Anda di halaman 1dari 5

Notulensi #2Ngobras

Exit Exam Akan diterapkan! Sudah Siapkah Kita?

Ditulis oleh : Bidang Sosial dan Politik HIMKA FK Undip

Narasumber :

1. Agus Santoso, S.Kep., M.Kep (Kaprodi S1 Keperawatan Undip & Tim pengelola Ukom
AIPNI Pusat)

Latar Belakang Hadirnya UKNI

1. Perawat Indonesia dianggap kurang berkompeten, khususnya yang bekerja di luar negeri
2. Perlunya standarisasi kompetensi keperawatan
3. Sebagai dasar melengkapi skema praktik keperawatan yang legal dan aman bagi pasien
dengan upaya mendapatkan sertifikat kompetensi
4. Bagian dari pengembangan mutu tenaga kesehatan melalui HPEQ PROJECT hingga tahun
2014
5. Meningkatkan ‘nilai tawar’ lulusan tenaga keperawatan vokasional dan professional bagi
user/ stakeholder terkait
6. Mendukung kampanye Patient Safety

Perkembangan Uji Kompetensi yang menghambat salah satunya yaitu jumlah Re-tacker1
bukan berkurang tetapi bertambah, saat bulan juli 2019, re-tacker berjumlah 15.000 se
Indonesia, kemudian jika ditambah peserta first-tacker2 maka diperkirakan bisa mencapai
40.000, tentu angka ini sangat banyak, mengingat tempat ujian berbasis komputer terbatas.
Jumlah Re-tacker terbanyak berada di Sulawesi, NTB, Papua dan daerah Indonesia timur
lainnya.

1
Peserta yang mengambil kesempatan uji kompetensi selanjutnya setelah gagal di kesempatan pertama.
2
Peserta uji kompetensi yang baru saja mau melakukan ujian pertama kali.
Kebutuhan Akan Uji Kompetensi Nasional

Dasar utama dalam menyelenggarakan Ukom yaitu Permenkes 2011 no. 1796 tentang
registrasi nakes. Saat peraturan ini keluar terjadi keributan, dimana semua tenaga kesehatan
perlu memiliki Surat Tanda Registrasi, namun ini sangat memberatkan untuk angkatan yang
sudah terlebih dulu lulus untuk ujian kembali. Maka diadakannya pemutihan yang artinya
semuanya dianggap lulus dan tidak perlu ujian. Angkatan kelulusan yang mendapat pemutihan
diantaranya adalah mulai dari angkatan 2008 keatas. Tetapi bukan dengan mudah angkatan
atas untuk mendapat STR, pada saat itu infrastruktur masih belum terbangun dengan baik,
sehingga banyak STR yang tidak sampai pada tangan pemilik.

UU DIKTI No. 12 tahun 2012, dan sebenarnya UU ini yang menyaratkan adanya Exit
Exam. Exit exam sudah diterapkan sejak Oktober 2013-sebelum april 2015, namun setelah 2
tahun berjalan banyak institusi swasta protes, karena Exit exam yaitu bentuk ujian yang
dilakukan sebelum kelulusan, sedangkan banyak mahasiswa yang masih belum lulus
diinstitusi swasta, hal ini mengakibatkan membengkak nya body student, dampaknya adalah
buruk dalam akreditasi, orang tua murid pun banyak yang menuntut pihak kampus. Akhirnya
diputuskan Uji Kompetensi sistem non exit exam. Sistem ini menerapkan ujian setelah
kelulusan.

Sebenarnya mana yang lebih baik sistem Non exit exam atau exit exam? Untuk pengelola
institusi lebih untung dengan sistem Non exit exam, karena saat sudah lulus mahasiswa bukan
lagi menjadi tanggung jawab institusi, apakah mahasiswa mau ujian setelah lulus, atau
menununda ujian bukan lagi tanggung jawab dari institusi. Tetapi jika sistem exit exam
menimbulkan beban pada institusi, karena jelas beban kuliah akan membengkak, kenaikan
jabatan fungsional kesehatan harus juga melewati uji kompetensi, maka artinya uji kompetensi
akan terus dilakukan seumur hidup untuk menaikan pangkat yang diinginkan.

Lalu hal lain yang mempengaruhi adalah sudut pandang kelambanan peningkatan mutu
pengelolaan pendidikan tinggi keperawatan melalui proses akreditasi institusi pendidikan
tinggi, karena banyak institusi yang tidak bermain bersih (Manipulasi data), disebutkan bahwa
saat ada asesor yang datang menguji baru mulai membenahi baik dari inventaris atau yang
lainnya. Hal ini yang membuat uji kompetensi masih menjadi tolak ukur yang sangat baik
dalam hal akreditasi, seperti contoh jika kelulusan uji kompetensi institusi X sebanyak 30%,
maka langsung bisa dilihat langsung bagaimana tingkat pendidikan diinstitusi tersebut.

Isu mengenai exit exam yang sebelumnya sudah di tanggapi oleh bapak mohammad nasir
selaku menristekdikti pada tanggal 18 maret 2019 lalu, namun hanya dengan selebaran kertas
dengan tulisan, yang bertujuan mencabut Permenristekdikti No. 12 tahun 2016 tentang uji
kompetensi tenaga kesehatan. Tentu itu bukan merupakan hal yang kuat dalam membuat
kebijakan. Setelah pemilu berlangsung pada tanggal 17 April 2019 muncul lagi selebaran yang
menyebutkan exit exam akan di lakukan, namun ada presentasi yakni nilai S1, nilai Ners, dan
nilai Ukom. Seakan-akan itu menjadi kabar gembira karena nilai kelulusan ukom tidak semua
penuh, namun perlu dicermati bahwa ada klausul yang menyebutkan bahwa harus lulus Ukom,
jadi tetap saja. Kondisi ini tentu membuat pengelola semakin ribet karena setelah nilai ukom
keluar masih harus mencari nilai yang akan dikombinasikan menjadi nilai kelulusan.

Saat ini masih di kejar oleh pihak pengelola ukom sebelum penggantian mentri pada
oktober nanti. Maka jika sudah disahkan, ukom akan mulai diberlakukan mulai oktober 2019,
jika di Undip maka yang ikut dalam ujikompetensi dengan sistem exit exam adalah angkatan
33. Perlu disiapkan mulai sekarang agar tidak terkejut nantinya saat dihadapkan dengan sistem
exit exam, bisa mulai september ini mengikuti berbagai tryout yang diselenggarakan.
Beberapa tips dari pak Agus yaitu jangan dikerjakan semua untuk soal-soal, karena jumlah
soal 100 dalam waktu 1 menit setiap soal, maka langsung saja cari soal yang termudah dan
kerjakan sampai NBL (Nilai Batas Lulus), jika masih ada waktu baru bisa dikerjakan kembali
soal yang tertinggal. Untuk latihan bisa dilatih 1 soal untuk setengah menit.

Pak Agus mengingatkan jika lulusan S1 banyak yang tidak langung melaksanakan exit
exam, ini dikhawatirkan jika nanti peraturan banyak yang berubah, seperti jika ditambah
bukan hanya tes uji kompetensi tapi dengan keterampilan (Osca), tentu lebih sulit. Belum lagi
ditambah biaya ujian, sekarang masih dikisaran Rp. 275.000, mungkin saja bisa menyentuh
angka Rp. 600.000 jika ditambah dengan uji keterampilan. Maka perlu diperhatikan lebih
dalam mengambil keputusan dan bisa didiskusikan dengan pihak orang tua atau lainnya.

2. Tika Rahmawati (Ketua HIMKA 2018 & Pendidikan dan pelatihan PHW ILMIKI 2019)

Pandangan dari mahasiswa untuk menghadapi exit exam ini bagaimana kita memandang
kehidupan perawat yang lebih. Perawat tidak melulu harus didalam rumah sakit, tapi bisa
mengambil bagian berbagai research yang menunjukan keunggulan perawat dimasa
mendatang, hingga mampu mengambil alih dalam persaingan global. Saat pengalaman di RS
yang mana perawat sering digaungkan sebagai mitra dokter, namun pada kenyataannya ini
sangat sulit karena dilapangan kemampuan perawat masih banyak yang belum mumpuni.
Lalu sebuah dilema lagi dimana sebagai perawat profesional yang mana dilapangan akan
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, dan harus terlihat bagaimana perbedaan dengan
perawat vokasional, karena saat dilapangan tidak dilihat seberapa banyak kita membaca jurnal
atau pun berapa karya tulis yang sudah kita buat, tapi bagaimana kemampuan kita dalam
merawat dan memberi asuhan kepada pasien.
Jadi dalam menanggapi exit exam kita perlu berfikir positif mengenai mengapa
diadakannya exit exam ini, karena secara tidak langsung kita di latih untuk menjadi perawat
yang benar-benar siap, baik soft skill maupun hard skill, bagaimana nantinya kita akan
bersikap saat masuk di masyarakat luas, tidak cukup hanya dengan teori, tapi perlu juga diuji.

Poin kedua yaitu urgensi dari exit exam bukan sebagai beban, tetapi sebuah dorongan agar
kita bisa menjadi lebih maju lagi, dari exit exam ini kita masih perlu banyak belajar,
mendorong pihak kampus untuk bisa memfasilitasi beberapa kebutuhan mahasiswa saat
menghadapi exit exam. Selain itu exit exam juga membuat kualitas pendidikan pun bisa
ditingkatkan, karena benar-benar teruji dan mendorong banyak pihak mampu berbenah untuk
kemajuan pendidikan keperawatan
Kerugian nya sendiri dari exit exam yang masih bisa di pertimbangkan yaitu masa uji coba
hanya 3 kali, maka dari itu kita perlu sama-sama menyiapkan bekal yang cukup agar tidak
menjadi penyesalan. Selain itu di angkatan atas dalam hal membayar UKT tetap penuh
padahal hanya mengambil beberapa hari untuk ke kampus, ini yang masih dirasa resah oleh
beberapa mahasiswa diangkatan atas memandang exit exam.
Untuk menghadapi semua itu bisa dibuat strategi jangka panjang, seperti:
1. Latihan soal, menjadi kunci utama karena menjadi maju berawal dari diri kita sendiri
2. Membuat unit dan bank soal, karena dirasakan selama UTS atau UAS beberapa soal
mirip dengan tipe exit exam, namun masih belum menemukan jawaban soal tersebut
dari pihak kampus, sehingga masih belum tahu dimana letak kesalahan.
3. Latihan yang setara dengan ukomnas di berbagai institusi

Beberapa yang dirasakan saat mencoba mengerjakan soal uji kompetensi ini
diantaranya sulitnya menentukan klue kasus dalam soal, apakah masuk kedalam
keperawatan yang mana (Jiwa, KMB, KGD dll), kemudian untuk menetapkan kata kunci
intervensi prioritas masih membingungkan dan dalam menentukan inti pertanyaan masih
sering salah dan tidak tepat. Perlu ditekankan dalam uji kompetensi mengambil poin yang
lebih besar dari beberapa sisi keperawatan, seperti KMB (Keperawatan Medikal Bedah)
dari pada model keperawatan yang lain seperti jiwa dan KGD.

“Semoga Bermanfaat dalam membantu teman-teman dan membuat semua tidak berhenti belajar
demi terwujudnya perawat profesional yang berkompeten dan bersaing di kancah internasional.”

#SospolHimkaMeradiasi

Anda mungkin juga menyukai