Anda di halaman 1dari 12

REFLECTIVE ESSAY

WAWASAN DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN BIOLOGI


Pertemuan ke-
Pendidikan Karakter, Religius, Nasionalis
Untuk memenuhi tugas terstruktur yang dibina oleh :
Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D.

Penyusun:
Dani Ramdani
190341964003
S3 Pendididkan Biologi
Offering A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BIOLOGI

2019
INTRODUCTION
Pada hari ini kamis 03 Oktober 2019 jam 11.00 WIB merupakan peretemuan ke-tujuh
dengan materi pendidikan karakter, religius, dan nasionalis. Pemapaparan materi diawali
dengan pembukan oleh tim penyaji materi yang yang terdiri dari dua orang yaitu oleh Ibu Dina
Chamidah dan Ibu Mar’atus Sholihah. Diskusi dimulia dengan pemaparan matri pengembangan
pendidikan karakter oleh Ibu Dina Chamidah, kemudian presentasi dlianjutkan oleh Ibu Mar’atus
Sholihah dengan menjelaskan karakter religius dan nasionalis. Selanjutnya presentasi dilanjutkan
oleh Ibu Suci ferdiana mejelaskan hasil analisis jurnal mengenai penelitian studi meta analisis
efek gamifikasi pada hasil belajar. Pemateri terakhir pada hari ini adalah saya sendiri yang
menjelaskan permaslahan individu di wilayah aslal saya. Tema yang saya angkat adalah
Kabupaten Tasikmalaya : Sinergitas Kota Santri dan Literasi
BODY

1. Pendidikan karakter, religius, dan nasionalis


Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Tujuan pendidikan karakter adalah sebagai berikut:
a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan
warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan
dengan nilai nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai
generasi penerus bangsa;
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif,
berwawasan kebangsaan; dan
e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang
aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang
tinggi dan penuh kekuatan (dignity)

Menurut Kemendiknas (2010) nilai-nilai materi pendidikan karakter mencakup aspek-


aspek berikut:
a. Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
b. Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
c. Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
d. Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
e. Kerja Keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
f. Kreatif: Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru
dari sesuatu yang telah dimiliki.
g. Mandiri: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratis: Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
i. Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
j. Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
k. Cinta Tanah Air: Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
l. Menghargai Prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
m. Bersahabat/Komuniktif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain
n. Cinta Damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
o. Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
p. Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
q. Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan.
r. Tanggung-jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, social dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Ada empat jenis pendidikan karakter yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam
proses pendidikan (Khan, 2010:2) yaitu:
a. Pendidikan karakter berbasis nilai dan religius, contoh manusia mempunyai
hak dalam beribadah sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing-
masing.
b. Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, contoh warga negara Indonesia
wajib mengamalkan Pancasila.
c. Pendidikan Karakter berbasis lingkungan, contoh manusia yang mempunyai
karakter baik tidak membuang sampah sembarangan.
d. Pendidikan karakter berbasis potensi diri, contoh sebagai calon pendidik
(guru) mempunyai kualitas sebagai guru professional
Pengembangan karakter yang berlangsung dalam suatu satuan pendidikan atau sekolah
terjadi secara holistik (the whole school reform). Sekolah sebagai leading sector, berupaya
memanfaatkan dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi,
memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus menerus proses pendidikan
karakter di sekolah.
Dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, sekolah harus menerapkan totalitas
pendidikan dengan mengandalkan keteladanan, penciptaan lingkungan dan pembiasaan
melalui berbagai tugas dan kegiatan. Sehingga seluruh apa yang dilihat, didengar, dirasakan
dan dikerjakan oleh siswa adalah pendidikan. Selain menjadikan keteladanan sebagai metode
pendidikan utama, penciptaan miliu juga sangat penting. Lingkungan pendidikan itulah yang
ikut mendidik. Penciptaan lingkungan disekolah dapat dilakukan melalui: 1) penugasan, 2)
pembiasaan, 3) pelatihan, 4) pengajaran, 5) pengarahan, serta 6) keteladanan. Semuanya
mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam pembentukan karakter peserta didik.
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar agar
peserta didik mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan.
Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi peserta didik, serta
karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata
peajaran. Metode dalam pendidikan karakter cenderung menggunakan pembelajaran yang
konservatif dan hierarkhis. Menurut Halstead dan Taylor model pembelajaran karakter yang
dapat diterapkan antara lain: dengan problem solving, cooperative learning, dan experience-
based projects yang diintegrasikan melalui pembelajaran tematik dan diskusi untuk
menempatkan nilai-nilai kebajikan ke dalam praktik kehidupan sebagai sebuah pengajaran
bersifat formal.
Penilaian pencapaian nilai-nilai budaya dan karakter didasarkan pada indikator.
Sebagai contoh, indikator untuk nilai jujur di suatu semester dirumuskan dengan “mengatakan
dengan sesungguhnya perasaan dirinya mengenai apa yang dilihat/diamati/
dipelajari/dirasakan” maka guru mengamati (melalui berbagai cara) apakah yang dikatakan
seorang peserta didik itu jujur mewakili perasaan dirinya. Mungkin saja peserta didik
menyatakan perasaannya itu secara lisan tetapi dapat juga dilakukan secara tertulis atau bahkan
dengan bahasa tubuh. Perasaan yang dinyatakan itu mungkin saja memiliki gradasi dari
perasaan yang tidak berbeda dengan perasaan umum teman sekelasnya sampai bahkan kepada
yang bertentangan dengan perasaan umum teman sekelasnya. Penilaian dilakukan secara terus
menerus, setiap saat guru berada di kelas atau di sekolah.
Pertanyaan
a. Saya (Dani Ramdani) “ Banyak program pemerintah tentang penguatan pendidikan
karakter namun faktanya di lapangan masih banyak ditemukan kasus siswa yang tidak
sopan dengan guru, bahkan sampai ada kasus siswa membunuh guru. Sejauh mana efisiensi
program penguatan pendidikan karakter tersebut?”
b. Dijawab oleh Ibu Dina; degradasi karakter salah satunya di sebabkan oleh jauhnya
kurikulum yang digunakan dari pedoman Pancasila sebagai contoh pada pendidikan formal
hanya ada pendidikan kewarganegaraan saja tidak ada pendidikan moral Pancasila,
sehingga nilai-nilai Pancasila berkurang dari jiwa anak sekolah. Jawaban Ibu Mar’atus
program-program pemerintah sudah banyak dan bagus namun karakter anak zaman
sekarang sangat berbeda. Mereka cenderung memiliki rasa ingin tahu yang lebih besar
karena dipengaruhi juga oleh banyaknya informasi yang dapat dengan mudah diakses.
Sebenarnya pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab guru atau sekolah namun
juga tanggung jawab orang tua. Pembiasaan pendidikan karakter di keluarga akan sangat
berpengaruh pada karakter anak.
c. Ibu Adzimatnur “ apa tantangan terbesar yang dihadapi dalam penguatan pendidikan
karakter di Indonesia?
d. Di Jawab oleh Ibu Maratus tantangan terbesar yaitu arus globalisasi, anak-anak banyak
terpengaruh oleh informasi-informasi dari internet yang sangat mudah diakses.
Menghilangkan atau mengurangi kebiasaan anak bermain gadget harus dimulai dari
lingkungan keluarga, orang tua harus berkorban tidak menggunakan gadget pada waktu-
waktu tertentu agar menjadi contoh buat anaknya. Jawaban Ibu Dina, kebiasaan
penggunaan gadget pada anak dapat mempengaruhi karakter anak.
e. Ibu Nurhikma “bagaimana membiasakan karakter anti korupsi pada anak sejak dini?”
f. Dijawab Bu Dina, maraknya korupsi di Indonesia karena sangsi yang diberlakukan kepada
koruptor ringan. Para pejabat ketika akan menduduki jabatan tertentu sering menggunakan
uang sehingga ketika mereka sudah menjabat banyak yang ingin balik modal dengan jalan
korupsi. Jawaban Bu Mar’atus, agar mendatangkan karakter anti korupsi yang harus
dilakukan pertama yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan, dan kedua memberi contoh tidak
melakukan korupsi.
g. Saya menambahkan: sebanarnya saya kurang setuju jika dikatakan perubahan globalisasi
menjadi alasan menurunnya karakter anak. Sebenarnya di Indonesia sendiri memiliki dua
sitem pendidikan yakni pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal
contohnya adalah sekolah dan pendidikan nonformal contohnya pondok pesantren.
h. Pondok pesantren telah hadir sebagai lembaga pendidikan jauh sebelum kemerdekaan
terjadi, bahkan pendidikan pesantren telah hadi pada masa nusantara masih dikuasi
kerajaan kerajan Islam. Pendidikan di pondok pesantren dari jaman dulu sampai sekarang
tidak mengalami banyak perubahan, baik itu dari metode pembelajaran yang digunakan
maupun kurikulumnya.
i. Pendidikan formal di Indonesia lebih miring ke-barat yang menganut faham kebebasan
sehingga jarak antara guru dan murid menjadi semakin tipis. Namun di sisi lain ini malah
menjadi boomerang yang meberikan efek negative terhadap tatakrama dan sopan santun
murid terhada guru. Berbeda dengan pendidikan di pondok pesantren yang memberi jarak
anatara kiayi dengan santrinya. Seihingga santri cenderung lebih segan terhadap kiayi-nya.
j. Salahsatu sumber yang digunakan sebagai rujukan adab santri terhadap kiyai adalah kitab
T’alimu ta’alim. Dalam kitab tersebut disampaikan mengenai tatakrama, adab dan
keutamaan-keutamaan bersikap takdim seorang santri terhadap kiayi-nya.
k. Sitem pendidikan di pondok pesantren ini masih berlangsung sampai sekarang dan dapat
bertahan ditengah era globalisasi. Jika mau mengembalikan lagi karakter bangsa menjadi
kuat lagi mungkin bisa belajar pada system pendidikan yang dilakukan di pondok pesantren
l. Tambahan Bu Adzimatnur, berdasarkan pengalaman interaksi antara guru dan siswa sangat
berbeda dengan interaksi antara kiai dan siswa, hal ini dimungkinkan karena perbedaan
pendidikan. Siswa lebih menganggap guru sebagai teman, namun apabila guru tersebut
sekaligus kiainya, mereka lebih hormat dan segan.
m. Tambahan Pa Iwan, berdasarkan pengalaman di Papua juga banyak terjadi kasus siswa
tidak hormat pada gurunya, misalnya dalam percakapan di grup WA, dan terkadang tidak
menyapa saat berpapasan di jalan. Salah satu program untuk menguatkan karakter yaitu
program ospek, namun sekarang dipantau sedemikian rupa karena banyak disalahgunakan
oleh oknum-oknum tertentu, padahal program tersebut sangat bagus. Aturan kemenristek
harus benar-benar memperhatikan pendidikan karakter, kurikulum harus benar-benar
mengimplementasikan pendidikan karakter.
n. Tambahan Bu Dina, berdasarkan pengalaman yang pernah dimarahi oleh orang tua siswa
gara-gara diberikan surat pemberitahuan belum membayar SPP. Karakter orang tua yang
pemarah tersebut akan sangat berpengaruh pada karakter anak.

2. Analisis Jurnal Internasional Oleh Ibu Suci Ferdiana


Jurnal internasional yang dianalisis berjudul studi meta analisis efek gamifiksi pada hasil
belajar. Analisis jurnal tersebut sejalan dengan disertasi yang akan diteliti yaitu mengenai
pembelajaran yang dibantu dengan gamifikasi. Tujuan penulisan artikel yang dianalisis yaitu
untuk melihat efek gamifikasi pada hasil belajar. Metode yang digunakan yaitu meta analisis
yang didasari penelitian eksperimental. Terdapat 3 wacana dalam artikel yang kemungkinan
akan digunakan dalam disertasi. Terdapat banyak fakta unik berkaitan dengan bacaan
diantaranya yaitu bahwa hasil penelitian menunjukan bahwa gamifikasi berpengaruh positif
(sedang) terhadap prestasi belajar siswa, dan dari 45 sampel studi dengan 3.487 peserta didik
dari berbagai negara, gamifikasi memiliki 7,2% pengaruh yang postif terhadap hasil belajar
siswa.
a. Masukan dari Bu Mar’atus agar calon judul disertasi dimasukan ke dalam format analisis
kritis jurnal. Di awal pemateri hanya menampilkan judul artikel yang dianalisis tanpa
menuliskan calon judul disertasi yang akan diteliti. Hal ini terkait korelasi antara jurnal
yang dianalisis apakah sudah sesuai dengan tema disertasi atau belum.
b. Pertanyaan Pa Iwan terkait apakah gamifikasi tersebut media , model atau apa? Jawaban
Bu Suci, gamifikasi adalah media yang digunakan dalam pembelajaran
a. Masukan dari Pa Dani, dari artikel yang dianalisis sebenarnya disajikan banyak fakta
empiris yang dapat digunakan sebagai referensi tentang gamifikasi dalam disertasi.
c. Pertanyaan Bu Dina tentang sasaran penelitian gamifikasi yang nanti akan dilakukan oleh
pemateri Jawaban Bu Suci, sasaran penelitian disertasi masih dipertimbangkan, belum
ditentukan secara pasti
a. Masukan Pa Iwan, artikel yang dianalisis harus diketahui berasal dari mana agar bisa dilihat
bagaimana fenomena gamifikasi di negara tersebut untuk selanjutnya dibandingkan dengan
gamifikasi di Indonesia.
b. Tambahan dari pemateri (Bu Suci) untuk gamifikasi bisa memanfaatkan aplikasi namun
harus dipertimbangkan mengenai game yang bisa diaplikasikan dalam pembelajaran

3. Permasalahan pendidikan di daerah saya sendiri (Dani Ramdani) Kabupaten


Tasikmalaya: Sinergitas Kota Santri dan Literasi
Kabupaten Tasikmalaya merupakan suatu daerah yang agraris dengan kehidupan
masyarakat yang religius, berada di wilayah timur Provinsi Jawa Barat. Kabupaten
Tasikmalaya mempunyai luas wilayah sebesar 2.708,81 km2 atau 270.881 ha dan secara
administratif terdiri dari 39 kecamatan berada di dataran rendah.. Angka Melak Huruf (AMH)
Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010 sebesar 99,14% pencapaian tersebut telah berada diatas
pencapaian AMH Provinsi Jawa Barat sebesar 96,00% maupun AMH nasional sebesar
92,91%, hal ini memberikan gambaran bahwa di Kabupaten Tasikmalaya mengalami
peningkatan terhadap kemampuan baca.
Pondok Pesantren di Tasikmalaya nampaknya, masih merupakan suatu institusi yang
cukup berpengaruh di kalangan masyarakat. Di tengah-tengah dunia modern, pesantren
memang tetap menjadi rujukan dalam menentukan sesuatu tindakan itu benar atau salah.
Demikianlah sehingga masalah-masalah pembangunan seperti masalah KB (Keluarga
Berencana), fatwa dari pesantren lah yang dicari.
Tasikmlaya memilki 1.359 pondok pesantren yang tersebar di 39 kecamatan dengan
jumlah santri 93.986 yang terdiri dari 30.986 santri laki-laki dan 28.327 santri perempuan yang
tinggal di asrama serta 16.735 santri laki-laki dan 17.938 santri perempuan yang tidak tinggal
di asrma (Kemenag, 2019). Santri yang menjalani pendidikan di pondok pesantren dibagi
menjadi dua yaitu santri yang hanya belajar ilmu agama dan santri yang belajar ilmu agama
dan pedidikan formal di sekolah.
Melihat dari besarnya anemo masyarakat terhadap pendidika di pondok pesantren maka
tidak sedikit yayasan yang membuka sekolah formal swasta di lingkungan pondok
pesantrennya. Kebanyakan sekolah yang di dirikan di lingkungan pesantren masih berada
dibawah naungan Kementrian Agama, sehingga di Kabupaten Tasikmalaya sekolah seperti
Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) lebih populer dibandingkan dengan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Kabupaten
Tasikmalaya memiliki 482 SLTP, 163 SMA, dan 138 SMK. Dengan jumlah siswa SLTP
38.951, SLTA 21.085, dan SMK 34.796 orang (Kemendikbud, 2019).
Data di atas menunjukkan bagaimana pesantren telah menjadi tempat pendidikan
utama. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahawa jumlah santri di kabupaten tasikmalya
93.986 sedangkan jumlah siswa SLTP dan SLTA sederajat sebanyak 94.805 orang. Artinya
pada tahun 2019 jika di rata-ratakan ada 819 orang anak saja yang sekolah formal saja tetapi
tidak belajar di pesantren.
Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaili pernah memberikan nasehat kepada orang yang
kecanduan dengan smartphone sampai melupakan kewajiban kepada anak dan istri. Beliau
memberikan satu kaedah bahwa sesuatu yang bisa melengahkan dari kewajiban hukumnya
haram dan sesuatu yang bisa melengahkan dari keutamaan hukumnya makruh. lalu beliau
memberikan nasehat bahwa smartphone dan sosial media jika digunakan dengan baik bisa
mendatangkan manfaat yang baik pula, hendaknya kita berhati-hati saat menggunakannya agar
tidak melalaikan dari kewajiban karena Allah Swt melihat semua gerak gerik kita.
Berdasarkan penjalasan tersebut maka sebagian besar pondok pesantren yang ada di
Kabupaten Tasikmalaya melarang penggunaan gadget. Karena banyak sekolah di Kabupaten
Tasikmalaya berbsis pesantren maka ini di kuti oleh sekolah-sekolah formal juga melarang
pengunaan gadget di lingkungan sekolah. Berdasarkan laporan kepala pusat penlitian
kebijakan pendidikan dan kebudayaan tahun 2019 bahwa provinsi jawa barat menempati posisi
rendah dalam indeks aktvitas literasi membaca rendah. Bupati Tasikmalaya Ade Sugianto
mengakui, minat warga Kabupaten Tasikmalaya dalam membaca masih sangat rendah.
Merespon hasil laporan kepala pusat penlitian kebijakan pendidikan dan kebudayaan,
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (Dispusipda) Provinsi Jawa Barat meluncurkan
bebagai macam program peningkatan literasi yang terintegrasi dengan Gerakan Literasi
Nasional (GLN) berupa Perpustakaan Jalanan dengan nama Kolecer (Kotak Literasi Cerdas),
Candil (Maca Dina Digital Library) dan Bunda Literasi.
Kolecer adalah singkatan kotak literasi cerdas merupakan program perputakaan jalanan
dan Candil adalah singkatan dari Maca Digital Library yang merupakan pengintegrasian digital
library di perpustakaan-perpustakaan di jawa barat. Program ini berjalan dengan bantuan
corporate social responsibility (CSR) dari Bank BJB. Bunda literasi merupakan program nyang
menggambarkan sosok ibu yang menjadi teladan di keluarga dan masyarakat sekitarnya
terutama di bidang literasi. Bunda literasi ini berjalan bersinergi dengan program ibu-ibu PKK.
Bunda literasi berperan dalam mengajak, memfasilitasi, danmemberi teladan kepada
anak dalam hal kegemaran membaca buku dan budaya menulis. Mereka juga diharapkan bisa
merangkul komunitas-komunitas Taman Baca Masyarakat (TBM) yang suda ada. Di tingkat
desa/kelurahan, Bunda Literasi juga bisa memaksimalkan perpustakaan desa agar lebih
semarak. Dengan begitu, anak-anak bisa lebih memilih bermain, membaca dan menulis di
perpustakaan ketimbang bermain gadget.
Sejalan dengan prestasi yang diperoleh pemerintah provinsi, Kabupaten Tasikmalaya
membuat program tersendiri dalam meningkatkan literasi di wilayahnya. Program yang dibuat
adalah program 1821. Program 1821 artinya dari pukul 18.00 atau 6 sore sampai pukul 21.00
atau sembilan malam, dianjurkan untuk menghabiskan waktu dengan melakukan berbagai
macam kegiatan bermanfaat bersama keluarga. Salah satu yang dapat dilakukan adalah
membaca buku brsama disamping mengaji tentunya.
Selain itu pemerinta Kabupaten Tasikamlaya bekerjasama dengan badan pembangunan
internasional amerika (USAID). Tujuan program USAID adalah untuk meningkatkan
kemampuan membaca siswa dan mengembangkan budaya baca di sekolah-sekolah. Program
ini secara langsung mendukung gerakan literasi sekolah (GLS). USAID memberikan lebih dari
delapan juta buku bacaan bejenjang kepada seluruh sekolah mitra di wilayah provinsi mitra.
Berkat usaha dan kerja keras dalam meningkatkan literasi pemerintah Kabupaten Tasikmalaya
mendapat penghargaan bertajuk anugrah literasi prioritas dari kementrian pendidikan dan
kebudayaan dan USAID.
Pertanyaan
1. Pak Pak Iwan: dampak larangan gadget yaitu kurangnya literasi digital namun mengapa
literasi bacanya tinggi?
Jawaban saya: literasi bacanya tinggi karena banyak tersedia buku yang difasilitasi
penyediannya oleh pemerintah baik provinsi maupun kabupaten

2. Ibu Mar’atus: bagaimana meningkatkan minat siswa agar mau membaca? Apakah ada
sangsi tertentu bagi yang tidak ingin membaca?
Jawaban saya: program penguatan literasi ini dimulai dari bunda literasi yang bergerak dan
memotivasi siswa agar mau membaca, kenapa harus bunda karena dianggap lebih dekat
dengan siswa. Terakhir ditutup dengan kompetensi literasi. Dana yang dikucurkan dalam
program literasi ini juga cukup besar sehingga ketersediaan buku-buku yang menarik pun
banyak.
Tambahan pertanyaan Bu Mar’atus: bagaimana mengontrol program 18-21?
Jawaban saya: program tersebut sulit dikontrol, program berupa anjuran agar pada jam
tersebut diisi dengan kegiatan membaca bahkan mengaji. Diharapkan orang tua bisa
membacakan buku dongeng kepada anak-anaknya sebelum mereka tidur.

3. Ibu Adzi di Malang juga ada program literasi namun prakteknya di lapangan belum
berhasil sehingga banyak buku yang rusak sebelum digunakan. Untuk pelaksanaan
program dibutuhkan kerja sama berbagai pihak agar program literasi berjalan dengan baik.

4. Pak Bu Nurhikma, jadi sebenarnya permasalahan yang dipaparkan apa? mengapa


pesantren dilarang membawa gadget
Jawaban saya: permasalahannya adalah larangan membawa gadget karena dikhawatirkan
santri malah asyik bermain gadget, untuk meningkatkan literasi diganti dengan penyediaan
buku-buku yang difasilitasi oleh pemerintah.
CONCLUSION

 Setelah diskusi banyak mengenai penguatan karakter di Indonesia saya menjadi semakin
mengerti pentingnya pendidikan karakter bagi bangsa ini.
 Dari hasil diskusi saya menjadi faham akar permasalahan moral murid terhadap gurunya
dan bagaima solusi menanganinya.
 Saya mendapat informasi mengenai gamifikasi dalam proses pembelajaran dan
hubunganya dengan hasil belajar dari pemparan mata analisis Ibu Suci .
 Saya senang dapat berbagi pengalaman dengan teman-teman mengenai permaslahan
larangan pengunaan gadget dan hubungannya dengan lierasi.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai