Anda di halaman 1dari 25

HUBUNGAN KESIAPAN BELAJAR SISWA DENGAN

KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER

DI SMP N 3 KEBAKKRAMAT

PROPOSAL

Oleh :

DINA RISTA PRATIWI

16.0.P.067

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MITRA HUSADA

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

KARANGANYAR

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap siswa selalu mengalami proses belajar dalam

kehidupannya dimana dengan belajar akan memungkinkan siswa

mendapatkan perubahan di dalam dirinya. Perubahan yang diperoleh

siswa tersebut merupakan tujuan dari proses pembelajaran. Untuk

mencapai tujuan pembelajaran tersebut, siswa harus memiliki kesiapan

dalam belajar.

Kesiapan siswa akan membawa siswa tersebut untuk siap

memberikan respon terhadap situasi yang dihadapi melalui caranya

sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Slameto (2010:113) bahwa

kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap

untuk memberikan respon atau jawaban dengan cara tertentu terhadap

situasi tertentu. Untuk mencapai tingkat kesiapan yang maksimal

diperlukan kondisi fisik dan psikis yang saling menunjang kesiapan

siswa tersebut dalam proses pembelajaran.

Siswa yang mengalami proses belajar perlu memperhatikan

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan belajar yaitu faktor

eksternal dan internal . Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, faktor

sekolah dan faktor masyarakat. Faktor internal meliputi faktor

jasmaniah misalnya kesehatan dan cacat tubuh, faktor psikologis


misalnya perhatian, perkembangan kesiapan dan motivasi serta

kecemasan.

Kecemasan dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain tranmisi keluarga, genetik, faktor temprame, faktor keluarga dan

orang tua, kejadian dalam hidup, dan ketidaktertarikan kognitif atau

fobia sosial (Rapee, 2012). Beberapa pengaruh lainnya adalah jenis

kelamin (dimana kecenderungan dialami oleh perempuan), usia,

jurusan, dan gambaran demografis lainnya. Secara keseluruhan, sekitar

5% dari anak dan remaja di Negara timur memiliki kriteria untuk

gangguan cemas ini didominasi oleh remaja putri (Rapee, 2012). Di

Indonesia angka kecemasan mencapai 6,7%. Menurut Natoinal

Comorbidity Survey prevelensi kecemasan pada laki-laki 2% dan

perempuan 4,3% (Suryani & Syahniar, 2013).

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa siswa di

SMP N 3 Kebakkramat, siswa mengatakan merasa cemas, kecemasan

yang siswa rasakan seperti kurang pemahaman tentang materi

pembelajaran, kuranya konsentrasi, sulit mengingat materi, dan cemas

jika soal Ujian terlalu panjang sehingga sulit dipahami. Kecemasan

siswa dalam menghadapi Ujian Akhir Semester lebih besar dikarenakan

sekarang nilai Ujian Akhir Semester memiliki peran sangat penting,

selain sebagai salah satu penentu kenaikan kelas, juga dijadikan sebagai

salah satu penentu kelulusan siswa.


Hal ini diperkuat berdasarkan hasil penelitian kecemasan

menghadapi Ujian Semester yang dilakukan oleh I Gede Tresna (2011:

103) menyatakan bahwa kecemasan menghadapi Ujian Akhir Semester

dipicu oleh kondisi pikiran, perasaan dan perilaku motorik yang tidak

terkendali.

Berdasarakan hasil studi pendahuluan yang didapatkan oleh

peneliti dan ditambah dengan penelitian terkait tentang kecemasan

menghadapi Ujian Semester seperti penelitian I Gede Tresna (2011).

Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan

kesiapan belajar siswa dengan tingkat kecemasan menghadapi Ujian

Akhir Semester di SMP N 3 Kebakkramat.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada

hubungan yang signifikan antara kesiapan belajar siswa dengan tingkat

kecemasan menghadapi ujian akhir semester di SMP N 3

Kebakkramat ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan antara kesiapan belajar siswa dengan

tingkat kecemasan menghadapi ujian akhir semester di SMP N 3

Kebakkramat
2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kesiapan belajar yang dilakukan oleh siswa

b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan dalam menghadapi ujian

akhir semester

c. Mengetahui hubungan antara kesiapan belajar siswa dengan

tingkat kecemasan menghadapi ujian akhir semester di SMP N

3 Kebakkramat

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber ilmu

tentang kesiapan belajar siswa di sekolah.

2. Bagi siswa

Untuk selalu meningkatkan kesiapan belajar dan disiplin belajar

siswa serta dapat mengatur dan menggunakan waktunya dengan

baik.

3. Bagi sekolah

Penelitian ini yang dapat digunakan untuk menciptakan suasana

yang bisa menarik perhatian siswa agar lebih siap belajar untuk

mencapai hasil belajar yang memuaskan.

4. Bagi peneliti lain

Dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Relevan

1. Kesiapan Belajar

a. Definisi Kesiapan Belajar

Siap dalam hal belajar merupakan tugas seorang siswa

yang sedang menduduki jenjang sekolah. Siswa dituntut untuk

banyak mempelajari pelajaran yang ada di sekolah, maka

mereka harus mampu siap dalam belajar. Kesiapan belajar

merupakan suatu kesadaran yang harus dimiliki seseorang

yang ingin belajar untuk dapat menghasilkan sesuatu yang

lebih baik. Seseorang yang sudah siap dalam belajar akan

mendapat hasil yang lebih optimal dibandingankan dengan

seseorang yang tidak siap dalam hal belajar.

Pengertian kesiapan belajar menurut Slameto (2013:

113) merupakan “keseluruhan kondisi seseorang yang

membuatnya siap untuk memberi respon atau jawaban di

dalam cara tertentu terhadap situasi. Seseorang yang sudah

siap belajar akan mempunyai kemampuan memberi jawaban

atas materi yang diajarkan. Seseorang siap belajar dengan

menyiapkan fisik menerima pembelajaran dengan mental

menerima pembelajaran yang akan diajarkan guru”.


Sedangkan Nasution (2015: 179) menjelaskan

“kesiapan belajar merupakan kondisi-kondisi yang

mendahului kegiatan belajar itu sendiri”. Seseorang belajar

tanpa kesiapan proses belajar tidak akan menghasilkan hasil

yang maksimal. Kegiatan belajar melibatkan tingkat

perkembangan anak yang memiliki kapasitas untuk belajar

bahan tertentu, dan kesiapan sekolah yang melibatkan

serangkaian aspek kognitif, linguistik, sosial, dan

keterampilan motorik tertentu yang memungkinkan seorang

anak mengasimilasikan kurikulum sekolah. Anak belajar

menyesuaikan kondisi kemampuan pembelajarnya. Tingkat

kesiapan belajar anak berbeda-beda bergantung tingkat

pengetahuan yang sudah diterimanya, tingkat penguasaan

bahasa, tingkat lingkungan sosial yang membentuknya, dan

tingkat keterampilan yang dikuasainya.

Hamalik (2009: 41) menjelaskan pengertian “kesiapan

adalah keadaan kapasitas yang ada pada diri siswa dalam

hubungan dengan tujuan pengajaran tertentu”. Kemampuan

siswa dalam mempersiapkan diri dalam mengikuti pelajaran.

Setiap siswa mempunyai kemampuan menyiapkan diri yang

berbedabeda. Siswa yang sudah menyiapkan diri mengikuti

pembelajaran sudah menyiapkan jauh sebelumnya.


Berdasarkan pengertian di atas maka dapat ditarik

simpulan pengertian kesiapan belajar adalah suatu kondisi

siswa yang sudah siap melakukan aktivitas dengan penuh

kesadaran untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman,

keterampilan, sikap dengan cara mengamati, meniru, latihan,

dan masuknya pengalaman baru pada siswa.

b. Aspek Kesiapan Belajar

Ada beberapa aspek kesiapan yang dikemukakan oleh

Nasution (2015: 180183) ia membagi kesiapan belajar

menjadi tiga hal, yaitu perhatian, motivasi belajar, dan

perkembangan kematangan. (1) Perhatian merupakan

pemusatan tenaga atau kekuatan jiwa tertuju kepada sesuatu

objek. (2) Motivasi belajar merupakan kemampuan

membangkitkan rasa ingin belajar seseorang. (3) Kematangan

belajar merupakan kondisi seseorang mampu menerima

sesuatu sesuai dengan tingkat pembelajar.

Slameto (2013: 105) menyatakan bahwa “perhatian

adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam

hubungannya dengan pemilihan rangsangan yang datang dari

lingkungannya”. Seseorang sedang melakukan sesuatu akan

memperhatikan hal-hal yang ada di sekelilingnya. Seseorang

yang sedang belajar di kelas akan memperhatikan guru yang

sedang mengajar supaya yang dijelaskan guru mampu


dipahaminya. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik

maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang

dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian

siswa, maka timbullah kebosanan sehingga menyebabkan

siswa tidak suka belajar.

Berdasarkan teori di atas kesiapan belajar dapat

diartikan sebagai kondisi awal seseorang yang terfokus pada

suatu hal terutama dalam belajar. Belajar yang disertai dengan

perhatian yang baik maka akan mencapai hasil belajar yang

baik pula, sedangkan yang tidak menggunakan perhatiannya

dalam proses pembelajaran maka hasilnya tidak akan sebaik

dengan seseorang fokus perhatiannya.

c. Perkembangan Kesiapan

Slameto (2013: 113) menjelaskan “kesiapan adalah

keseluruhan kondisi individu yang membuatnya siap untuk

memberi respon atau jawaban di dalam cara tertentu terhadap

suatu situasi”. Perkembangan kesiapan merupakan suatu

proses yang dapat menimbulkan perubahan pada diri

seseorang. Perubahan itu terjadi karena adanya pertumbuhan

dan perkembangan sesuai dengan bertambahnya usia dari

seseorang itu. Kesiapan juga dapat diartikan sebagai

kematangan membentuk sifat dan kekuatan dalam diri untuk

bereaksi dengan cara tertentu.


Lebih lanjut Slameto (2013: 115) menjelaskan

“kematangan merupakan suatu proses yang menimbulkan

perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pertumbuhan dan

perkembangan”. Kematangan dalam ini merupakan sesuatu

yang dapat membentuk karakteristik dan kekuatan dalam diri

seseorang untuk dapat bereaksi dengan caranya sendiri yang

dapat disebut dengan kesiapan.

Perkembangan kesiapan siswa yang harus dicapai

adalah bagaimana siswa harus bersiap dalam pembelajaran

yang dilakukan dalam membantu siswa dalam menghadapi

ujian yang diadakan secara nasional. Dengan adanya kesiapan

tersebut siswa merasa yakin dengan semua jawaban yang

dikerjakan dan dapat meningkatkan rasa optimisme pada siri

siswa serta akan mengurangi kecemasan.

d. Prinsip-prinsip Kesiapan Belajar

Adapun Prinsip-prinsip kesiapan belajar menurut

Slameto (2013:115)

meliputi: 1. Semua aspek perkembangan berinteraksi (saling

pengaruh mempengaruhi). 2. Kematangan jasmani dan rohani

adalah perlu untuk memperoleh manfaat dari pengalaman. 3.

Pengalaman-pengalaman mempunyai pengaruh yang positif

terhadap kesiapan. 4. Kesiapan dasar untuk kegiatan tertentu


terbentuk dalam periode tertentu selama masa pembentukan

dalam masa perkembangan.

Sedangkan Soemanto (2012:192) membagi prinsip

bagi perkembangan readiness meliputi:

1. Semua aspek pertumbuhan berinteraksi dan bersama

membentuk readiness. 2. Pengalaman seseorang ikut

mempengaruhi pertumbuhan fisiologis individu. 3.

Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan

fungsifungsi kepribadian individu, baik yang jasmaniah

maupun yang rohaniah.

e. Faktor-faktor Kesiapan Belajar

Faktor-faktor kesiapan belajar siswa menurut

Djamarah (2009: 39) meliputi: “(1) kesiapan fisik, misalnya

tubuh tidak sakit (jauh dari gangguan lesu, mengantuk, dan

sebagainya). (2) Kesiapan psikis, misalnya ada hasrat untuk

belajar, dapat berkonsentrasi, dan ada motivasi intrinsik. (3)

Kesiapan materiil, misalnya ada bahan yang dipelajari atau

dikerjakan berupa buku bacaan, catatan dll”. Faktor kesiapan

menurut Slameto (2013: 113) mencakupi tiga aspek, yaitu:

“(1) kondisi fisik, mental, dan emosional, (2) kebutuhan-

kebutuhan, motif, dan tujuan, (3) keterampilan, pengetahuan,

dan pengertian yang lain yang telah dipelajari”.


Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai dasar

indikator kesiapan belajar adalah kesiapan fisik siswa, psikis,

dan keterampilan. Kondisi fisik yang dimaksud misalnya

tubuh tidak sakit (jauh dari gangguan lesu, mengantuk, dan

sebagainya). Kondisi psikis menyangkut ada hasrat untuk

belajar, dapat berkonsentrasi, dan ada motivasi intrinsic serta

memiliki tujuan dalam belajar. Aspek keterampilanmisalnya

ada bahan yang dipelajari atau dikerjakan berupa buku bacaan,

catatan dll yang disiapkan oleh siswa secara mandiri.

2. Kecemasan

a. Pengertian Kecemasan

Halgin (2010: 198) menjelaskan pengertian kecemasan

merupakan ”sikap yang berorientasi pada masa depan dan

bersifat umum yang mengacu padakondisi ketika individu

merasakan kekhawatiran / kegelisahan, ketegangan, dan rasa

tidak nyaman yang tidak terkendali mengenai kemungkinan

akan terjadinya hal buruk”. Maka disini lebih dalam seorang

individu akan merasa dirinya terancam akan adanya bahaya

yang akan mengenai dirinya yang bisa mengancam mapun

membuat tenang individu tersebut.

Hal senada diungkapkan oleh Kartono (2014: 129)

mengenai pengertian kecemasan ialah “semacam kegelisahan,


kekhawatiran, dan „ketakutan‟ terhadap sesuatu yang tidak

jelas, dan mempunyai ciri pada seseorang”. Kecemasan timbul

karena rasa khawatir atas sesuatu yang belum jelas,

meragukan, dan dimungkinkan buruk atau akan berdampak

menyiksa. Perasaan khawatir yang dirasakan pada setiap

individu itu bisa menghantui perasaan dan berujung pada

tindakan yang bisa merugikan.

Menurut Prasetyono (2009: 11) pengertian

“kecemasan (anxiety)

merupakan penjelmaan dari berbagai proses emosi yang

bercampur baur, yang terjadi manakala seorang sedang

mengalami berbagai tekanan atau ketegangan (stress) seperti

perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik batin)”.

Seseorang akan mengalami kecemasan apabila mendapat

suatu tekanan dirinya sendiri maupun dari pihak lain yang

tidak mampu diselesaikan dengan baik. Permasalahan akan

selalu dipikir menghantuai pikiran seseorang sehingga

menimbulkan rasa cemas pada seseorang.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa

kecemasan merupakan suatu keadaan emosional yang

mempunyai respon-respon dalam bentuk fisiologis maupun

psikologis sebagai dampak dari perasaan tidak aman terhadap


kemungkinan buruk yang mungkin akan terjadi pada diri

individu itu sendiri.

b. Tingkat Kecemasan

(Astuti & Resminingsih, 2010) Tingkat kecemasan dapat

diklasifikasikan kedalam empat tipe, yaitu ringan, sedang,

berat, dan panik.

1) Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan kehidupan

sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada

dan persepsinya meningkat. Kecemasan ringan dapat

menambah motivasi belajar sehingga menghasilkan

pertumbuhan dan kreativitas. Manifetasi yang timbul pada

tingkatan ini adalah keletihan, persepsi meningkat,

kesadaran tinggi, mampu belajar, tingkah laku sesuai

keadaan.

2) Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang dapat memusatkan pada

satu masalah dan mengesampingkan masalah yang lain

sehingga mengalami perhatian yang selektif, tetapi dapat

melakukan sesuatau dengan terarah. Manifestasi yang

terjadi pada kecemasan sedang, yaitu kelelahan, denyut

jantung yang cepat, meningkatnya pernapasan,

meningkatnya ketegangan otot, berbicara tidak teratur


dengan nada yang tinggi, dapat belejar namun tidak

optimal, konsentrasi menurun.

3) Kecemasan berat

Sangat mengurangi persepsi. Seseorng dengan rasa

cemas yang berat cenderung untuk memusatkan pada

sesuatu yang lebih rinci dan spesifik, dan tidak berpikir

tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan bantuan

arahan untuk dapat memusatkan perhatiannya. Manifestasi

yang muncul pada kecemasan berat adalah mengeluh

kepala pusing, tidak dapat tidur, sering kencing, diare,

tidak dapat belajar secara efektif, bingung dan disorientasi.

4) Panik

Panik sangat berhubungan dengan rasa ketakutan,

terperangah, dan teror karena mengalami kendali. Orang

yang sedang mengalami kepanikan tidak dapat melakukan

sesuatu meki dengan pengarahan. Tanda dan gejala pada

orang pank ini adalah sudah dalam bernapas, pucat,

kurangnya respon terhadap perintah yang sederhana,

menjerit, dan mengalami halusinasi.

c. Gejala Kecemasan

Blackburn & Davidson (dalam Safaria & Saputra,

2012) mengemukakan gejala kecemasan yaitu sebagai berikut:


1) Suasana hati, berupa kecemasan, mudah marah, perasaan

sangat tegang.

2) Pikiran, berupa khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran

kosong, membesarkan ancaman, memandang diri tidak

berdaya atau sensitif.

3) Motivasi, berupa menghindari situasi, ketergantungan

tinggi, ingin melarikan diri.

4) Perilaku, berupa gelisah, gugup, waspada berlebihan.

5) Gerakan biologis, berupa gerakan otomatis meningkat,

berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, mulut

kering.

Deffenbacher dan Hazeleus (dalam Ghufron

Risnawita, 2010) mengemukakan bahwa faktor penyebab

kecemasan, meliputi hal-hal dibawah ini:

1) Kekhawatiran (worry) merupakan pikiran negatif tentang

dirinya sendiri, seperti perasaan negatif bahwa ia lebih

jelek dibandingkan dengan teman-temannya.

2) Emosionalitas (imosionality) sebagai reaksi diri terhadap

rangsangan saraf otonomi, seperti jantung berdebar-debar,

keringat dingin, dan tegang.

3) Gangguan dan hambatan dalam menyelesaikan tugas (task

generated interverence) merupakan kecenderungan yang


dialami seseorang yang tertekan karena pemikiran yang

rasional terhadap tugas.

d. Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan

Risnawati & Ghufron (2014) terdapat dua faktor yang

menyebabkan adanya kecemasan, yaitu faktor internal yang

meliputi tingkat religiusitas yang rendah, rasa pesimis, takut

gagal, pengalaman negatif masa lalu, pikiran yang tidak

rasional dan faktor eksternal seperti kurangnya dukungan

sosial.

Elina Raharisti Rufaidah (2009), menyatakan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah:

1) Faktor fisik

Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental

individu sehingga memudahkan timbulnya kecemasan.

2) Trauma atau konflik

Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada

kondisi individu dalam arti bahwa pengalaman-

pengalaman emosional atau konflik mental yang terjadi

pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala

kecemasan.

3) Lingkungan awal yang tidak baik

Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat

mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut


kurang baik maka akan menghalangi pembentukan

kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan.

e. Jenis-jenis Kecemasan

Cattel (dalam De Clerq,2012) membagi kecemasan

dalam dua jenis, yaitu :

1) State Anxiety, adalah reaksi emosi sementara yang timbul

pada situasi tertentu, yang dirasakan sebagai suatu

ancaman. State Anxiety beragam dalam aktivitas dan

waktu, contoh: saat menghadapi ujian. Keadaan ini

ditemukan oleh perasaan ketegangan yang subjektif.

2) Trait Anxiety, menunjuk pada ciri atau sifat seseorang

yang cukup stabil yang mengarahkan seseorang untuk

mengintepretasikan suatu keadaan sebagai suatu ancaman

yang disebut dengan Anxiety proness (kecenderungan

akan kecemasan). Orang ini cenderung untuk merasakan

berbagai macam keadaan yang membahayakan atau

mengancam, cenderung untuk menggapai dengan reaksi

kecemasan.

Hurlock (2009) mengatakan bahwa kecemasan dapat

ditandai dengan adanya rasa khawatir, kegelisahan, dan

perasaan tidak aman. Dari uraian diatas dapat disimpulkan

bahwa gejala kecemasan merupakan hal-hal yang nampak

sebagai tanda-tanda individu yang mengalami rasa cemas


baik dari dalam maupun dari luar, baik gejala fisik maupun

gejala psikologis.

3. Remaja

a. Pengertian remaja
Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-
anak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut World
Health Organisation (WHO) adalah 10 sampai 19 tahun. Pada
masa remaja mengalami perubahan fisik sangat cepat, yang
tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental
emosional) (Irianto, 2015).
Masa remaja juga merupakan masa peralihan dari
masa anak-anak ke masa dewasa yang di awali dengan
pubertas. Pada saat ini, terjadi banyak perubahan pada remaja,
baik dari segi fisik, sosial, maupun emosional yang di awali
dengan mimpi basah untuk pertama kalinya (laki-laki) dan
datangnya haid (perempuan). Menentukan titik awal masa
remaja tidaklah mudah. Remaja (adolescence) berasal dari
Bahasa latin yakni tumbuh kearah kematangan. Kematangan
ini bukan hanya dari segi fisik, tetapi juga sosial dan
emosional (Herlina dan Indah, 2010).
Menurut peneliti, remaja merupakan masa perubahan
fisik begitu cepat, sosial maupun emosional. Yang mana
mengalami masa perubahan dari masa anak-anak ke remaja
diawali dengan pubertas pada laki-laki diawali dengan mimpi
basah, sedangkan pada perempuan diawali dengan datangnya
haid.
b. Perkembangan Remaja dan Ciri-cirinya
Menurut Widyastuti (2009), masa remaja dibagi
menjadi tiga yang terdiri dari :
1) Masa remaja awal (10-12 tahun), cirinya: tampak dan
merasa lebih dekat dengan teman sebaya, merasa ingin
bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan
mulai berpikir yang khayal (abstrak).
2) Masa remaja tengah (13-15 tahun ), cirinya, mencari
identitas diri, keinginan berkencan atau ketertarikan pada
lawan jenis, timbul perasaan cinta yang mendalam,
berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
seksual.
3) Masa remaja akhir (16-19 tahun), cirinya: mengungkapkan
kebebasan diri, mencari teman sebaya yang lebih selektif,
memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap
dirinya, mewujudkan perasaan cinta, memiliki
kemampuan berpikir khayal atau abstrak.
c. Perkembangan Fisik Remaja
Perubahan fisik pada remaja ditandai dengan
munculnya tanda-tanda perubahan pada anggota tubuh
seperti : perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis dan buah
zakar bertambah besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada
lebih lebar, badan berotot, tumbuhnya kumis, cambang dan
kumis disekitar kemaluan dan ketiak. Pada remaja putri
pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, payudara
membesar, tumbuhnya rambut diketiak dan sekitar
kemaluan(pubis) (Irianto, 2015).
Sedangkan menurut Vida (2011), perubahan-
perubahan yang terjadi seperti fisik, psikis, dan psikososial
pada remaja adalah :
1) Pria
a) Perubahan fisik
Tinggi badan, berat badan, suara membesar,
testis membesar, mimpi basah, ereksi atau ejakulasi,
kulit berminyak, tumbuh bulu pada kemaluan dan
ketiak, tumbuh jerawat.
b) Perubahan psikologi
Tertarik pada lawan jenis, kecemasan,
menonjolkan diri, sulit bersepakat kurang
pertimbangan, ingin mencoba-coba, mudah
terpengaruh, susah dikendalikan.
2) Wanita
a) Perubahan fisik
Tinggi badan, berat badan, payudara
membesar, panggul membesar, menstruasi, kulit
berminyak, tumbuh bulu pada alat kelamin dan ketiak.
b) Perubahan psikologis
Tertarik pada lawan jenis, cemas, mudah sedih,
lebih perasa, menarik diri, pemalu, pemarah.

B. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Kesiapan Belajar Kecemasan Menghadapi


UAS

C. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan

penelitian. Hipotesis merupakan pertanyaan yang harus dibuktikan

(Notoatmojo, 2010). Berdasarkan uraian dalam latar belakang serta

perumusan masalah dapat diajukan suatu hipotesa kerja yaitu :


1. Ha : Ada hubungan yang signifikan antara kesiapan belajar siswa

dengan kecemasan menghadapi ujian akhir semester di SMP N 3

Kebakkramat

2. Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara kesiapan belajar siswa

dengan kecemasan menghadapi ujian akhir semester di SMP N 3

Kebakkramat

BAB III

METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif

dengan desain penelitian korelasi. Penelitian kuantitatif yaitu suatu proses

untuk menemukan pengetahuan, mencari hubungan antar variabel dan

menguji suatu teori dengan menggunakan data berupa angka (numerikal)

yang diolah menggunakan metode statistik (Azwar, 2012). Desain

penelitian korelasi yaitu suatu teknik statistik yang digunakan untuk

mencari hubungan antar dua variabel (Winarsunu, 2009). Dua varibael

tersebut disebut sebagai variabel X (bebas) dan variabel Y (terikat).

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas (X)

dan variabel terikat (Y). Adapun yang menjadi variabel bebas (X) yaitu

kesiapan belajar dan variabel terikat (Y) adalah kecemasan.

Definisi Operasional :

1. Kesiapan Belajar

Kesiapan belajar adalah suatu usaha belajar yang dilakukan untuk

mengawali kegiatan berupa kesiapan fisik, psikis, dan materil. Kesiapan

belajar merupakan keseluruhan kondisi siswa yang meliputi

kemampuan (ability), kemauan (wilingness), dan kepercayaan diri

(confidence) dengan menggunakan alat ukur instrumen berupa skala


kesiapan belajar (Novitasari, 2003). Memiliki jumlah item sebanyak 40

item (Cronbach Alpha = 0.836 – 0.915).

2. Kecemasan

Kecemasan tes atau ujian adalah reaksi kecemasan terhadap

ancaman kegagalan pada saat pelaksanaan ujian yang akan berdampak

negatif pada siswa. Alat ukur yang digunakan yaitu Test Anxiety Scale

(TAS) dari Sarason (1978) yang terdiri dari 37 butir item. (Cronbach‟s

Alpha = 0.87).

C. Populasi, Sampel, dan Subyek Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa siswi di SMP N

3 Kebakkramat dengan jumlah XXXXXXXX siswa

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yaitu

sebanyak XXXX responden

3. Subyek penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa siswi di SMP N 3

Kebakkramat
D. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

2. Cara Pengumpulan Data

E. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

F. Jadwal Penelitian

Anda mungkin juga menyukai