapasitor Dengan Multimeter

Kapasitor adalah komponen elektronika yang dapat menyimpan


muatan listrik dalam waktu sementara. Untuk mengukur nilai dari sebuah
Kapasitor (kondensator), kita memerlukan sebuah alat ukur yang dinamakan
dengan Capacitance Meter (Kapasitansi Meter). Capacitance Meter adalah
alat ukur yang khusus hanya mengukur nilai kapasitansi sebuah kapasitor.
Selain Capacitance Meter, terdapat juga alat ukur gabungan yang dapat
mengukur beberapa macam komponen elektronika, diantaranya adalah
LCR Meter dan Multimeter.
LCR Meter adalah alat ukur yang dapat mengukur nilai L (Induktansi/
Inductance, untuk mengukur Induktor atau Coil), C (kapasitansi untuk
mengukur kapasitor) dan R (resistansi untuk mengukur hambatan)
sedangkan Multimeter adalah alat ukur gabungan yang mendapat mengukur
arus, tegangan, hambatan dan juga menguji beberapa macam komponen
elektronika seperti Dioda, Kapasitor, Transistor dan Resistor.

Saat ini, telah banyak jenis Multimeter Digital yang telah mempunyai
fungsi untuk mengukur nilai kapasitor sehingga kita tidak perlu membeli alat
khusus untuk mengukur nilai kapasitansi kapasitor dan tentunya multimeter
sebagai alat ukur gabungan memiliki batas tertentu dalam mengukur
kapasitansi sebuah kapasitor. Kapasitor yang mempunyai kapasitansi yang
besar terutama pada kapasitor elektrolit tidak semuanya dapat diukur
nilainya oleh sebuah multimeter digital. Seperti contoh pada salah satu
multimeter dengan batas pengukuran kapasitansi kapasitor hanya berkisar
antara 50nF sampai 100µF.

Untuk menguji apakah komponen kapasitor dapat berfungsi dengan


baik, kita juga dapat menggunakan multimeter analog dengan skala
resistansi (Ohm). Multimeter analog tidak dapat mengetahui dengan pasti
nilai kapasitansi dari sebuah kapasitor, tetapi cukup bermanfaat untuk
mengetahui apakah kapasitor tersebut dalam kondisi baik ataupun rusak
(seperti bocor ataupun hubung pendek).

5.3.2 Menguji Kapasitor Dengan Multimeter Analog


Berikut ini adalah cara menguji kapasitor elektrolit dengan multimeter
analog:
1. Atur posisi skala selektor ke Ohm (Ω) dengan skala x1K
2. Hubungkan probe merah (positif ) ke kaki kapasitor positif
3. Hubungkan probe hitam (negatif) ke kaki kapasitor negatif
4. Periksa jarum yang ada pada layar multimeter analog, kapasitor
yang baik:
 Jarum bergerak naik dan kemudian kembali lagi.
 Kapasitor yang rusak: Jarum bergerak naik tetapi tidak
kembali lagi. Kapasitor yang rusak: Jarum tidak naik sama
sekali.
Gambar 5.17 Cara menguji kapasitor dengan multimeter analog

5.3.3 Mengukur Kapasitor Dengan Multimeter Digital (Fungsi


Kapasitansi
Meter)

Cara mengukur kapasitor dengan multimeter digital yang


memiliki fungsi kapasitansi meter cukup mudah, berikut ini caranya :
1. Atur posisi skala selektor ke tanda atau simbol kapasitor
2. Hubungkan probe ke terminal kapasitor.
3. Baca nilai kapasitansi kapasitor tersebut.

Gambar 5.18 Cara mengukur kapasitor dengan multimeter digital

Hal yang perlu diingat, cara diatas hanya dapat digunakan pada multimeter
digital yang memiliki kemampuan mengukur kapasitansi. Untuk lebih akurat,
tentunya kita memerlukan alat ukur khusus untuk mengukur nilai kapasitansi
sebuah kapasitor seperti LCR meter dan Capacitance Meter. Cara
pengukurannya pun hampir sama dengan cara menggunakan multimeter
digital, hanya saja kita perlu menentukan nilai kapasitansi yang paling
dekat
dengan kapasitor yang akan kita ukur dengan cara mengatur sakelar
selektor LCR meter dan Kapasitansi Meter. Di bawah ini adalah gambar
bentuk Capacitance Meter, LCR Meter dan Multimeter.

Gambar 5.19 Macam-macam alat ukur kapasitor

5.4 Induktor (Inductor)


Selain resistor dan kapasitor, induktor juga merupakan komponen
elektronika pasif yang sering ditemukan dalam rangkaian elektronika,
terutama pada rangkaian yang berkaitan dengan Frekuensi Radio. Induktor
atau dikenal juga dengan coil adalah komponen elektronika pasif yang terdiri
dari susunan lilitan kawat yang membentuk sebuah kumparan. Pada
dasarnya, induktor dapat menimbulkan medan magnet jika dialiri oleh arus
listrik. Medan magnet yang ditimbulkan tersebut dapat menyimpan energi
dalam waktu yang relatif singkat. Dasar dari sebuah induktor adalah
berdasarkan Hukum Induksi Faraday.

Gambar 5.20 Macam-macam induktor

Kemampuan induktor atau coil dalam menyimpan energi magnet disebut


dengan induktansi yang satuan unitnya adalah Henry (H). Satuan Henry
pada umumnya terlalu besar untuk komponen induktor yang terdapat di
rangkaian elektronika. Oleh karena itu, satuan-satuan yang
merupakan
turunan dari Henry digunakan untuk menyatakan kemampuan induktansi
sebuah induktor atau coil. Satuan-satuan turunan dari Henry tersebut
diantaranya adalah milihenry (mH) dan microhenry (µH). Simbol yang
digunakan untuk melambangkan induktor dalam rangkaian elektronika
adalah huruf “L”. Berikut ini adalah simbol-simbol Induktor :

Gambar 5.21 Simbol induktor


Nilai induktansi sebuah Induktor (Coil) tergantung pada 4 faktor, diantaranya
adalah :
 Jumlah lilitan, semakin banyak lilitannya semakin tinggi induktasinya,
 Diameter induktor, semakin besar diameternya semakin tinggi
pula induktansinya,
 Permeabilitas inti, yaitu bahan inti yang digunakan seperti udara,
besi ataupun ferit,
 Ukuran panjang induktor, semakin pendek inductor (coil) tersebut
semakin tinggi induktansinya.

5.4.1 Jenis-Jenis Induktor


Berdasarkan bentuk dan bahan intinya, induktor dapat dibagi menjadi
beberapa jenis, diantaranya adalah :
 Air Core Inductor : Menggunakan udara sebagai intinya
 Iron Core Inductor : Menggunakan bahan besi sebagai intinya
 Ferrite Core Inductor: Menggunakan bahan ferit sebagai intinya
 Torroidal Core Inductor: Menggunakan inti yang berbentuk O ring
(bentuk donat)
 Laminated Core Induction: Menggunakan inti yang terdiri dari
beberapa lapis lempengan logam yang ditempelkan secara paralel.
Masing-masing lempengan logam diberikan isolator.
 Variable Inductor: Induktor yang nilai induktansinya dapat diatur
sesuai dengan keinginan. Inti dari Variable Inductor pada umumnya
terbuat dari bahan ferit yang dapat diputar-putar.

5.4.2 Fungsi Induktor dan Aplikasinya


Fungsi-fungsi induktor diantaranya adalah dapat menyimpan arus
listrik dalam medan magnet, menapis (filter) frekuensi tertentu,
menahan arus bolak-balik (AC), meneruskan arus searah (DC) dan
pembangkit getaran serta melipatgandakan tegangan.
Berdasarkan fungsi diatas, induktor ini pada umumnya
diaplikasikan sebagai:
 Filter dalam rangkaian yang berkaitan dengan frekuensi,
 Transformator (Transformer),
 Motor Listrik,
 Solenoid,
 Relay,
 Speaker,
 Microphone.

5.4.3 Pengujian Komponen Induktor

Berikut ini langkah-langkah pengujian komponen Induktor.


1. Dasar
Tiga langkah dasar mengukur dengan posisi OHM pada multimeter:
a. Putar selektor pada posisi OHM.
b. Pilih salah satu batas ukur (range) yaitu x1, x10, 100, x1k, x10k atau
x100k.
c. Atur skala nol secara tepat di sebelah kanan dengan pengatur nol
(adjust zero) hanya untuk multimeter analog.

2. Pengujian komponen induktor


Dengan alat ukur Ohm meter kita dapat menguji induktor,apakah induktor
ini:
a. Bagus dimana nilai perlawanan kecil atau besar.
b. Putus dimana nilai perlawanan tak terhingga.
Dalam rumah multimeter (alat ukur Ohm ) terdapat baterai
sebagai sumber-arus alat ukur,maka:
a. Kutub positif baterai berkoneksi dengan lubang negatif alat-ukur ohm.
b. Kutub negatif baterai berkoneksi dengan lubang positif alat–
ukur ohm.

3. Menguji induktor
Pada multimeter perlu diingat yaitu pada posisi Ohmmeter dimana:
 Probe hitam ( - ) ialah positif baterai ohmmeter.
 Probe merah ( + ) ialah negatif baterai ohmmeter.
Dengan alat-ukur ohm atau multimeter kita akan mengukur nilai
perlawanan induktor.
A. Sesama gulungan:
 Apa bila jarum bergerak maka induktor bagus.
 Apa bila jarum tidak bergerak maka induktor putus.
B. Antar gulungan
 Apa bila jarum tidak bergerak maka induktor bagus.
 Apa bila jarum bergerak maka induktor putus.
 Bila jarum tidak bergerak jauh berarti induktor kemungkinan induktor
bocor untuk lebih akurat pengujian bocor atau hubung singkat antar
kawat emailnya.

5.5 Dioda (Diode)

Diode adalah komponen elektronika aktif yang berfungsi untuk


menghantarkan arus listrik ke satu arah dan menghambat arus listrik dari
arah sebaliknya. Berdasarkan fungsi dioda terdiri dari:
1. Dioda biasa atau dioda penyearah yang umumnya terbuat dari silikon
dan berfungsi sebagai penyearah arus bolak balik (AC) ke arus searah
(DC).
2. Dioda zener (Zener Diode) yang berfungsi sebagai pengamanan
rangkaian setelah tegangan yang ditentukan oleh Dioda Zener yang
bersangkutan. Tegangan tersebut sering disebut dengan Tegangan
Zener.
3. LED (Light Emitting Diode) atau Diode Emisi Cahaya yaitu dioda
yang dapat memancarkan cahaya monokromatik.
4. Dioda Foto (Photo Diode) yaitu dioda yang peka dengan cahaya
sehingga sering digunakan sebagai sensor.
5. Dioda Schottky (SCR atau Silicon Control Rectifier) adalah dioda
yang berfungsi sebagai pengendali.
6. Dioda Laser (Laser Diode) yaitu dioda yang dapat memancar cahaya
laser. Dioda laser sering disingkat dengan LD.

5.5.1 Dioda Penyearah


Dioda adalah komponen elektronika aktif yang terbuat dari bahan
semikonduktor dan mempunyai fungsi untuk menghantarkan arus listrik ke
satu arah tetapi menghambat arus listrik dari arah sebaliknya. Oleh karena
itu, dioda sering dipergunakan sebagai penyearah dalam rangkaian
elektronika. Dioda pada umumnya mempunyai 2 elektroda (terminal) yaitu
anoda (+) dan katoda (-) dan memiliki prinsip kerja yang berdasarkan
teknologi pertemuan p-n semikonduktor yaitu dapat mengalirkan arus
dari sisi tipe-p (anoda) menuju ke sisi tipe-n (katoda) tetapi tidak dapat
mengalirkan arus ke arah sebaliknya.

1. Simbol Dioda

Gambar di bawah ini menunjukan bahwa dioda merupakan komponen


elektronika aktif yang terdiri dari 2 tipe bahan yaitu bahan tipe-p dan tipe-n :

Gambar 5.22 Struktur dan simbol dioda


2. Prinsip Kerja Dioda
Untuk dapat memperjelas prinsip kerja dioda dalam menghantarkan
dan menghambat aliran arus listrik, dibawah ini adalah rangkaian
dasar contoh pemasangan dan penggunaan dioda dalam sebuah rangkaian
elektronika.
Gambar 5.23 Cara memasang dioda

3. Cara Mengukur Dioda dengan Multimeter


Untuk mengetahui apakah sebuah dioda dapat bekerja dengan baik
sesuai dengan fungsinya, maka diperlukan pengukuran terhadap dioda
tersebut dengan menggunakan Multimeter (AVO Meter).

4. Cara Mengukur Dioda dengan Multimeter Analog


a. Aturkan posisi saklar pada posisi OHM (Ω) x1k atau x100
b. Hubungkan probe merah pada terminal katoda (tanda gelang)
c. Hubungkan probe hitam pada terminal anoda.
d. Baca hasil pengukuran di Layar Multimeter
e. Jarum pada Layar Multimeter harus bergerak ke kanan
f. Balikan probe merah ke terminal anoda dan probe hitam pada
terminal katoda (tanda gelang).
g. Baca hasil pengukuran di Layar Multimeter
h. Jarum harus tidak bergerak.
Catatan:
 Jika jarum bergerak, maka dioda tersebut berkemungkinan sudah
rusak.
Gambar 5.24 Cara mengukur dioda dengan multimeter analog

5. Cara Mengukur Dioda dengan Multimeter Digital


Pada umumnya multimeter digital menyediakan pengukuran untuk
fungsi dioda. Jika tidak ada, maka kita juga dapat mengukur dioda dengan
fungsi Ohm pada multimeter digital.
Cara mengukur dioda dengan menggunakan multimeter digital (Fungsi Ohm
/ Ohmmeter)
a. Aturkan Posisi Saklar pada Posisi OHM (Ω)
b. Hubungkan Probe Hitam pada Terminal Katoda (tanda gelang)
c. Hubungkan Probe Merah pada Terminal Anoda.
d. Baca hasil pengukuran di Layar Multimeter
e. Layar harus menunjukan nilai tertentu (Misalnya 0.64MOhm)
f. Balikan Probe Hitam ke Terminal Anoda dan Probe Merah ke
Katoda g. Baca hasil pengukuran di Layar Multimeter
h. Nilai Resistansinya adalah Infinity (tak terhingga) atau Open
Circuit. Catatan:
 Jika terdapat nilai tertentu, maka dioda tersebut
berkemungkinan sudah rusak.
Gambar 5.25 Cara mengukur dioda dengan multimeter digital memakai fungsi Ohm

6. Cara Mengukur Dioda dengan Multimeter Digital (Menggunakan Fungsi


Dioda):
a. Aturkan Posisi Saklar pada Posisi Dioda
b. Hubungkan Probe Hitam pada Terminal Katoda (tanda gelang)
c. Hubungkan Probe Merah pada Terminal Anoda.
d. Baca hasil pengukuran di Layar Multimeter
e. Layar harus menunjukan nilai tertentu (Misalnya 0.42 V)
f. Balikan Probe Hitam ke Terminal Anoda dan Probe Merah ke
Katoda g. Baca hasil pengukuran di Layar Multimeter
h. Tidak terdapat nilai tegangan pada Layar Multimeter.

Catatan:
 Jika terdapat nilai tertentu, maka dioda tersebut
berkemungkinan sudah rusak.

Gambar 5.26 Cara mengukur dioda dengan multimeter digital memakai fungsi Dioda

Catatan Penting :
 Hal yang perlu diperhatikan disini adalah Cara Mengukur Dioda dengan
menggunakan Multimeter Analog dan Multimeter Digital adalah terbalik.
Perhatikan Posisi Probe Merah (+) dan Probe Hitamnya (-).
 Cara-cara pengukuran tersebut diatas juga dapat digunakan untuk
menentukan terminal mana yang katoda dan mana yang terminal anoda
jika tanda gelang yang tercetak di dioda tidak dapat dilihat lagi atau
terhapus (hilang).

5.5.2 Silicon Controlled Rectifier (SCR)


Silicon Controlled Rectifier atau sering disingkat dengan SCR adalah
dioda yang memiliki fungsi sebagai pengendali. Berbeda dengan dioda pada
umumnya yang hanya mempunyai 2 kaki terminal, SCR adalah dioda yang
memiliki 3 kaki terminal. Kaki terminal ke-3 pada SCR tersebut dinamai
dengan terminal “Gate” atau “gerbang” yang berfungsi sebagai pengendali
(Control), sedangkan kaki lainnya sama seperti dioda pada umumnya yaitu
terminal “Anoda” dan terminal “Katoda”. SCR merupakan salah satu dari
anggota kelompok komponen thyristor.

Gambar 5.27 Bentuk fisik SCR


SCR atau Thrystor pertama kali diperkenalkan secara komersial pada tahun
1956. SCR memiliki kemampuan untuk mengendalikan tegangan dan daya
yang relatif tinggi dalam suatu perangkat kecil. Oleh karena itu SCR atau
thyristor sering difungsikan sebagai saklar (switch) ataupun pengendali
(Controller) dalam rangkaian elektronika yang menggunakan tegangan/arus
menengah-tinggi (Medium-High Power). Beberapa aplikasi SCR di rangkaian
elektronika diantaranya seperi rangkaian Lampu Dimmer, rangkaian Logika,
rangkaian osilator, rangkaian chopper, rangkaian pengendali kecepatan
motor, rangkaian inverter, rangkaian timer dan lain sebagainya.
Pada dasarnya SCR atau thyristor terdiri dari 4 lapis semikonduktor
yaitu PNPN (Positif Negatif Positif Negatif) atau sering disebut dengan
PNPN Trioda. Terminal “Gate” yang berfungsi sebagai pengendali
terletak di lapisan bahan tipe-P yang berdekatan dengan kaki terminal
“Katoda”. Cara kerja sebuah SCR hampir sama dengan sambungan dua
buah bipolar transistor (bipolar junction transistor).

Bentuk dan Simbol SCR

Berikut ini adalah diagram fisik dan simbol dari SCR:

Gambar 5.28 Diagram fisik dan simbol dari SCR


F. Prinsip Kerja SCR
Pada prinsipnya, cara kerja SCR sama seperti dioda normal, namun
SCR memerlukan tegangan positif pada kaki “Gate (Gerbang)” untuk dapat
mengaktifkannya. Pada saat kaki gate diberikan tegangan positif sebagai
pemicu (trigger), SCR akan menghantarkan arus listrik dari Anoda (A) ke
Katoda (K). Sekali SCR mencapai keadaan “ON” maka selamanya akan ON
meskipun tegangan positif yang berfungsi sebagai pemicu (trigger) tersebut
dilepaskan. Untuk membuat SCR menjadi kondisi “OFF”, arus maju Anoda-
Katoda harus diturunkan hingga berada pada titik Ih (Holding Current)
SCR. Besarnya arus holding atau Ih sebuah SCR dapat dilihat dari data
sheet SCR itu sendiri. Karena masing-masing jenis SCR memiliki arus
holding yang berbeda-beda. Namun, pada dasarnya untuk mengembalikan
SCR ke kondisi “OFF”, kita hanya perlu menurunkan tegangan maju
Anoda-Katoda ke titik Nol.

5.5.3 TRIAC dan Aplikasinya


TRIAC adalah perangkat semikonduktor berterminal tiga yang
berfungsi sebagai pengendali arus listrik. Nama TRIAC ini
merupakan
singkatan dari TRIode forAlternating Current (Trioda untuk arus bolak
balik). Sama seperti SCR, TRIAC juga tergolong sebagai thyristor yang
berfungsi sebagai pengendali atau switching. Namun, berbeda dengan SCR
yang hanya dapat dilewati arus listrik dari satu arah (unidirectional), TRIAC
memiliki kemampuan yang dapat mengalirkan arus listrik ke kedua arah
(bidirectional) ketika dipicu. Terminal Gate TRIAC hanya memerlukan arus
yang relatif rendah untuk dapat mengendalikan aliran arus listrik AC yang
tinggi dari dua arah terminalnya. TRIAC sering juga disebut
dengan Bidirectional Triode Thyristor.

Pada dasarnya, sebuah TRIAC sama dengan dua buah SCR yang
disusun dan disambungkan secara antiparalel (paralel yang berlawanan
arah) dengan Terminal Gerbang atau Gate-nya dihubungkan bersama
menjadi satu. Jika dilihat dari strukturnya, TRIAC merupakan komponen
elektronika yang terdiri dari 4 lapis semikonduktor dan 3 terminal,
ketiga terminal tersebut diantaranya adalah MT1, MT2 dan Gate. MT adalah
singkatan dari Main Terminal.

1. Bentuk dan Simbol TRIAC


Berikut ini adalah gambar dan struktur serta simbol TRIAC.

Gambar 5.29 Bentuk, konstruksi dan simbol TRIAC


2. Aplikasi TRIAC
TRIAC merupakan komponen yang sangat cocok untuk digunakan
sebagai AC switching (sakelar AC) karena dapat megendalikan aliran arus
listrik pada dua arah siklus gelombang bolak-balik AC. Kemampuan inilah
yang menjadi kelebihan dari TRIAC jika dibandingkan dengan SCR.
Namun
TRIAC pada umumnya tidak digunakan pada rangkaian switching yang
melibatkan daya yang sangat tinggi. Salah satu alasannya adalah karena
karakteristik switching TRIAC yang non-simetris dan juga gangguan
elektromagnetik yang diciptakan oleh listrik yang berdaya tinggi itu sendiri.

Beberapa aplikasi TRIAC pada peralatan-peralatan elektronika


maupun listrik diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Pengatur pada Lampu Dimmer.
b. Pengatur kecepatan pada Kipas Angin.
c. Pengatur Motor kecil.
d. Pengatur pada peralatan-peralatan rumah tangga yang berarus listrik
AC.

3. Rangkaian Switching TRIAC

Gambar 5.30 Rangkaian Switching TRIAC

Gambar 5.30 adalah rangkaian dasar dari aplikasi TRIAC yang


digunakan sebagai switching (sakelar). Pada saat SW1 terbuka, tidak ada
arus listrik yang mengalir ke terminal Gate TRIAC dan lampu dalam kondisi
OFF (mati). Saat SW1 tertutup/dihubungkan, terminal Gate pada
TRIAC akan dialiri oleh arus listrik melalui resistor (R) dari sumber daya DC
atau Baterai (VG). Hal ini akan menggerakkan TRIAC menjadi konduktor
yang menghubungkan lampu dengan sumber arus listrik AC. Lampu akan
berubah menjadi ON (nyala).

4. Cara Mengukur TRIAC dengan menggunakan Multimeter


TRIAC merupakan komponen elektronika yang termasuk dalam
keluarga thyristor. Salah satu kemampuan TRIAC yang berbeda dengan
thyristor pada umumnya adalah kemampuannya yang dapat menghantarkan
arus listrik ke kedua arah saat dipicu atau sering disebut dengan
Bidirectional Triode Thyristor. Fungsi utama TRIAC pada suatu rangkaian
elektronika adalah sebagai pengendali atau switching.
Untuk mengetahui apakah sebuah TRIAC dapat berfungsi dengan
baik, kita dapat menggunakan multimeter untuk mengujinya. Berikut ini
adalah langkah-langkah untuk mengukur atau menguji sebuah TRIAC
(Triode for Alternating Current) apakah dapat berfungsi dengan baik dengan
menggunakan Multimeter.
Berikut ini adalah cara menguji atau mengukur TRIAC dengan
menggunakan multimeter digital.
a. Langkah 1 :
1) Atur posisi sakelar Multimeter Digital ke Pengukuran Dioda,
2) Hubungkan Probe Merah (+) Multimeter ke terminal MT 1 TRIAC.
3) Hubungkan Probe Hitam (-) Multimeter ke MT2 TRIAC.
4) Layar Multimeter akan menunjukan tanda “OL” atau “over load”.
Kondisi ini menandakan TRIAC dalam kondisi
baik. b. Langkah 2 :
1) Posisi sakelar multimeter digital masih pada pengukuran dioda,
2) Hubungkan probe Hitam (-) Multimeter ke terminal MT1 TRIAC,
3) Hubungkan probe Merah (+) Multimeter ke MT2 TRIAC,
4) Layar multimeter akan menunjukan tanda “OL” atau “over load”.
Kondisi ini menandakan TRIAC dalam kondisi baik,
5) Pindahkan probe merah (+) multimeter ke terminal Gate,
6) Layar multimeter akan menunjukan nilai sekitar 0,127V. Kondisi
ini menandakan TRIAC dalam kondisi baik.
Gambar 5.31 Cara mengukur TRIAC dengan multimeter digital

5.5.4 DIAC dan Cara Kerjanya


Diode Alternating Current atau sering disingkat dengan DIAC adalah
komponen aktif eektronika yang memiliki dua terminal dan dapat
menghantarkan arus listrik dari kedua arah jika tegangan melampui batas
breakover-nya. DIAC merupakan anggota dari keluarga thyristor, namun
berbeda dengan thyristor pada umumnya yang hanya menghantarkan arus
listrik dari satu arah, DIAC memiliki fungsi yang dapat menghantarkan arus
listrik dari kedua arahnya atau biasanya disebut juga dengan “ Bidirectional
Thyristor”.
DIAC biasanya digunakan sebagai pembantu untuk memicu TRIAC
dalam rangkaian AC Switch. DIAC juga sering digunakan dalam berbagai
rangkaian seperti rangkaian lampu dimmer (peredup) dan rangkaian starter
untuk lampu neon (florescent lamps).

Struktur Dasar dan Simbol DIAC


Ditinjau dari segi strukturnya, DIAC terdiri dari 3 lapis semikonduktor
yang hampir mirip dengan sebuah transistor PNP. Berbeda dengan
transistor PNP yang lapisan N-nya dibuat dengan tipis agar elektron mudah
melewati lapisan N ini, Lapisan N pada DIAC dibuat cukup tebal agar
elektron lebih sulit untuk menembusnya terkecuali tegangan yang diberikan
ke DIAC tersebut melebihi batas Breakover (V BO) yang ditentukannya.
Dengan memberikan tegangan yang melebihi batas Breakovernya, DIAC
akan dapat dengan mudah menghantarkan arus listrik dari arah yang
bersangkutan. Kedua Terminal DIAC biasanya dilambangkan dengan A1
(Anoda 1) dan A2 (Anoda 2) atau MT1 (Main Terminal 1) dan MT2 (Main
Terminal 2).
Gambar dan Struktur dasar DIAC serta simbolnya dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.

Gambar 5.32 Bentuk, struktur dan simbol DIAC

Cara Kerja DIAC


Seperti yang disebutkan, DIAC merupakan komponen yang dapat
menghantarkan arus listrik dari dua arah jika diberikan tegangan yang
melebih batas Breakovernya. Pada prinsipnya, DIAC memiliki cara
kerja yang mirip dengan dua dioda yang dipasang paralel berlawanan
seperti gambar Rangkaian Ekuivalen diatas.
Apabila tegangan yang memiliki polaritas diberikan ke DIAC, dioda
yang disebelah kiri akan menghantarkan arus listrik jika tegangan
positif yang diberikan melebihi tegangan breakover DIAC. Sebaliknya,
apabila DIAC diberikan tegangan positif yang melebih tegangan breakover
DIAC dari arah yang berlawanan, maka dioda sebelah kanan akan
menghantarkan arus listrik.
Setelah DIAC dijadikan ke kondisi “ON” dengan menggunakan tegangan
positif ataupun negatif, DIAC akan terus menghantarkan arus listrik sampai
tegangannya dikurangi hingga 0 (Nol) atau hubungan pemberian listrik
diputuskan.

5.6 Transistor
Transistor merupakan komponen elektronika aktif yang
memiliki banyak fungsi dan merupakan Komponen yang memegang
peranan yang sangat penting dalam dunia elektronik modern ini. Beberapa
fungsi transistor
diantaranya adalah sebagai penguat arus, sebagai switch (pemutus
dan penghubung), stabilitasi tegangan, modulasi sinyal, penyearah dan lain
sebagainya. Transistor terdiri dari 3 terminal (kaki) yaitu Base/Basis
(B), Emitor (E) dan Collector/Kolektor (K). UJT (Uni Junction Transistor),
FET (Field Effect Transistor) dan MOSFET (Metal Oxide Semiconductor
FET) juga merupakan keluarga dari transistor.

5.6.1 Transistor Bipolar


1. Fungsi Transistor
Fungsi-fungsi Transistor diantaranya adalah
:
 sebagai Penyearah,
 sebagai Penguat tegangan dan daya,
 sebagai Stabilisasi tegangan,
 sebagai Mixer,
 sebagai Osilator
 sebagai Switch (Pemutus dan Penyambung Sirkuit)

2. Struktur Dasar Transistor


Pada dasarnya, transistor adalah komponen elektronika yang terdiri
dari 3 lapisan semikonduktor dan memiliki 3 terminal (kaki) yaitu terminal
Emitor yang disingkat dengan huruf “E”, terminal Base (Basis) yang
disingkat dengan huruf “B” serta terminal Collector/Kolektor yang disingkat
dengan huruf “C”. Berdasarkan strukturnya, transistor sebenarnya
merupakan gabungan dari sambungan 2 dioda. Dari gabungan tersebut,
transistor kemudian dibagi menjadi 2 tipe yaitu transistor tipe NPN dan
transistor tipe PNP yang disebut juga dengan Transistor Bipolar. Dikatakan
Bipolar karena memiliki 2 polaritas dalam membawa arus listrik. NPN
merupakan singkatan dari Negatif-Positif-Negatif sedangkan PNP adalah
singkatan dari Positif- Negatif-Positif.
Berikut ini adalah gambar tipe transistor berdasarkan lapisan
semikonduktor yang membentuknya beserta simbol transistor NPN dan
PNP.
Gambar 5.33 Simbol tansistor NPN dan PNP
3. Cara Mengukur Transistor
Kita dapat menggunakan multimeter analog maupun multimeter digital
untuk mengukur ataupun menguji apakah sebuah transistor masih dalam
kondisi yang baik. Perlu diingatkan bahwa terdapat perbedaan tata letak
polaritas (merah dan hitam) probe multimeter analog dan multimeter digital
dalam mengukur/ menguji sebuah transistor.
Berikut ini adalah cara untuk menguji atau mengukur transistor dengan
mengunakan multimeter analog dan multimeter digital.

a. Mengukur Transistor dengan Multimeter Analog

Gambar 5.34 Cara mengukur transistor dengan multimeter analog (fungsi Ohm)

1) Cara Mengukur Transistor PNP dengan Multimeter Analog


a) Atur posisi saklar pada posisi OHM (Ω) x1k atau x10k
b) Hubungkan probe merah pada terminal Basis (B) dan probe hitam
pada terminal Emitor (E), Jika jarum bergerak ke kanan menunjukan
nilai tertentu, berarti transistor tersebut dalam kondisi baik,
c) Pindahkan probe hitam pada terminal Kolektor (C), jika jarum
bergerak ke kanan menunjukan nilai tertentu, berarti transistor
tersebut dalam kondisi baik.

2) Cara Mengukur Transistor NPN dengan Multimeter Analog


a) Atur posisi saklar pada posisi OHM (Ω) x1k atau x10k
b) Hubungkan probe hitam pada terminal Basis (B) dan probe merah
pada terminal Emitor (E), jika jarum bergerak ke kanan menunjukan
nilai tertentu, berarti transistor tersebut dalam kondisi baik,
c) Pindahkan probe merah pada terminal Kolektor (C), jika jarum
bergerak ke kanan menunjukan nilai tertentu, berarti transistor
tersebut dalam kondisi baik.
Catatan :
 Jika tata letak probe dibalikkan dari cara yang disebutkan di atas,
maka jarum pada multimeter analog harus tidak akan bergerak sama
sekali atau “Open”.

b. Mengukur Transistor Dengan Multimeter Digital


Pada umumnya, multimeter digital memiliki fungsi mengukur dioda dan
resistansi (Ohm) dalam saklar yang sama. Maka untuk multimeter digital
jenis ini, pengujian multimeter adalah terbalik dengan cara Menguji
Transistor dengan Menggunakan Multimeter Analog.
Gambar 5.35 Cara mengukur transistor dengan multimeter digital (fungsi dioda)

1) Cara Mengukur Transistor PNP dengan Multimeter Digital


a) Atur Posisi Saklar pada Posisi Dioda
b) Hubungkan Probe Hitam pada Terminal Basis (B) dan Probe Merah
pada Terminal Emitor (E), Jika Layar Multimeter menunjukan nilai
Voltage tertentu, berarti Transistor tersebut dalam kondisi baik
c) Pindahkan Probe Merah pada Terminal Kolektor (C), jika Layar
Multimeter nilai Voltage tertentu, berarti Transistor tersebut
dalam kondisi baik.
2) Cara Mengukur Transistor NPN dengan Multimeter Digital
a) Atur Posisi Saklar pada Posisi Dioda
b) Hubungkan Probe Merah pada Terminal Basis (B) dan Probe Hitam
pada Terminal Emitor (E), Jika Layar Multimeter menunjukan nilai
Voltage tertentu, berarti Transistor tersebut dalam kondisi baik,
c) Pindahkan Probe Hitam pada Terminal Kolektor (C), jika Layar
Multimeter menunjukan nilai Voltage tertentu, berarti Transistor
tersebut dalam kondisi baik.
Catatan :
 Jika Tata letak Probe dibalikan dari cara yang disebutkan diatas, maka
Layar Multimeter Digital harus tidak akan menunjukan Nilai Voltage atau
“Open”
5.6.2 Uni Junction Transistor (UJT)
Uni Junction Transistor (UJT) atau dalam bahasa Indonesia sering
disebut dengan Transistor Sambungan Tunggal adalah komponen
elektronika aktif yang terbuat dari bahan semikonduktor, UJT memiliki tiga
terminal dan hanya memiliki satu sambungan. Pada umumnya UJT
digunakan sebagai Saklar Elektronik dan penghasil Isyarat Pulsa. Seperti
namanya, Uni Junction Transistor atau UJT juga digolongkan sebagai salah
satu anggota dari keluarga transistor, namun berbeda dengan transistor
bipolar pada umumnya, UJT ini tidak memiliki terminal/elektroda Kolektor.
UJT yang memiliki tiga terminal ini terdiri dari 1 terminal Emitor (E) dan 2
terminal Basis (B1 dan B2). Oleh karena itu, transistor UJT ini sering disebut
juga dengan Dioda Berbasis Ganda (Double Base Diode).

1. Struktur Dasar Uni Junction Transistor (UJT)

Struktur dasar UJT dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Pada
dasarnya UJT terdiri dari semikonduktor jenis silikon yang bertipe N yang
didoping ringan dan sepotong silikon bertipe P yang berukuran kecil dengan
doping tinggi (berat) di satu sisinya untuk menghasilkan sambungan tunggal
P-N (P-N Junction). Sambungan Tunggal inilah yang kemudian dijadikan
terminologi UJT yaitu Uni Junction Transistor. Di kedua ujung batang silikon
yang bertipe N, terdapat dua kontak Ohmik yang membentuk terminal B1
(Basis 1) dan (Basis 2). Daerah Semikonduktor yang bertipe P menjadi
Terminal Emitor (E) pada UJT tersebut.
Berikut ini adalah Bentuk dan Struktur dasar serta Simbol Uni Junction
Transistor (Transistor Sambungan Tunggal).
Gambar 5.36 Bentuk, struktur dan simbol UJT

2. Cara Kerja Uni Junction Transistor (UJT)

Saat tegangan diantara Emitor (E) dan Basis 1 (B1) adalah Nol, UJT
tidak menghantarkan arus listrik, Semikonduktor batang yang bertipe N akan
berfungsi sebagai penghambat (memiliki resistansi yang tinggi). Namun
akan ada sedikit arus bocor yang mengalir karena bias terbalik (reverse
bias).

Pada saat tegangan di Emitor (E) dan Basis 1 (B1) dinaikan secara
bertahap, resistansi diantara Emitor dan Basis 1 akan berkurang dan arus
terbalik (reverse current) juga akan berkurang. Ketika Tegangan Emitor
dinaikan hingga ke level bias maju, arus listrik di Emitor akan mengalir.
Hal ini dikarenakan Hole pada semikonduktor yang di doping berat
bertipe P mulai memasuki daerah semikonduktor tipe N dan bergabung
kembali dengan Elektron yang di Batang Semikonduktor bertipe N (yang
di doping ringan). Dengan demikian Uni Junction Transistor atau UJT ini
kemudian mulai menghantarkan arus listrik dari B2 ke B1.

3. Aplikasi Uni Junction Transistor (UJT)


Pada umumnya UJT ini digunakan pada beberapa aplikasi rangkaian
elektronika seperti berikut ini :
 Osilator Relaksasi (Relaxation Oscillator).
 Rangkaian Saklar Elektronik.
 Sensor Magnetik flux.
 Rangkaian Pembatas Tegangan dan Arus listrik.
 Osilator Bistabil (Bistable oscillators).
 Rangkaian Regulator Tegangan dan Arus Listrik.
 Rangkaian Pengendali Fase (Phase control circuits).

4. Cara Menguji / Mengukur UJT dengan Menggunakan Multimeter


Untuk mengukur apakah sebuah UJT dapat berfungsi dengan baik,
kita dapat menggunakan alat ukur multimeter dengan pilihan pengujian
resistansi. Berikut dibawah ini adalah 3 langkah mudah untuk mengukur Uni
Junction Transistor (UJT).
a. Cara Mengukur Resistansi antara Terminal B1 dan B2
Di bawah ini adalah cara mengukur resistansi antara Terminal Basis1
(B1) dan Basis (B2) UJT.

Gambar 5.37 Cara Mengukur Resistansi antara Terminal B1 dan B2


1) Atur Posisi Sakelar Multimeter ke R atau Ohm (Ω).
2) Hubungkan Probe Merah (+) Multimeter ke Terminal Basis1 (B1)
UJT.
3) Hubungkan Probe Hitam (-) Multimeter ke Terminal Basis2 (B2) UJT.
4) Layar Multimeter akan menunjukkan nilai Resistansi (nilai Hambatan)
yang tinggi, yaitu sekitar 4kΩ hingga 10kΩ. Kondisi tersebut
menandakan UJT dalam keadaan baik.
5) Lepaskan kedua Probe Multimeter tersebut dari Terminal UJT.
6) Hubungkan lagi Probe Merah (+) Multimeter pada Terminal
Basis2 (B2) UJT.
7) Hubungkan lagi Probe Hitam (-) Multimeter pada Terminal Basis1
(B1) UJT.
8) Layar Multimeter akan menunjukan nilai Resistansi yang tinggi,
yaitu sekitar 4kΩ hingga 10kΩ. Kondisi tersebut menandakan UJT
dalam keadaan baik.
Catatan:
 Dengan cara pengukuran / pengujian di atas, apabila layar multimeter
menunjukan nilai resistansi yang sangat rendah ataupun nol (0), maka
UJT tersebut dinyatakan rusak atau short (hubung singkat).
b. Cara Mengukur Bias Terbalik (Reverse Bias) pada Persimpangan Emitor
Pengujian atau Pengukur Bias Terbalik atau Reverse Bias pada
Persimpangan Emitor UJT ini hampir sama dengan Pengujian Bias Terbalik
pada Dioda.

Gambar 5.38 Cara Mengukur Bias Terbalik pada Persimpangan Emitor


1) Atur Posisi Sakelar Multimeter ke R atau Ohm (Ω).
2) Hubungkan Probe Hitam (-) Multimeter ke Terminal Emitor (E) UJT.
3) Hubungkan Probe Merah (+) Multimeter ke Terminal Basis1 (B1) UJT.
4) Layar Multimeter akan menunjukan nilai Resistansi yang sangat tinggi
yaitu lebih dari 100KΩ. Kondisi ini menandakan UJT dalam keadaan
baik.
5) Pindahkan Probe Merah (+) Multimeter ke Terminal Basis2 (B2) UJT.
Probe Hitam (-) Multimeter tetap pada Terminal Emitor (E) UJT.
6) Layar Multimeter akan tetap menunjukan nilai Resistansi yang sangat
tinggi, yaitu lebih dari 100kΩ.
Catatan:
 Dengan cara pengukuran/pengujian Bias Terbalik diatas, apabila
layar Multimeter menunjukan Nilai Resistansi yang sangat rendah
ataupun Nol (0), maka UJT tersebut dinyatakan Rusak atau Short
(Hubung Singkat).
c. Cara Mengukur Bias Maju (Forward Bias) Pada Persimpangan Emitor UJT

Pengujian atau Pengukuran Bias Maju pada Persimpan Emitor UJT ini
hampir sama dengan pengujian Bias Maju pada Dioda.

Gambar 5.39 Cara Mengukur Bias Maju (Forward Bias) pada Persimpangan Emitor
UJT

1) Atur Posisi Sakelar Multimeter ke R atau Ohm (Ω).


2) Hubungkan Probe Merah (+) Multimeter ke Terminal Emitor (E) UJT.
3) Hubungkan Probe Hitam (-) Multimeter ke Terminal Basis1 (B1) UJT.
4) Layar multimeter akan menunjukan nilai Resistansi yang sangat
rendah, yaitu kurang dari 100Ω. Kondisi tersebut menandakan UJT
dalam keadaan Baik.
5) Pindahkan probe hitam (-) multimeter ke Terminal Basis2 (B2) UJT.
Probe merah (+) multimeter tetap terhubung pada Terminal Emitor (E)
UJT.
6) Layar multimeter akan menunjukan nilai Resistansi yang sangat
rendah yaitu dibawah 100Ω. Kondisi ini menandakan UJT dalam
Keadaan Baik.

Catatan:
 Dengan cara pengukuran/pengujian bias maju diatas, apabila Layar
Multimeter menunjukkan nilai Resistansi yang sangat tinggi, maka UJT
tersebut dapat dinyatakan Rusak atau Putus.
5.6.3 FIELD EFFECT TRANSISTOR (FET)
Field Effect Transistor atau disingkat dengan FET adalah komponen
elektronika aktif yang menggunakan medan listrik untuk mengendalikan
konduktifitasnya. FET dalam bahasa Indonesia disebut dengan Transistor
Efek Medan. Dikatakan Field Effect atau Efek Medan karena pengoperasian
transistor jenis ini tergantung pada tegangan (medan listrik) yang terdapat
pada input gerbangnya. FET merupakan komponen elektronika yang
tergolong dalam keluarga transistor yang memilki tiga terminal
kaki yaitu Gate (G), Drain (D) dan Source (S).
FET memiliki fungsi yang hampir sama dengan transistor bipolar pada
umumnya. Perbedaannya adalah pada pengendalian arus outputnya. Arus
Output (IC) pada transistor bipolar dikendalikan oleh arus input
(IB) sedangkan arus output (ID) pada FET dikendalikan oleh tegangan input
(VG) FET. Jadi perlu diperhatikan bahwa perbedaan yang paling utama
antara transistor bipolar (NPN & PNP) dengan FET adalah terletak pada
pengendalinya (Bipolar menggunakan arus sedangkan FET menggunakan
tegangan).

Field Effect Transistor ini sering disebut juga dengan Unipolar


Transistor, hal ini dikarena FET adalah transistor yang bekerja bergantung
dari satu pembawa muatan saja, apakah itu elektron maupun hole.
Sedangkan pada transistor bipolar (NPN & PNP) pada umumnya, terdapat
dua pembawa muatan yaitu elektron yang membawa muatan negatif dan
hole sebagai pembawa muatan positif. Pada dasarnya terdapat dua jenis
klasifikasi utama pada FET ini, kedua jenis tersebut diantaranya adalah
JFET (Junction Field Effect Transistor) dan MOSFET (Metal Oxide
Semiconduction Field Effect Transistor).

1. Junction FET (JFET)


Cara kerja JFET pada prinsipnya seperti kran air yang mengatur aliran
air pada pipa. Elektron atau Hole akan mengalir dari terminal source (S) ke
terminal drain (D). Arus pada outputnya yaitu arus drain (ID) akan sama
dengan arus inputnya yaitu arus source (IS). Prinsip kerja tersebut sama
dengan prinsip kerja sebuah pipa air di rumah kita dengan asumsi tidak ada
kebocoran pada pipa air kita.
Besarnya arus listrik tergantung pada tinggi rendahnya tegangan yang
diberikan pada terminal gerbangnya (GATE (G)). Fluktuasi tegangan pada
terminal gate (VG) akan menyebabkan perubahan pada arus listrik yang
melalui saluran IS atau ID. Fluktuasi yang kecil dapat menyebabkan variasi
yang cukup besar pada arus aliran pembawa muatan yang melalui JFET
tersebut. Dengan demikian terjadi penguatan tegangan pada sebuah
rangkaian elektronika.
Junction FET atau sering disingkat dengan JFET memiliki 2 tipe
berdasarkan tipe bahan semikonduktor yang digunakan pada saluran atau
kanalnya. JFET tipe N-Channel (Kanal N) terbuat dari bahan semikonduktor
tipe N dan P-Channel (Kanal P) yang terbuat dari semikonduktor tipe P.

a. JFET Kanal-N

Berikut di bawah ini adalah gambar struktur dasar JFET jenis Kanal-N.

Gambar 5.40 Struktur dan simbol JFET jenis Kanal-N


Saluran atau Kanal pada jenis ini terbentuk dari bahan semikonduktor
tipe N dengan satu ujungnya adalah Source (S) dan satunya lagi adalah
Drain (D). Mayoritas pembawa muatan atau Carriers pada JFET jenis
Kanal- N ini adalah Elektron.
Gate atau Gerbang pada JFET jenis Kanal-N ini terdiri dari bahan
semikonduktor tipe P. Bagian lain yang terbuat dari semikonduktor tipe P
pada JFET Kanal-N ini adalah bagian yang disebut dengan Subtrate yaitu
bagian yang membentuk batas di sisi saluran berlawanan Gerbang (G).
Tegangan pada terminal gerbang (G) menghasilkan medan listrik yang
mempengaruhi aliran pada pembawa muatan yang melalui saluran tersebut.
Semakin negatifnya VG, semakin sempit pula salurannya yang akhirnya
mengakibatkan semakin kecil arus pada outputnya (ID).
b. JFET Kanal-P

Berikut di bawah ini adalah gambar struktur dasar JFET jenis Kanal-P.

Gambar 5.41 Struktur dan simbol JFET jenis Kanal-P


Saluran pada JFET jenis Kanal-P terbuat dari semikonduktor tipe P.
Mayoritas pembawa muatannya adalah Hole. Bagian Gate atau Gerbang (G)
dan Subtrate-nya terbuat dari bahan semikonduktor tipe N.
Di JFET Kanal-P, semakin positifnya VG, semakin sempit pula
salurannya yang akhirnya mengakibatkan semakin kecilnya arus pada
output JFET (ID).
Dari simbolnya, kita dapat mengetahui mana yang JFET Kanal-N dan
JFET Kanal-P. Anak Panah pada simbol JFET Kanal-N adalah menghadap
ke dalam sedangkan anak panah pada simbol JFET Kanal-P menghadap
keluar.

2. Metal Oxide Semiconduction Field Effect Transistor


(MOSFET)
Seperti halnya JFET, saluran pada MOSFET juga dapat berupa
semikonduktor tipe-N ataupun tipe-P. Terminal atau elektroda gerbangnya
adalah sepotong logam yang permukaannya dioksidasi. Lapisan oksidasi ini
berfungsi untuk menghambat hubungan listrik antara terminal gerbang
dengan salurannya. Oleh karena itu, MOSFET sering juga disebut dengan
nama Insulated-Gate FET (IGFET). Karena lapisan oksidasi ini bertindak
sebagai dielektrik, maka pada dasarnya tidak akan terjadi aliran arus antara
gerbang dan saluran. Dengan demikian, Impedansi Input pada MOSFET
menjadi sangat tinggi dan jauh melebihi Impedansi Input pada JFET. Pada
beberapa jenis MOSFET Impedansi dapat mencapai Triliunan Ohm
12
(10 Ohm). Dalam bahasa Indonesia, MOSFET disebut juga dengan
Transistor Efek Medan Semikonduktor Logam-Oksida.
Salah kelemahan pada MOSFET adalah tipisnya lapisan oksidasi
sehingga sangat rentan rusak karena adanya pembuangan elektrostatik
(Electrostatic Discharge).
Seperti yang disebut sebelumnya, bahwa MOSFET pada
dasarnya terdiri dari 2 tipe yaitu MOSFET tipe N dan MOSFET tipe P.

a. MOSFET tipe N
MOSFET tipe N biasanya disebut dengan NMOSFET atau nMOS.
Berikut di bawah ini adalah bentuk struktur dan simbol MOSFET tipe N.

Gambar 5.42 Bentuk struktur dan simbol MOSFET tipe N

b. MOSFET tipe P
MOSFET tipe P biasanya disebut dengan PMOSFET atau pMOS. Di
bawah ini adalah bentuk struktur dan Simbol MOSFET tipe P.

Gambar 5.43 Bentuk struktur dan simbol MOSFET tipe P

Kelebihan dan Kelemahan FET

Jika dibandingkan dengan transistor bipolar, FET memiliki beberapa


kelebihan dan kelemahan. Salah satu kelebihan FET adalah dapat
bekerja
dengan baik di rangkaian elektronika yang bersinyal rendah seperti pada
perangkat komunikasi dan alat-alat penerima (receiver). FET juga sering
digunakan pada rangkaian-rangkaian elektronika yang memerlukan
impedansi yang tinggi. Namun pada umumnya, FET tidak dapat digunakan
pada perangkat atau rangkaian elektronika yang bekerja untuk penguatan
daya tinggi seperti pada perangkat komunikasi berdaya tinggi dan alat-alat
pemancar (transmitter).

D. AKTIVITAS PEMBELAJARAN
1. Menganalisis prosedur pemeliharaan dan perbaikan sistem
elektronika dengan membaca modul ini dan mengamati komponen
elektronika.

1. Menganalisis komponen pasif dan aktif


yang digunakan pada rangkaian
elektronika,
Menganalisis
prosedur 2. Menemukan kemungkinan-kemungkinan
pemeliharaan
kesalahan pada komponen elektronika
dan perbaikan
sistem pasif dengan cara pengukuran.
elektronika 3. Menemukan kemungkinan-kemungkinan
kesalahan pada komponen elektronika
aktif dengan cara pengukuran.

2. Mengerjakan latihan.

Anda mungkin juga menyukai