Makalah PKN Aghim
Makalah PKN Aghim
DISUSUN OLEH :
Muhammad As’ary
Kelas : X Ipa Unggulan 2
Asal sekolah :SMAN 4 Kota Bima
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah PKN tentang “filosofi gedung MPR,filosofi
tugu Monas dan makna burung Garuda”
Makalah PKN ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah PKN tentang” filosofi Gedung
MPR,Monas dan makna dari burung Garuda “ ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
Kota Bima
Minggu 18 November 2018
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR……………………………………………….. i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1Penutup ………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui sejarah dari Gedung MPR
2. Untuk mengetahui sejarah tugu Monas
3. Untuk mengetahui makna yang terkandung dari burung
Garuda
1.4 MANFAAT
Diharapkan makalah ini dapat menambah dan memperkaya
khasanah pengetahuan dan dapat memberikan manfaat bagi teman teman
dalam mengetahui Filosofi dari Gedung MPR ,sejarah pembangunan
Monas dan makna yang terkandung di dalam burung garuda
BAB II
PEMBAHASAN
Pembangunan
Gedung
BERITA TERKAIT +
Anggaran Gedung DPR Rp601 Miliar Belum Cair, "Pesta" IMF Diolok-olok
Jika Gedung DPR Miring 7 Derajat, Bisa Jadi Keajaiban Dunia ke-8
Awal mulanya, Soejoedi ketika itu merancang desain gedung MPR-DPR
bersama tim arsiteknya yang terdiri dari Ir Sutami selaku struktur engineer dan
Ir Nurpontjo selaku staf Soejoedi yang ditugaskan untuk membikin maket
bangunan. Dengan hanya mempunyai waktu kurang lebih dua minggu, mereka
pun terburu-buru merancang desain bangunan.
Pada waktu itu pula Soejoedi menghampirinya dan bertanya soal maket
tersebut. Bersamaan dengan datangnya Soejoedi, Nurpontjo yang ketika itu
sedang merasa putus asa, segera mengambil gergaji dan membelah dua hasil
cetakan maket tadi. Dengan harapan, jika kubah dibelah dua, maka akan ada
beberapa potongan lebih mulus, sehingga bisa digabung untuk menjadi kubah
utuh sempurna tanpa keriput.
Ketika Soejoedi melihat dua potongan maket tersebut di atas meja, dia
bereaksi dengan mengatakan bahwa hasil dua potongan maket tadi bagus dan
malah mengusulkan sebaiknya seperti itu saja atap yang digunakan. Bahkan, dia
berkata demikian sambil tangannya memegang dan mereka-reka bentuk yang
akan terjadi jika potongan-potongan hasil tadi disatukan. Lantas, segera dia
menanyakan terlebih dahulu kepada rekan kerja lainnya yakni Sutami.
Struktur sepasang busur beton dengan satu titik temu tersebut kemudian
harus diteruskan masuk ke dalam bumi, untuk bisa menyalurkan beban. Struktur
semacam ini merupakan satu kesatuan yang sangat kokoh dan stabil, agar
nantinya bisa dibebani dengan sayap-sayap berukuran dua kali setengah kubah
beton. Penambahan tersebut juga bisa ikut membentuk atap bangunan utama
seperti sayap burung Garuda.
Pembangunan gedung DPR-MPR ini pun dibangun pada 1965 dan rampung
pada 1968. Alhasil, atap gedung tersebut hingga saat ini masih terlihat ikonik
dan kokoh setelah berusia lebih dari 48 tahun.
Bahan tulisan Keunikan Arsitektur Gedung MPR/DPR RI, diambil dari buku
Gedung MPR/DPR RI Sejarah dan Perkembangannya. Buku ditulis oleh: Budhi A.
Sukada, Yulius Pour, Hilmi Syatria. Foto: Ahkamul Hakim; Gregorius Antar. Buku
yang ditulis oleh beberapa penulis tersebut agar bahasanya mengalir dan enak
dibaca, di edit oleh Hilmi Syatria.
Ya…….., Gedung MPR/DPR tidak habis-babis dibahas orang, baik dari sisi
Rancangan maupun orang-orang yang beraktifitas didalamnya bahkan sisi ilmiah
rancangan gedung seperti konstruksi, tatacahaya, tatasuara dan tata udara
(yang dikenal dalam istilah Fisika Bangunan), mengenai Fisika Banguanan, baca
tulisan Fisika Banguan, bangunan-bangunan-apa-ituuu/ . Banyak hal yang
menarik bila dibaca dari tulisan yang terdapat dalam buku tersebut, kali ini yang
ditampilkan/dipilih adalah Keunikan Arsirtektur. Tujuannya, agar masyarakat
luas mengetahui awal ide rancangan bangun gedung. Buku tersebut saya
(Haslizen Hoesin) peroleh saat bersilaturahim kerumah Hilmi Syatria (editornya)
bulan Oktober 2012. Selamat membaca, semoga bermanfaat (Haslizen Hoesin).
KeunikanArsitektur
Dalam suasana kritis, karena esok hari adalah batas waktu penyerahan
sayembara, Soejoedi datang dan langsung bertanya pakai bahasa jawa “piye
dik, wes rampung” (bagaimana dik, sudah selesai). “Wah susah mas, tak grajine
di sik” (wah sulit mas, harus saya gergaji dulu), jawab Nurpontjo. Lalu arsitek
Soejoedi melihat dua potongan hasil cetakan yang terletak di atas meja. Tanpa
diduga dia malahan berkata: “Lha iki koq apik, apa ngene wae yo atape?” (Lha
ini kok malahan bagus, apa begini saja atapnya?). Soejoedi berkata demikian
sambil tangannya memegang dan mereka-reka bentuk yang akan terjadi jika
potongan-potongan hasil pencatakan dari kuali penggorengan surabi tersebut
disatukan, sebagai mana kubah murni terbelah dua yang bagian ujungnya
diangkat sedikit, lihat gambar. Kedua arsitek tersebut sama-sama berharap bisa
memanfaatkan rancangan bentuk baru ini, Soejoedi segera berujar: “….. tak
takon Tami sik” (… saya tanyakan kepada Tami lebih dahulu).kkkkkk
Sutami, sebagai seorang Ir Sipil dan ahli struktur, sangat sigap dalam
menjawab dan melakukan perhitungan. Hanya dalam waktu singkat, sesudah
langsung membuat berbagai sketsa, dia memberi jaminan: “tidak ada halangan
teknis, pokoknya bisa dikerjakan.” Ia menjelaskan, struktur yang akan dibuat ini
bakal menghasilakn prisip sama dengan membuat sayap (wing) yang menempel
pada badan pesawat terbang, memakai prinsip struktur kantiver. Sutami malah
bisa menjamin, dengan bentangan 100 meter pun, bentuk dan strktur tersebut
masih bisa dipertanggungjawabkan. Mengingat yang akan berfungsi sebagai
baban (fuselage) adalah dua busur beton yang dibangun berdampingan dan
nantinya bertemu pada satu titik puncak.
Struktur sepasang busur beton dengan satu titik temu tersebut kemudian
harus diteruskan masuk kedalam bumi, untuk bisa menyalurkan beban. Struktur
semacam ini merupakan satu kesatuan yang sangat kokoh dan stabil, untuk
nantinya bisa dibebani dengan sayap-sayap berukuran dua kali setengah kubah
beton. Penambahan tersebut juga bisa ikut membentuk atap bangunan utama
seperti sayap burung Garuda. Bentuk semacam ini meskipun sangat unik,
tenyata memang tidak pernah diciptakan. Gagasannya justru muncul tidak
sengaja. Rancangan Soejoedi dan kawan-kawannya unggul pada komposisi
massa. Dalam arti, antara bangunan yang satu dengan yang lain, bentuknya bisa
serasi, sekalipun masih tetap terkesan menonjolnya sebuah bangunan utama
Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau Tugu
Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang didirikan
untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut
kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pembangunan
monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden
Sukarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai
lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat
perjuangan yang menyala-nyala. Monumen Nasional terletak tepat di tengah
Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.
Sejarah
Pembangunan
Pada tiap sudut halaman luar yang mengelilingi monumen terdapat relief
yang menggambarkan sejarah Indonesia. Relief ini bermula di sudut timur laut
dengan mengabadikan kejayaan Nusantara pada masa lampau; menampilkan
sejarah Singhasari dan Majapahit. Relief ini berlanjut secara kronologis searah
jarum jam menuju sudut tenggara, barat daya, dan barat laut. Secara kronologis
menggambarkan masa penjajahan Belanda, perlawanan rakyat Indonesia dan
pahlawan-pahlawan nasional Indonesia, terbentuknya organisasi modern yang
memperjuangkan Indonesia Merdeka pada awal abad ke-20, Sumpah Pemuda,
Pendudukan Jepang dan Perang Dunia II, proklamasi kemerdekaan Indonesia
disusul Revolusi dan Perang kemerdekaan Republik Indonesia, hingga mencapai
masa pembangunan Indonesia modern. Relief dan patung-patung ini dibuat dari
semen dengan kerangka pipa atau logam, namun beberapa patung dan arca
tampak tak terawat dan rusak akibat hujan serta cuaca tropis.
Ruang Kemerdekaan
Ruang kemerdekaan
Sebuah elevator (lift) pada pintu sisi selatan akan membawa pengunjung
menuju pelataran puncak berukuran 11 x 11 meter di ketinggian 115 meter dari
permukaan tanah. Lift ini berkapasitas 11 orang sekali angkut. Pelataran puncak
ini dapat menampung sekitar 50 orang, serta terdapat teropong untuk melihat
panorama Jakarta lebih dekat. Pada sekeliling badan elevator terdapat tangga
darurat yang terbuat dari besi. Dari pelataran puncak tugu Monas, pengunjung
dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru kota Jakarta. Bila kondisi cuaca
cerah tanpa asap kabut, di arah ke selatan terlihat dari kejauhan Gunung Salak
di wilayah kabupaten Bogor, Jawa Barat, arah utara membentang laut lepas
dengan pulau-pulau kecil.
Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau Tugu
Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang didirikan
untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut
kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pembangunan
monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden
Sukarno, dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini dimahkotai
lidah api yang dilapisi lembaran emasyang melambangkan semangat perjuangan
yang menyala-nyala.
Monumen Nasional atau yang biasa kita sebut Monas adalah simbol ikonik
Kota Jakarta. Bukan hanya sekedar monumen biasa, Monas juga melambangkan
semangat perjuangan masyarakat Indonesia yang begitu besar.
Beberapa hari setelah HUT ke-9 RI, dibentuk Panitia Tugu Nasional yang
bertugas mengusahakan berdirinya Tugu Monas. Panitia ini dipimpin Sarwoko
Martokusumo, S Suhud selaku penulis, Sumali Prawirosudirdjo selaku
bendahara dan dibantu oleh empat orang anggota masing-masing Supeno, K K
Wiloto, E F Wenas, dan Sudiro.
Dalam buku ‘Bung Karno Sang Arsitek’ karya arsitek Yuke Ardhiati,
Sukarno menggelar sebuah sayembara terbuka tentang desain sebuah tugu
yang akan dibangun di Jakarta pada 17 Februari 1955. Ada 51 arsitek yang
mengajukan rancangan, dan hanya satu yang dipilih, yakni karya Frederich
Silaban, meski sebenarnya desainnya dinilai tak memenuhi syarat bangunan
tugu.
Sayembara kembali dibuka pada 10-15 Mei 1960. Kali ini pesertanya
mencapai 222 orang dengan 136 desain bangunan. Sayang, tak ada satupun
yang memenuhi keinginan Sukarno. Waktu itu arsitek lulusan Technische
Hogeschool―kini Institut Teknologi Bandung―itu menginginkan bangunan tugu
yang mencerminkan revolusi serta kepribadian dan cita-cita rakyat Indonesia.
Tugu itu, haruslah memiliki syarat yakni bentuk tugu yang dibangun benar-
benar bisa menunjukan kepribadian bangsa Indonesia, bertiga dimensi, tidak
rata, tugu yang menjulang tinggi ke langit, dibuat dari beton dan besi serta batu
pualam yang tahan gempa, tahan kritikan zaman sedikitnya seribu tahun serta
dapat menghasilkan karya budaya yang menimbulkan semangat kepahlawanan.
Tugu Monas mulai dibangun pada 17 Agustus 1961. Bangunan itu memiliki
ketinggian 132 meter dengan bentuk menyerupai modifikasi artefak Lingga dan
Yoni. Lingga merupakan simbol kejantanan seorang pria (phallus), dan Yoni
sebagai simbol perempuan atau kesuburan.
Sukarno mendapat inspirasi tersebut dari artefak yang ada di Candi Sukuh
di Karanganyar, Jawa Tengah. Dia menyebut Candi Sukuh merupakan salah satu
monumen yang dibangun pada zaman Hindu. “Pada waktu itu, monumen-
monumen itu pencerminan dari jiwa besar Indonesia,” ujar Sukarno dalam pidato
saat peletakan batu pertama pembangunan Masjid Istiqlal, 24 Agustus 1961.
Sejarah
Sultan Hamid II
Garuda muncul dalam berbagai kisah, terutama di Jawa dan Bali. Dalam
banyak kisah Garuda melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan,
keberanian, kesetiaan, dan disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda juga
memiliki sifat Wishnu sebagai pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta.
Dalam tradisi Bali, Garuda dimuliakan sebagai "Tuan segala makhluk yang dapat
terbang" dan "Raja agung para burung". Di Bali ia biasanya digambarkan
sebagai makhluk yang memiliki kepala, paruh, sayap, dan cakar elang, tetapi
memiliki tubuh dan lengan manusia. Biasanya digambarkan dalam ukiran yang
halus dan rumit dengan warna cerah keemasan, digambarkan dalam posisi
sebagai kendaraan Wishnu, atau dalam adegan pertempuran melawan Naga.
Posisi mulia Garuda dalam tradisi Indonesia sejak zaman kuno telah menjadikan
Garuda sebagai simbol nasional Indonesia, sebagai perwujudan ideologi
Pancasila. Garuda juga dipilih sebagai nama maskapai penerbangan nasional
Indonesia Garuda Indonesia. Selain Indonesia, Thailand juga menggunakan
Garuda sebagai lambang negara.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku "Bung Hatta Menjawab" untuk
melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono
melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik,
yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang
diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin
ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh
Jepang.
Burung garuda merupakan mitos dalam mitologi Hindu dan Budha. Garuda
dalam mitos digambarkan sebagai makhluk separuh burung (sayap, paruh,
cakar) dan separuh manusia (tangan dan kaki). Lambang garuda diambil dari
penggambaran kendaraan Batara Wisnu yakni garudeya. Garudeya itu sendiri
dapat kita temui pada salah satu pahatan di Candi Kidal yang terletak di
Kabupaten Malang tepatnya: DesaRejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten
Malang, Jawa Timur
Perisai
Emblem
Bintang Tunggal
Sila ke-1: Ketuhanan Yang Maha Esa. Perisai hitam dengan sebuah bintang
emas berkepala lima menggambarkan agama-agama besar di Indonesia, Islam,
Kristen, Hindu, Buddha, dan juga ideologi sekuler sosialisme.
Rantai Emas
Sila ke-2: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Rantai yang disusun atas
gelang-gelang kecil ini menandakan hubungan manusia satu dengan yang
lainnya yang saling membantu. Gelang yang lingkaran menggambarkan wanita,
gelang yang persegi menggambarkan pria.
Pohon Beringin
Kepala Banteng
Padi Kapas
Sila ke-5: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas
(yang menggambarkan sandang dan pangan) merupakan kebutuhan pokok
setiap masyarakat Indonesia tanpa melihat status maupun kedudukannya. Hal ini
menggambarkan persamaan sosial dimana tidak adanya kesenjangan sosial
satu dengan yang lainnya, namun hal ini bukan berarti bahwa negara Indonesia
memakai ideologi komunisme.
Motto
PENUTUP
3.1 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari Paparan atau penjelasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sesuai
dengan makalah “filosofi gedung MPR,filosofi tugu Monas dan makna burung Garuda”
penulis menyimpulkan bahwa bentuk dari tugu monas dan gedung mpr adalah
berbentuk alat vital manusia monas mengikuti bentuk dari alat vital pria dan gedung
MPR berbentuk alat vital wanita
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih
fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber
yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi
terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir
dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang
daftar pustaka makalah.
http://adit-rival.blogspot.com/2014/05/makalah-tentang-mpr.html
http://www.academia.edu/6583574/Makalah_dan_Laporan_Kunjungan_ke_D
PR_RI_Mata_Ku
https://id.wikipedia.org/wiki/Lambang_negara_Indonesialiah_Kebijakan_Publ
ik_dalam_Pendidikan_dan_Kinerja_Birokrasi_
https://id.wikipedia.org/wiki/Monumen_Nasional
https://oimamonoha.wordpress.com/2012/08/10/arti-dan-makna-lambang-
negara-indonesia-garuda-pancasila-2/
https://nasional.kompas.com/read/2016/11/04/11082261/ketua.mpr.minta.k
esekjenan.beri.izin.jika.ada.massa.demo.4.november.yang.menginap.di.dpr
https://www.kompasiana.com/annamaniac/57096541719373e407506827/fil
osofi-seksualitas-lingga-yoni-pada-bangunan-monas-dan-gedung-dpr-mpr
https://www.google.co.id/search?q=Gedung+mpr&oq=gedung+mpr&aqs=
chrome.0.69i59j69i60j0l4.1888j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
https://id.wikipedia.org/wiki/Kompleks_Parlemen_Republik_Indonesia