Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KELOMPOK 5

SEJARAH PERUMUSAN

DAN PENDIDIKAN PANCASILA

Nama Kelompok :
1. Hatman Wirayuda Mandan
2. Muhammad Adhi Nugraha
3. Mohammad Arif Hada K
4. Azizah Khusnul Khotimah
5. Trio Anggoro

POLITEKNIK NEGERI MALANG PSDKU KOTA KEDIRI


TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmatnya sehingga penulis dapat
menyusun makalah tentang "Sejarah Perumusan Dan Pendidikan Pancasila" dengan sebaik-
baiknya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu,
memfasilitasi, memberi masukan, dan mendukung penulisan makalah ini sehingga selesai tepat
pada waktunya. Semoga dibalas oleh Allah SWT dengan ganjaran yang berlimpah.

Meski kami telah menyusun makalah ini dengan maksimal, tidak menutup kemungkinan
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari pembaca sekalian.

Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat menambah referensi keilmuan masyarakat.

Kediri, 14 Maret 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...ii,iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………1

A. Latar Belakang…………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………...1
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………….2

A. Tujuan dan Landasan Pendidikan Pancasila…………………………………...2


1. Landasan Pendidikan Pancasila…………………………………………….2
a. Landasan Historis……………………………………………………….2
b. Landasan Kultural………………………………………………………3
c. Landasan Yuridis……………………………………………………….3
d. Landasan Filosofis……………………………………………………...4
2. Tujuan Pancasila……………………………………………………………4
a. Tujuan Pendidikan Pancasila…………………………………………...5
b. Tujuan Nasional………………………………………………………...5
c. Tujuan Pendidikan Nasional……………………………………………6
d. Misi dan Visi Pendidikan……………………………………………….6
e. Kompetensi Pendidikan Pancasila……………………………………...6
f. Dasar Substansi Kajian Pendidikan Pancasila………………………….7
3. Landasan dan pendidikan Pancasila………………………………………..7
B. Sejarah Perumusan Pancasila…………………………………………………..7
a. Rumusan I : Muh. Yamin…………………………………………………10
b. Rumusan II : Ir. Soekarno…………………………………………………11
c. Rumusan III : Piagam Jakarta……………………………………………..12

ii
d. Rumusan IV : BPUPKI……………………………………………………14
e. Rumusan V : PPKI………………………………………………………...15
f. Rumusan VI : Konstitusi RIS……………………………………………..16
g. Rumusan VII : UUD Sementara…………………………………………..17
h. Rumusan VIII : UUD 1945………………………………………………..18
i. Rumusan IX : Versi Berbeda……………………………………………...19
j. Rumusan X : Versi Populer……………………………………………….19

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………...20

A. Kesimpulan……………………………………………………………………….20

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………22

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila adalah sebuah ideologi bangsa Indonesia dalam konteks kehidupan
berbangsa dan bernegara dimana seluruh masyarakat berpedoman kepada pancasila itu
sendiri. Dalam makna pancasila di sebutkan bahwa seluruh komponen dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara mesti mengamalkan amanat dari nilai yang terkandung dalam
pancasila itu sendiri mulai bagaiman cara hidup dalam kontek indvidu sampai kelompok
baik itu dalam hal pemerintahan atau non pemerintahan sesuai dengan tujuan di
bentuknya pancasila oleh para pendiri bangsa.
Pengamalan nilai pancasila adalah kewajiban seluruh rakyat indonesia tak
terkecuali para pemuda sebagai generasi penerus bangsa yang menjadi tumpuan utama
nasib bangsa di masa yang akan datang. Artinya pengamalan nilai-nilai pancasila
dikalangan generasi muda harus lebih mendalam sesuai dengan harapan bangsa kepada
para generasi muda itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa tujuan dan landasan Pendidikan Pancasila ?
2. Bagaimana sejarah rumusan Pancasila ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dibuatnya makalah ini supaya :
1. Agar pembaca mengetahui tujuan dan landasan Pendidikan Pancasila.
2. Agar pembaca mengetahui sejarah rumusan Pancasila.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tujuan dan Landasan Pendidikan Pancasila


1. Landasan Pendidikan Pancasila
Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia harus
mempelajari, mendalami, menghayati, dan mengamalkannya dalam segala bidang
kehidupan.

Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dalam perjalanan


sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia telah mengalami persepsi dan intrepetasi sesuai
dengan kepentingan rezim yang berkuasa. Pancasila telah digunakan sebagai alat untuk
memaksa rakyat setia kepada pemerintah yang berkuasa dengan menempatkan pancasila
sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat.

Nampak pemerintahan Orde Baru berupaya menyeragamkan paham dan ideologi


bermasyarakat dan bernegara dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang bersifat
pluralistik. Oleh sebab itu, MPR melalui sidang Istimewa tahun 1998 dengan
Tap. No.XVII/MPR/1998 tentang Pencabutan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4) dan menetapkan Pancasila sebagai dasar Negara. Pancasila sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar Negara dari Negara kesatuan RI
harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.

Landasan dibagi menjadi 4, yaitu :


a. Landasan Historis
Berdasarkan landasan historis, pancasila dirumuskan dan memiliki tujuan yang
dipakai sebagai dasar Negara Indonesia. Proses perumusannya diambil dari nilai-nilai
pandangan hidup masyarakat.

2
Setiap bangsa mempunyai ideologi dan pandangan hidup berbeda-beda yang diambil
dari nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam bangsa itu sendiri. Pancasila digali dari
bangsa Indonesia yang telah tumbuh dan berkembang semenjak lahirnya bangsa
Indonesia.

Pada masa ini nilai-nilai ketuhanan, seperti kepercayaan kepada Tuhan telah
berkembang dan sikap toleransi juga telah lahir, begitupula nilai kemanusiaan yang adil
dan beradap dan sila lainnya.

b. Landasan Kultural
Pancasila merupakan salah satu pencerminan budaya bangsa, sehingga harus
diwariskan kegenerasi penerus. Secara kultural unsur-unsur pancasila terdapat pada adat
istiadat, tulisan, bahasa, slogan, kesenian, kepercayaan, agama, dan kebudayaan pada
negara Indonesia secara umum.

Pandangan hidup pada suatu bangsa adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan
dengan kehidupan bangsa itu sendiri. Suatu bangsa yang tidak mempunyai pandangan
hidup adalah bangsa yang tidak mempunyai kepribadian dan jati diri sehingga bangsa itu
mudah terombang ambing dari pengaruh yang berkembang dari luar negerinya.

c. Landasan Yuridis

Pancasila secara yuridis konstitusional telah secara formal menjadi dasar negara
sejak dituangkannya rumusan Pancasila dalam pembukaan UUD 1945. Didalam UU No.
2 Th 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional digunakan sebagai dasar penyelenggaraan
pendidikan tinggi, Pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa isi kurikulum pada setiap jenis,
jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama,
dan Pendidikan Kewarganegaraan → Kurikulum Bersifat Nasioanal.

3
d. Landasan Filosofis

Pembahasan di dalam Pancasila berwujud dan bersifat filosofis secara praktis


nilai-nilai tersebut berupa pandangan hidup (filsafat hidup) berbangsa. Mempengaruhi
alam pikiran manusia berupa filsafat hidup, filsafat negara, etika, logika dan sebagainya,
sehingga memberikan watak (kepribadian dan identitas) bangsa. Berdasarkan filosofis
dan objektif, nilai-nilai yang tertuang pada sila-sila Pancasila merupakan Filosofi bangsa
Indonesia sebelum mendirikan Negara Republik Indonesia. Pancasila yang merupakan
filsafat Negara harus menjadi sumber bagi segala tindakan para penyelenggara Negara,
menjadi jiwa dari perundang-undangan yang berlaku bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Oleh sebab itu dalam menghadapi tantangan kehidupan bangsa yang
memasuki globalisasi, bangsa Indonesia harus tetap mempunyai nilai-nilai, yaitu
Pancasila sebagai sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan yang menjiwai
pembangunan nasional dalam bidang politik, ekonomi, social-budaya dan pertahanan
serta keamanan.

2. Tujuan Pancasila
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia dan merupakan pedoman
pedoman bagi bangsa ini. Sebelum kita mengetahui tujuan pancasila, kita harus tau isi
yang tertera dari pancasila tersebut. Berikut adalah bunyi atau isi yang tertera pada
pancasila :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Inidonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

Berdasarkan bunyi dari ayat ayat diatas kita sebagai rakyat Indonesia perlu
memahami dan mengamalkan pancasila sebab semua ayat-ayat yang terkandung diatas

4
sangat baik dilakukan sebagai petunjut diri ini untuk melakukan semua kebaikan. Dengan
mempelajari pendidikan pancasila seseorang akan memndapatkan ketenangan hidup yang
mengikuti perkembangan jaman saat ini yang semakin maju dan berkembang. Melalui  
Pendidikan Pancasila warga negara Indonesia diharapkan mampu memahami,  
menganalisa dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya
secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional

a. Tujuan Pendidikan Pancasila


Rakyat Indonesia melalui majelis perwakilannya menyatakan, bahwa pendidikan
nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan kebudayaa
bangsa Indonesia, diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat
bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri, sehingga mampu membangun
dirinya dan masyarakat sekelilingnya, serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan
nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan


diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan
taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai
golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku
kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan perilaku yang mendukung kerakyatan
yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan
golongan. Dengan demikian, perbedaan pemikiran, pendapat, atau kepentingan diatasi
melalui keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Tujuan Nasional
Tujuan sebagaimana ditegaskan pembukaan tersebut diwujudkan melalui pelaksanaan
penyelenggaraan Negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, berdasarkan pancasila dan undang-
undang dasar 1945.

5
c. Tujuan pendidikan nasional
Berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan
martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.

d. Misi dan visi pendidikan


Pengembangan alin, pendapat, atau kepentingan diatasi melalui keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesiaan berane kepribadian. Pendidikan pancasila sebagai salah
satu dari mata kuliah pengembangan kepribadian, memiliki misi dan visi yang sama
dengan mata dengan lainnya, yaitu sebagai berikut.
1. Misi pendidikan pancasila
Misi pendidikan pancasila menjadi sumber nilai dan pedoman bagi
penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan
kepribadiannya.

2. Visi pendidikan pancasila


Bertujuan agar mahasiswa mampu mewujudkan nilai dasar agama dan kebudayaa
serta kesadaran berbangsa dan bernegara dalam menenrapkan ilmu pengetahuan.

e. Kompetensi pendidikan Pancasila


Mencakup unsur filsafat pancasila, dengan kompetnsinnya bertujuan menguasai
kemampuan berpikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas. Adapun
kompetensi yang diharapkan adalah sebagai berikut.

1. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang


bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya.
2. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup
dan kesejahteraan, serta cara pemecahannya.

Melalui pendidikan pancasila , warga Negara Indonesia diharapkan mampu


memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat bangsanya sevara berkesinabungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan
nasional, seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945, sehingga dapat

6
menghayati filsafat dan ideology pancasila, serta menjiwai tingkah lakunya selaku warga
negar republik Indonesia dala melaksanakan profesinya.

f. Dasar substansi kajian pendidikan Pancasila


Berdasarkan landasan pendidikan pancasila sebagaimna yang diuraikan di atas, maka
substansi kajian pendidikan pancasila meliputi pokok-pokok bahasan sebagai berikut.

1. Pancasila sebagai filsafat


2. Pancasila sebagai etika politk
3. Pancasila sebagai ideologi pancasila
4. Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bangsa indonesia.

3. Landasan dan Tujuan Pendidikan Pancasila


            Dapat memahami latar belakang historis kuliah pendidikan pancasila, dengan
memahami fakta budaya dan filsafat hidup bersama dalam suatu negara, dengan cara
mendiskusikannya diantara mereka, untuk itu harus didasari dengan pemahaman
dasar-dasar yuridis tujuan pendidikan nasional, pendidikan pancasila serta
kompetensi yang diharapkan dari perkuliahan pendidikan pancasila

B. Sejarah Rumusan Pancasila

Sejarah perumusan  Pancasila ini berawal dari pemberian janji kemerdekaan di


kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki
Koiso pada tanggal 7 September 1944. Lalu, pemerintah Jepang membentuk BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 1
Maret 1945 (2605, tahun Showa 20) yang bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan tata pemerintahan Indonesia Merdeka. Proses perumusan Pancasila
diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan
suatu masalah khususnya akan dibahas pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu
Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno. Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang
tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan mengenai calon rumusan dasar negara
Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal
ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa

7
yang tidak disebutkan namanya. Proses Perumusan dasar negara berlangsung dalam
sidang-sidang Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Kemerdekaan, selanjutnya disebut BPUPKI) yang dilanjutkan dalam sidang-sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Organisasi yang beranggotakan 74 orang (67 orang Indonesia, 7 orang Jepang) ini
mengadakan sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945 untuk
merumuskan falsafah dasar negara bagi negara Indonesia. Selama tiga hari itu tiga orang,
yaitu, Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno, menyumbangkan pemikiran mereka
bagi dasar negara Indonesia.

Dalam pidato singkatnya hari pertama, Muhammad Yamin mengemukakan 5 asas


bagi negara Indonesia Merdeka, yaitu kebangsaan, kemanusiaan, ketuhanan, kerakyatan,
dan kesejahteraan rakyat. Soepomo pada hari kedua juga mengusulkan 5 asas, yaitu
persatuan, kekeluargaan, mufakat dan demokrasi, musyawarah, dan keadilan sosial. Pada
hari ketiga, Soekarno mengusulkan juga 5 asas. Kelima asas itu, kebangsaan Indonesia,
internasionalisme atau perikemanusiaan, persatuan dan kesatuan, kesejahteraan sosial,
dan ketuhanan yang Maha Esa, yang pada akhir pidatonya Soekarno menambahkan
bahwa kelima asas tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang disebut dengan Pancasila,
diterima dengan baik oleh peserta sidang. Oleh karena itu, tanggal 1 Juni 1945 diketahui
sebagai hari lahirnya pancasila.

Kemudian pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan


kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus disahkannya Undang-
Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana di dalamnya termuat isi
rumusan lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila. Sejak saat
itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indoneisia dan merupakan istilah umum.
Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 dimaksudkan Dasar Negara Republik
Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas Interprestasi
historis dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, secara spontan diterima
oleh peserta sidang secara bulat.

8
Sebelum itu pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah upacara proklamasi
kemerdekaan, datang berberapa utusan dari wilayah Indonesia Bagian Timur. Berberapa
utusan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sam Ratulangi, wakil dari Sulawesi.


2. Tadjoedin Noor dan Ir. Pangeran Noor, wakil dari Kalimantan
3. I Ketut Pudja, wakil dari Nusa Tenggar
4. Latu Harhary, wakil dari Maluku.

Mereka semua berkeberatan dan mengemukakan pendapat tentang bagian kalimat


dalam rancangan Pembukaan UUD yang juga merupakan sila pertama Pancasila
sebelumnya, yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”.

Pada Sidang PPKI I, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, Hatta lalu mengusulkan
mengubah tujuh kata tersebut menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pengubahan kalimat
ini telah dikonsultasikan sebelumnya oleh Hatta dengan 4 orang tokoh Islam, yaitu
Kasman Singodimejo, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku M. Hasan.
Mereka menyetujui perubahan kalimat tersebut demi persatuan dan kesatuan bangsa. Dan
akhirnya bersamaan dengan penetapan rancangan pembukaan dan batang tubuh UUD
1945 pada Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila pun ditetapkan sebagai
dasar negara Indonesia

Pancasila Sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah
diterima secara luas dan telah bersifat final. Namun walaupun pancasila saat ini telah
dihayati sebagai filsafat hidup bangsa dan dasar negara, yang merupakan perwujudan dari
jiwa bangsa,sikap mental,budaya dan karakteristik bangsa, saat ini asal usul dan kapan di
keluarkan/disampaikannnya Pancasila masih dijadikan kajian yang menimbulkan banyak
sekali penafsiran dan konflik yang belum selesai hingga saat ini.

Namun dibalik itu semua ternyata pancasila memang mempunyai sejarah yang
panjang tentang perumusan-perumusan terbentuknya pancasila, dalam perjalanan ketata
negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan
Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut

9
dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus
istilah Pancasila.

Dari beberapa sumber, setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah
atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang
berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan
dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS,
UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi
populer yang berkembang di masyarakat.

a. Rumusan I: Muh. Yamin

Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni
1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-
bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan
didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muh. Yamin menyampaikan usul dasar negara
dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang
disampaikan kepada BPUPKI.

Rumusan Pidato

Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin
mengemukakan lima calon dasar negara yaitu:

1.Peri Kebangsaan
2.Peri Kemanusiaan
3.Peri ke-Tuhanan
4.Peri Kerakyatan
5.Kesejahteraan Rakyat

Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai
rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh
Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang
dipresentasikan secara lisan, yaitu:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

10
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Rumusan II: Ir. Soekarno

Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar
negara, diantaranya adalah Ir Sukarno. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang
kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila.

Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar
negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula- lah yang
mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar)
pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muh Yamin) yang duduk di sebelah
Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan
Ekasila.

Rumusan Pancasila

1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3. Mufakat,-atau demokrasi
4. Kesejahteraan social
5. ke-Tuhanan yang berkebudayaan
Rumusan Trisila

1. Socio-nationalisme
2. Socio-demokratie
3. ke-Tuhanan

Rumusan Ekasila
1. Gotong-Royong

11
c. Rumusan III : Piagam Jakarta

Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota


BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni
– 9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang
bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah
masuk.

Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota
BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia
kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan “Panitia Sembilan”) yang bertugas
untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.

Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara
golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan
yang menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan
bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh
Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum
Dasar”.

Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin.
Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari
dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan
pernyataan kemerdekaan/proklamasi/ declaration of independence).

Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para “Pendiri
Bangsa”. Rumusan kalimat

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at


Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”

12
Alternatif pembacaan

Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam


Jakarta dimaksudkan untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI
sebagaimana terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan anak kalimat terakhir
dalam paragraf keempat tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan


[A] dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut
dasar,
[A.1] kemanusiaan yang adil dan beradab,
[A.2] persatuan Indonesia, dan
[A.3] kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan[;] serta

[B] dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Rumusan dengan penomoran (utuh)

1.Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya


2.Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3.Persatuan Indonesia
4.Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5.Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan popular

Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar
di masyarakat adalah:

1.Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya


2.Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.Persatuan Indonesia
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

13
perwakilan
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

d. Rumusan IV: BPUPKI

Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945,
dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali
secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945.

Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas


menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari
paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4
tanpa perluasan sedikitpun).

Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit
berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam
sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang
merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.

Rumusan kalimat

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at


Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.”

Rumusan dengan penomoran (utuh)

1.Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya


2.Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3.Persatuan Indonesia
4.Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5.Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

14
e. Rumusan V : PPKI

Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi


Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari
kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi
darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil
dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan
Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan
dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara.

Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera


menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil
golongan Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki
Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu.

Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian


rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sebuah “emergency
exit” yang hanya bersifat sementara dan demi keutuhan Indonesia.

Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan


kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam
rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan
frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo.

Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-
Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh
bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.

Rumusan kalimat

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

15
dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Rumusan dengan penomoran (utuh)

1.ke-Tuhanan Yang Maha Esa


2.Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.Persatuan Indonesia
4.Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5.Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

f. Rumusan VI Konstitusi RIS

Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesia


semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat
di Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang
disodorkan pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS)
dan hanya menjadi sebuah negara bagian saja.

Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi
RI Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi
RIS) sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS
rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga.
Konstitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan
satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS.

Rumusan kalimat

“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan,


kerakyatan dan keadilan sosial.”

Rumusan dengan penomoran (utuh)

1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,


2. .perikemanusiaan,

16
3. kebangsaan,
4. kerakyatan
5. dan keadilan sosial

g. Rumusan VII UUD Sementara

Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya
dalam hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan
negara bagian RI Yogyakarta.

Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta,
NIT, dan NST. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan
RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan
mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara.

Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang


Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang
Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal
15 Agustus 1950. Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat
dari Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.

Rumusan kalimat

“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan,


kerakyatan dan keadilan sosial, …” Rumusan dengan penomoran (utuh)

1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,


2. perikemanusiaan,
3. kebangsaan,
4. kerakyatan
5. dan keadilan social

17
h. Rumusan VIII : UUD 1945

Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan


UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan
negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil
langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan
berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD
Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara.

Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat
dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan. Rumusan ini
pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai
penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk
ketetapannya, diantaranya:

1.Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis


Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan
tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan

2.Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan. Rumusan kalimat

“… dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Rumusan dengan penomoran (utuh)

1.Ketuhanan Yang Maha Esa,


2.Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.Persatuan Indonesia
4.Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

18
permusyawaratan/perwakilan
5.Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

i. Rumusan IX: Versi Berbeda

Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat
rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib
Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Rumusan :

1.Ketuhanan Yang Maha Esa,


2.Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.Persatuan Indonesia
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5.Keadilan sosial.

j. Rumusan X Versi Populer


Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima
secara luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara
umum dan diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara.
Rumusan ini pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja
menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada sub anak
kalimat terakhir. Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya
Pancakarsa). Rumusan :

1.Ketuhanan Yang Maha Esa,


2.Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.Persatuan Indonesia
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam


Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia harus
mempelajari, mendalami, menghayati, dan mengamalkannya dalam segala bidang
kehidupan.

Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dalam perjalanan


sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia telah mengalami persepsi dan intrepetasi sesuai
dengan kepentingan rezim yang berkuasa. Pancasila telah digunakan sebagai alat untuk
memaksa rakyat setia kepada pemerintah yang berkuasa dengan menempatkan pancasila
sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat Landasan pendidikan
Pancasila ada 4, yaitu : Landasan Historis, Landasan Kultural, Landasan Yuridis dan
Landasan Filosofis.

Rakyat Indonesia melalui majelis perwakilannya menyatakan, bahwa pendidikan


nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan kebudayaa
bangsa Indonesia, diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat
bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri, sehingga mampu membangun
dirinya dan masyarakat sekelilingnya, serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan
nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan


diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan
taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai
golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku
kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan perilaku yang mendukung kerakyatan yang
mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan.

20
Dengan demikian, perbedaan pemikiran, pendapat, atau kepentingan diatasi melalui
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah perumusan  Pancasila ini berawal dari pemberian janji kemerdekaan di


kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki
Koiso pada tanggal 7 September 1944. Lalu, pemerintah Jepang membentuk BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 1
Maret 1945 (2605, tahun Showa 20) yang bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan tata pemerintahan Indonesia Merdeka.

Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr.
Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah khususnya akan dibahas pada
sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan
mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama
“Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah
seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya. Proses
Perumusan dasar negara berlangsung dalam sidang-sidang Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai
(Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan, selanjutnya disebut BPUPKI) yang
dilanjutkan dalam sidang-sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Organisasi yang beranggotakan 74 orang (67 orang Indonesia, 7 orang Jepang) ini
mengadakan sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945 untuk
merumuskan falsafah dasar negara bagi negara Indonesia. Selama tiga hari itu tiga orang,
yaitu, Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno, menyumbangkan pemikiran mereka
bagi dasar negara Indonesia. Dari beberapa sumber, setidaknya ada beberapa rumusan
Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan
yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan
dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil
PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi
Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di masyarakat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Sarinah, Muhtar Dahri & Harmani, Pendidikan Pancasila dan


Kewarganegaraan Yogyakarta: Deepublish, 2017.

Sulasmo, Bambang Suteng, Dasar Negara Pancasila, Depok: PT Kanisus, 2015.

Paristiyanti Nurwardani, Pendidikan Pancasila, Jakarta: Ristekdikti, 2016.

Irnantohombing.2014.https://belajarkampus.wordpress.com/2014/10/01/landasan-dan-
tujuan-pendidikan-pancasila/

Parta Setiawan.2019.https://www.gurupendidikan.co.id/sejarah-pancasila/

22

Anda mungkin juga menyukai