Lapsus Kanker Nasofaring
Lapsus Kanker Nasofaring
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.2. Epidemiologi
Seperti telah disebutkan dalam Bab Pendahuluan, karsinoma
nasofaring jarang sekali ditemukan di benua Eropa, Amerika, ataupun
Oseania, insidennya umumnya kurang dari 1/100.000 penduduk. Insiden di
beberapa negara Afrika agak tinggi, sekitar 5-10/100.000 penduduk. Namun
relatif sering ditemukan di berbagai Asia Tenggara dan China. Di RRC,
walaupun karsinoma nasofaring jauh lebih sering ditemukan daripada
berbagai daerah lain di dunia, mortalitas rata-rata nasional hanya
1,88/100.000, pada pria 2,49/100.000, dan pada wanita 1,27/100.000.6
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan
leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas
hidung dan sinus paranasal (18%), larynx (16%), dan tumor ganas rongga
mulut, tonsil, hipofaring dalam presentase rendah. 6
Karsinoma nasofaring dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya
menyerang usia 30-60 tahun (menduduki 75-90%). Perbandingan proporsi
pria dan wanita adalah 2-3,8:1. Sebagian besar penderita karsinoma
nasofaring berumur diatas 20 tahun, dengan umur paling banyak antara 50-
70 tahun. Penelitian di Taipe menjumpai umur rata-rata penderita lebih
muda yaitu 25 tahun. Insiden karsinoma nasofaring meningkat setelah umur
20 tahun dan tidak ada lagi peningkatan insiden setelah umur 60 tahun. 6
Karsinoma nasofaring paling sering ditemukan pada laki-laki dengan
penyebab yang masih belum dapat diungkap secara pasti dan mungkin
berhubungan dengan adanya faktor genetika, kebiasaan hidup, pekerjaan,
dan lain-lain. 6
5
2.2.3. Etiologi
Terjadinya karsinoma nasofaring mungkin multifaktorial, proses
karsinogenesisnya mencakup banyak tahap. Faktor yang diduga terkait
dengan timbulnya karsinoma nasofaring adalah:5, 6, 7
1. Jenis Kelamin
Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan
apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan factor genetik, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-
lain.
2. Ras
Kanker jenis ini lebih sering mempengaruhi orang-orang di Asia dan
Afrika Utara. Ras mongoloid merupakan factor dominan timbulnya kanker
nasofaring, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian
selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan
Indonesia. Pada orang eskimo diduga penyebabnya adalah karena mereka
memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin dengan
menggunakan bahan pengawet nitrosamine.
3. Umur
Kanker nasofaring dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering
didiagnosis pada orang dewasa antara usia 30 tahun dan 50 tahun.
4. Makanan yang diawetkan
Bahan kimia yang dilepaskan dalam uap saat memasak makanan, seperti
ikan dan sayuran diawetkan, dapat masuk ke rongga hidung, meningkatkan
risiko karsinoma nasofaring. Kebiasaan makan makanan terlalu panas,
paparan bahan kimia ini pada usia dini, lebih dapat meningkatkan risiko.
5. Genetik
Kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat
tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis
korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen
pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan
sebagian besar karsinoma nasofaring. gen kerentanan terhadap kanker
6
2.2.4. Patologi
Patologi pada KNF dapat ditinjau secara makroskopis dan mikroskopis.
Makroskopis Secara makroskopis, pertumbuhan KNF dibedakan menjadi 3
bentuk:6
a. Ulseratif
Biasanya berupa lesi kecil disertai jaringan nekrotik. Terbanyak dijumpai di
dinding posterior nasofaring atau fossa Rossenmuller yang lebih dalam dan
sebagian kecil dinding lateral. Tipe ini sering tumbuh progresif infiltatif, meluas
pada bagian lateral, atap nasofaring dan tulang basis kranium. Lesi ini juga sering
merusak foramen laserum dan meluas pada fossa serebralis media melibatkan
beberapa saraf kranial (II.III,IV,V,VI) yang menimbulkan kelainan neurologik.
b. Nodular
Biasanya berbentuk anggur atau polipoid tanpa adanya ulserasi tetapi kadang-
kadang terjadi ulserasi kecil. Lesi terbanyak muncul di area tuba eustachius
sehingga menyebabkan sumbatan tuba. Tumor dapat meluas pada retrospenoidal
dan tumbuh disekitar saraf kranial namun tidak menimbulkan gangguan
neurologik. Pada stadium lanjut tumor dapat meluas pada fossa serebralis media
dan merusak basis kranium atau meluas ke daerah orbita melalui fossa orbitalis
inferior dan dapat menginvasi sinus maksilaris melalui tulang ethmoid.
c. Eksofitik
Biasanya non-ulseratif, tumbuh pada satu sisi nasofaring, kadang-kadang
bertangkai dan permukaan licin. Tumor muncul dari bagian atap, mengisi kavum
nasi dan menimbulkan penyumbatan hidung. Tumor ini mudah nekrosis dan
berdarah sehingga menyebabkan epistaksis. Tumor bentuk ini cepat mencapai
sinus maksilaris dan rongga orbita sehingga menyebabkan eksoftalmus unilateral.
Tipe ini jarang melibatkan saraf kranial.
2. Mikroskopis
a. Perubahan pra keganasan
Perubahan ini merupakan sebagai kondisi dari jaringan atau organ yang tumbuh
menjadi ganas secara perlahan. Penelitian yang dilakukan Teoh (1957)
9
Hiperplasia
Hiperplasia yang sering terlihat pada lapisan sel mukosa kelenjar dan salurannya
maupun pada jaringan limfoid. Hiperplasia kelenjar sering dihubungkan dengan
proses radang. Sedang hiperplasia jaringan limfoid dapat terjadi dengan atau
tanpa proses radang.
Metaplasia
Sering terlihat metaplasia pada epitel kolumnar nasofaring berupa perubahan
kearah epitel skuamosa bertingkat.
Neoplasia
Liang (1962) menemukan bahwa neoplasia mulai tumbuh di bagian basal lapisan
sel epitel. Lapisan basal ini yang mulanya sangat kecil akan bertambah besar,
jumlah sel bertambah banyak dan bentuknya akan menjadi bulat atau pleomorfik.
10
2.2.5. Patogenesis
Kanker nasofaring merupakan tumor ganas yang diasosiasikan dengan virus
EBV (Epstein-Barr virus). Telah ditemukan bahwa perkembangan kanker
nasofaring salah satunya dipengaruhi faktor risiko yang sudah sering
dikemukakan yaitu kenaikan titer antibody anti-EBV yang konsisten. Akan tetapi,
mekanisme molekuler dan hubungan patofisiologis dari karsinogenesis terkait
EBV masih belum sepenuhnya jelas.9 Selain itu, meski kanker nasofaring
seringkali diasosiasikan dengan EBV, EBV tidak mengubah sel-sel epitel
nasofaring menjadi sel-sel klon yang proliferative, meski ia dapat
mentransformasi sel B primer. Agar terbentuk kanker nasofaring, mula-
muladibutuhkan infeksi laten dan litik EBV yang diduga disokong oleh perubahan
genetik yang dapat diidentifikasi pada epitel nasofaring premalignan. Setelah itu
infeksi laten dan litik terjadi dan menghasilkan produk-produk tertentu, barulah
ekspansi klonal dan transformasi sel epitel nasofaring premalignan menjadi sel
kanker. Selain faktor genetik, faktor lingkungan berupa konsumsi karsinogen
dalam diet pada masa kanak-kanak juga dapat mengakibatkan akumulasi dari lesi
genetik dan peningkatan risiko kanker nasofaring. Selain diet, faktor-faktor
lainnya adalah pajanan zat-zat kimia pada pekerjaan, misalnya formaldehida dan
debu kayu yang mengakibatkan inflamasi kronis di nasofaring.10
Seperti yang telah dijelaskan, setelah faktor genetik dan lingkungan
merangsang perubahan pada epitel nasofaring, virus EBV memperparah keadaan
epitel tersebut. Virus EBV menginfeksi sel nasofaring secara laten. Virus ini
kemudian memasuki fase infeksi litik yang produktif. Tumor nasofaring diketahui
mengekspresikan tiga protein yang dikode EBV, RNA kecil dan mikroRNA.
Protein-protein yang diekspresikan di antaranya adalah EBNA1, LMP1, dan
LMP2. Dalam perkembangannya, diduga LMP1 memiliki peran sentral. LMP1
disekresi melalui eksosom dan masuk ke dalam sel-sel yang tidak terinfeksi EBV
melalui endositosis. LMP1 juga mempengaruhi lingkungan di sekeliling tumor.
LMP1 merupakan onkogen primer yang dapat meniru fungsi salah satu reseptor
TNF, yakni CD40. Akibatnya, ia dapat menginisiasi beberapa pathway
persinyalan yang merangsang perubahan fenotip dan morfologi sel epitel. LMP 1
juga mengakibatkan peningkatan EMT (epithelial-mesenchymal transition). Pada
11
proses EMT, sel-sel karsinoma akan menurunkan penanda epitel tertentu dan
meningkatkan penanda mesenkim tertentu sehingga menimbulkan perkembangan
fenotip promigratori yang penting dalam metastasis. Oleh karena itu, LMP1 juga
berperan dalam menimbulkan sifat metastasis dari kanker nasofaring. Peningkatan
EMT oleh LMP1 ini diikuti dengan ekspresi penanda sel punca kanker/sel
progenitor kanker serta pemberian sifat-sifat mirip sel punca/sel progenitor kepada
sel.9
Protein-protein lainnya serta ekspresi RNA virus juga memiliki peranan
dalam karsinogenesis kanker nasofaring, contohnya LMP2 yang mempertahankan
latensi virus. Peran-peran protein dan RNA serta proses patogenesis kanker
nasofaring terangkum dalam berikut.9
2.2.6. Histopatologi
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), dibagi atas 3 tipe, yaitu :8
1. Karsinoma sel skuamosa (KSS) berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell
Carcinoma) Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan
buruk.
12
Histologi Nasofaring
Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel terdapat
banyak jaringan limfosid, sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta.
Hubungan antara epitel dengan jaringan limfosid ini sangat erat, sehingga sering
disebut ” Limfoepitel ”, Bloom dan Fawcett membagi mukosa nasofaring atas
empat macam epitel :8
1. Epitel selapis torak bersilia ” Simple Columnar Cilated Epithelium ”
2. Epitel torak berlapis “ Stratified Columnar Epithelium“.
3. Epitel torak berlapis bersilia “Stratified Columnar Ciliated Epithelium“.
4. Epitel torak berlapis semu bersilia “ Pseudo-Stratifed Columnar Ciliated
Epithelium ”
Mengenai distribusi epitel ini, masih belum ada kesepakatan diantara para
ahli. 60 % persen dari mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng “
Stratified Squamous Epithelium “, dan 80 % dari dinding posterior nasofaring
dilapisi oleh epitel ini, sedangkan pada dinding lateral dan depan dilapisi oleh
epitel transisional, yang merupakan epitel peralihan antara epitel berlapis gepeng
dan torak bersilia. Epitel berlapis gepeng ini umumnya dilapisi keratin, kecuali
pada kripta yang dalam. Dipandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau
13
peralihan dua macam epitel adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya suatu
karsinoma. Di sekitar koana dan atap terdiri dari epitel torak bersilia, sedangkan
dinding lateral diliputi oleh epitel skuamosa dan epitel torak bersilia. Jaringan
limfoid terdapat didinding lateral, terutama disekitar muara tuba eustachius,
dinding posterior dan atap nasofaring. Jaringan limfoid di nasofaring ini
merupakan lengkung atas cincin Waldeyer.
dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian, biasanya
prognosisnya buruk.
Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang
mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan
lain. Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau
LHN telah diteliti di Cina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring,
seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan
mukosistis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-
tahun kemudian akan menjadi karsinoma nasofaring.
Gejala Dini
Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis
dan pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting untuk
mengetahui gejala dini KNF dimana tumor masih terbatas di rongga nasofaring.9,
10
Gejala telinga :
1. Sumbatan tuba eutachius / kataralis. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga,
rasa berdengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala
ini merupakan gejala yang sangat dini.
2. Radang telinga tengah sampai perforasi membrane timpani. Keadaan ini
merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana
rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama
makin banyak, sehingga akhirnya terjadi perforasi membran timpani dengan
akibat gangguan pendengaran.
Gejala Hidung:
1. Epistaksis
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat
terjadi perdarahan hidung atau epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-
ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga
berwarna kemerahan.
2. Sumbatan hidung
15
Gejala lanjut
1. Pembesaran kelenjar limfe leher.
Tidak semua benjolan leher menandakan penyakit ini. Yang khas jika
timbulnya di daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri.
Benjolan biasanya berada di level II-III dan tidak dirasakan nyeri, karenanya
sering diabaikan oleh pasien. Sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus
kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan
sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut. Pembesaran
kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke
dokter.
3. Scan tulang dan foto torak untuk mengetahui ada tidaknya metastasis jauh.
4. Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibodi terhadap virus Epstein-
Barr ( EBV ) yaitu lg A anti VCA (Viral Capsid Antigen) dan lg A anti EA.(Early
Antigen)
6. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya metastasis.
2.2.9. Diagnosis
Diagnosis KNF dapat ditegakkan berdasarkan hasil biopsi. Pemeriksaan CT-
scan daerah kepala dan leher dapat mengetahui tumor primer dan arah
perluasannya. Pemeriksaan serologi lg A anti EA dan lg A anti VCA (Viral
17
Capsid Agent) untuk infeksi EBV telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi
karsinoma nasofaring. Diagnosa pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy
nasofaring. Pasien yang kooperatif dengan massa yang jelas dapat dilakukan
biopsi dengan anestesi lokal, nasoendoskop kaku, dan biopsi forsep panjang.
Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara dari hidung atau dari mulut.
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).
Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menyulusuri konka media ke
nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi. Biopsi
melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui
hidung dan ujung keteter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan diklem
bersama-sama ujung keteter yang di hidung. Demikian juga dengan keteter yang
dihidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan
kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor
melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui
mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya
dilakukan dengan anestesi topikal dengan xylocain 10%. Bila dengan cara ini
masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan
dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkose.9, 10
Stadium Tumor
Klasifikasi TNM berdasarkan AJCC (American Joint Committee On
cancer, Edisi 7, 2010)
Tumor Primer (T)
TX : tumor tidak dapat dinilai
T0 : tidak terdapat tumor primer
Tis : karsinoma in situ
T1 : tumor terbatas pada nasofaring, atau tumor meluas ke orofaring
dan atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaringeal
T2 : Tumor dengan perluasan ke parafaringeal
T3 : Tumor melibatkan struktur tulang dari basis kranii dan atau sinus
paranasal
18
2.2.10. Penatalaksanaan
Stadium I : Radioterapi
Stadium II-III : Kemoradiasi
Stadium IV dengan N <6cm: Kemoradiasi
Stadium V dengan N >6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi
19
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan KNF. Modalitas utama untuk KNF adalah radioterapi dengan
atau tanpa kemoterapi. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit maligna
dengan menggunakan sinar peng-ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor
sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat disekitar tumor agar tidak
menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif
sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting. Jumlah radiasi untuk
keberhasilan melakukan radioterapi adalah 5.000 sampai 7.000 cGy.11, 12
Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat
kobal (Co60 ) atau dengan akselerator linier ( linier Accelerator atau linac).
Radiasi ini ditujukan pada kanker primer didaerah nasofaring dan ruang
parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas, bawah serta
klavikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap dilakukan sebagai tindakan
preventif sekalipun tidak dijumpai pembesaran kelenjar.
Dosis radiasi pada limfonodi leher tergantung pada ukuran sebelum
kemoterapi diberikan. Pada limfonodi yang tidak teraba diberikan radiasi sebesar
5000 cGy, <2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000 cGy dan bila
lebih dari 4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41 fraksi 5,5 minggu.
Dosis radiasi umumnya berkisar antara 6000 – 7000 rad, dalam waktu 6 – 7
minggu dengan periode istirahat 2 – 3 minggu 11, 12
Hasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons terhadap penyinaran
sangat tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium tumor, makin
berkurang responsnya. Untuk stadium I dan II, diperoleh respons komplit 80% -
100% dengan terapi radiasi. Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan angka
kegagalan respons lokal dan metastasis jauh yang tinggi, yaitu 50% - 80%. Angka
ketahanan hidup penderita KNF dipengaruhi beberapa faktor diantaranya yang
terpenting adalah stadium penyakit. Pasien KNF stadium III-IV yang hanya
diterapi dengan radiasi, angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival rate)
kurang dari 25 %, dan pada pasien yang telah mengalami metastase ke limfonodi
regional, maka angka tersebut turun sampai 1-2%.11, 12
20
b) Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti :
- Kontraktur
- Penurunan pendengaran
- Gangguan pertumbuhan
2. Kemoterapi
Secara definisi kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat
menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat
anti kanker dapat digunakan sebagian terapi tunggal (active single agents), tetapi
pada umumnya berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi
sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel – sel yang resisten terhadap salah satu
obat mungkin sensitive terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat
dikurangi sehingga efek samping menurun. Beberapa regimen kemoterapi yang
antara lain cisplatin, 5-Fluorouracil , methotrexate, paclitaxel dan docetaxel.
Tujuan kemoterapi untuk menyembuhkan pasien dari penyakit tumor ganas.
Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor secara lokal dan juga untuk
mengatasi sel tumor apabila ada metastasis jauh. 11, 12
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita KNF berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih terdapat sisa kelenjar paska
radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer
sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan melalui pemeriksaan radiologi.
Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-
kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil
diterapi dengan cara lain. 11, 12
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari KNF adalah EBV, maka
pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi. 11, 12
23
2.2.11. Prognosis
Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor seperti:1
- Stadium yang lebih lanjut.
- Usia lebih dari 40 tahun
- Laki-laki dari pada perempuan
- Adanya pembesaran kelenjar leher
- Adanya kelumpuhan saraf otak dan adanya kerusakan tulang tengkorak
- Adanya metastasis jauh.
24
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. A
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Kh. Azari, Lr. Kedukan, RT 20/RW 03 Kelurahan
Sula
Tanggal datang : Selasa, 14 Agustus 2018
No.RM : 39.86.27
II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Penurunan pendengaran
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik THT RSUD Palembang Bari dengan keluhan
gangguan penurunan pendengaran pada telinga kanan sejak 1 tahun yang lalu.
Riwayat trauma kepala (-), tinggal di tempat penuh kebisingan disangkal,
konsumsi obat-obatan ototoksik disangkal. Sebelumnya os pernah berobat ke
poli THT dan dikatan mengalami penurunan pendengaran karena faktor usia.
Pada 4 tahun yang lalu os berobat ke poli Penyakit Dalam dengan keluhan
benjolan di leher kanan sebesar telur ayam, keras, nyeri (+), susah menelan (-),
penurunan berat badan (-). Os didiagnosis dengan Limfadenitis TB dengan
pemeriksaan penunjang FNAB. Os diberikan terapi OAT selama 9 bulan
namun benjolan tidak mengecil dan semakin membesar. Kemudian Os berobat
ke Poli Bedah dan didiagnosis dokter dengan Kanker Nasofaring. Os dirujuk ke
RSMH untuk melakukan Radioterapi. Kemudian Os datang ke poli THT
dengan keluhan rasa mengganjal pada saat menelan, nyeri saat menelan (+),
25
suara parau (+), serta penurunan pendengaran pada telinga kanan. Os juga
pernah mengeluhksn mimisan. Lalu Os disarankan dokter untuk melakukan
tindakan operasi. Os datang ke poli THT lagi dengan keluhan benjolan sebesar
kelereng pada rahang bawah kanan dan didiagnosis dokter menderita kanker
nasofaring yang berulang. Kemudian os disarankan untuk dilakukan
pengangkatan benjolan dan melakukan radioterapi.
Riwayat Pengobatan
Menkonsumsi OAT selama 9 bulan pada 4 tahun yang lalu
Status lokalis
Telinga
Bagian Telinga Telinga kanan Telinga kiri
Deformitas (-), hiperemis Deformitas (-), hiperemis
Aurikula
(-), edema (-) (-), edema (-)
Daerah preaurikula Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
26
fistula (-), abses (-), nyeri fistula (-), abses (-), nyeri
tekan tragus (-) tekan tragus (-)
Hiperemis (-), edema (-), Hiperemis (-), edema (-),
Daerah
fistula (-), abses (-), nyeri fistula (-), abses (-), nyeri
retroaurikula
tekan (-) tekan (-)
Serumen (+), edema (-), Serumen (+), edema (-),
Meatus akustikus hiperemis (-), furunkel (-), hiperemis (-), furunkel (-),
otorea (-) sekret (-), otorea (-).
Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), buldging (-),
perforasi (-), cone of light perforasi (-), cone of light
Membran timpani
(+), mengarah kearah (+), mengarah ke arah
jarum jam 5, Injeksi (+) jarum jam 7, Injeksi (-)
Kesan :
- Telinga kiri dalam batas normal
- Telinga kanan dalam batas normal
Hidung
Rinoskopi Anterior
Vestibulum N N
Dasar kavum nasi media Bentuk (N), mukosa pucat. Bentuk (N), mukosa pucat.
Meatus nasi media Mukosa merah media (+), Mukosa merah media (+),
lapang, edema (-), sekret (-), lapang, edema (-), sekret (-),
massa (-) massa (-)
Meatus nasi inferior Mukosa merah muda (+), Mukosa merah media (+),
lapang, edema (-), sekret (-), lapang, edema (-), sekret (-),
massa (-) massa (-)
Konka nasi inferior Mukosa edema (-), eutrofi, Mukosa edema (-), eutrofi,
27
Maksilofasial
Bentuk : Simetris
Nyeri tekan: -
Leher
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB
28
IV. DIAGNOSIS
Ca Nasopharynx
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini terdapat gejala nasofaring yaitu terdapat keluhan rasa
mengganjal pada saat menelan, nyeri saat saat menelan, serta ada mimisan.
Adapun gejala telinga yaitu pasien mengeluhkan terjadi penurunan
pendengaran pada telinga kanan. Sudah terdapat metastasis yaitu benjolan pada
rahang bawah kanan yang sebelumnya benjolan tersebut muncul pada leher
kanan.
Pada pemeriksaan FNAB ditemukan Makroskopik : nodul di regio coli
lateral dextra, ukuran 1 x 1 cm, mobile Mikroskopik: sediaan sitologi FNAB
pada regio coli lateral dextra, populasi sel banyak, terdiri dari sel-sel limfoid
berbgai tingkat perkembangan, sel epiteloit tersebar satu-satu, nekrosis
perkijuan minimal, sel radang PMN, sel plasma, sel makrofag, massa amorf
basofilik, dengan latar belakang sel RBC. Tak dijumpai sel-sel ganas pada
sediaan ini. Kesan; Limfadenitis Kronik Granulomatous ec suspect
Tuberculosis pada regio coli lateral dextra.
Berdasarkan teori Biopsi tumor perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis karsinoma nasofaring. Patologi pada KNF dapat ditinjau secara
makroskopis dan mikroskopis. Makroskopis Secara makroskopis, pertumbuhan
KNF dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu Ulseratif yang biasanya berupa lesi
kecil disertai jaringan nekrotik. Nodular,, Biasanya berbentuk anggur atau
polipoid tanpa adanya ulserasi tetapi kadang-kadang terjadi ulserasi kecil.
Eksofitik, Biasanya non-ulseratif, tumbuh pada satu sisi nasofaring, kadang-
kadang bertangkai dan permukaan licin.
Mikroskopis biasa terdapat perubahan Perubahan pra keganasan.
Perubahan ini merupakan sebagai kondisi dari jaringan atau organ yang
tumbuh menjadi ganas secara perlahan. Dari penelitian Li dan Chen (1976)
ditemukan adanya hiperplasia dari sel-sel nasofaring yang berkembang kearah
keganasan. Perubahan patologik pada mukosa nasofaring seperti Reaksi
radang, Hiperplasia pada lapisan sel mukosa kelenjar dan salurannya maupun
pada jaringan limfoid. Hiperplasia kelenjar sering dihubungkan dengan proses
radang, Metaplasia pada epitel kolumnar nasofaring berupa perubahan kearah
epitel skuamosa bertingkat dan Neoplasia.
31
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA