Anda di halaman 1dari 47

KATA PENGANTAR

v
DAFTAR ISI
xi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
A.
Filosofi Bela Negara
1
B.
Regulasi Bela Negara
4
C.
Relasi Bela Negara dan Wajib Militer
7
D.
Wacana “Wajib Militer”
8
E.
Wajib Militer di Negara Lain
11
BAB 2
GLOBALISASI, MODERNITAS DAN NASIONALISME
15
A.
Modernitas, Humanisme dan Krisis Kemanusiaan
15
B.
Multikulturalisme di Tengah Kultur Monolitik
dan Uniformitas Global
20
C.
Radikalisme Etnis Merembet ke Radikalisme Teroris
25
D.
Sumpah Pemuda atau Pemuda Disumpah?
28
BAB 3
KRISIS BELA NEGARA
35
A.
Pendidikan Bela Negara
35
B.
Bela Negara di Kalangan Generasi Muda
39
xii
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
C.
Elit Politik dan Bela Negara
44
D.
Empat Pilar Kebangsaan dan Bela Negara
48
BAB 4
MENEROPONG BELA NEGARA DI INDONESIA
55
A.
Pendahuluan
55
B.
Bela Negara: Pengertian, Nilai dan Dasar Yuridis
58
C.
Indonesia: Karut Marut Bela Negara Kita
60
D.
Menelisik Faktor Yang Mempengaruhi Bela Negara
62
E.
Alternatif Meningkatkan Bela Negara
65
BAB 5
BELA NEGARA DI WILAYAH PERBATASAN
73
A.
Karakteristik Masyarakat Perbatasan
73
B.
Arti Penting Bela Negara di Perbatasan
77
C.
Kesadaran Bela Negara di Perbatasan
81
BAB 6
AGENDA BESAR BELA NEGARA KE DEPAN
87
A.
Sinergitas Komponen Bangsa
87
B.
Membangun Benteng Terakhir Bangsa
94
C.
Belajar dari Sejarah
97
DAFTAR PUSTAKA
103
A.
FILOSOFI BELA NEGARA

B
ela negara adalah sebuah konsep yang menarik untuk diperde
-
batkan di era globalisasi saat ini. Era globalisasi yang me
-
ngancam eksistensi bangunan nasionalisme dan fondasi negara
bangsa telah mendorong semua pihak untuk menekankan kepada
pentingnya bela negara bagi warga negaranya. Setiap warga negara
diminta untuk selalu berpikir, bertindak, berjuang dan berupaya mem
-
bela negara. Negara perlu dibela agar supaya tidak terancam oleh ber
-
bagai ancam
an dan serangan musuh di era kapitalisme global saat ini.
Negara harus diamankan, harus dilindungi, harus dibela karena warga
negara selama ini telah dilindungi oleh negara.
Ada ungkapan umum yang dikenal luas, yakni: “kalau bukan kita
yang membela negara, maka siapa lagi?” dan “kalau bukan sekarang
kita membela negara, maka kapan lagi?”. Ungkapan ini mengandung
arti bahwa setiap warga negara harus setiap saat wajib membela ne
-
gara dan setiap warga negara tanpa memandang jabatan apapun wa
-
jib membela negara. Harus ada hubungan timbal balik antara negara
dan warga negara, dimana negara memberikan keamanan (
security
)
dan kesejahteraan (
prosperity
) kepada warga negara, sedangkan warga
PENDAHULUAN
BAB1
2
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
negara harus memberikan pembelaan ketika negara dalam kondisi ter
-
ancam oleh ancaman musuh yang langsung atau tidak langsung me
-
nyerang bangunan negara.
Secara filosofis, bela negara merupakan sebuah implementasi
dari teori kontrak sosial atau teori perjanjian sosial tentang terben
-
tuknya negara. Dalam pandangan para penganut teori kontrak sosial
dinyatakan bahwa negara terbentuk karena keinginan warga negara
atau masyarakat untuk melindungi hak dan kewajibannya dalam ke
-
hidupan bermasyarakat agar supaya terjalin hubungan yang harmo
-
nis, damai dan tentram. Setiap warga negara memiliki kepentingan,
masing-masing kepentingan pasti berpotensi menimbulkan konflik
kepentingan di tengah masyarakat. Negara dihadirkan oleh kesepakat
-
an atau perjanjian antara warga negara di tengah masyarakat untuk
melindungi hak dan kewajiban warga negara serta untuk menjamin
tidak adanya konflik kepentingan antar individu di tengah masyarakat.
Dalam konteks ini, negara memiliki tujuan yang sangat mulia,
yaitu menselaraskan kepentingan antar warga negara di tengah inter
-
aksi masyarakat. Negara menjamin adanya hak dan kewajiban yang
dijalankan secara damai, aman dan harmonis di tengah masyarakat.
Untuk menjamin tujuan itu tercapai, maka negara membuat aturan
main, regulasi, dan aturan hukum yang didalamnya mengatur hak dan
kewajiban antar warga negara kaitannya pula dengan negara serta
adanya pemberian sanksi atau hukuman bagi siapapun warga negara
yang melanggar regulasi atau aturan hukum tersebut. Warga negara
diminta mematuhi semua aturan itu dan bagi warga negara yang me
-
langgar aturan akan diberi sanksi /
punishment
dan bagi warga negara
yang mematuhi aturan akan diberikan
reward
.
Dalam kaitan ini, sangat jelas bahwa negara lahir karena ada
-
nya kesepakatan antar warga negara. Negara merupakan produk yang
dibuat oleh warga negara. Adanya negara karena kesepakatan dari
warga negara. Negara akan kokoh dan kuat apabila dibela oleh warga
negara karena warga negara adalah pihak yang mendesain terben
-
Pendahuluan
3
tuknya negara. Sangat logis dan masuk akal apabia negara dibela oleh
warga negara. Alasannya, negara dibuat oleh warga negara, sehingga
ketika negara memerlukan bantuan untuk dibela maka warga negara
harus membela negara kapanpun dan dimanapun. Selain itu, mem
-
bela negara harus dilakukan karena bela negara merupakan tindakan
timbal balik antara relasi negara dengan warga negara. Negara hadir di
dunia untuk melindungi keselarasan kepentingan antar warga negara,
sedangkan warga negara harus membalasnya dengan membela negara
ketika negara membutuhkan pembelaan.
Hubungan antara negara dan warga negara dalam konteks bela
negara adalah hubungan yang bersifat timbal balik. Negara membu
-
tuhkan warga negara, sedangkan warga negara membutuhkan negara.
Antara warga negara dan negara saling membutuhkan, saling meleng
-
kapi, dan saling mengisi. Hubungan antara negara dan warga negara
bersifat komplementer sehingga dapat memberikan kekuatan yang
kuat dan dahsyat apabila kedua pihak bersatu padu membangun ba
-
ngunan negara bangsa. Negara akan kuat dan kokoh apabila warga
negaranya bersatu padu dan solid membela negara. Warga negara
akan nyaman, aman, damai dan sejahtera apabila negara kuat dan ko
-
koh karena adanya jaminan keamanan yang kuat dari negara.
Bela negara harus dipahami dalam konteks yang luas dimana
setiap warga negara merupakan entitas yang hidup didalam sebuah
bangunan negara sehingga secara hakiki warga negara wajib untuk
menjaga, memelihara dan mengayomi setiap pranata, institusi dan
perangkat kelengkapan negara. Negara harus dibela sampai titih darah
penghabisan apabila memang negara tersebut amanah dalam men
-
jalankan pemerintahannya. Tidak ada alasan bagi warga negara untuk
mengelak dan menghindar dari kewajiban untuk membela negara.
Warga negara harus patuh, loyal, taat, dan tunduk pada setiap regulasi
yang dibuat oleh negara dalam upaya menggalakkan bela negara.
Beda dengan negara yang otoriter atau negara yang tidak ama
-
nah terhadap kepentingan rakyat. Negara yang otoriter dan tidak ama
-
4
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
nah tidak perlu dibela karena hanya akan melahirkan kepongahan pe
-
nguasa dalam menjalankan pemerintahannya. Negara yang dijalankan
secara otoriter oleh pemerintahnya tentunya akan menimbulkan pro
dan kontra bagi warga negara apabila bela negara diwajibkan. Tentu
-
nya banyak warga negara yang tidak mau membela negara ketika war
-
ga negara tidak nyaman dengan negara yang diperintah oleh penguasa
yang tidak pro warga negara. Kalaupun ada bela negara, maka warga
negara melakukan secara tidak ikhlas alias adanya paksaan sehingga
tidak murni muncul dari kesadaran masyarakat
B.
REGULASI BELA NEGARA
Bela negara merupakan sebuah kebijakan. Sebagai sebuah kebijakan,
maka bela negara tentu memiliki dasar hukum, landasan yuridis, dan
regulasi yang tepat dan absah. Bela negara merupakan kebijakan yang
dibuat oleh negara atau pemerintah yang bertujuan untuk melindungi
negara dari ancaman musuh baik yang datang secara langsung mau
-
pun tidak langsung. Bela negara harus disosialisasikan kepada semua
komponen masyarakat agar supaya dipahami dan dijiwai oleh semua
komponen masyarakat, sehingga semua komponen masyarakat secara
suka rela membela negara.
Bela Negara adalah sebuah
konsep
yang disusun oleh perangkat
perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang,
suatu kelompok atau seluruh komponen dari suatu negara dalam ke
-
pentingan mempertahankan eksistensi negara tersebut. Secara
fisik
,
hal ini dapat diartikan sebagai usaha pertahanan menghadapi serang
-
an fisik atau
agresi
dari pihak yang mengancam keberadaan negara
tersebut, sedangkan secara
non-fisik
konsep ini diartikan sebagai upaya
untuk serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara, baik
melalui pendidikan, moral, sosial maupun peningkatan kesejahteraan
orang-orang yang menyusun bangsa tersebut
1
.
Bela Negara adalah sikap, perilaku, dan tindakan warga neg
-
ara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Repu
-
Pendahuluan
5
blik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945 dalam
menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.
Dasar hukum bela negara di Indonesia memang sudah sangat jelas
termaktub dalam berbagai aturan perundang-undangan, khususnya di
dalam UUD NRI 1945. UUD NRI 1945 Pasal 30 ayat 1 dan ayat 2
menyatakan secara eksplisit tentang bela negara bagi seluruh rakyat
Indonesia, sebagai berikut:

Pasal 30 ayat 1:
“Setiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pertahanan dan keamanan negara”.

Pasal 30 ayat 2:
“Usaha pertahanan dan keamanan negara
dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama dan rakyat
sebagai kekuatan pendukung”.
Selanjutnya dalam UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan
Negara, di pasal 9 diamanahkan secara jelas tentang aturan bela ne
-
gara bagi masyarakat Indonesia, sebagai berikut:

Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan
negara.

Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui:

pendidikan kewarganegaraan;

pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;

pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia
secara sukarela atau secara wajib; dan

pengabdian sesuai dengan profesi.

Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan
dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan
profesi diatur dengan undang-undang.
Secara lebih detail akan dilihat berbagai aturan yang tertuang
dalam regulasi hukum tentang dasar hukum pelaksanaan bela negara
yang ada di Indonesia, berikut ini:
2
6
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi

Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara
dan Keamanan Nasional.

Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok
Perlawanan Rakyat.

Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok
Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1988.

Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan
POLRI.

Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.

Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.

Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia
tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela
negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa
diwujudkan dengan cara lain seperti: (1) Ikut serta dalam mengaman
-
kan lingkungan sekitar (seperti siskamling); (2) Ikut serta membantu
korban bencana di dalam negeri; (3) Belajar dengan tekun pelajaran
atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn; (4) Mengikuti
kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka. Sebagai
warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela
negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG /
ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Ke
-
satuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban
demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
3
Bela negara merupakan sebuah keharusan dan keniscayaan bagi
semua komponen bangsa Indonesia sehingga tidak perlu diperdebat
-
kan lagi eksistensinya. Secara yuridis, bela negara telah tercantum
dalam berbagai aturan hukum sehingga kuat keabsahannya. Yang
paling penting sekarang adalah bagaimana menjabarkan bela negara
dalam praktek kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat. Bela ne
-
gara harus mengejawantah dalam kehidupan sehari-hari dan tercermin
Pendahuluan
7
dalam sikap dan perilaku warga negara. Setiap perilaku warga negara
yang berbasis bela negara harus mengacu pada unsur-unsur bela nega
-
ra sebagai berikut: Cinta Tanah Air, Kesadaran Berbangsa & bernegara,
Yakin akan
Pancasila
sebagai
ideologi
negara, Rela berkorban untuk
bangsa dan negara, dan Memiliki kemampuan awal
bela negara
.
C.
RELASI BELA NEGARA DAN WAJIB MILITER
Masalah bela negara dan wajib militer selalu menarik untuk diperde
-
batkan setiaap saat dimanapun dan kapanpun serta oleh siapapun. Se
-
tiap membicaarakan tentang bela negara, maka ujung-ujungnya akan
bermuara pada masalah yang berkaitan dengan wajib militer (wamil).
Bagi sebagian orang, bela negara sama dengan wajib militer. Sebagian
orang lagi menyatakan bahwa bela negara berbeda dengan wajib mili
-
ter. Sebagian orang lagi menyatakan bahwa wajib militer adalah salah
satu contoh riel dan kongkret dari bela negara. Penulis termasuk yang
meyakini dan membenarkan bahwa wajib militer adalah salah satu
sarana atau wujud dari bela negara.
Bela negara dan wajib militer sangat terkait satu dengan yang
lainnya. Wajib militer merupakan salah satu sarana atau instrumen
pelaksanaan bela negara. Bela negara lazim diimplementasikan di
negara lain melalui wajib militer. Di negara Indonesia, bela negara
belum diimplementasikan melalui wajib militer. Hal ini karena masih
adanya pro dan kontra tentang wajib militer dan belum adanya aturan
yang jelas dan absah tentang pelaksanaan wajib militer di Indonesia.
Wajib militer di negara Indonesia menimbulkan ingatan suram
di masa lampu, khususnya di masa Orde Baru. Masyarakat terkesan
“trauma” dengan kata dan kalimat wajib militer yang mengingatkan
akan kekerasan militer di masa Orde Baru. Wajib militer dipersepsi
-
kan sebagai “militerisasi” atau dipandang negatif sebagai masuknya
militer dalam politik. Wajib militer masih menimbulkan pertanyaan
dari berbagai pihak sehingga wajib militer selalu mendapatkan peno
-
lakan dari sebagian kalangan.
8
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
Di era reformasi saat ini, sangat sulit untuk membuat kebijakan
yang terkait untuk meningkatkan bela negara melalui wajib militer.
Meskipun wajib militer adalah salah satu instrumen atau sarana dalam
meningkatkan bela negara di tengah kehidupan masyarakat, namun se
-
bagian pihak masih “alergi” dengan kata-kata “wajib militer’. Padahal,
wajib militer merupakan salah satu wujud dari bela negara dan wajib
militer dalam artian yang sesungguhnya adalah bukan menjadikan ru
-
ang bagi masuknya militer dalam kehidupan politik dan kehidup
an
masyarakat.
D.
WACANA “WAJIB MILITER”
Wacana wajib militer di Indonesia selalu melahirkan pro dan kon
-
tra di tengah masyarakat. Sebagian besar pihak menyatakan bahwa
wajib militer tidak perlu dilaksanakan di Indonesia. Semboyan yang
dilontarkan adalah bahwa: “bela negara yes, wajib militer no”. Wa
-
jib militer merupakan kata yang sudah terlanjur negatif di telinga ma
-
yoritas masyarakat Indonesia. Wajib militer dipahami secara sempit
dan kurang komprehensif sebagai upaya melegalkan militer masuk
dalam politik. Persepsi keliru ini sebenarnya perlu diluruskan karena
akan merugikan bangsa Indonesia sendiri. Di negara yang demokratis
pun seperti Amerika Serikat, wajib militer wajib dilakukan oleh setiap
negara. Wajib militer sangat baik tujuannya, yakni untuk melindungi
negara dari berbagai ancaman dan meningkatkan soliditas antar kom
-
ponen bangsa.
Namun demikian, sebagai negara yang baru keluar dari rezim
otoriter di bawah pemerintahan Orde Baru, sangat wajar apabila ba
-
nyak pihak yang khawatir akan kebijakan wajib militer bila diterap
-
kan di Indonesia. Wajib militer di Indonesia sebenarnya sudah dicoba
digagas pada era reformasi saat ini dengan digulirkannya RUU Kom
-
ponen Cadangan yang sampai dengan saat ini masih dalam proses
pembahasan antara pemerintah dan DPR. RUU ini terus mendapatkan
sorotan dari berbagai pihak dan sampai dengan saat ini belum ada titik
temu antara pemerintah dan DPR sehingga belum menjadi UU.
Pendahuluan
9
Di Indonesia, kita tidak mengenal adanya wajib militer (wamil),
namun ternyata sejak tahun 2002 Indonesia sudah menyiapkan RUU
(Rancangan Undang-Undang) tentang wajib militer yang dalam hal ini
disebut dengan RUU Komcad (Komponen Cadangan).
Bagaimana bila
Indonesia jadi menerapkan wajib militer
? Pasukan Komponen Cadangan
dibentuk untuk memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemam
-
puan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama dalam
upaya penyelenggaraan pertahanan negara. Sesuai dengan pasal yang
tertera di dalam RUU Komponen Cadangan ini yang wajib mengikuti
wajib militer/komponen cadangan ini adalah warga negara Indonesia
yaitu: Pasal 8 ayat (1) Pegawai Negeri Sipil, pekerja dan/atau buruh
yang telah memenuhi persyaratan wajib menjadi anggota Komponen
Cadangan. Ayat (2) mantan prajurit TNI yang telah memenuhi per
-
syaratan dan dipanggil, wajib menjadi anggota Komponen Cadangan.
Ayat (3) warga negara selain Pegawai Negeri Sipil, pekerja dan/atau
buruh dan mantan prajurit TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), dapat secara suka rela mendaftarkan diri menjadi Ang
-
gota Komponen Cadangan sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan.
4
Wajib militer ini berlangsung selama 5 tahun sesuai Pasal 17
ayat (1) dalam RUU Komponen Cadangan
(1) Anggota Komponen
Cadangan wajib menjalani masa bakti Komponen Cadangan selama 5 (lima)
tahun dan setelah masa bakti berakhir secara sukarela dapat diperpanjang
paling lama 5 (lima) tahun.
Masa bakti ini dianggap terlalu lama, karena
negara-negara yang sudah dari dulu melakukan wajib militer di nega
-
ranya seperti halnya Korea Selatan dan Singapura saja masa baktinya
hanya 2 tahun. Akhirnya RUU Komponen Cadangan ini pun masih
menimbulkan pro dan kontra. Alasan lain mengapa banyak yang me
-
nolak RUU Komponen Cadangan di Indonesia adalah sanksi menolak
wajib militer bagi warga negara ini tidak main-main lagi yaitu pidana
penjara paling lama 1 tahun, hal ini ada yang menganggap sebagai
pelanggaran hak asasi dan individual. Ada yang menganggap wajib
militer tidak relevan untuk kondisi saat ini dimana dunia tidak akan
mengarahkan ke perang, tapi dialog bilatetal atau multilateral. Serta
10
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
wajib militer itu diperlukan bagi negara yang memiliki ancaman yang
besar dan dalam peperangan, sedangkan Indonesia tidak memiliki an
-
caman yang cukup berarti.
5
Tak hanya kontra, masih banyak juga yang pro
bagaimana bila
Indonesia jadi menerapkan wajib militer
, itu termasuk pejabat, petinggi,
dan pemimpin negara ini. Mereka berpendapat, setiap warga negara
wajib siaga bila suatu saat terjadi perang dan harus melakukan apa
bila diserang. Wajib militer juga bisa meningkatkan rasa nasionalisme
kebangsaan bagi pemuda yang kini sudah mulai memudar, selain itu
dapat menguntungkan dan menghemat bagi negara dalam hal perekrut
-
an anggota Tentara Nasional Indonesia dapat diambil dari Komponen
Cadangan yang terpilih sesuai kualifikasi nantinya. Komisi Cadangan
ini tak hanya disiapkan untuk berperang tetapi juga dapat membantu
misalnya terjadi bencana alam seperti gempa di kawasan Indonesia.
Dan yang terpenting sesuai Pasal 21 RUU ini, setelah proses kom
-
ponen cadangan/wajib militer ini mereka bisa kembali lagi bekerja
di tempatnya masing-masing, selama proses penugasan tidak terjadi
putusnya hubungan kerja dengan tempat mereka bekerja. Mengingat
masih banyak nya pro dan kontra tentang
bagaimana bila Indonesia jadi
menerapkan wajib militer
tampaknya RUU ini masih akan lama disah
-
kan, karena harus menunggu pengesahan RUU Keamanan Nasional
terlebih dahulu. Agar semuanya dapat terkendali dengan baik dan ti
-
dak ada pihak yang merasa dirugikan nantinya.
6
Berdasarkan pro dan kontra di atas, maka dapat dikatakan bahwa
RUU Komponen Cadangan dipersepsikan oleh sebagian pihak sebagai
cerminan dari kebijakan wajib militer. Ini artinya bahwa dalam benak
sebagian pihak bahwa wajib militer merupakan sesuatu yang mena
-
kutkan dan membahayakan demokrasi dan HAM. Pandangan keliru
inilah yang kemudian melahirkan pro dan kontra tentang RUU Kom
-
ponen Cadangan. RUU ini dikhawatirkan akan melahirkan kebijakan
militerisasi sipil sehingga banyak pihak menolak secara ramai-ramai.
Wajib militer masih menjadi kebijakan yang sensitif di Indonesia se
-
Pendahuluan
11
hingga pasti akan menimbulkan wacana yang tanpa henti, khususnya
bagi para aktivis pro demokrasi dan HAM
E.
WAJIB MILITER DI NEGARA LAIN
Alangkah lebih bijaksana kalau kita melihat kebijakan wajib militer di
negara lain. Meskipun di Indonesia kebijakan wajib militer belum ada
dan belum menjadi keharusan, maka di banyak negara lain ternyata
wajib militer merupakan sebuah kewajiban dan keharusan. Negara-
negara maju dan demokratis, seperti Amerika Serikat dan Inggris seka
-
lipun menerapkan wajib militer sebagai sebuah kewajiban bagi setiap
warga negaranya masing-masing. Padahal, mereka negara demokratis
dan menjunjung tinggi HAM, sehingga sebenarnya tidak ada korelasi
antara wajib militer dengan negara yang otoriter. Selama ini orang
meyakini bahwa wajib militer akan berpotensi lahirnya pemerintahan
yang otoriter, sehingga negara yang demokratis harus menjauhi wajib
militer. Pandangan ini ternyata keliru karena banyak negara-negara
yang demokratis justru menerapkan wajib militer dan pemerintahan
-
nya malah demokratis dan sangat menjunjung tinggi HAM.
Wajib militer atau seringkali disingkat sebagai wamil adalah ke
-
wajiban bagi seorang warga negara berusia muda, biasanya antara 18 -
27 tahun untuk menyandang senjata dan menjadi anggota tentara dan
mengikuti pendidikan militer guna meningkatkan ketangguhan dan
kedisiplinan seorang itu sendiri. Wamil biasanya diadakan guna untuk
meningkatkan kedisiplinan, ketangguhan, kebranian dan kemandirian
seorang itu dan biasanya diadakan wajib untuk pria lelaki. Yang harus
wamil biasanya adalah warga pria. Warga wanita biasanya tidak diha
-
ruskan wamil, tetapi ada juga negara yang mewajibkannya, seperti di
Israel
,
Korea Selatan
dan
Suriname
.
Mahasiswa
juga biasanya tidak perlu
ikut wamil. Beberapa negara juga memberi alternatif tugas nasional
(
Layanan alternatif
) bagi warga yang tidak dapat masuk militer karena
alasan tertentu seperti kesehatan, alasan politis, atau alasan budaya
dan agama
7
.
12
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
Negara-negara yang melaksanakan Wajib Militer di dunia dapat
disebutkan sebagai berikut
:
8
Mesir
. Dengan jangka waktu Wajib Militer selama 12 sampai
30 bulan. Wajib Militer di Mesir diwajibkan bagi warga negara yang
berusia 18 sampai 30 tahun. Selain itu, untuk menghindari pelang
-
garan-pelanggaran yang ada. Pemerintah Mesir tidak mengizinkan
Warga Negaranya yang berumur kurang dari 25 tahun berpergian ke
luar negeri tanpa persetujuan Kementerian Ketahanan dan Keamanan.
Republik Cina (Taiwan)
. Pada Republik Taiwan sudah ditetapkan
sejak tahun 1949. Tetapi pada tahun 2007, masa Wajib Militer di Tai
-
wan dipotong menjadi lebih pendek menjadi 14 bulan.
Korea Selatan
. Berbeda dengan Wajib Militer pada umumnya,
di Korea Selatan wajib militer diperbolehkan dengan jangkauan umur
18-35 tahun. Jangka waktu Wajib Militer pun lebih lama, yaitu 24
bulan.
Malaysia
. Biasa disebut Program Latihan Khidmat Negara (PLKN)
di Malaysia, program ini dilaksanakan untuk Pria yang berumur 18
tahun ke atas. Dengan jangka waktu pendek (3 bulan). Program ini
dicanangkan pemerintah Malaysia sejak Desember 2003.
Singapura
. Disebut National Service di Singapura. Diwajibkan
untuk Pria yang berumur 18 tahun ke atas. Dengan jangka waktu Wa
-
jib Militer 22 sampai 24 bulan. Program ini dijalankan sejak 1967.
Rusia
. Di Rusia, program Wajib Militer diwajibkan bagi seluruh
Pria yang berumur 18-27 tahun (tanpa terkecuali). Awalnya Wajib Mi
-
liter di Rusia mempunyai jangka waktu 18 bulan. Tetapi mulai tahun
2008 jangka waktu wajib militer dikurangi menjadi 12 bulan.
Swiss
. Berbeda dengan di
negara lain. Di Swiss seseorang boleh
saja tidak mengikuti Wajib Militer pada masa hidupnya, tetapi orang
tersebut diwajibkan membayar pajak penghasilan 3% lebih banyak
daripada orang yang mengikuti wajib militer.
Pendahuluan
13
Brasil
. Brazil sudah mempunyai sistem Wajib Militer sejak 1906.
Yang diperuntukan bagi pria yang sudah berumur 18 tahun ke atas.
Tetapi hukum yang mengatur tentang wajib militer baru disahkan
pada tanggal 17 Agustus 1964.
Israel
. Israel mewajibkan semua warga negaranya, tanpa ter
-
kecuali Pria atau Wanita mengikuti Wajib Militer. Pria diwajibkan
mengikuti wajib militer selama 30 bulan, sementara wanita selama
18 bulan.
Turki
. Banyak peraturan-peraturan unik yang ada pada Wajib
Militer di Turki, para Mahasiswa S1 (atau yang akan menempuh S1) di
-
perbolehkan untuk menunda wajib militernya. Selain itu, mahasiswa
S1 atau lebih, diperbolehkan mengikuti Wajib Militer Pelayanan pu
-
blik dengan jangka waktu singkat yaitu 6 bulan.
Aljazair
. Negara ini melaksanakan Wajib Militer sejak 1954 se
-
iring dengan adanya gerakan kemerdekaan untuk Aljazair.
Adapun negara-negara lain yang melaksanakan Wajib Militer
dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
9
No
Negara
No
Negara
1
Angola
17
Norwegia
2
Austria
18
Belarus
3
Bolivia
19
Kazakhstan
4
Chili
20
Armenia
5
Eritrea
21
Moldova
6
Estonia
22
Uzbekistan
7
Finlandia
23
Paraguay
8
Georgia
24
Polandia
9
Iran
25
Romania
10
Korea Utara
26
Seychelles
11
Kroasia
27
Siprus
12
Kuba
28
Suriname
13
Kuwait
29
Suriah
14
Myanmar
30
Swedia
15
Thailand
31
Ukraina
16
Venezuela
32
Yunani
sumber:
http://setya-wa2n.blogspot.com/2013/01/negara-negara-yang-menganut-wa
jib.html
14
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Bela_negara
2
http://www.organisasi.org/1970/01/kewajiban-bela-negara-bagi-semua-warga-negara-indo
-
nesia-pertahanan-dan-pembelaan-negara.html
3
http://www.organisasi.org/1970/01/kewajiban-bela-negara-bagi-semua-warga-negara-indo
-
nesia-pertahanan-dan-pembelaan-negara.html
4
http://www.saranainformasi.com/2013/10/18/bagaimana-bila-indonesia-jadi-menerapkan-
wajib-militer/
5
Ibid.
6
Ibid.
7
http://id.wikipedia.org/wiki/Wajib_militer
8
http://setya-wa2n.blogspot.com/2013/01/negara-negara-yang-menganut-wajib.html
9
Ibid.
-oo0oo-
A.
MODERNITAS, HUMANISME DAN KRISIS
KEMANUSIAAN
M
odernitas sebagai fajar baru dan manifesto perubahaan
sosial dalam sejarah kebudayaan modern Barat pasca
re
-
naissance
, reformasi, dan
aufklarung
(pencerahan,
enlight
-
ment
) telah menjadi mitos laksana sebuah agama baru dalam kehidup
-
an umat sejagat dewasa ini. Modernitas peradaban Barat pasca abad
tengah ini memiliki mata rantai persentuhan dengan kebudayaan di
Italia abad ke-14 dan kemudian Inggris, Perancis dan Jerman pada
abad ke-17 dan ke-18. Persambungan budaya ini telah menjadikan
modernitas hadir sebagai hegemoni baru yang merambah ke seluruh
penjuru dunia hingga akhir abad ke-20 dan menjadi kiblat peradaban
dunia (
core civilization).
Pengaruh proyek modernitas peradaban Barat yang dibalut
oleh temali kapitalisme global dan mengangkut nilai-nilai individual-
liberal serta dikemas dalam tema globalisasi sangat terasa dan ken
-
tara dalam kehidupan sosial masyarakat ketimuran. Arus modernisasi
telah menggeser, dan mungkin juga melenyapkan, budaya lokal yang
saat ini berkembang dan dianut oleh masyarakat lokal setempat dan
GLOBALISASI, MODERNITAS
DAN NASIONALISME
BAB2
16
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
umumnya berada dinegara berkembang yang dikenal dengan struktur
masyarakat pinggiran.
Begitu kuat tarikan modernitas telah menciptakan kristalisasi
ungkapan yang bisa dibilang naif bahwa jika tidak mengikuti mo
-
dernisasi
ala
Barat, maka dapat dikatakan tidak modern alias tradisi
-
onal. Padahal, jika disimak lebih mendalam dan seksama, kebanyakan
orang memahami dan meniru modernitas Barat baru pada dataran
“kulit” nya saja, belum sampai pada “daging” dan “hati” nya. Karena
itu, gejala
demonstration effect
ini menjadi aneh, lucu, janggal dan
sekaligus menggelikan. Mereka tidak sadar bahwa lokalitas budaya
dan identitas ketimurannya telah dinafikan sendiri. Pergulatan antara
tradisi dan modernisasi ini menciptakan dikotomi realitas kehidupan,
seperti
center-periferi
, pusat-pinggiran, kota-desa, pengusaha-buruh
dan kaya-miskin.
Mitos modernitas yang lahir dan mengalami dinamika percepat
-
an sejak revolusi industri dan revolusi Perancis telah melahirkan se
-
deretan kisah-kisah atau cerita-cerita agung
(grand narrative)
tentang
kemajuan kehidupan umat manusia di dunia. Kisah-kisah agung ini
berkisar pada kemajuan peradaban Barat yang lebih unggul dari per
-
adaban-peradaban lainnya. Demokrasi liberal, kapitalisme global, dan
hak asasi manusia
ala
barat yang merupakan produk-produk moder
-
nitas telah menjadi manifesto politik-ekonomi dunia akhir abad ke-20
dan awal abad ke- 21.
Dalam dataran alam pemikiran, modernitas yang dibingkai oleh
faham
humanisme-antroposentris
( manusia sebagai pusat alam pe
-
mikiran dan manusia menjadi pusat titik alam), telah melakukan pem
-
bongkaran radikal atas alam pikiran
teosentrisme
(Tuhan sebagai titik
pusat alam) yang berkiblat pada faham ketuhanan, khususnya pada
filsafat skolastik dan agama kristen abad tengah yang didominasi oleh
hegemoni kekuasaan gereja. Di samping itu, modernitas telah pula
menggeser pusat peradaban dari peradaban Islam yang mengalami26
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
tal, peledakan bom di Atrium Senin, pengeboman Masjid Istiqlal, dan
bom di Kedubes Filipina di Jakarta. Puncak dari rangkaian aksi penge
-
boman ini adalah tragedi bom di Legian, Kuta, Bali, I2 Oktober 2002
lalu yang menewaskan lebih dari I80 orang tewas dan 300 orang luka
berat ringan, yang kemudian disusul dengan berbagai aksi teroris di
berbagai wilayah Indonesia saat ini.
Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan ke
-
beragaman, sudah sepatutnya jika kita semua mengutuk berbagai aksi
radikalisme teroris yang selama ini menghantui bangsa Indonesia. Biar
bagaimanapun juga, dampak dari radikalisme teroris yang menjangkiti
berbagai kelompok dan gerakan sosial sangat bertentangan dengan ni
-
lai-nilai kemanusiaan dan norma-norma keagamaan. Meskipun tujuan
dari kelompok-kelompok radikalisme teroris ini ingin menegakkan
hukum dan keadilan Tuhan, tapi cara-cara yang mereka pergunakan
telah melanggar hukum dan keadilan Tuhan itu sendiri.
Disamping itu, yang perlu dipegang teguh adalah bahwa teror
-
isme dan segala bentuknya jangan disangkutpautkan dengan agama.
Kecenderungan radikalisme teroris terletak pada individu atau per
-
sonel masing-masing. Bahkan secara lugas dapat dikatakan bahwa
para pelaku tindak teroris itu adalah manusia-manusia yang tidak be
-
ragama dan tidak bertuhan. Sebab, manusia yang beragama tidak akan
melakukan perbuatan biadab seperti itu.
Semakin menguatnya gejala radikalisme teroris di Indonesia saat
ini tentunya akan berdampak pada terjadinya benturan-benturan antar
berbagai kelompok masyarakat dengan pemerintah. Di samping itu,
isu-isu terorisme telah mempengaruhi proses penciptaan dan pengem
-
bangan pluralitas budaya dan manusia. Tatanan sosial masyarakat,
yang ketika meletup reformasi bercerai-berai dan ingin ditransformasi
dalam wadah multikulturalisme, akan mengalami hambatan serius
apabila isu terorisme semakin mempengaruhi struktur sosial masyara
-
kat.
Globalisasi, Modernitas dan Nasionalisme
27
Konsepsi multikulturalisme yang intinya menekankan pada pe
-
ngakuan dan penghormatan terhadap kebhinekaan dan perbedaan
yang selama ini akan dikembangkan dalam konteks kebangsaan In
-
donesia akan berhadapan secara tajam dengan isu-isu terorisme yang
berkembang akhir-akhir ini. Dikatakan demikian karena radikalisme
teroris yang disinyalir menghinggapi sebagian kelompok-kelompok
dan gerakan-gerakan sosial masyarakat tidak mengenal akan perbe
-
daan dan kebhinekaan.
Perspektif terorisme tidak mengedepankan pada kebersamaan
dan pluralisme, melainkan hanya menekankan pada uniformitas yang
monolitik. Selain itu, terorisme tidak memprioritaskan pada upaya-
upaya dialog, melainkan langsung pada tindak kekerasan yang mem
-
bahayakan. Hal ini sangat bertentangan dengan perspektif multikul
-
turalisme yang mendasarkan diri pada saluran dialog, kebersamaan,
kemanusiaan, penghormatan antar manusia, dan pengakuan akan per
-
bedaan.
Bagaimanapun juga, kita semua tidak menginginkan bangsa ini
menjadi bangsa yang memiliki cap “Republik Teror”. Oleh karena
itu,Tragedi bom Bali harus dijadikan momentum yang tepat untuk
menyadarkan kepada bangsa Indonesia bahwa isu-isu terorisme akan
sangat membahayakan semangat multikulturalisme di tengah-tengah
kehidupan sosial masyarakat. Terorisme adalah musuh baru multikul
-
turalisme.
Melihat betapa bahayanya permasalahan terorisme di Indonesia
ini terhadap persatuan bangsa dan pengembangan multikulturalisme
yang sedang dibangun, maka perlu diupayakan sebuah strategi untuk
menangkalnya secepat mungkin. Salah satu cara yang efektif untuk itu
adalah langkah penguatan masyarakaat sipil
(civil sosiety)
yang ada
dalam masyarakat Indonesia. Seluruh komponen masyarakat sipil mu
-
lai dari partai politik, Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi So
-
sial, Organisasi Keagamaan, Komunitas Intelektual Kampus, Masyara
-
kat Pers dan komponen masyarakat lainnya harus senantiasa bersatu
28
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
padu, saling berdialog, tukar informasi dan merapatkan barisan demi
cegah tangkal praktek terorisme.
Konsolidasi masyarakat sipil ini sangat penting mengingat saat
ini negara sebagai unit politik formal tidak mampu lagi memberikan
rasa aman dan kedamaian pada rakyatnya dari ancaman terorisme.
Struktur negara seperti Eksekutif (Birokrasi dan aparat penegak hukum:
Polri, Kejaksaan, TNI), Legislatif (MPR/DPR) dan Yudikatif (Lembaga
Peradilan) telah gagal dalam menciptakan tertib sosial masyarakat.
Padahal, tujuan utama dibentuknya negara adalah kontrak sosial dari
seluruh elemen masyarakat untuk secara bersama mendelegasikan
kekuasaan kepada negara untuk menciptakan kondisi yang kondusif
bagi interaksi hak dan kewajiban antar individu dalam masyarakat.
Merebaknya aksi-aksi terorisme telah menggangu dan meram
-
pas hak hidup dan hak untuk aman dari rakyat. Sudah selayaknya bagi
rakyat menuntut rezim penguasa berkait dengan terganggunya hak-
hak mereka. Tidak berhenti disitu saja, segenap elemen masyarakat
harus mengonsolidasi diri demi keamanan masing-masing dari anca
-
man terorisme.
Penguatan masyarakat sipil bisa dilakukan secara nyata dengan
saling tukar informasi, saling dialog, saling bekerjasama sehingga akan
tercapai suatu kesepakatan dan gerakan moral sosial yang kuat se
-
hingga persatuan dan kesatuan bangsa bisa terjaga. Selain itu, de
ngan
ditumbuhkembangkan budaya dialog, diskusi, dan tukar informasi
masing-masing komponen masyarakat akan mendorong percepatan
timbulnya budaya multikulturalisme yang selama ini ingin dikem
-
bangkan secara bersama.
D.
SUMPAH PEMUDA ATAU PEMUDA DISUMPAH?
Tepat tanggal 28 Oktober 1928, bangsa Indonesia menapaki sebuah
perjuangan kemerdekaan yang sangat monumental dan bersejarah.
Saat itu, tanpa ada paksaan alias dengan kesadaran hati yang bersih,
Globalisasi, Modernitas dan Nasionalisme
29
berbagai elemen bangsa yang terdiri dari para pemuda dan pemudi
pejuang bangsa berkumpul dalam suatu forum dan menyatakan se
-
buah ikrar yang sangat terkenal sampai saat ini. Para tunas bangsa
yang terdiri dari Jong Jawa, Jong Sumatera, Jong Sulawesi, Jong Kali
-
mantan dan masih banyak lagi jong-jong lainnya bersepakat untuk me
-
nyatakan diri bersatu dalam satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah
air Indonesia.
Peristiwa heroik yang memberikan semacam stimulan dan mo
dal
awal dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari kolonial
-
isme Belanda ini kemudian dikenal dengan nama Sumpah Pemuda.
Karena lahirnya sumpah Pemuda ini tepat tanggal 28 Oktober 1928,
maka tiap-tiap tanggal bulan tersebut bangsa Indonesia memperingati
hari Sumpah Pemuda.
Makna yang dapat kita ambil dari peringatan hari Sumpah Pemu
-
da kali ini adalah semangat dari para pemuda Indonesia diseluruh ta
-
nah air ketika itu yang menyatakan diri untuk bersatu dalam tumpah
darah bangsa Indonesia. Rasa nasionalisme yang menggelora dalam
setiap sanubari para pemuda Indonesia itu patut untuk dijadikan mo
-
del panutan oleh para pemuda bangsa Indonesia saat ini. Para pemuda
bangsa Indonesia yang saat ini dapat dikatakan mengalami krisis nasi
-
onalisme harus menjadikan peringatan hari Sumpah Pemuda kali ini
sebagai momentum untuk mempertebal jiwa nasionalisme bangsa.
Seperti diketahui bahwa ditahun-tahun terakhir ini, khususnya
setelah bergulirnya reformasi, bangsa Indonesia mendapat ujian berat
masalah nasionalisme bangsa. Beberapa daerah yang rawan konflik
sosial secara berentetan menyatakan pernyataan untuk keluar dari
ikat
an nasionalisme bangsa Indonesia. Daerah-daerah seperti Aceh,
Papua, Maluku, dan Riau (meskipun saat ini sudah surut), tanpa di
-
nyana-nyana sebelumnya menginginkan untuk keluar dari Negara Ke
-
satuan Republik Indonesia.
Mereka beramai-ramai mengusung bendera primordialisme se
-
bagai landasan bagi perjuangan untuk melepaskan diri dari bangsa
30
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
Indonesia. Singkatnya, bangsa Indonesia mengalami gejala disinte
-
grasi bangsa yang sangat membahayakan. Berbagai gerakan disinte
-
grasi bangsa ini banyak didorong oleh adanya fakta lepasnya Timor-
Timur dari pangkuan Republik Indonesia melalui jajak pendapat tahun
1999 lalu. Belum lagi ditambah dengan permasalahan konflik politik,
kekerasan kolektif dan kerusuhan sosial yang sampai saat ini masih
sering terjadi.
Berbagai gejala disintegrasi bangsa ini tentunya harus dipahami
sebagai sebuah gejala arus balik. Dikatakan sebagai arus balik karena
jika ditelusuri dari aras sejarah bangsa, maka kita akan dapat mengeta
-
hui bahwa pada tahun 1928 dan 1945, bangsa Indonesia yang terdiri
dari berbagai elemen berdasar pluralitas suku, agama, ras, dan golong
-
an ini melakukan langkah maju dan berani, yakni bersatu dalam suatu
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan gagah berani
dan semangat nasionalisme membara, para pejuang bangsa ini ber
-
satu untuk kemudian menyatakan diri merdeka lepas dari kungkungan
penjajahan asing. Sejak saat itulah, tonggak-tonggak negara Indonesia
dimulai dan dipancangkan.
Berbagai kalangan pemuda-pemudi pejuang bangsa yang di
-
pimpin oleh Soekarno dan Hatta meletakan dasar-dasar kenegaraan
dan pemerintahan. Ada semacam arus utama yang sangat dahsyat
yang mendorong berbagai komponen bangsa dari seluruh pelosok ta
-
nah air untuk bersatu berdasarkan senasib dan sepenanggungan men
-
derita dijajah oleh bangsa Belanda.
Namun, saat ini, kita semua melihat terjadinya arus balik. Arti
-
nya, terjadi suatu kenyataan yang sangat ironis dimana berbagai kom
-
ponen bangsa yang pada masa perjuangan kemerdekaan bangsa In
-
donesia melakukan semacam gerakan perkuatan kohesifitas menuju
entitas
nation state,
namun saat ini yang terjadi adalah kebalikannya.
Komponen bangsa itu mulai mengalami ketidakbetahan berada dalam
bingkai nasionalisme Indonesia. Mereka menginginkan untuk kem
-
bali lagi seperti dahulu, yakni berjalan sendiri-sendiri. Ini merupakan
Globalisasi, Modernitas dan Nasionalisme
31
suatu hal yang sangat ironis dan memprihatinkan karena gejala terse
-
but adalah gejala kemunduran, bukan kemajuan.
Paling tidak terdapat dua faktor yang menyebabkan gejala
terjadinya arus balik dari proses berbangsa dan bernegara yang di
-
alami bangsa Indonesia saat ini.
Pertama
adalah semakin menguatnya
fenomena etnisitas dan etnonasionalisme sempit berbasis pada pri
-
mordialisme. Primordialisme yang saat ini sedang menggejala diham
-
pir seluruh struktur sosial masyarakat merupakan sebuah antitesa dari
konsekuensi represifitas rezim Orde Baru. Rezim militeristik pimpinan
Soeharto ini telah menciptakan struktur masyarakat yang sentralitatif,
alienatif, marginalitatif, dan monolitik.
Karena itu, begitu hegemoni rezim otoriter itu mulai mengalami
kehancuran akibat gelombang reformasi, maka kelompok-kelompok
sosial yang merasa terpinggirkan ini mulai menampakan diri untuk
menunjukan eksistensinya sembari menyampaikan pesan bahwa
mereka ingin menciptakan suatu entitas baru berdasarkan norma
dan ideologi yang mereka yakini sebelumnya. Lokalitas bagi mereka
merupakan pilihan strategis dibanding tetap bergabung dengan ikatan
bangsa Indonesia.
Kedua
, kuatnya penetrasi global yang senantiasa masuk melalui
media-media tertentu diseluruh dimensi kehidupan. Kekuatan ekster
-
nal berupa penetrasi politik, ekonomi dan budaya ini telah merasuk
ke dalam struktur lokalitas bangsa sehingga mendorong entitas-entitas
lokal untuk lebih eksesif dalam menghadapi hegemoni negara yang
sentralistik.
Penetrasi politik bisa melalui masuknya nilai-nilai HAM dan de
-
mokrasi
ala
Barat yang cenderung bersifat sangat liberal dan menekan
-
kan pada individualisme. Penetrasi ekonomi berupa mengalirnya alir
-
an modal, investasi, dan hutang luar negeri yang kian hari kian terasa
berat beban untuk mengembalikannya. Penetrasi budaya dapat dilihat
dari aneka perilaku dan gaya hidup yang konsumeris diseluruh lapisan
masyarakat.
32
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
Berbagai penetrasi global ini telah menciptakan suatu tatanan
masyarakat yang sangat terbuka sehingga memungkinkan suatu enti
-
tas lokal untuk berinteraksi dengan dunia global tanpa harus melalui
mekanisme perangkat legal negara. Akhirnya, globalisasi yang saat ini
sedang menggejala dihampir seluruh pelosok dunia ini telah meng
-
kondisikan bagi entitas-entitas lokal untuk lebih berani dalam berinter
-
aksi dengan negara dan bahkan menantang negara yang monolitik.
Melihat serangkaian perubahan yang terjadi dalam kaitan inter
-
aksi negara dengan masyarakat lokal agar tercapai pemahaman bersa
-
ma sehingga gejala tarikan disintegrasi bangsa bisa dihindari, maka di
-
perlukan sebuah formula khusus penangananya. Fenomena arus balik
yang merebak di Indonesia saat ini harus dipahami dan didekati dalam
konteks sejarah bangsa. Artinya, bangsa Indonesia secara keseluruhan
perlu diingatkan kembali akan konteks sejarah bangsa bahwa bangsa
ini terbentuk oleh komitmen-komitmen bersama yang dibangun oleh
para pemuda-pemudi pejuang bangsa yang dilandasi oleh semangat
nasionalisme bangsa.
Maka dari itu, sudah saatnya momentum hari Sumpah Pemuda
ini dijadikan wahana bagi seluruh bangsa Indonesia untuk melaku
-
kan proses refleksi diri akan berbagai masalah yang melanda bangsa
Indonesia saat ini. Para pemuda bangsa yang kelak akan menjadi pe
-
mimpin bangsa sudah selayaknya untuk disumpah agar supaya se
-
lalu memegang teguh jiwa dan semangat nasionalisme bangsa yang
menekankan pada persatuan dan kesatuan bangsa sebagaimana yang
telah ditampilkan oleh para pemuda pada tahun 1928 ketika mereka
mendeklarasikan Sumpah Pemuda.
Nampaknya, para tunas muda bangsa harus melakukan kem
-
bali Sumpah Pemuda atau bahkan disumpah sehingga harapannya
kejadian yang terjadi saat ini tidak terjadi pada masa mendatang. Hal
ini penting dilakukan mengingat sudah semakin menipisnya jiwa
nasio
nalisme dan semangat kebangsaan yang dimiliki oleh para tunas
Globalisasi, Modernitas dan Nasionalisme
33
muda. Padahal, mereka kelak akan menjadi penerus dan pemimpin
bangsa ke depan. Dengan demikian, momentum hari sumpah pemu
-
da sudah seharusnya dijadikan sebagai sarana untuk refleksi sekaligus
ajang untuk menjadikan pemuda disumpah; Sumpah nasionalisme
atau Sumpah kebangsaan
Krisis Bela Negara
47
Dalam budaya masyarakat Indonesia yang ketimuran dan me
-
megang teguh etika moral, sangat tidak pantas apabila para elit poli
-
tik menampilkan perilaku yang tidak bermoral dengan melakukan
tindak pidana korupsi yang merugikan negara dan rakyat. Para elit
politik tidak mampu mengembangkan budaya malu (quilt culture)
dan budaya salah (shame culture). Budaya malu dan budaya salah su
-
dah saatnya ditumbuhkan, dikembangkan, dan digelorakan kedalam
kehidupan riel sehari-hari di tengah masyarakat sehingga akan men
-
jadi ruh dalam etika bernegara, berbangsa dan bermasyarakat. Para
elit politik harus malu kepada rakyat Indonesia yang meskipun dalam
kondisi kekurang
an, melarat dan kekurangan, namun ketika harkat,
martabat, dan kedaulatan Indonesia dihina oleh bangsa lain, maka
seluruh rakyat kompak dan marah serta siap untuk membela negara
dari berbagai ancaman musuh. Elit politik yang memiliki pengalaman,
pengetahuan, dan sumber daya malah “kabur” tidak membela negara
dan justru ketakutan asetnya hilang sehingga lebih memilih membela
asetnya dibandingkan membela negaranya. Sebuah ironi yang sulit
dibayangkan terjadi di negeri kita tercinta.
Para elit politik pandai beretorika, pandai bermanis muka, pan
-
dai berpidato, dan pandai membuat pencitraan di depan rakyat. Me
-
lalui media massa, baik media cetak dan media elektronik, mereka
melakukan pencitraan dengan jargon-jargon kepentingan rakyat, ke
-
pentingan bangsa, dan kepentingan negara. Mereka mengklaim mem
-
bela negara, membela bangsa, dan membela rakyat. Mereka mengaku
cinta tanah air, memiliki semangat nasionalisme, dan terpatri ruh pa
-
triotisme. Namun, dalam kenyataannya, mereka dalam berpikir, ber
-
tindak, berbuat dan berperilaku sangat jauh dari apa yang diharapkan.
Mereka justru merampok uang negara, mementingkan kepentingan
pribadi, dan melakukan pengkhianatan terhadap negara.
Negara yang dalam perkembangannya harus diperkuat, dikukuh
-
kan, dan ditumbuhkembangkan menjadi organisasi yang kokoh justru
dirusak, dinodai, dan dikhianati oleh segelintir elit politik. Negara
48
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
yang seharusnya dibela mati-matian oleh para elit politik justru diting
-
galkan ketika negara membutuhkan pembelaan di tengah ancaman
asing dalam arus globalisasi, pasar bebas dan perdagangan bebas.
Negara merasa sendiri tanpa ada yang menemani, negara merasa ter
-
asing karena elit politik pada “ngacir” entah kemana di saat negara
membutuhkan bantuan dan pembelaan. Semangat bela negara tidak
terpatri dalam diri sanubari para elit politik.
Elit politik yang seharusnya memproduksi regulasi bela nega
-
ra justru lari tidak membela negara. Rakyat dituntut oleh elit politik
untuk membela negara, namun pada kenyataannya, elit politik yang
tidak memiliki rasa bela negara. Rakyat dijadikan sebagai martir un
-
tuk membela negara ketika ancaman musuh akan datang. Rakyat akan
dikorbankan jikalau musuh menyerang kedaulatan negara. Rakyat ke
-
cil yang tidak tahu apa-apa dipermainkan, diperalat, dan dikorbankan
untuk kepentingan elit politik yang pada gilirannya elit politik yang
akan meraup keuntungan dari pengorbanan rakyat dalam membela
negara.
D.
EMPAT PILAR KEBANGSAAN DAN BELA
NEGARA
Di tengah arus reformasi sekarang ini, ada salah satu prakarsa yang
patut diapresiasi oleh semua pihak tentang gagasan MPR RI bersama
lembaga-lembaga negara lainnya untuk mensosialisasikan “empat pi
-
lar kebangsaan” kepada semua komponen bangsa Indonesia. Empat
pilar kebangsaan tersebut adalah: Pancasila, UUD RI 1945, Bhineka
Tunggal Ika, dan NKRI. Keempat pilar kebangsaan tersebut merupakan
“harga mati” yang tidak bisa diganti kapanpun, dimanapun, dan dalam
kondisi apapun. Empat pilar kebangsaan ini merupakan konsensus
nasional yang merupakan produk yang telah dibuat, diperjuangkan,
dan dipatrikan oleh para founding fathers Indonesia sehingga harus
diketahui, dipahami, dijiwai, diamalkan, dan diperjuangkan sampai
kapanpun juga.
Krisis Bela Negara
49
Empat pilar kebangsaan merupakan ruh bangsa Indonesia yang
tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Empat pilar kebangsaan
merupakan soko guru kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan ber
-
negara yang harus terus dipupuk, ditumbuhkembangkan dan diper
-
tahankan dalam kondisi apapun. Empat pilar kebangsaan merupa
kan
jati diri bangsa Indonesia di tengah konstelasi global yang tidak di
-
miliki oleh negara lain selain Indonesia. Empat pilar kebangsaan meru
-
pakan identitas, kebanggaan dan kehormatan bangsa Indonesia yang
harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Empat pilar ke
-
bangsaan harus disosialisasikan dan dinternalisasikan ke semua ge
-
nerasi bangsa Indonesia sehingga dapat diterapkan dalam sendi-sendi
dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Empat pilar kebangsaan sangat terkait dengan bela negara. Em
-
pat pilar kebangsaan merupakan salah satu sarana yang dapat menum
-
buhkembangkan semangat bela negara. Bela negara membutuhkan
empat pilar kebangsaan sebagai bangunan yang kokoh sehingga akan
menjadi pegangan bagi semua pihak dalam menjalankan bela negara.
Materi-materi bela negara yang diajarkan dan dilatihkan kepada semua
komponen bangsa harus memuat isi, esensi dan substansi empat pilar
kebangsaan. Empat pilar kebangsaan harus dijadikan sebagai materi
inti dalam penyelenggaraan pendidikan bela negara dan pelatihan
bela negara. Materi bela negara harus mengungkapkan tentang garis-
garis besar empat pilar kebangsaan yang harus dipahami oleh semua
peserta pendidikan bela negara di seluruh Indonesia.
Kenyataan saat ini menunjukkan bahwa empat pilar kebangsaan
masih belum dapat tersosialisasikan secara luas kepada seluruh kom
-
ponen bangsa. Empat pilar kebangsaan yang sangat penting bagi ke
-
hidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat masih mengalami
hambatan dalam sosialisasi di tengah masyarakat. Selama ini memang
lembaga MPR dan DPR berupaya untuk mensosialisasikan empat pi
-
lar kebangsaan ke semua komponen bangsa. Namun, kendala alo
-
kasi anggaran sosialisasi menjadi hambatan. Kendala anggaran untuk
50
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
mensosialisasikan empat pilar kebangsaan kepada semua komponen
bangsa sangat minim dan terbatas.
Alokasi anggaran yang minim setiap tahunnya untuk sosialisasi
empat pilar kebangsaan menjadi salah satu kendala sehingga beraki
-
bat pada tidak terjangkaunya sosialisasi kepada semua komponen
masyarakat, khususnya masyarakat yang ada di wilayah perbatasan,
pulau kecil terluar, masyarakat pedesaan, dan pedalaman. Masih
ada masyarakat di wilayah perbatasan, pulau terluar, terpencil dan
pedalam
an yang belum tersentuh oleh sosialisasi empat pilar kebang
-
saan sehingga mereka tidak mengetahui tentang empat pilar kebang
-
saan. Hal ini tentu harus menjadi perhatian semua pihak mengingat
wilayah Indonesia yang dari sabang sampai merauke sangat luas se
-
hingga semua masyarakat dimanapun adanya harus diberi sentuhan
empat pilar kebangsaan.
Peranan dari pemerintah daerah, baik pemerintah Propinsi, Ka
-
bupaten dan Kota sangat penting pula dalam membantu pemerintah
dan MPR dalam mensosialisasikan empat pilar kebangsaan ke semua
elemen masyarakat. Pemerintah daerah, yang didalamnya terdapat
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) atau sejenisnya
harus memprogramkan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan
empat pilar kebangsaan. Tanpa bantuan pemerintah daaerah, maka
sosialisasi empat pilar kebangsaan yang dicanangkan oleh pemerintah
akan sia-sia dan menemui banyak kendala. Harus disadari oleh semua
pihak bahwa sosialisasi empat pilar kebangsaan merupakan tanggung
-
jawab semua pihak, tidak hanya pemerintah pusat semata, melain
-
kan harus didukung oleh pemerintah daerah melalui Kesbangpol nya
masing-masing.
Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa sebagian kecil
pemerintah daerah masih ada menganggap bahwa sosialisasi empat
pilar kebangsaan merupakan program pemerintah pusat dan tidak
terkait langsung dengan pemerintah daerah. Ini yang salah dan perlu
diluruskan bahwa sosialisasi empat pilar kebangsaan merupakan tu
-
Krisis Bela Negara
51
gas dan tanggungjawab semua elemen bangsa sehingga membutuh
-
kan sinergitas dari seluruh komponen bangsa. Pemerintah daerah di
era otonomi daerah dan desentralisasi sangat penting peranannya se
-
hingga bantuan, dukungan dan partisipasi pemerintah daerah dalam
mensukseskan sosialisasi empat pilar kebangsaan sangat menentukan.
Apabila kita ke berbagai daerah di seluruh Indonesia, masih sa
-
ngat minim kegiatan sosialisasi empat pilar kebangsaan di tengah ma
-
syarakat akar rumput. Jarang sekali baliho, spanduk atau baner yang
dipasang di berbagai pelosok kota yang menyuarakan tentang empat
pilar kebangsaan. Yang muncul justru baliho, spanduk, dan baner para
penguasa daerah, para pimpinan daerah, dan para elit politik lainnya.
Banyak elit politik di daerah yang justru disibukan oleh sosialisasi
pribadi guna dikenal atau populer di mata masyarakat sehingga dapat
terpilih kembali menjadi gubernur, bupati, walikota ataupun anggota
legislatif lainnya. Mereka justru lebih memprioritaskan untuk menso
-
sialisasikan diri sendiri, memasarkan sosok pribadinya, dan memamer
-
kan kegagahannya di depan masyarakat melalui spanduk, baliho, dan
baner yang terpasang di sepanjang jalan. Kepentingan sosialisasi em
-
pat pilar kebangsaan yang merupakan prioritas kepentingan negara
justru dikalahkan dengan kepentingan pribadi, kepentingan partai dan
kepentingan kelompoknya masing-masing. Inilah yang melahirkan kri
-
sis bela negara di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk, plural
dan komplek ini.
Para pemangku kepentingan di daerah tidak menyadari bahwa
empat pilar kebangsaan merupakan obat mujarab dalam menghadapi
berbagai potensi konflik yang ada di tengah masyarakat. Empat pi
-
lar kebangsaan masih belum menjadi prioritas bagi daerah karena
mereka menganggap bahwa sosialisasi empat pilar kebangsaan tidak
berhubungan langsung dengan pendapat daerah dan kesejahteraan
masyarakat. Pandangan keliru para pemangku kepentingan di daerah
ini terjadi karena dalam bayangan mereka bahwa keberhasilan pem
-
bangunan daerah sangat ditentukan oleh pendapatan daerah dan me
-
52
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
ningkatnya kesejahteraan masyarakat. Mereka tidak menyadari bahwa
pembangunan daerah yang dibangun tidak akan berhasil tanpa ada
-
nya pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai pembangunan yang
tercermin dalam empat pilar kebangsaan. Pembangunan daerah dapat
terhambat oleh berbagai konflik, ketegangan dan kekerasan di te
ngah
masyarakat yang semuanya itu tidak akan terjadi apabila terdapat
pemahaman yang sama dari tengah masyarakat terhadap empat pilar
kebangsaan.
Sudah saatnya pemerintah daaerah memberdayakan Kesbang
-
pol di masing-masing daerahnya untuk membuat program dan ke
-
giatan yang mengarah pada sosialisasi empat pilar kebangsaan dan
bela negara. Tanpa adanya program dan kegiatan yang bernuansa
empat pilar kebangsaan dan kegiatan bela negara, maka niscaya ma
-
syarakat akan apatis, cuek, dan acuh tak acuh dengan empat pilar ke
-
bangsaan. Kesadaran masyarakat akan empat pilar kebangsaan sebagai
sarana menumbuhkan rasa bela negara harus segera dilakukan meng
-
ingat bangsa Indonesia sekarang ini berada di tengah pusaran global
-
isasi sehingga membutuhkan “filter” berupa empat pilar kebangsaan
yang dapat menghadang gempuran nilai-nilai budaya global barat.
Kita semua tentunya tidak menginginkan berbagai budaya warisan
nenek moyang yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia hancur
dan hilang ditelah bumi karena digempur oleh budaya-budaya global
barat. Sudah tugas dari kita semua, khususnya pemerintah daerah un
-
tuk membentengi budaya lokal dan budaya daerah melalui sosialisasi
empat pilar kebangsaan.
Pemerintah daerah harus mendesain Kesbangpol menjadi agen
utama dan ujung tombak di daerah dalam mensosialisasikan empat
pilar kebangsaan. Kesbangpol memerankan fungsi strategis di dae
-
rah mengingat ormas, LSM, organisasi kepemudaan, dan berbagai
tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan tokoh adat be
-
rada dalam jalur pembinaan Kesbangpol di daerah. Kalangan ormas,
LSM, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh adat dapat dijadikan
Krisis Bela Negara
53
sebagai penjuru dalam mensosialisasikan empat pilar kebangsaan di
tengah masyarakat. Peran mereka sangat sentral dalam kegiatan so
-
sialisasi empat pilar kebangsaan sehingga dari mereka lah kemudian
mengalir sosialisasi di tengah akar rumput.
Pemerintah pusat harus mendorong pemerintah daerah untuk
terus tanpa henti mensosialisasikan empat pilar kebangsaan. Peme
-
rintah pusat harus memberi perhatian lebih terhadap daerah-daerah
yang dinilai memiliki potensi kerawanan tinggi. Pemerintah pusat ha
-
rus membuat pemetaan terhadap daerah yang rawan konflik, daerah
rawan teroris, daerah rawan separatis, dan daerah rawan lainnya se
-
hingga “treatment” nya antar daerah berbeda-beda karena karakteristik
masyarakat di berbagai daerah berbeda-beda.
Daerah-daerah yang rawan konflik seperti Papua, Aceh, Poso,
Ambon dan sekitarnya harus mendapatkan sosialisasi empat pilar
kebangsaan yang intensif di tengah masyarakat. Wilayah ini harus
mendapat perhatian lebih karena sering terjadi konflik, mudah disulut
konflik, dan mudah diprovokasi sehingga timbul kekerasan kolektif.
Oleh karena itu, sosialisasi empat pilar kebangsaan sangat penting
dijadikan sebagai benteng dalam mencegah konflik, kekerasan dan
kerusuhan yang berpotensi timbul di beberapa daerah ini. Pengalam
-
an menunjukkan bahwa terjadinya kekerasan dan kerusuhan massal
sebenarnya akibat ulah dari para oknum tertentu yang memancing
emosi dan memprovokasi massa untuk kepentingan politik tertentu.
Masyarakat harus disadarkan dengan bela negara yang tinggi untuk
tidak mudah dipengaruhi untuk kepentingan pribadi dan kelompok
serta senantiasa mementingkan kepentingan negara.
Akar persoalan bela negara yang lemah di masyarakat bawah
memang sudah terang benderang, yakni kemiskinan, pengangguran
dan ketimpangan. Masyarakat di berbagai daerah merasa bahwa me
-
reka miskin, pengangguran dan merasa mendapatkan ketidakadilan
dalam hidup sehari-hari dimana jurang antara si kaya dan miskin sa
-
ngat terasa, khususnya di era otonomi daerah yang menimbulkan raja-
54
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
raja kecil. Mereka kecewa dengan kebijakan pemerintah daerah yang
dianggap tidak berpihak kepada masyarakat akar rumput sehingga mu
-
dah sekali bagi kelompok tertentu untuk melakukan provokasi, infil
-
trasi dan adu domba di tengah masyarakat. Mereka sulit sekali diminta
untuk menjiwai empat pilar kebangsaan dan membela negara dite
-
ngah kesulitan ekonomi yang mendera mereka sehari-hari. Jangankan
membela negara, membela diri saja untuk bertahan hidup kesulitan.
Mereka lebih memilih mementingkan membela peut mereka dari an
-
caman kelaparan dibandingkan membela negara dari ancaman musuh
dari luar. Ini adalah fakta riel yang terjadi di tengah masyarakat yang
sedang bergulat dan berjuang mendapatkan kemapanan ekonomi
demi sesuap nasi, sehingga bela negara merupakan barang yang ma
-
hal bagi mereka sehingga cenderung dikesampingkan dalam kondisi
perut kosong. Dalam pemikiran rakyat kecil: “Jangan Berbicara Bela
Negara Dalam Perut Kosong”.
Oleh karena itu, sudah menjadi tugas dan tanggungjawab semua
pihak untuk mensejahterakan masyarakat. Sulit sekali bangsa Indone
-
sia menguat rasa dan semangat bela negara nya di tengah kesulitan
ekonomi masyarakatnya. Masyarakat akan enggan diminta membela
negara di tengah kemiskinan, pengangguran dan kesusahan ekono
-
mi. Mereka akan lebih mementingkan kepentingan pribadi, seperti
kepentingan perut mereka dibandingkan kepentingan negara. Kepen
-
tingan negara akan dijadikan sebagai kepentingan kesekian kali dan
bahkan tidak dipentingkan sama sekali di tengah himpitan ekonomi
masyarakat yang nestapa. Empat pilar kebangsaan merupakan elemen
penting dalam bela negara. Bela negara yang kokoh hanya akan terjadi
di negara yang sejahtera dimana masyarakatnya tidak lagi memikirkan
urusan perut masing-masing sehingga dapat diminta berkonsentrasi
memikirkan kepentingan negar
60
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
Sedangkan dasar hukum bela negara adalah: Pasal 27 Ayat (3)
UUD 1945 yang berbunyi ”Bahwa tiap warga negara berhak dan wa
-
jib ikut serta dalam upaya bela negara”. Selain itu, terdapat pula Pasal
30 Ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang berbunyi ”Bahwa tiap warga nega
-
ra berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara, dan usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan
melalui Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta oleh TNI
dan Kepolisian sebagai Komponen Utama, Rakyat sebagai Komponen
Pendukung”. Selanjutnya dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia Pasal 6 B juga dinyatakan bahwa ”Setiap warga negara
wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara, sesuai dengan keten
-
tuan yang berlaku”. UU No.3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Ne
-
gara Pasal 9 Ayat (1) menegaskan bahwa ”Setiap warga negara berhak
dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam
penyelenggaraan pertahanan negara”. Selanjutnya pada Pasal 9 Ayat
(2) ditegaskan lagi bahwa ”Keikutsertaan warga negara dalam upaya
bela negara dimaksud ayat (1) diselenggarakan melalui: pendidikan
kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran, pengabdian sebagai
prajurit TNI secara sukarela atau wajib dan pengabdian sesuai dengan
profesi.
C.
INDONESIA: KARUT MARUT BELA NEGARA
KITA
Bagaimana kondisi nyata bela negara yang ada di Indonesia saat ini?
Pertanyaan ini tentunya akan panjang sekali jawabannya dan masing-
masing orang tentu beragam dalam melukiskan jawabannya. Namun
demikian, dapat diambil gambaran singkat bahwa di era reformasi dan
globalisasi saat ini, kesadaran bela negara yang ada di tengah masyara
-
kat Indonesia sangat memprihatinkan. Dikatakan memprihatinkan
karena setiap hari kita melihat, mendengar dan membaca kehidupan
sehari-hari para pejabat, elit politik, dan sebagian besar masyarakat
yang kurang mencerminkan semangat dan kesadaran bela negara
dalam berbagai aspek kehidupan.
Meneropong Bela Negara di Indonesia
61
Pada aspek ideologi, yang didapati dalam kehidupan sehari-
hari adalah pemandangan memprihatinkan berupa sikap dan perilaku
yang bukan membela Pancasila sebagai ideologi negara, melainkan
membela ideologi lain, seperti “bela kapitalisme”, “bela liberalisme”,
“bela komunisme”, “bela anarkisme”, dan “bela radikalisme”. Sema
-
ngat “bela Pancasila” hanya ada dalam tataran retorika politik para
elit sehingga nilai-nilai Pancasila laksana bahasa dewa-dewa yang sulit
membumi (
down to earth
). Dalam prakteknya, Pancasila sebagai ide
-
ologi negara tidak dipraktekkan, diaplikasikan, dan diamalkan dalam
kehidupan riel sehari-hari sehingga Pancasila hanya menjadi “orna
-
men” dalam ruangan dan “pemanis” dalam setiap pidato politik.
Pada aspek politik, kehidupan politik Indonesia semakin hari se
-
makin memprihatinkan dimana setiap elit politik, politisi, dan pejabat
politik tidak pernah mendorong politik negara yang santun, beretika,
dan toleransi politik. Yang terjadi adalah semangat membela diri dan
kelompoknya yang tercermin dalam sikap dan perilaku, seperti “bela
partai”, “bela korupsionisme”, “bela kleptokrasisme”, “bela ormas”,
“bela LSM”, “bela diri”, dan “bela kelompok”. Hampir tidak ada upa
-
ya untuk membela negara dalam setiap aktifitas politik dan tidak ada
pula mempraktekkan kehidupan politik negara yang mencerminkan
masyarakat ketimuran.
Pada aspek ekonomi, sangat nyata terlihat betapa praktek ekono
-
mi kerakyatan yang berbasis pada Pancasila sudah tidak lagi tercermin
dalam kehidupan ekonomi nyata di tengah masyarakat. Kehidupan
ekonomi yang sudah dikooptasi oleh pasar bebas dan perdagangan
bebas dbalut oleh bingkai globalisasi telah melahirkan kompetisi yang
tidak sehat dan menimbulkan kesenjangan antar masyarakat. Akibat
-
nya, yang terjadi adalah sikap dan perilaku, seperti “bela usahanya”,
“bela bisnisnya”, “bela kongsinya”, “bela perusahaannya”, “bela uang
-
nya”, “bela investasinya”, dan “bela hasil korupsinya”.
Pada aspek sosial budaya, kehidupan sosial budaya di tengah
masyarakat Indonesia saat ini sungguh memprihatinkan dimana ke
-
62
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
hidupan umat beragama, kerukunan sosial, solidaritas sosial, toleransi,
tenggang rasa, dan musyawarah mufakat yang merupakan cerminan
nilai-nilai Pancasila sudah tidak terwujud dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari. Yang ada sekarang adalah sikap dan perilaku, seperti “bela
agamanya”, “bela konconya”, “bela keluarganya”, bela dinastinya,
“bela sukunya”, “bela etnisnya”, dan “bela daerahnya”. Nasionalisme
sempit berupa semangat primordialisme dan pemahaman yang salah
terhadap putra daerah juga telah melunturkan kesadaran bela negara
sehingga mengancam semangat persatuan dan kesatuan bangsa.
D.
MENELISIK FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
BELA NEGARA
Bela negara merupakan sebuah semangat yang bersifat dinamis, di
-
mana bela negara yang ada di tengah masyarakat bersifat lentur, bisa
berubah kapan saja, dimana saja dan dalam kondisi apa saja. Bela
negara merupakan sebuah kesadaran diri akan negara dan bangsanya
yang mana masing-masing orang ataupun masing-masing masyarakat
tentu berbeda tingkat kesadaran bela negaranya, sehingga bela negara
dapat dikatakan sebagai sebuah kesadaran yang bersifat dinamis, ter
-
gantung oleh kondisi, ruang dan waktu.
Ada kalanya bela negara di satu daerah lebih tinggi dibanding
-
kan dengan bela negara di masyarakat yang lain, dan ada pula bela
negara orang yang satu lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
lain. Tingkat kesadaran bela negara dan tingkat kualitas pemahaman
bela negara antar satu pihak dengan pihak lain tentunya berbeda-be
-
da, tergantung dari berbagai faktor. Memang masih menjadi perde
-
batan tentang bagaimana cara mengukur bela negara antar satu orang
dengan orang lain atau antar masyarakat yang satu dengan masyarakat
yang lain. Parameter, ukuran dan skor ataupun bobot dalam varia
-
bel bela negara memang belum ada kesepakatan universal sehingga
masing-masing pihak masih berbeda dan beragam dalam mengukur
bela negara sehingga kadangkala menimbulkan perdebatan antar ber
-
Meneropong Bela Negara di Indonesia
63
bagai ilmuwan dan peneliti di perguruan tinggi maupun di lembaga
penelitian.
Dalam konteks masih lemahnya bela negara di Indonesia, maka
terdapat beberapa faktor penyebab yang harus dicermati dan diwaspa
-
dai oleh pemerintah dan berbagai pihak, antara lain:
Pertama, faktor ideologi. Artinya, maraknya ideologi liberalisme,
kapitalisme, sosialisasme, komunisme dan berbagai ideologi lain yang
berbasis pada agama telah mempengaruhi pola pikir dan mind set ber
-
pikir dari sekelompok masyarakat Indonesia yang pada gilirannya me
-
nyebabkan lemahnya bela negara. Ideologi yang bersifat ekstremisme,
radikalisme, dan fundamentalisme telah mengancan ideologi Pan
-
casila sebagai ideologi negara, dimana terdapat keingin sekelompok
orang atau sekelompok masyarakat tertentu yang ingin memerdekan
diri atau mengubah dasar negara menjadi berbasis pada agam tertentu
yang tentunya sangat bertentangan dengan ideologi Pancasila. Adanya
kelompok ekstrem di tengah masyarakat yang kadangkala melakukan
kegiatan kekerasan dan menghalalkan segala cara serta menggunakan
instrumen teror sebagai upaya mencapat target sangat membahayakan
keutuhan NKRI, sehingga menyebabkan bela negara lemah.
Kedua, faktor politik. Artinya, kegiatan politik praktis yang
seringkali dipenuhi dengan ketegangan, konflik, kekerasan, provokasi
dan mobilisasi sangat membahayakn persatuan dan kesatuan bang
-
sa dan menganggu solidaritas sosial di tengah masyarakat. Kegiatan
politik para politisi yang hanya mengejar kepentingan pribadi dan ke
-
pentingan kelompok, tanpa mementingkan kepentingan bangsa dan
negara sangat membahayakan terhadap keutuhan NKRI dan sangat
menghambat terwujudnya pembangunan nasional. kegiatan politik
praktis dan aktifitas para politisi yang kerapkali tidak mengindahkan
berbagai nilai dan norma di tengah masyarakat telah mendorong le
-
mahnya bela negara yang ada di Indoensia.
Ketiga, faktor ekonomi. Artinya, kondisi kemiskinan, pengang
-
guran dan ketimpangan yang terjadi di tengah masyarakat sangat men
-
64
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
dorong lemahnya bela negara di tengah masyarakat. Demi memenuhi
kepentingan dan kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat cenderung
mengabaikan kepentingan bangsa dan negara. Dalam perspektif pola
pikir mereka bahwa: buat apa mementingkan kepentingan negara di
saat kepentingan pribadi mereka diabaikan dan buat apa mengurusi
negara dalam keadaan perut yang masih kosong dan lapar. Kondisi
ekonomi masyarakat yang miskin, timpang, dan menganggur mendo
-
rong masyarakat untuk berpikir pragmatis dan mencoba untuk melaku
-
kan berbagai upaya untuk memperbaiki ekonomi keluarga tanpa me
-
mikirkan kepentingan bangsa dan negara.
Keempat, faktor sosial budaya. Artinya, kondisi sosial budaya
masyarakat yang sekarang ini telah dihinggapi dan dijangkiti oleh
virus hedonisme, konsumerisme, individualisme, dan materialisme
telah menyebabkan masyarakat Indonesia tidak lagi hirau dan peduli
dengan semangat bela negara. Bela negara dinilai sebagai barang yang
kuno dan klasik sehingga kurang diperhatikan dan dibahas. Euforia
budaya pop dan berbagai gaya hidup yang glamour dan mewah telah
menjebak sebagian masyarakat dalam kegelimangan kemewahan
yang bersifat fatamorgana sehingga melupakan nilai-nilai yang tertu
-
ang dalam bela negara. Bela negara sulit diterapkan dalam kondisi
masyarakat yang sedang mabuk dalam euforia budaya pop.
Faktor-faktor tersebut telah menyebabkan kondisi bela negara
di Indonesia menjadi menurun sehingga menyebabkan ancaman ter
-
hadap keutuhan NKRI. Semua pihak harus mampu mencermati dan
mewaspadai berbagai gejala maupun fenomena yang mengarah pada
ancaman terhadap menurunnya nasionalisme dan patriotisme. Bela
negara mutlak harus dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia. Bela
negara merupakan modal dasar dalam pembangunan seluruh aspek ke
-
hidupan. Betapa bagusnya pembangunan ekonomi dan pembangun
an
politik di Indonesia, maka tanpa adanya semangat dan kesadaran bela
negara, maka akan sia-sia dan bahkan akan rapuh. Kita semua wajib
untuk melakukan berbagai upaya dan cara yang dapat menciptakan
bela negara yang tinggi di Indonesi
Agenda Besar Bela Negara ke Depan
97
dengar di telinga seluruh masyarakat Indonesia sehingga harus diper
-
tahankan, didukung dan didanai secara maksimal.
TNI dan bela negara ibarat dua sisi dari satu keping mata uang
yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Artinya, apabila ber
-
bicara TNI maka kita semua akan selalu teringat dengan bela negara.
Sudah menjadi citra di pemikiran masyarakat bahwa TNI sangat dekat
dengan bela negara. TNI selalu menyuarakan bela negara. TNI sela
-
lu berkomitmen untuk membela negara di atas kepentingan apapun.
TNI merupakan motor penggerak dalam menyuarakan bela negara
ke semua lapisan masyarakat bawah. Tanpa TNI maka bela negara
yang ada di tengah masyarakat akan mengalami hambatan karena se
-
lama ini satuan-satuan kewilayahan TNI, khususnya TNI AD, seperti
Kodam, Korem, Kodim, Koramil, sampai Babinsa selalu melakukan
pelaksanaan program dan kegiatan yang mengarah pada terwujudnya
semangat bela negara di tengah masyarakat Indonesia.
Kita semua harus menghapus stigma dan trauma sejarah masa
lalu, khususnya masa Orde Baru dimana TNI dijadikan sebagai alat
untuk kepentingan politik tertentu ketika itu, kita semua harus jernih
dalam melihat TNI dimana TNI sendiri secara institusi tidak salah,
yang salah adalah oknum tertentu ketika itu yang menyalahgunakan
kekuasaannya untuk membawa TNI ke ranah politik praktis dan men
-
jauhkan TNI dari politik negara. Politik TNI adalah politik negara, di
-
mana apa yang terbaik bagi negara maka TNI akan lakukan sampai titik
darah penghabisan. TNI di era reformasi sangat komit dan konsisten
menjaga nilai-nilai reformasi dan selalu mementingkan kepentingan
negara di atas kepentingan apapun. Kepentingan membela negara
merupakan keunikan TNI yang harus dijaga, dihormati dan diapreas
-
iasi oleh semua pihak, khususnya pemerintah.
C.
BELAJAR DARI SEJARAH
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai sejarah. Itu
-
lah kira-kira kata pepatah yang sering kita dengar untuk menunjukkan
98
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
kepada semua orang tentang betapa pentingnya belajar pada sejarah.
Melihat sejarah bukan berarti selalu berpandangan ke belakang, na
-
mun dengan melihat sejarah maka kita akan dapat memetik setiap ke
-
jadian yang terjadi pada masa lalu sehingga dapat dijadikan sebagai
hikmah dan pelajaran yang berharga demi jalan yang akan dihadapi
di masa depan. Melalui sejarah akan dapat merefleksi semua kejadian,
peristiwa, dan gejala yang telah terjadi selama ini sehingga akan dapat
menjadi proyeksi di masa depan.
Sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia harus selalu in
-
gat terhadap sejarah bangsa, khususnya sejarah perjalanan perjuangan
bangsa melawan penjajahan hinga mencapai kemerdekaan sampai
dengan bagaimana sejarah mengisi kemerdekaan selama ini. Sejarah
akan memberikan kepada kita tentang bagaimana memperlakukan
para pendiri bangsa, mengenang para
founding fathers
, dan mempo
-
sisikan pada tempat tertinggi kepada semua pahlawan nasional yang
telah gugur di medan peperangan selama masa perjuangan mengusir
penjajah di era kolonialisme dan imperalisme.
Melalui belajar terhadap sejarah maka kita semua akan lebih ar
-
ief dan bijaksana dalam menghadapi perjalanan bangsa di masa men
-
datang. Bangsa Indonesia memiliki sejarah panjang sehingga sa
ngat
penting kiranya bagi generasi muda penerusa bangsa untuk belajar
pada sejarah bangsa dan selalu mengambil setiap hikmah dari setiap
peristiwa dalam perjalanan sejarah bangsa. Kealpaan bangsa akan ni
-
lai-nilai sejarah akan membawa bangsa tanpa arah yang jelas sehingga
justru akan menciptakan kepongahan negara dalam menghadapi masa
depan yang penuh dengan tantangan. Sejarah harus dijadikan sebagai
rambu-rambu bagi para penyelenggara negara untuk lebih arief dan
bijakn dalam mengarahkan perjalanan bangsa di masa mendatang.
Jati diri bangsa Indonesia sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai
sejarah masa lalu yang tidak bisa dipungkiri telah membawa bangsa
Indonesia maju sampai saat ini. Krisis jati diri akan melanda bangsa
Indonesia apabila bangsa Indonesia melupakan sejarah. Ingat pidato
Agenda Besar Bela Negara ke Depan
99
Bung Karno agar supaya semua masyarakat Indonesia selalu melihat
dan belajar pada sejarah. Ungkapan terkenal, seperti “Jas Merah” atau
Jangan Sekali-Kali Melupakan Sejarah”, merupakan salah satu ungkap
-
an yang terkenal yang keluar dari mulut Bung Karno dalam pidatonya
di depan rakyat ketika itu. Artinya, sejarah merupakan refleksi masa
lalu yang akan dapat terulang di masa mendatang sehingga kejadian
yang akan datang sangat terkait dengan kejadian masa lalu dan saat
ini.
Dalam perspektif sejarah, dikatakan bahwa “sejarah akan ter
-
ulang”. Artinya, berbagai peristiwa yang terjadi saat ini merupakan
ulang
an kejadian masa lalu dan akan terjadi kembali di masa yang
akan datang. Kejadian yang terjadi di masa lalu, akan terjadi pada
saat ini, dan berakibat pada masa depan. Sejarah merupakan pola
perulang
an yang akan terjadi di masa kini dan masa depan. Setiap
kejadian merupakan rangkaian mata rantai yang saling bertautan dan
berkaitan. Orang yang bijak adalah orang yang belajar sejarah, khu
-
susnya sejarah masa lalu dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Sejarah memberikan pedoman betapa kejadian di masa
kini dan masa depan akan terulang kembali.
Dalam konteks ini, bangsa Indonesia harus belajar sejarah ten
-
tang bagaimana perjuangan gigih para pahlawan nasional Indonesia
dalam merebut kemerdekaan di masa penjajahan Belanda dan Jepang.
Generasi muda sekarang harus belajar sejarah masa lalu dan meniru
ketokohan dan keuletan para pahlawan nasional serta diaplikasikan
dalam kehidupan nyata sehar-hari. Artinya, para pemuda sekarang ha
-
rus ulet, gigih, arief, bijaksana dan memiliki mental baja dalam meng
-
isi kemerdekaan sebagaimana halnya para pahlawan nasional yang
gigih dan ulet melawan penjajahan. Para pemuda Indonesia harus
mengambil hikmah dari perjuangan para pahlawan dengan mengisi
kemerdekaan melalui berbagai prestasi dan profesi masing-masing.
Bela negara merupakan salah satu contoh bagaimana aplikasi
dari pentingnya belajar sejarah. Negara yang kita diami ini merupakan
100
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
hasil jerih payah para pejuang nasional yang gugur membela nega
-
ra dari tangan penjajah. Kita sebagai orang muda yang hidup untuk
meng
isi kemerdekaan harus sadar akan hal tersebut dan berupaya
mensyukuri hal ini dengan kegiatan yang positif dan berupaya mem
-
buat nama harum bangsa Indonesia di kancah internasional. Setiap
generasi mudah harus mensuritauladani ketokohan dan kepribadian
para phlawan nasional yang rela dan mementingkan kepentingan
negara di atas kepentingan pribadi dengan terjun ke medan peperang
-
an dengan taruhan nyawa dan meninggalkan anak istri demi NKRI.
Kita sebagai generasi muda harus menjadikan semangat tersebut un
-
tuk mengisi kemerdekaan dan membawa bangsa Indonesia maju, se
-
jahtera, adil, dan makmur.
Kita semua harus melihat pengalaman sejarah negara Eropa
Timur yang bernama Yugoslavia yang hancur berkeping-keping men
-
jadi beberapa negara merdeka. Yugoslavia merupakan negara gagal
dimana berbagai wilayahnya memerdekakan diri dan mendorong Yu
-
goslavia hilang dari peredaran bumi digantikan dengan negara-negara
kecil pecahan dari Yugoslavia. Hal ini terjadi salah satunya karena ti
-
dak ada ikatan kuat dalam bingkai nasionalisme dan bela negara yang
ada dalam warga negaranya. Wawasan kebangsaan di Yugoslavia ti
-
dak kuat terpatri dalam hati sanubari warga negaranya.
Hal ini tentu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi bang
-
sa Indonesia agar supaya tidak terpecah-pecah menjadi berkeping-
keping sehingga keutuhan NKRI mengalami kehancuran. Banyak pi
-
hak meramalkan bahwa bangsa Indonesia di masa mendatang akan
menjadi beberapa negara sehingga keutuhan NKRI akan terancam.
Kita semua sebagai komponen bangsa harus membuktikan bahwa
bangsa Indonesia tetap dari Sabang sampai Merauke dan dari Pulau
Miangas sampau Pulau Rote. Semangat kepahlawanan nasional yang
memerdekakan bangsa Indonesia harus terus dipegang teguh sebagai
senyawa untuk terus bersatu padu mempertahankan keutuhan NKRI.
Agenda Besar Bela Negara ke Depan
101
Hanya semangat perjuangan yang telah ditorehkan oleh para
pejuang bangsa lah yang dapat dipetik, dihayati, dan diaplikasikan
dalam kehidupan riel sehari-hari sehingga akan dapat ditransforma
-
sikan dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dengan tetap
dalam bingkai NKRI. Berbagai provokasi, infiltrasi, dan penetrasi asing
memang masuk dan sulit dielakkan di era globalisasi saat ini, namun
yang paling penting bagi kita semua adalah mengaplikasikan sema
-
ngat perjuangan, nilai-nilai kejuangan, dan keteladanan para pahla
-
wan untuk ditransformasikan dalam kehidupan riel sehari-hari. Hanya
dengan menghayati sejarah, maka bangsa Indonesia akan menjadi
bangsa yang besar, menjadi super power di masa mendatang.
Sangat tepat apabila bangsa Indonesia belajar dari negara-negara
Asia Timur yang maju pesat secara ekonomi sejak dekade tahun 1980-
an sampai saat ini. Bangsa-bangsa di Asia Timur, seperti Korea Selatan,
Jepang, China, Taiwan dan Hongkong merupakan entitas yang sangat
maju secara ekonomi dan sejahtera secara sosial sehingga menimbul
-
kan keajaiban Asia atau “Asian Miracle”. Bangsa-bangsa Asia Timur
maju pesat karena salah satunya adalah belajar dari sejarah. Mereka
sangat menghargai sejarah, menghormati budaya, dan menjunjung
tinggi nilai-nilai tradisional. Nilai-nilai sejarah, norma sejarah, dan bu
-
daya ketimuran menjadi semangat kuat bagi mereka untuk maju dan
menjadikan negaranya sebagai negara kuat.
Budaya malu (
shame culture
) dan budaya salah (
quilt culture
)
selalu dipegang teguh oleh para pemimpin pemerintahan di negara-
negara Asia Timur. Mereka selalu memegang nilai-nilai ketimuran dan
menghargai sejarah tradisi yang dilahirkan oleh para leluhur. Buda
-
ya samurai, religi tokugawa, nilai-nilai konfusianisme dan semangat
bushido merupakan nilai-nilai kental di wilayah Asia Timur yang di
-
lestarikan sampai dengan saat ini meskipun mereka telah sangat maju,
sangat canggih dan sangat modern. Prinsip hidup: “mengikuti mo
-
dernisasi tanpa meninggalkan tradisi”, merupakan prinsip yang sangat
kuat terpatri dalam hati sanubari bangsa-bangs di Asia Timur sehingga
102
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
mendorong kekuatan besar yang menjadikan mereka menjadi negara
maju sejajar dengan negara-negara Barat lainnya.
Dalam kaitan itu, bangsa Indonesia harus memahami bahwa
lahirnya bela negara merupakan sesuatu yang tidak datang secara
instant atau tiba-tiba, melainkan merupakan sebuah akumulasi per
-
jalanan sejarah yang panjang sehingga mengkristal dalam balutan
ikatan yang terpatri dalam setiap sanubari insan manusia Indonesia.
Bela negara merupakan sebuah sikap dan perilaku kecintaan terha
-
dap Indonesia yang berlangsung melalui proses yang panjang. Ke
-
cintaan warga negara terhadap bangsa Indonesia harus dirancang,
didesain, dan dipatrikan secara cepat dan tepat dalam hati sanubari
bangsa Indonesia melalui berbagai peringatan terhadap peristiwa se
-
jarah, menggali ketokohan pahlawan nasional, dan mengaplikasikan
sema
ngat kejuangan ke dalam kehidupan riel sehari-hari. Budaya ke
-
satria, pantang menyarah, gigih, ulet, dan militansi yang kuat meru
-
pakan nilai-nilai sejarah yang ada pada para pejuang bangsa yang ha
-
rus di
aplikasikan oleh para generasi muda Indonesia saat ini sehingga
menjadi se
mangat untuk membawa bangsa Indonesia menjadi negara
yang maju dan sejahtera.
-oo0oo-
Agus Subagyo, “
Bela Negara atau Negara Di Bela: Mengapa Negara
Perlu Dibela
?”, dalam
Jurnal Jipolis FISIP UNJANI
, Vol. V, No.
14, Tahun 2006.
Agus Subagyo,
“Revitalisasi Pancasila Di Era Reformasi dan Global
-
isasi”
,
Jurnal Jipolis FISIP UNJANI
, Vol. X, No. 35, Tahun 2009.
Agus Subagyo, “
Revitalisasi Wawasan Kebangsaan
”,
Jurnal Karya Vira
Jati Seskoad
, Edisi IV, No. 1, Tahun 2005
Benedict Anderson,
Imagined Communities: Komunitas-Komunitas
Terbayang
, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001
Benedict Anderson, ”
Kebutuhan Indonesia: Nasionalisme Dan Me
-
numpas Keserakahan
”, dalam Joesoef Ishak,
100 Tahun Bung
Karno
, Jakarta: Hasta Mitra, 2001.
John Mc Kinsey,
The Idea of Nationalism
, Toronto: Cillier Books,
1986.
Kenichi Ohmae,
The End of The Nation State: The Rise of The Re
-
gional Economies
, New York: The Free Press, 1995.
DAFTAR PUSTAKA
104
Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi
Kenny Erlington,
Nationalisme Etnic and National Interest
, Oxford:
Oxford Univesity Press, 1996.
Martin Griffith,
Lima Puluh Pemikir Studi Hubungan Internasional,
Ja
-
karta, Murai Kencana, 2001
Richard Asley,
State, Revolutions and Anarchy
, New York: The Free
Press, 1992.
Susilo Bambang Yudhoyono
, Menuju Negara Kebangsaan Modern,
Jakarta, 2004
Wiryono Amin,
Pendidikan Kewarganegaraan: Bab X Bela Negara
,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001.
Internet:
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/13/04/30/mm24h3-
bpk-segera-audit-dana-otsus-papua-dan-papua-barat
.
http://economy.
okezone.com/read/2013/10/25/20/886934/dana-otonomi-khu
-
sus-apbn-2014-disetujui-rp16-14-triliun.
http://id.wikipedia.org/wiki/Bela_negara
http://www.organisasi.org/1970/01/kewajiban-bela-negara-bagi-
semua-warga-negara-indonesia-pertahanan-dan-pembelaan-
negara.html
http://www.organisasi.org/1970/01/kewajiban-bela-negara-bagi-
semua-warga-negara-indonesia-pertahanan-dan-pembelaan-
negara.html
http://www.saranainformasi.com/2013/10/18/bagaimana-bila-indone
-
sia-jadi-menerapkan-wajib-militer/
http://id.wikipedia.org/wiki/Wajib_militer
http://setya-wa2n.blogspot.com/2013/01/negara-negara-yang-menga
-
nut-wajib.html
Daftar Pustaka
105
http://www.setkab.go.id/artikel-7605-komitmen-pemerintah-memban
-
gun-wilayah-perbatasan.html.
http://www.bekangdam-mulawarman.mil.id/artikel/118-konsep-me
-
ningkatkan-rasa-nasionalisme-warga-sekitar-batas-negara-di-
wilayah-kalimantan-agar-mau-berpartisipasi-dalam-bela-negara-
melalui-kegiatan-binter.
http://forum.detik.com/kemhan-bangun-kesadaran-bela-negara-di-per
-
batasan-t568652.html

Anda mungkin juga menyukai