Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, agama,
lingkungan, maupun kebangsaansehingga menjadi manusia insan kamil.
Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru yang
mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk
watak peserta didik. Hal ini mencangkup keteladanan perilaku guru, cara
guru berbicara, atau menyampaikan materi, cara guru bertoleransi, dan
berbagai hal terkait lainnya (Sri Narwanti 2011:14).
Suyanto (2009; 2010:37) merumuskan bahwa pendidikan karakter
adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (Action). Menurut
Thomas Lickona:
tanpa ketiga aspek ini maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan
pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan
seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah
bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan,
karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam
tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Menurut Sumantri (2010:37) dalam pendidikan karater terdapat


enam nilai etik utama (core ethical values) seperti yang tertuang dalam
deklarasi Aspen yaitu meliputi 1) dapat dipercaya (trustworthy) ,seperti sifat
jujur (honesty) dan integritas (integrity), 2) memperlakukan orang lain
denga hormat (treats with people with respect), 3) bertanggung jawab
(responsible), 4) adil (fair), 5) kasih sayang (caring), 6) warga negara yang
baik (good citizen).
Pendidikan karakter merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kepribadian,
akhlak mulia, dan budi pekerti sehingga karakter ini terbentuk dan menjadi
ciri khas peserta didik tersebut.

2. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang


tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong
royong, berjiwa patriotrik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu
pengetahuan dan tekhnologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila. Menurut President
Susilo Bambang Yudhoyono lima hal dasar yang menjadi tujuan gerakan
nasional Pendidikan Karakter. Gerakan tersebut diharapkan menjadi
menciptakan manusia Indonesia yang unggul dalam bidang ilmu
pengetahuan dan tekhnologi. Kelima hal dasar tersebut adalah:
a. Manusia Indonesia harus bermoral, berakhlak dan berprilaku baik. Oleh
karena itu , masyarakat dihimbau menjadi masyarakat religius yang anti
kekerasan.
b. Bangsa indonesia menjadi bangsa yang inovatif dan mengejar kemajuan
serta bekerja keras mengubah keadaan.
c. Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang cerdas, dan rasional
berpengetahuan dan memiliki daya nalar tinggi.
d. Harus bisa memperkuat semangat. Seberat apapun masalah yang
dihadapi jawabanya slalu ada
e. Manusia Indonesia harus menjadi patriot sejati yang mencintai bangsa,
dan negara serta tanah airnya.
Tujuan pendidikan karakter menurut Dharma kesuma, dkk.,(2011:9)
adalah:

a. Memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-niai tertentu sehingga


terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah, maupun setelah
proses sekolah (setelah lulus dari sekolah)
b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai
yang dikembangkan sekolah.
c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam
memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu


penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara
utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. melalui
pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri
meningkatkan dan menggunakan pengetahuanya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonlisasi nilai-nilai karakter dan akhlak
mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

3. Fungsi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar


agar berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) memperkuat dan
membangun perilaku bangsa yang multikultur; dan (3) meningkatkan
peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Di dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa (dalam
Sri Narwanti, 2010:4) pembangunan karakter bangsa secara fungsional
memiliki tiga fungsi utama sebagai berikut:
a. Fungsi pembentukan dan pengembangan potensi
Pembangunan karakter bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan
potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati
baik, dan berprilaku baik sesuai filsafah hidup pancasila
b. Fungsi perbaikan dan penguatan
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memperbaiki dan
memperuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat dan
pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa
menuju bangsa yang maju, mandiri,dan sejahtera.
c. Fungsi penyaring
Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya bangsa
sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

falsafah dan ideologi negara, (2) pengukuhan nilai dan norma


konstutisional UUD 45, (3) penguatan komitmen kebangsaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), (4) penguatan nilai-nilai
keberagamaan sesuai dengan konsepsi Bhinneka Tunggal Ika, serta (5)
penguatan keunggulan dan daya saing bangsa untuk keberlanjutan
kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia dalam konteks
global

4. Nilai-Nilai Pembentuk Karakter


Karakter adalah suatu hal yang unik yang hanya ada pada individual
ataupun pada suatu kelompok, bangsa. Karakter itu adalah landasan dari
kesadaran budaya, kecerdasan budaya merupakan pula perekat budaya (Sri
Narwanti, 2011:27).
Upaya melakukan pendidikan karakter dalam pembangunan
masyarakat masa depan yang memiliki daya saing dan mandiri, perlu
mensinergikan banyak hal. Sinegritas tersebut pertama adalah nilai agama,
kebudayaan, dan potensi individual , serta faktor lain. Kedua pembelajaran
yang mendidik pengetahuan baik hardskills atau softskills ketiga perlu
dilakukan upaya mengembangkan, mengubah, memperbaiki, tetapi dengan
menggunakan kerja keras, hiru mutu, jujur, efisien dan demikratis.
Ada beberapa nilai pembentuk (integritas) karakter yang utuh yaitu
menghargai, berkreasi, memiliki keimanan, memiliki dasar keilmuan
melakukan sintesa dan melakukan sesuai etika.
Nilai-nilai pembentuk karakter yang bersumber dari Agama,
Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional (pusat kurikulum
pengembangan dan pendidikan budaya dan karakter bangsa:pedoman
sekolah.2009:9-10 (dalam Sri Narwanti 2011:29-30)) terdiri dari 18 nilai
karakter yaitu: Religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komuniatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.
Nilai-nilai pembentuk karakter dijabarkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1
Nilai-nilai pembentuk karakter
No Nilai Deskripsi
1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,
dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain
2 jujur Perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan
3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan
orang lain yang berbeda dari dirinya.
4 Disiplin Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
5 Kerja keras Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan
tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-
baiknya.
6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki.
7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam melaksanakan tugas-tugas.
8 Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak kewajiban dirinya dan orang lain.
9 Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan di dengar
10 Semangat kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara
diatas kepentingan diri dan kelompoknya
11 Cinta tanah air Cara berpikir, bertindak dan berbuat yang
menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan
politi bangsa.
12 Menghargai prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuai yang berguna bagi masyarakat
dan mengakui serta menghormati keberhasilan
orang lain
13 Bersahabat/komunika Tindakan yang memperhatikan rasa senang
tif berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang
lain

14 Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan


orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran
dirinya.

15 Gemar membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca


berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya

16 Peduli lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah


kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17 Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan pada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan.
18 Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajibanya yang seharusnya dia
lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial, budaya) negara dan
Tuhan Yang Maha Esa

Sri Narwanti., 2011. Pendidikan karakter. Yogyakarta: Familia. Hal 29-30

B. Gemar Membaca
1. Pengertian Gemar Membaca
Gemar membaca dapat dideskripsikan sebagai kebiasaan menyediakan
waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberi kebaikan bagi diri
sendiri sebagai pembaca. Dapat dikatakan bahwa gemar membaca adalah
kebiasaan seseorang melakukan aktivitas membaca berbagai bacaan.
Apabila suatu kegiatan atau sikap, baik yang bersifat fisik ataupun
mental yang telah mendarah daging pada diri seseorang, maka dikatakan
bahwa kegiatan atau sikap itu telah menjadi kebiasaan orang itu. Jika di lihat
dari segi kemasyarakatan maka dapat juga dikatakan bahwa kebiasaan ialah
kegiatan atau sikap , baik fisik mupun mental yang telah membudaya dalam
suatu masyarakat . dengan demikian, suatu kebiasaan adalah merupakan
bagian dari kebudayaan suatu masyarakat.
Membaca adalah kegiatan fisik dan mental yang dapat berkembang
menjadi suatu kebiasaan. Bahwa membaca adalah kegiatan fisik dan mental
sebagaimana kebiasaan-kebiasaan lainya. Membentuk kebiasaan membaca
juga memerlukan waktu yang relatif lama, disamping itu faktor-faktor
lainya juga harus ada.
Dalam usaha pembentukkan kebiasaan membaca dua aspek yang perlu
diperhatikan yaitu,minat (perpaduan antara keinginan, kemauan, dan
motivasi) dan keterampilan membaca. Yang dimaksud keterampilan
membaca disini ialah keterampilan mata dan penguasaan tekhnik-tekhnik
membaca, kalau minat tidak berkembang (tidak ada) , maka kebiasaan
membaca sudah tentu tidak akan berkembang. Dapat juga terjadi bahwa
minat membaca telah berkembang dengan baik, tetapi keterampilan
membaca yang efisien tidak berkembang.
Minat membaca pada anak tidak muncul begitu saja, tetapi melalui
proses yang panjang dan tahapan perubahan yang muncul secara teratur dan
berkesinambungan. Seperti halnya telah penulis uraikan diatas bahwa 20
minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu kegiatan
atau aktivitas yang ditunjukkan dengan keinginan atau kecenderungan untuk
memperhatikan aktivitas tersebut tanpa ada yang menyuruh, dilakukan
dengan kesadarannya dan diikuti dengan rasa senang.
Menurut Rahim (2008: 28), minat baca adalah keinginan yang kuat
disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca. Seseorang yang mempunyai
minat membaca yang kuat akan diwujudkan dalam kesediaannya untuk
mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya
sendiri.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa minat membaca
adalah suatu rasa lebih suka dan rasa lebih ketertarikan pada kegiatan
penafsiran yang bermakna terhadap bahasa tulis (membaca) yang
ditunjukkan dengan keinginan, kecenderungan untuk memperhatikan
aktivitas tersebut tanpa ada yang menyuruh atau dilakukan dengan
kesadarannya, diikuti dengan rasa senang serta adanya usaha-usaha
seseorang untuk membaca tersebut dilakukan karena adanya motivasi dari
dalam diri. Seseorang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan
diwujudkan dalam kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan
kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri sehingga diperoleh makna
yang tepat menuju pemahaman yang dapat diukur.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan membaca ialah
kegiatan membaca yang telah mendarah daging pada diri seseorang. Dari
segi kemasyarakatan, kebiasaan membaca adalah membaca yang telah
membudaya dalam suatu masyarakat. Yang perlu dicapai ialah kebiasaan
membaca yang efisien, yaitu kebiasaan membaca yaang disertai minat yang
baik dan keterampilan membaca yang efisien telah sama-sama berkembang
dengan masimal.

2. Meningkatkan Minat Gemar Membaca


Membaca sangat penting bagi kehidupan manusia. Akan tetapi,
kenyataanya bahwa banyak orang dewasa apalagi anak-anak atau siswa
khususya siswa sekolah dasar belum menjadikan membaca sebagai suatu
kebiasaan. Hal itu dikarenakan mereka belum menjadikan membaca
sebagai suatu kebutuhan atau budaya. Minat membaca tidak hadir dengan
sendirinya tetapi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi minat
membaca.
Menurut Anna Yulia (dalam Tarigan, 2011: 33-34), tantangan atau
hambatan dalam menumbuhkan minat baca adalah:
a) Budaya membaca renda
Menurut penelitian dari ASEAN Libraries (dalam Tarigan, 2011: 33-
34)
Masyarakat negara-negara sedang berkembang masih kental
dengan budaya mengobrol dibandingkan dengan budaya
membaca. hal ini bisa kita lihat misalnya di tempat-tempat umum,
ketika mereka antri untuk sesuatu, mereka lebih banyak
menghabiskan waktunya untuk mengobrol atau melamun
dibandingkan dengan membaca buku. kesadaran masyarakat
untuk menggunakan waktu yang berharga untuk membaca masih
rendah.

b) Pengaruh televisi
Televisi sangat besar pengaruhnya untuk orang dewasa maupun anak-
anak. kebanyakan mereka menghabiskan waktu luangnya di depan
televisi apakah itu untuk menonton film anak, sinetron maupun liputan
kriminal. Meskipun program televisi itu tidak salah tapi, jika
mengkonsumsinya terlalu banyak dapat menyita waktu yang berharga
yang seharusnya bisa dialokasikan untuk hal-hal yang bermanfaat yaitu
membaca sebuah buku.

c) Buku bukan prioritas


Pada umumnya di negara berkembang, masyarakatnya masih berjuang
dalam masalah ekonomi sehingga fokus kehidupannya lebih pada
pemenuhan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan.
Barulah mereka merambat pada kebutuhan-kebutuhan sekunder. Tetapi
masyarakat pada umumnya belum mempunyai kesadaran yang tinggi
terhadap pendidikan dan buku.

d) Kurangnya fasilitas
Kondisi lingkungan/ masyarakat memang sangat mempengaruhi budaya
baca. Di negara sedang berkembang yang masalahnya masih berkutat
diseputar masalah ekonomi atau politik seperti di indonesia, seringkali
pendidikan ditempatkan diurutan kesekian, sehingga perpustakaan
merupakan suatu hal yang langka dimasyarakat. Kalaupun ada biasanya
jumlah bukunya masih kurang lengkap.
e) Keluarga
Menurut Rubin (dalam Rahim, 2008: 18), orang tua yang hangat,
demokratis, bisa mengarahkan anak-anak mereka pada kegiatan yang
berorientasi pada pendidikan, suka menantang anak untuk berfikir, dan
suka mendorong anak untuk mandiri merupakan orang tua yang
memiliki sikap yang dibutuhkan anak sebagai persiapan yang baik
untuk belajar disekolah. Rumah juga berpengaruh pada sikap anak
terhadap buku dan membaca. Orang tua yang gemar membaca,
memiliki koleksi buku, menghargai membaca dan senang membacakan
cerita pada anak-anak umumnya menghasilkan anak yang gemar
membaca pula. faktor-faktor yang mempengaruhi minat baca adalah
sebagai berikut.
a. Faktor dari dalam
a) Pembawaan/ bakat
Pembawaan/ bakat seseorang merupakan faktor genetik yang
dituruntan oleh orang tua kepada anaknya. Jika kedua orang
tuanya senang membaca buku akan dimungkunkan sifat
tersebutakan menurun pada anaknya. Apabila anak tersebut
sudah memiliki rasa senang untuk membaca, berarti dia sudah
memiliki kesadaran akan pentingnya membaca buku. Selain itu
pembawaan/ bakat seorang anak mempengaruhi rasa
ketertarikan anak pada suatu bacaan. Apabila anak tersebut
sudah mempunyai rasa ketertarikan terhadap suatu bacaan maka
anak tersebut akan keinginan untuk meminjam ataupun memiliki
buku/ bacaan yang ia temui.
b) Jenis kelamin
Perbedaan minat membaca juga dipengaruhi oleh perbedaan
kelamin. Mungkin karena sifat kodrati, maka pria dan wanita
memiliki minat dan selera yang berbeda.
c) Tingkat pendidikan
Orang yang lebih tinggi tingkat pendidikanya akan berbeda
minat membacanya dengan orang yang lebih rendah tingkat
pendidikannya. Minat yang berbeda disebabkan karena
perbedaan kemampuan dan kebutuhan.
d) Keadaan kesehatan
Minat membaca seseorang akan dipengaruhi oleh keadaan
kesehatannya. Apabila seseorang (khususnya anak-anak) yang
mempunyai minat membaca buku, tapi dia dalam keadaan yang
kurang sehat/ sakit maka gairahnya untuk membaca akan
terganggu bahkan minat membacanya bisa sampai hilang.
Sebaliknya apabila orang/ anak tersebut dalam keadaan yang
sehat maka dia sangat bersemangat untuk membaca.
e) Keadaan jiwa
Faktor kejiwaan seseorang juga berpengaruh terhadap minat
bacanya. Apabila seseorang (khususnya anak-anak) yang
mempunyai minat membaca sedang dalam keadaan resah, sedih
ataupun kacau pikirannya, kebanyakan orang bila dalam
keadaan tersebut maka gairahnya untuk membaca akan
berkurang ataumungkin hilang. Berbeda jika dia dalam keadaan
senang/ gembira orang tersebut akan sangat bersemangat untuk
membaca.

f) Kebiasaan
Anak yang mempunyai kebiasaan/ kegemaran membaca tentu
memiliki minat terhadap buku/ bacaan, atau sebaliknya orang
yang punya minat yang besar terhadap bacaan karena mereka
telah mempunyai kebiasaan dan gemar membaca. Intensitas/
jumlah waktu yang diperlukan seseorang yang gemar membaca
dengan orang yang tidak suka membaca akan berbeda. Anak
yang gemar membaca dalam satu hari akan meluangkan waktu
untuk membaca lebih banyak dari pada anak yang tidak suka
membaca. Ciri-ciri anak yang gemar membaca apabila ada
waktu luang akanmemanfaatkan waktu luangnya untuk
membaca buku/ bacaan.Dalam lingkungan sekolah anak yang
gemar membaca apabila ada waktu luang akan dipergunakan
untuk membaca bacaan baik di kelas ataupun di perpustakaan
sekolah. Hal ini berbeda dengan anak yang tidak mempunyai
minat membaca yang tinggi, apabila ada waktu luang anak
tersebut akan menggunakan waktu luangnya untuk kegiatan
yang lain seperti bermain dan lain sebagainya.

b. Faktor dari luar


1) Buku/ bahan bacaan
Keragaman jenis buku juga mempengaruhi minat baca
anak. Anak akan merasa lebih tertarik pada suatu bacaan apabila
bacaan tersebut terdapat gambar dan warna-warna yang
menarik. Ada berapa jenis buku bacaan untuk anak. Misalnya,
buku-buku yang berhubungan dengan pelajaran dan buku non
pelajaran seperti buku cerita (dongeng, fabel), majalah dan lain
sebagainya. Buku/ bahan bacaan itu besar peranannya terhadap
minat baca seseorang.
a) Dapat menstimulasi dan merangsang minat baca anak. Misalnya,
buku yang bentuknya menarik, banyak ilustrasi dan gambar-
gambar yang berwarna-warni akan lebih menarik orang untuk
membaca buku tersebut terutama anak-anak.
b) Dapat membantu anak melatih berkonsentrasi. Misalnya,
seorang anak apabila mendapati sebuah buku yang isinya
menarik perhatian anak tersebut akan terpusat pada bacaan
tersebut.
c) Dapat memperkaya kosa kata anak tersebut.
d) Dapat menambah imajinasi anak.

2) Kebutuhan anak
Seorang anak akan berminat membaca sebuah bacaan/ buku
apabula bacaan/ buku tersebut menarik perhatian anak, sesuai
kebutuhan anak dan bermanfaat bagi anak tersebut. Apabila
terdapat sebuah buku/ bacaan yang bentuknya menarik tapi isi
dari buku tersebut tidak sesuai dengan minat kebutuhan anak
tentu buku tersebut tidak/ kurang menarik minat baca anak.
Dalam lingkungan sekolah, perpustakaan sekolah sebaiknya
memiliki buku-buku yang menarik perhatian anak didik/ siswa,
sesuai kebutuhan anak didik dan bermanfaat bagi anak didik
sehingga perpustakaan tersebut dapat menarik minat baca anak
didik/ siswa.

c. Faktor lingkungan anak


a) Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga yang punya kebiasaan dan kegemaran
membaca akan memberikan pengaruh yang besar terhadap minat baca
anak. Misalnya dengan membelikan anak sebuah buku bacaan,
mendongengkan sebuah cerita sebelum tidur, mengajak pergi ke toko
buku, mengajarkan membaca kepada anak, dll. Hal itu dilakukan untuk
merangsang, menarik perhatian, memupuk minat anak terhadap bacaan
dan menumbulkan anak gemar membaca.
b) Lingkungan sekolah
Sekolah memiliki peran yang besar terhadap usaha
menumbuhkan dan membina minat baca anak. Melalui bimbingan dan
dorongan dari para pendidik (guru) siswa akan mempunyai minat untuk
membaca. Misalnya, siswa akan lebih berminat membaca buku jika ia
diberi tugas oleh gurunya untuk membaca sebuah buku. Ataupun
apabila sebuah sekolah menerapkan peraturan kepada siswanya untuk
wajib membaca buku setiap hari, maka siswa dari sekolah tersebut akan
mempunyai minat baca yang lebih tinggi dari siswa sekolah lain.
Kondisi dari perpustakaan yang ada di sekolah tersebut juga
mempengaruhi minat baca anak di perpustakaan sekolah. Anak akan
lebih tertarik mengunjungi perpustakaan jika, perpustakaan yang ada di
sekolah tersebut mempunyai ruangan yang nyaman, bersih dan rapi,
kelengkapan isi dari perpustakaan juga mempengaruhi minat baca anak
di perpustakaan sekolah. Selain itu, teman bermain juga mempengaruhi
minat membaca anak. Seorang anak jika mempunyai teman yang gemar
membaca, anak tersebut juga akan gemar membaca. Karena secara
tidak langsung sifat yang ada pada teman bermainnya tersebut
mempengaruhi anak tersebut.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa minat membaca
siswa dapat terbentuk karena adanya faktor yang mempengaruhinya.
Faktor tersebut dapat berasal dari dalam dirinya (pembawaan/ bakat,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, keadaan kesehatan, keadaan jiwa,
kebiasaan) dan faktor dari luar (buku/ bahan bacaan, kebutuhan anak
dan lingkungan anak).

C. Keterampilan Membaca
1. Pengertian Membaca
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis
melalui media kata-kata /bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar
kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu
pandangan sekilas dan makna kata-kata secara individual akan dapat
diketahui. Kalau halini tidak terpenuhi, pesan yang tersurat dan tersirat tidak
akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana
dengan baik Hodgson (dalam Tarigan, 2008:7).
Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian
kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding prosess),
berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian
(encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah
menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan
(oral languange meaning) yang mencangkup pengubahan tulisan/cetakan
menjadi bunyi yang bermakna. Anderson (dalam Henry 2008:7)
Membaca dapat pula diartikan sebagai suatu metode yang kita
pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri kadang-kadang
dengan orang lain, yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau
tersirat pada lambang-lambang tertulis. Membaca dapat pula di anggap
sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat.
2. Tujuan Membaca
Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta
memperoleh informasi, mencangkup isi, memahami makna bacaan. Makna,
arti (meaning) erat sekali berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif
kita dalam membaca. Berikut ini kita kemukakan beberapa yang penting
Anderson (dalam Tarigan, 2008:9-11)
a) Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan
yang telah dilakukan oleh tokoh; apa-apa yang telah dibuat oleh tokoh;
apa yang telah terjadi pada tokoh khusus atau untuk memecahkan
masalah-masalah yang dibuat oleh tokoh. Membaca yang seperti ini
disebut membaca untuk perincian-perincian atau fakta-fakta (reading
for details or facts).
b) Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang
baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang
dipelajari atau yang dialami tokoh, dan merangkumkan hal-hal yang
dilakukan oleh tokoh untuk mencapai tujuanya. Membaca seperti ini
disebut membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main
ideas).
c) Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada
setiap bagian cerita, setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu
masalah, adegan-adegan dan kejadian buat dramatisasi. Ini disebut
membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita.
(reading for sequence organization)
d) Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh
merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh
pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah,
kualitas-kualitas yang dimiliki oleh para tokoh yang membuat mereka
berhasil atau gagal ini disebut membaca untuk menyimpulkan,
membaca inferensi (reading for inference).
e) Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa
, tidak wajar mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau
apakah cerita itu benar atau tidak benar. Ini disebut membaca untuk
mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading to
classify).
f) Membaca untuk menemukan apakah tokoh berhasil atau hidup dengan
ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti apa yang
diperbuat oleh tokoh, atau bekerja seperti cara tokoh bekerja dalam
cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi
(reading to evaluate).
g) Membaca untuk menemukan bagaimana caranya tokoh berubah,
bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal bagaimana
dua cerita mempunyai persamaan, dan bagaimana tokoh menyerupai
pembaca. Ini disebut membaca untuk memperbandingkan atau
mempertentangkan (reading to compare or contrast).

3. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan


Setiap guru bahasa haruslah menyadari serta memahami benar bahwa
membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks, yang rumit, yang
mencangkup atau melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang
lebih kecil. Dengan perkataan lain, keterampilan membaca mencangkup tiga
komponen, yaitu:
a) Pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca;
b) Korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik
yang formal;
c) Hubungan lebih lanjut dari A dan B dengan makna atau (meaning)
Broughton (et al (dalam Tarigan, 2008:11)) .
Keterampilan A merupakan suatu kemampuan untuk mengenal
bentuk-bentuk yang disesuaikan dengan mode yang berupa gambar, gambar
diatas suatu lembaran, lengungan-lengkungan garis-garis dan titik-titik
dalam hubungan-hubungan berpola yang teratur rapi.
Keterampilan B merupakan suatu kemampuan untuk
menghubungkan tanda-tanda hitam diatas kertas-yaitu gambar-gambar
berpola tersebut-dengan bahasa. Adalah tidak mungkin belajar membaca
tanpa kemampuan belajar memperoleh serta memahami bahasa. Hubungan-
hubungan itu jelas sekali terlihat terjadi antara unsur-unsur dari pola-pola
tersebut diatas kertas dan unsur-unsur bahasa yang formal tersebut, pada
hakikatnya sifat keterampilan itu akan selalu mengalami perubahan-
perubahan pula. Unsur-unsur itu dapat merupakan kelompo bunyi kompleks
yang dapat disebut sebagaik kata, frase, kalimat, paragraf, bab, atau buku.
Unsur itu dapat pula berupa unsur yang paling dasar, yaitu bunyi-bunyi
tunggal yang disebut fonem.
Keterampilan ketiga atau C yang mencangkup keseluruhan
keterampilan membaca, pada hakikatnya merupakan keterampilan
intelektual; ini merupakan kemampuan atau abilitas untuk menghubungkan
tanda-tanda hitam diatas kertas melalui unsur-unsur bahasa yang formal,
yaitu kata-kata sebagai bunyi, dengan makna yang dilambangkan oleh kata-
kata tersebut. Broughton (et al (dalam Tarigan, 2008:12)) .

4. Mengembangkan Keterampilan Membaca


Setiap guru bahasa haruslah dapat membantu serta membimbing para
pelajar untuk mengembangkan serta meningkatkan keterampilan-
keterampilan yang mereka butuhkan dalam membaca, usaha yang dapat
dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan membaca, itu antara lain.
a) Memperluas pengalaman para pelajar sehingga mereka akan memahami
keadaan dan seluk beluk kebudayaan
b) Mengajarkan bunyi-bunyi (bahasa) dan makna-makna kata-kata baru
c) Mengajarkan hubungan bunyi bahasa dan lambang atau simbol
d) Membantu para pelajar memahami struktur-struktur (termasuk struktur
kalimat yang biasanya tidak begitu mudah bagi para pelajar bahasa).
e) Mengajarkan keterampilan-keterampilan pemahaman (comprehension
skills) kepada para pelajar
f) Membantu para pelajar untuk meningkatkan kecepatan dalam membaca.
5. Menginternalisasikan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran
Membaca
Pendidikan karakter adalah proses pembelajaran itu sendiri,
pendidikan karakter dapat diinternalisasikan kedalam semua mata pelajaran
tanpa mengubah materi pembelajaran yang sudah ditetapkan dalam
kurikulum. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia pun, pendidikan karakter
dapat diintegrasikan dalam proses pembelajaran itu sendiri. Pengintegrasian
pendidikan karakter dalam pembelajaran bahasa indonesia, khususnya
pembelajaran membaca dapat dilakuakan melalui penciptaan pembelajaran
membaca yang berlandaskan pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, efektif
dan menyenangkan. Upaya kearah tersebut tentu saja harus dilakukan
melalui beberapa saluran yang terdapat dalam proses pembelajaran
membaca. Beberapa saluran yang dapat digunakan untuk membina karakter
dalam pembelajaran membaca dapat diuraikan sebagai berikut.
a) Melalui Bahan Ajar
Saluran yang paling banyak digunakan untuk mengintegrasikan
pendidikan karakter kedalam pembelajaran membaca adalah melalui
bahan ajar. Hal ini dilakukan dengan mengembangkan bahan ajar yang
mengandung muatan karakter. Bahan ajar yang demikian biasanya
berupa karya sastra atau pun biografi tokoh yang mengandung berbagai
unsur yang dapat diteladani, dan juga bisa melalui bacaan motivasional
serta karya nonsastra yang berisi muatan-muatan karakter.
Penggunaan bahan ajar yang berisi muatan karakter telah banyak
diteliti. Hasilnya sangat menggembirakan, yakni bahwa melalui bahan
ajar yang berisi muatan karakter diyakini mampu membina karakter
siswa. Permasalahanya adalah guru harus secara cermat melakukan
pemilihan bahan ajar yang bermuatan karakter. Hal ini disebabkan oleh
adanya pandangan bahwa tidak semua bahan ajar yang terdapat dalam
buku teks disekolah dianggap bermuatan karakter, oleh karnanya guru
harus berusaha mencari bahan ajar yang lain.
Dari sekian jenis bahan ajar yang digunakan sebagai saluran
pendidikan karakter, bahan ajar sastra jenis karya sastra dianggap bahan
ajar yang paling tepat. Hal ini dapat dimaklumi bahwa karya sastra
memang berisi nilai dan moral yang dapat digunakan untuk membentuk
budi pekerti siswa. Melalui karya sastra siswa dapat menemukan
karakter-karakter yang baik untuk diteladani dan kemudian
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
b) Melalui Model Pembelajaran
Saluran kedua yang dapat dilakukan dalam menginternalisasikan
pendidikan karakter dalam pembelajaran adalah melalui pengembangan
model-model pembelajaran berbasis karakter. Istilah pengembangan
dalam hal ini bukan hanya berarti penciptaan model melainkan juga
pemanfaatan model yang telah ada sebagai saluran pendidikan karakter.
Dengan demikian internalisasi pendidikan karakter kedalam
pembelajaran membaca melalui model pembelajaran dapat dilakukan
dengan menggunakan model pembelajaran yang telah ada, namun juga
bisa melalui model pembelajaran baru yang sengaja dikembangkan untuk
keperluan tersebut.
Penggunaan model pembelajaran sebagai sarana pendidikan
karakter menurut pandangan penulis lebih efektif dan cenderung
mendekati konsep pendidikan karakter yang sesungguhnya. Melalui
model pemecahan masalah misalnya, banyak nilai-nilai karakter yang
akan terbina misalnya kejujuran, kerja keras, disiplin, rasa ingin tahu,
kreatifitas dan beberapa yang lainya.
Setiap model pembelajaran pastilah berisi sintak pembelajaran.
Masing-masing sintak ini akan berisi kegiatan yang harus dilakukan
siswa. Pada saat berkegiatan inilah, nilai-nilai karakter tercermi. Siswa
secara tidak sadar akan menunjukkan karakternya. Disisi lain siswapun
secara tidak sadar akan membina diri untuk berkarakter lebih baik.
Dengan demikian dengan melalui pengamatan yang cermat guru bisa
menial karakter siswa
c) Melalui Penilaian Otentik
Saluran terakhir yang dapat digunakan untuk mengembangkan
karakter adalah melalui penilaian otentik. Penilaian otentik adalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa
perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami
proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru
mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar,
guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari
kesulitan belajar. Karena gambaran kemajuan belajar itu diperlukan
disepanjang proses pembelajaran, penilaian ini tidak dilakukan di akhir
periode saja (akhir semester). Oleh sebab itu, kegiatan penilaian
dilakukan secara integratif dengan kegiatan pembelajaran.
(Abidin,2012:42).
Penilaian otentik merupakan sebuah bentuk penilaina yang mengukur
kinerja nyata yang dimiliki siswa. Kinerja yang dimaksud adalah
aktivitas dan hasil aktivitas yang diperoleh siswa selama proses
pembelajaran yang berlangsung secara utuh dan konkret.
Bertemali dengan pendidikan karakter, pendidikan karakter bertujuan
agar siswa menjadi orang yang berkarakter mulia. Usaha pengembangan
karakter ini harus dilakukan secara berkesinambungan dalam proses
pembelajaran. Oleh sebab itu, untuk mampu mengukur perkembangan
karakter siswa diperlukan sebuah alat yang secara otomatis mampu
mengukur aktivitas dan sekaligus menunjukan karakter siswa alat bantu
itu adalah penilaian otentik.
Bertemali dengan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa minimalnya
ada tiga langkah yang tepat dalam melaksanakan pendidikan karakter
yaitu memilih bahan ajar bermuatan karakter, melaksanakan
pembelajaran aktif (melalui model pembelajaran), dan melaksanakan
penilaian otentik.
d) Prinsip Pembelajaran Membaca Dalam Pendidikan Karakter
Kemendiknas 2010a (dalam Abidin, 2012:44) menyarankan bahwa
secara prinsipal pengembangan karakter tidak dimasukkan sebagai pokok
bahasan tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran pengembangan diri
dan budaya satuan pendidikan. Oleh karena itu, pendidik dan satuan
pendidikan perlu mengintegrasikan nilai-nilai karakter yang
dikembangkan dalam pendidikan karakter kedealam kurikulum, silabus
yang sudah ada. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam
pengembangan pendidikan karakter mengusahakan agar peserta didik
mengenal dan menerima nilai-nilai karakter sebagai milik peserta didik
dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan
mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan
selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan
prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berfikir, bersikap, dan
berbuat.
Berdasarkan prinsip itu pembelajaran membaca dalam gamitan
pendidikan karakter harus memperhatikan beberapa prinsip sebagai
berikut.
a) Pembelajaran bahasa harus dilakukan secara berkelanjutan dalam
rangka membina kemampuan membaca siswa sekaligus membina
karakter siswa, baik karakter secara umum maupun karakter
membaca.
b) Pembelajaran membaca hendaknya diarahkan guna membentuk
karakter siswa melalui bahan ajar membaca yang bermuatan karakter
c) Pembelajaran membaca hendaknya dilakukan dengan menggunakan
model pembelajaran atau strategi membaca yang bersifat
menyenangkan, namun tetap berlandaskan pada paham-paham
konstrutivis, komunikatif, dan kontekstual.
d) Pembelajaran membaca sebaiknya dikemas berbasis penilaian otentik
sehingga tergambar jelas aktifitas membaca siswa selama
pembelajaran sekaligus tergambar pula kemunculan karakter pada diri
siswa.

D. Keterampilan Berbahasa dalam pendidikan karakter


1. Pengertian Bahasa
Dalam arti luas bahasa ialah alat yang dipakai manusia untu memberi
bentuk kepada sesuatu yang hidup di jiwanya, sehingga diketahui orang.
Jadi disini juga termasuk mimiek (gerak muka), pantho mimiek (gerak
anggota), dan menggambar.
Dalam arti umum: bahasa ialah pernyataan perasaan jiwa dengan kata
yang dilisankan atau yang ditulis. Mengerti apa yang dikatakan orang lain
dan mempergunakan sendiri bahasa itu disebut menguasai bahasa. Orang
yang telah menguasai sesuatu bahasa dengan baik dikatakan orang itu
mempunyai penguasaan bahasa yang baik (Tampubolon, 2008:11) .

2. Pengertian Keterampilan Berbahasa


Keterampilan berbahasa (atau language arts, language skills) dalam
kurikulum sekolah biasanya mencangkup empat segi, yaitu:
a. Keterampilan menyimak/mendengarkan (listening skills)
b. Keterampilan berbicara (speaking skills)
c. Keterampilan membaca (reading skills)
d. Keterampilan menulis (writting skills)
Setiap keterampilan tersebut erat sekali berhubungan erat dengan tiga
keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka rona. Dalam memperoleh
keterampilan berbahasa kita biasanya melalui suatu hubungan urutan yang
teratur: mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak /mendengarkan
bahasa, kemudian berbicara; sesudah itu kita belajar membaca dan menulis.
Menyimak dan berbicara kita pelajari sebelum memasuki sekolah, sedangkan
membaca dan menulis dipelajari sekolah. Keempat keterampilan tersebut
pada dasarnya merupakan satu kesatuan, merupakan catur-tunggal Dawson
(dalam Tarigan,2008:1)). Setiap keterampilan itu erat sekali berhubungan
dengan proses-proses berfikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang
mencerminkan pikiranya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin
cerah dan jelas pikirannya.
3. Keterpaduan Prosedur Pembelajaran Menyimak Dalam Pendidikan
Karakter
Dalam kaitanya dengan pendidikan karakter, prosedur pembelajaran
menyimak ini merupakan saluran pendidikan karakter. Pada masing-masing
tahapan pembelajaran menyimak ini akan terdapat sejumlah aktifitas yang
harus dilakukan siswa. Melalui aktivitas-aktivitas inilah siswa akan secara
tidak sadar menunjukan karakter dirinya. Guna memperjelas hubungan
prosedur pembelajaran menyimak (yang nantinya akan membentuk metode
menyimak) dengan pengembangan karakter siswa, berikut diuraikan analisis
aktivitas pada setiap tahapan peembelajaran menyimak dalam kaitanya
dengan pembiasaan berkarakter pada diri siswa.
Pada tahap prasimak, siswa dapat melakuka serangkaian aktifitas
seperti curah pendapat tentang hal umum mungkin terandung dalam materi
simakan. Kegiatan ini akan menuntut siswa mengungkapkan segala
pengetahuan yang telah dimilikinya sehingga ia akan lebih mudah
memahami bahan simakan. Pada saat siswa menggali skemata yang
dimilikinya ia sebenarnya sedang membiasakan diri untuk jujur yakni
mengatakan hal yang sudah ia ketahui dan tida mengatakan hal-hal yang
belum diketahuinya. Selain jujur, nilai karakter yang muncul dalam kegiatan
ini adalah perhatian, keberanian, percaya diri, alternatif lain yang dilakukan
pada saat prasimak sebagai dikemukakan diatas adalah siswa harus
mempelajari berbagai visualisasi yang berhubungan dengan materi simakan.
Pada saat aktivitas ini berlangsung siswa akan terbangun nilai karakter
disiplin, kerja keras, rasa ingin tahu, dan analitis. Pada kegiatan lain misalnya
membuat prediksi atas isi simakan, siswa dituntut mampu
menumbuhkembangkan nilai karakter perhatian, komitmen, kreatifitas,
kepekaan dan kontrol diri.
Pada tahap menyimak, siswa dapat melakukan kegiatan menyimak
melalui kegiatan mengisi peta konsep, aktifitas ini pada dasarnya akan
membentuk siswa yang diteliti, cermat, beretos kerja tinggi dan disiplin.
Aktivitas lain yang dapat dilakukan anak adalah mencatat ide pokok yang
berimplikasi pada pembentukan arakter dinamis, cermat dan produktif. Pada
saat anak menyimak intensif teks untuk membangun pemahamanya terhadap
materi simakan akan membentuk karakter pekerja keras, disiplin, dan ulet
pada diri anak. Jika serangkaian kegiatan tahap menyimak ini dilakukan
secara berkelompok, akan terbentuk pula nilai gotong royong, toleransi,
demokratis dan tanggung jawab. Demikianlah pada dasarnya kegiatan
menyimak dilaksanakan secara sungguh-sungguh dengan menggerakan siswa
secara aktif akan memperolh dua hal sekaligus yakni pemahaman siswa yang
tinggi atas isi materi simakan dan pembentukan karakter siswa.
Pada tahap pascasimak akan terbentuk pula berbagai karakter misalnya
jujur dalam menjawab pertanyaan, kreatif mengubah isi materi menjadi
wacana lain, dan berani dalam mengemukakan hasil pemahamanya atas
sebuah bahan simakan. Selain aktivitas ini tentu masih banyak aktivitas
pascasimak yang lain yang aan membentuk karakter siswa. aktivitas lain ini
akan ditentukan oleh metode menyimak yang menaunginya.

4. Keterpaduan Pembelajaran Berbicara Dalam Pendidikan Karakter


Dalam kaitanya dengan pendidikan karakter, prosedur pembelajaran
berbicara ini merupakan saluran pendidikan karakter (Chaer, 2012: 32). Pada
masing-masing tahapan pembelajaran berbicara ini akan terdapat sejumlah
aktifitas yang harus dilakukan siswa. Melalui aktivitas-aktivitas inilah siswa
akan secara tidak sadar menunjukan karakter dirinya. Guna memperjelas
hubungan prosedur pembelajaran berbicara (yang nantinya akan membentuk
metode pembelajaran berbicara) dengan pengembangan karakter siswa,
berikut diuraikan analisis aktivitas pada setiap tahapan pembelajaran
berbicara dalam kaitanya dengan pembiasaan berkarakter pada diri siswa.
Pada tahap prabicara, siswa dapat melakukan serangkaian aktifitas
seperti eksplorasi fenomena untuk mendapatkan ide. Kegiatan ini akan
menuntut siswa untuk mendayagunakan panca indra dan perasaanya dalam
menangkap ilham atau ide dasar bagi bahan pembicaraanya. Pada saat siswa
melakukan kegiatan eksplorasi, ia sebenarnya sedang membiasakan diri untuk
teliti, cermat, peka, antusias, tanggung jawab dan disiplin. Pada saat siswa
menulis naskah secara kooperatif , siswa akan dibiasakan untuk saling
menghargai, kerjasama, tanggung jawab, dan kreatif. Demikian pula pada
tahap latihan siswa dituntut untuk mengembangkan karakter sungguh-
sungguh berorientasi hasil, dan kreatif.
Pada tahap berbicara, siswa akan terbangun nilai karakter disiplin,
kepemimpinan, sungguh-sungguh berorientasi prestasi dan sopan serta
santun. Hal ini disebabkan proses berbicara akan menuntut kemampuan
bertukar peran, giliran tuturan, sehingga memerlukan konsentrasi dan
kesungguhan para pelaku. Dalam berpidato siswa juga dituntut untuk
berpakaian yang santun, bertutur yang sopan dan bergaya yang etis. Demikian
juga dalam aktivitas orasi ilmiah atau debat misalnya, siswa akan dibiasakan
untuk menghargai orang lain, peduli dan bertanggung jawab. Berdasarkan
kenyataan tersebut jelaslah bahwa jika aktivitas pada tahap berbicara
dilakukan dengan benar, siswa akan beroleh kemampuan berbicara sekaligus
akan beroleh pengembangan karakter sehingga pada akhirnya karakter positif
tersebut akan membudaya pada diri siswa.
Pada tahap pasca bicara dapat dilakukan aktivitas bertanya jawab yang
dapat digunakan sebagai saluran membudaya karakter terutama nilai jujur,
rasa ingin tahu, peduli dan berorientasi pada prestasi. Pada aktivitas diskusi
performa dan koreksi performa akan dibudayakan nilai karakter tanggung
jawab, disiplin dan etos kerja.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran berbicara dapat digunakan
sebagai wahana implementasi pendidikan karakter. Syarat utamanya adalah
bahwa pembelajaran berbicara harus dilakukan dalam gamitan pembelajaran
aktif dan kreatif. Melalui ativitas-aktivitas yang dilakukan, siswa akan
pengetahuan, pengalaman, sekaligus pengembangan karakter. Jika selama
proses pembelajaran digunakan penilaian otentik, pembudayaan karakter juga
akan semakin kuat sehingga siswa benar-benar mampu mencapai prestasi
belajar yang baik sekaligus berkarakter. Inilah sebenarnya implementasi
pembelajaran bahasa indonesia yang harmonis, bermutu, bermartabat.

5. Keterpaduan Prosedur Pembelajaran Membaca Dalam Pendidikan


Karakter
Prosedur pembelajaran membaca juga merupakan saluran pendidikan
karakter. Hal ini disebabkan bahwa pada masing-masing tahapan
pembelajaran membaca ini akan terdapat sejumlah aktivitas yang harus
dilakukan siswa. Melalui aktivitas-aktivitas inilah siswa aan secara tidak
sadar menunjukan karakter dirinya. Guna memperjelas hubungan prosedur
pembelajaran membaca (yang nantinya akan membentuk metode membaca)
dengan pengembangan karakter siswa, berikiut diuraikan analisis aktivitas
pada setiap tahapan membacadalam kaitanya dengan pembiasaan karakter
baik siswa.
Pada tahap prabaca, siswa dapat melakukan serangkaian aktifitas
seperti curah pendapat ide umum yang mungkin terkandung dalam teks.
kegiatan ini akan menuntut siswa mengungkapkan segala pengetahuan yang
telah dimilikinya sehingga ia sksn lebih mudah memahami wacana. Pada
saat siswa menggali skemata yang dimilikinya ia sebenarnya sedang
membiasaan diri untuk jujur yakni mengatakan hal yang ia sudah ketahui
dan tidak mengatakan hal-hal yang belum ia ketahuinya. Selain jujur, nilai
karakter yang muncul dalam kegiatan ini adalah perhatian, keberanian,
percaya diri. Alternatif lain yang dilakukan pada saat pramembaca seperti
dikemukakan Hadley (dalam Abidin, 2013:163)) diatas adalah siswa harus
mempelajari berbagai visualisasi yang terdapat dalam wacana. Pada saat
aktivitas ini berlangsung siswa akan terbangun nilai karakter disiplin, kerja
keras, rasa ingin tahu, dan analitis. Kegiatan lain adalah siswa harus
membuat prediksi atas isi bacaan. Aktivitas ini diyakini akan mampu
menumbuhkan nilai karakter perhatian, komitmen, kreativitas, kepekaan dan
kontrol diri.
Pada tahap baca, siswa dapat melakukan kegiatan membaca teks
secara sekilas melalui kegiatan membaca skimming dan skaning. Aktivitas
ini pada dasarnya akan membentuk siswa yang teliti, cermat, beretos kerja
tinggi dan disiplin. Aktivitas lain yang dapat dilakukan anak adalah
menemukan intisari bacaan yang berimplikasi pada pembentukan karakter
dinamis, cermat, dan produktif. Pada saat anak membaca intensif teks untuk
membangun pemahamanya terhadap isi bacaan akan terbentuk karakter
pekerja keras, disiplin dan ulet pada diri anak. Jika serangkaian kegiatan
tahap baca ini dilakukan secara kelompok, akan terbentuk pula nilai gotong
royong, toleransi, demokratis dan tanggung jawab. Demikianlah pada
dasarnya jika kegiatan membaca dilaksanakan secara sungguh-sungguh
dengan menggerakan siswa secara aktif dan diperoleh dua hal sekaligus
yaitu pemahaman siswa yang tinggi atas isi bacaan dan pembentukan
karakter siswa.
Pada tahap pascabaca akan terbentuk pula berbagai karakter misalnya
jujur dalam menjawab pertanyaan, kreatif mengubah isi bacaan menjadi
wacana lain dan berani dalam mengemukakan pemahamanya atas sebuah
bacaan. Selain aktivitas ini tentu saja masih banyak aktivitas pascabaca
yang lain yang akan membentuk karakter siswa. Aktivitas lain ini akan
ditentukan oleh metode baca yang menaunginya.

6. Keterpaduan Pembelajaran Menulis Dalam Pendidikan karakter


Dalam kaitanya dengan pendidikan karakter, prosedur pembelajaran
menulis ini merupakan saluran pendidikan karakter. Pada masing-masing
tahapan pembelajaran menulis terdapat sejumlah aktivitas yang harus
dilakukan siswa. Melalui aktivitas-aktivitas inilah siswa secara tidak sadar
menunjukan karakter dirinya.
Pada tahap pramenulis, siswa dapat melakukan serangkaian aktivitas
seperti eksplorasi fenomena untuk mendapatkan ide. Kegiatan ini akan
menuntut siswa untuk mendayagunakan panca indra dan perasaanya dalam
menangkap ilham atau ide dasar bagi bahan tulisanya pada saat siswa
melakukan kegiatan eksplorasi, ia sebenarnya membiasakan diri untuk teliti,
cermat, peka, antusias, tanggung jawab, kreatif, kritis, inisiatif dan disiplin.
Pada saat siswa menulis naskah secara kooperatif, siswa akan dibiasakan
untuk selalu menghargai, kerja sama, tanggung jawab, kreatif, kristis,
inisiatif, problem solving, produktif, keuletan, kecekatan, suka mengambil
resiko, dan komitmen, serta beberapa nilai karakter lainya.
Pada tahap penyuntingan dan pembacaan profesional, siswa akan
dibiasakan untuk cermat, disiplin, jujur, analitis, visioner, bertanggung
jawab, perhatian, sungguh-sungguh, berorientasi pada prestasi, komitmen,
keterbukaan, kerapian, ketegasan, kehati-hatian, keluesan, keantusiasan,
bekerja keras, dan sejumlah nilai karakter lainya. Pada tahap publikasi akan
berkembang nilai karakter meliputi percaya diri, bangga pada diri sendiri
dan kelompoknya, kreatif, berani, disiplin, sportivitas dan amanah.
Berdasarkan uraian diatas. Pembelajaran menulis dapat digunakan
sebagai wahana bagi implementasi pendidikan karakter. Syarat utamanya
adalah bahwa pmbelajaran menulis harus dilakukan dalam gamitan
pembelajaran aktif dan kreatif. Melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan,
siswa akan beroleh pengetahuan, pengalaman, sekaligus pengembangan
karakter. Jika selama proses pembelajaran digunakan penilaian
otentik,pembudayaan karakter juga akan semakin kuat sehingga siswa akan
benar-benar mampu mencapai prestasi belajar yang baik sekaligus
berkarakter. Inilah sebenarnya implementasi pembelajaran bahasa indonesia
yang harmonis, bermutu, bermartabat.

7. Internalisasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Bahasa


Indonesia
Berangkat dari pandangan bahwa pendidikan karakter adalah proses
pembelajaran itu sendiri, pendidikan karakter dapat diinternalisasikan
kedalam semua mata pelajaran tanpa mengubah materi pembelajaran yang
sudah ditetapkan dalam kurikulum. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia
pun yang berlandaskan pendidikan aktif, kreatif, inovatif, efektif dan
menyenangkan. Upaya ke arah tersebut tentu saja harus dilakukan melalui
beberapa saluran yang terdapat dalam proses pembelajaran bahasa
Indonesia. Beberapa saluran tersebut sudah dijelaskan dalam
Menginternalisasikan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Membaca
tersebut di atas.

Anda mungkin juga menyukai