MAKALAH EDEMA PARU Fix
MAKALAH EDEMA PARU Fix
PENDAHULUAN
Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan apeks (puncak) di atas dan
muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam leher. Paru-paru ada dua,
merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi rongga dada. Terletak di sebelah
kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung berserta pembuluh darah besarnya
dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.
Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru.
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema paru yang perlu
pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat diperkirakan 5,5
juta penduduk menderita Edema. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini merupakan angka yang
cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat di dalam merawat klien edema
paru secara komprehensif bio psiko sosial dan spiritual.
Penyakit Edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971. Sejak
itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh
propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden
terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan
CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun
berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24
(tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).
Dari uraian di atas, maka kami rasa perlu dilakukan pemahaman lebih dalam guna
mengetahui bagaimana sebenarnya proses patofisiologi edema paru hingga bagaimana
cara menangani pasien dengan edema paru sebagai perawat berdasar pada diagnosa –
diagnosa keperawatan yang muncul akibat edema paru.
1
tekanan intavaskular osmotik. Oleh karena itu, cairan plasma dari kapiler dan venula dapat
masuk ke dalam alveoli melalui membran alveolar kapilar. Dari alveoli, cairan dapat
dengan cepat memasuki bronkiale, dan bronki pasien dapat tenggelam dalam cairan ini
Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial
paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau
melalui saluran limfatik.
Dari uraian di atas, maka penulis rasa perlu dilakukan pemahaman lebih dalam
guna mengetahui bagaimana sebenarnya proses patofisiologi edema paru hingga
bagaimana cara menangani pasien dengan edema paru sebagai perawat berdasar pada
diagnosa – diagnosa keperawatan yang muncul akibat edema paru.
1.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN MEDIS
2.1 Pengertian
Edema paru akut adalah suatu keadaan darurat medis yang diakibatkan oleh
kegagalan berat ventrikel kiri. Selain kegagalan berat ventrikel kiri, edema paru ‘akut
dapat pula diakibatkan oleh :
Edema paru adalah penumpukan abnormal cairan didalam paru – paru, baik dalam
spasium interstisial atau dalam alveoli. Cairan bocor melalui dinding kapilar, merembes ke
3
jalan napas dan menimbulkan dispnea hebat. Penyakit ini merupakan kondisi yang
mengancam jiwa yang membutuhkan perhatian segera. Edema paru non kordiak telah
menjadi yang luas: menghirup toksik, takar lajak obat, dan edema paru neurogenik.
Penyebab umum edema pulmonal adalah penyakit jantung, y,i., hipertensif arterosklerotik,
valvular, miopatik. Jika tindakan yang tepat segera di lakukan, serangan dapat dihentikan
dan pasien dapat bertahan terhadap komplikasi ini.
Edema, pada umumnya berarti pembengkakan, ini secara khas terjadi ketika cairan
dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah kedalam
jaringan –jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena
terlalu banyak tekanan dalam pembuluh- pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-
protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma ( bagian dari darah yang
tidak mengandung segala sel-sel darah ).
Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru.
area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh
kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen
dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah
dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai
dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini , dan cairan biasanya
dijatuhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan integritasnya.
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-
paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga
sulit untuk bernapas. Dalam kebanyakan kasus , masalah jantung menyebabkan edema
paru. tapi cairan dapat menumpuk karena alasan lain , termasuk pneumonia , paparan
terhadap racun tertentu dan obat-obatan, dan olahraga atau hidup pada ketinggian tinggi
4
2.2 Tanda dan gejala
1. Gelisah
2. Dispnea berat
3. Pucat
4. Batuk produktif dengan banyak sputum yang berbuih dan sedikit bercampur darah
5. Mengi
6. Sianosis
7. Takikardia
2.3 Etiologi
Edema paru adalah masalah umum yang berkaitan dengan beragam kondisi medis.
Karena beragamnya kausa, ada baiknya jika pembahasan edema paru dikaitkan dengan
prinsip-prinsip fisiologis yang mendasarinya.
5
Peningkatan permeabilitas epitel alveolus
6
disebabkan oleh kelebihan protein di cairan interstisium meningkatkan tekanan kearah
luar. Ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan
dengan cedera (misalnya lepuh) dan respon alergi (misalnya biduran).
c. Peningkatan tekanan vena, misalnya darah terbendung di vena, akan disertai
peningkatan tekanan darah kapiler, karena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena.
Peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang
terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena
restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu contoh adalah pembengkakan di tungkai
dan kaki yang sering terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar menekan
vena-vena besar yang mengalirkan darah dari ekstremitas bawah pada saat vena-vena
tersebut masuk ke rongga abdomen. Pembendungan darah di vena ini menyebabkan
kaki yang mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas bawah.
d. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema, karena kelebihan cairan yang
difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan kedarah
melalui sistem limfe.
2.4 Patofisiologi
Ciri perubahan ini pada edema paru adalah terjadinya peningkatan aliran limfatik.
Perubahan ini karena saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang
mengelilingi artiola paru dan saluran pernafasan yang kecil. Pembengkakan saluran
limfatik ini akan berdampak pada struktur disekitarnya dan mengibatkan terjadinya
perubahan tekanan pada struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah adanya obstruksi
pada saluran pernafasan kecil yang telah dibuktikan sebagai perubahan fisiologis dini pada
7
klien dengan gagal jantung kiri. Mengingat lesi ini tidak merata disaluran paru, maka
timbul perubahan dalam distribusi ventilasi dan perfusi yang kemudian menyebabkan
terjadinya hipoksemia ringan. Terkenanya arteriola kecil juga menyebabkan gambaran
radiologis dini pada gagal jantung kiri, yaitu retribusi aliran darah dari basis ke aspek paru
pada klien dengan posisi tegak.
Selain hal yang telah disebutkan diatas, gangguan difusi juga ikut berperan. Dan
pada fase ini mungkin terjadi peningkatan pintas kanan ke kiri melalui alveoli yang tidak
mengalami ventilasi. Pada fase alveoli penuh dengan cairan, semua gambaran menjadi
lebih berat dan konplians akan menurun dengan nyata (Nowak, 2004). Alveoli terisi air
dan pada saat yang sama aliran darah kedaerah tersebut tetap berlangsung, maka pintas
kanan dan kiri aliran darah akan menjadi lebih berat dan akan menyebabkan hipoksemia
yang rentan terhadap peningkatan konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Kecuali pada
keadaan yang berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratorik akan tetap berlangsung.
8
Deskripsi Proses Patofisiologis dan Tanda Klinis
Edema paru Penyebab terbanyak odema paru adalah gagal jantung kiri.
kardiogenik
Secara ringkas yang terpenting adalah membedakan apakah edema paru
terjadi karena kardiogenik atau karena ARDS.
Pemeriksaan klinis, laboratoris, dan radiologis bisa saja mirip pada
kedua keadaan tersebut. Sering kali diagnosis dapat ditegakkan setelah
mengukur pulmonaru copillary wedge pressure (PCWP).
Edema paru kardiogenik amat jarang terjadi pada klien yang memiliki
ukuran jantung normal, kecuali pada infark miokard akut. Efusi pleura
jarang terjadi pada ARDS: jika ada, hal ini menandakan adanya
peningkatan tekanan kapiler paru.
Sindrome Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru dapat terjadi pada
kognitife vena
klien dengan kelebihan cairan intravaskuler dengan ukuran jantung
normal. Ekspensi intravaskular tidak perlu terlalu besar untuk
terjadinya kongesti vena, karena vasokonstriksi sistemik dapat
menyebabkan pergeseran volume darah ke dalam sirkulasi sentral.
Sindrom ini sering terjadi pada klien yang mendapat cairan kristaloid
atau darah intravena dalam jumlah besar, terutama pada klien dengan
gangguan fungi ginjal.
Pemberian kortikosteroid menyebabkan gangguan kongesti vena lebih
lanjut. Sindrom kongesti vena (fluid overload) ini sering terjadi pada
klien dengan trauma yang luas dan mendapat intake (infusan) cairan
dalam jumlah besar untuk menopang sirkulasi.
Pada fase penyembuhan, terjadilah edema paru.
Kongesti vena dan ARDS dapat dibedakan dengan PCWP yang normal
pada ARDS. Kongesti vena dapat dibedakan dari gagal jantung kiri
dengan memeriksa nilai curah jantung yang normal dan hasil analisis
gas darah (AGD) yang normal pada kongesti vena.
Edema paru Keadaan ini terjadi pada klien dengan gangguan sistem saraf pusat dan
neurogenik
pasca-iktal (post-ictal).
Diduga dasar mekanisme edema paru neurogenik adalah adanya
rangsangan hipotalamus yang menyebabkan rangsangan pada sistem
adrenergik, yang kemudian menyebabkan pengerasan volume darah
9
dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmunal dan penuaan komplians
ventrikel kiri.
Edema paru neurogeniksering terjadi pada klien trauma kepala, tapi
juga dapat berhubungan drngan peningkatan tekanan intrakranial
karena berbagai sebab, dan klien yang berusia muda. Pada klien dengan
trauma kepala, edema paru dapat terjadi dalam waktu yang singkat.
Mekanisme neurogenik mungkin dapat menjelaskan terjadinya edema
paru pada klien pemakai heroin.
Edema paru Edema paru akan terjadi pada orang normal yang naik sampai
karena
kehilangan ketinggian 2700 m (9000 kaki) tanpa faktor presipitasi. Keadaan yang
tempat meskipun jarang tapi cukup serius ini dapat terjadi pada orang yng
mendaki untuk pertama kali, namun lebih sering pada mereka yang
sudah beraklimitasi yang terlalu lama tinggal di tempat yang lebih
rendah.
Penyebab keadaan ini tidak diketahui.
Diduga mekanismenya adalah hipoksia karena ketinggian
menyebabkan hipertensi pulmunal. Gejala edema paru karena
ketinggian terjadi 6-36 jam setelah tiba di tempat yang tinggi. Latihan
yang berlebihan lebih memungkinkan timbulnya keadaan ini. Keluhan
awala adalah batuk kering, sesak napas, dan sakit atau perasaan
tertekan di daerah substernal.
Insufisiensi Penyebab insufisiensi paru pascatrauma belum diketahui. Meskipun
paru
pascaptrauma penelitian histologi menekankan adanya fibrin dan mikroemboli
trombosit dalam vaskularisasi paru. Hal yang perlu ditekankan disini
adalah Insufisiensi paru pascaptrauma dapat timbul tanpa harus ada
trauma paru.
Aspirasi cairan Aspirasi cairan lambung dapat menyebabkan ARDS.
Lambung
Hasil eksperimen pada binatang menunjukkan adanya hubungan antara
berat ringannya keadaan dengan pH asam lambung dan volume cairan
yang diaspirasi. Asam lambung dengan pH 2,5 hanya menyebabkan
peningkatan sementara. Asam lambung akan menyebar di dalam paru
dalam beberapa detik saja dan jaringan paru akan terdapar (buffered)
dalam beberapa menit.
10
Pada keadaan yang berat dapat terjadi hipotensi yang mungkin
disebabkan oleh penurunan refleks curah jantung melalui saraf vagus.
Sepsis Septikimia karena hasil gram negatif infeksi ekstrapulmonal
merupakan faktor penyebab penting edema paru karena peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Edema paru difus dapat terjadi tanpa
multiplikasi aktif mikroorganisme dalam paru.
Edema paru adalah gambaran yang sering dijumpai pada syok sepsis.
Hal ini jelas tidak berhubungan dengan hipotensi saja, karena hal ini
juga dapat timbul pada klien dengan sepsis tanpa syok.
Sepsis sering ditemukan pada klien yang diduga menderita insufisiensi
paru pascatrauma sehingga diperkirakan sebagai faktor penyebab
kecuali pada luka bakar, lesi intrakranial, atau kontusio paru.
Pneumonia Pemeriksaan histologi dan elektron mikroskop edema paru pada infeksi
paru menunjukkan perubahan yang sama dengan edema paru karena
peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Virus yang sering menyebabkan gagal napas karena edema paru
hanyalah virus influenza dan virus vaeicella.
Overdosis Penyebab edema paru karena keadaan ini tidak diketahui. Diuga ada
heroin
(narkotika) lebih dari satu mekanisme yang menyebabkan terjadinya edema paru.
Pada beberapa klien, edema paru terjadi sangat cepat sehingga klien
meninggal dengan jarum suntik masih tertanam dalam vena. Pada klien
ini penyebab edema paru mungkin bersifat neurogenik.
Pada klien lain gejala edema paru baru timbul kemudian. Disini
peningkatan permeabilitas kapiler paru lebih mungkin menjadi
penyebab edema paru. Mediator peningkatan permeabilitas kapiler paru
tidak diketahui. Pengukuran konsentrasi morfin dalam darah dan
jaringan menyokong konsep reaksi toksik yang berhubungan dengan
dosis.
Inhalasi asap Sekarang jelas bahwa inhalasi asap tanpa luka bakar termis juga
dan luka bakar
saluran menjadi penyebab kematian utama.
pernapasan Luka bakar pada saluran pernapasan diduga disebabkan energi panas
(termal). Luas luka bakar amat bervariasi dan ada tidaknya luka bakar
di bagian muka (fasial) tidak berhubungan dengan keterlibatan saluran
11
pernapasan.
Inhalasi asap dapat terjadi tanpa luka bakar tubuh yang nyata dan jelas
merupakan suatu perlukaan (injury) kimia. Jenis kerusakan saluran
pernapasan bergantung pada jenis bahan yang terbakar dan zat kimia
yang terkandung di dalam asap yang ditimbulkan.
Inhalasi bahan Edema paru dilaporkan disebabkan akibat inhalasi bahan kimia toksik
kimia toksik
dapat menyebabkan lesi paru seperti yang disebutkan oleh inhalasi
asap.
Edema paru dilaporkan dapat disebabkan oleh paparan terhadap fosgen,
klorin, oksida nitrogen, ozon, sulfur dioksida, oksida metalik, uap
asam, dam uap bahan kimia kompleks lainnya.
Toksisitas Oksigen dalam konsentrasi tinggi ternyata bersifat toksik terhadap
oksigen
paru. Terdapat variasi yang menonjol tentang saat timbulnya perubahan
fungsi paru dengan periode laten antar 24-72 jam setelah paparan
terhadap oksigen 100 %.
Lesi yang ditimbulkan dari segi histologi mirip dengan edema paru
yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler paru. Di
bawah mikroskop elektron, perubahan awal yang terjadi adalah
penebalan ruang intertisial oleh cairan edema yang berisi serat fibrin,
leukosit, trombosit, dan makrofag. Ini terjadi sebelum tampak
kerusakan sel endotel dengan perlukaan yang lebih berat sel-sel ini
tampak dalam berbagai tingkatan kerusakan.
Pada saat ini teori radikal bebas (free-radical theiory) menunjukkan
bahwa edema paru pada klien dengan hipoksia disebabkan oleh
metabolit reaktif dan oksigen molekular.
Neor Drowing Edema paru dapat terjadi pada mereka yang selamat dari tenggelam di
air tawar atau air laut. Autopsi korban yang tidak bisa diselamatkan
menunjukkan adanya perubahan patologi paru yang sama dengan
perubahan pada edema paru karena sebab lain.
Studi mikroskopik elektron pada binatang percobaan menunjukkan
bahwa perubahan penting yang terjadi saat tenggelam di air tawar
adalah perubahan osmotik yang ditandai dengan disrupsi selular berat,
pembengkakan mitokondria, dan destruksi endotelial. Pada tenggelam
12
dengan air laut, strutur paru masih dipertahankan, tapi terjadi formasi
vakuola, diskontinuitas deretan sel alveolar (alveolar lining cells), dan
pembengkakan sel.
Pada saat tenggelam, korban biasanya mengaspirasi sejumlah air. Air
tawar bersifat hipotonis, sedangkan air laut adalah hipertonis relatif
terhadap darah. Perbedaan dua sifat air itulah yang menyebabkan
terjadinya pergerakan cairan melalui membrab alveolar kapiler ke
dalam darah atau ke dalam paru. Resultan perubahan konsentrasi
elektroklit dalam darah sebanding dengan volume cairan yang
diaspirasi.
Emboli lemak Mekanisme terjadinya emboli lemak sampai saat ini masih belum jelas.
Lemak netral yang mengemboli paru jelas berasal dari lemak sumsung
tulang belakang yang dilepaskan oleh tenaga mekanis. Mungkin
sebagian lemak netral dihidrolisis menjadi asam lemak bebas oleh
lipoprotein lipase dalam paru dan kerusakan utama pada paru
disebabkan oleh asam lemak bebas.
Kerusakan paru terjadi melalui hipertensi pulmunal yang disebabkan
oleh embolisasi dan trombositopenia yang diinduksi oleh lemak yang
bersirkulasi atau koogulasi dan lisis fibrin dalam paru.
Emboli lemak banyak ditemukan pada kasus fraktur tulang panjang,
terutama femur atau tibia.
Uremia Edema paru sering terjadi pada klien gagal ginjal. Pada banyak klien
ditemukan juga pada kasus gagal jantung kiri sebagai akibat kombinasi
anemia, hipertensi, aterosklerosis, dan klasifikasi vaskuler.
Pada beberapa klien, peningkatan volume intravaskuler dan plasma
dapat menyebabkan sindrom kongesti vena tanpa adanya penyakit atau
kelainan miokard. Walaupun demikian, edema paru dapat pula terjadi
pada klien dengan tkanan kapiler paru yang normal, dan edema paru
akan hilang setelah dianalisis meskipun didapatkan keseimbangan
cairan yang positif. Keadaan ini menunjukkan adanya pneuminitis
uremik pada beberapa klien karena peningkatan permeabilitas paru.
Gambaran histologi paru pada klien tersebut serupa dengan yang
ditemukan pada edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler
13
paru karena sebab lain.
Pankreatitis Meskipun banyak faktor yang amat mungkin menyebabkan edema paru
pada klien dengan pankreatitis, namun pada 5-25% diduga
penyebabnya adalah ARDS.
Tingginya komsentrasi protein cairan edema menyokong diagnosis ini.
Pelepasan zat-zat seperti tripsin, fosfolipase A, dan kalikrein selama
pankreatitis diduga mendasari mekanisme terjadinya edema paru.
Semua pembuluh darah bocor. Pada manusia dewasa, kebocoran dari sirkulasi paru
membentuk kurang dari 0,01% aliran darah paru, atau filtrasi basal sekitar 15mLjam. Dua
pertiga lairan ini terbemtuk melalui endotel kapiler paru menuju ruang interstisium
perikapiler. (gambar 9-26).
Hal ini adalah satu dari duaruang ekstravaskuler diparu-ruang interstisium dan
ruang udara- yang mengandung alaveolus dan saluran napas penghubung. Kedua ruang
ini dilindungi oleh sawar yang berbeda. Endotel kapiler paru mencegah ekstravansi
kedalam ruang interstisium sementara epitel alveolus melapisi ruang udara dan
melindunginya dari gerakan bebas cairan. Cairan edema tidak mudah memasuki ruang
alveolus karena epitel alveolus hampir tidak permeable terhadap protein. Sawar protein
ini menghasilkan gradien osmotik kuat yang mendorong akumulasi cairan di
interstisium.
Jumlah cairan yang menembus endotel kapiler paru ditentukan oleh luas jaringan
kapiler, permeabilitas dinding pembuluh darah, dan tekannan netto yang mendorongnya
menembus dinding (tekanan transmural atau pendorong). Tekanan transmural
mencerminkan keseimbangan antara gaya-gaya hidrostatik yang cenderung
memindahkan cairan keluar kapiler dan gaya osmotik koloid netto yang cenderung
menahannya. Ketidakseimbangan satu atau lebih dari keempat faktor ini- permeabilitas
kapiler endotel, permeabilitas epitel alveolus, tekanan hidrostatik, dan tekanan osmotik
koloid- berada dibalik hampir semua gambaran klinis edema paru.
Secara ringkas , keempat faktor ini dikelompokkan menjadi dua jenis edema paru:
kardiogenik, yang menunjukkan edema akibat peningkatan netto tekanan transmural
(hidrostatik atau osmotik); dan non-kardiogenik, yang menunjukkan edema yang terjadi
akibat peningkatan permeabilitas. Grup pertama merupakan proses mekanis, dan yang
14
kedua terutama merupakan proses peradangan. Namun, berkaitan erat: edema paru
terjadi jika tekanan kapiler tertentu. Contohnya, jika terjadi kerusakan endotel kapiler,
peningkatan ringan tekanan transmueal pembentukan edema yang mencolok. Demikian
juga, jika sawar epitel alveolus rusak, bahkan viltrasi basal melalui endotel yang utuh
sudah dapat membuat alveolus dipenuhi cairan.
15
izin, dari Nunn JF: Nunn’s Applied Respiratory Physiologi, 4th ed. Butterworth-
Heinemann, 1933).
Pada suatu tahap kritis (yang belum dapat dipastikan) setelah interstisium
peribronkus dan perivaskuler terisi, peningkatan tekanan hidrostatik interstisium
menyebabkan caran edema mengalir masuk keruang alveolus. Jalur menuju ruang
alveolus masih belum diketahui.
16
berlanjut melebihi bersihan pembuluh limfe, alveolus akan “kebanjiran”. Karena
merupakan ultrafitrat plasma, cairan edema pada edema paru kardiogenik pada awalnya
mengandung sedikit protein, umumnya kurang dari 60% kandungan protein plasma
pasien.
Pada cedera inhalasi, seperti yang ditimbulkan oleh gas mustard selama Perang
Dunia I, terjadi jejas kimiawi langsung pada epitel alveolus yang merusak sawar selular
yang biasanya ketatini. Adanya cairan berprotein tinggi di alveolus, terutama adanya
fibrinogen dan produk penguraian fibrinogen, menginaktifkan surfaktan paru, yang
menyebabkan peningkatan drastic tegangan permukaan. Hal ini menyebabkan
berkurangnya compliance paru dan instabilitas alveolus sehingga terbentuk daerah-daerah
atelectasis. Peningkatan tegangan permukaan menurunkan tekanan hidrostatik interstisium
dan mendorong aliran cairan dalam alveolus. Kerusakan lapisan surfaktan dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
Faktor-faktor dalam darah dapat bekerja langsung pada endotel kapiler atau
mempengaruhinya melalui berbagai mediator imunologis. Contoh umum adalah
bacteremia Gram-negatif. Endotoksin bakteri tidak secara langsung merusak endotel;
endotoksin ini menyebabkan neutrophil dan makrofag melekat pada permukaan endotel
dan membebaskan beragam mediator peradangan seperti leukotriene, tromboksan, dan
prostaglandin sertaradikal-radikaloksigen yang menyebabkan cedera oksidatif. Baik
17
makrofag maupun neutrophil dapat mengeluarkan enzim proteolitik yang memperparah
kerusakan. Makrofag alveolus jug ada patter stimulasi. Zat-zat vasoaktif dapat
menyebabkan vasoaktif dapat menyebabkan vasokonstriksi hebat di paru sehingga terjadi
kegagalan kapiler.
1. Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam dan
biasanya di dahului dengan rasa gelisah, ansietas, dan tidak dapat tiur.
2. Awitan sesak napas mendadak dan rasa asfikasia (seperti kehabisan napas), tangan
menjadi abu – abu.
3. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi.
4. Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.
5. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi
mendekati panik, pasien mulai bingung, kemudian stupor.
6. Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu
darah dan berbusa ( dapat tenggelam oleh cairan sendiri).
7. napas yang cepat ( tachypnea ), kepeningan atau kelemahan.
8. Tingkat oksigen darah yang rendah ( hypoxia ).
9. suara paru yang abnormal , seperti rales atau crackles.
18
2.5.1 EDEMA PARU AKIBAT PENINGKATAN TEKANAN TRANSMURAL
(EDEMA PARU KARDIOGENIK)
Pada awalnya, peningkatan tekanan vena paru dapat tidak menimbulkan gejala.
Pasien mungkin hanya merasa dispnea ringan saat berolah raga atau batuk non-produktif
yang dirangsang oleh pengaktifan reseptor-reseptor iritan yang berhubungan dengan
serabut C. Ortopnea dan serangan-serangan dispnea malam hari yang terjadi ketika
berbaring menyebabkan, redistribusi darah atau cairan edema yang semula terkumpul di
tungkai sehingga meningkatkan volume darah toraks dan tekanan vena paru.
19
Gambar 9-27. Stadium-stadium dalam akumulasi cairan edema paru. Terdapat tiga kolom
yang mewakili tiga gambaran anatomis akumulasi progresif cairan edema paru. Dari kiri
kekanan, kolom-kolom mencerminkan potongan melintang berkas bronko vaskular yang
memperlihatkan jaringan ikat longgar yang mengelilingi dinding bronkus dan arteri
pulmonalis, potongan melintang alveolus yang terfiksasi dalam inflasi, dan potongan
melintang kapiler paru. Stadium pertama adalah akumulasi cairan di bagian tepi ruang inter
stisium perikapiler. Terbatasnya cairan edema di satu sisi kapiler paru menghasilkan
pertukaran gas yang lebih baik di bandingkan pada akumulasi yang simetris. Jika
pembentukan cairan edema melebihi kemampuan pembuluh limfe untuk membersihkannya,
hal ini akan meregangkan inter stisium peribronkovaskular. Pada stadium ini, alveolus belum
dibanjiri oleh cairan edema tetapi terisi sebagian membentuk gambaran bulan sabit. Stadium
ketiga adalah terisinya alveolus oleh cairan. Perhatikan bahwa masing-masing alveolus
dipenuhi sepenuhnya atau terisi minimal (berbentuk bulan sabit). Pola ini mungkin terjadi
karena edema alveolus mengganggu surfaktan dan, di atas ambang tertentu, terjadi
peningkatan gaya-gaya permukaan yang sangat meningkatkan tekanan transmural dan
menyebabkan banjir. (Dimodifikasi dan diproduksi ulang dengan izin, dari Nunn JF: Nunn’s
Applied Respiratory Physiology, 4th ed. Butterworth-Heinemann, 1993)
20
2.5.2 EDEMA PARU AKIBAT PENINGKATAN PERMEABILITAS (EDEMA PARU
NON-KARDIOGENIK)
21
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
Penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium serum normal, natrium urine
rendah (<10 mEq/24 jam).
2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda
konsolidasi di sekelilingnya. Kavitas ini bisa multiple atau tunggal dengan ukuran 2-
20 cm.
Sianosis sentral , sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih. Ronchi
basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru , kadang
disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga
disebut sebagai asma kardiale. Takikardi dengan s3 gallop. Murmur bila ada kelainan
kutup elektrokardiografi bisa sinus takikardi dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi
atrium , tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark , hipertrofi , ventrikel kiri
atau aritmia bisa ditemukan.
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada edema paru yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
adalah untuk menghilangka faktor penyebab perlukaan paru, perbaikan keadaan umum
dan memberi kesempatan pada paru-paru untuk membaik, serta sejauh mungkin
mengurangi tekanan yang menyebabkan pergeseran cairan melalui barrier yang terluka.
Hal ini penting, karena terapi spesifik untuk perlukaan akut paru pada umumnya tidak ada
22
(kecuali bila penyebabnya adalah infeksi), dan terapi suportif merupakan satu-satunya
pilihan.
1. Oksigenasi
1. Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia dan
dispnea.
2. Oksigen dengan tekanan intermiten atau tekanan positif kontinu, jika tanda –
tanda hipoksia menatap.
3. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik, jika terjadi gagal napas.
4. Tekanan ekpirasi akhir positif (PEEP).
5. Gas darah arteri (GDA).
2. Farmakoterapi
1. Morfin : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea:
merupakan kontraindikasi pada cedera vaskular serebral, penyakit pulmonal
kronis, atau syok kardiogenik. Siapkan selalu nalokson hidroklorida (narcan)
untuk depresi pernapasan luas.
2. Diuretik : furosemid (lasix) IV untuk membuat efek diuretik cepat.
3. Digitalis : unutk memperbaiki kekuatan kontraksi jantung: diberikan dengan
kewaspadaan tinggi pada pasien dngan MI akut.
4. Aminofilin: untuk mengi dan bronkospasme, drip IV kontinu dalam dosis
sesuai berat badan.
3. Perawatan suportif
1. Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki dibawah, lebih baik bila kaki
terjuntai disamping tempat tidur, untuk membantu arus balik vena ke jantung.
2. Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas yang
konkret.
3. Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur.
4. Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sdang
dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respons terhadap
pengobatan.
23
2.9 Evaluasi diagnostik
2.10 Komplikasi
2.11 Pencegahan
24
BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN
1. Sistem integumen
Subyektif : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat, suhu kulit meningkat, kemerahan
2. Sistem pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng
Obyektif : pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/non produktif),
sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut
meningkat, laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru
3. Sistem cardiovaskular
Subyektif : sakit kepala
Obyektif : denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas darah
menurun, denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
4. Sistem neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
5. Sistem musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot
aksesoris pernafasan
6. Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun/normal
7. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
8. Studi laboratorik
Hb : menurun/normal
25
Analisa gas darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
Elektrolit : natrium/kalsium menurun/normal
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan
dan kelelahan
2. Gangguan pertukaran gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit, atau pengesetan
ventilator tidak tepat
3. Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakeal
4. Resiko tinggi infeksi b.d pemasangan selang endotrakeal
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit
1. Tujuan : jalan nafas dapat dipertahankan kebersihannya
2. Kriteria evaluasi : suara nafas bersih, ronchii tidak terdengar pada seluruh lapang
paru.
Rencana Intervensi Rasional
Lakukan hisap lendir bila ronchii terdengar Tekanan penghisapan tidak lebih 100-
200 mmHg. Hiperoksigenasi dengan 4-5
kali pernafasan dengan O2 100% dan
hiperinflasi dengan 1½ kali VT
menggunakan resusitasi manual atau
ventilator. Auskultasi bunyi nafas
setelah penghisapan.
26
Monitor ventilator tekanan dinamis Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin
menunjukkan adanya perlengketan jalan
nafas
Gangguan pertukaran gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit, atau pengesetan
ventilator tidak tepat.
1 Tujuan : Pertukaran gas jaringan paru optimal.
2 Kriteria evaluasi : Gas Darah Arteri dalam keadaan normal.
Periksa AGD 10-30 menit setelah AGD diperiksa sebagai evaluasi status
pengesetan ventilator atau setelah adanya pertukaran gas, menunjukkan konsentrasi
perubahan ventilator O2 & CO2 darah
Monitor tanda hipoksia dan hiperkapnea Hipoksia dan hiperkapnea ditandai adanya
gelisah dan penurunan kesadaran, asidosis,
hiperventilasi, diaporesis dan keluhan sesak
meningkat.
27
Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakeal.
1. Tujuan : klien dan petugas kesehatan dapat berkomunikasi secara efektif selama
pemasangan selang endotrakeal.
2. Kriteria evaluasi : klien dan perawat menentukan dan menggunakanmetoda yang
tepat.
Berikan bel atau papan catatan serta alat Sebagai media komunikasi anatara klien
tulis untuk komunikasi dan perawat
Yakinkan pasien bahwa suara akan kembali Mengurangi kecemasan yang mungkin
bila endotrakela dilepas timbul akibat kehilangan suara
28
Pertahankan teknis steril selama Mengurangiresiko infeksi nosokomial
penghisapan lendir
Ganti selang ventilator tiap 24-72 jam Mengurangi resiko infeksi nosokomial
Palpasi sinus dan lihat membrana mukosa Prubahan membrana mukosa dan adanya
selama demam yang tidak diketahui sinusitis mungkin menjadi indikasi
sebabnya adanya infeksi pernafasan
Monitor tanda vital terhadap tanda infeksi Infeksi dapat dilihat dari tanda
umum/khusus organ
29
3.4 Pohon Masalah
30
31
BAB IV
4.1 KESIMPULAN
Edema paru adalah penumpukan abnormal cairan didalam paru – paru, baik dalam
spasium interstisial atau dalam alveoli. Cairan bocor melalui dinding kapilar, merembes ke
jalan napas dan menimbulkan dispnea hebat. Penyakit ini merupakan kondisi yang
mengancam jiwa yang membutuhkan perhatian segera. Edema paru non kordiak telah
menjadi yang luas: menghirup toksik, takar lajak obat, dan edema paru neurogenik.
Penyebab umum edema pulmonal adalah penyakit jantung, y,i., hipertensif arterosklerotik,
valvular, miopatik. Jika tindakan yang tepat segera di lakukan, serangan dapat dihentikan
dan pasien dapat bertahan terhadap komplikasi ini.
4.2 SARAN
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekuranganya dan jauh dari kesempurnaan ,oleh karena itu kami mengharapkan saran dan
kritik agar kami dapat memperbaiki dimana letak kesalahan dan kekurangan dalam
menyusun makalah ini, demi tercapainya kesempurnaan penyusunan makalah.
32
DAFTAR PUSTAKA
Aha .2009 focused update : ACCF/AHA Guidelines for the diagnosis and management of
heart failure in adults. Circulation 2009,119:1977-2006
Baradero, Mary. 2008. Klien gangguan kardiovaskular: seri asuhan keperawatan. Jakarta:
EGC
C. Baughman, Diane. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner. Jakarta:
EGC
Cremers et al. 2010. Chest X-Ray Heart Failure. The Radiology Assistant. (Online). Tersedia:
Http://www.radiologyassistant.nl/en/p4c132f36513d4/chest-x-ray-heart-
failure.html. (24 November 2012)
ESC. 2008. Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failurre
2008. European Heart Journal (2008) 29, 2388-2442
doi:10.1093/eurheartj/ehn309
ESC. 2012. Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart
Failurre 2012.
33
Harun S dan Sally N. Edema Paru Akut. 2009. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th Ed. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. P. 1651-1653
Maria I. 2010. Penatalaksanaan Edema Paru pada Kasus VSD dan Sepsis VAP. Anastesia &
Critical Care. Vol 28 No.2 Mei 2010.52
Soemantri. 2011. Cardiogenic Pulmonary Edema. Naskah Lengkap PKB XXVI Ilmu
Penyakit Dalam 2011. FKUNAIR-RSUD. DR.Soetomo Surabaya, hal 113-19
34