Makalah Keperawatan Komunitas Mental Health
Makalah Keperawatan Komunitas Mental Health
MENTAL HEALTH
OLEH :
183222907
KELAS B11-A
TAHUN AJARAN
2018 / 2019
KATA PENGANTAR
Om Swastiastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas mengenai Mental Health
Penulis sadar makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan memerlukan
berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
penulis perlukan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan semua pihak.
Om Santhi, Santhi, Santhi Om
Penulis
i
DAFTAR ISI
2.1 Pengertian Sehat Jiwa, Masalah Psikososial, dan Gangguan Jiwa ....................5
2.7 Jenis Gangguan Jiwa Yang Ditangani pada Anak, Remaja, Lansia ................18
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai salah satu negara yang berada di Asia Tenggara rentan
terjadi bencana alam, diantaranya gunung meletus, banjir, gempa bumi dan
tsunami. Indonesia yang memiliki letak geografis diantara lempeng Australia,
Eurasia dan Pasifik, serta termasuk dalam cincicn api pasifik yang merupakan
gugusan gunung berapi di dunia menjadi salah satu penyebab mengapa Indonesia
rentan untuk terjadinya gempa bumi baik tektonik maupun vulkanik. Beberapa
waktu terakhir di bulan Agustus hingga Oktober kemarin, Indonesia diguncang
dengan beberapa kali kejadian gempa bumi yang terjadi mulai dari Lombok
hingga di daerah Donggala (Palu) (www.idntimes.com).
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan sehat jiwa, masalah psikososial, dan gangguan
jiwa ?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan konsep dasar community mental health
nursing ?
2
1.2.3 Bagaimana konseptual model keperawatan jiwa komunitas?
1.2.4 Bagaimana peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa komunitas?
1.2.5 Bagaimana kompetensi perawatan kesehatan jiwa komunitas (competent of
caring) ?
1.2.6 Bagaimana pelayanan keperawatan jiwa komunitas ?
1.2.7 Apa saja jenis gangguan jiwa yang ditangani (Anak, Remaja, dan Lansia)?
1.2.8 Bagaimana perawatan klien gangguan jiwa ?
3
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penyusunan makalah ini agar para pembaca
mengetahui dan dapat menerapkannya teori mental health dalam
melakukan tindakan keperawatan komunitas.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Sehat jiwa menurut Dirjen Keswa Depkes RI (1991) adalah kondisi yang
memungkinkan berkembangnya fisik,intelektual dan emosional seseorang secara
optimal sehingga ia mampu tumbuh dan beradaptasi dengan lingkungannya secara
wajar dengan harkat martabat manusia. Seseorang yang sehat jiwa memiliki ciri –
ciri sebagai berikut :
5
g. Menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stress
kehidupan yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan
hidupnya dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan
baik apa yang ada pada dirinya dan merasa nyaman bersama orang lain.
a. Sedih berkepanjangan
b. Tidak bersemangat dan cenderung malas
c. Marah tanpa sebab
d. Menggantung diri
e. Tidak mengenali orang
f. Bicara kacau
6
g. Bicara sendiri
h. Tidak mampu merawat diri
a. Aspek (bio-fisik)
Dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik seperti kehilangan orang tubuh yag
dialami anggota masyarakat akibat bencana yang memerlukan pelayanan dala
rangka adaptasi mereka terhadap kondisi fisiknya. Demikian pula dengan penyakit
fisik lain baik yang akut,kronis maupun terminal yang memberi dampak pada
kesehatan jiwa.
b. Aspek psikologis
c. Aspek sosial
7
berbagai sektor terkait agar mereka mampu mempertahankan kehidupan sosial
yang memuaskan.
d. Aspek cultural
e. Aspek spiritual
8
h. Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika
dalam keperawatan jiwa).
i. Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses
keperawatan: dengan standar- standar perawatan).
j. Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance
Standards (aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-
standar professional).
9
insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego)
untuk mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich),
akan mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of
Behavioral). Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah
adanya konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya
ketidakpuasan pada masa oral dimana anak tidak mendapatkan air susu
secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata- kata, dilarang
dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya pada fase oral
dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas pada
masa dewasa. Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode
asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic
masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam
keadaan tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn
pertanyaan-pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih
dikenal dengan metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang
khusus. Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran
dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran
dan mimpi pasien. Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment
atau pengkajian mengenai keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang
dianggap bermakna pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua,
pernah disodomi, diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan
kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan
komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling percaya).
b. Interpersonal ( Sullivan, Peplau)
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat
adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety).
Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan
dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang
didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya.
Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya
membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal
Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan
10
dalam bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan
dihormati. Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya
melakukan sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa
dicemaskan oleh klien saat berhubungan dengan orang lain), therapist use
empathy and relationship (perawat berupaya bersikap empati dan turut
merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat memberiakan respon
verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang lain.
11
adalah : klien dianjurkan berperan serta memperoleh pengalaman yang berarti
untuk memperlajari dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain,
misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk
memperluas kesadaran diri klien melalui feedback, kritik, saran atau reward &
punishment.
12
2.4 Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan Jiwa Komunitas
Keperawatan kesehatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya
untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi
yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat
melakukan fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari
sebagaimana mestinya. Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan
jiwa, perawat sangat penting untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan
fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yang berhubungan dengan
asuhan keperawatan jiwa.
13
d. Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga, kelompok, untuk
menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental, termasuk
pelayanan terkait, teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.
e. Meningkatkan dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi pengaruh
penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling.
f. Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah psikologis
dan penyakit jiwa dengan masalah fisik.
g. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan
kebutuhan klien, keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.
a. Pencegahan Primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan
dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah
terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan meningkatkan kesehtan jiwa.
Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan
jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut.
Aktivitas pada pencegahan primer adalah program pendidikan kesehatan ,
program stimulasi perkembangan, program sosialisasi kesehatan jiwa ,
manajemen stress, persiapan menjadi orang tua. Beberapa kegiatan yang
dilakukan adalah :
1. Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :
a) Pendidikan menjadi orangtua
b) Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.
c) Memantau dan menstimulasi perkembangan
d) Mensosialisasikan anak dengan lingkungan
14
2. Pendidikan kesehatan mengatasi stress
a) Stress pekerjaan
b) Stress perkawinan
c) Stress sekolah
d) Stress pasca bencana
3. Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu yang
kehilangan pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal , yang
semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana. Beberapa kegiatan yang
dilakukan adalah :
a) Memberikan informasi tentang cara mengatasi kehilangan
b) Menggerakkan dukungan masyarakat seperti menjadi orangtua asuh bagi
anak yatim piatu.
c) Melatih keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk
mendapatkan pekerjaan
d) Mendapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh tempat
tinggal.
4. Program pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat sering
digunakan sebagai koping untuk mengtasi masalah. Kegiatan yang
dilakukan:
a) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress
b) Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa
menyakiti orang lain.
c) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada
diri seseorang.
5. Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara
penyelesaian masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan. Oleh
karena itu perlu dilakukan program :
a) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang tanda-tanda bunuh diri.
b) Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.
c) Melatih keterampilan koping yang adaptif.
15
b. Pencegahan Sekunder
Fokus pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan penanganan
dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan pelayanan
adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target pelayanan adalah
anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah
dan gangguan jiwa. Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah :
1. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari
berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan dan penemuan langsung.
2. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah sebagai berikut :
a) Melakukan pengkajian 2menit untuk memperoleh data fokus pada semua
pasien yang berobat kepukesmas dengan keluhan fisik.
b) Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan
depresi maka lanjutkan pengkajian dengan menggunakan pengkajian
keperawatan kesehatan jiwa.
c) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (di
tempat– tempat umum)
d) Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan
sesuai dengan standar pendelegasian program pengobatan (bekerja sama
dengan dokter) dan memonitor efek samping pemberian obat, gejala, dan
kepatuhan pasien minum obat.
e) Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain yang
dibutuhkan pasien untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami (jika ada
gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).
f) Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga agar
melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan adanya tanda-tanda
yang tidak biasa, dan menginformasikan jadwal tindak lanjut.
g) Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat yang
aman, melakukan pengawasan ketat, menguatkan koping, dan melakukan
rujukan jika mengancam keselamatan jiwa.
h) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk
membantu pemulihan pasien seperti terapi aktivitas kelompok , terapi
keluarga dan terapi lingkungan.
16
i) Memfasilitasi self-help group (kelompok pasien, kelompok keluarga,
atau kelompok masyarakat pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang
mebahas masalah-masalah yang terkait dengan kesehatan jiwa dan cara
penyelesaiannya.
j) Menyediakan hotline service untuk intervensikrisis yaitu pelayanan
dalam 24 pukul melalu telepon berupa pelayan konseling.
k) Melakukan tindakkan lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus pada
peningkatkan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada pasien
gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan atau ketidak-
mampuan akibat gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat
mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan. Aktifitas pada pencegahan
tersier meliputi :
1. Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber di
masyarakat seperti : sumber pendidikan, dukungan masyarakat (tetangga,
teman dekat, tokoh masyarakat), dan pelayan terdekat yang terjangkau
masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a) Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat terhadap
penerima pasien gangguan jiwa.
b) Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam
penanganan pasien yang melayani kekambuhan.
2. Program rehabilitas untuk memberdayakan pasien dan keluarga hingga
mandiri berfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga
dengan cara :
a) Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan dan
menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat
b) Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga
dan masyarakat.
17
c) Menyediakan pelatihan dan kemampuan dan potensi yang perlu
dikembangkan oleh pasien, keluarga dan masyarakat agar pasien
produktif kembali.
d) Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan mengambil keputusan
untuk dirinya.
3. Program sosialisasi
a) Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.
b) Mengembangkan keterampilan hidup (aktifitas hidup sehari-hari
[ADL],mengelola rumah tangga, mengembangkan hobi
c) Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi rekreasi.
d) Kegiatan sosial dan keagamaan (arisan, pengajian, majelis taklim,
kegiatan adat)
4. Program mencegah stigma. Stigma merupaka anggapan yang keliru dalam
masyarakat terhadap gangguan jiwa, oleh karena itu, perlu diberikan
program mencegah stigma untuk menghindari isolasi dan deskriminasi
terhadap pasien gangguan jiwa. Beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu :
a) Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang kesehatan
jiwa dan gangguan jiwa, serta tentang sikap dan tindakan menghargai
pasien gangguan jiwa.
b) Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, atau yang berpengaruh
dalam rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa.
2.7 Jenis gangguan jiwa yang ditangani pada (Anak, Remaja dan Lansia)
a. Jenis gangguan jiwa yang ditangani pada Anak
Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan jiwa
mencapai 11,6 % dari sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun.
Hal ini menjadikan masalah kesehatan jiwa sebagai prioritas bagi Kementerian
Kesehatan karena merupakan tantangan yang besar dengan kompleksitas
tinggi di berbagai lapisan dan aspek kehidupan. Anak-anak dapat menderita
gangguan jiwa, sebagai berikut :
18
1. Gangguan kecemasan : Anak dengan gangguan kecemasan menanggapi hal-
hal tertentu atau situasi dengan rasa takut dan ketakutan, serta dengan tanda
fisik kecemasan (gugup), seperti detak jantung yang cepat dan berkeringat.
2. Gangguan perilaku : Anak dengan gangguan ini cenderung menentang
aturan dan sering mengganggu di lingkungan terstruktur, seperti sekolah.
3. Gangguan perkembangan : Anak dengan gangguan ini memiliki masalah
dalam memahami dunia di sekitar mereka.
4. Gangguan makan : Gangguan makan dapat melibatkan emosi dan sikap,
serta perilaku tidak biasa, terkait dengan kondisi tubuh bahkan makanan.
5. Gangguan Eliminasi : Gangguan ini mempengaruhi perilaku yang terkait
dengan pembuangan limbah tubuh (feses dan urin).
6. Gangguan Afektif : Gangguan ini melibatkan perasaan sedih terus menerus
bahkan berubahnya suasana hati dengan cepat.
7. Skizofrenia : gangguan serius melibatkan persepsi terdistorsi dan pikiran.
8. Gangguan Tic : Gangguan ini menyebabkan seseorang melakukan aktifitas
yang sama serta berulang, gerakan tiba-tiba dan tak terkendali serta sering.
Beberapa penyakit, seperti gangguan kecemasan, gangguan makan,
gangguan afektif, dan skizofrenia, dapat terjadi pada orang dewasa maupun
anak-anak. Sedangkan gangguan perilaku dan gangguan perkembangan,
gangguan eliminasi, gangguan belajar dan komunikasi dimulai pada masa
kanak-kanak saja, meskipun dapat berlanjut terus sampai dewasa. Dalam kasus
yang jarang terjadi, gangguan tic dapat terjadi pada orang dewasa. Tetapi hal
yang tidak biasa bagi seorang anak memiliki lebih dari satu gangguan.
19
Diagnosis mengenai cemas ditegakkanapabila gejala cemas mendominasi
dan menyebabkan distres (rasa tertekan) atau gangguan yang nyata.
2. Gangguan Depresi
Dalam perkembangan normal, remaja mempunyai kecenderungan
mengalami depresi, oleh karena itu sangatlah penting untuk membedakan
secara jelas dan hati-hati antara depresi yang disebabkan oleh gejolak mood
yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan depresi patologik.
Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi
pada remaja sering tidak terdiagnosis, bila tidak ditangani dengan baik,
gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut sampai
masa dewasa. Menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii membagi
depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder.
1) Tipe primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya
2) Tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan
dengan gangguan psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang
sekunder biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak
kelelahan sometik, dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus
asa, mempunyai ide bunuh diri, problem tidur, penurunan prestasi
sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak patuh.
3. Gangguan somatoform ( Psikosomatik )
Gangguan ini lebih dikenal di masyarakat umum sebagai gangguan
psikosomatik . Ciri uatama dari gangguan somatoform adalah adanya
keluhan gejala fisik yang berulang, yang disertai dengan dengan permintaan
pemeriksaan medis : meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif
dan juga telah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik
yang menjadi dasar keluhannya. Pasien biasanya menolak adanya
kemungkinan penyebab psikologis, walaupun ditemukan gejala ansietas dan
depresi yang nyata.
4. Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik adalah suatu kondisi terdapatnya gangguan yang berat
dalam kemampuan menilai realitas, yang bukan karena retardasi mental atau
gangguan penyalahgunaan NAPZA. Terdapat gejala yaitu waham ,
20
halusinasi,
perilaku yang sangat kacau , pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah
laku agitatif dan disorientasi yang termasuk gangguan psikotik antara lain :
a) Skizofrenia
b) Gangguan mood / afektif yang disertai dengan gejala psikotik
c) Gangguan waham
d) Gangguan mental organik gejala psikotik (ditandai adanya delirium,
demensia). Skizofrenia pada masa kanak dan remaja didefinisikan sama
dengan skizofrenia pada masa dewasa, dengan gejala psikotik yang khas,
seperti adanya defisit pada fungsi adaptasi, waham, halusinasi, asosiasi
yang melonggar atau inkoherensi ( isi pikir yang kacau), katatonia, afek
yang tumpul atau tidak dapat diraba-rabakan.
5. Gangguan penyalahgunaan NAPZA (narkotik, alkohol, psikotropika, dan zat
Adikif lainnya )
Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini
semakin meningkat. Faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja
penyalahgunaan NAPZA :
a) Konflik keluarga yang berat
b) Kesulitan Akademik
c) Adanya komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, seperti gangguan
tingkah laku dan depresi.
d) Penyalahgunaan NAPZA oleh orang tua dan teman
e) Impulsivitas
f) Merokok pada usia terlalu muda
c. Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada Lansia
1. Skizofernia
Skizofrenia Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa
yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat
berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia
(lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-
budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari
kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
21
Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh
gangguan pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau.
Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi
labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan
sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi,
waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita
menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang. Ganguan skizofrenia
berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti
mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau
mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita
sehingga ia merasa menjadi orang ketiga.
2. Parafrenia
Parafrenia merupakan gangguan jiwa gawat yang pertama timbul
pada (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini
sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak
dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita
dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri
paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya
tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika
punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia
dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya
banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.
3. Gangguan Jiwa Afektif
Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh
ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:
a) Gangguan Afektif tipe Depresif
b) Gangguan Afektif tipe Manik
4. Neurosis
Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lansia. Sering
sukar untuk mengenali gangguan ini pada lansia karena disangka sebagai
gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak
22
masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang
didapatkannya pada masa memasuki lansia. Gangguan neurosis pada lansia
berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lansia.
Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya
tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya
tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara
kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Secara umum gangguan neurosis
dapat dikategorikan sebagai berikut:
a) Neurosis cemas dan panic
b) Neurosis obsesif kompulsif
c) Neurosis fobik
d) Neurosis histerik (konversi)
e) Gangguan somatoform
f) Hipokondriasis
2. Persiapan Pulang:
a. Pendidikan (Edukasi,Reedukasi,Reorientasi).
Youssef menemukan penurunan angka kambuh pada klien dan keluarga
yang mengikuti program pendidikan.Pendidikan kesehatan ini ditujukan
pula untuk mencegah atau menguraikan dampak gangguan jiwa bagi
klien. Program pendidikan yang dapat dilakukan adalah: a) Ketrampilan
khusus: ADL,perilaku adaptif,aturan makan obat,penataan rumah
tangga,identifikasi gejala kambuh,pemecahan masalah. b) Keterampilan
umum: komunikasi efektif,ekspresi emosi yang
konstruktif,relaksasi,pengelolaan stress (stress management).
b. Program pulang bertahap.
Setelah klien mempunyai kemampuan dan ktrampilan mandiri maka klien
dapat mengikuti program pulang bertahap.Tujuannya adalah melatih klien
kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat.Klien,keluarga,bahkan
kalau perlu masyarakat dipersiapkan, antara laian apa yang harus
24
dilakukan klien di rumah, apa yang harus dilakukan keluarga untuk
membantu adaptasi.Kegiatan yang dilakukan klien dan keluarga di rumah
dapat dibuat daftar dan dievaluasi keberhasilannya sebagai data untuk
rencana berikut.
c. Rujukan.
Integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas sebaiknya mempunyai hubungan
langsung dengan rumah sakit.Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya
mengetahui perkembangan klien di rumah sakit dan berperan serta dalam
membuat rencana pulang.
3. Rencana Perawatan di rumah.
25
c. Riwayat trauma : mengkaji adanya trauma atau takut yang berlebihan
yang pernah dialami pasien
d. Konflik : mengkaji konflik apa saja yang pernah dialami pasien
seperti perceraian, pemerkosaan, penganiayaan dll.
2. Demografi
a. Vital statistik: dikaji mengenai tekanan darah, respirasi rate, frekuensi nadi,
suhu tubuh pasien
b. Agama
c. Budaya
Pengkajian ini perlu dapat mengetahui tradisi khusus yang dimiliki pasien
sesuai dengan agama dan budaya pasien, sehingga tidak terjadi cultural
shock saat memberikan asuhan keperawatan.
3. Data Delapan subsistem
a. Lingkungan fisik
Kualitas udara : adanya sumber air, dan pemenuhan ketersediaan air
bersih.
Tingkat kebisingan : ada tidaknya sumber kebisingan seperti terdapat
pabrik ataupun industry, kendaraan bermotor yang berlalu-lalang yang
timbul akibat lebih banyak penduduk yang menggunakan sepeda untuk
beraktifitas sehari-hari.
Jarak antar rumah : apakah jarak rumah jauh, sedang,dekat,atau sangat
dekat. Adanya pagar pembatas untuk tiap-tiap rumah. Kepadatan
penduduk yang tergolong jarang, sedang, padat atau sangat padat. Faktor
pengganggu seperti hewan buas ataupun hewan pemangsa. Tingkat
pendidikan dominann warga masyarakat, sarana pendidikan sudah
memeadai atau belum (khususnya sarana pendidikan jiwa).
b. Keamanan & transportasi
Keefektifan penggunaan pos kambling/pos keamaan desa, masih atau
tidak berfungsinya ronde keliling yang ada di masyarakat, dan sistem
keamanan yang diterapkan di wilayah tersebut serta keamaan desa
(seperti ada tidaknya kasus pencurian, perampokan, dan keamanan
akses jalan di wilayah tersebut).
26
Sarana tranportasi yang biasa digunakan sebagai alat transportasinya
(jalan kaki, motor, angkot, mobil, dll).
c. Petugas di jalan raya
Petugas dijalan raya apakah sudah bekerja seoptimal atau belum dapat
dilihat dari angka kejadian kecelakaan yang terjadi, ketertiban tiap
pengendara dalam menggunakan pengaman berkendara seperti helm
SNI, motor yang berstandar ataupun sabuk pengaman.
d. Politik & pemerintahan
Perhatian pemerintah daerah (Pemda) setempat terhadap kejadian
gangguan jiwa di masyarakat.
Adanya skrining berkala untuk mendeteksi warga dengan gangguan
jiwa.
Adanya aturan pemda tentang jiwa di masyarakat dan perlindungan
untuk pasien jiwa.
Stigma negatif untuk orang dengan gangguan jiwa masih melekat atau
tidak dalam kehidupan masyarakat.
Situasi politik di masyarakat apakah terlihat atau tidak.
e. Pelayanan umum dan kesehatan
Keterjakauan faskses dan alkes pelayanan kesehatan jiwa terhadap
masyarakat, dapat dilihat dari ada atau tidaknya puskesmas pembantu di
wilayah tersebut, jarak akses pustu dengan tempat tinggal penduduk, adanya
pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan, jenis pelayanan yang biasanya
dilakukan untuk mencegah atau menurunkan kasus gangguan kejiwaan
(seperti memberikan penyuluhan sederhana terkait stress dan dampaknya
jangka panjang), serta jenis pelayanan umum (seperti kesehatan ibu dan
anak, KB, imunisasi, pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang sakit
umum, seperti flu, batuk, panas).
f. Komunikasi
Komunikasi yang digunakan diwilayah tersebut adalah adanya musyawarah
mufakat, alat/media komunikasi (handphone, informasi lisan (dari mulut
kemulut), surat dsb), brosur) khususnya terkait dengan informasi mengenai
kesehatan jiwa.
27
g. Ekonomi
Kondisi ekonomi masyarakat, peluang penghasilan tambahan masyarakat.
h. Rekreasi
Sarana rekreasi yang sering digunakan oleh warga, dampak rekreasi terhdap
kesehatan jiwa masyarakat.
2.9.3 Perencanan
c) Tujuan jangka panjang
Koping komunitas di kelurahan menjadi efektif dalam menjalani masalah.
28
2.9.4 Implementasi
29
Setelah dilakukan Pemberda 1. Pembinaan 1. Kader Aula Setiap
tind. keperawatan yaan dan keluarga sehat dan kesehatan Kelurahan hari
selama 3 minggu kemitraan Patimuan mingg
anggota keluarga 2. Tokoh
warga kelurahan dilaku
patimuan dapat resiko gang. jiwa masy. 2 kali
melakukan studi membahas kasus 3. Maha mingg
kasus tentang
terkait manajemen siswa
masalah yang
sering dihadapi stress dan di 4. Materi
diskusikan. tentang
2. Pembinaan kesehatan
kelompok & jiwa
masy. melalui
kunjungan Perawa
t Puskesmas/
Komunitas
3. Kerjasama LP
dengan Dinas
Kesehatan
Kabupaten berupa
pengadaan
kegiatan rutin Life
Skill Education
dan LS berupa
pelatihan
kewirausaan dari
Dinas Perikanan.
30
sering dihadapi komplementer siswa
berupa
manajemen stress
3. Pemberian
bimbingan
keagamaan
(spiritual)
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.1.1 Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan
optimal bagi individu secara fisik,intelektual dan emosional sehingga
dapat hidup harmonis dan produktif. Sehat jiwa merupakan kondisi yang
memungkinkan berkembangnya fisik,intelektual dan emosional seseorang
secara optimal sehingga ia mampu tumbuh dan beradaptasi dengan
lingkungannya. Masalah psikososial merupakan setiap perubahan dalam
kehidupan individu baik yang bersifat psikologis ataupun sosial yang
mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup besar
sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa. Gangguan jiwa yaitu
suatu perubahan pada fungsi gangguan jiwa yang menyebabkan adanya
gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu
dan atau hambatan dalam melaksanaan peran.
3.1.2 Keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah pelayanan keperawatan
yang komprehensif , holistik, dan paripurna yang berfokus pada
masyarakat yang sehat jiwa , rentan terhadap stress (resiko gangguan
jiwa) dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan
(gangguan jiwa). Dengan menggunakan beberapa prinsip keperawatan
kesehatan jiwa yaitu Therapeutic Nurse patient relationship, Conceptual
models of psychiatric nursing, Stress adaptation model of psychiatric
nursing, Biological context of psychiatric nursing care, Psychological
context of psychiatric nursing care, Sociocultural context of psychiatric
nursing care, Environmental context of psychiatric nursing care, Legal
ethical context of psychiatric nursing care, Implementing the nursing
process : standards of care dan Actualizing the Psychiatric Nursing Role
: Professional Performance Standards. Jenis – jenis CMHN : Basic
Course (BC) CMHN, Intermediate Course (IC) CMHN, dan Advance
Course (AC) CMHN.
3.1.3 Konseptual Model Keperawatan Jiwa Komunitas : Psycoanalytical
(Freud, Erickson), Interpersonal ( Sullivan, Peplau), Social ( Caplan,
32
Szasz), Existensial ( Ellis, Rogers). Supportive Therapy ( Wermon,
Rockland) dan Medica (Meyer, Kraeplin).
3.1.4 Peran dan fungsi perawatan kesehatan jiwa komunitas : pengkajian yang
mempertimbangkan budaya, merancang dan mengimplementasikan
rencana tindakan, berperan serta dalam pengelolaan kasus, meningkatkan
dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental -
penyuluhan dan konseling, mengelola dan mengkoordinasikan sistem
pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan
pembuat kebijakan, memberikan pedoman pelayanan kesehatan
3.1.5 Kompetensi perawat kesehatan jiwa komunitas : Pengkajian
biopsikososial yang peka terhadap budaya, Merancang dan implementasi
rencana tindakan untuk klien dan keluarga, Peran serta dalam pengelolaan
kasus: mengorganisasikan, mengkaji, negosiasi, koordinasi pelayanan
bagi individu dan keluarga, Memberikan pedoman pelayanan bagi
individu, keluarga, kelompok, untuk menggunakan sumber yang tersedia
di komunitas kesehatan mental, termasuk pelayanan terkait, teknologi dan
sistem sosial yang paling tepat, Meningkatkan dan memelihara
kesehatanmental serta mengatasi pengaruh penyakit mental melalui
penyuluhan dan konseling, Memberikan askep pada penyakit fisik yang
mengalami masalah psikologis dan penyakit jiwa dengan masalah fisik,
Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan
kebutuhan klien, keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.
3.1.6 Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan
jiwa yang diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan
kondisi masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat – sakit
yang memerlukan pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan
primer, sekunder, dan tersier.
3.1.7 Perawatan pasien dengan gangguan jiwa dapat diberikan dengan rawat
inap di Rumah Sakit Jiwa, ataupun rawat jalan di rumah dan Puskesmas.
33
3.1 Saran
Adapun saran yang penulis dapat berikan antara lain :
34
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN Basic.
Jakarta: EGC.
http://www.idntimes.com/news/indonesia/amp/indianamalia/dampak-gempak-
lombok-rp5-mensos-belum-layak-status-nasional (diakses : Minggu, 4
November 2018).
https://aanborneo.blogspot.com/2013/04/makalah-cmhn-community-mental-
healthy_21.html?m=1 (diakses : Sabtu, 3 November 2018).
35