Anda di halaman 1dari 34

Organogenesis Dasar

Dr. drg. Erlina SM, M.Kes


Editor : Adimas Yuniar W

A. DEFINISI
Organogenesis → Proses pembentukan organ tubuh dari ectoderm, mesoderm, dan
endoderm.
o Embrio : bentuk masih primitive

o Fetus : bentuk definitif → Mempunyai bentuk dan rupa spesifik bagi keluarga
hewan dalam satu spesies
B. PERIODE ORGANOGENESIS

Pertumbuhan Antara Pertumbuhan Akhir


pembentukan yang dimana terjadi pembentukan dari penyelesaian bentuk
transformasi dan diferensiasi bagian – definitif menjadi bentuk individu yang
bagian tubuh, menjadi bentuk definitif kompleks
khas → bentuk ayam, sapi = berudu/larva ( pertumbuhan jenis kelamin,
roman/wajah khas bagi suatu individu)

C. ORGANOGENESIS
Meliputi “transformasi” dan “diferensiasi” berupa :
1. Pemisahan bagian tubuh ( kepala dan badan )

Contoh ; pemisahan jari – jari pada kandungan ( terjadi apoptosis)

2. Pemanjangan tubuh (tulang belakang)


3. Pemisahan tubuh embrio dari selaput ekstra embryonal
4. Perkembangan alat gerak
5. Pembentukan ekor

 Ada ketergantungan antara satu organ tubuh dengan organ lainnya dalam
proses Perkembangan suatu organ
Ex : osteoblast dan osteoclast saling bergantung dalam pembentukan tulang, bagian A tidak
dapat berkembang tanpa adanya bagian B. Demikian pula ketergantungan antara bagian B
dengan C dan sebaliknya.

I. Perkembangan Lapisan Ektoderm


o Epiderma ectoderm
Menumbuhkan lapisan epidermis kulit dan derivatnya, sistem indra, stomodeum
(epitelium dari rongga mulut), rongga hidung, sinus paranasalis, kelenjar ludah,
proctodeum (kelenjar analis)
o Neural Tube
Perkembangan otak, spinal cord, retina, saraf perifer, ganglia, reseptor kulit, reseptor
pendengaran dan reseptor perasa, neurohipofisis.
o Neural Crest
Menumbuhkan neuron sensoris, neuron cholirgenik, syaraf parasimpatik, dan sel
pigmen tubuh.
II. Perkembangan Lapisan Mesoderm
o Noto cord (tulang belakang)
Berkembang dengan baik pada Amphioxus menjadi sumsum tulang belakang pada
Vertebrata.
o Epimer
 Berkembang menjadi dermatome (dermis kulit), sclerotome (sumsum tulang),
myotom (otot kerangkang).
 Sekelompok sel mesenkim → pindah ke median mengelillingi notochord dan ke
dorsal mengelilingi bumbung neural → membentuk vertebrae yang menyelaputi
notochord dan bumbung neural.
 Somit → menyusun diri → bumbung → dermatome ( bagian luar ) dan myotome
(bagian dalam).
 Dermatome → menghasilkan mesenkim → pindah ke bawah epidermis → lapisan
dermis.
o Mesomer (alat vital)
 Berkembang menjadi organ eksresi → ginjal, urethra, ovarium, saluran gentitalis.
 Genital bridge → mengandung sel – sel untuk menjadi gonad.
 Nephrotome → tumbuh menjadi ginjal beserta salurannya.
o Hypomer ( pembuluh darah)
Berkembang menjadi sematopleura (peritoneum), splanchnopleure (mesenterium,
jantung, sel darah, pembuluh darah), coelon (rongga tubuh).
Somatic mesoderm dan splanchnic mesoderm menumbuhkan :
 Kantung insang di daerah faring foregut → berpasangan.
 Selaput rongga tubuh dan alat dalam → selaput tersusun dari
mesotelium dan jaringan ikat.
Somatic mesoderm → menumbuhkan lapisan dermis kulit di daerah lateran dan
ventral embrio.

Splanchnic mesoderm → membentuk epimyocardium, mesocardium.

III. Perkembangan Lapisan Endoderm


a. Epitelium saluran pencernaan dan derivatnya
b. Epitelium saluran pernafasaan dan saluran urine
c. Beberapa kelenjar endokrin seperti tiroid dan paratiroid

Organ yang dibentuk → saluran pencernaan, saluran pernapasan.

ORGANOGENESIS DASA

INDRA
PENGLIHATAN

INDRA
PENDENGARAN

SISTEM INDERA INDRA PEMBAU

SISTEM SARAF INDRA PENGECAP


ORGANOGENESIS
DASAR
SISTEM SIRKULASI INDRA PERABA

SISTEM
PERNAFASAN

 INDRA PENGLIHATAN
 Tahap awal adalah induksi dari bagian calon otak yaitu diencephalon → tumbuh
sepasang tonjolan (evaginasi) ke lateral yang semakin mendekati epidermal.
Induksi evaginasi → epidermal menebal membentuk placoda lensa → antara
evafinasi dan placoda lensa saling berinteraksi.
 Ujung evaginasi → pendaratan → pelekukan → pembentukan cawan (optic cup)
 Placoda lensa mengalami invaginasi → masuk ke dalam mesoderm →
membentuk bola lensa dan melepaskan diri dari epidermal → bola lensa
menempatkan diri tepat diantara bibir cawan optic.
 Hubungan antara cawan optic dengan diencephalon makin menyempit
membentuk alur sebagai fissure choroidea → nantinya berkembang menjadi
nervus opticus.
 Perkembangan calon lensa menjadi lensa tembus cahaya merupakan proses yang
penting. Sel – sel epitel calon lensa berkemampuan mensintesis protein kristalin
sebagai bahan dasar lensa mata. Dalam perkembangan lebih lanjut sel epitel
sendiri mengalami kematian, hanya meninggalkan protein kristalin sebagai lensa
mata yang berfungsi.
 Proses pembentukan mata

 INDRA PENDENGARAN
 Berasal dari lapisan epidermal ectoderm.
 Pembentukan organ indra ditandai dengan adanya penebalan (plakoda) pada
ectoderm yang berhadapan dengan otak
 Plakoda nasal (olfactorius), plakoda optic, dan plakoda otik (auditorius) masing –
masing berhadapan dengan telensefalon, diensefalon dan miensefalon.
 Bakal telinga yang mulai dibentuk adalah bakal telinga dalam yang berasal dari
plakoda otik, baru kemudian bakal telinga tengah dan terakhir bakal telinga luar
(bagi ewan yang memiliki daun telinga atau pina).
 Plakoda telinga berasal dari invaginasi ectoderm yang menjulur ke dalam dermis
sekitar rombosenfalon → menghasilkan gelembung bakal telinga → lepas dari
epidermis kulit. Plakoda telinga tengah → menjadi telinga tengah dan telinga
dalam.
 Telinga luar (daun telinga) → ada titik tumbuh epidermis di sekitar tempat
plakoda telinga dalam → berkembang menjadi dentik – dentik epidermis.
 INDRA PEMBAU
 Perkembangan embryonal bagian kepala pada usia kehamilan 4 – 8 minggu →
terbentuk dua bagian hidung yang terpisah (daerah frantonasal dan bagian
pertautan prosesus maksilaris).
 Daerah frontonasalis → berkembang hingga otak bagian depan dan mendukung
pembentukan olfaktori.
 Bagian median dan lateral → berkembang menjadi nares (lubang hidung).
 Pertumbuhan garis tengan posterior frontonasal dan perluasan garis tengah
posterior frontonasal dan perluasan garis tengah mesoderm dari daerah maksilaris
→ membentuk septum nasal.
 Terjadi invaginasi dinding lateral hidung → membentuk kompleks padat atau
konka (turbinate) dan rongga (sinus).
 Usia kehamilan 6 minggu → terbentuk jaringan mesenkim yang tampak sebagai
dinding lateral hidung dengan struktur yang masih sederhana.
 Usia kehamilan 7 minggu → bersatunya tiga garis aksial (berbentuk lekukan)
menjadi 3 buah konka.
 Pada minggu ke 7 dan ke 8 mulai tumbuh hidung atau hidung mulai terlihat
 Usia kehamilan 9 minggu → terjadi invaginasi meatus media → terbentuk sinus
maksilaris dan secara bersamaan terbentuk prosessus uncinatus dan bula
ethmoidalis yang membentuk suatu daerah lebar (hiatus emilunaris).
 Usia kehamilan 14 minggu → pembentukan sel ethmoidalis anterior dari
invaginasi bagian atap meatus media dan sel ethmoidalis posterior dari bagian
dasar meatus superior.
 Usia kehamilan 36 minggu → dinding lateral hidung terbentuk dengan baik dan
tampak jelas proporsi konka
 Seluruh daerah sinus paranasal muncul dengan tingkatan yang berbeda sejak anak
baru lahir, melalui tahap spesifik
 Tahapan perkembangan sinus paranasal → sinus ethmoid, sinus maksilaris,
sfenoid, sinus frontal.
 INDRA PENGECAP
 Berasal dari proses tubulasi (pembumbungan) → pertumbuhan yang mengiringi
pembentukan grastula.

 Terdapat tiga lapisan sebagai bakal pembenuk alat (organ) bentuk definitive yang
menyusun diri menjadi bumbung berongga → bakal lapisan ectoderm, mesoderm,
dan endoderm.

 Ketika tubulasi ectoderm saraf berlangsung, terjadi diferensiasi awal pada daerah
– daerah bumbung epidermis dan bumbung neural, bagian depan tubuh menjadi
encephalon (otak) dan bagian belakang menjadi medulla spinalis bagi bumbung
neural (saraf).

Bumbung epidermis menumbuhkan :

 Lapisan epidermis kulit

 Kelenjar – kelenjar kulit

 Lensa mata, alat telinga dalam, indra pembau dan indra peraba

 Stomodeum menumbuhkan mulut, dengan derivatnya seperti lapisan enamel


(email) gigi, kelenjar ludah, dan indra pengecap
 Proctodeum

 INDRA PERABA

 Proses pembentukan kulit terdiri atas suatu lapisan luar yang disebut epidermis,
berupa suatu epitel dan berasal dari lapisan lembaga ectoderm

 Kulit juga dibangun oleh suatu lapisan jaringan ikta yang disebut dermis yang
berasal dari lembaga mesoderm

 Bagian yang paling sensitive adalah bagian tangan


 Pada janin berumur 4 bulan sudah muncul kuku

 Minggu 11 – 12 mulai terbentuk melanoblast pada kulit yang memberikan warna


pada kulit

 EPIDERMIS

 Tahap permulaan → selapis tunggal sel ectoderm

 Bulan kedua → epitel membela dan terbentuk lapisan sel gepeng, periderm atau
epitrikium

 Di lapisan basal terbentuk zona ketiga (zona intermediet)

Akhir bulan keempat → epidermis terdiri dari 4 lapisan (stratum) :

i. Stratum korneum iii. Stratum spinosum

ii. Stratum granulosum iv. Stratum basale


 Stratum basale (germinativum) → berperan menghasilkan sel baru

 Stratum spinosum → terdiri dari sel-sel polyhedral besar, mengandung tonofibril


halus

 Stratum granulosum → mengandung granula keratohyalin kecil pada selnya

 Stratum korneum → terdiri dari sel mati yang rapatm mengandung keratin

 DERMIS

 Berasal dari mesoderm lempeng lateral dan dermatome dari somit

 Selama bulan ketiga dan keempat → korium membentuk struktur papilar ireguler
(papilla dermis)

 Sebagian besar papilla mengandung kapiler halus atau ujung saraf sensorik

 Subkorium mengandung banyak jaringan lemak

 KUKU

 Terbentuk pada minggu ke-10


 Berasal dari rigi epitelium yang menebal, disebut dasar kuku pada tiap puncak dari
jari

 Dasar kuku → dibungkus lipatan epidermis (lipatan kuku)

 Bagian proksimal tumbuh melewati dasar kuku dan mengalami keratinisasi

 Jari tangan → terbentuk pada minggu ke-32

 Jari kaki → terbentuk pada minggu ke-36

 RAMBUT

 Folikel rambut terbentuk pada minggu ke 9-12

 Muncul sebagai proliferasi epidermis solid yang menembus dermis di bawahnya

 Invaginasi tunas rambut, papilla rambut, berisi mesoderm tempat terbentuknya


pembuluh darah dan ujung saraf

 Sel-sel bagian tengah rambut berubah bentuk menjadi gelendong dan mengalami
keratinisasi → membentuk batang rambut

 Sel perifer berubah menjadi kuboid dan menghasilkan epitel selubung rambut

 Akhir bulan ketiga → muncul rambut pertama (lanugo) di permukaan sekitar alis
dan bibir atas → akan rontok ketika lahir dan digantikan rambut yang lebih kasar
dari folikel baru
 KELENJAR
KERINGAT

 Berasal dari
stratum basale
epidermis, tetapi
mulai tumbuh
pada dermis

 Muncul ada
inggu ke-20 →
pada tangan dan kaki, lalu daerah lainnya

 Sel-sel dari kelenjar berdegenerasi → membentuk bahan mirip lemak yang


disekresikan ke dalam folikel rambut

 Sebum dihasilkan selama periode fetal

 Sebum bercampur dengan sel yang dilepas dari periderm untuk membentuk vernix
caseosa

 Murecel di epidermis
 SISTEM SARAF

 Pembentukan sepasang lipatan daratan meural → lipatan meninggi → puncak


lipatan melebur di garis tengah → membentuk bumbung neural (canalis neuralis).
Di kanan-kiri saluran terdapat sel-sel yang tidak ikut membentuk saluran (crista
neural)

 Diferensiasi canalis neuralis menjadi otak, diferensiasi vrista neural menjadi


ganglion spinale

 Perkembangan selanjutnya tergantung tingkat vertebrata

 Vertebrata rendah → telencephalon menjadi pusat indra pembau


 Vertebrata tinggi → telenhepalon menjadi cerebrum, metencephalon menjadi
cerebellum, myelenchephalon menjadi medulla oblongata

 SISTEM SIRKULASI

 Berasal dari mesoderm

 Butir darah dibuat di lapisan entoderm saccus vitellinus → terbentuk dari sel-sel
yang kehilangan afinitasnya

 Saluran peredaran terbentuk dari penggabungan sinusoid (pulau darah)

 Pembentukan sepasang pembuluh di ventral calon usu depan (foregut) → tumbuh


keduanya berhimpit → melebur rongganya di tempat perhimpitan → gabungan
pembuluh berkembang → tumbuh membentuk huruf S

 Ventrikel → berasal dari ujung belokan dari pertumbuhan huruf S yang semakin
mebelok karena tidak simetris

 Atrium → terbentuk dari pangkal pembuluh yang membesar

 Jantung mulai dapat berdenyut bila sudah terbentuk protein kontraktil (actin dan
miosin) dalam serabut otot jantung pada minggu ke 3
 Embrio ayam → terjadi denyut jantung pertama kali pada umur pengeraman 30
hari

 Jantung embrio katak → mulai berdenyut pada stadium 19

 Jantung embrio manusia → mulai berdenyut pada kehamilan minggu ke-3

 SISTEM PERNAFASAN

 Mulai berkembang sejak minggu ke-4,ke-5, dan ke-7

 Berasal dari lapisan entoderm yaitu tonjolan bagian belakang faring. Pneumatocyst
homolog dengan sistem pernafasan yang berasal dari tonjolan faring di bagian
belakang di sebelah dorsal

 Pada awalnya paru-paru sebagai tonjolan padat dari dasar faring sebelah belakang
→ tonjolan memanjang kea rah ventro-caudal membentuk saluran sebagai calon
trachea → ujung tonjolan bercabang 1 sebagai calon bronchus. Kedua ujung
tonjolan bercabang-cabang terus membentuk bronchus respiratorius
 Pada ujung-ujung cabang kecil terbentuk alveolus, akhirnya terbentuk struktur
paru-paru

 Sumpactan adalah inisiasi kerjanya paru – paru


CENTRAL DOGMA AND EPIGENETIC REGULATION

Drg. Arya Adiningrat, Ph.D

Editor : Adimas Yuniar Widiantoro

I. CENTRAL DOGMA

The pathway of protein synthesis is called translation because the “language” of the
nucleotide sequence on the mRNA is translated into the “language” of an amino acid
sequence. The process of translation requires a genetic code, through which the information
contained in the nucleic acid sequence is expressed to produce a specific sequence of amino
acids. Any alteration in the nucleic acid sequence may result in an incorrect amino acid
being inserted into the polypeptide chain, potentially causing disease or even death of the
organism. Newly made proteins undergo a number of processes to achieve their functional
form. They must fold properly, and misfolding can result in degradation of the protein.
Many proteins are covalently modified to activate them or alter their activities.The genetic
code is a dictionary that identifies the correspondence between a sequence of nucleotide
bases and a sequence of amino acids. Each individual “word” in the code is composed of
three nucleotide bases. These genetic words are called codons.
Proses sintesis protein disebut translasi karena “Bahasa” dari urutan nukleotida pada
mRNA diterjemahkan kedalam “Bahasa” dari urutan asam amino. Proses translasi
membutuhkan kode genetic, melalui mana informasi yang terkandung di dalamnya. Urutan
asam nukleat diekspresikan untuk menghasilkan urutan tertentu dari asam amino. Perubahan
dalam urutan asam nukleat bisa terjadi jika asam amino yang salah dimasukan ke dalam
rantai polipeptida, hal itu berpotensi menyebabkan penyakit atau bahkan kematian organisme.
Baru saja, protein buatan menjalani sejumlah proses untuk mencapai bentuk fungsional.
Protein buatan harus dilipat dengan benar dan bila salah dalam melipatnya menghasilkan
degradasi protein. Banyak protein dimodifikasi secara kovalen untuk mengaktifkanya atau
mengubah aktiviras protein. Kode genetic adalah kamus yang mengidentifikasi
korespondensi antara urutan basa nukleotida dan urutan asam amino. Setiap individu”kata”
dalam kode terdiri dari tiga dasar nukleotida. Kata-kata genetic ini disebut kodon.
InitiationElongationTermination
II. KARAKTERISTIK DARI KODE GENETIK

1. Specificity: The genetic code is specific (unambiguous), that is a


particular codon always codes for the same amino acid.
2. Universality: The genetic code is virtually universal, that is its
specificity has been conserved from very early stages of evolution, with
only slight differences in the manner in which the code is translated.
(Note: An exception occurs in mitochondria)

3. Degeneracy: The genetic code is degenerate (sometimes called


redundant). Although each codon corresponds to a single amino acid, a
given amino acid may have more than one triplet coding for it.

4. Non-overlapping and comma-less: The genetic code is non- overlapping and


comma-less, that is, the code is read from a fixed starting point as a continuous
sequence of bases taken three at a time. For example, AGCUGGAUACAU is read
asAGC/UGG/AUA/CAU without any “punctuation” between the codons.

1. Spesifitas : kode genetiknya spesifik “tidak ambigu”, kodon tertentu selalu


mengkode untuk asam amino yang sama
2. Universalitas : kode genetiknya hamper universal, yang spesifitas telah dilestarikan
dari tahap awal evolusi, dengan hanya sedikit perbedaan dalam cara kode tersebut
diterjemahkan (catatan : pengecualian terjadi pada mitokondria)
3. Degenerasi : kode genetiknya memburuk (biasanya disebut redundant). Meskipun
setiap kodon sesuai dengan satu asam amino, asam amino yang diberikan mungkin
memiliki lebih dari satu triplet yang mengkodenya
4. Tidak tumpeng tindih dan sedikit koma : kode genetiknya tidak tumpang tindih dan
sedikit koma, yaitu kode dibaca dari titik awal tetap sebagai urutan basa,
berkelanjutan yang diambil tiga sekaligus. Contohnya : AGCUGGAUACAU dibaca
sebagai AGC/UGG/AUA/CAU tanpa “tanda baca” diantara kodon.
III. KONSEKUENSI MENGUBAH URUTAN NUKLEOTIDA
1. Silent mutation: The codon containing the changed base may code for the same amino
acid. For example, if the serine codon UCA is given a different third base—U—to
become UCU, it still codes for serine. This is termed a “silent” mutation
2. Missense mutation: The codon containing the changed base may code for a different
amino acid. For example, if the serine codon UCA is given a different first base—C—
to become CCA, it will code for a different amino acid, in this case, proline. The
substitution of an incorrect amino acid is called a “missense” mutation
3. Nonsense mutation: The codon containing the changed base may become a
termination codon. For example, if the serine codon UCA is given a different second
base—A—to become UAA, the new codon causes termination of translation at that
point, and the production of a shortened (truncated) protein. The creation of a
termination codon at an inappropriate place is called a “non-sense” mutation.
4. Other mutations: These can alter the amount or structure of the protein produced by
translation:

a. Trinucleotide repeat expansion: Occasionally, a sequence of three bases that is


repeated in tandem will become amplified in number, so that too many copies of the
triplet occur. If this happens within the coding region of a gene, the protein will
contain many extra copies of one amino acid. For example, amplification of the
CAG codon leads to the insertion of many extra glutamine residues in the huntingtin
protein, causing the neurodegenerative disorder, Huntington disease If the
trinucleotide repeat expansion occurs in the untranslated regions of a gene, the result
can be decrease in the amount of protein produced as seen.
b. Splice site mutations: Mutations at splice sites can alter the way in which introns
are removed from pre-mRNA molecules, producing aberrant proteins. [Note: In
myotonic dystrophy gene silencing is the result of splicing alterations.]
c. Frame-shift mutations: if one or two nucleotides are either deleted from or added to
the coding region of a massage sequence, a frame-shift mutation occurs and the
reading frame is altered. This can result in a product with a radically different amino
acid sequence, or a truncated product due to the creation of a termination codon.

1. Mutasi diam : kodon yang berisi basis yang berubah dapat mengkode asam amino
yang sama. Sebagai contoh, jika kodon serin UCA diberi basis ketiga yang berbeda
– U – untuk menjadi UCU, ia masih mengkode serine. Ini disebut mutase “diam”.
2. Missense mutasi : kodon yang berisi basis yang berubah dapat mengkode asam
amino yang berbeda. Sebagai contoh, jika kodon seren UCA diberi basis pertama
yang berbeda – C – menjadi CCA, itu akan mengkode asam amino yang berbeda,
dalam kasus ini, prolin. Penggantian asam amino yang salah disebut “missense”
mutasi.
3. Mutase tidak berarti : kodon yang berisi basis yang berubah dapat menjadi STOP
KODON. Sebagai contoh, jika kodon serin UCA diberi basis ketiga yang berbeda
– A – untuk menjadi UAA, kodon baru tersebut menjadi STOP KODON sehingga
penerjemahan terhenti dan produksi protein lebih pendek (terpotong). Pembuatan
STOP KODON ditempat yang tidak sesuai disebut mutasi tidak berarti.
4. Mutase yang lain : ini dapat mengubah jumlah atau struktur protein yang dihasilkan
oleh terjemahan :
a. Ekspansi trinukleotida yang berkurang : terkadang, urutan tiga basa yang
diperkuat jumlahnya, sehingga terlalu banyak salinan triplet terjadi. Jika ini
terjadi dalam wilayah pengkodean gen, protein tersebut akan berisi banyak
Salinan tambahan dari satu asam amino. Sebagai contohnya, amplifikasi dari
kodon CAG menyebabkan masuknya banyak residu glutamin ekstra dalam
protein huntington, menyebabkan gangguan neurodegenerative, penyakit
Huntington. Jika trinukleotida mengulang ekspansi terjadi di daerah gen yang
tidak ditranslasi, hasilnya dapat menjadi penurunan jumlah produksi protein
yang terlihat.
b. Mutasi splice site : mutasi pada splice site dapat mengubah cara yang dimana
intron dihapus dari molekul pra-mRNA, menghasilkan protein yang
menyimpang, (catatan : dalam gen penyimpangan distrofi myotonic adalah
hasil dari perubahan splicing)
c. Mutasi frame-shift : jika satu atau dua nukleotida dihapus atau ditambahkan
kedalam wilayah pengkodean suatu urutan pesan, mutasi frame-shift terjadi
dan bingkai bacaan diubah. Hasilnya dapat berupa produk asam amino yang
sangat berbeda atau produk terpotong karena pembuatan stop kodon.

IV. COMPONENTS REQUIRED FOR TRANSLATION


A. Amino Acids

All the amino acids that eventually appear in the finished protein must be present at
the time of protein synthesis. [Note: If one amino acid is missing (for example, if the diet
does not contain an essential amino acid),translation stops at the codon specifying

that amino acid. This demonstrates the importance of having all the essential amino acids
in sufficient quantities in the diet to ensure continued protein synthesis.]

Semua asam amina yang telah menjadi protein harus ada saat sintesis protein. (catatan : jika
satu asam amino hilang(sebagai contoh, jika diet tidak mengandung asam amino essensial),
translasi berhenti di asam amino yang memiliki kodon spesifik. Ini menunjukan pentingnya
mempunyai semua asam amino essensial dalam jumlah yang cukup dalam makanan untuk
memastikan sintesis protein yang berkelanjutan).

B. Transfer RNA

At least one specific type of tRNA is required for each amino acid. In humans, there are at
least 50 species of tRNA, whereas bacteria contain 30–40 species. Because there are only 20
different amino acids commonly carried by tRNA, some amino acids have more than one
specific tRNA molecule. This is particularly true of those amino acids that are coded for by
several codons.

Amino acid attachment site: Each tRNA molecule has an attachment site for a specific
(cognate) amino acid at its 3'-end. The carboxyl group of the amino acid is in an ester linkage
with the 3'-hydroxyl of the ribose portion of the adenosine (A) nucleotide in the —CCA
sequence at the 3'-end of the tRNA.

Anticodon: Each tRNA molecule also contains a three-base nucleotide sequence—the


anticodon—that pairs with a specific codon on the mRNA. This codon specifies the insertion
into the growing peptide chain of the amino acid carried by that tRNA.

Setidaknya satu jenis spesifik tRNA diperlukan untuk setiap asam amino. Di
dalam tubuh manusia, setidaknya ada 50 jenis dari
tRNA, sedangkan bakteri terdapat 30-4- species.
Dikarenakan hanya ada 20 asam amino yang berbeda
yang dibawa oleh tRNA, beberapa asam amino
mempunyai lebih dari satu molekul tRNA tertentu. Hal
ini terutama berlaku untuk asam amino yang
dikodekan ole beberapa kodon.
Situs lampiran asam amino : setiap molekul tRNA
mempunyai situs lampiran untuk asam amino yang
spesifik (serumpun) pada ujungnnya yang ke-3.
Kelompok karboksil dari asam amino berada dalam
hubungan ester dengan 3’-hidroksil dari bagian ribose nukleotida adenosin (A)
dalam urutan -CCA yang ujungnya 3’ dari tRNA.
Anticodon : setiap molekul tRNA mengaduk 3 basis urutan nukleotida -anti
kodon- yang dipasangkan dengan kodon tertentu di mRNA. Kodon ini
menentukan penyisipan ke dalam rantai peptide asam amino yang berkembang
dibawa oleh tRNA.
C. Aminoacyl-tRNA synthetases

This family of enzymes is required for attachment of amino acids to their


corresponding tRNAs. Each member of this family recognizes a specific amino acid and all
the tRNAs that correspond to that amino acid (isoaccepting tRNAs). Aminoacyl-tRNA
synthetases catalyze a two-step reaction that results in the covalent attachment of the
carboxyl group of an amino acid to the 3'-end of its corresponding (cognate) tRNA. The
overall reaction requires adenosine triphosphate (ATP), which is cleaved to adenosine
monophosphate (AMP) and inorganic pyrophosphate (PPi). The extreme specificity of the
synthetase in recognizing both the amino acid and its cognate tRNA contributes to the high
fidelity of translation of the genetic message. In addition, the synthetases have a
“proofreading” or “editing” activity that can remove amino acids from the enzyme or the
tRNA molecule.

Keluarga enzim ini diperlukan untuk perlekatan asam amino ke tRNA yang sesuai
dengan asam amino tersebut. Setiap anggota keluarga
enzim ini mengenali asam amino spesifik dan semua
tRNA yang sesuai dengan asam amino tersebut
(tRNA isoaccepting). Sintesis aminoasill-tRNA
mengkatalisis (mempercepat) reaksi dua langkah
yang menghasilkan perlekatan kovalen gugus
karboksil asam amino ke ujung 3’ dari tRNA
serumpun yang sesuai. Keseluruhan reaksi termasuk
adenosin trifosfat (ATP), yang membelah menjadi
adenosin monofosfat (AMP) dan inorganik
pyrofosfat (Ppi). Spesifitas ekstrim dari sintase dalam
mengenai asam amino dan tRNA serumpun
berkontribusi pada kesetiaan yang tinggi dalam
menerjemahkan pesan genetic. Selain itu, sintesis
memiliki aktivitas “proofreading” atau “editing” yang dapat menghilangkan asam
amino dari enzim atau molekul tRNA.

D. Messenger RNA

The specific mRNA required as a template for the synthesis of the desired
polypeptide chain must be present. [Note: Interactions between proteins that bind the 5'-cap
(eIF-4 proteins) and the 3'-tail (poly-A binding proteins) of eukaryotic mRNA mediate
circularization of the mRNA and likely prevent the use of incompletely processed mRNA
in translation.]
mRNA yang spesifik yang dibutuhkan sebagai tempat untuk sintesis rantai polipeptida
yang diinginkan harus ada. [catatan : interaksi antara protei yang mengikat protein 5’ -cap
(eIF-4 protein) dan protein pengikat poli-7 (ekor 3’) dari peredaran mRNA eukariotik
mediator mRNA dan kemungkinan mencegah penggunaan mRNA yang tidak diproses secara
tuntas selama penerjemahan].

E. Functionally competent ribosomes

Ribosomes are large complexes of protein and ribosomal RNA (rRNA). They consist
of two subunits—one large and one small— whose relative
sizes are given in terms of their sedimentation coefficients, or
S (Svedberg) values. [Note: Because the S values are
determined both by shape as well as molecular mass, their
values are not strictly additive numeric. For example, the
prokaryotic 50S and 30S ribosomal subunits together form a
70S ribosome. The eukaryotic 60S and 40S subunits form an
80S ribosome.] Prokaryotic and eukaryotic ribosomes are
similar in structure, and serve the same function, namely, as
the macromolecular complexes in which the synthesis of
proteins occurs.

Ribosom adalah kompleks protein yang besar dan


ribosom RNA (rRNA). Terdiri dari 2 subunit -satu
besar dan satu kecil- ukuran relative ribosom
berdasarkan koefisien sedimentasinya (laju
pengendapannya) selama sentrifugasi sebagai
satuan yang disebut satuan S (Svedberg).
[catatan : karena satuan S ditentukan baik
berdasarkan bentuk maupun massa molekul, nilainya tidak terlalu aditif numerik.
Contohnya, pada sel prokariotik 50S dan 30S subunit ribosom bersama menjadi
70S ribosom. 60S eukariotik dan 40S subunit ribosom bersama menjadi 80S
ribosom] Prokariotik dan eukariotik ribosom mempunyai struktur yang sama dan
fungsi yang sama, yaitu adanya kompleks makromolekul yang dimana sintesis
protein terjadi.
F. Protein factors
Initiation, elongation, and termination (or release) factors are required for peptide
synthesis. Some of these protein factors perform a catalytic function, whereas
others appear to stabilize the synthetic machinery. [Note: A number of the factors
are G proteins, and thus are active when bound to GTP and inactive when bound
to GDP.]

Inisiasi, elongasi, dan terminasi (penghentian) adalah factor untuk sintesis peptide.
Beberapa dari factor protein ini memiliki fungsi katalik, sementara yang lain mestabilkan
mesin sintesis. [catatan : sejumlah factor adalah protein G dan karena itulah aktif saat terikat
pada GTP dan tidak aktif saat terikat dengan GDP].

G.
ATP and GTP are required as sources of energy

Cleavage of four high-energy bonds is required for


the addition of one amino acid to the growing
polypeptide chain: two from ATP in the aminoacyl-
tRNA synthetase reaction—one in the removal of
PPi, and one in the subsequent hydrolysis of the PPi
to inorganic phosphate by pyrophosphatase—and
two from GTP—one for binding the aminoacyl-
tRNA to the A site and one for the translocation step.
[Note: Additional ATP and GTP molecules are
required for initiation in eukaryotes, whereas an additional GTP molecule is
required for termination in both eukaryotes and prokaryotes.]
Pembelahan empat ikatan dengan energi tinggi diperlukan untuk penambahan satu asam
amino ke dalam rantai polipeptida yang tumbuh yaitu 2 dari ATP dalam reaksi sintesis
aminoacyl-tRNA- satu dari penghilangan Ppi dan satu dari satu hidrolisis Ppi ke fosfat
anorganik oleh pirofosfatase- dan 2 dari GTP -satu dari pengikatan aminoasil -tRNA ke lokasi
A dan satu untuk tahap translokasi. [catatan : tambahan molekul ATP dan GTP diperlukan
untuk inisiasi pada eukariotik, sedangkan tambahan molekul GTP diperlukan untuk terminasi
dari eukariotik dan prokariotik].

V. CODON RECOGNITION BY tRNA → follows the rule of complimentary and


antiparallel (mengenali kodon dengan tRNA → mengikuti aturan komplementer dan
antipararel).
TAMBAHAN DARI REKAMAN
Pertanyaan
1. Apa itu Central Dogma ? kenapa diberi nama Central Dogma?
Bahasa universal, Central Dogma adalah penjelasan mengenai proses perubahan gen
dari DNA menjadi RNA dan RNA menjadi protein. Dogma ini menjelaskan
bagaimana proses pembacaan materi genetic menjadi protein yang berperan di setiap
tahap metabolism di dalam suatu organisme.
2. Mengapa didepan kata genetic ada kata epi- ?
Epigenetika adalah studi tentang perubahan fenotipe yang disebabkan mekanisme
selain perubahan sekuens DNA dasar. Epi- yang berarti “di atas” atau “menutupi”
3. Mengapa ada variasi genetic?
Adanya mutase yaitu perubahan urutan nukleotida DNA dari suatu organisme. Mutase
hanya dapat mempengaruhi urutan gen atau mungkin menyebabkan perubahan dalam
struktur. Ini muncul karena kerusakan eksternal ke DNA, kesalahan internal replikasi
dan perbaikan atau karena unsur berpindah.
4. Apa yang terjadi jika siklus sel berjalan terus menerus ?
Tumor, yaitu deskripsi lesi yang bisa merupakan bagian dari neuplasma, yang terjadi
karena perkembangan (proliferasi) tidak diseimbangi dengan kematian (apoptosis). Ini
dapat terjadi juga karena check point tidak berjalan dengan benar. Kemampuan sel
untuk memulai siklus sel tergantung dari adanya protein cylin dan cylin-dependent
kinase (CDKs). Cylin mengontrol siklus sel dengan mengaktifkan cylin-dependent
kinase (CDKs)  menstimulasi siklus sel terus menerus dengan memfosforilasi
protein spesifik dalam sel yang diperlukan untuk transisi ke tahap yang selanjutnya.
Siklus sel memiliki mekanisme control pada checkpoint, yaitu pada rectriction point
(fase G1/S), fase G2/M dan M untuk memperbaiki kerusakan DNA. Kerusakan DNA
yang terjadi akan dikenali oleh ATM dan ATR yang kemudian akan mengaktivasi
target protein. Respons target protein ini dapat berupa apoptosis,memperbaiki DNA
dan menahan siklus pada tempat Checkpoint. Gerakan menuju tempat Checkpoint
diatur oleh cylin dan CDKs.

Anda mungkin juga menyukai