Illegal Fishing Di Indonesia
Illegal Fishing Di Indonesia
Samudera Pasifik
merupakan daerah yang tingkat pelanggarannya cukup tinggi dibanding dengan
wilayah lainnya. Pelanggaran-pelanggaran tersebut terutama dilakukan oleh KIA
yang berasal dari berbagai negara diantaranya Thailand, Vietnam, China, dan
Filipina.
Pengertian Illegal Fishing merujuk kepada pengertian yang dikeluarkan
oleh International Plan of Action (IPOA) – Illegal, Unreported, Unregulated (IUU)
Fishing yang diprakarsai oleh FAO dalam konteks implementasi Code of
Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Pengertian Illegal Fishing dijelaskan
sebagai berikut.
1. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau kapal
asing di perairan yang bukan merupakan yuridiksinya tanpa izin dari negara yang
memiliki yuridiksi atau kegiatan penangkapan ikan tersebut bertentangan dengan
hukum dan peraturan negara itu (Activities conducted by national or foreign
vessels in waters under the jurisdiction of a state, without permission of that
state, or in contravention of its laws and regulation).
3.
Kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundang-undangan
suatu negara atau ketentuan internasional, termasuk aturan-aturan yang
ditetapkan negara anggota RFMO (Activities in violation of national laws or
international obligations, including those undertaken by cooperating stares to a
relevant regioanl fisheries management organization (RFMO).
Beberapa modus/jenis kegiatan illegal yang sering dilakukan KII, antara lain:
penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin
Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI)),
memiliki izin tapi melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan (pelanggaran
daerah penangkapan ikan, pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan
berpangkalan), pemalsuan/manipulasi dokumen (dokumen pengadaan,
registrasi, dan perizinan kapal), transshipment di laut, tidak mengaktifkan
transmitter (khusus bagi kapal-kapal yang diwajibkan memasang transmitter),
dan penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) dengan menggunakan
bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau
bangunan yang membahayakan melestarikan sumberdaya ikan.
Pertama, Kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan
dunia menurun, terjadi overdemand terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna.
Hal ini mendorong armada perikanan dunia berburu ikan di manapun dengan
cara legal atau illegal.
Kedua, Disparitas (perbedaan) harga ikan segar utuh (whole fish) di negara lain
dibandingkan di Indonesia cukup tinggi sehingga membuat masih adanya
surplus pendapatan.
Kelima, Sistem pengelolaan perikanan dalam bentuk sistem perizinan saat ini
bersifat terbuka (open acces), pembatasannya hanya terbatas pada alat tangkap
(input restriction). Hal ini kurang cocok jika dihadapkan pada kondisi faktual
geografi Indonesia, khususnya ZEE Indonesia yang berbatasan dengan laut
lepas.
Ketujuh, Persepsi dan langkah kerjasama aparat penegak hukum masih dalam
penanganan perkara tindak pidana perikanan masih belum solid, terutama dalam
hal pemahaman tindakan hukum, dan komitmen operasi kapal pengawas di ZEE.
curi dan dibuang sekitar 1,6 juta ton/th. Jika harga jual ikan di luar negeri rata-
rata 2 USD/Kg, maka kerugian per tahun bisa mencapai Rp 30 trilyun.
Prediksi lain sebagian kerugian ekonomi akibat illegal fishing melalui perhitungan
yang didasarkan pada data hasil penelitian dapat kita simak pada Tabel
Tabel
Kerugian Ekonomi Akibat Illegal Fishing
Pukat Pukat
Pukat Pukat Cincin Rawai
Rincian Ikan Ikan
Udang Pelagis Besar Tuna
L. Arafura Slt. Malaka
Ukuran Kapal (GT) 202 240 138 134 178
Kekuatan Mesin (HP) 540 960 279 336 750
Produksi (Ton/Kpl/thn) 847 864 152 269 107
Rugi pungutan Perikanan (Rp 193 232 170 267 78
juta/Kpl/Thn)
Rugi subsidi BBM 112 221 64 77 173
(Rp.Juta/Kpl/Thn)
Rugi Produksi Ikan (Rp. 3.559 1.733 3.160 1.101 801
Juta/Kpl/Thn)
Total Kerugian 3.864 2.187 3.395 1.446 1.052
(Rp.Juta/Kpl/Thn)
Sumber: Dr. Purwanto, 2004
Dari tabel tersebut terlihat jelas bahwa kerugian negara secara ekonomi akibat
pencurian ikan oleh kapal ikan setiap tahunnya sekitar Rp. 1,052 miliar/kapal.
Sehingga secara sederhana kerugian negara akibat illegal fishing dapat
diprediksi melalui perkalian jumlah kapal ikan yang melakukan illegal fishing
dengan jumlah kerugian tersebut.