Anda di halaman 1dari 5

PENDIDIK KOSMOPOLITAN

Kosmopolitan
Kosmopolitan sebagaimana yang tercantum di KBBI adalah berarti memiliki
wawasan dan pengetahuan yang luas. Kosmopolitan berarti memandang ke arah yang lebih
luas dan terbuka, tidak terkungkung dengan sesuatu apapun yang memungkinkan untuk
memberi penghalang.

Berpikir Kosmopolitan
Berpikir kosmopolitan berarti berpikir luas, melihat ke segala arah dengan jangkauan
yang tak terbatas. Berpikir dengan gaya ini berarti berusaha mencari sebuah makna luas
tentang sesuatu yang tak terbatas dengan keterbatasan indrawi. Berusaha membuka selebar-
lebarnya setiap kemungkinan yang akan terjadi sekaligus siap untuk menerimanya jika itu
positif, atau malah menangkisnya jika itu bersifat negatif.

Orang yang berpikir kosmopolitan cenderung terbuka, luwes, elastis, dan tidak
menampilkan sikap rigid terhadap sesuatu. Orang yang terbiasa berpikir kosmopolitan akan
selalu awet muda dalam pandangannya. Bahkan hasilnya selalu inovatif dalam setiap
perkembangan perjalanannya.

Salah satu ciri yang paling menarik tentang orang yang berpikir kosmopolitan adalah,
adanya rasa bertanggung jawab yang tinggi terhadap kondisi yang dipandang dalam sekup
yang luas. Meskipun sebenarnya suatu masalah yang menjadi pikirannya bukanlah benar-
benar tanggung jawabnya. Bahkan dalam tingkat yang lebih tinggi orang yang berpikir
kosmopolitan akan menyingkirkan dirinya dari zona nyaman untuk mengambil sebuah resiko
jalan berliku dan berbatu, padahal rasa tanggung jawab itu sebenarnya bukan benar-benar
tanggungan miliknya, artinya bisa di abaikan jika dia mau.

Ini adalah pandangan tentang berpikir kosmopolitan dalam arti yang luas. Akan tetapi
penulis kali ini tidak ingin berbasa-basi dengan pemahaman yang luas seperti di atas,
sehingga membuat tulisan ini terasa mengambang dan kabur. Pada lanjutan di bawah akan
dibahas bagaimana berpikir kosmopolitan dalam arti tertentu agar lebih mengarah kepada
maksud dan tujuan penulis kali ini.
Pendidik Kosmopolitan
Dari uraian di atas tentu pembaca sudah pasti memahami apa yang dimaksud penulis
tentang pendidik kosmopolitan. Bahkan sebenarnya para pembaca tentu sudah bisa menebak
apa sebenarnya tujuan dan maksud dari tulisan ini jika memandang dari uraian sebelumnya
tentang makna kosmopolitan di sini dengan kata pendampingnya yaitu pengajar. Namun
tanpa bermaksud menggurui. Izinkan penulis menguraikan kembali agar pembaca lebih fokus
dalam tujuan akhir tulisan ini.

Pendidik kosmopolitan adalah pendidik yang berpikir luas, rajin mencari


pemandangan pemandangan lain dalam kaitannya dengan tugas sebagai seorang pendidik.
Secara profesionalitas seharusnya pendidik macam ini sudah mumpuni karena dengan
karakternya yang pandai menumpuk pengetahuan dari berbagai arah tentu memudahkan ia
menata diri agar menjadi orang yang memiliki profesionalitas tinggi. Tapi mari penulis
mengajak untuk tidak terjebak kepada hal yang cukup mapan seperti profesionalitas. Anggap
saja semua sudah masuk dalam kategori profesional dalam hal ini.

Pendidik ini pandai selalu berorientasi kepada hal yang lebih luas cakupannya. Bukan
hanya pada skala yang sempit. Karena keluasan pandangannya, pendidik ini merasa
bertanggung jawab memberikan setiap solusi bagi permasalahan yang ada. Hal ini
memaksanya untuk berusaha keluar dari zonasi sempit yang kadang penuh kenyamanan.
Berusaha keluar dan menyelesaikan apa yang menjadi keresahannya sebagai seorang insan
yang bergelut di dunia pendidikan. Agar tidak mengawang-ngawang mari kita masuk dalam
konteks lembaga kita yang sama sama kita cintai ini.

Realitas Pengajar
Jika kita lihat realitas sekarang ini sebagian besar pendidik kita hanya memikirkan hal
yang bersifat harian dalam sekup ruang yang sempit. Menyelesaikan masalah-masalah dalam
ruang lingkup kecil misalnya skala kelas bagi seorang wali kelas, skala unit untuk kepala
sekolah, atau bahkan skala lembaga untuk seorang direktur. Semua itu diambil dan dijalankan
sebagai tanggung jawab berdasarkan tupoksi masing-masing.

Menurut penulis tidak ada yang salah dalam hal ini, terkait realitas yang ada saat ini.
Namun lagi-lagi penulis hanya akan memaparkan tentang konsep pendidik kosmopolitan
yang mungkin perlu sewaktu-waktu dibahas untuk memperkaya khazanah pengetahuan kita.
Tanggung Jawab Pendidik Kosmopolitan
Pendidik tipe ini merasa bahwa dia bertanggung jawab atas kemajuan pendidikan
bukan hanya di skala kecil mereka namun juga kemajuan pendidikan dalam skala lebih luas.
dia tentunya orang yang pandai melihat situasi terkini dan menginventarisir keresahan yang
dia rasakan sebagai pendidik.

Dia rela mengambil resiko bersusah payah memikirkan apa yang sebenarnya bisa saja
dia abaikan demi kemajuan skala yang lebih luas. Sebagai contoh, wali kelas yang
kosmopolitan akan menganggap bahwa anak didiknya bukan hanya di ruang kelas kecil di
mana dia ditugaskan, melainkan dalam skala yang lebih luas dia berpikir bahwa dia adalah
wali kelas bagi siswa sekecamatan, sekota, atau bahkan dalam skala yang lebih luas.

Seorang kepala sekolah yang berpikir luas dia merasa bahwa dia mengemban amanah
bukan sebagai kepala sekolah di unit dimana dia ditugaskan, akan tetapi dia adalah kepala
sekolah bagi sekolah-sekolah di kecamatannya, kotanya, atau skala yang lebih luas dari itu.
Dia berpikir apa dan bagaimana strategi yang dia lakukan agar permasalahan yang ada di
dunia pendidikan dalam skala tersebut teratasi.

Sebagai contoh yang lebih mendetail misalnya, guru bidang Matematika yang berpikir
kosmopolitan akan merasa bahwa dia ditakdirkan untuk menjadi guru matematika untuk
siswa sekota Bekasi bertanggung jawab memberikan solusi bagi setiap permasalahan di
bidangnya. Sehingga apa yang dia pikirkan bukan hanya masalah di sekolahnya saja, akan
tetapi dia mulai berpikir lebih menyeluruh, menginventarisir permasalahan, mencari solusi,
menetapkan sebuah strategi, dan mengujinya. Jika berhasil, dia bisa contohkan ke sekolah-
sekolah lain dalam skala yang lebih luas. Jika tidak berhasil, maka dia bisa evaluasi dan terus
mencari jalan keluar. Misalnya dia berpikir tentang keresahannya kepada kebanyakan anak
didik di kotanya kurang memahami secara mendalam konsep bilangan bulat negatif (hanya
contoh kasus), kemudian dia berpikir bagaimana memunculkan ide yang memudahkan
pembelaharan tersebut supaya lebih mudah difahami anak anak kebanyakan.

Begitu juga wali kelas, kepala sekolah, dan bahkan pemimpin sebuah lembaga. Jika ia
berpikir kosmopolitan dia akan mulai memikirkan permasalahan yang menjadi keresahan
orang banyak terhadap permasalah sebagai seorang wali kelas. Kemudian mulai membuat
ide-ide terbaru agar setidaknya kehadirannya di dunia dapat menjadi sedikit solusi tidak
hanya bersifat narsistik atau selfis.
Perlukah Kita Menjadi Pendidik Kosmopolitan?
Ini adalah tentunya pertanyaan kita setelah membaca setengah tulisan ini. Menurut
penulis hal demikian sangatlah perlu, kenapa? Karena di dalam agama kita banyak sekali
hadits yang mengungkapkan keharusan kita untuk bermanfaat bagi orang lain. salah satunya
adalah, hadits yang artinya “sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
manusia” dapat ditarik kesimpulan dari sana, semakin luas manfaat yang diberikan
menunjukan kualitas diri (sebagai manusia terbaik). Kita dilarang untuk berpikir narsistik,
egois, dan selfis di dalam kehidupan kita.

Bunda Aliyah Munabari pendiri lemaga yang sama-sama kita cintai ini adalah pegiat
dakwah yang kosmopolitan. Beliau menempatkan dirinya dalam kubangan keringat, pontang-
panting memikirkan aqidah masyarakat Kampung Sawah yang ketika itu Beliau ketahui
melalui media sangat memprihatikan. Beliau menyusun strategi dan memulai langkah dengan
berdakwah di wilayah tersebut dalam dunia pendidikan. Beliau berpikir luas untuk
memikirkan aqidah masyarakat, membangun lembaga ini yang jauh dari rumahnya.

KPI (Kualita Pendidikan Indonesia) Surabaya, adalah lembaga besar yang bergerak di
dunia pendidikan. Lembaga ini awalnya berisi pendidik di sebuah lembaga yang resah akan
kondisi pendidikan di region yang lebih luas. Dengan begitu bergeraklah mereka dengan
semangat perubahan menjadi solusi bagi kebangkitan pendidikan bukan hanya pada ruang
lingkup skala kecil akan tetapi pada skala yang luas.

Ummi Faundation Surabaya, adalah lembaga yang bergerak di dalam pengembangan


pendidikan Al Quran di sekolah dan instansi. Pada awalnya mereka terdiri dari guru pengajar
yang resah akan kondisi pembelajaran Al Quran di skala yang lebih luas dan berusaha
mengambil resiko, untuk membangun apa yang menjadi perhatian mereka yaitu pendidikan
Al Quran. Ustadz Masruri selaku Direktur Ummi Foundation Pusat Surabaya bertekad
mencetak ribuan guru Al Quran yang berkualitas seIndonesia, demi kemajuan pendidikan Al
Quran dan tentunya Islam. Sebuah tugas berat, yang sengaja diemban agar setidaknya beliau
menjadi sedikit solusi bagi kemajuan bangsa.

Sekarang, sejenak kita bayangkan, bagaimana jika Bunda Aliyah, KPI, dan Ummi
Foundation, tidak berpikir kosmopolitan, berpikir narsistik, dan selfis. Tidak perlu mengambil
beban yang bisa saja mereka abaikan. Tak perlu berpeluh untuk menuju kebahagiaan dan
kebanggaan pribadi. Maka tidak akan ada LPI Nur Hikmah, tidak ada KPI, dan tidak akan
ada Ummi Foundation.
Selain itu khususnya kita di lembaga ini kita diberi tugas melalui visi besar lembaga,
yaitu, menjadikan lembaga ini sebagai lembaga percontohan. visi ini dibuat oleh founding
father bukan demi aksesoris semata, namun agar kita tidak berpikir selfis dan narsistik, tidak
terlena menyanyikan lagu kemenangan, berlari gembira atas selebrasi terhadap
perkembangan lembaga ini, melainkan kita diberi amanah untuk turut serta menjadi solusi
bagi kebaikan dalam skala yang lebih luas.

Laboratorium Raksasa Bernama Nur Hikmah


Mulailah untuk berpikir pada skala yang lebih luas dari sekarang. Kumpulkan apa
yang menjadi keresahan orang banyak. Ciptakan banyak ide. Kemudian uji secara lokal. Jika
baik share atau bagikan, jika kurang pas, lakukan evaluasi.

Jadikan lembaga tempat kita bertugas saat ini sebagai laboratorium yang akan
menguji setiap terobosan-terobosan yang lahir dari ide-ide kita. Ciptakan suasana yang
nyaman untuk berpikir kreatif dan inovatif. Buka selebar-lebarnya ruang dialektika
kependidikan. Rangsang minat dan bakat masing-masing. Gaungkan bahwa kita sebagai
pendidik di lembaga ini memiliki genetika, garis keturunan ideologi pendiri yang berorientasi
pada dakwah dan perubahan dengan ikhlas karena Allah Subhanahu wa ta’ala.
Semangat !

Anda mungkin juga menyukai