Anda di halaman 1dari 52

POLA INTERAKSI SOSIAL MAHASANTRI BERAGAM BAHASA DAERAH

DI MABNA IBNU SINA

MAKALAH OBSERVASI/LAPORAN HASIL OBSERVASI


Disusun untuk memenuhi tugas ujian akhir semester
matakuliah bahasa Indonesia yang dibina oleh Nurul Sofia, M.Pd.

Oleh:

RIZKI MULYADIN
NIM 17410158

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-nya penulis dapat

menyelesaikat tugas observasi yang berjudul pola interaksi sosial mahasantri beberagam bahasa

daerah di Mabna Ibnu sina sebagai tugas matakuliah Sosiologi yang akan penulis pertanggung

jawabkan sebagai tugas akhir semester ganjil.

Penyusunan observasi ini tidak lepas dari semangat orang tua penulis yang sanggup membiayai

kuliah, penulis membalas semangat itu dengan bersungguh-sungguh menyelesaikan observasi ini. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada, pertama Nurul Sofia, M.Pd selaku

dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas ini sebagai sarana pembelajaran dan

meningkatkan kepekaan sosial dan telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam memahami

matakuliah Bahasa Indonesia di kelas D psikologi angkatan 2017. Kedua, terima kasih kepada teman-

teman yang telah menuangkan waktu dan tenaganya untuk saling membantu dalam penyelesaian

observasi ini, kerja sama dan semangat yang begitu luar biasa sehingga mendorong penulis untuk

menyelesaikan tugas ini tepat waktu walaupun penulis sadar masih banyak kekurangan didalamnya.

penulis berterima kasih kepada semua pihak dan mengharapkan saran serta kritik dari

pembaca. Semoga hasil observasi ini dapat berguna bagi semua orang khususnya pada dunia

pendidikan. Amiiin.

Malang, 11 November 2017

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………...…………………….…………I

DAFTAR ISI………………………….……………………………………………………………….II

BAB I PENDAHULUAN – 1

1.1. Latar Belakang……………………………………………...…………………………………1

1.2. Rumusan Masalah………………………………………….………………………………….5

1.3. Tujuan Observasi……….……………………………………………………………………..5

BAB II KAJIAN TEORI – 6

2.1 Teori Komunikasi Dan Interaksi……………………………………….………..…………….6

2.2 Teori Kebudayaan……………………………………………………………………………10

2.3 Teori Kelompok Dan Lainnya Yang Berhubungan………………….…………….…………12

BAB III LAPORAN OBSERVASI – 14

3.1 Setting Lingkungan Sosial………………………………………………………….…………14

3.2 Gambaran Latar Belakang Kehidupan Sosial Subjek………….…………………….….……..15

3.3 Gambaran Tentang Realita Sosial Yang Terjadi………………………………….…..……….17

3.4 Bentuk-Bentuk Permasalahan Sosial………………………………………………...………..19

3.5 Penyebab Munculnya Masalah……………………………………………………...…………21

3.6 Dampak Riil Masalah Sosial Dalam Kehidupan Sosial…………………………………..……22

ii
BAB IV PEMBAHASAN– 25

BAB V PENUTUP – 35

5.1 Solusi Dari Masalah…………………………………………….……………………………..35

5.2 Kesimpulan………….………………..………………………………………………………36

5.3 Saran……………...…………………………………………………………………38

DAFTAR PUSTAKA – 39

LAMPIRAN – 41

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian yang hendak dicapai oleh penulis.

1.1. Latar Belakang

Menurut Roucek dan Warren, interaksi adalah salah satu masalah pokok karena ia

merupakan dasar segala proses sosial.1 Interaksi sudah menjadi sesuatu yang dapat

mempengaruhi hubungan timbal balik, dimana individu atau kelompok dapat dipengaruhi

dengan tingkah laku pihak lain dan kemudian mempengaruhi tingkah laku orang lain.

Interaksi yang berlangsung ditengah keberagaman bahasa yang diadakan di Mabna

Ibnu Sina memang sangat bervariasi, tanpa diadakannya komunikasi maka tidak akan ada

kerjasama antar manusia. Interaksi sudah menjadi kebutuhan dasar bagi manusia dalam

kehidupan manusia yang harus dipenuhi. Senada dengan pendapat Afrooz menyatakan bahwa

kebutuhan adalah persyaratan alami yang harus diawasi untuk menjamin kompatibilitas

organik yang lebih baik.2 Mahasantri dari berbagai daerah dengan bahasa yang berbeda

membuat penulis penasaran untuk mengangkat tema ini, mulai dari kekurangannya,

keunggulannya, bahkan fungsi dari komunikasi di mabna Ibnu Sina.

Mabna ibnu sina merupakan salah satu asrama tempat para mahasantri tinggal selama

satu tahun pertama di Ma’had Sunan Ampel Al-Ali Uin Maulana Malik Ibrahim Malang,

disinilah latar belakang dari berbagai bahasa daerah, suku, ras dan etnis saling menyatu dalam

sebuah wadah yaitu Mabna Ibnu Sina. Kebudayaan yang berbeda-beda yang berupa kesenian,

pengetahuan, dan adat istiadat sangat dijunjung tinggi dalam konteks berbahasa dengan orang

1
Fiske, John. Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2012).
2
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.59

1
lain. Budaya sangat berperan penting bagaimana gaya bahasa (body language) yang

dikeluarkan kepada orang lain baik itu kasar, lemah, lembut dan lain-lain. Budaya adalah suatu

keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan,

hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia

sebagai anggota masyarakat oleh E. B. Tylor.3 Mereka saling berbagi dan bercerita mengenai

perbedaan budaya sebagai upaya dalam menciptakan saling pengertian satu sama lain, dapat

membandingkan kekurangan dan kelebihan dari kebudayaan masing-masing yang menjadi

kekayaan di Indonesia ini yang terkumpul pada suatu tempat yang sederhana di Mabna Ibnu

Sina. Bahasa menjadi kendala yang sedikit menghalangi pemahaman antar satu sama lain,

karena letak geografis Mabna Ibnu Sina yang berada di Pulau Jawa maka bahasa yang

digunakan dalam menyapa dan berkomunikasi yang pertama kali adalah bahasa jawa. Ini yang

membuat Mahasantri pendatang menjadi bingung, perlu ada penjelasan lebih lanjut kepada

penyapa bahwa dia tidak mengerti apa yang dia katakana. Ini menjadi masalah yang perlu

diperhatikan dalam kehidup yang plural ini. Akan tetapi perbedaan latar belakang tidak

menjadi suatu masalah bagi para Mahasantri Ibnu Sina, sebagian mahasantri berasumsi bahwa

ini suatu keunikan dan nilai tambah tinggal di Mabna Ibnu Sina selain mendapatkan ilmu

agama para mahasantri juga dapat mengenal keberagaman yang ada di Uin Maulana Malik

Ibrahim Malang. Para mahasantri datang ke Mabna Ibnu Sina sebagai seorang peserta didik

yang berusaha secara sadar menuntut ilmu sesuai minatnya masing-masing, tujuan utama

datang ke Uin Malang adalah mencari ilmu sebagai hak bagi setiap warga Negara Indonesia.

Dalam perspektif undang-undang sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 4,

‘’peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya

melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu’’.

3
Suratman et al. Ilmu sosial dan budaya dasar (Malang: intermedie, 2013), hlm.31

2
Dalam menjaga hubungan agar tetap baik, maka dibutuhkan komunikasi yang baik

juga sebagai kesadaran untuk saling mengetahui dan berbagi mengenai budaya masing-masing.

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi

penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk

memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi

yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain. 4 Melalui komunikasi kita dapat

membangun kerjasama dengan orang lain didalam masyarakat, komunikasi sangat berperan

penting dalam proses pengenalan hal-hal baru dalam kelompok sebagai usaha memenuhi rasa

ingin tahu manusia. Dengan berintraksi manusia bisa menciptakan peraturan yang dapat ditaati

bersama, begitu pula dikehidupan Mahasantri, keteraturan hidup sudah diatur di Mabna sebagai

pembatas kebebasan dalam hidup yang beragam demi menjaga kenyamanan satu sama lain.

Meminjam pernyataan Rafael Raga Maran menyatakan bahwa hidup masyarakat ditata

berdasarkan norma-norma sosial dan peraturan-peraturan institusional yang mapan.

Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai

dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi: keselamatan

fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kitasendiri kepada orang lain dan

mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk

memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat.

Komunikasi menjadi suatu yang mendasar dalam kehidupan manusia, karena sangat tidak

mungkin setiap individu mampu membangun hubungan yang erat tanpa adanya penghubung

berupa komunikasi.5

Keberagaman yang ada di mabna ibnu sina merupakan sesuatu yang lumrah terjadi

setiap tahunnya, para mahasantri beranjak dari berbagai latar belakang yang berbeda dan

4
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.6
5
Ibid, hlm. 5

3
berkumpul pada satu tempat yang sangat sederhana. Keberagaman manusia dimaksudkan

bahwa setiap manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk

individu yang setiap individu memiliki ciri-ciri khas tersendiri.6 Toleransi merupakan kunci

utama dalam menjaga perbedaan yang secara realitas di mabna ibnu sina, setiap mahasantri

harus bisa menyikapi hal ini sebagai bentuk menjaga keharmonisan dan kerukunan di tengah

kayanya perbedaan. Toleransi dapat dikatakan istilah pada konteks agama dan social yang

berarti sikap dan perbuatan yang yang melarang adanya diskriminasi terhadap golongan-

golongan yang berbeda atau tidak dapatditerima oleh mayoritas pada suatu masyarakat.

Kesadaran diri atas toleransi sangat diperlukan dalam menjaga perasaan orang lain, semuanya

timbul atas inisiatif sendiri yang mendorong seseorang untuk dapat hidup berdampingan

walaupun berbeda tetapi tetap satu tujuan yaitu menjadi Indonesia yang lebih baik lagi dan

mampu bersaing di kanca internasional.

Berdasarkan pengamatan penulis, interaksi sosial yang dibangun di mabna Ibnu Sina

masih ada ketimpangan dengan mahasantri lain. Logat yang digunakan masih sangat kentara

dan kata-kata khas dari daerah masing-masing sering digunakan dalam berinteraksi, sehingga

pesan dari komunikasi itu tersendiri tidak sampai pada tujuan yang dimaksudkan. Penulis

merasa tertarik untuk untuk mengetahui lebih dalam lagi masalah komunikasi yang terjadi di

Mabna Ibnu Sina ini, dengan ini penulis mengangkat tema tentang “Pola Interaksi Sosial

Mahasantri Beragam Bahasa Daerah Di Mabna Ibnu Sina” sebagai usaha sadar dalam

mengetahui masalah yang terjadi.

6
Herimanto Dan Winarno. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.97

4
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis membangun Rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana gambaran pola komunikasi Mahasantri beragam bahasa daerah di mabna

Ibnu Sina?

2. Bagaimana kesenjangan yang menghalangi interaksi sosial Mahasantri beragam bahasa

daerah di Mabna Ibnu Sina?

3. Bagaimana upaya meminimalisir kesenjangan pola interaksi Mahasantri beragam

bahasa daerah di Mabna Ibnu Sina?

1. 3 Tujuan Makalah

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari observasi ini adalah:

1. Menjelaskan pola komunikasi yang dilakukan Mahasantri

2. Memaparkan kesenjangan yang menghalangi komunikasi

3. Mendeskripsikan dampak komunikasi bagi Mahasantri

4. Memaparkan fungsi komunikasi yang dilakukan

5
BAB II

KAJIAN TEORI

Dalam babini akan diuraikan beberapa teori yang berhubungan dengan tema yang

diangkat oleh penulis, Sosiolog bergantung pada teori untuk membantu menjelaskan dunia

sosial dan mengatur ide tentang bagaimana operasinya. Sebuah teori adalah analisis dan

pernyataan dari bagaimana dan mengapa satu set fakta berhubungan satu sama lain. Dalam

sosiologi, teori membantu kita mengerti bagaimana fenomena sosial berhubungan satu sama

lain, diantaranya yaitu :

2.1 Teori Komunikasi dan interaksi

Dalam membangun kerjasama dengan individu lain, manusia harus memiliki sesuatu

yang dapat mengisyaratkan kepada individu lain. Komunikasi menjadi sesuatu tanda dan

symbol yang digunakan manusia untuk melakukan penyampaian maksud dan saling bertukar

pikiran. Ada beberapa fungsi komunikasi dalam kehidupan manusia diantaranya: (1) sebagai

komunikasi sosial, komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting

untuk membangun: (a) pembentukan konsep diri, adalah pandangan kita mengenai siapa diri

kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita.

Manusia yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain tidak mungkin menyadari bahwa

dirinya adalah manusia. Kita sadar bahwa kita manusia karena orang-orang disekeliling kita

menunjukkan kepada kita lewat perilaku verbal dan nonverbal mereka bahwa kita manusia. (b)

Pernyataan eksistensi diri, orang berkomunikasi untuk menunjukkn dirinya eksis. Inilah yang

disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi pernyataan eksistensi diri. (c) Untuk kelangsungan

hidup. (d) Untuk memperoleh kebahagiaan. (e) Terhindar dari tekanan dan ketegangan. (f)

Memupuk hubungan dengan orang lain. (2) Sebagai komunikasi ekspresif, komunikasi

ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh

6
komunikasi tersebut menjadi instrmen untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita.

(3) sebagai komunikasi ritual, suatu komunikasi sering melakukang upacara-upacara berlainan

sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut sebagai para antropolog sebagai rites of

passage, mulai dari (a) kelahiran, (b) sunatan, (c) pertunangan, (d) siraman, (e) pernikahan, (f)

sungkem kepada orang tua, (g) hingga upacara kematian. (4) Sebagai komunikasi instrumental,

komuikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum: (a) menginformasikan. (b)

Mengajar. (c) Mendorong. (d) Mengubah sikap. (e) Keyakinan dan mengubah perilaku atau

menggerakkan tindakan, danjuga menghibur.7 Beberapa teori lainnya yang mendukung tema

adalah sebagai berikut:

1. QS. Ar-Rahman 1-4 berbunyi “Tuhan yang maha pemurah, yang telah mengajarkan Al-

Qur’an. Dia menciptakan manusia, yang mengajarinya pandai berbiara”8

2. Bernard Bernardberelson Dan Gary A. Steiner mengatakan komunikasi adalah transmisi

informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan

symbol-simbol – kata-kata, gambar, figure, grafik, dan sebagainya. 9

3. Sussane K. Langer mendefinisikan komunikasi adalah kebutuhan simbolisasi atau

penggunaan lambang. 10

4. Carl I. Hovland mendefinisikan komunikasi adalah proses yang memungkinkan

seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang

verbal) untuk mengubah perilakunorang lain (komunikate). 11

5. Mary B. Cassata Dan Mplefi K Asante mengatakan komunikasi adalah transmisi

informasi dengan tujuan mempengaruhi khalayak. 12

7
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2008)
8
QS. Ar-rahman (55): 1-4.
9
Ibid, hlm. 68
10
Ibid
11
Ibid, hlm. 92
12
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2009), hlm 69.

7
6. Everett M. Rogers berpendapat bahwa komunikasi adalah proses dimana suatu ide

dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk

mengubah tingkah laku mereka. 13

7. Raymond S. Ross mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses menyortir, memilih,

dan mengirimkan symbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar

membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang

dimaksudkan komunikator. 14

8. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, bersifat timbal balik

antarindividu, antarkelompok, dan antara individu dengan kelompok. 15

9. Komunikasi Massa adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui media massa

dengan berbagai tujuan komunikasi dan untuk menyampaikan informasi kepada

khalayak luas. 16

10. Dance mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha

menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal, ketika lambang-lambang

vebal tersebut bertindak sebagai stimuli.17

11. Effendy mengatakan komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia, dimana

yang dinyatakan itu adalah pikiran, perasaan seseorang kepada orang lain, dengan

menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. 18

12. Charles Cooley, komunikasi adalah mekanisme dimana relasi manusia ada dan

berkembang melalui semua symbol pikiran, bersama dengan alat untuk

menyalurkannya melalui ruang dan mempertahankannya sepanjang waktu. 19

13
Ibid, hlm. 69
14
Ibid
15
Suhardi Dan Sunarti, Sri. Sosiologi (Jakarta: Pusat Perbukuan, 2009).
16
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2009).
17
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2008).
18
Rosmawaty. Mengenal Ilmu Komunikasi (Jakarta: Widya Padjadjaran, 2010), hlm. 14.
19
Ibid, hlm. 15

8
13. Harwood mendefinisikan komunikasi adalah sebagai proses untuk mencapai pikiran-

pikiran yang dimaksud oleh orang lain. 20

14. Burgers mendeskripsikan komunikasi merupakan proses penyampaian informasi,

makna dan pemahaman dari pengirim pesan kepada penerima pesan. 21

15. Taylor, komunikasi merupakan proses petukaran informasi atau proses yang

menimbulkan dan meneruskan makna atau arti pendapat. 22

16. Gerbner berpendapat bahwa komunikasi sebagai suatu interaksi sosial melalui pesan-

pesan yang dapat diberi sandi secara formal, simbolis atau penggambaran peristiwa

tentang beberapa aspek budaya yang sama-sama dimiliki. 23

17. Gode mengatakan komunikasi adalah suatu proses yang membuat kesamaan kepada

dua atau beberapa orang yang telah dimonopoli oleh seseorang atau beberapa orang. 24

18. Devito menjelaskan komunikasi intrapersonal atau komunikasi intarpribadi merupakan

komunikasi dengan diri sendiri dengan tujuan untuk berpikir, melakukan penalaran,

menganalisis dan merenung. 25

19. Effendy menjelaskan komunikasi intrapersonal atau komunikasi intarpribadi

merupakan komunikasi yang berlangsung dalam diri sendiri. 26

20. Joseph A. Devito mendefinisikan komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman

dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-

orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. 27

20
Rosmawaty. Mengenal Ilmu Komunikasi (Jakarta: Widya Padjadjaran, 2010), hlm. 15.
21
Ibid, hlm. 16
22
Ibid, hlm. 17
23
Ibid, hlm. 18
24
Ibid, hlm. 59
25
Ibid
26
Ibid
27
Ibid, hlm. 71

9
21. Cappella mengatakan komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang berlangsung

di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. 28

22. Menurut Newcomb komunikasi yang terjadi dalam kelompok kecil, misalnya dalam

keluarga yang dikenal sebagai kelompok primer, lebih sering berlangsung secara

spontan dan nonformal. 29

23. Komunikasi organisasi adalah sebuah bentuk komunikasi antarpribadi, tetapi cirinya

merupakan bidang yang sedemikian rupa bersifat khas dan signifikan. 30

24. Komunikasi organisasi adalah komunikasi antar manusia yang terjadi dalam konteks

organisasi di mana terjadi jaringan-jaringan pesan satu sama lain yang saling

bergantung satu sama lain. 31

25. Komunikasi organisasi sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan diantara unit-unit

komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu.32

2.2 Teori Kebudayaan

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan

para pesertanya (orang-orang yang sedang berkomunikasi). Dalam kenyataannya, tidak pernah

ada dua manusia yang persis sama, meskipunn mereka kembar yang dilahirkan dan diasuh

dalam keluarga yang sama, diberi makanan yang sama dan dididik dengan cara yang sama.

Namun kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras, bahasa, tingkat pendidikan, atau

atau tingkat ekonomi akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya

karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi lebih efektif.

Kesamaan bahasa khususnya akan membuat orang-orang yang berkomunikasi lebih

mudah mencapai pengertian bersama dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memahami

28
Rosmawaty. Mengenal Ilmu Komunikasi (Jakarta: Widya Padjadjaran, (2010), hlm. 71.
29
Ibid, 92
30
Edwin, Blake. Taksonomi Konsep Komunikasi (Surabaya: Payrus, 2009), hlm. 32.
31
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2009), hlm. 278.
32
R. Wayne Pace Dan Don F. Faules. Komunikasi Organisasi (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 31.

10
bahasa yang sama. Makna suatu pesan, baik verbal maupun nonverbal, pada dasarnya terikat

budaya. Makna penuh suatu humor dalam bahasa daerah hanya akan dapat ditangkap oleh

penutur asli bahasa yang bersangkutan.

Berikut beberapa teori mengenai budaya yang diutarakan oleh para Ahli,

sebagai berikut:

1. Coertz mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai

makhluk sosial yang digunakan, untuk memahami dan menginterprestasikan

lingkungan dan pengalamannya, serta terwujud landasan bagi mewujudkan tingkah

lakunya. 33

2. Spradley mendefinisikan kebudayaan sebagai serangkaian aturan-aturan, petunjuk-

petunjuk, resep-resep, rencana-rencana dan strategi-strategi yang terdiri atas

serangkaian model-model kognitif yang dipunyai manusia, dan yang digunakannya

secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagai mana terwujud dalam tingkah

laku dan tidakan-tindakannya.34

3. E.B. Tylor mendefinisikan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,

kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain-lain kemampuan serta

kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. 35

4. Raymond William mendefinisikan budaya adalah sesuatu yang melibatkan “perdebatan

dan amandemen yang aktif dibawah tekanan-tekanan pengalaman, kontak, dan

penemuan, yang menuliskan/menunjukkan dirinya sendiri dalam kaitannya dengan

tempat hidup” .36

33
Wahyu. Wawasan Ilmu Sosial Dasar (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hlm. 23.
34
Ibid, hlm. 24
35
Wahyu. Wawasan Ilmu Sosial Dasar (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hlm. 45.
36
Fiske, John. Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2012).

11
2.3 Teori Kelompok Dan Lainnya Yang Berhubungan

Beberapa teori tentang kelompok dan teori lainnya yang berhubungan dengan tema

yang diangkat, sebagai berikut:

1. Smith menyatakan kelompok adalah kita dapat mendefinisikan sebuah kelompok sosial

sebagai satu unit yang terdiri dari sejumlah besar organisme (agen) yang terpisah yang

memiliki perpecahan kolektif dari kesatuan mereka dan yang memiliki kemampuan

untuk bertindak atau bertindak secara kesatuan terhadap lingkungan mereka.37

2. Bass mengemukakan dan mendefinisikan kelompok sebagai kumpulan individu yang

keberadaannya sebagai koleksi bermanfaat bagi individu. 38

3. Sheriff mengatakan kelompok sosial merupakan kelompok yang terstruktur, yaitu

kelompok yang mempunyai organisasi tertentu. 39

4. Norma kelompok adalah pedoman-pedoman yang mengatur sikap dan perilaku atau

perbuatan anggota kelompok. 40

5. Afrooz menyatakan bahwa kebutuhan adalah persyaratan alami yang harus diawasi

untuk menjamin kompatibilitas organik yang lebih baik. 41

6. Menurut Baum penyesuaian diri adalah proses penyesuaian diri yang diawali stress,

yaitu suatu keadaan dimana lingkungan mengancam membahayakan keberadaan atau

kesejahteraan atau kenyamanan diri seseorang. 42

7. Larry L. Barker bahasa memiliki tiga fungsi yaitu pertama, penamaan, interaksi, dan

transmisi informasi. Kedua, bahasa sebagai sarana untuk berhubungan dengan orang

37
Bimo, Walgito. Psikologi Kelompok (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2006), hlm. 7.
38
Ibid, hlm. 6
39
Ibid, hlm. 53
40
Ibid, hlm. 54
41
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 59.
42
Ibid, hlm. 193

12
lain. Ketiga, agar hidup lebih teratur, saling memahami mengenai diri kita,

kepercayaan-keprcayaan kita, dan tujuan-tujuan kita. 43

8. Alfred Korzybski menyatakan bahwa kemampuan manusia berkomunikasi menjadikan

mereka “pengikat waktu” (time-binder). Pengikat waktu (time-binder) merujuk pada

kemampuan manusia untuk mewariskan pengetahuan dari generasi ke generasi dan dari

budaya ke budaya. setiap individu baru tidak perlu diajarkan bahasa baru, mereka hanya

mempelejari bahasa yang terdahulu dan menilainnya berdasarkan akal. 44

9. Leslie mendefinisikan masalah sosial adalah sesuatu kondisi yang mempunyai

pengaruh terhadap kehidupan sebagian besar warga masyarakat sebagai sesuatu yang

tidak diinginkan atau tidak disukai dan yang karenanya dirasakan perlunya untuk diatasi

atau diperbaiki. 45

10. Keberagaman manusia dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan.

Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang setiap individu

memiliki ciri-ciri khas tersendiri. 46

11. Perasaan ialah suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang dialami dengan

senang hati dan tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat

subjektif. 47

43
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2008), hlm 268.
44
Ibid, hlm. 7
45
Wahyu. Wawasan Ilmu Sosial Dasar (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hlm. 21.
46
Herimanto Dan Winarno. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 97.
47
Ahmadi, Abu Dan Umar. Psikologi Umum (Surabaya: Pt Bina Ilmu, 2013), hlm. 59.

13
BAB III

LAPORAN OBSERAVASI

Bab ini akan menguraikan beberapa hal tentang setting lingkungan sosial, gambaran

latar belakang kehidupan sosial subjek, gambaran tentang realita sosial yang terjadi, bentuk-

bentuk permasalahan sosial, penyebab munculnya masalah, dan dampak riil masalah sosial

dalam kehidupan sosial.

3.1 Setting Lingkungan Sosial

Peletakan batu pertama pendirian bangunan ma’had dimulai pada Ahad Wage, 4 April

1999, oleh 9 (Sembilan) orang kyai berpengaruh di Jawa Timur yang disaksikan oleh sejumlah

orang kyai lainnya dari Kota dan Kabupaten Malang dan dalam jangka waktu satu tahun. Mulai

difungsikan pada tahun 2000 dan diresmikan oleh K.H ABDURRAHMAN WAHID pada

tahun 2001. Mabna Ibnu Sina merupakan salah satu asrama putra di Ma’had Sunan Ampel Al-

Ali, tempat tinggal wajib satu tahun bagi para Mahasiswa baru Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang yang terletak di jalan Gajayana 50, Dinoyo kota Malang Jawa

Timur. Setiap Mabna di Ma’had Sunan Ampel Al-Ali mengadakan program shabah al-lughal

(Languange Morning), ta’lim al-qur’an, tashih quroatul al-qur’an, Tahsin Tilawatil Qur’an,

Ta’lim Afkar Al-Islamiyah, Shalat Tahajud / Persiapan shalat shubuh berjamaah, Jama’ah

Shalat Shubuh dan pembacaan Wirdul Lathief, Shalat Jama’ah, Pembacaan surat Yasin /

Tahsin al-Qiro’ah / Madaa’ih Nabawiyah / Muhadlarah / Ratib al-Hadad / Ngaji Bersama,

Pengabsenan jam malam santri dan Pendampingan, dan Belajar mandiri serta istirahat.

Mabna putra terletak disebelah selatan kampus, Mabna Ibnu Sina sendiri terletak

ditengah-tengah lingkungan asrama putra dan berdekatan dengan kantin yang berada tepat

didepan Mabna Ibnu Sina. Dengan letaknya yang berada pada dataran tinggi membuat Mabna

Ibnu Sina memiliki hawa yang sejuk ditambah dengan banyak bunga-bunga yang ditanam

14
didepannya yang menambah kesejukan dan keindahan lingkungan Mabna Ibnu Sina. Mabna

Ibnu Sina memiliki tiga lantai dengan lima puluh kamar yang setiap kamar mampu menampung

enam orang mahasantri, delapan buah toilet dan enam belas kamar mandi. Tempatnya yang

sangat bersih ditambah dengan banyak kata-kata motivasi yang ditempel didinding. Nilai

tambah lainnya adalah wifi yang disediakan secara gratis bagi para mahasantri di setiap Mabna

di Ma’had Sunan Ampel Al-aly.

Lingkungan yang kental dengan perwujudan nilai-nilai keagamaan seperti yang

digambarkan pada program yang dilaksanakan selama satu tahun demi terwujudnya lulusan

yang memiliki kedalaman spiritual, keagungan akhlak, kematangan professional, dan keluasan

ilmu pengetahuan. Ma’had Sunan Ampel Al-Aly Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Ibrahim Malang merupakan Ma’had yang berupaya merealisasikan visi dan misi kampus dalam

mencetak sarjana yang intelek professional yang ulama dan ulama intelek yang professional.

3.2 Gambaran Latar Belakang Kehidupan Sosial Subjek

Berada dalam lingkungan yang dituntut untuk lebih mengarah pada ketaatan pada nilai

agama baik secara moral maupun pengetahuan, agar perilaku setiap Mahasantri menjadi

panutan dimanapun dia berada dan menjadi pemimpin umat dalam membawa perubahan.

Dengan banyaknya pembelajaran tambahan yang mengarah pada keagamaan yang diberikan

selain kuliah regular, semuanya dilakukan agar lulusan kampus ulul albab menjadi ulama yang

memiliki intelektual seperti apa yang didapatkan dikuliah regular.

Setiap hari mahasantri dibangunkan pada jam 03.00 WITA untuk melakukan ibadah

sholat shubuh bersama di Masjid At-Tarbiyah, setelah sholat shubuh dilanjutkan dengan

pembacaan Wirdul Lathif yang dilaakukan sebelum menuju kegiatan selanjutnya. Selanjutnya,

para Mahasantri segera bergegas untuk melekukan program shabah al-lughal (Languange

Morning) yang berakhir pada jam 06.00 WITA sebelum kembali ke Mabna masing-masing.

Tidak berakhir sampai disini, program taklim Qur’an dan taklim Afkar harus dilewati didalam

15
Mabna. Taklim Qur’an diajarkan pada hari senin dan rabu sedangkan Taklim Afkar diajarkan

setiap hari selasa dan kamis, yang berakhir pada jam 07.30 WITA. Mahasantri yang memiliki

kuliah akan segera makan dan mandi sebelum menuju ke kampus dan bagi yang tidak memiliki

jam kuliah pagi harus menyetorkan tashih quroatul al-qur’an dan Tahsin Tilawatil Qur’an.

Setelah semua kelas regular telah dilewati, kemudian pada jam 14.20 WITA semua Mahasiswa

harus berada didalam kelas PKPBA untuk mendapatkan kuliah pendidikan bahasa Arab selama

dua semester atau satu tahun pertama yang berakhir pada jam 16.30 WITA. Semua Mahasiswa

segera kembali ke Mabna masing-masing untuk menghadiri kegiatan Mabna baik itu

pendampingan, pembacaan Qur’an, sholawatan, maupun qobla magrib untuk menunggu waktu

sholat Magrib. Selepas itu, pada jam 18.30 WITA semua Mahasantri harus berada didalam

kelas PKPBA kembali untuk melanjutkan materi Bahasa Arab yang terputus pada sore hari

sampai pada jam 20.00 WITA. Mahasiswa memiliki waktu satu jam untuk melakukan aktivitas

seperti makan, sholat isya, pembahasan tugas dan lain-lain didalam maupun diluar kampus

sebelum Mabna ditutup pada jam 21.15 WITA. Jika terlambat masuk seperti jam yang telah

ditetapkan, maka akan disuruh membaca surah Yasiin, jika terlambat selama tiga kali maka

orang tua akan segera dihubungi. Setelah melewati yasiinan, semua Mahasantri harus

menunggu lagi waktu buka Mabna pada jam 22.00 WITA. Para Mahasantri bisa saling bercerita

sembari menunggu waktu disaat pintu Mabna terbuka, setelah masuk ke dalam Mabna ada

sebagian Mahasantri yang mengikuti program bengkel al-Qur’an dalam rangka memantapkan

dan pengayaan bagi Mahasantri yang belum lancar. Setelah itu, semua Mahasantri memiliki

waktu untuk belajar secara mandiri dan beristrahat. Begitulah kegiatan yang akan dilewati

semua Mahasantri terkhususnya di Mabna Ibnu sina dari senin sampai hari jum’at.

Dengan kegiatan yang begitu padat ini, semua Mahasantri seharusnya bisa

memanajemen waktunya dan meningkatkan kedisiplinan serta kemandirian setelah keluar dari

wajib Asrama yang berlangsung satu tahun. Bagi sebagian Mahasantri yang bukan lulusan

16
pondok pastinya susah menyesuaikan diri dengan kegiatan yang diberlakukan di Asrama

maupun kampus, terutama dengan waktu bangun tidur pada jam 03.00 WITA. Beberapa

Mahasantri yang tidak sanggup dengan banyaknya kegiatan yang dilewati memilih untuk

keluar dari kampus Ulul Albab ini.

3.3 Gambaran Tentang Realita Sosial Yang Terjadi

Tinggal di Mabna Ibnu Sina dengan banyak Mahasantri lain tentunya ada perbedaan

pemikiran, pendapat, kepekaan, serta cara adaptasi yang unik. Penyesuaian diri adalah proses

penyesuaian diri yang diawali stress, yaitu suatu keadaan dimana lingkungan mengancam

membahayakan keberadaan atau kesejahteraan atau kenyamanan diri seseorang. Penulis sangat

tertarik dan memfokuskan diri dengan keberagaman yang memang kaya di Indonesia yaitu

bahasa serta logat yang digunakan Mahasantri sebagaimana tertuang pada tema observasi.

Didalam setiap perkumpulan dan pengelompokkan dalam menjalin kekeluargaan serta

silaturrahmi dengan Mahasantri lainnya, kendala utama dalam bertukar informasi adalah

bahasa dan logat daerah yang sangat kentara sehingga makna tersirat dari apa yang

disampaikaan sulit untuk ditangkap. Cerita-cerita lucu yang disampaikan susah sekali

ditangkap kelucuannya, karena pada umumnya cerita lucu akan lebih tersampaikan dengan

menggunakan bahasa daerah sehingga Mahasantri lain yang tidak mengerti termasuk penulis

hanya bisa diam ditengah terbahaknya canda tawa Mahasantri yang lain. Makna suatu pesan,

baik verbal ataupun nonverbal, pada dasarnya terikat budaya. Makna penuh suatu humor dalam

bahasa daerah hanya akan dapat ditangkap oleh penutur asli bahasa bersangkutan. Penutur asli

akan tertawa terbahak-bahak mendengar humor tersebut, sementara orang-orang lain mungkin

akan bingung meskipun mereka secara harafiah memahami kata-kata dalam humor tersebut.

Semakin mirip latar belakang sosial-budaya semakin efektif pula komunikasi yang dilakukan

oleh setiap orang, begitulah Mahasantri yang bukan bagian dari sosial-budaya Jawa,

komunikasi yang disampaikan sangat susah sekali ditangkap dan dipahami secara efektif.

17
Letak kampus yang berada di daerah pulau Jawa, membuat kecendrungan untuk

menggunakan bahasa Jawa itu sendiri dalam menyapa dan berkomunikasi pertama kalinya.

Sesama Jawa pasti langsung menanggapi sapaan dan komunikasi yang dibangun dalam

pertemuan, karena latar belakang dari kedua belah pihak sama terutama bahasanya walaupun

ada sebagian daerah yang berbeda kata per kata akan tetapi masih dapat ditangkap arti dan

maksud yang diutarakan. Bagi Mahasantri yang berasal dari luar pulau jawa seperti penulis,

akan sangat susah beradaptasi dengan lingkungan jika bahasa daerah yang digunakan dalam

berkomunikasi. Tidak jarang penulis dianggap tidak menghargai dan menanggapi pembicaraan

dari lawan bicara, hanya senyuman kecil yang dapat membalas ketidakpahaman itu, sembari

menjelaskan asal usul penulis. Setelah mendapatkan penjelasan, lawan bicara mulai bisa

membangun komunikasi secara efektif dengan penulis (walaupun terkendala dengan logat yang

begitu kentara) baik hanya sekedar bertanya budaya dan makanan khas daerah dari penulis.

Kebudayaan yang baik (bahasa) memang sulit untuk ditinggalkan begitu saja, dimanapun

seseorang berada dan bertempat tinggal kebudayaan (bahasa) tidak akan mudah dilupakan.

Kemampuan manusia berkomunikasi menjadikan mereka “pengikat waktu” (time-binder).

Pengikat waktu (time-binder) merujuk pada kemampuan manusia untuk mewariskan

pengetahuan dari generasi ke generasi dan dari budaya ke budaya. setiap individu baru tidak

perlu diajarkan bahasa baru, mereka hanya mempelejari bahasa yang terdahulu dan

menilainnya berdasarkan akal.

Kegiatan tertentu seperti qobla magrib, pendampingan serta pengumuman banyak

sekali menggunakan bahasa daerah, sehingga penulis menjadi terlambat dalam menghadiri

acara yang diadakan. Penjelasan dari teman satu kamar menjadi penyelamat dari ketidaktahuan

yang penulis alami. Mungkin ini sedikit tantangan bagi para Mahasantri perantau untuk dapat

menerima sanksi dari perbedaan bahasa daerah, semuanya harus dapat diterima untuk dapat

18
melewati proses pembentukan diri yang berpemahaman dan pengertian tinggi dalam konteks

kehidupan sosial.

3.4 Bentuk-Bentuk Permasalahan Sosial

Keberagaman bahasa yang ada di Indonesia menjadi sesuatu kebanggan bagi bangsa

Indonesia. Akan tetapi, dengan adanya keberagaman pula menjadikan masyarakat Indonesia

banyak menuai konflik dan pertikaian baik karena perbedaan agama, suku, ras, daerah, serta

bahasa. Yang mendasari dari semua konflik adalah kurangnya kesadaran untuk membangun

pengertian dalam kehidupan sosial. Pengertian merupakan hasil proses berpikir yang

merupakan rangkuman sifat-sifat pokok dari suatu barang atau kenyataanyang dinyatakan

dalam satu perkataan. Saling pengertian bisa dikatakan alat utama untuk meminimalisirkan

permasalahan sosial yang terjadi. Komunikasi menjadi alat untuk menegosiasikan perdamaian

serta bisa juga menimbulkan konflik baru. Setiap tindakan komunikasi dipandang suatu

transmisi informasi, terdiri dari rangsangaan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.

Jika setiap individu saling berinteraksi dengan bahasa yang disetujui bersama, maka

penyampaian informasi dari sumber kepada penerima mungkin tidak akan mendapatkan

kendala menyampaikan maksud tertentu.

Dengan adanya bahasa daerah yang begitu banyak di Indonesia ini, maka harus ada

bahasa yang mempersatukan semua bahasa dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia.

Oleh karena itu, pada tanggal 28 oktober 1928 semua bangsa indoesia dengan semangat

kebhinekaan-nya mengikrarkan bahasa pemersatu dalam sebuah sumpah yang dikenal dengan

sumpah pemuda. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu dituangkan pada bagian ketiga

yang berbunyi “Kami poetra dan poetri Indonesia, mengjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa

Indonesia”. Ini dilakukan agar semua bahasa di Indonesia dan semua orang di Indonesia dapat

berkomunikasi tanpa terbatas oleh latar belakang daerah masing-masing.

19
Sumpah pemuda belum bisa diindahkan oleh para Mahasantri di Mabna Ibnu Sina,

bahasa daerah masih menjadi bahasa yang pertama untuk menyapa dan membangun narasi

dengan lawan bicara. Penulis terkadang hanya bisa menyambut sapaan dengan senyuman kecil;

pada saat penulis distimulus untuk berbicara dengan membangun humor tentunya penulis

hanya bisa diam mendengarkannya. Penjelasan akan asal usul menjadi penawar dari

ketidaktahuan kedua belah pihak yang berkomuikasi, pengertian sosial baru terwujud setelah

pemberitahuan dari latar belakang penulis. Bahasa Indonesia haruslah dijunjung tinggi dalam

perbedaan bahasa, apalagi para Mahasantri di Mabna Ibnu Sina secara sadar menyadari bahwa

yang tinggal di asrama ini bukan hanya dari pulau jawa saja akan tetapi hamper semua pulau

di Indonesia. Kesadaran diri memang dituntut untuk lebih dimunculkan dalam menjaga

hubungan yang baik antar perbedaan dalam membangun Negara yang berkebhinekaan.

Dari pengamatan yang penulis analisa dan alami selama berada di Mabna Ibnu Sina,

mendapatkan beberapa masalah yaitu:

1. Pemakaian bahasa daerah yang membendung saling paham antar Mahasantri dalam

suatu perkumpulan baik didalam maupun luar kamar.

2. Kesadaran diri yang masih kurang untuk saling menghargai Mahasantri lain dalam

berkomunikasi didalam perkumpulan.

3. Tidak mampu menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu dalam

perbedaan bahasa, sedangkan mereka secara sadar adanya keberagaman bahasa di

mabna Ibnu Sina.

4. Susah untuk bisa masuk dalam canda tawa dengan cerita humor yang diceritakan

menggunakan bahasa daerah.

5. Interaksi yang selalu dimulai dengan bahasa Jawa dalam menyapa dan membangun

narasi tertentu yang membuat penulis hanya bisa diam dalam berinteraksi kemudian

menerangkan asal usul.

20
6. Dari adanya perbedaan bahasa tersebut, membuat Mahasantri yang berada diluar pulau

Jawa merasa kurang bisa bersatu dalam kelompok karena dengan berkomunikasi

manusia membangun kerja sama.

7. Terjadinya salah paham dengan logat-logat daerah tertentu yang menggunakan suara

yang lantang dan tegas dalam pengucapan kata

3.5 Penyebab Munculnya Masalah

Komunikasi menjadi sesuatu yang terpenting dalam membangun saling pengertian

antara mausia. Jika komunikasi bisa dipahami dengan mudah maka tidak akan ada masalah

yang muncul dalam kehidupan manusia, adanya kekeliruan dalam pekerjaan karena pesan dan

instruksi yang diberikan mungkin kurang bisa dimengerti dan ditangkap oleh si pendengar.

Masalah sosial adalah sesuatu kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sebagian

besar warga masyarakat sebagai sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai dan yang

karenanya dirasakan perlunya untuk diatasi atau diperbaiki. Masalah-masalah banyak yang

terjadi karena ketidak sesuaian antara perkataan dan perbuatan sehingga memicu adanya

ketidak puasan terhadap apa yang sedang terjadi. Seseorang yang melamar pekerjaan akan

ditolak jika dia tidak bisa berkomuikasi dengan baik pada saat wawancara. Wakil rakyat tidak

akan dipilih untuk kedua kalinya jika pada periode pertama komunikasinya dengan rakyat tidak

begitu lancar. Komunikasi menjadi sesuatu yang menentukan hidup kita, dalam artian nasib

kita utuk mendapatkan suatu pekerjaan .

Interaksi yang dilakukan dengan bahasa daerah banyak memiliki makna ganda bagi si

pendengar. Si pengucap menganggap bahwa perkataan yang ia keluarkan tidak menyinggung,

akan tetapi bagi si pendengar menafsirkan sebagai ssuatu yang memiliki makna kotor. Persepsi

adalah pandangan, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.

Perbedaan setiap orang menafsirkan inilah yang harus disadari bersama, sehingga dalam

penyampaian itu dapat diartikan sesuatu yang baik atau sesuatu yang bruk. Disinilah fungsinya

21
bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu dari berbagai bahasa daerah. Untuk

meminimalisirkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi, komunikasi menjadi suatu yang

mendasar dari adanya suatu konflik dan permasalahan. Jika komunikasi dengan orang lain

disampaikan dengan baik maka akan mendapatkan respon yang baik juga bagi orang lain,

apabila komunikasi disampaikan dengan kesan yang buruk maka orang lain akan

menafsirkannya dengan banyak perspektif hingga berujung pada suatu pertikaian.

Berdasarkan bentuk-bentuk permasalahan yang diuraikan diatas, maka penulis dapat

memprediksi munculnya masalah yang didasarkan pada bentuk-bentuk permasalahan yaitu:

1. Tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi yang menjadi pemersatu

dari banyaknya bahasa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.

2. Kurangnya kesadaran diri untuk menggunakan bahasa Indonesia didalam perbedaan

bahasa daerah.

3. Keberadaan bahasa Indonesia belum bisa dijunjung tinggi secara utuh dalam menjaga

keharmonisan dalam perbedaan dalam merajut semangat kebhinekaan.

4. Adanya logat-logat daerah tertentu yang membuat beberapa Mahasantri menjadi salah

paham dengan suara yang agak keras dalam berkomunikasi.

5. Menggunakan bahasa Jawa untuk berinteraksi pertama kali dan menyampingkan

bahasa Indonesia.

6. Rasa egois yang begitu tinggi untuk tidak menggunakan bahasa Indonesia didalam

perkumpulan.

3.6 Dampak Riil Masalah Sosial Dalam Kehidupan Sosial

Apapun permasalahan yang ada di dunia ini pasti ditimbulkan oleh perbuatan yang

diakukan oleh manusia. Manusia yang menciptakan manusia pula yang merasakan dampaknya,

baik negatif maupun positif. Manusia diciptakan didunia ini sebagai pekerja dan pencipta di

22
bumi, bukan sebagai peziarah di muka bumi. Dalam arti ini, manusia dipandang sebagai ukuran

bagi setiap penilaian, dan referensi utama dari setiap kejadian di alam semesta ini. Salah satu

asumsi bagi para filsafat adalah manusia sebagai sumber realitas. Manusia memang memiliki

peran penting untuk membawa perubahan di muka bumi ini, jika pada saat ini dia menanamkan

kebaikan maka buahnya akan dinikmati oleh anak cucunya nanti dan begitu pula sebaliknya.

Setiap permasalahan pasti ada dampaknya, jika seseorang berjualan maka dampaknya

pasti akan ada orang yang membeli; jika seseorang sholat maka akan berdampak pada

ketenangan hati. Jadi apapun yang terjadi di dunia ini baik itu secara manusiawi atau diluar

manusiawi (bencana alam) semuanya karena perbuatan manusia. Jika manusia taat, Allah akan

memberikan ujian dan jika manusia berdosa, Allah akan berikan azab. Semuanya yang terjadi

di dunia ini (baik atau buruk) yang merasakan akibatnya pula adalah manusia itu sendiri,

sebagian kelompok yang berdosa semuanya ikut merasakannya.

Apapun yang manusia pilih dalam hidupnya akan dipertanggungjawabkan di hadapan

Tuhan, semuanya akan mendapatkan ganjarannya masing-masing. Tuhan saja memberikan

kebebasan kepada manusia untuk ateis, maka tidak ada hak bagi manusia untuk melarang

ateisme. Tidak ada yang dapat membatasi kebebasan manusia, bahkan Tuhan pun memberikan

kebebasan itu, akan tetapi semua yang menjadi pilihan manusia akan dipertanggungjawabkan

baik didunia terlebih di akhirat nanti.

Perbedaan bahasa juga pasti membawa dampak tersendiri bagi orang lain,

keberagaman menjadi kunci utama konflik dan penyimpangan sosial yang terjadi. Banyaknya

bahasa di mabna Ibnu Sina membuat sebagian yang minoritas merasa tidak bisa bersatu secara

utuh baik dari lingkungannya maupun dengan orang-orangnya. Semuanya memang memiliki

makna tersendiri, dan perbedaan bahasa akan dipertanggungjawabkan jika adanya konflik dari

ketidakpahaman dari kedua belah pihak.

23
Dari bentuk permasalahan sosial dan penyebab munculnya masalah dapat dirangkum

beberapa dampak yang nyata terjadi dalam kehidupan sosial adalah sebagai beriku:

1. Tidak bisa membangun kerja sama yang baik karena terhalang oleh keberagaman

bahasa. Bahasa menjadi alat yang utama untuk membangun hubungan dalam kelompok

sosial.

2. Penerimaan informasi tidak bisa langsung dilaksanakan dengan segera karena butuh

penjelasan untuk dapat memahaminya. Beberapa pengumuman yang diumumkan

dengan bahasa daerah menjadi kendala dari kegagalan untuk memahami makna dari

pesan yang diucapkan.

3. Seorang santri tidak bisa bergaul dengan para Mahasantri lainnya secara sempurna

dalam sebuah perkumpuan karena dibatasi oleh bahasa dan pemahaman akan ucapan

yang dilontarkan. Pasti ada keraguan untuk bisa berkumpul dalam kelompok karena

kebingunan dengan bahasa yang digunakan.

4. Dari adanya perbedaan bahasa, membuat beberapa orang Santri tidak bisa

menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya, dan bahkan kalaupun mungkin itu pasti

akan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan kepercayaan diri.

5. Santri cenderung untuk memilih sendiri dari pada berkumpul, semuanya didasarkan

atas ketidakpahaman dengan bahasa yang digunakan dalam membangun humor atau

pun memcahkan suatu masalah.

24
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab ini, akan diuraikan tentang pembahasan dari masalah pola interaksi

mahasanttri beragam bahasa daerah di Mabna Ibnu Sina serta akan menjawab rumusan masalah

dan tujuan penelitian berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti. Hasil

wawancara tidak penulis sajikan di bab ini, karena penulis jadikan hasil wawancara sebagai

dasar konseptual untuk menyusun makalah ini berdasarkan fakta di lapangan.

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, bersifat timbal balik

antarindividu, antarkelompok, dan antara individu dengan kelompok48. Namun perbedaan

bahasa yang dimiliki sedikit menyulitkan proses timbal balik dalam pertukaran informasi yang

terjadi. Hidup dalam kelompok merupakan salah satu usaha untuk bersosialisasi dengan orang

lain, yang menjadi hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.

Manusia satu dengan yang lain saling ketergantungan dalam hidup ini, tetapi tidak lupa pula

bahwa adanya suatu kelompok karena adanya perkumpulan beberapa individu. Menurut

Kunkel manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, tetapi juga sekaligus makhluk

individu49. Tidak menjadi keheranan apabila manusia memiliki rasa egois dalam kelompok

karena adanya peran sebagai mahluk individu. Manusia hidup di dunia ini memiliki dua

peranan, selain sebagai makhluk sosial juga sebagai makhluk individu, itulah sebabnya

manusia lebih mementingkan kepentingn dirinya sendiri dibandingkan orang lain karena

adanya anggapan dirinya sebagai makhluk individu.

Ketimpangan dalam berkelompok merupakan sesuatu yang wajar, karena keadaan

manusia yang berbeda-beda baik dari dalam (sifat, emosi, karakteristik dll.) maupun dari luar

48
Suhardi Dan Sunarti, Sri. Sosiologi. Jakarta: Pusat Perbukuan, (\2009).
49
Bimo, Walgito. Psikologi Kelompok (Yogyakarta: C.V Andi Offset, (2006), hlm 13.

25
(budaya, agama, bahasa dll.), penulis hanya berfokus pada pengaruh dari luar yaitu bahasa.

Setiap kali berada dalam perkumpulan atau kelompok akan terasa asing jika tidak dibangun

interaksi didalamnya. Setiap individu dapat membangun eksitensi dirinya dalam

berkomunikasi dan memberikan kesan yang baik kepada lawan bicara dengan tutur kata serta

bahasa yang sopan. Rudolph F. Verderber mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua

fungsi. Pertama, fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan

dengan orang lain, membangun dan memlihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan

keputusan, yakni memutuska untuk melakukan atau tidak, bagaimana belajar untuk

menghadapi tes50. Dengan pengadaan komunikasi manusia dapat menetukan segala hal dalam

hidupnya, bagaimana dia memberikan keputusan dalam suatu keadaan.

Perkumpulan menjadi sesuatu yang mempunyai daya tarik tersendiri bagi sebagian

besar orang, begitupun dengan pribadi penulis. Dalam berkelompok apapun masalah yang

dihadapi dapat diselesaikan secara bersama-sama, saling memberikan dorongan untuk

mengembangkan konsep diri dan belajar menjunjung tinggi perbedaan yang ada dalam suatu

kelompok. Ada beberapa alasan atau motivasi seseorang mengapa masuk ke dalam kelompok,

berikut alasannya51:

1. Seseorang masuk ke dalam suatu kelompok pada umumnya ingin mencapai tujuan yang

secara individu tidak dapat atau sulit dicapai.

2. Kelompok dapat memberikan, baik kebutuhan fisiologis (walaupun tidak langsung)

maupun kebutuhan psikologis.

3. Kelompok dapat mendorong pengembangan konsep diri dan mengembangkan harga

diri seseorang.

4. Kelompok dapat pula memberikan pengetahuan dan informasi.

50
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, (2008), hlm. 5.
51
Bimo, Walgito. Psikologi Kelompok (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2006), hlm. 14-15.

26
5. Kelompok dapat memberikan keuntungan ekonomis, misalnya masuk dalam koperasi

seperti yang telah dikemukakan.

Harus dipertimbangkan juga, bahwa dalam berkelompok dan melakukan interaksi

dibatasi oleh adanya perbedaan bahasa, yang membuat makna tersirat dari pesan yang

disampaikan kurang dapat dipahami oleh mahasantri luar Pulau Jawa khususnya penulis.

Masalah yang sering dihadapi oleh mahasantri adalah ungkapan yang diberikan dalam bahasaa

daerah, dari tidak mengerti inilah timbulnya kondisi susah untuk mencapai proses adaptasi

dengan lingkungan. Akhir dari ketidak tahuan ini, memberikan hambatan yang mungkin dalam

pesan-pesan verbal dijumpai, baik dalam komunikasi antarpribadi, kelompok kecil,

antarbudaya, dan massa. Senada dengan pendapat Devito menyatakan bahwa komunikasi dapat

‘macet’ atau menjumpai hambatan pada sebarang titik dalam proses dari pengirim dan

penerima52. Salah satu yang membuat komunikasi macet adalah perbedaan bahasa yang

digunakan dalam berkomunikasi dalam berinteraksi. Keberagaman dalam berkelompok

haruslah menjadi kesadaran yang utama dalam membangun persatuan didalamnya, untuk

menyatukan keberagaman seperti bahasa haruslah dengan menggunakan bahasa yang disetujui

dan dipahami bersama yaitu bahasa persatuan (Bahasa Indonesia).

Pada dasarnya komunikasi digunakan untuk mengajak, mempengaruhi, serta

mengarahkan orang lain agar apa yang dikehendaki dapat sesuai dengan perintah. Senada

dengan ungkapan Gerald R. Miller yang mengatakan bahwa komunikasi terjadi ketika suatu

sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang didasari untuk

mempengaruhi perilaku penerima53. Namun yang terjadi sekarang dalam keberagaman bahasa,

komunikasi bukan lagi untuk mempengaruhi pihak lain, namun membingunkan penerima

dengan bahasa yang disampaikannya.

52
Rosmawaty. Mengenal Ilmu Komunikasi (Jakarta: Widya Padjadjaran, 2010), hlm. 54.
53
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, (2008), hlm. 68.

27
Saling menghargai perasaan satu sama lain dalam perkumpulan menjadi menjadi

ukuran tertinggi dari suatu kedekatan anggota kelompok. Bahasa persatuanlah yang dapat

membuat setiap individu dalam berkelompok dapat merasa dihargai dalam berkomunikasi.

Pengendalian dan pertimbangan perasaan orang lain menjadi suatu pembatas umum dalam

aktivitas, perkataan, tindakan, dan perilaku agar terciptanya saling harmonis dalam kehidupan

yang dituntut untuk bersosialisasi.

Perasaan ialah suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami

dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat

subjektif54. Proses menjunjung tinggi saling pengertian sosial menjadi langkah awal dalam

pencegahan kesalahpahaman yang terjadi sebagai akar dari sebuah konflik. Dalam mekanisme

pengenalan diri terhadap orang lain dan lingkungan, menjadi suatu penilaian bagi setiap

individu bagaimana keadaannya terhadap lingkungan baru yang ditempati. Dalam artian

kedekatannya dengan sesuatu yang baru, serta tingkat kenyamanannya dalam menjalani hidup.

Setiap individu memiliki cara tersendiri saat membangun komunikasi dengan orang

lain secara baik dan bisa dipahami bersama baik verbal maupun non-verbal. Semuanya tidak

terlepas dari pengalaman setiap individu dalam membangun komunikasi dengan orang lain

dalam kehidupan sosial. Dari adanya perbedaan yang tidak dapat dihindari ini, langkah yang

tepat adalah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Menurut Baum penyesuaian diri

adalah proses penyesuaian diri yang diawali stress, yaitu suatu keadaan dimana lingkungan

mengancam membahayakan keberadaan atau kesejahteraan atau kenyamanan diri seseorang55.

Larry L. Barker menyatakan bahasa memiliki tiga fungsi yaitu pertama, penamaan,

interaksi, dan transmisi informasi. Kedua, bahasa sebagai sarana untuk berhubungan dengan

54
Ahmadi, Abu Dan Umar. Psikologi Umum (Surabaya: Pt Bina Ilmu, 2013), hlm. 59.
55
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 93.

28
orang lain. Ketiga, agar hidup lebih teratur, saling memahami mengenai diri kita, kepercayaan-

keprcayaan kita, dan tujuan-tujuan kita56.

Wibowo mengungkapkan bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif

untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain57. Sebagian

individu merasa tertantang untuk terus membangun komunikasi dengan Mahasantri lainnya,

karena mungkin untuk mendekatkan kekeluargaan. Bahasa Indonesia memang menjadi

pemersatu dalam keberagaman bahasa, walaupun ada sebagian Mahasantri yang lebih suka

menggunakan bahasa daerah dalam perkumpulan. Cara untuk melakukan komunikasi lintas

daerah memang hanya bahasa Indonesia solusinya.

Halliday menemukan tujuh fungsi bahasa, yaitu58:

1. fungsi instrumental, melayani pengelolaan lingkungan, menyebabkan peristiwa-

peristiwa tertentu terjadi;

2. fungsi regulasi, bertindak untuk mengawali serta mengendalikan peristiwa-peristiwa

(mengatur orang lain);

3. fungsi pemerian, penggunaan bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan,

menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan, dengan kata lain

menggambarkan, memerikan realitas yang sebenarnya, seperti yang dilihat oleh seseorang;

4. fungsi interaksi, bertugas untuk menjamin serta memantapkan ketahanan dan

kelangsungan komunikasi, interaksi sosial;

5. fungsi perorangan, memberi kesempatan kepada seseorang pembicara untuk

mengekspresikan perasaaan emosi, pribadi, serta reaksi-reaksinya yang mendalam.

Kepribadian seseorang biasanya ditandai oleh penggunaan fungsi personal bahasanya dalam

berkomunikasi dengan orang lain;

56
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 268.
57
Walija. Bahasa Indonesia dalam Perbincangan (Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta Press, 1996), hlm.4.
58
Tarigan, Henry Guntur. telaah buku teks bahasa indonesia (Bandung: Angkasa, 2009), hlm.3-7.

29
6. fungsi heuristik, melibatkan penggunaan bahasa untuk memperoleh ilmu pengetahuan,

mempelajari seluk-beluk lingkungan. Fungsi heuristik ini sering disampaikan dalam bentuk-

bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban;

7. fungsi imajinatif, melayani penciptaan sistem-sistem atau gagasan-gagasan yang

bersifat imajinatif.

Menurut Lenneberg, hipotesis nurani lahir dari beberapa pengamatan yang di lakukan

para pakar terhadap pemerolehan bahasa kanak-kanak59. Bahasa daerah memang tidak bisa

dilupakan dimana pun berada, karena memang bahasa yang sudah diajarkan dari kecil sangat

berpengaruh dan terbawa sampai sekarang. Kebudayaan yang ditanamkan sedari kecil memang

harus dipertahankan, untuk mempertahankan warisan budaya dari generasi ke generasi.

Menurut Nababan, bahasa mempunyai dua aspek mendasar, yaitu aspek bentuk yang

meliputi bunyi, tulisan, struktur serta makna, baik leksikal maupun fungsional dan struktural60.

Jikalau kita memperhatikan bahasa dengan terperinci dan teliti, kita akan melihat bahwa bahasa

itu dalam bentuk dan maknanya menunjukan perbedaan-perbedaan kecil atau besar antara

pengungkapannya yang satu dengan pengungkapan yang lain. Pemakaian bahasa dalam

masyarakat baik dalam bentuk dan makna menunjukan perbedaan-perbedaan. Perbedaan

tersebut tergantung kemampuan seseorang atau kelompok orang dalam pengungkapan.

Kekayaan bahasa di Indonesia memang sangat beragam sekali, bahkan satu pulau, provinsi,

kabupaten, hingga kecamatan masih ada perbedaan kata per kata yang hanya bisa dimengerti

oleh daerah tertentu.

Menurut Kridalaksana, variasi bahasa juga ditentuan oleh faktor waktu, tempat, faktor

sosioliguistik, factor situasi dan faktor medium pengungkapannya 61. Walaupun kata per kata

berbeda sesama pulau Jawa, akan tetapi inti dari kata yang disampaikan masih bisa dipahami

59
Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 168.
60
Nababan, P.W.J. Sosiolinguistik: suatu pengantar (Jakarta: Gramedia, 1984), hlm. 13.
61
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik (Jakarta: Gramedia, 1993).

30
secara utuh berbeda dengan Mahasantri dari luar jawa, berbeda satu kata pun sudah menjadi

faktor kebingungan. Proses memahami bahasa baru yang berbeda untuk sesama pulau Jawa

misalnya sangatlah mudah karena sudah mengetahui dasar-dasar dari bahasa itu sendiri,

tergantung penyesuaian diri seseorang dengan daerah barunya.

Menurut Suranto AW, ada beberapa indikator komunikasi efektif, ialah62:

1. Pemahaman, ialah kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksud

komunikator.

2. Kesenangan, yakni apabila proses komunikasi itu selain berhasil menyampaikan

informasi, juga dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan kedua belah

pihak.

3. Pengaruh pada sikap, komunikasi dikatakan mempengaruhi sikap, apabila seseorang

komunikan setelah menerima pesan kemudian sikapnya berubah sesuai dengan makna

pesan itu.

4. Hubungan yang makin baik, bahwa dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak

sengaja meningkatkan kadar hubungan interpersonal.

5. Tindakan, kedua belah pihak yang berkomunikasi melakukan tindakan sesuai dengan

pesan yang dikomunikasikan.

Penerimaan informasi secara sempurna sangatlah susah jika disampaikan dengan

bahasa daerah masing-masing. Bahkan ada beberapa kendala lain yang dirasakan Mahasantri

di luar Jawa walaupun Mahasantri dari Jawa menggunakan bahasa persatuan, yang

dipertimbangkan lainnya adalah logat dan kecepatan bicara setiap individu yang berbeda-beda.

Dalam membangun humor dalam suatu perkumpulan yang berbeda-beda bahasa pun diakui

bahwa bahasa daerah dapat membawa kesan lucu yang lebih mendalam, latar belakang sosial

62
Aw, Suranto. Komunikasi Interpersonal (Yogyakarta. Graha Ilmu, 2010), hlm. 105.

31
budaya memang berpengaruh terhadap suatu bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.

Sehingga Mahasantri yang tidak mengerti tidak dapat terhanyut dengan cerita yang dibangun.

Semuanya kembali kepada pribadi setiap individu, bagaimana cara terbaik untuk

melakukan adaptasi dengan orang lain yang menurutnya benar-benar sesuai dengan

pengalaman yang didapati sebelumnya. Kepekaan sosial secara sederhana dapat diartikan

sebagai kemampuan seseorang untuk bereaksi secara cepat dan tepat terhadap objek atau situasi

sosial tertentu yang ada di sekitarnya. Semua manusia memiliki kemampuan dan cara

pendekatan yang berbeda-beda, tidak ada yang lebih baik dan tidak ada yang lebih buruk

semuanya tergantung dari persepsi setiap individu.

Menurut Levinson, pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks

yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain

telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta penyerasian kalimat-

kalimat dan konteks-konteks secara tepat63.Untuk mencapai pengertian terhadap penyampain

yang diberikan kepada individu yang secara esensial berbeda segalanya terkhususnya bahasa,

usaha untuk meminimalisir ketidak pahaman tentunya ada dari setiap individu baik dari

Mahasantri Jawa maupaun Mahasantri luar Jawa. Semuanya dilakukan hanya untuk

mendapatkan kedekatan baik secara kekeluargaan maupun emosional. Mencapai kepekaan

sosial dalam perkumpulan yang plural memang membutuhkan usaha yang lebih untuk dapat

beradaptasi secara maksimal dengan lingkungan yang baru kita alami.

Park dan Burgess, mendefinisikan asimilasi budaya sebagai suatu proses interpretasi dan

fusi (campuran atau perpaduan), melalui proses ini orang-orang dan kelompok-kelompok

sentiment-sentimen, dan sikap-sikap orang-orang atau kelompo-kelompok lainnya, dengan

berbagai pengalaman dan sejarah, tergabung dengan mereka dalam suatu kehidupan budaya

63
Tarigan, Henry Guntur. PengkajianPragmatik (Bandung: Angkasa, 2009), hlm. 31.

32
yang sama.64 Mempelajari budaya dan bahasa Jawa memang menjadi tuntutan secara tidak

langsung yang harus dilakukan, karena yang dipertimbangkan untuk dapat meraih gelar strata

satu membutuhkan waktu selama empat tahun. Dalam proses penyelesaian program sarjana ini,

berada di daerah dengan bahasa dan budaya yang asing mendorong Mahasantri untuk berusaha

mengerti konteks yang dibicarakan. Menurut Koentjaraningrat bahwa bahasa bagian dari

kebudayaan. Hubungan antara bahasa dan kebudayaan merupakan hubungan subordinatif,

suatu bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan.65 Kebudayaan itu adalah satu sistem yang

mengatur interaksi manusia di dalam masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang

berfungsi sebagai sarana. Sehingga untuk belajar bahasa saja tidak cukup jika tidak

mempelajari budaya, karena budaya dan bahasa saling berkaitan dalam system kehidupan

manusia.

Hal itu senada dengan Chaer dan Agustina yang mengemukakan, Bilingualisme

merupakan satu rentangan berjenjang mulai menguasai B1 (tentunya dengan baik karena

bahasa ibu sendiri) ditambah tahu sedikit akan B2 yang berjenjang meningkat, sampai

menguasai B2 itu sama baiknya dengan penguasaan B166. Tingkat pemahaman setiap orang

berbeda-beda terhadap permasalahan yang dihadapinya, begitu pula dengan usaha untuk

penyampaian informasi antar bahasa. Perlu adanya pembelajaran yang dilakukan sebagai usaha

untuk mendapat dan memberikan informasi secara efektif. Keberagaman suatu bahasa daerah

sudah menjadi sesuatu yang lumrah terjadi di universitas di seluruh universitas. Semuanya

menjadi tantangan bagi Mahasiwa pendatang untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan

tempatnya menempuh program strata satu. Menjadikan perbedaan sebagai pelengkap dari

kekurangan dan berusaha saling menguntungkan dari kelebihan masing-masing setiap individu

64
Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi antarbudaya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, (2006),
hlm. 159-160.
65
Koentjaraningrat. Bunga Rampai: kebudayaan, mentalitas dan pembangunan (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1992).
66
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik Suatu Pengantar (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm. 114.

33
yang berbeda. Mengatur strategi untuk mendapaatkan keuntungan dari perbedaan lebih baik

dari pada berusaha menghindar dari realitaas, proses adaptasi secara persuasif menjadi tawaran

ketika tidak mampu menerima perbedaan yang signifikan terjadi dalam kehidupan. Semuanya

dilakukan secara perlahan demi mencapai pemahaman lingkupan pada tingkat yang tinggi.

34
BAB V

PENUTUP

5.1 Solusi Dari Masalah

Berdasarkan analisa masalah dan pembahasan masalah di atas, dapat ditawarkan solusi

dari penulis, bahwa keberagaman bahasa di Mabna Ibnu Sina dapat diatasi dengan beberapa

cara yang yaitu antara lain; pertama, dengan melakukan interaksi secara terus menerus untuk

membangun saling pengertian sosial dalam perkumpulan. Kedua menggunakan bahasa

Indonesia secara baik dan benar dalam membangun komunikasi dengan individu yangberbeda

bahasa. Ketiga, menjunjung tinggi rasa saling menghargai perasaan orang lain dalam

bertindak, berucap, serta melakukan aktivitas yang sekiranya sensitif bagi orang lain.

Saling menerima perbedaan menjadi suatu yang luar biasa dari pada berusaha mencari

perbedaan yang menimbulkan provokasi ilmiah yang berujung pada kontrovensi dari tiap

subtansi yang berbeda-beda. Manusia diciptakan berbeda-beda agar kehidupan memiliki warna

yang bervariasi dalam mencari bekal di kehidupan akhirat. Beberapa saran yang dapat penulis

berikan dalam kehidupan yang plural ini adalah; pertama, saling menghargai satu sama lain

dalam menjaga keharmonisan dalam bingkai kebhinekaan yang berorientasi pada perdamaian

dalam menciptakan kehidupan yang tentram. Kedua, memposisikan diri sebagai orang yang

harus banyak belajar dengan orang lain sehingga memandang suatu perbedaan itu sebagai suatu

yang baru untuk dipelihara, diterima, dan dipelajari dalam meningkatkan kepekaan sosial.

Ketiga, selalu berpikir positif dengan masalah yang dihadapi dapat mengurangi tingkat

prasangka yang buruk terhadap fenomena baru yang terjadi pada lingkungan baru. Kelima,

menjadikan masalah sebagai pembangun konsep diri yang lebih mengarah pada tuntuta

kemandirian dalam menjalani hidup yang mulai berubah dari waktu ke waktu. Keenam,

mencari jalan lain untuk bisa melakukan negosiasi dengan cara yang baik dalam semua masalah

35
untuk mencapai kesepakatan dan peraturan yang disepakati bersama, tentunya dengan ukuran

rasio dalam menciptakan batas-batas tertentu.

5.2 Kesimpulan

Berangkat dari fokus permasalahan mengenai pola interaksi sosial Mahasantri

beragam bahasa daerah di Mabna Ibnu Sina, maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal

yang berkaitan pola interasksi sosial beragam bahasa daerah di Mabna Ibnu Sina adalah sebagai

berikut:

Dari pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa cara Mahasantri

membangun komunikasi dapat mencapai titik temu pada saat Mahasantri mampu

menggunakan bahasa Indonesia dalam membangun komunikasi dalam lintas daerah yag

berbeda latar belakang terkhususnya bahasa. Dalam memulai komunikasi biasanya

menggunakan bahasa daerah yang utama, setelah mendapat penjelasan lanjut dari pendengar

tentang tingkat pemahamannya barulah ada kesadaran untuk menggunakan bahasa Indonesia.

Walaupun terkadang sebagian Mahasantri tidak merasa lancar dengan menggunakan bahasa

Indonesia sehingga lebih berhaluan pada pemakaian bahasa daerah dan menghiraukan teman

yang berbeda bahasa dalam sebuah perkumpulan. Tingkat pengalaman seseorang menjadi nilai

tambah dalam pergaulan, bagaimana dia mampu menyesuaikan diri dengan teman-teman baru

yang ditemuinya.

Terbiasa dengan berkelompok memberikan kepekaan sosial dalam memandang

maaslah, kelompok menjadi wadah untuk belajar bagaimana saling menjunjung tinggi rasa

saling menghargai, membantu, serta tenggang rasa. Tetapi tidak semua kelompok dapat

berakibat positif, banyak juga yang berdampak negative. Semuanya tergantung dari pilihan

setiap individu bagi jalan hidupnya, apa yang dipilih menjadi penentu jalan hidupnya untuk

kedepan. Manusia ada untuk saling tolong menolong satu dengan yang lain, dari saling

36
membutuhkan inilah timbul suatu dorongan yang ilmiah untuk membuat batasan-batasan

tertent dalam kehidupan berkelompok.

Dalam perbedaan pasti ada pertentangan yang membuat kedua belah pihak merasa

tidak menyatu satu sama lain. Salah satunya bahasa, proses interaksi yang baik membutuhkan

suatu kode dan tanda yang dapat dipahami berasama dan diakui secara umum, dalam mencapai

proses pemahaman yang jelas. Kesalah pahaman akan lebih minim dialami jika kedua belah

pihak mampu menafsirkan maksud dengan jelas tanpa adanya hambatan yang berarti.

Ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam berinteraksi berdasarkan pembahasan

pada bab sebelumnya diantaranya. Pertama, tentunya perbedaan bahasa yang esensial dari

munculnya observasi ini sehingga mendorong penulis untuk mengangkat tema ini. Kedua, logat

yang menjadi nilai tambah kebingungan dalam menangkap pesan yang disampaikan dalam

berinteraksi juga menjadi suatu hal yang harus dipertimbangkan juga dalam mencapai

pemahaman. Ketiga, beberapa Mahasantri yang tingkat kecepatan berbicaranya dalam Bahasa

Indonesia sangat cepat dan berkesan kumur-kumur sehingga komunikasi tidak tersampaikan

secara efektif. Keempat, adanya kata yang setiap daerah berbeda-beda bahkan mungkin

memiliki makna ganda sehingga memiliki dua persepsi terhadap satu kata.

Berdasarkan pengalaman yang penulis alami yang didukung dengan pendapat dalam

prosese wawancara dalam mengumpulkan data, maka cara yang paling utama untuk

meminimalisir kesenjangan keberagaman bahasa adalah dengan menggunakan bahasa

Indonesia sebagai bahasa pemersatu dari Sabang sampai Merauke. Bahasa yang sudah disetujui

pada 28 oktober 1928 oleh para pemuda dan pemudi yang tertuang dalam istilah sumpah

pemuda yang menjadi penghubung banyaknya bahasa yang berbeda di Indonesia ini. Cara yang

lain juga ialah dengan berbicara secara langsung dengan menggunakan Bahasa Indonesia

secara jelas dan pelan untuk menjamin pemahaman bagi lawan bicara.

37
Kesadaran diri untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia dalam perkumpulan

bahasa yang beragam menjadi suatu usaha lain agar tidak terjadinya kecemburuan sosial dalam

berkelompok. Secara sadar semua Mahasantri tahu bahwa di Mabna Ibnu Sina memiliki Santri

dari berbagai daerah di Indonesia, tetapi pengetahuan itu hanya sebatas kesadaran saja bukan

menjadi sesuatu yang diamalkan dalam bentuk interaksi dengan menggunakan bahasa

Indonesia.

5.3 SARAN

a) Bahasa Indonesia harus dijunjung tinggi dalam suatu perkumpulan yang beragam

bahasa daerah.

b) Mahasantri harus mampu meningkatkan kepekaan sosial terhadap masalah yang

dihadapi.

c) Tingkat kesadaran diri dalam tuntutan hidup yang sosial harus lebih ditinggikan lagi.

d) Rasa saling menghormati dan menghargai harus selalu diutamakan dalam kehidupan

yang plural.

38
Daftar Pustaka

Edwin, Blake. (2009). Taksonomi Konsep Komunikasi. Surabaya: Payrus

Herimanto Dan Winarno. (2008). Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara

Suhardi Dan Sunarti, Sri. (2009). Sosiologi. Jakarta: Pusat Perbukuan

Mulyana, Deddy. (2008). Ilmu Komunikasi. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya

Bimo, Walgito. (2006). Psikologi Kelompok. Yogyakarta: C.V Andi Offset

R. Wayne Pace Dan Don F. Faules. (2005). Komunikasi Organisasi. Bandung: Pt


Remaja Rosdakarya

Bungin, Burhan. (2009). Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Predana Media Group

Fiske, John. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada

Wahyu. (1986). Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Usaha Nasional

Rosmawaty. (2010). Mengenal Ilmu Komunikasi. Jakarta: Widya Padjadjaran

Rakhmat, Jalaluddin. (2008). Psikologi Komunikasi. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Pt Remaja


Rosdakarya

Syofan, Mohammad. (2010). Pluralism Menyelamatkan Agama-Agama. Yogyakarta:


Samudera Biru

Abidin, Zainal. (2000). Filsafat Manusia. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya

Koentjaraningrat. (1992). Bunga Rampai: kebudayaan, mentalitas dan pembangunan. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama

Ahmadi, Abu Dan Umar. (2013). Psikologi Umum. Surabaya: Pt Bina Ilmu

Walija. (1996). Bahasa Indonesia dalam Perbincangan. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta
Press.

Tarigan, Henry Guntur. (2009). telaah buku teks bahasa indonesia. Bandung:
Angkasa.

Chaer, Abdul. (2002). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Aw, Suranto. (2010). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Kridalaksana, Harimurti. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia


39
Nababan, P.W.J. (1984). Sosiolinguistik: suatu pengantar. Jakarta: Gramedia

Tarigan, Henry Guntur. (2009). PengkajianPragmatik. Bandung: Angkasa.

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. (2006). Komunikasi antarbudaya. Bandung:


PT Remaja Rosdakarya.

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. (1995). Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka
Cipta

40
LAMPIRAN-LAMPIRAN

41
PANDUAN WAWANCARA

Pedoman Wawancara:

1) Keterangan :

A) Waktu : Sabtu, 18 Oktober 2017

B) Tempat : Lorong Barat Lantai 3 Ibnu Sina

C) Nama : Ansyori Ramadhan

D) Asal : Bima

2) Keterangan :

A) Waktu : Sabtu, 18 Oktober 2017

B) Tempat : Kamar 23 Ibnu Sina

C) Nama : Ahmad Bachtiar Firdaus

D) Asal : Banyuwangi

3) Keterangan :

A) Waktu : Sabtu, 18 Oktober 2017

B) Tempat : Kamar 47 Ibnu Sina

C) Nama : Alfiansyah

D) Asal : Lombok

4) Keterangan :

A) Waktu : Sabtu, 19 Oktober 2017

B) Tempat : Balkon Lantai 2 Ibnu Sina

42
C) Nama : Gembu

D) Asal : Surabaya

5) Keterangan :

A) Waktu : Minggu, 19 Oktober 2017

B) Tempat : Kamar 34

C) Nama : Ahmad Adrian Fahmi

D) Asal : Mojokerto

FOKUS OBSERVASI

Fokus observasi:

a) Gambaran Pola Komunikasi Mahasantri Beragam Bahasa Daerah Di

Mabna Ibnu Sina

b) Kesenjangan Yang Menghalangi Interaksi Sosial Mahasantri Beragam

Bahasa Daerah Di Mabna Ibnu Sina

c) Upaya Meminimalisir Kesenjangan Pola Interaksi Mahasantri Beragam

Bahasa Daerah Di Mabna Ibnu Sina

PERTANYAAN PEMBUKA

Pertanyaan Pembuka :

1) Boleh saya mewawancarai Anda tentang pola interaksi sosial mahasantri

beragam bahasa daerah di Mabna Ibnu Sina?

2) Siapa nama lengkap Anda ?

43
PERTANYAAN ISI

Pertanyaan Isi :

1) Bagaimana perasaan anda ketika berkumpul dengan mayoritas Mahasantri Jawa

yang menggunakan bahasa Jawa?

2) Bagaimana cara Anda menyesuaikan diri dengan perbedaan bahasa khususnya

bahasa Jawa?

3) Apakah dalam suatu perkumpulan yang beragam bahasanya, anda lebih suka

memakai bahasa Indonesia atau bahasa daerah?

4) Apakah anda lebih mudah membangun humor dengan bahasa Jawa atau bahasa

Indonesia?

5) Apakah ada kata per kata yang berbeda antara daerah anda dengan Malang?

6) Apakah pebicaraan orang Jawa yang terkesan cepat dengan bahasa Indonesia

membuat anda susah memahaminya?

7) Apakah pada saat anda tidak mengerti, anda meminta informan mengulangi

pembicaraan atau tidak?

8) Apakah ada rasa was-was ketika ingin berbicara dengan Mahasantri dari Jawa?

9) Bagaimana respon anda ketika mendengar sebagian bahasa daerah yang

logatnya keras?

10) Bagaimana cara anda membangun komunikasi dengan Mahasantri luar Jawa?

11) Apa yang anda lakukan supaya pesan anda tersampaikan dengan sempurna

dengan Mahasantri luar jawa?

12) Apa yang menyulitkan anda berinteraksi dengan Mahasantri luar Jawa?

13) Bagaimana pandangan anda dengan banyaknya bahasa daerah?

14) Bagaimana cara anda membangun komunikasi dengan Mahasantri luar daerah?

15) Apakah ada kata per kata yang berbeda antara Malang dengan daerah anda?

44
JAWABAN

”saya pribadi dengan melakukan interaksi dengan terus menerus, bicara dengan

biasanya diajak ngopi intinya secara terus menerus dengan menggunakan bahasa

Indonesia, karena bahasa daerah tidak sedetail bahasa Indonesia karena bahasa

daerah itu hanya sekedar untuk dipelajari bagi yang mau saja, yang utama itu bahasa

Indonesia untuk membangun komunikasi yang efektif dengan Mahasantri luar

Jawa”(19/11/2017)

“Hanya menggunakan bahasa Indonesia tetapi tidak menggunakan kata gue atau loh

tetapi menggunakan aku dan kamu karena lebih sopan.”(19/11/2017)

“Mungkin dari saya sendiri karena kehidupan saya di Jawa, bahasa Indonesia itu

hanya untuk berinteraksi dengan berbeda bahasa, untuk saya sendiri mungkin lebih

mudah dengan bahasa daerah soalnya dalam kehidupan sehari-hari saya

menggunakan bahasa keseharian. Memang namanya bahasa yang sudah dari kecil itu

terbawa jadi lebih gampang dengan bahasa sendiri, untuk bahasa Indonesia baru

digunakan untuk hal-hal yang lebih detail atau teman yang memakai bahasa yang

berbeda.”(18/11/2017)

“Memang ada kata setiap daerah itu berbeda, setiap daerah memiliki kata yg berbeda.

Contohnya, kalau di Malang itu basing itu ‘’Terserah’’ kalau di Mojokerto sembarang

itu ‘’Karepmu’’.”(19/11/2017)

45
“Mungkin dari daerah saya dengan malang itu ada berbeda, karena setiap daerah

walaupun bahasa nya sama yaitu jawa tapi setiap daerah berbeda istilahnya soalnya

kultur budaya dari setiap daerah itu berbeda banyak yang dari sini dan situ akhirnya

bahasa yang di kembangkannya agak berbeda dengan bahasa saya sendiri. Satu kata

yang berbeda kalau di daerah saya itu nggeladur istilahnya kan “nyeleneh” kalau di

Malang itu bukan “ngeladur” tapi menyeleneh dan tidak paham dengan nggeladur itu

sendiri.”(18/11/2017)

“Iya memang ada yang tidak dimengerti karena mereka bicaranya cepat dan seperti

kumur-kumur, misalnya logat, logatnya juga sulit dimengerti kalau logat sudah kental

sangat sulit untuk dipahami. Walaupun lancar bahasa indonesinya.” (18/11/2017)

“Bagi saya untuk berinteraksi dengang luar daerah itu, biasanya dilakuukan dengan

kebiasaan karena kebiasaan itu budaya jadi kita bisa belajar dari orang luar daerah

dengan bahasa-bahasa yang diketahuinya atau dilakukan sesamanya, keuntungan kita

berinteraksi dengan orang-orang luar jawa bagi saya merupakan suatu bahasa baru

untuk bisa mempelajarinya. Kesulitan berbicara dengan orang luar Jawa itu logatnya

agak kasar atau agak tebal, sedankan logat Jawa pada umumnya agak. Cuman logat

ajalah yang menghalangi.” (19/11/2017)

“Mungkin untuk humor itu kembali lagi ke bahasa daerah, karena itu kan lebih

nyeleneh, lebih mudah, kalau bahasa Indonesia itu kan bahasa resmi jadi satu kata

dengan kata yang lainnya itu memiliki makna yang lebih detail dibandingkan dengan

bahasa kedaerahan. Saya lebih senang dengan bahasa daerah kalau membangun

humor.” (18/11/2017)

46
“Saya lebih ke bahasa Indonesia karena takutnya ada orang yang tidak mnerti dengan

bahasa saya, saya lebih hormatilah istilahnya lebih malu. Kalau ada orang luar saya

berusaha menggunakan bahasa Indonesia.” (19/11/2017)

“Untuk cara menyesuaikan diri, menurut saya dengan belajar bahasa jawa sedikit

demi sedikitlah dan Mahasantri Jawa bisa belajar bahasa Bima, setidaknya saya harus

menguasai lima kosa kata sehari untuk mempererat hubungan dengan Mahasantri

Jawa.” (18/11/2017)

“Saya membangun komunikasi dengan Mahasantri yang berbeda bahasa itu sendiri

biasanya dengan berbicara berdua langsung dengan orang yang ingin saya sampaikan

pesan supaya lebih tersampaikan.” (19/11/2017)

“Pada saat saya tidak dapat menangkap pembicaraan. Untuk lebih memahami

perkataan, saya meminta untuk mengulanginya lagi tapi harus menggunakan bahasa

Indonesia yang jelas dengan tempo yang lambat begitu saja.” (18/11/2017)

“Pandangan saya kalau keberagaman bahasa itu, yaa wajar saja soalnya

keberagaman di sebuah kampus itu suatu hal yg biasa, kita seoalah-olah simbolis

mutualisme jadi keberagaman disini itu bagaimana kita saling menguntungkan, orang

timur belajar bahasa jawa dengan orang jawa dan orang jawa belajar bahasa timur

dengan orang timur intinya saling menguntungkan.” (18/11/2017)

PENUTUP

47
Penutup:

Terima Kasih Atas Waktu Dan Kesempatannya

48

Anda mungkin juga menyukai