Anda di halaman 1dari 63

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PERADANGAN

SISTEM RESPIRASI ASMA

MAKALAH
diajukan guna melengkapi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak (KPA 1525)
dengan dosen pembimbing Ns. Nuning Dwi Merina S.Kep.,M.Kep.

Oleh :
Kelompok 4 / Kelas A18
Reni Hesti kurniasari NIM 182310101003
Habibatus Islamiyah NIM 182310101019
Galuh Ajeng Hamindhana NIM 182310101035
Devi Anjarsari Saputri NIM 182310101037
Hafifah Hasan NIM 182310101050

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
2020
KEPERAWATAN ANAK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PERADANGAN
SISTEM RESPIRASI ASMA

MAKALAH

Oleh :
Kelompok 4 /Kelas A 2018
Reni Hesti kurniasari NIM 182310101003
Habibatus Islamiyah NIM 182310101019
Galuh Ajeng Hamindhana NIM 182310101035
Devi Anjarsari Saputri NIM 182310101037
Hafifah Hasan NIM 182310101050

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Makalah Keperawatan Anak yang berjudul


“Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Peradangan Sistem Respirasi ASMA”

yang disusun oleh:


Kelompok 4 Kelas A Angkatan 2018

telah disetujui untuk diseminarkan dan dikumpulkan pada :


hari/tanggal :

Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau
reproduksi ulang makalah yang telah ada.

Ketua

Reni Hesti Kurniasari


NIM. 182310101003

Mengetahui,
Penanggung jawab mata kuliah Dosen Pembimbing

Ns. Nuning Dwi Merina S.Kep.,M.Kep. Ns. Nuning Dwi Merina S.Kep.,M.Kep.
NIP. 760019009 NIP. 760019009
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Peradangan Sistem Respirasi Asma”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
pada Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Ns. Peni Perdani Juliningrum, M.Kep. selaku pembimbing Mata Kuliah
Keperawatan Anak yang telah membimbing dalam penulisan makalah ini;
2. Bapak dan Ibu kami yang telah memberikan dorongan serta doanya demi
terselesaikannya makalah ini;
3. Teman-teman kelas A angkatan 2018 yang telah memberi dorongan dan
semangat;
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Jember, 24 September 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI

COVER
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................iii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iv
DAFTAR ISI.............................................................................................................v
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
BAB 2. KONSEP TEORI........................................................................................3
2.1 Definisi...........................................................................................................3
2.2 Faktor Penyebab dan Resiko......................................................................5
2.3 Tanda dan Gejala.........................................................................................8
2.4 Patofisiologi...................................................................................................8
2.5 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................9
2.6 Pengobatan Farmakologi dan Non Farmakologi....................................11
2.7 Pathway.......................................................................................................13
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN.................................................14
3.1 Pengkajian...................................................................................................14
3.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................27
3.3 Intervensi Keperawatan............................................................................32
3.4 Implementasi Keperawatan......................................................................38
3.5 Evaluasi ......................................................................................................46
BAB 4. ANALISIS JURNAL………………………………………………….... 53
BAB 5. PENUTUP ……………………………………………………………… 55
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….…………56

v
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit inflamasi kronis saluran nafas yang ditandai dengan mengi
episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas disebut
dengan asma. Adapun ciri-ciri klinis asma adalah riwayat episodik sesak, terutama
pada malam hari yang sering terjadi dengan disertai batuk. Asma dapat
dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu genetik dan lingkungan (Perdani 2019).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2011, terdapat 235
juta orang di seluruh dunia yang menderita asma dengan angka kematian lebih
dari 8% pada negara-negara berkembang yang secara nyata dapat dicegah.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, di Indonesia
prevalensi penyakit asma yang terjadi pada semua umur adalah 4,5% dengan
prevalensi penyakit asma tertinggi terdapat pada Sulawesi Tengah (7,8%), Nusa
Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), Sulawesi Selatan (6,7%), dan
Jawa Tengah (4,3%).
Diagnosis yang paling sering menjadi keluhan di rumah sakit anak
adalah asma. Asma dapat mengakibatkan kehilangan 5-7 hari sekolah secara
nasional/ tahun/ anak. 10-15% anak laki-laki dan 7-10% anak perempuan akan
menderita asma pada suatu waktu selama masa kanak-kanak (Pandey 2015).
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa definisi dari penyakit asma?
b. Apa faktor penyebab dan faktor risiko pada penderita penyakit asma?
c. Apa saja tanda dan gejala pada penyakit asma?
d. Bagaimana patofisiologi pada penyakit asma?
e. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendeteksi
penyakit asma?
f. Apa saja pengobatan farmakologi dan nonfarmakologi untuk penderita
penyakit asma?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari penyakit asma.

1
b. Untuk mengetahui faktor penyebab dan faktor risiko pada penderita
penyakit asma.
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada penyakit asma.
d. Untuk mengetahui patofisiologi pada panyakit asma.
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi penyakit asma.
f. Untuk mengetahui pengobatan farmakologi dan nonfarmakologi yang
dapat diterapkan pada penderita penyakit asma.

2
BAB 2. KONSEP TEORI

2.1 Definisi

Gambar 1. Anak dengan Asma


Sumber: alodokter.com

Peradangan saluran nafas yang dapat menyebabkan sesak nafas, dada


tersumbat (dada terasa sesak), dan batuk disebut dengan asma. Asma adalah
penyakit inflamasi kronis yang terjadi pada saluran nafas ditandai dengan mengi
episodik, batuk, dan sesak di dada akibat dari adanya penyumbatan saluran nafas.
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang dapat
menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
disertai gejala episodik yang berulang, berupa batuk, sesak nafas, mengi, dan rasa
berat di dada, terutama pada saat malam hari dan/atau dini hari yang pada
umumnya bersifat reversibel, baik dengan ataupun tanpa pengobatan (Perdani
2019).
Asma adalah penyakit respiratorik kronis yang sangat sering terjadi pada
anak. Asma dapat didefinisikan sebagai penyakit saluran respiratori dengan dasar
inflamasi kronik yang dapat mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran
respiratori dengan derajat yang bervariasi (PNAA, 2015).
Menurut Kowoalak et all, 2011, asma diklasifikasikan menjadi dua
macam, yaitu:
a. Ekstrinsik
Merupakan bentuk asma yang paling umum karena reaksi alergi pada
penderita terhadap alergen dan tidak membawa pengaruh apapun terhadap
orang yang sehat. Alergen ekstrinsik meliputi polen (tepung sari bunga), bulu

3
binatang, debu rumah atau kapang, bantal kapuk atau bulu, zat adiktif pangan
yang mengandung sulfit, dan zat lain yang menimbulkan sensitisasi.
b. Intrinsik
Merupakan asma yang tidak responsive terhadap pemicu yang berasal
dari alergen. Asma intrinsik disebabkan oleh stress emosi, infeksi, kondisi
lingkungan yang buruk (seperti kelembaban, suhu, polusi, udara, dan paparan
asap yang berbahaya), aktivitas olahraga yang berlebihan, batuk atau tertawa,
dan faktor genetik.
Asma dapat diklasifikasikan dengan berdasarkan seberapa seringnya
timbul gejala, serangan malam, gangguan pada aktivitas normal, dan fungsi paru.
Klasifikasi dari penyakit asma, antara lain:
1. Asma intermiten
- Gejala ≤ 2 hari/ minggu
- Serangan malam < 2 kali/ bulan
- Penggunaan beta-2 agonis kerja cepat (Short Acting beta-2 agonist/ SABA)
untuk control gejala ≤ 2 hari/ minggu
- Gangguan pada aktivitas normal tidak ada
- Fungsi paru: FEV1 >80% normal bila tidak eksaserbasi dan FEV1/ FVC
normal
- Risiko eksaserbasi: 0-2 kali/ tahun
2. Asma persisten ringan
- Gejala > 2 hari/minggu tetapi tidak setiap hari
- Serangan malam 3-4 kali/ bulan
- Penggunaan beta-2 agonis kerja cepat untuk control gejala > 2 hari/
minggu tetapi tidak setiap hari
- Akivitas normal terbatas sedikit
- Fungsi paru: FEV1 > 80% dengan FEV1/ FVC normal
- Risiko eksaserbasi > 2 kali/ tahun
3. Asma persisten sedang
- Gejala muncul setiap hari
- Serangan malam > 1 kali/ minggu tetapi tidak tiap malam

4
- Penggunaan beta-2 agonis kerja cepat untuk control gejala setiap hari
- Aktivitas normal terbatas
- Fungsi paru FEV1 > 60 tetapi < 80% dengan FEV1/ FVC menurun 5%
- Risiko eksaserbasi > 2 kali/ tahun
4. Asma persisten berat
- Gejala sepanjang hari
- Serangan malam sering, 7 hari/ minggu
- Penggunaan beta-2 agonis kerja cepat untuk control gejala beberapa kali/
hari
- Aktivitas normal sangat terbatas
- Fungsi paru FEV1 < 60% dengan FEV1/ FVC menurun lebih daru 5%
- Risiko eksaserbasi > 2 kali/ tahun
2.2 Faktor Penyebab dan Resiko
Dua faktor yang dapat mempengaruhi asma adalah genetik dan
lingkungan. Peningkatan prevalensi asma diduga berkaitan dengan pola hidup
yang berubah dan peran faktor lingkungan, terutama polusi, baik indoor maupun
outdoor. Faktor risiko yang dapat mengakibatkan asma dan dapat memicu untuk
terjadinya serangan asma adalah riwayat atopik keluarga. Berdasarkan studi
kohort, apabila seorang anak memiliki salah satu orang tua yang memiliki
kemungkinan untuk menderita alergi sebesar 33% dan kemungkinan terjadinya
alergi dengan kedua orang tua yang menderita alergi adalah sebesar 70% (Perdani
2019).
Serangan asma bervariasi, dari yang ringan samapai berat dan dapat
mengancam kehidupan. Beberapa faktor pencetus terjadinya serangan asma, yaitu
olah raga, alergen, infeksi, perubahan suhu secara mendadak, atau pajanan
terhadap iritan respiratorik, seperti asap rokok dan debu polusi. Faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya prevalensi asma disuatu tempat adalah usia, jenis
kelamin, ras, sosioekonomi, dan faktor lingkungan. Faktor tersebut dapat
mempengaruhi prevalensi asma, derajat penyakit asma, terjadinya serangan asma,
berat ringannya serangan, dan kematian akibat penyakit asma (Perdani 2019).

5
Faktor resiko penyakit asma ada 3, yaitu faktor pejamu (host), faktor
lingkungan, dan faktor lain.
1. Faktor pejamu (host)
a. Genetik asma
Merupakan salah satu faktor resiko yang paling sering terjadi pada
penyakit asma. Seseorang yang memiliki penyakit asma mempunyai
peluang untuk menurunkan penyakitnya tersebut pada anggota keluarga
yang lain.
b. Alergik (atopi)
Sebagian besar serangan asma pada anak mempunyai dasar atopi dengan
alergen yang berperan sebagai pencetus utama serangan asma. Faktor
lingkungan yang berinteraksi dengan faktor keturunan untuk menimbulkan
reaksi asmatik yang dapat menyebabkan bronkospasme (Kowalak et all,
2011).
c. Hiperaktivitas bronkus
Terjadinya hiperaktivitas bronkial berkaitan dengan inflamasi mukosa
jalan nafas karena adanya sensitisasi terhadap alergen maupun iritan
(Rengganis, 2008).
d. Jenis kelamin
50% asma akan menyerang anak-anak dibawah usia 10 tahun dan dari
jumlah tersebut, anak laki-laki mengalami lebih banyak dua kali lipat
dibandingkan dengan anak perempuan (Kowalak et all, 2011).
e. Ras
Penduduk dengan ras Asia cenderung mengalami penyakit asma lebih
besar jika dibandingkan dengan ras lainnya. Hal ini dikarenakan ras Asia
masih banyak negara berkembang yang memiliki perekonomian menengah
kebawah sehingga faktor kesehatannya pun kurang diperhatikan.
2. Faktor lingkungan
a. Alergen dalam rumah
Debu rumah/ kapang, kecoa, serpihan kulit binatang, seperti anjing atau
kucing yang masuk ke dalam saluran nafas.

6
b. Alergen luar rumah
Spora jamur, polen/ serbuk sari yang masuk ke dalam saluran nafas.
3. Faktor lain
a. Alergen makanan
Susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk,
bahan penyedap, pengawet, dan pewarna makanan.
b. Alergen obat-obatan tertentu
Penisilin sefalosporin, golongan beta lactam lainnya, eritromisin,
tetrasiklin, analgetik, dan antipiretik.
c. Bahan yang mengiritasi
Parfum dan household spray.
d. Ekspresi emosi berlebih
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangna
asma. Selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang telah terjadi.
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Paparan asap rokok baik, sebelum maupun sesudah kelahiran sangat
berhubungan dengan efek yang berbahaya, seperti meningkatkan resiko
terjadinya gejala asma pada usia dini.
f. Aktivitas fisik yang menginduksi asma
Sebgaian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma jika
melakukan aktivitas jasmani satau olahraga yang berat atau berlebihan.
Lari cepat adalah contoh olahraga yang paling cepat untuk menimbulkan
serangan asma.
g. Perubahan cuaca
Cuaca yang lembab dan hawa pegunungan yang dingin dapat
mempengaruhi terjadinya asma. Atmosfer yang mendadak berubah
menjadi dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Serangan asma kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti
musim hujan, musim kemarau, dan musim bunga (musim semi).

7
h. Infeksi virus
Virus merupakan penyebab infeksi saluran pernafasan atas dan pada anak
virus ini sebagai pencetus utama dalam menimbulkan penyakit asma
sebesat 20-40%. Bayi sangat rentan terhadap obstruksi jalan nafas dan
mengi dengan infeksi virus karena saluran udaranya yang masih kecil
(Welss et all, 2009).
2.3 Tanda dan Gejala
Tanda gejala yang menunjukkan bahwa seseorang menderita asma atau
tidak, antara lain:
1. Batuk
2. Wheezing
3. Sesak nafas
4. Dada tertekan yang timbul secera kronik atau berulang
5. Cenderung memberat saat malam atau dini hari (noktural)
6. Reversible
7. Biasanya timbul jika ada faktor pencetus.
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit asma dipengaruhi oleh dua pengaruh genetik,
yaitu kemampuan seseorang untuk mengalami serangan asma (atopi) dan
kecenderungan untuk mengalami hiperaktivitas jalan nafas yang tidak bergantung
pada atopi (Kowalak et all, 2011). Ketika keadaan atopi akan timbul reaksi alergi
karena kecenderungan seseorang untuk membentuk sejumlah Antibodi Ig E
abnormal dalam jumlah yang besar. Antibodi Ig E tersebut terikat pada sel mast,
basophil, sel limfosit T, sel makrofag, dan eosinophil. Walaupun daya ikat dengan
sel mast mempunyai afinitas yang paling kuat dan sel tersebut tersebar di
beberapa organ tubuh, salah satunta pada saluran nafas (Rengganis, 2008).
Apabila seseorang mengirup allergen, maka akan terjadi fase sensitisasi
dimana Ig E orang tersebut mengalami peningkatan. Alergen tersebut berkaitan
dengan Ig E yang melekat pada sel mast dan dapat menyebabkan sel tersebut
mengalami degranulasi yang mengeluarkan berbagai macam mediator. Sehingga
muncullah edema local pada dinding bronkiolus kecil, kentalnya sekresi mukus

8
dalam lumen bronkiolus dan spasme otot polos bronkiolus yang akhirnya akan
menyebabkan inflamasi saluran nafas (Rengganis, 2008).
Jika sesorang terpapar kembali dengan alergi yang serupa, maka allergen
tersebut akan berikatan dengan Ig E yang sudah terikat pasa sel mast yang telah
tersensitisasi dan akan terjadi fusi granul dengan membran sel mast sehingga
terjadi degranulasi yang melepaskan mediator. Sel-sel mast yang berada di
jaringan interstisial paru akan mengalami rangsangan untuk melepaskan histamin
dan leukotrien. Histamin yang terikat pada tempat reseptor dalam bronkus yang
besar tempat substansi ini dapat menyebabkan pembengkakan pada otot polos.
Membran mukosa akan mengalami inflamasi, iritasim dan pembengkakan.
Sehingga pada saluran nafas akan menimbulkan gejala, yaitu sesak, sumbatan
hidung, pilek, dan batuk (Kowalak et all, 2011).
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penyakit asma digunakan untuk
mengurangi diagnosis banding, komorbiditas, dan untuk menentukan tingkat
keparahan dari penyakit asma. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan, antara lain:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap, ditemukannya jumlah dari jenis eosinofil
lebih dari 4% dan kurang dari 4% tidak dapat mengurangi diagnosis asma.
b. Pewarnaan sputum, terdapat eosinofil.
c. Serum Ig E lebih dari 100 IU, menandakan suatu kondisi alergi.
d. Analisis gas darah arteri (AGDA), pada asma berat dapat ditemukannya
hipoksemia atau hiperkarbia. AGDA sebaiknya dilakukan pada pasien
yang memiliki saturasi oksigennya tidak mencapai 90% walau telah
dilaksanakan tatalaksana awal.
e. Pemeriksaan dengan pulse oximer, untuk menilai saturasi oksigen dan
klasifikasi beratnya serangan asma.
Saturasi oksigen > 97%, serangan ringan.
Saturasi oksigen 92 - 97%, serangan sedang.
Saturasi oksigen < 92%, serangan berat.

9
2. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi kemungkinan diagnosis
yang lain. Pada pasien asma tidak selalu ditemu kelainan spesifik melalui
pencitraan. Pada umumnya, foto X-ray thoraks tampak normal, namun dapat
ditemukan gambaran hiperinflasi atau penebalan dinding bronkial walau tidak
spesifik untuk asma. CT-Scan thoraks digunakan untuk menilai kelainan
minimal yang tidak dapat ditentukan melalui foto thoraks, seperti bronkiolitis,
trakeobronkomalasia, dan kelainan pembuluh darah.

Gambar 2. X-ray Asma


Sumber: radiologykey.com

3. Tes fungsi paru


Merupakan pemeriksaan yang paling sederhana, yaitu pengukuran arus
puncak ekspirasi (APE) atau peak expiratory flow (PEF) dengan
menggunakan alat peak flow meter. Namun hasil dari APE kurang tepat jika
dibandingkan dengan pemeriksaan spirometri. Pemeriksaan APE lebih dari
20% sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator dianggap konsisten untuk
asma. Pemeriksaan spirometri harus dilakukan dengan dengan operator dan
alat yang terkalibrasi. Indikator daam pemeriksaan ini adalah:
 Forced Expiratory Volume in 1 second (FEV1) atau Volume Ekspirasi
Paksa dalam 1 detik (VEP1), meningkatkan lebih 12% atau 200mL setelah
pemberian bronkodilator mengindikasikan obstruksi saluran nafas

10
reversibel. Hasil tersebut dapat menandakan bahwa seseorang terkena
penyakit asma.
 Forced Vital Capacity (FVC) atau Kapasitas Vital Paksa (KVP) yang
dapat diukur bersamaan dengan saat mengukur FEV1. Nilai rasio FEV1/
FVC kurang 70% mengindikasikan restriksi akibat terperangkapnya udara
dalam paru atau air trapping. Nilai tersebut dapat menandakan bahwa
seseprang terkana asma.
4. Pemeriksaan lainnya
 Skin test, bertujuan sebagai pemeriksaan tambahan pada pasien dengan
atopi. Berbagai macam alergen diujicobakan pada kulit pasien dan berguna
untuk manajemen yang dapat menghindari paparan alergen spesifik dan
sebagai dasar imunoterapi alergen.
 Test provokasi bronkus, digunakan pada pasien dengan nilai spirometri
normal atau mendekati normal. Tes ini dapat dilakukan dengan berbagai
teknik, yaitu dengan melakukan pemberian metakolin atau histamin, tes
olahraga, dan tes inhalasi alergen serta manitol.
2.6 Pengobatan Farmakologi dan Non Farmakologi
Prinsip umum dalam melakukan pemberian pengobatan asma bronkial,
antara lain:
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera;
2. Mengenal dan menghindari faktor- faktor yang dapat menjadi pencetus
timbulnya serangan asma;
3. Memberikan penjelasan atau edukasi kepada penderita dan keluarga terkait
dengan penyakit asma, yaitu meliputi pengobatan dan proses penyakit
sehingga penderita mengerti terkait dengan tujuan pengobatan yang diberikan
oleh perawat yang bekerjasama dengan dokter.
Pengobatan yang akan diberikan pada penderita asma bronkial dibagi
menjadi dua, yaitu pengobatan farmakologi dan pengobatan non farmakologi.
Pengobatan farmakologi yang dapat dilakukan, yaitu:

11
1. Bronkodilator, merupakan obat yang dapat memberikan efek samping berupa
melebarkan saluran nafas. Pengobatan ini dibagi menjadi dua golongan, antara
lain:
a. Simpatomimetik/ andrenergik (adrenalin dan efedrin)
Nama obatnya adalah orsiprenalin (alupent), fenoterol (berotec), dan
terbutalin (bricasma).
b. Santin (teofilin)
Nama obatnya adalah aminofilin (amicam supp), aminofilin (euphilin
retard), teofilin (amilex). Penderita asma yang memiliki penyakit lambung
sebaiknya berhati-hati apabila mengkonsumsi obat ini.
2. Kromalin, merupakan obat pencegah terjadinya serangan asma. Biasanya
diberikan bersamaan dengan obat anti asma lainnya dan memberikan efek
yang akan terlihat setelah 1 bulan pemakaian.
3. Ketolifen, mampu memberikan efek pencegah terjadinya asma, seperti
kromalin. Biasanya akan diberikan dengan dosis 2x1 mg/ hari. Keuntungan
dari obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
Sedangkan pengobatan non famakologi yang dapat diberikan, antara
lain:
1. Memberikan penyuluhan;
2. Menghindari faktor pencetus;
3. Pemberian cairan;
4. Fisioterapi, berikan O2 jika perlu.

12
2.7 Pathway

Faktor internal (sistem imunologis, Faktor eksternal (rokok aktif, pasif,


emosional, keletihan, usia) polusi udara, polusi dalam ruangan)

Reaksi antigen dan antibodi

Antigen merangsang Ig E di sel mast, maka


terjadi reaksi antigen-antibodi

Proses pelepasan produk sel mast (mediator kimiawi):


histamin, bradikinin, prostaglandin, anafilaksis

Mempengaruhi otot polos dan jalan nafas, bronkospasme,


peningkatan sekresi produktif di bronkioli, dan kontraksi
BronkusVentilasi

otot polos meningkat Penyempitan jalan


menyempit

nafas
terganggu

Pola nafas
tidak efektif

Gangguan pertukaran gas

Suplai O2 menurun
Gangguan perfusi jaringan

13
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

3.1 Pengkajian

I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : an X
2. Tempat tgl lahir/usia : 3 tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Agama :
5. Pendidikan :
6. Alamat :
7. Tgl masuk :
8. Tgl pengkajian :
9. Diagnosa medik :
10. Rencana terapi :

B. Identitas Orang tua


1. Ayah
a. Nama :
b. Usia :
c. Pendidikan :
d. Pekerjaan/sumber penghasilan :
e. Agama :
f. Alamat :
2. Ibu
a. Nama :
b. Usia :
c. Pendidikan :
d. Pekerjaan/Sumber penghasilan:
e. Agama :

14
f. Alamat :
C. Identitas Saudara Kandung
No NAMA USIA HUBUNGAN STATUS KESEHATAN

II. Riwayat Kesehatan


A. Riwayat Kesehatan Sekarang: Sesak nafas terjadi sampai bibir berwarna
kebiruan disertai dengan suara mengi dan tidak dipengaruhi oleh
perubahan posisi. Batuk dan sesak dirasakan terutama bila udara dingin
atau klien kelelahan karena terlalu aktif atau banyak beraktivitas. Sesak
dan batuk dirasakan semakin memberat pada malam hari terutama saat
udara dingin dan berkurang setelah diberikan obat sirup batuk pilek.
Keluhan Utama: Keluarga mengatkan bahwa klien sesak nafas sejak 1 hari
yang lalu disertai dengan batuk dan muntah 5 kali berupa makanan yang
dimakan sebanyak ¼ gelas belimbing.
Riwayat Keluhan Utama:
Keluhan Pada Saat Pengkajian:
B. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak usia 0 – 5 tahun)
1. Prenatal care
a. Ibu memeriksakan kehamilannya setiap minggu di
b. Riwayat terkena radiasi :
c. Riwayat berat badan selama hamil :
e. Riwayat Imunisasi TT :
f. Golongan darah ibu adalah dan Golongan darah ayah adalah
2. Natal
a, Tempat melahirkan :
b. Jenis persalinan :
c. Penolong persalinan :

15
e. Komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat melahirkan dan setelah
melahirkan :
3. Post natal
a. Kondisi bayi: Normal APGAR
Anak pada saat lahir tidak mengalami : Penyakit apapun
(Untuk semua Usia)
¤ Klien pernah mengalami penyakit : sesak nafas dengan diagnose radang
paru-paru.
pada umur : 1 tahun
diberikan obat oleh :
¤Riwayat kecelakaan :
¤ Riwayat mengkonsumsi obat-obatan berbahaya tanpa anjuran dokter dan
menggunakan zat/subtansi kimia yang berbahaya :
¤ Perkembangan anak dibanding saudara-saudaranya :
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
¤ Genogram

Ket :

IV. Riwayat Immunisasi (imunisasi lengkap)


NO Jenis immunisasi Waktu pemberian Frekuensi Reaksi setelah pemberian Frekuensi
1. BCG
2. DPT (I,II,III)
3. Polio (I,II,III,IV)
4. Campak
5. Hepatitis

V. Riwayat Tumbuh Kembang

16
A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan : kg
2. Tinggi badan :……………. cm.
3. Waktu tumbuh gigi:
gigi tanggal:
Jumlah gigi - buah.
B. Perkembangan Tiap tahap
Usia anak saat
1. Berguling : …………… bulan
2. Duduk : …………… bulan
3. Merangkak : …………… bulan
4. Berdiri : …………… tahun
5. Berjalan : …………… tahun
6. Senyum kepada orang lain pertama kali : ……………
tahun
7. Bicara pertama kali : …………… tahun dengan
menyebutkan : ……………
8. Berpakaian tanpa bantuan : ……………
VI. Riwayat Nutrisi
A. Pemberian ASI
Diberikan oleh ibu setiap hari
B. Pemberian susu formula
1. Alasan pemberian :
2. Jumlah pemberian :
3. Cara pemberian :
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian

VII. Riwayat Psikososial

17
¤ Anak tinggal bersama :
di :
¤ Lingkungan berada di :
¤ Rumah dekat dengan :
tempat bermain :
kamar klien :
¤ Rumah ada tangga :
¤ Hubungan antar anggota keluarga :
¤ Pengasuh anak :
VIII. Riwayat Spiritual
¤ Support sistem dalam keluarga :
]
¤ Kegiatan keagamaan :
IX. Reaksi Hospitalisasi
A. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
- Ibu membawa anaknya ke RS karena :
- Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak :
- Perasaan orang tua saat ini :
- Orang tua selalu berkunjung ke RS :
- Yang akan tinggal dengan anak : Kedua orang tua
B. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
X. Aktivitas sehari-hari
A. Nutrisi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

B. Cairan
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
C. Eliminasi (BAB&BAK)
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

D. Istirahat tidur
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

18
E. Olah Raga
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit
T

F. Personal Hygiene
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

G. Aktifitas/Mobilitas Fisik
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

H. Rekreasi
Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit

XI. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum :
2. Kesadaran :
a. Tekanan darah : mmHg
b. Denyut nadi : 120 x / menit
c. Suhu : 36,5o C
d. Pernapasan : 42 x/ menit
3. Berat Badan :
4. Tinggi Badan :
5. Kepala
Inspeksi
Keadaan rambut & Hygiene kepala :
a. Warna rambut :
b. Penyebaran :
c. Mudah rontok :

19
d. Kebersihan rambut :
Palpasi
Benjolan : ada / tidak ada :
Nyeri tekan : ada / tidak ada :
Tekstur rambut : kasar/halus :
6. Muka
Inspeksi
a. Simetris / tidak :
b. Bentuk wajah :
c. Gerakan abnormal :
d. Ekspresi wajah :
Palpasi
Nyeri tekan / tidak :
Data lain :
7. Mata
Inspeksi
a. Pelpebra : Edema / tidak
Radang / tidak
b. Sclera : Icterus / tidak
c. Conjungtiva : Radang / tidak
Anemis / tidak
d. Pupil : - Isokor / anisokor
- Myosis / midriasis
- Refleks pupil terhadap cahaya : Normal
e. Posisi mata :
Simetris / tidak :
f. Gerakan bola mata :
g. Penutupan kelopak mata :
h. Keadaan bulu mata :
i. Keadaan visus :
j. Penglihatan : - Kabur / tidak

20
- Diplopia / tidak
Palpasi
Tekanan bola mata :
Data lain :
8. Hidung & Sinus
Inspeksi
a. Posisi hidung :
b. Bentuk hidung :
c. Keadaan septum :
d. Secret / cairan :
Data lain :
9. Telinga
Inspeksi
a. Posisi telinga :
b. Ukuran / bentuk telinga :
c. Aurikel :
d. Lubang telinga : Bersih / serumen / nanah
e. Pemakaian alat bantu :
Palpasi
Nyeri tekan / tidak
Pemeriksaan uji pendengaran
a. Rinne :
b. Weber :
c. Swabach :
Pemeriksaan vestibuler :
Data lain :

10. Mulut
Inspeksi
a. Gigi
- Keadaan gigi :

21
- Karang gigi / karies :
- Pemakaian gigi palsu :
b. Gusi
Merah / radang / tidak :
c. Lidah
Kotor / tidak :
d. Bibir
- Cianosis / pucat / tidak :
- Basah / kering / pecah :
- Mulut berbau / tidak :
- Kemampuan bicara :
Data lain :
11. Tenggorokan
a. Warna mukosa :
b. Nyeri tekan :
c. Nyeri menelan :
12. Leher
Inspeksi
Kelenjar thyroid : Membesar / tidak
Palpasi
a. Kelenjar thyroid : Teraba / tidak
b. Kaku kuduk / tidak : Tidak
c. Kelenjar limfe : Membesar atau tidak
Data lain : Tidak ada
13. Thorax dan pernapasan
a. Bentuk dada:
Dada kiri dan kanan simetris
b. Irama pernafasan
Perkusi Sono
Auskultasi Terdengar bunyi nafas tambahan ronkhi
c. Pengembangan di waktu bernapas

22
Normal
d. Tipe pernapasan :
Data lain :
Palpasi
a. Vokal fremitus :
b. Massa / nyeri :
Auskultasi
a. Suara nafas : Vesikuler / Bronchial / Bronchovesikuler
b. Suara tambahan : Ronchi / Wheezing / Rales
Perkusi
Redup / pekak / hypersonor / tympani :
Data lain :
14. Jantung
Palpasi
Ictus cordis :
Perkusi
Pembesaran jantung :
Auskultasi
a. BJ I :
b. BJ II :
c. BJ III :
d. Bunyi jantung tambahan :
Data lain :
15. Abdomen
Inspeksi
a. Membuncit :
b. Ada luka / tidak :
Palpasi
a. Hepar :
b. Lien :
c. Nyeri tekan :

23
Auskultasi
Peristaltik :
Perkusi
a. Tympani :
b. Redup :
Data lain :
16. Genitalia dan Anus :
17. Ekstremitas
Ekstremitas atas
a. Motorik
- Pergerakan kanan / kiri :
- Pergerakan abnormal :
- Kekuatan otot kanan / kiri :
- Tonus otot kanan / kiri :
- Koordinasi gerak :
b. Refleks
- Biceps kanan / kiri :
- Triceps kanan / kiri :
c. Sensori
- Nyeri :
- Rangsang suhu :
- Rasa raba :

Ekstremitas bawah
a. Motorik
- Gaya berjalan :
- Kekuatan kanan / kiri :
- Tonus otot kanan / kiri :
b. Refleks
- KPR kanan / kiri :
- APR kanan / kiri :

24
- Babinsky kanan / kiri :
c. Sensori
- Nyeri :
- Rangsang suhu :
- Rasa raba :
Data lain :
18. Status Neurologi.
Saraf – saraf cranial
a. Nervus I (Olfactorius) : penghidu :
b. Nervus II (Opticus) : Penglihatan :
c. Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducens)
- Konstriksi pupil :
- Gerakan kelopak mata :
- Pergerakan bola mata :
- Pergerakan mata ke bawah & dalam :
d. Nervus V (Trigeminus)
- Sensibilitas / sensori :
- Refleks dagu :
- Refleks cornea :
e. Nervus VII (Facialis)
- Gerakan mimik :
- Pengecapan 2 / 3 lidah bagian depan :
f. Nervus VIII (Acusticus)
Fungsi pendengaran :
g. Nervus IX dan X (Glosopharingeus dan Vagus)
- Refleks menelan :
- Refleks muntah :
- Pengecapan 1/3 lidah bagian belakang :
- Suara :
h. Nervus XI (Assesorius)
- Memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan :

25
- Mengangkat bahu :
i. Nervus XII (Hypoglossus)
- Deviasi lidah :
Tanda – tanda perangsangan selaput otak
a. Kaku kuduk :
b. Kernig Sign :
c. Refleks Brudzinski :
d. Refleks Lasegu :
Data lain :
XI. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan (0 – 6 Tahun )
Dengan menggunakan DDST
1. Motorik kasar
2. Motorik halus
3. Bahasa
4. Personal social
XII. Test Diagnostik
= Laboratorium
-
= Foto Rotgen, CT Scan, MRI, USG, EEG, ECG
-
XIII. Terapi saat ini (ditulis dengan rinci)
3.2 Analisis Data
N Hari/ Masalah Paraf
Data Etiologi
o Tanggal Keperawatan Perawat
1 Ds: Udara dingin Ketidakefektifan Ns.
- Keluarga klien Pola Nafas Dhana
mengatakan Batuk
bahwa sesak nafas
sejak 1 hari yang Kontraksi otot
lalu disertai polos meningkat
dengan batuk dan

26
muntah 5 kali Sekresi di
berupa makanan bronkioli
yang dimakan meningkat
sebanyak ¼ gelas
belimbing Bronkospasme
- Keluarga klien
mengatakan Ketidakefektifan
bahwa batuk klien pola nafas
tidak disertai
dengan dahak
- Keluarga klien
mengatakan
bahwa klien
mengalami batuk
dan sesak saat
udara dingin atau
kelelahan karena
terlalu banyak
aktivitas
- Keluarga klien
mengatakan
bahwa bibir klien
berwarna
kebiruan saat
sesak nafas terjadi

Do:
- Nadi 120x/menit
- RR 42x/menit
- Suhu 36,5oC
- Perkusi

27
hipersonor
- Auskultasi
terdengar
vesikuler
menurun dan
wheezing
meningkat saat
akhir ekspirasi
- Tidak ada
pembesaran
kelenjar getah
bening
- Tidak ada edema
dan sianosis pada
ekstremitas
2. DS: Udara dingin Hambatan Ns.
- Keluarga klien Pertukaran Gas Dhana
mengatakan Batuk pilek
bahwa sesak nafas
sejak 1 hari yang
lalu disertai Kontraksi otot
dengan batuk dan polos meningkat
muntah 5 kali
berupa makanan Sekresi di
yang dimakan bronkioli
sebanyak ¼ gelas meningkat
belimbing
- Keluarga klien Bronkospasme
mengatakan
bahwa batuk klien Bronkus
tidak disertai menyempit

28
dengan dahak
- Keluarga klien Ventilasi
mengatakan terganggu
bahwa klien
mengalami batuk Hambatan
dan sesak saat pertukaran gas
udara dingin atau
kelelahan karena
terlalu banyak
aktivitas
- Keluarga klien
mengatakan
bahwa bibir klien
berwarna
kebiruan saat
sesak nafas terjadi

DO:
- Nadi 120x/menit
- RR 42x/menit
- Suhu 36,5oC
- Perkusi
hipersonor
- Auskultasi
terdengar
vesikuler
menurun dan
wheezing
meningkat saat
akhir ekspirasi
- Tidak ada

29
pembesaran
kelenjar getah
bening
- Tidak ada edema
dan sianosis pada
ekstremitas
3. DS: Sekresi di Ketidakefektifan Ns.
- Keluarga klien kelenjar mukosa Bersihan Jalan Dhana
mengatakan meningkat Nafas
bahwa sesak nafas
sejak 1 hari yang Produksi mukus
lalu disertai meningkat
dengan batuk dan
muntah 5 kali Sesak nafas
berupa makanan
yang dimakan Ketidakefektifan
sebanyak ¼ gelas bersihan jalan
belimbing nafas
- Keluarga klien
mengatakan
bahwa batuk klien
tidak disertai
dengan dahak
- Keluarga klien
mengatakan
bahwa klien
mengalami batuk
dan sesak saat
udara dingin atau
kelelahan karena
terlalu banyak

30
aktivitas
- Keluarga klien
mengatakan
bahwa bibir klien
berwarna
kebiruan saat
sesak nafas terjadi

DO:
- Nadi 120x/menit
- RR 42x/menit
- Suhu 36,5oC
- Perkusi
hipersonor
- Auskultasi
terdengar
vesikuler
menurun dan
wheezing
meningkat saat
akhir ekspirasi
- Tidak ada
pembesaran
kelenjar getah
bening
- Tidak ada edema
dan sianosis pada
ekstremitas

3.3 Diagnosa Keperawatan

31
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d meningkatnya sekret pada bronkioli dan
bronkopasme d.d klien mengalami sesak nafas dan batuk saat udara
dingin.
2. Hambatan pertukaran gas b.d meningkatnya sekret pada bronkioli dan
bronkopasme d.d klien mengalami sesak nafas dan batuk saat udara
dingin.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d meningkatnya sekresi dan
produksi mukus d.d klien mengalami sesak nafas.

32
3.4 Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
00032 Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Terapi Oksigen
pola nafas keperawatan selama 3x24 jam a. Amati tanda-tanda
diharapkan ketidakefektifan hipoventilasi induksi
pola nafas anak dapat oksigen
berkurang dengan kriteria hasil: b. Bersihkan mulut,
1. Manajemen Diri: Asma hidung, dan sekresi
a. Mengenali pemicu asma trakea dengan tepat
dipertahankan pada c. Anjurkan pasien dan
skala 2 ditingkatkan ke keluarga mengenal
skala 5 penggunaan oksigen di
b. Mengikuti perencanaan rumah
kegawatan untuk d. Konsultasi dengan
serangan akut tenaga kesehatan lain
dipertahankan pada mengenai penggunaan
skala 2 ditingkatkan ke oksigen tambahan
skala 5 selama kegiatan
c. Menggunakan inhaler, dan/atau tidur
spacer, dan nebulizer e. Berikan oksigen
dengan tepat tambahan seperti yang
dipertahankan pada diperintahkan
skala 1 ditingkatkan ke 2. Manajemen Asma
skala 4 a. Monitor reaksi asma
2. Status Pernafasan b. Identifikasi pemicu
a. Frekuensi pernafasan yang diketahui dan
dipertahankan pada reaksi biasanya terjadi
skala 3 ditingkatkan ke c. Ajarkan teknik yang
skala 5 tepat untuk
b. Suara auskultasi nafas menggunakan

33
dipertahankan pada pengobatan dan alat
skala 3 ditingkatkan ke ( misalnya, inhaler,
skala 5 nebulizer, peak flow
c. Batuk dipertahankan meter)
pada skala 4 d. Bantu untuk mengenal
ditingkatkan ke skala 5 tanda dan gejala
3. Respon Alergi: Sistemik sebelum terjadi reaksi
a. Takikardi dipertahankan 3. Monitor Pernafasan
pada skala 2 a. Monitor kecepatan,
ditingkatkan ke skala 4 irama, kedalaman dan
b. Suara napas mengi kesuliran bernafas
(wheezing) b. Auskultasi suara nafas,
dipertahankan pada catat area dimana
skala 3 ditingkatkan ke terjadinya penurunan
skala 5 atau tidak adanya
c. Muntah dipertahankan ventilasi dan
pada skala 4 keberadaan suara nafas
ditingkatkan ke skala 5 tambahan
c. Berikan bantuan terapi
nafas jika diperlukan
(misalnya, nebulizer)
00030 Hambatan Setelah dilakukan asuhan 1. Terapi Oksigen
pertukaran gas keperawatan selama 3x24 jam a. Amati tanda-tanda
diharapkan hambatan hipoventilasi induksi
pertukaran gas pada anak dapat oksigen
berkurang dengan kriteria hasil: b. Bersihkan mulut,
1. Manajemen Diri: Asma hidung, dan sekresi
a. Mengenali pemicu asma trakea dengan tepat
dipertahankan pada c. Anjurkan pasien dan
skala 2 ditingkatkan ke keluarga mengenal
skala 5 penggunaan oksigen di

34
b. Mengikuti perencanaan rumah
kegawatan untuk d. Konsultasi dengan
serangan akut tenaga kesehatan lain
dipertahankan pada mengenai penggunaan
skala 2 ditingkatkan ke oksigen tambahan
skala 5 selama kegiatan
c. Menggunakan inhaler, dan/atau tidur
spacer, dan nebulizer e. Berikan oksigen
dengan tepat tambahan seperti yang
dipertahankan pada diperintahkan
skala 1 ditingkatkan ke 2. Manajemen Asma
skala 4 a. Monitor reaksi asma
2. Respon Alergi: Sistemik b. Identifikasi pemicu
a. Takikardi dipertahankan yang diketahui dan
pada skala 2 reaksi biasanya terjadi
ditingkatkan ke skala 4 c. Ajarkan teknik yang
b. Suara napas mengi tepat untuk
(wheezing) menggunakan
dipertahankan pada pengobatan dan alat
skala 3 ditingkatkan ke ( misalnya, inhaler,
skala 5 nebulizer, peak flow
c. Muntah dipertahankan meter)
pada skala 4 d. Bantu untuk mengenal
ditingkatkan ke skala 5 tanda dan gejala
3. Tanda-Tanda Vital sebelum terjadi reaksi
a. Tekanan nadi 3. Monitor Pernafasan
dipertahankan pada a. Monitor kecepatan,
skala 2 ditingkatkan ke irama, kedalaman dan
skala 4 kesuliran bernafas
b. Tingkat pernafasan b. Auskultasi suara
dipertahankan pada nafas, catat area

35
skala 2 ditingkatkan ke dimana terjadinya
skala 4 penurunan atau tidak
c. Suhu tubuh adanya ventilasi dan
dipertahankan pada keberadaan suara
skala 4 ditingkatkan ke nafas tambahan
skala 5 c. Berikan bantuan terapi
nafas jika diperlukan
(misalnya, nebulizer)
00031 Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan 1. Terapi Oksigen
bersihan jalan nafas keperawatan selama 3x24 jam a. Amati tanda-tanda
diharapkan ketidakefektifan hipoventilasi induksi
bersihan jalan nafas pada anak oksigen
dapat berkurang dengan kriteria b. Bersihkan mulut,
hasil: hidung, dan sekresi
1. Manajemen Diri: Asma trakea dengan tepat
a. Mengenali pemicu asma c. Anjurkan pasien dan
dipertahankan pada keluarga mengenal
skala 2 ditingkatkan ke penggunaan oksigen di
skala 5 rumah
b. Mengikuti perencanaan d. Konsultasi dengan
kegawatan untuk tenaga kesehatan lain
serangan akut mengenai penggunaan
dipertahankan pada oksigen tambahan
skala 2 ditingkatkan ke selama kegiatan
skala 5 dan/atau tidur
c. Menggunakan inhaler, e. Berikan oksigen
spacer, dan nebulizer tambahan seperti yang
dengan tepat diperintahkan
dipertahankan pada 2. Administrasi (Pemberian)
skala 1 ditingkatkan ke Obat: Inhalasi
skala 4 a. Pantau pernafasan

36
2. Respon Alergi: Sistemik pasien dan auskultasi
a. Takikardi dipertahankan paru-paru
pada skala 2 b. Catat riwayat
ditingkatkan ke skala 4 kesehatan dan riwayat
b. Suara napas mengi alergi pasien
(wheezing) c. Anjurkan pasien
dipertahankan pada terkait dengan
skala 3 ditingkatkan ke penggunaan
skala 5 aerochamber (spacer)
c. Muntah dipertahankan dengan inhaler, yang
pada skala 4 sesuai
ditingkatkan ke skala 5 3. Manajemen Asma
3. Tanda-Tanda Vital a. Monitor reaksi asma
a. Tekanan nadi b. Identifikasi pemicu
dipertahankan pada yang diketahui dan
skala 2 ditingkatkan ke reaksi biasanya terjadi
skala 4 c. Ajarkan teknik yang
b. Tingkat pernafasan tepat untuk
dipertahankan pada menggunakan
skala 2 ditingkatkan ke pengobatan dan alat
skala 4 ( misalnya, inhaler,
c. Suhu tubuh nebulizer, peak flow
dipertahankan pada meter)
skala 4 ditingkatkan ke d. Bantu untuk mengenal
skala 5 tanda dan gejala
sebelum terjadi reaksi

37
3.5 Implementasi Keperawatan
Hari/ Paraf
No Dx
No Tgl/ Implementasi Evaluasi Formatif &
kep.
Jam Nama
1. 00032 1. Terapi Oksigen 1. Terapi Oksigen Ns.
Dhana
a. Mengamati tanda- a. Pasien tidak
tanda hipoventilasi menunjukkan
induksi oksigen tanda-tanda
b. Membersihkan hipoventilasi
mulut, hidung, dan induksi
sekresi trakea oksigen
dengan tepat b. Mulut, hidung,
c. Menganjurkan dan sekresi
pasien dan trakea bersih
keluarga mengenal c. Pasien dan
penggunaan keluarga telah
oksigen di rumah mengenal
d. Mengkonsultasi penggunaan
dengan tenaga oksigen
kesehatan lain dirumah
mengenai d. Telah
penggunaan mengkonsultasi
oksigen tambahan kan dengan
selama kegiatan tenaga
dan/atau tidur kesehatan lain
e. Memberikan mengenai
oksigen tambahan penggunaan
seperti yang oksigen
diperintahkan tambahan
2. Manajemen Asma selama
a. Memonitor reaksi kegiatan
asma dan/atau tidur

38
b. Mengidentifikasi e. Memberikan
pemicu yang oksigen
diketahui dan tambahan
reaksi biasanya sesuai dengan
terjadi yang
c. Mengajarkan diperintahkan
teknik yang tepat 2. Manajemen Asma
untuk a. Pasien
menggunakan menunjukan
pengobatan dan telah reaksi
alat ( misalnya, asma
inhaler, nebulizer, b. Keluarga
peak flow meter) pasien
d. Membantu untuk mengatakan
mengenal tanda bahwa udara
dan gejala sebelum dingin yang
terjadi reaksi menjadi faktor
3. Monitor Pernafasan pemicu
a. Memonitor c. Keluarga
kecepatan, irama, pasien telah
kedalaman dan mengetahui
kesulitan bernafas teknik yang
b. Mengauskultasi tepat untuk
suara nafas, catat melakukan
area dimana pengobatan
terjadinya dan alat
penurunan atau d. Keluarga
tidak adanya pasien telah
ventilasi dan mengetahui
keberadaan suara tanda dan
nafas tambahan gejala sebelum

39
c. Memberikan terjadinya
bantuan terapi reaksi asma
nafas jika 3. Monitor
diperlukan Pernafasan
(misalnya, a. Kecepatan,
nebulizer) irama,
kedalaman
pernafasan
pasien telah
membaik dan
pasien dapat
bernafas
dengan normal
b. Tidak terdapat
suara tambahan
pada pasien
c. Pasien
membutuhkan
terapi nafas
agar dapat
bernafas
dengan normal
2. 00030 1. Terapi Oksigen 1. Terapi Oksigen Ns.
Dhana
a. Mengamati tanda- a. Pasien tidak
tanda hipoventilasi menunjukkan
induksi oksigen tanda-tanda
b. Membersihkan hipoventilasi
mulut, hidung, dan induksi
sekresi trakea oksigen
dengan tepat b. Mulut, hidung,
c. Menganjurkan dan sekresi

40
pasien dan trakea bersih
keluarga mengenal c. Pasien dan
penggunaan keluarga telah
oksigen di rumah mengenal
d. Mengkonsultasi penggunaan
dengan tenaga oksigen
kesehatan lain dirumah
mengenai d. Telah
penggunaan mengkonsultas
oksigen tambahan ikan dengan
selama kegiatan tenaga
dan/atau tidur kesehatan lain
e. Memberikan mengenai
oksigen tambahan penggunaan
seperti yang oksigen
diperintahkan tambahan
2. Manajemen Asma selama
a. Memonitor reaksi kegiatan
asma dan/atau tidur
b. Mengidentifikasi e. Memberikan
pemicu yang oksigen
diketahui dan tambahan
reaksi biasanya sesuai dengan
terjadi yang
c. Mengajarkan diperintahkan
teknik yang tepat 2. Manajemen Asma
untuk a. Pasien
menggunakan menunjukan
pengobatan dan telah reaksi
alat ( misalnya, asma
inhaler, nebulizer, b. Keluarga

41
peak flow meter) pasien
d. Membantu untuk mengatakan
mengenal tanda bahwa udara
dan gejala sebelum dingin yang
terjadi reaksi menjadi faktor
3. Monitor Pernafasan pemicu
a. Memonitor c. Keluarga
kecepatan, irama, pasien telah
kedalaman dan mengetahui
kesuliran bernafas teknik yang
b. Mengauskultasi tepat untuk
suara nafas, catat melakukan
area dimana pengobatan
terjadinya dan alat
penurunan atau d. Keluarga
tidak adanya pasien telah
ventilasi dan mengetahui
keberadaan suara tanda dan
nafas tambahan gejala sebelum
c. Memberikan terjadinya
bantuan terapi reaksi asma
nafas jika 3. Monitor
diperlukan Pernafasan
(misalnya, a. Kecepatan,
nebulizer) irama,
kedalaman
pernafasan
pasien telah
membaik dan
pasien dapat
bernafas

42
dengan normal
b. Tidak terdapat
suara
tambahan pada
pasien
c. Pasien
membutuhkan
terapi nafas
agar dapat
bernafas
dengan normal
3. 00031 1. Terapi Oksigen 1. Terapi Oksigen Ns.
Dhana
a. Mengamati tanda- a. Pasien tidak
tanda menunjukkan
hipoventilasi tanda-tanda
induksi oksigen hipoventilasi
b. Membersihkan induksi
mulut, hidung, oksigen
dan sekresi trakea b. Mulut, hidung,
dengan tepat dan sekresi
c. Mengenjurkan trakea bersih
pasien dan c. Pasien dan
keluarga keluarga telah
mengenal mengenal
penggunaan penggunaan
oksigen di rumah oksigen
d. Mengkonsultasi dirumah
dengan tenaga d. Telah
kesehatan lain mengkonsultas
mengenai ikan dengan
penggunaan tenaga

43
oksigen tambahan kesehatan lain
selama kegiatan mengenai
dan/atau tidur penggunaan
e. Memberikan oksigen
oksigen tambahan tambahan
seperti yang selama
diperintahkan kegiatan
2. Administrasi dan/atau tidur
(Pemberian) Obat: e. Memberikan
Inhalasi oksigen
a. Memantau tambahan
pernafasan pasien sesuai dengan
dan auskultasi yang
paru-paru diperintahkan
b. Mencatat riwayat 2. Administrasi
kesehatan dan (Pemberian) Obat:
riwayat alergi Inhalasi
pasien a. Paru-paru
c. Menanjurkan pasien tidak
pasien terkait terdengar suara
dengan tambahan
penggunaan b. Ibu dan nenek
aerochamber pasien
(spacer) dengan memiliki
inhaler, yang riwayat asma
sesuai c. Pasien telah
3. Manajemen Asma dianjurkan
a. Memonitor reaksi untuk
asma menggunakan
b. Mengidentifikasi aerochamber
pemicu yang (spacer)

44
diketahui dan dengan inhaler
reaksi biasanya yang sesuai
terjadi 3. Manajemen Asma
c. Mengajarkan a. Pasien
teknik yang tepat menunjukan
untuk telah reaksi
menggunakan asma
pengobatan dan b. Keluarga
alat ( misalnya, pasien
inhaler, nebulizer, mengatakan
peak flow meter) bahwa udara
d. Membantu untuk dingin yang
mengenal tanda menjadi faktor
dan gejala sebelum pemicu
terjadi reaksi c. Keluarga
pasien telah
mengetahui
teknik yang
tepat untuk
melakukan
pengobatan
dan alat
d. Keluarga
pasien telah
mengetahui
tanda dan
gejala sebelum
terjadinya
reaksi

45
3.6 Evaluasi Keperawatan
Tanggal/ No Dx Paraf &
No Evaluasi Sumatif
Jam Kep Nama
1. S: Keluarga pasien mengatakan bahwa Ns.
anak telah bernafas dengan normal dan Dhana
tidak ada batuk
O: Anak tampak lebih baik dari saat datang
00032
ke rumah sakit, mulut pasien sudah tidak
berwarna biru
A: Outcome tercapai
P: Hentikan intervensi
2. S: Keluarga pasien mengatakan bahwa Ns.
anak telah bernafas dengan normal dan Dhana
tidak ada batuk
O: Anak tampak lebih baik dari saat datang
00030
ke rumah sakit, terdengar suara
vesikuler saat auskultasi
A: Outcome tercapai
P: Hentikan intervensi
3. S: Keluarga pasien mengatakan bahwa Ns.
anak telah bernafas dengan normal dan Dhana
tidak ada batuk
00031 O: Anak tampak bernafas dengan baik dan
tidak mengalami sesak nafas
A: Outcome tercapai
P: Hentikan intervensi

46
[ LAPORAN KASUS ]

Asma Bronkial pada Anak

Erin Imaniar
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada
akibat penyumbatan saluran napas. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak . Secara umum faktor risiko yang dapat
memicu terjadinya asma terbagi atas faktor genetik dan lingkungan. Anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan 12 kg, datang
dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari lalu, sebelumnya pasien batuk tanpa dahak dan muntah. Sesak nafas disertai bunyi
mengi yang timbul terutama jika udara dingin atau terlalu banyak aktivitas. Terdapat riwayat alergi dingin dan riwayat
keluarga penderita asma, yaitu ibu dan nenek pasien. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sesak, nadi
120 x/menit, pernafasan 42 x/menit, suhu 36,5 oC. Pada status generalis tampak bibir sianosis, pada pemeriksaan thoraks
didapatkan retraksi subcostal dan terdengar wheezing meningkat di akhir ekspirasi pada kedua lapang paru. Pasien
didiagnosis sebagai asma bronkial, dengan penatalaksanaan secara non-medikamentosa dilakukan edukasi untuk
menghindari alergen berupa udara dingin dan membatasi aktivitas fisik berlebihan pada anak, dan secara medikamentosa
yaitu dengan nebulisasi ventolin 1,25 mg dengan NaCl 0,9%, ampicillin injeksi 400 mg/8 jam, dan ranitidin 6,25 mg/12 jam.
Prognosis pasien ini secara umum baik selama pasien menghindari faktor pencetus timbulnya asma. [J Agromed Unila 2015;
2(4):360-364]

Kata kunci: anak, asma bronkial, sesak nafas

Asthma Bronchial in Childhood

Abstract

Asthma is a chronic inflammatory disorder of the airways associated with airway hyperresponsiveness that leads to
recurrent episodes of wheezing, breathlessness, chest tightness, and coughing. The disease most often affects children.
Factors that influence the risk of asthma can be divided into those that trigger asthma symptoms, the former include host
factors which are primarily genetic and the later are environmental factors. A boy, 3 years old, came with shortness of
breath since 1 days ago, accompanied by coughing and vomitting. Shortness of breath accompanied by wheezing that arise
especially when the air is cold and overactivity. History of allergy (+), a history of asthma and allergies in the family is
patient’s mother and grandmother. Physical examination the patient appears to shortness of breath, pulse 120 x/minute,
respiration 42 x/minute, temperature 36,5oC. General status found cyanosis lip, retraction of the chest, and audible
wheezing increased at the end of expiration in both lungs. Patient was diagnosed as bronchial asthma, the management of
non-medical education is to avoid allergens such as cold air and excessive activity restriction, and medically is to give
nebulized ventolin 1,25mg with NaCl 0,9%, ampicillin injection 400 mg/8hour, and ranitidine injection 6,25 mg/12 hour. The
patient's prognosis is generally good during the patient avoids trigger factors of asthma. [J Agromed Unila 2015; 2(4):360-
364]

Keywords: bronchial asthma, childhood, short of breath

Korespondensi: Erin Imaniar | Jln. Dakwah Gang Sepakat No. 8A, Labuhan Ratu, Bandar Lampung | HP 0819971691915
e-mail: imaniarerin@yahoo.com

47
Pendahuluan akibat asma termasuk pada anak di beberapa
Asma merupakan penyakit inflamasi negara pada dua dekade terakhir.
kronis saluran napas yang ditandai dengan
mengi episodik, batuk, dan sesak di dada
akibat penyumbatan saluran napas.1 Ciri-ciri
klinis yang dominan pada asma adalah riwayat
episode sesak, terutama pada malam hari
yang sering disertai batuk. 1,2 Asma
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu genetik dan
lingkungan. Mengingat patogenesisnya tidak
jelas, asma didefinisikan secara deskripsi yaitu
penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
menyebabkan hipereaktivitas bronkus
terhadap berbagai rangsangan, dengan gejala
episodik berulang berupa batuk, sesak napas,
mengi, dan rasa berat di dada terutama pada
malam dan atau dini hari, yang umumnya
bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan.1
Menurut WHO3 (World Health
Organization) tahun 2011, 235 juta orang di
seluruh dunia menderita asma dengan angka
kematian lebih dari 8% di negara-negara
berkembang yang sebenarnya dapat dicegah.
National Center for Health Statistics (NCHS)
pada tahun 2011, mengatakan bahwa
prevalensi asma menurut usia sebesar 9,5%
pada anak dan 8,2% pada dewasa, sedangkan
menurut jenis kelamin 7,2% laki-laki dan 9,7%
perempuan.4
Di Indonesia, berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk
penyakit asma pada semua umur adalah
4,5%, dengan prevalensi asma tertinggi
terdapat di Sulawesi Tengah (7,8%), diikuti
Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta
(6,9%), Sulawesi Selatan (6,7%), untuk Jawa
Tengah memiliki prevalensi asma sebesar 4,3
%.5
Asma merupakan diagnosis masuk yang
paling sering dikeluhkan di rumah sakit anak
dan mengakibatkan kehilangan 5-7 hari
sekolah secara nasional/tahun/anak.
Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10%
anak perempuan dapat menderita asma
pada suatu waktu selama masa kanak-
kanak.6
Telah terjadi peningkatan kematian
48
Jumlah penderita asma terus meningkat seiring sembuh. Saat ini keluhan sesak nafas dan batuk
dengan bertambahnya komunitas yang kembali timbul, namun karena sesak nafas
mengikuti gaya hidup barat dan urbanisasi. Hal disertai bibir kebiruan, akhirnya pasien dibawa
ke rumah sakit.
tersebut juga berhubungan dengan peningkatan
Terdapat riwayat alergi dingin pada
terjadinya alergi lain seperti dermatitis dan pasien. Riwayat asma, alergi debu dan dingin
rinitis.7,8 Dalam penelitian yang menggunakan pada keluarga ada, yaitu pada ibu dan nenek
kuesioner ISAAC (International Study on Asthma pasien. Riwayat merokok pada keluarga tidak
and Allergy in Children), periode usia yang ada.
sering mengalami kematian diwakili oleh Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak sesak nafas, compos
kelompok usia 13-14 tahun.9
mentis, nadi 120x/menit, pernafasan
Faktor risiko yang dapat mengakibatkan 42x/menit, suhu 36,5oC. Pada status generalis
asma dan memicu untuk terjadinya serangan tampak kepala normochephal, konjungtiva
asma diantaranya adalah riwayat atopik ananemis, sklera anikterik, telinga dalam
keluarga.2 Berdasarkan sebuah studi kohort, batas normal, hidung simetris, napas cuping
apabila seorang anak memiliki satu orang tua hidung tidak ada, bibir sianosis. Pada leher
yang memiliki alergi, maka anak tersebut tampak trakea di tengah dan simetris. Pada
memiliki kemungkinan untuk menderita alergi pemeriksaan thoraks terdapat retraksi
sebesar 33%, dan kemungkinan alergi pada subcostal, pergerakan dinding dada cepat,
anak yang kedua orang tuanya menderita taktil fremitus simetris kanan dan kiri, perkusi
alergi sebesar 70%.10 hipersonor, dan auskultasi terdengar vesikuler
menurun serta wheezing meningkat pada
akhir ekspirasi pada kedua lapang paru. Pada
Kasus
cor dan abdomen dalam batas normal. Pada
Pasien anak laki-laki, usia 3 tahun, ekstremitas tidak terdapat edema dan tidak
berat badan 12 kg, datang dengan keluhan ada sianosis. Tidak ada pembesaran kelenjar
sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Keluhan getah bening.
disertai batuk dan muntah 5 kali berupa Diagnosis kerja pada pasien adalah
makanan yang dimakan sebanyak ¼ gelas asma bronkial derajat ringan episodik jarang,
belimbing. Batuk tidak disertai dahak, darah, dengan penatalaksanaan secara non-
dan tidak terdengar suara whoop di ujung medikamentosa dilakukan edukasi agar
batuk. Sesak nafas terjadi sampai bibir menghindari alergen berupa udara dingin dan
berwarna kebiruan, disertai suara mengi, membatasi aktivitas fisik berlebihan, dan
dan tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. secara medikamentosa yaitu dengan
Batuk dan sesak dirasakan terutama bila nebulisasi ventolin 1,25 mg dengan NaCl 0.9%,
udara dingin atau bila pasien kelelahan ampicillin 400 mg/8 jam, dan ranitidin
karena terlalu aktif atau banyak beraktivitas. 6,25mg/12 jam. Prognosis pasien ini secara
Sesak dan batuk dirasakan semakin umum baik selama pasien menghindari faktor
memberat pada malam hari terutama saat pencetus timbulnya asma.
udara dingin, serta berkurang setelah
diberikan obat sirup batuk pilek. Pembahasan
Sebelumnya pasien juga sering Asma merupakan penyakit respiratorik
mengalami sesak nafas terutama pada malam kronis yang paling sering dijumpai pada anak.
hari pada usia 1 tahun. Pasien sempat dirawat Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu
di rumah sakit, dikatakan menderita radang baik di negara maju maupun negara sedang
paru, kemudian sembuh. Sekitar 3 bulan berkembang. Peningkatan tersebut diduga
setelah keluar dari rumah sakit, keluhan batuk berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan
dan sesak kembali timbul, namun pasien peran faktor lingkungan, terutama polusi baik
hanya dibawa berobat ke bidan dan mendapat indoor maupun outdoor. Serangan asma
obat sirup batuk pilek, kemudian pasien bervariasi mulai dari ringan sampai berat dan
kembali sembuh. Pada 5 bulan lalu, keluhan mengancam kehidupan. Berbagai faktor
batuk dan sesak nafas kembali timbul, pasien menjadi pencetus timbulnya serangan asma,
hanya diberi obat sirup batuk pilek dan
49
antara lain adalah olahraga, alergen, infeksi, pada kedua lapang paru.
perubahan suhu yang mendadak, atau Berdasarkan teori, didapatkan serangan
pajanan terhadap iritan respiratorik seperti berulang (episodik), timbul dan memberat
asap rokok, debu polusi, dan lain-lain. Selain pada malam hari (nokturnal), terdapat
itu, berbagai faktor yang mempengaruhi pencetus berupa udara dingin, dan adanya
tinggi rendahnya prevalensi asma suatu riwayat asma serta atopi pada ibu dan nenek
tempat, misalnya usia, jenis kelamin, ras, pasien. Pada pemeriksaan fisik pasien asma
sosioekonomi, dan faktor lingkungan. Faktor- sering ditemukan perubahan cara bernapas,
faktor tersebut dapat mempengaruhi dan terjadi perubahan bentuk anatomi
prevalensi asma, derajat penyakit asma, thoraks. Pada inspeksi dapat ditemukan napas
terjadinya serangan asma, berat ringannya cepat, kesulitan bernapas, menggunakan otot
serangan, dan kematian akibat penyakit napas tambahan di dada (retraksi subcostal).
asma.11,12 Pada auskultasi dapat ditemukan mengi
Pada kasus ini, pasien mengalami (wheezing), ekspirasi memanjang. Dari
serangan mengi pertama kali timbul pada usia penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
1 tahun. Sebelum serangan saat ini, pasien diagnosis dari kasus adalah asma bronkial.
memiliki alergi terhadap udara dingin. Pasien Klasifkasi asma sangat diperlukan
sering batuk terutama bila udara dingin. karena berhubungan dengan tatalaksana.
Serangan asma saat ini timbul 3 kali dalam 1 PNAA (Pedoman Nasional Asma Anak)
tahun terakhir, menyebabkan pasien membagi asma menjadi 3, yaitu asma episodik
mengeluarkan suara mengi dan sesak napas jarang, asma episodik sering, dan asma
atau dada terasa berat. Serangan terjadi persisten. Dasar pembagian ini karena pada
selama 2 hari, membaik setelah diberikan asma anak kejadian episodik lebih sering
obat saat di rumah sakit dan serangan tidak dibanding persisten (kronisitas). Dasar
berulang. Pada malam hari pasien sering pembagian atau klasifikasi asma pada anak
batuk dan pasien memiliki riwayat sembuh adalah frekuensi serangan, lamanya serangan,
lama apabila mengalami batuk. aktivitas di luar serangan, dan beberapa
Berdasarkan anamnesis di atas, pemeriksaan penunjang.13
terdapat beberapa faktor risiko yang Dalam menentukan penilaian derajat
menyebabkan terjadinya asma pada pasien serangan asma diperlukan juga pemeriksaan
ini. Dari gender, pasien laki-laki memiliki fungsi paru. Pemeriksaan fungsi paru mulai dari
risiko asma lebih tinggi dibandingan pengukuran sederhana, yaitu peak expiratory
perempuan. Dilihat dari faktor usia pertama flow rate (PEFR) atau arus puncak ekspirasi
kali serangan, pasien mendapatkan serangan (APE), pulse oxymetry, spirometri sampai
pertama pada usia 1 tahun dan serangan pengukuran yang kompleks, yaitu muscle
saat ini pada usia 3 tahun. Pada waktu strength testing, volume paru absolut serta
serangan, sesak dan batuk dirasakan kapasitas difusi. Pemeriksaan analisis gas darah
memberat pada malam hari terutama saat merupakan baku emas untuk menilai parameter
udara dingin. Berdasarkan riwayat atopi, pertukaran gas. Pada uji jalan napas, hal yang
pasien memiliki riwayat alergi terhadap suhu penting adalah melakukan manuver ekspirasi
dingin. Pada riwayat keluarga didapatkan paksa secara maksimal. Tetapi, pemeriksaan ini
adanya riwayat asma dan atopi pada ibu dan hanya dapat dilakukan pada anak usia di atas 6
nenek pasien dari pihak ibu. tahun. Pemeriksaan rontgen thoraks menjadi
Pada pemeriksaan fisik, dari tanda- pertimbangan untuk menentukan adanya
tanda vital didapatkan keadaan umum kelainan lain atau penyakit pada paru. 1,12
tampak sesak nafas, nadi 120x/menit, Namun, pada pasien ini tidak dilakukan rontgen
pernafasan 42x/menit, suhu 36,5 oC, pada thoraks karena keluhan pasien hanya
status generalis tampak bibir sianosis. Pada berlangsung singkat dan tidak ada keluhan yang
pemeriksaan thoraks tampak retraksi mengarah ke kelainan atau penyakit paru lain.
subcostal, pergerakan dinding dada cepat Uji provokasi bronkus juga dilakukan untuk
dan simetris, perkusi hipersonor, dan melihat adanya reaksi hipersensitivitas bronkus
auskultasi terdengar vesikuler menurun serta terhadap adanya alergen yang menjadi pencetus
wheezing meningkat pada akhir ekspirasi terjadinya serangan asma.
50
Berdasarkan penilaian PNAA didapatkan pada pasien ini adalah asma derajat ringan
frekuensi serangan pada pasien kurang dari 1 episodik jarang.
bulan dengan lama serangan kurang dari 1 Tatalaksana awal pada pasien ini
minggu (pada pasien serangan timbul 2 kali adalah pemberian β2-agonis kerja cepat
dalam 1 tahun dan serangan berlangsung 1-3 dengan penambahan larutan NaCl 0,9% secara
hari), tidak adanya gejala diantara serangan, nebulisasi yang diberikan sebanyak 1 kali.
tidur dan aktivitas tidak terganggu, dan Tatalaksana awal ini sekaligus dapat berfungsi
pemeriksaan fisik diluar serangan tidak ada sebagai penapis, yaitu untuk menentukan
kelainan, dan selama ini pasien tidak memakai derajat serangan, karena penilaian derajat
obat pengendali asma. Dari penjelasan secara klinis tidak selalu dapat dilakukan
tersebut dapat disimpulkan bahwa frekuensi dengan cepat dan jelas.7 Pasien juga diberikan
serangan asma pasien adalah asma episodik injeksi antibiotik ampicillin 400mg/8jam
jarang. sebagai profilaksis terhadap timbulnya infeksi
Selain klasifikasi derajat asma yang dapat memperberat keluhan dan
berdasarkan frekuensi dan lamanya serangan ranitidin injeksi 6,25mg/12 jam sebagai anti
menurut PNAA, asma juga dapat dinilai emetik terhadap pasien. Setelah dilakukan
berdasarkan berat ringannya serangan. nebulisasi dan pemberian obat, keluhan sesak
Global Initiative for Asthma (GINA) pada pasien semakin berkurang dan keadaan
melakukan pembagian derajat serangan pasien berangsur baik, sehingga satu hari
asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji setelah dirawat pasien dapat dipulangkan.
fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Menurut alur tatalaksana serangan asma
Derajat serangan menentukan terapi yang pada anak, pada tatalaksana awal seharusnya
akan diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah dilakukan nebulisasi β2-agonis 1- 2x selang 20
asma serangan ringan, asma serangan menit dan nebulisasi ke dua ditambah dengan
sedang, dan asma serangan berat. Dalam hal antikolinergik.7 Pada pasien ini setelah dilakukan
ini perlu adanya pembedaan antara asma nebulisasi pertama, keluhan sesak mulai
kronik dengan serangan asma akut. Dalam berkurang, kemudian dilakukan observasi
melakukan penilaian berat ringannya selama 20 menit, dan keluhan mengi berangsur
serangan asma, tidak harus lengkap untuk hilang. Sehingga pemberian nebulisasi ke dua
setiap pasien. Penggolongannya harus tidak diberikan. Pemberian antibiotik dan
diartikan sebagai prediksi dalam menangani antiemetik pada pasien ini kurang tepat. Pada
pasien asma yang datang ke fasilitas pasien tidak ditemukan tanda-tanda infeksi baik
kesehatan dengan keterbatasan yang ada. 1 dari gejala maupun tanda klinis. Keluhan
Berdasarkan penjelasan di atas, didapatkan muntah pada pasien terjadi karena adanya
serangan menyebabkan pasien sulit batuk. Pada anak dengan gejala batuk, dalam
bernafas, mengi nyaring pada saat ekspirasi, paru-paru akan memproduksi lendir berlebih.
terdapat retraksi subcostal yang dangkal, Lendir kemudian akan masuk ke dalam saluran
frekuensi napas cepat (takipneu), dan cerna dan dikeluarkan melalui muntah. Karena
frekuensi nadi cepat (takikardi). Maka dapat penjelasan di atas, maka penggunaan
disimpulkan bahwa derajat asma pada antiemetik pada kasus kurang tepat. Untuk
pasien adalah derajat ringan. Dikatakan keluhan batuk sebaiknya diberikan terapi
asma derajat ringan karena dinilai mukolitik untuk pengeluaran lendir, yaitu
berdasarkan parameter klinis menurut GINA ambroxol dengan dosis 1,5 mg/kgBB/hari dibagi
yaitu sesak pada pasien tidak mengganggu dalam 3 dosis.
aktivitas pasien (makan, minum, menyusu), Prognosis pada penderita ini baik,
sesak juga tidak dipengaruhi posisi, bicara didukung oleh kepustakaan yang mengatakan
tidak terganggu, kesadaran baik, ada sianosis bahwa jika setelah nebulisasi 1 kali respon baik
namun cepat menghilang setelah dilakukan dan setelah diobservasi selama 1-2 jam
nebulisasi, suara mengi hanya pada saat perbaikan klinis stabil maka pasien boleh
ekspirasi, retraksi dangkal tanpa ada nafas dipulangkan. Tetapi jika gejala timbul lagi, klinis
cuping hidung, dan frekuensi nafas takipneu. tetap belum membaik atau memburuk pasien
Setelah dilakukan penilaian berdasarkan tetap diobservasi dan dirawat. Pada pasien ini
klasifikasi PNAA dan GINA, maka diagnosis terdapat perbaikan klinis dan setelah
51
diobservasi secara klinis keadaan pasien stabil. Edisi ke-15. Jakarta: Penerbit Buku
Namun perlu diperhatikan pencegahan Kedokteran EGC; 2012.
terhadap faktor pencetus berupa alergi dingin 7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku ajar
dan membatasi aktivitas berlebihan agar respirologi. Edisi ke-2. Jakarta: Badan
keluhan tidak timbul kembali. Penerbit IDAI; 2010.
8. Masoli M, Fabian D, Holt S, Beasley R.
Simpulan Global burden of asthma. New Zealand:
Pasien anak laki-laki berusia 3 tahun Medical Research Institute of New
didiagnosis asma bronkial derajat ringan Zealand; 2013.
episodik jarang. Tatalaksana medikamentosa 9. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW,
pada pasien ini kurang tepat. Menurut alur Kartasasmita CB, Suprihati, Sundaru H,
tatalaksana serangan asma pada anak, pada Siregar SP, et al. Allergy and asthma, the
tatalaksana awal seharusnya dilakukan scenario in Indonesia. Dalam: Shaikh WA,
nebulisasi β2-agonis 1-2x selang 20 menit editor. Principles and practice of tropical
dan nebulisasi ke dua ditambah dengan allergy and asthma. Mumbai: Vicas
antikolinergik. Tatalaksana nebulisasi Medical Publishers; 2006.
pemberian β2-agonis kerja cepat dengan 10. Steinke JW, Borish L. Genetics of allergic
penambahan larutan NaCl 0,9% sudah tepat. disease. Med Clin N Am. 2006; 90: 1-15.
Namun untuk pemberian ampicillin 400 11. Lenfant C, Khaltaev N. Global initiative for
mg/8 jam dan ranitidin injeksi 6,25 mg/12 asthma. Geneva: NHLBI/WHO; 2002.
jam tidak tepat. Pada kasus ini sebaiknya 12. Fordiastiko. Asma dan seluk-beluknya.
diberikan ambroxol dengan dosis 1,5 Semarang: PDPI; 2005.
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. 13. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman
Sedangkan untuk tatalaksana non nasional asma anak. Jakarta: IDAI; 2004
medikamentosa berupa edukasi terhadap
pencegahan faktor pencetus berupa alergi
terhadap udara dingin dan membatasi
aktivitas berlebihan sudah tepat.

Daftar Pustaka
1. National Institure of Health. Global
strategy for asthma management and
prevention. USA: National Institutes of
Health; 2007.
2. Bernstein JA. Asthma in handbook of
allergic disorders. Philadelphia: Lipincott
Williams & Wilkins; 2003.
3. World Health Organization. Asthma
[internet]. Geneva: WHO; 2013 [disitasi
tanggal 11 Mei 2015]. Tersedia dari:
http://www.who.int/mediacentre/
factsheets/fs307/en
4. Centers for Disease Control and
Prevention. Asthma [internet]. USA: CDC;
2013 [disitasi tanggal 11 Mei 2015]
Tersedia
dari:
http://www.cdc.gov/asthma/asthmadat
a. htm.
5. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013.
Jakarta: Kemenkes RI; 2013.
6. Waldo EM. Ilmu kesehatan anak Nelson.

52
BAB 4. ANALISIS JURNAL

Judul Asma Bronkial pada Anak


Penulis Erin Imaniar
Nama jurnal/ Jurnal Agromed Unila/ 2/ 4/ 2015
Volume/ Nomor/
Tahun
Analisis Menurut WHO (World Health Organization) tahun
2011, terdapat 235 juta orang di seluruh dunia yang
menderita asma dengan angka kematian lebih dari 8%
pada negara-negara berkembang yang secara nyata
dapat dicegah. National Center for Health Statistic
(NCHS) tahun 2011, menyatakan bahwa prevalensi
asma pada anak 9,5% dan 8,2% pada orang dewasa,
serta 7,2% terjadi pada laki-laki dan 9,7% terjadi pada
perempuan.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013, di Indonesia prevalensi penyakit asma yang
terjadi pada semua umur adalah 4,5% dengan prevalensi
penyakit asma tertinggi terdapat pada Sulawesi Tengah
(7,8%), Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta
(6,9%), Sulawesi Selatan (6,7%), dan Jawa Tengah
(4,3%).
Hasil Pasien mengalami serangan mengi pertama kali pada
usia 1 tahun. Sebelumnya, pasien memiliki alergi
terhadap udara dingin dan akan mengalami batuk bila
udara dingin. Serangan asma timbul 3 kali semala 1
tahun terakhir sehingga menyebab pasien mengeluarkan
suara mengi dan sesak nafas (dada terasa berat).
Serangan tersebut dialami kembali oleh pasien saat
berumur 3 tahun.
Pada pemeriksaan fisik pasien, didapatkan tanda-tanda
vital pasien dalam keadaan umum tampak sesak nafas,

53
nadi 120x/menit, RR 42x/menit, suhu 36,5οC, dan bibir
tampak sianosis. Sedangkan pada pemeriksaan thoraks
terdapat retraksi subcostal, pergerakan dinding dada
cepat dan simetris, perkusi hipersonor, dan auskultasi
terdengar vesikuler menururun serta wheezing
meningkat pada akhir ekspirasi.
Intervensi Terbaru Tatalaksana medikamentosa awal seharusnya dilakukan
tindakan nebulisasi β2-agonis 1-2x dengan selang
waktu 20 menit dan nebulisasi kedua ditambahkan
dengan antikolinergik. Kasus ini sebaknya diberikan
abroxol dengan dosis 1,5 mg/kgBB/hari dan dibagi
menjadi 3 dosis. Sedangkan tatalaksana non
medikamentosa dapat berupa edukasi terhadap
pencegahan faktor pencetus, yaitu alergi terhadap udara
dingin dan aktivitas berlebih yang dibatasi dengan tepat.
Kelebihan (dari Keluhan sesak pasien telah berkurang dan keadaan
Intervensi Terbaru) pasien mulai membaik setelah dilakukannya tindakan
nebulisasi dan pemberian obat. Sehingga pasien
diperbolehkan pulang setelah dirawat selama 1 hari.
Kekurangan (dari Tidak ada atau belum ditemukannya kekurangan dari
Intervensi Terbaru) intervensi yang tercantum dalam jurnal.
Kesesuaian Intervensi ini sesuai dan dapat diterapkan di Indonesia.
(intervensi terbaru) di Karena intervensi tersebut dapat mengurangi keluhan
Indonesia pasien dengan cepat dan tepat. Selain itu, intervensi
(sesuai/tidak yang terdapat dalam jurnal juga telah diterapkan oleh
diterapkan di Indo) peneliti.

54
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang dapat
menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan
disertai gejala episodik yang berulang, berupa batuk, sesak nafas, mengi, dan rasa
berat di dada, terutama pada saat malam hari dan/atau dini hari yang pada
umumnya bersifat reversibel, baik dengan ataupun tanpa pengobatan (Perdani
2019). Beberapa faktor pencetus terjadinya serangan asma, yaitu olah raga,
alergen, infeksi, perubahan suhu secara mendadak, atau pajanan terhadap iritan
respiratorik, seperti asap rokok dan debu polusi. Faktor yang mempengaruhi
tinggi rendahnya prevalensi asma disuatu tempat adalah usia, jenis kelamin, ras,
sosioekonomi, dan faktor lingkungan. Faktor tersebut dapat mempengaruhi
prevalensi asma, derajat penyakit asma, terjadinya serangan asma, berat ringannya
serangan, dan kematian akibat penyakit asma (Perdani 2019).
Prinsip umum dalam melakukan pemberian pengobatan asma bronkial
adalah menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera, mengenal dan
menghindari faktor- faktor yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
asma, memberikan penjelasan atau edukasi kepada penderita dan keluarga terkait
dengan penyakit asma, yaitu meliputi pengobatan dan proses penyakit sehingga
penderita mengerti terkait dengan tujuan pengobatan yang diberikan oleh perawat
yang bekerjasama dengan dokter.
4.2 Saran
Marilah kita sama-sama mempelajari makalah ini dengan baik, semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu untuk pengembangan pada diri
kita masing-masing.

55
DAFTAR PUSTAKA

Bulechk, G.M., Butcher, H.K, Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC), Edisi 6. Philadelpia: Elsevier.

Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and
Prevention. 2016. www.ginasthma.org [diakses pada tanggal 27 September
2020].

Gold SP Tampubolon. 2020. Diagnosis Asthma.


https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/asma/diagnosis#:~:text=P
emeriksaan%20Penunjang,-Pemeriksaan%20penunjang
%20pada&text=Pemeriksaan%20dan%20temuan%20dari%20hasil,IU
%20menandakan%20suatu%20kondisi%20alergi [diakses pada tanggal 27
September 2020].

Herdman, T.H. 2018. NANDA International Nursing Diagnoses: definitions and


classification 2018-2020. Jakarta: EGC.

Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. 2011. Buku Ajar Patofisiologi,
Ahlibahasa Oleh Anry Hartono. Jakarta: EGC.

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, M.L., & Swanson, Elizabeth. 2016.
Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi 5. Philadelpia: Elsevier.

Morris MJ. 2016. Asthma. Medscape.


http://emedicine.medscape.com/artice/296301 [diakses pada tanggal 27
September 2020].

Mutawafi, Uhti. 2017. Peningkatan Pengetahuan Keluarga Mengenai Perilaku


Penanganan Mandiri Asma Bronkhiale pada Anak dengan Media Blog di
Kabupaten Banyum. Makalah.

Pandey, Rahul. 2015. “Paediatric Asthma and Manual Therapy- a Case Report.”
International Journal of Physiotherapy 2(6).

56
Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA). 2015.

Perdani, Roro Rukmi Windi. 2019. “Asma Bronkial Pada Anak.” Pdpi 3: 360–64.

Papadopoulos NG, Arakawa H., Carlsen K-H., Custovic A., Gern J., Lemanske
R., et al. 2012. Allergy. International consensus on (ICON) pediatric asthma.
67(8): 976-979.

Rengganis, Iris. 2008. Diagnosa dan Tatalaksana Asama bronkial. Majalah


Kedokteran Indonesia. 58(11): 444-451.

Wells, G. B. et all. 2009 Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach seventh


ed. USA: McGraw Hill.

57
LEMBAR KONSULTASI

Dosen Pembimbing : Ns. Nuning Dwi Merina S.Kep., M.Kep.


Kelompok : 4 (Empat)
Anggota Kelompok : Reni Hesti Kurniasari 182310101003
Habibatus Khoirotin Ilmiah 182310101019
Galuh Ajeng Hamindhana 182310101035
Devi Anjarsari Saputri 182310101037
Hafifah Hasan 182310101050
No Tanggal Materi Bimbingan Masukan Pembimbing dan
Bukti Konsul

58

Anda mungkin juga menyukai