Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Penyusun:
Dani Ramdani
190341964003
S3 Pendididkan Biologi
Offering A
2019
INTRODUCTION
Pada hari ini kamis 03 Oktober 2019 jam 11.00 WIB merupakan peretemuan ke-tujuh
dengan materi pendidikan karakter, religius, dan nasionalis. Pemapaparan materi diawali
dengan pembukan oleh tim penyaji materi yang yang terdiri dari dua orang yaitu oleh Ibu Dina
Chamidah dan Ibu Mar’atus Sholihah. Diskusi dimulia dengan pemaparan matri pengembangan
pendidikan karakter oleh Ibu Dina Chamidah, kemudian presentasi dlianjutkan oleh Ibu Mar’atus
Sholihah dengan menjelaskan karakter religius dan nasionalis. Selanjutnya presentasi dilanjutkan
oleh Ibu Suci ferdiana mejelaskan hasil analisis jurnal mengenai penelitian studi meta analisis
efek gamifikasi pada hasil belajar. Pemateri terakhir pada hari ini adalah saya sendiri yang
menjelaskan permaslahan individu di wilayah aslal saya. Tema yang saya angkat adalah
Kabupaten Tasikmalaya : Sinergitas Kota Santri dan Literasi
BODY
Ada empat jenis pendidikan karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam
proses pendidikan (Khan, 2010:2) yaitu:
a. Pendidikan karakter berbasis nilai dan religius, contoh manusia mempunyai
hak dalam beribadah sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing-
masing.
b. Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, contoh warga negara Indonesia
wajib mengamalkan Pancasila.
c. Pendidikan Karakter berbasis lingkungan, contoh manusia yang mempunyai
karakter baik tidak membuang sampah sembarangan.
d. Pendidikan karakter berbasis potensi diri, contoh sebagai calon pendidik
(guru) mempunyai kualitas sebagai guru professional
Pengembangan karakter yang berlangsung dalam suatu satuan pendidikan atau sekolah
terjadi secara holistik (the whole school reform). Sekolah sebagai leading sector, berupaya
memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi,
memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus menerus proses pendidikan
karakter di sekolah.
Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, sekolah harus menerapkan totalitas
pendidikan dengan mengandalkan keteladanan, penciptaan lingkungan dan pembiasaan
melalui berbagai tugas dan kegiatan. Sehingga seluruh apa yang dilihat, didengar, dirasakan
dan dikerjakan oleh siswa adalah pendidikan. Selain menjadikan keteladanan sebagai metode
pendidikan utama, penciptaan miliu juga sangat penting. Lingkungan pendidikan itulah yang
ikut mendidik. Penciptaan lingkungan disekolah dapat dilakukan melalui: 1) penugasan, 2)
pembiasaan, 3) pelatihan, 4) pengajaran, 5) pengarahan, serta 6) keteladanan. Semuanya
mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam pembentukan karakter peserta didik.
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar agar
peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan.
Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta
karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata
peajaran. Metode dalam pendidikan karakter cenderung menggunakan pembelajaran yang
konservatif dan hierarkhis. Menurut Halstead dan Taylor model pembelajaran karakter yang
dapat diterapkan antara lain: dengan problem solving, cooperative learning, dan experience-
based projects yang diintegrasikan melalui pembelajaran tematik dan diskusi untuk
menempatkan nilai-nilai kebajikan ke dalam praktik kehidupan sebagai sebuah pengajaran
bersifat formal.
Penilaian pencapaian nilai-nilai budaya dan karakter didasarkan pada indikator.
Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan
dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat/diamati/
dipelajari/dirasakan” maka guru mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan
seorang peserta didik itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik
menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan
dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari
perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada
yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya. Penilaian dilakukan secara terus
menerus, setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah.
Pertanyaan
a. Saya (Dani Ramdani) “ Banyak program pemerintah tentang penguatan pendidikan
karakter namun faktanya di lapangan masih banyak ditemukan kasus siswa yang tidak
sopan dengan guru, bahkan sampai ada kasus siswa membunuh guru. Sejauh mana efisiensi
program penguatan pendidikan karakter tersebut?”
b. Dijawab oleh Ibu Dina; degradasi karakter salah satunya di sebabkan oleh jauhnya
kurikulum yang digunakan dari pedoman Pancasila sebagai contoh pada pendidikan formal
hanya ada pendidikan kewarganegaraan saja tidak ada pendidikan moral Pancasila,
sehingga nilai-nilai Pancasila berkurang dari jiwa anak sekolah. Jawaban Ibu Mar’atus
program-program pemerintah sudah banyak dan bagus namun karakter anak zaman
sekarang sangat berbeda. Mereka cenderung memiliki rasa ingin tahu yang lebih besar
karena dipengaruhi juga oleh banyaknya informasi yang dapat dengan mudah diakses.
Sebenarnya pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab guru atau sekolah namun
juga tanggung jawab orang tua. Pembiasaan pendidikan karakter di keluarga akan sangat
berpengaruh pada karakter anak.
c. Ibu Adzimatnur “ apa tantangan terbesar yang dihadapi dalam penguatan pendidikan
karakter di Indonesia?
d. Di Jawab oleh Ibu Maratus tantangan terbesar yaitu arus globalisasi, anak-anak banyak
terpengaruh oleh informasi-informasi dari internet yang sangat mudah diakses.
Menghilangkan atau mengurangi kebiasaan anak bermain gadget harus dimulai dari
lingkungan keluarga, orang tua harus berkorban tidak menggunakan gadget pada waktu-
waktu tertentu agar menjadi contoh buat anaknya. Jawaban Ibu Dina, kebiasaan
penggunaan gadget pada anak dapat mempengaruhi karakter anak.
e. Ibu Nurhikma “bagaimana membiasakan karakter anti korupsi pada anak sejak dini?”
f. Dijawab Bu Dina, maraknya korupsi di Indonesia karena sangsi yang diberlakukan kepada
koruptor ringan. Para pejabat ketika akan menduduki jabatan tertentu sering menggunakan
uang sehingga ketika mereka sudah menjabat banyak yang ingin balik modal dengan jalan
korupsi. Jawaban Bu Mar’atus, agar mendatangkan karakter anti korupsi yang harus
dilakukan pertama yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan, dan kedua memberi contoh tidak
melakukan korupsi.
g. Saya menambahkan: sebanarnya saya kurang setuju jika dikatakan perubahan globalisasi
menjadi alasan menurunnya karakter anak. Sebenarnya di Indonesia sendiri memiliki dua
sitem pendidikan yakni pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal
contohnya adalah sekolah dan pendidikan nonformal contohnya pondok pesantren.
h. Pondok pesantren telah hadir sebagai lembaga pendidikan jauh sebelum kemerdekaan
terjadi, bahkan pendidikan pesantren telah hadi pada masa nusantara masih dikuasi
kerajaan kerajan Islam. Pendidikan di pondok pesantren dari jaman dulu sampai sekarang
tidak mengalami banyak perubahan, baik itu dari metode pembelajaran yang digunakan
maupun kurikulumnya.
i. Pendidikan formal di Indonesia lebih miring ke-barat yang menganut faham kebebasan
sehingga jarak antara guru dan murid menjadi semakin tipis. Namun di sisi lain ini malah
menjadi boomerang yang meberikan efek negative terhadap tatakrama dan sopan santun
murid terhada guru. Berbeda dengan pendidikan di pondok pesantren yang memberi jarak
anatara kiayi dengan santrinya. Seihingga santri cenderung lebih segan terhadap kiayi-nya.
j. Salahsatu sumber yang digunakan sebagai rujukan adab santri terhadap kiyai adalah kitab
T’alimu ta’alim. Dalam kitab tersebut disampaikan mengenai tatakrama, adab dan
keutamaan-keutamaan bersikap takdim seorang santri terhadap kiayi-nya.
k. Sitem pendidikan di pondok pesantren ini masih berlangsung sampai sekarang dan dapat
bertahan ditengah era globalisasi. Jika mau mengembalikan lagi karakter bangsa menjadi
kuat lagi mungkin bisa belajar pada system pendidikan yang dilakukan di pondok pesantren
l. Tambahan Bu Adzimatnur, berdasarkan pengalaman interaksi antara guru dan siswa sangat
berbeda dengan interaksi antara kiai dan siswa, hal ini dimungkinkan karena perbedaan
pendidikan. Siswa lebih menganggap guru sebagai teman, namun apabila guru tersebut
sekaligus kiainya, mereka lebih hormat dan segan.
m. Tambahan Pa Iwan, berdasarkan pengalaman di Papua juga banyak terjadi kasus siswa
tidak hormat pada gurunya, misalnya dalam percakapan di grup WA, dan terkadang tidak
menyapa saat berpapasan di jalan. Salah satu program untuk menguatkan karakter yaitu
program ospek, namun sekarang dipantau sedemikian rupa karena banyak disalahgunakan
oleh oknum-oknum tertentu, padahal program tersebut sangat bagus. Aturan kemenristek
harus benar-benar memperhatikan pendidikan karakter, kurikulum harus benar-benar
mengimplementasikan pendidikan karakter.
n. Tambahan Bu Dina, berdasarkan pengalaman yang pernah dimarahi oleh orang tua siswa
gara-gara diberikan surat pemberitahuan belum membayar SPP. Karakter orang tua yang
pemarah tersebut akan sangat berpengaruh pada karakter anak.
2. Ibu Mar’atus: bagaimana meningkatkan minat siswa agar mau membaca? Apakah ada
sangsi tertentu bagi yang tidak ingin membaca?
Jawaban saya: program penguatan literasi ini dimulai dari bunda literasi yang bergerak dan
memotivasi siswa agar mau membaca, kenapa harus bunda karena dianggap lebih dekat
dengan siswa. Terakhir ditutup dengan kompetensi literasi. Dana yang dikucurkan dalam
program literasi ini juga cukup besar sehingga ketersediaan buku-buku yang menarik pun
banyak.
Tambahan pertanyaan Bu Mar’atus: bagaimana mengontrol program 18-21?
Jawaban saya: program tersebut sulit dikontrol, program berupa anjuran agar pada jam
tersebut diisi dengan kegiatan membaca bahkan mengaji. Diharapkan orang tua bisa
membacakan buku dongeng kepada anak-anaknya sebelum mereka tidur.
3. Ibu Adzi di Malang juga ada program literasi namun prakteknya di lapangan belum
berhasil sehingga banyak buku yang rusak sebelum digunakan. Untuk pelaksanaan
program dibutuhkan kerja sama berbagai pihak agar program literasi berjalan dengan baik.
Setelah diskusi banyak mengenai penguatan karakter di Indonesia saya menjadi semakin
mengerti pentingnya pendidikan karakter bagi bangsa ini.
Dari hasil diskusi saya menjadi faham akar permasalahan moral murid terhadap gurunya
dan bagaima solusi menanganinya.
Saya mendapat informasi mengenai gamifikasi dalam proses pembelajaran dan
hubunganya dengan hasil belajar dari pemparan mata analisis Ibu Suci .
Saya senang dapat berbagi pengalaman dengan teman-teman mengenai permaslahan
larangan pengunaan gadget dan hubungannya dengan lierasi.
Terimakasih