Anda di halaman 1dari 31

REVIEW BUKU BELA NEGARA : PELUANG DAN

TANTANGAN DI ERA GLOBALISASI

IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Bela Negara: Peluang dan Tantanan di Era Globalisasi


Penulis : Dr. Agus Subagyo, S.I.P., M.Si.
Tebal Buku : 117 halaman
Penerbit : Graha Ilmu
Terbit : Januari 2015
Cetakan : Cetakan I, 2015
ISBN : 978-602-262-400-4
Jumlah Halaman : xii + 105 halaman
Jumlah Bab : 6 Bab
Text Bahasa : Bahasa Indonesia
PENDAHULUAN

Secara garis besar resensi diartikan sebagai kegiatan untuk mengulas atau
menilai sebuah hasil karya baik itu berupa buku, novel, maupun film dengan cara
memaparkan data-data, sinopsis, dan kritikan terhadap karya tersebut. Isi resensi
berarti berisi pertimbangan atau pembicaraan tentang buku dan sebagainya.
Resensi bermanfaat untuk kita dapat menilai dan memberi opini tentang isi suatu
buku, sehingga diharapkan dengan membaca kita dapat menambah wawasan,
membuka cakrawala pikiran, sehngga dapat menyelesaikan masalah dengan
pemikiran yang luas tidak terbatas.

Manfaat merensensi buku Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era


Globaliasi ini agar kita dapat mengerti arti sesungguhnya bela negara bahwa
semakin canggih dan majunya suatu negara terlebih dalam menghadapi arus
globalisasi maka akan semakin banyak juga tantangan yang dihadapinya yang jika
kita tidak bisa menyikapi dengan baik akan mengancam ketahanan dan keamanan
nasional.

Era globalisasi yang diwarnai dengan perdagangan bebas dan pasar bebas
telah membawa nilai-nilai individualisme, liberalisme, materialisme, dan
hedonisme yang merangsesk masuk dalam sendi-sendi dasar kehidupan umat
manusia di dunia, termasuk Indonesia serta budaya global barat telah melunturkan
bangunan nasionalisme, patriotisme, dan cinta tanah air yang terpatri dalam hati
sanubari masyarakat Indonesia. Minimnya pengetahuan tentang bela negara dan
kurangnya kesadaran membuat ini terjadi. Tinggal bagaimana kita sebagai
generasi muda bisa mempertahankan nilai luhur peninggalan nenek moyang untuk
mempertahankan nilai-nilai luhur yang mereka tinggalkan demi generasi yang
akan datang.

Apabila kita mengetahui tentang pentingnya bela negara maka nilai-nilai lokal
dan nasional seperti gotong royong, musyawarah mufakat, toleransi, dan tenggang
rasatidak akan mengalami degradasi yang teramat sangat sehingga mengancam
jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa ketimuran yang memegang teguh nilai-
nilai ketimuran.

Buku ini terdiri dari enam bab. Bab pertama membahas tentang tinjauan
umum bela negara yang didalamnya membahas perihal filosofi bela negara,
regulasi bela negara, wacana wajib militer, relasi bela negara dan wajib militer,
serta wajib militer di negara lain. Bab dua mendiskusikan tentang globalisasi,
modernitas dan nasionalisme bangsa Indonesia yang didalamnya dibahas tentang
nilai-nilai globalisasi bertautan dengan nilai-nilai lokal dan nasional sehingga
melahirkan degradasi nilai-nilai kebangsaan. Bab tiga memaparkan tentang krisis
bela negara di tengah arus globalisasi dan reformasi di mana para pemuda penerus
bangsa dan elit politik semakin menipis rasa bela negara dan wawasan
kebangsaannya. Bab empat mengulas tentang pelaksanaan bela negara di daaerah
konflik Poso dan Papua yang sangat berpotensial mengancam keutuhan NKRI
apabila tidak diantisipasi secara cepat dan tepat. Bab lima menguraikan tentang
bela negara di wilayah perbatasan Indonesia yang sangat penting untuk
diprioritaskan penanganannya sehingga meningkat rasa nasionalisme, patriotisme
dan cinta tanah air. Bab enam menggambarkan mengenai agenda besar bela
negara ke depan yang sangat ditentukan oleh sinergitas antar komponen bangsa
dan perlunya melihat sejarah secara sarana refleksi dalam rangka proyeksi bela
negara di masa mendatang.
ISI / SUBSTANSI BUKU

1. BAB I (Pendahuluan)

Bab pertama membahas tentang tinjauan umum bela negara yang


didalamnya membahas perihal filosofi bela negara, regulasi bela negara, wacana
wajib militer, relasi bela negara dan wajib militer, serta wajib militer di negara
lain.

 Filosofi Bela Negara

Setiap warga negara diminta untuk selalu berpikir, bertindak, berjuang dan
berupaya membela negara. Negara perlu dibela supaya tidak terancam oleh
berbagai ancaman dan serangan musuh di era kapitalisme global saat ini. Setiap
warga negara wajib membela negara dan setiap warga negara tanpa memandang
jabatan apapun wajib membela negara. Ada ungkapan umum yang dikenal luas,
yakni: “kalau bukan kita yang membela negara, maka siapa lagi?” dan “kalau
bukan sekarang kita membela negara, maka kapan lagi?”. Ungkapan ini
mengandung arti bahwa setiap warga negara harus setiap saat wajib membela
negara dan setiap warga negara tanpa memandang jabatan apapun wajib membela
negara.

Ada hubungan timbal balik antara negara dan warga negara. Negara
memberikan keamanan (security) dan kesejahteraan (prosperity) kepada warga
negara dan warga negara harus memberikan pembelaan kepada negara ketika
negara dalam kondisi terancam oleh ancaman musuh baik langsung maupun tidak
langsung.

Secara filosofis, bela negara merupakan sebuah implementasi dari teori


kontrak sosial atau teori perjanjian sosial tentang terbentuknya negara. Teori
kontrak sosial dinyatakan bahwa negara terbentuk karena keinginan warga negara
atau masyarakat untuk melindungi hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat agar supaya terjalin hubungan yang harmonis, damai dan tentram.
Negara memiliki tujuan untuk menyelaraskan kepentingan antar warga negara
di tengah interaksi masyarakat. Negara pun lahir kareana adanya kesepakatan
antar warga negara. Hubungan antar negara dan warga negara bersifat
komplomenter yaitu hubungan yang bersifat timbal balik. Negara membutuhkan
warga negara, sedangkan warga negara membutuhkan negara.

Bela negara harus dipahami dalam konteks yang luas dimana setiap warga
negara merupakan entitas yang hidup didalam sebuah bangunan negara sehingga
secara hakiki warga negara wajib untuk menjaga, memelihara, dan mengayomi
setiap pranata, institusi, dan perangkat kelengkapan negara. Berbeda dengan
negara yang otoriter atau negara yang tidak amanah terhadap kepentingan rakyat.

 Regulasi Bela Negara

Bela negara merupakan kebijakan yang dibuat oleh negara atau pemerintah
yang bertujuan untuk melindungi negara dari ancaman musuh baik yang datang
secara langsung maupun tidak langsung.

Dasar bela negara di Indonesia sudah temaktub dalam berbagai perundang-


undangan, khususnya di dalam UUD NRI 1945.

a) Pasal 30 ayat 1: “Setiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut


serta dalam upaya pertahanan dan keamanan negara”.

b) Pasal 30 ayat 2: “Usaha pertahanan dan keamanan negara


dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta oleh TNI dan Polri sebagai kekuatan utama dan rakyat
sebagai kekuatan pendukung”.

UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara dalam pasal 9


diamanahkan secara jelas tentang aturan bela negara bagi masyarakat Indonesia.

a) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela
negara yang diwujudkan dalam peyelenggaraan pertahanan negara.
b) Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diselenggarakan melalui:

- Pendidikan kewarganegaraan;

- Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib;

- Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara


sukarela atau secara wajib; dan

- Pengabdian sesuai dengan profesi.

c) Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar


kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi
diatur dengan undang-undang.

Bela negara tidak hanya dilakukan lewat jalur perang akan tetapi, dapat
direalisasikan pada kehidupan sehari-hari seperti (1) Ikut serta dalam
mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling); (2) Ikut serta membantu
korban bencana di dalam negeri; (3) Belajar dengan tekun pelajaran atau mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn; (4) Mengikuti kegiatan
ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.

Dalam regulasi hukum tentang dasar hukum pelaksanaan bela negara yang ada
di Indonesia adalah:

a) Tap MPR No. VI Tahun 1973 tentang Konsep Wawasan Nusantara


dan Keamanan Nasional.

b) Undang-Undang No. 29 Tahun 1954 tentang Pokok-Pokok


Perlawanan Rakyat.

c) Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok


Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1988.
d) Tap MPR No. VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan
POLRI.

e) Tap MPR No. VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.

f) Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan Pasal 27 ayat 3.

g) Undang-Undang No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Unsur-unsur bela negara adalah: Cinta Tanah Air, Kesadaran Berbangsa &
Bernegara, Yakin akan Pancasila sebagai Ideologi Negara, Rela Berkorban untuk
Bangsa dan Negara, dan Memiliki Kemampuan Awal Bela Negara.

 Wacana “Wajib Militer”

Wacana wajib militer di Indonesia selalu melahirkan pro dan kontra di


tengah masyarakat. Sebagian besar pihak menyatakan bahwa wajib militer tidak
perlu dilaksanakan di Indonesia alasaan-alsannya adalah Wajib militer dipahami
secara sempit dan kurang komprehensif sebagai upaya melegalkan militer masuk dalam
politik, Indonesia adalah negara yang baru keluar dari rezim otoriter di bawah
pemerintahan Orde Baru, masa bhakti 5 tahun yang dianggap terlalu lama disbanding
negara Korea Selatan dan Singapura yaitu 2 tahun, sanksi menolak wajib militer bagi
warga negara ini tidak main-main lagi yaitu pidana penjara paling lama 1 tahun, serta
dak relevan untuk kondisi saat ini dimana dunia tidak akan mengarahkan ke perang, tapi
dialog bilatetal atau multilateral.

Sisi pro menyatakan Wajib militer juga bisa meningkatkan rasa nasionalisme
kebangsaan bagi pemuda yang kini sudah mulai memudar, selain itu dapat
menguntungkan dan menghemat bagi negara dalam hal perekrutan anggota Tentara
Nasional Indonesia dapat diambil dari Komponen Cadangan yang terpilih sesuai
kualifikasi nantinya.

Sejak tahun 2002 indonesia sudah menyiapkan RUU tentang wajib militer
yang disebut dengan RUU Komcad (Komponen Cadangan). RUU Komcad ini
yang wajib mengikuti wajib militer/kompoen cadangan ini adalah warga negara
Indonesia yaitu: Pasal 8 ayat (1) Pegawai Negeri Sipil, pekerja dan/atau buruh
yang telah memenuhi persyaratan wajib menjadi anggota Komponen Cadangan.
Ayat (2) mantan prajurit TNI yang telah memenuhi persyaratan dan dipanggil,
wajib menjadi anggota Komponen Cadangan. Ayat (3) warga negara selain
Pegawai Negeri Sipil, pekerja dan/atau buruh dan mantan prajurit TNI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dapat secara sukarela
mendaftarkan diri menjadi Anggota Komponen Cadangan sesuai dengan
persyaratan dan kebutuhan.

Wajib militer ini berlangsung selama 5 tahun sesuai pasal 17 ayat (1) dalam
RUU Komponen Cadangan (1) Anggota Komponen Cadangan wajib menjalani
masa bakti Komponen Cadangan selama 5 (lima) tahun dan setelah masa bakti
berakhir secara sukarela dapat diperpanjang paling lama 5 (lima) tahun.

 Wajib Militer di Negara Lain

Wajib militer atau seringkali disingkat sebagai wamil adalah kewajiban bagi
seorang warga negara berusia muda, biasanya antara 18-27 tahun untuk
menyandang senjata dan menjadi anggota tentara dan mengikuti pendidikan
militer guna meningkatkan ketangguhan dan kedisiplinan seorang itu sendiri.

Negara-negara maju dan demokratis yang menjunjung HAM, seperti Amerika Serikat
dan Inggris sekalipun menerapkan wajib militer sebagai sebuah kewajiban bagi setiap
warga negaranya masing-masing. Sehingga sebetulnya tidak ada korelasi antara wajib
militer harus dijauhi oleh negara demokratis dengan alas an akan merambah kea rah
pemerintahan yang otoriter setelahnya.

Negara-negara yang melaksanakan Wajib Militer di dunia dapat disebutkan


sebagai berikut:

Mesir, Republik Cina (Taiwan), Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Rusia,


Swiss, Brasil, Israel, Turki, Aljazair, dsb.
Selain negara-negara diatas, adapun negara-negara lain yang melaksanakan
wamil yaitu :

No Negara No Negara

1 Angola 17 Norwegia

2 Austria 18 Beralus

3 Bolivia 19 Kazakhstan

4 Chili 20 Armenia

5 Eritrea 21 Moldova

6 Estonia 22 Uzbekistan

7 Finlandia 23 Paraguay

8 Georgia 24 Polandia

9 Iran 25 Romania

10 Korea Utara 26 Seychelles

11 Kroasia 27 Siprus

12 Kuba 28 Suriname

13 Kuwait 29 Suriah

14 Myanmar 30 Swedia

15 Thailand 31 Ukraina

16 Venezuela 32 Yunani
2. BAB II (Globalisasi, Modernitas dan Nasionalisme)
 Modernitas, Humanisme, dan Krisis Kemanusiaan
Proyek modernitas peradaban Barat yang dibalut oleh temali kapitalisme
global dan mengangkut nilai-nilai individual-liberal serta dikemas dalam
tema globalisasi sangat terasa dan kentara dalam kehidupan sosial masyarakat
ketimuran. Arus modernisasi telah menggeser, dan mungkin juga
melenyapkan, budaya lokal yang saat ini berkembang dan dianut oleh
masyarakat lokal setempat.
Kisah-kisah agung modernitas yang dirajut oleh para ilmuwan barat tentang
kemajuan zaman modern telah melahirkan faham humanisme, ditandai
dengan pergeseran perkembangan manusia dari makhluk spiritual menjadi
makhluk materiallis.
Dalam perkembangannya humanisme modern terbelah ke dalam dua
sempalan. Pertama, humanisme seimbang atau moderat yang menjunjung
tinggi keluhuran manusia, keterbukaan nilai, toleransi, universalisme dan
religionalitas yang dekat dengan alam. Kedua, humanisme sekular atau anti
agama. Artinya agama difahami sebagai takhayul, ilusi, candu, bentuk
keterasingan manusia, dan keterikatan manusia pada irasionalitas. Saat ini,
humanisme yang dominan dalam alam pikiran manusia adalah humanisme sekular
atau anti agama. Akibatnya, manusia mengalami kekosongan nilai sehingga sangat
rawan jika melakukan interaksi dengan manusia lain.
Ciri dan karakteristik modernitas memiliki tiga dimensji kecendrungan
yaitu: Dimensi kemanusiaan yang tidak bertuhan (humanisme), Pertama,
dimensi kemanusiaan yang tidak bertuhan (humanisme) yang mengandung
gagasan dikotomis untuk memisahkan dunia dari akhIrat. Kedua, dimensi materi
yang tidak bertuhan (materialisme) yang menganggap realitas kehidupan ini hanya
materi. Ketiga, dimensi perilaku yang tidak bertuhan (atheisme). Artinya, manusia
tidak punya waktu sedikitpun untuk merenungkan, menghayati dan menuruti
perintah Tuhan.

Meletusnya kerusuhan etnis di Sambas, Sampit, Poso, dan Ambon, gejala


separatisme, serta banyaknya KKN yang dilakukan oleh pejabat atau elit politik
adalah wujud dari krisis kemanuIsiaan yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Oleh
karena itu, perlu pengembangan sebuah etos kemanusiaan baru yang berdasarkan
pada kemanusiaan yang adil dan beradab sesuai dengan sila kedua dari Pancasila.

Pluralitas dan keragaman masyarakat indonesia harus dibangun dengan nilai-nilai


kemanusiaan baru yang menjamin toleransi antar kelompok agama, menjaga hak-
hak dasar manusia, menolak kekerasan untuk memecahkan masalah bangsa,
mengembangkan budaya dialog, dan menjalin solidaritas bangsa yang saat ini
mengalami carut marut sebagai konsekuensi dari krisis kemanusiaan

 Multikulturalisme di Tengah Kultur Monolitik dan Uniformitas Global

Masyarakat multikultural tidak bersifat homogen, namun memiliki


karakteristik heterogen, dimana pola-pola hubungan sosial antar individu
dalam masyarakat bersifat toleran dan harus menerima kenyataan untuk
hidup berdampingan secara damai (peace co-existence).
Jadi multikulturalisme merupakan suatu konsep yang ingin membawa
masyarakat dalam kerukunan dan perdamaian, tanpa ada konflik dan
kekerasan, meskipun didalamnya terdapat kompleksitas perbedaan.
Globalisasi yang membawa misi homogenisasi, westernisasi, dan uniformitas
budaya ini sangat bertentangan dengan gagasan multikulturalisme yang ber
platform pluralis, humanis, dan menjaga heterogenitas budaya sebagai sesuatu
yang alamiah. Hegemoni budaya ingin melakukan proses pendominasian budaya
yang beranekaragam itu dalam kendalinya. Tentunya, gejala yang demikian sangat
membahayakan eksistensi budaya-budaya yang lain.
Penetrasi globalisasi membawa tiga dampak signifikan yaitu: Pola tekanan
ke atas, Pola tekanan ke bawah, dan Pola desakan ke samping.
Pola “tekanan ke atas” penetrasi globalisasi ini cenderung mengarah pada
integrasi sosial-budaya dibawah naungan kultur Barat sebagai kultur yang dominan.
Kedua, pola “tekanan ke bawah”. Artinya, globalisasi telah membuka katub-katub
peluang bagi bangkitnya identitas budaya local Gerakan separtisme dan disintegrasi
bangsa, khususnya yang saat ini melanda indonesia merupakan salah satu contoh
dari penetrasi globalisasi jenis ini. Ketiga, pola “desakan ke samping”. Artinya,
kecenderungan penetrasi globalisasi telah menciptakan domain ekonomi dan
kultural baru yang melintasi batas-batas negara bangsa yang selama ini ada. yang
perlu diwaspadai adalah proses uniformitas nilai yang mengarah pada hegemoni
budaya.
Multikulturalisme merupakan suatu strategi dari integrasi sosial dimana
keanekaragaman budaya benar-benar diakui dan dihormati sehingga dapat
difungsikan secara efektif dalam menengarai setiap isu separatisme dan
disintegrasi sosial.

 Radikalisme Etnis Merembet ke Radikalisme Teroris


Pada masa awal-awal reformasi, radikalisme dan militansi yang merebak di
Indonesia adalah radikalisme etnik, radikalisme etnik ini kemudian menjalar pada
radikalisme kesukuan, golongan, dan agama. Contoh nyata adanya kerusuhan sosial
di Sampit, Poso, dan Ambon. Bentuk-bentuk radikalisme etnik ini telah menelan
korban ratusan, dan bahkan ribuan nyawa melayang. Saat ini, radikalisme etnik
untuk sementara waktu meredup digeser oleh radikalisme teroris.
Konsepsi multikulturalisme yang intinya menekankan pada pengakuan dan
penghormatan terhadap kebhinekaan dan perbedaan sedang berhadapan
secara tajam dengan isu-isu terorisme, dimana mereka tidak mengedepankan
pada kebersamaan dan pluralisme, melainkan hanya menekankan pada
uniformitas yang monolitik.
Terorisme tidak memprioritaskan pada upaya-upaya dialog, melainkan langsung
pada tindak kekerasan yang membahayakan. Hal ini sangat bertentangan dengan
perspektif multikulturalisme yang mendasarkan diri pada saluran dialog,
kebersamaan, kemanusiaan, penghormatan antar manusia, dan pengakuan akan
perbedaan.
Melihat betapa bahayanya permasalahan terorisme di Indonesia, salah satu
cara yang efektif untuk itu adalah langkah penguatan masyarakat sipil (civil
society). Penguatan masyarakat sipil bisa dilakukan secara nyata dengan saling
tukar informasi, saling dialog, saling bekerjasama sehingga akan tercapai suatu
kesepakatan dan gerakan moral sosial yang kuat sehingga persatuan dan kesatuan
bangsa bisa terjaga. Tujuan utama dibentuknya negara adalah kontrak sosial
dengan seluruh elemen masyarakat untuk secara bersama mendelegasikan
kekuasaan kepada negara untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi
interaksi hak dan kewajiban antar individu dalam masyarakat.

 Sumpah Pemuda atau Pemuda di Sumpah?


Makna yang dapat kita ambil dari peringatan sumpah pemuda kali ini
adalah semangat dari para pemuda Indonesia di seluruh tanah air ketika itu
yang menyatakan diri untuk bersatu dalam tumpah darah bangsa Indonesia.
Namun, berbagai gejala disintegrasi bangsa harus dipahami sebagai sebuah
gejala arus balik. Berbagai gerakan disintegrasi bangsa ini banyak didorong oleh
adanya fakta lepasnya Timor Timur dari pangakuan Republik Indonesia melalui jajak
pendapat tahun 1999 lalu. Belum lagi ditambah dengan permasalahan konflik
politik, kekerasan kolektif dan kerusuhan sosial yang sampai saat ini masih sering
terjadi.
Komponen bangsa itu mulai mengalami ketidakbetahan berada dalam bingkai
nasionalisme Indonesia. Mereka menginginkan untuk kembali lagi seperti dahulu,
yakni berjalan sendiri-sendiri.
Terdapat dua faktor yang menyebabkan gejala terjadinya arus balik yaitu:
Pertama adalah semakin menguatnya fenomena etnisitas dan
etnonasionalisme sempit berbasis pada primordialisme. Rezim militeristik
pimpinan Soeharto ini telah menciptakan struktur masyarakat yang sentralitatif,
alienatif, marginalitatif, dan monolitik.
Kedua adalah kuatnya penetrasi global yang senantiasa masuk melalui
media-media tertentu diseluruh dimensi kehidupan. Momentum hari sumpah
pemuda sudah seharusnya dijadikan sebagai sarana untuk refleksi sekaligus
ajang untuk menjadikan pemuda disumpah; Sumpah nasionalisme atau
Sumpah kebangsaan.
Penetrasi politik bisa melalui masuknya nilai-nilai HAM dan demokrasi ala Barat
yang cenderung bersifat sangat liberal dan menekankan pada individualisme.
Penetrasi ekonomi berupa mengalirnya aliran modal, investasi, dan hutang luar
negeri yang kian hari kian terasa berat beban untuk mengembalikannya. Penetrasi
budaya dapat dilihat dari aneka perilaku dan gaya hidup yang konsumeris diseluruh
lapisan masyarakat. Berbagai penetrasi global ini telah menciptakan suatu tatanan
masyarakat yang sangat terbuka sehingga memungkinkan suatu entitas lokal untuk
berinteraksi dengan dunia global tanpa harus melalui mekanisme perangkat legal
negara.
3. BAB III (Krisis Bela Negara)
 Pendidikan Bela Negara
Pendidikan bela negara sangat penting bagi masyarakat agar semua
komponen masyarakat memahami, menyadari, dan menjiwai tentang
nasionalisme, patriotisme, dan wawasan kebangsaan. Tanpa bela negara yang
kuat dan kokoh, maka setiap negara tidak akan mampu menjadi super power.
Pendidikan bela negara harus ditanamkan kepada semua orang tanpa terkecuali
sehingga setiap masyarakat Indonesia memahami dan menyadari akan pentingnya
membela negara dan bangsa di atas kepentingan pribadi.
Pada pendidikan tinggi di berbagai perguruan tinggi, para mahasiswa harus
dibekali dan ditanamkan pendidikan bela negara. Banyak mata kuliah yang
dapat menyisipikan materi bela negara kepada para mahasiswa dan tercantum
dalam UU No. 11 Tahun 2012. Oleh karena itu, pendidikan bela negara ke depan
harus masuk dalam kurikulum pendidikan nasional baik di tingkat pendidikan dasar,
menengah dan tinggi.
Materi yang diajarkan dalam pendidikan bela negara harus disampaikan
secara komunikatif, dialogis, dan interaktif. Bela negara adalah komponen
penting dalam sebuah tegaknya negara menjadi berdaulat, adil, dan makmur.
Tanpa bela negara, negara tidak akan mampu menjadin super power.

 Bela Negara di Kalangan Generasi Muda


Bentangan sejarah perjuangan Indonesia mulai tonggaktonggak nasionalisme
yang tercermin dari peristiwa 20 Mei 1908 yang didalamnya terdapat semangat
Boedi Oetomo, Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, proklamasi
kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, semangat gerakan
1966, sampai dengan gerakan arus reformasi 1998, merupakan suatu peristiwa
besar dalam sejarah bangsa Indonesia yang sangat ditentukan oleh para pemuda,
khususnya para mahasiswa bersama rakyat Indonesia.
Kunci sukses dalam bersaing di tengah arus globalisasi dan membawa
nama Indonesia di tengah percaturan global adalah landasan semangat bela
negara yang tinggi bagi generasi muda penerus bangsa.
Anak muda Indonesia harus memiliki daya tangkal dan daya saing tinggi dalam
mengarungi arus globalisasi yang telah melanda Indonesia. Semangat bela negara
harus tumbuh dan menguat ditengah terpaan angin globalisasi. Nilai-nilai bela
negara harus terbalut dan terpatri dalam hati sanubari bangsa Indonesia,
khususnya para pemuda generasi penerus bangsa sebab pemuda sangat besar
perannya dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
Peran pemuda sangat besar dalam upaya pembelaan negara. Pentingnya
pemuda ini dalam konteks negara sampai ada dagium terkenal, yakni: “Siapa
yang menguasai pemuda, maka ia akan menguasai masa depan suatu
bangsa”.
Para muda saat ini lebih banyak terjebak pada kegiatan pragmatis jangka
pendek dan terkooptasi oleh kepentingan politik elit yang menawarkan
berbagai limpahan materi yang menggiurkan dan melupakan semangat bela
negara.
Namun, saat ini para pemuda generasi bangsa tidak memiliki wawasan
kebangsaan dan jiwa nasionalisme. Hal ini terjadi karena kurangnya
perhatian pemerintah terhadap para pemuda untuk dididik dan dilatih bela
negara yang benar.
Kalangan pemuda sebagai agen perubahan kadangkala sudah terjebak pada
kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, kepentingan organisasi, dan lambat
laun meninggalkan kepentingan bangsa, kepentingan masyarakat, dan kepentingan
negara.
Ruh dan jati diri pemuda yang seharusnya selalu mengalir dalam darah para
pemuda sudah mulai terkikis oleh berbagai nilai, budaya dan ideologi asing yang
sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Kalangan pemuda sekarang ini telah tergelincir pada sikap pragmatis,
hedonis, materialistis, dan apatis, sehingga jauh dari karakter pemuda yang
seharusnya berkarakter, progresif, idealis, revolusioner, radikal, dan inovatif.

Para pemuda kurang waspada dan cenderung lengah dalam merespon ancaman
terhadap keutuhan NKRI. Para pemuda tidak boleh terjebak pada kepentingan
jangka pendek, kepentingan sempit, dan larut dalam politik praktis sehingga
menghilangkan independensi dan jati diri pemuda itu sendiri.

 Elit Politik dan Bela Negara


Elit adalah sekelompok orang yang terdidik, terlatih, dan terampil dari aspek ilmu
pengetahuan, teknologi, relasi, dan jaringan pendanaan. Elit politik sangat strategis
pengaruh, kewenangan, dan legitimasinya di tengah masyarakat, sehingga sangat
baik untuk digerakkan dalam meningkatkan semangat bela negara.
Namun pada faktanya elit politik seringkali menyalahgunakan kewenangannya
untuk memperkaya diri sendiri lazimnya seorang anggota DPR yang bergelimang
harta tanpa memikirkan nasib rakyat. Padahal sangat tidak etis budaya ketimuran
kita apabila seorang elit politik melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan
bangsa dan negara.
Ditangan para elit politik kemajuan bangsa Indonesia dipertaruhkan. Elit
politik merupakan supra struktur politik yang memproduksi kebijakan dan
aturan perundang-undangan sehingga merahbirunya negeri saat ini sangat
ditentukan oleh elit politik.
Hendaknya para elit politik malu terhadap rakyat yang berada dalam kondisi
kemiskinan namun tetap peduli dengan negara dan mementingkan kepentingan
negara apabila negara membutuhkan rakyat untuk membela. Elit politik yang
seharusnya memproduksi regulasi bela negara justru lari tidak membela negara.
Rakyat dituntut oleh elit politik untuk membela negara, namun pada kenyataannya,
elit politik yang tidak memiliki rasa bela negara.
Posisi elit politik sebenarnya sangat berpengaruh dalam menumbuhkan
semangat kebangsaan, rasa nasionalisme, dan cinta tanah air. Dalam budaya
masyarakat Indonesia yang ketimuran dan memegang teguh etika moral, para
elit politik tidak mampu mengembangkan budaya malu (quilt culture) dan
budaya salah (shame culture).

 Empat Pilar Kebangsaan dan Bela Negara


Empat pilar kebangsaan adalah: Pancasila, UUD RI 1945, Bhinneka
Tunggal Ika, dan NKRI. Ini merupakan consensus nasional yang telah dibuat,
diperjuangkan dan dipatrikan oleh para founding fathers.
Empat pilar kebangsaan merupakan jati diri bangsa Indonesia di tengah
konstelasi global yang tidak dimiliki oleh negara lain selain Indonesia, dan
merupakan salah satu sarana yang dapat menumbuhkembangkan semangat
bela negara. Bela negara membutuhkan empat pilar kebangsaan sebagai
bangunan yang kokoh.

Kenyataan saat ini menunjukkan bahwa empat pilar kebangsaan masih belum
dapat tersosialisasikan secara luas kepada seluruh komponen bangsa. Alokasi
anggaran yang minim setiap tahunnya untuk sosialisasi empat pilar kebangsaan
menjadi salah satu kendala sehingga berakibat pada tidak terjangkaunya sosialisasi
kepada semua komponen masyarakat, khususnya masyarakat yang ada di wilayah
perbatasan, pulau kecil terluar, masyarakat pedesaan, dan pedalaman.

Sudah saatnya pemerintah daaerah memberdayakan Kesbangpol di masing-


masing daerahnya untuk membuat program dan kegiatan yang mengarah pada
sosialisasi empat pilar kebangsaan dan bela negara. Pemerintah pusat harus
mendorong pemerintah daerah untuk terus tanpa henti mensosialisasikan empat
pilar kebangsaan. Pemerintah pusat harus memberi perhatian lebih terhadap
daerah-daerah yang dinilai memiliki potensi kerawanan tinggi seperti Aceh, Poso,
Ambon.

4. BAB IV (Meneropong Bela Negara di Indonesia)


 Pendahuluan
Semangat kebangsaan Indonesia mulai mengkristal dan mencapai tahapan yang
baru sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928. Sejak saat itu, para pemuda Indonesia bersepakat untuk berikrar
tentang satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air Indonesia.
Di era reformasi saat ini, kesadaran bela negara masyarakat Indonesia
sedang diuji. Maraknya konflik vertical dan horizontal yang berdimensi
politik, ekonomi, dan sosial budaya menunjukkan bahwa kepentingan
individu, kepentingan kelompok, dan kepentingan partai lebih ditonjolkan
daripada kepentingan bangsa dan negara.
Ancaman terhadap negara yang sangat komplek dan beragam, mendorong
negara untuk meningkatkan kesadaran bela negara yang kuat dan kokoh terhadap
seluruh warga negaranya. Bela negara yang kuat dan kokoh pada masyarakat
Indonesia diharapkan dapat melahirkan persatuan dan kesatuan serta
menghindarkan dari konflik
Asumsinya, semakin tinggi bela negara yang ada dalam hati sanubari
masyarakat Indonesia, maka semakin rendah potensi konflik yang terjadi.
Dan demikian pula sebaliknya.
Masyarakat yang kesadaran bela negara-nya tinggi, maka akan sulit diprovokasi
oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan perilaku konfliktual yang mengarah
pada kekerasan massal karena masyarakatnya akan mementingkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kepentingan kelompok dan
kepentingan.

Pada bidang ideologi, globalisasi telah memunculkan ideologi liberalisme-


kapitalisme yang dianut oleh sebagian besar negara-negara di dunia. Pada bidang
politik, globalisasi mendorong munculnya isu demokrasi dan HAM yang menjadi isu
global. Pada bidang ekonomi, globalisasi melahirkan pasar bebas dan perdagangan
bebas yang mengintegrasikan dunia. Pada bidang sosial budaya, globalisasi
menyebarkan nilai-nilai budaya universal (individualisme, materialisme,
konsumerisme, hedonisme). Pada bidang pertahanan kea konsumerisme,
hedonisme). Pada bidang pertahanan keamanan, globalisasi menciptakan ancaman
baru, yakni ancaman non militer/non konvensional/non tradisional. Pada bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi, globalisasi mendorong peralatan dunia maya
(cyber space), intelijen cyber, dan spionase cyber

 Bela Negara: Pengertian, Nilai dan Dasar Yuridis


Menurut Richard Asley, bela negara adalah suatu pemikiran, perilaku dan
tindakan yang dilakukan oleh setiap warga negara untuk membela bangsa dan
negara nya. John Mc Kinsey menambahkan bahwa bela negara merupakan wujud
nyata dari nasionalisme, patriotisme dan cinta tanah air yang tercermin dalam
setiap warga negara sehingga mutlak dimiliki oleh warga negara agar supaya
negaranya menjadi kuat.
Dalam konteks Indonesia, bela negara dipahami sebagai sikap dan perilaku
warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi
oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara serta
keyakinan akan Pancasila sebagai ideologi negara guna menghadapi ancaman
baik yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri.
Dasar hukum bela negara adalah Pasal 27 Ayat (3) UUD 1945 yang
berbunyi: “Bahwa tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
bela negara” dalam Pasal 30 Ayat (1) dan (2) UUD 1945 berbunyi “Bahwa
tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara dilaksanakan melalui Sistem Pertahanan dan Keamanan
Rakyat Semesta oleh TNI dan Kepolisian sebagai Komponen Utama, Rakyat
sebagai Komponen Pendukung” dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia Pasal 6B dinyatakan “Setiap warga negara wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara, sesuai dengan ketentuan yang berlaku” UU
No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara Pasal 9 Ayat (1) menegaskan
bahwa “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela
negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara” Pasal 9
Ayat (2) ditegaskan bahwa “Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela
negara dimaksud Ayat (1) diselenggarakan melalui: Pendidikan
kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran, pengabdian sebagai prajurit
TNI secara sukarela atau wajib dan pengabdian sesuai dengan profesi.

 Indonesia: Karut Marut Bela Negara Kita


Pada aspek ideologi, bukan membela Pancasila sebagai ideologi negara,
melainkan membela ideologi lain, seperti bela kapitalisme, bela liberalisme,
bela komunisme, bela anarkisme, dan bela radikalisme. Pada aspek politik,
semangat membela diri dan kelompoknya tercermin dalam sikap dan perilaku
seperti bela partai, bela korupsionisme, bela kleptokrasisme, bela ormas, bela
LSM, bela diri, dan bela kelompok.
Pada aspek ekonomi, kehidupan ekonomi yang sudah dikooptasi oleh pasar
bebas melahirkan kompetisi yang tidak sehat dan menimbulkan kesenjangan
antar masyarakat. Sehingga terjadi sikap seperti bela usahanya, bela
bisnisnya, bela kongsinya, bela perusahaannya, bela uangnya, bela
investasinya, dan bela hasil korupsinya.
Pada aspek sosial budaya, sikap dan perilaku seperti bela agamanya, bela
konconya, bela keluarganya, bela dinastinya, bela sukunya, bela etnisnya, dan
bela daerahnya.

 Menelisik Faktor yang Mempengaruhi Bela Negara


Bela negara merupakan sebuah semangat yang bersifat dinamis, dan
merupakan sebuah kesadaran diri. Ada kalanya bela negara di satu daerah
lebih tinggi dibandingkan dengan bela negara di masyarakat yang lain, da
nada pula bela negara orang yang satu lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang lain. Tingkat kesadaran bela negara dan tingkat kualitas
pemahaman bela negara antar satu pihak dengan pihak lain tentunya berbeda-
beda, tergantung dari berbagai faktor. Faktor penyebab lemahnya bela negara
di Indonesia antara lain:
1) Faktor ideologi, maraknya ideologi liberalisme, kapitalisme, sosialisme,
komunisme dan berbagai ideologi lain yang berbasis pada agama telah
mempengaruhi pola piker dan mindset pada masyarakat Indonesia.
2) Faktor politik, kegiatan politik praktis yang seringkali dipenuhi dengan
ketegangan, konflik, kekerasan, provokasi dan mobilisasi yang tidak
mengindahkan berbagai nilai dan norma ditengah masyarakat telah
mendorong lemahnya bela negara.
3) Faktor ekonomi, kondisi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan
yang terjadi dimasyarakat mendorong lemahnya bela negara ditengah
masyarakat. Faktor sosial budaya, kondisi sosial budaya masyarakat
Indonesia yang saat ini terkena virus hedonisme, konsumerisme,
individualisme, dan materialisme, menyebabkan masyarakat Indonesia
tidak lagi hirau dan peduli dengan semangat bela negara.

 Alternatif Meningkatkan Bela Negara


Melihat gambaran umum bela negara di Indonesia, maka sangat penting
dan menjadi prioritas untuk melakukan upaya peningkatan bela negara di
tengah masyarakat agar supaya tidak mudah tersulut konflik dan terprovokasi
untuk melakukan aksi separatisme, radikalisme, dan terorisme.
Bela negara di masyarakat Indonesia harus ditingkatkan dengan cara
membuat kebijakan yang komprehensif, holistik, dan integralistik baik dari
aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan-keamanan.
Pendekatan keamanan dan kesejahteraan merupakan senyawa yang harus
dipegang teguh bagi para pengambil kebijakan dalam mengelola bela negara
di tengah masyarakat.

5. Bela Negara di Wilayah Perbatasan


 Karakteristik Masyarakat Perbatasan
Masyarakat perbatasan sangat rawan dengan berbagai pentrasi dan infitrasi
asing karena secara geografis langsung bersentuhan dengan negara lain dan
secara ekonomi terdapat interaksi atau interaksi ekonomi serta secara sosial
kultural terdapat hubungan kekerabatan yang erat.
Karakteristik masyarakat di wilayah perbatasan di lihat dari aspek ideologi
adalah masih rendahnya pemahaman terhadap ideologi Pancasila, dan masih
kurang memahami empat pilar kebangsaan. Dalam aspek politik dapat
digambarkan bahwa masyarakat di wilayah perbatasan sangat terkesan apatis
dalam kehidupan politik dan dimanfaatkan oleh elit politik lokal. Dalam
aspek ekonomi, masyarakat di wilayah perbatasan sangat memprihatinkan.
Dalam aspek sosial budaya, dapat dilihat dari potret rendahnya tingkat
pendidikan, kesehatan, masih kuatnya primordialisme, sentimen etnik, dan
rawan konflik sosial. Dalam aspek pertahanan keamanan, masyarakat.
perbatasan sangat rawan terhadap aksi kesahatan, khususnya kejahatan
transnasional (illegal fishing, illegal logging, illegal mining).

 Arti Penting Bela Negara di Perbatasan


Perbatasan negara yang merupakan etalase negara, jendela negara dan pintu
gerbang negara harus terus ditanamkan. Pendekatan kesejahteraan
(prosperity approach) dan pendekatan keamanan (security approach) harus
selalu dikedepankan. Masalah pertahanan negara diatur dalam UU No. 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
Terbentuknya Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) sangat
diharapkan dapat mengelola wilayah perbatasan secara cepat, tepat,
komprehensif dan terinegrasi sehingga mampu menghilangkan saling serang
konflik kewenangan antar instansi dalam membangun wilayah perbatsan.

 Kesadaran Bela Negara di Perbatasan


Kesadaran bela negara di wilayah perbatasan sangat penting ditumbuhkan
oleh berbagai pemangku kepentingan mengingat wilayah perbatasan
merupakan wilayah pintu gerbang dan wajah bangsa Indonesia dalam
bertatap mka atau berhadapan langsung dengan negara lain di dunia.
Pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan di tengah masyarakat akan
sangat mempengaruhi tinggi rendahnya bela negara di wilayah perbatasan.
6. Agenda Besar Bela Negara ke Depan
 Sinergitas Komponen Bangsa
Bela negara merupakan modal dasar bagi bangsa Indonesia mencapai cita-
cita sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD NRI 1945. Bela
negara dapat pula dijadikan sebagai “filter” bagi ancaman separatisme,
terorisme, dan radikalisme. Meningkatkan bela negara di seluruh lapisan
komponen bangsa, maka diperlukan kerjasama, komunikasi, dan koordinasi
antar stakeholder terkait.
Dalam kaitan ini, sangat penting dilakukan sinergi antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan program bela negara di
berbagai daerah sesuai dengan kondisi wilayah dan karakteristik
masyarakatnya masing-masing.

 Membangun Benteng Terakhir Bangsa


Semua lapisan bangsa Indonesia sebenarnya harus menjadi benteng trakhir
bangsa apabila bangsa Indonesia menghadapi peperangan dengan negara lain.
Satu-satunya harapan yang kita harapkan potensial menjadi benteng terakhir
bangsa adalah komponen TNI. TNI adalah komponen utama pertahanan
negara yang dapat diandalkan dalam menghadapi berbagai upaya dan gerakan
yang ingin menghancurkan bangsa Indonesia. TNI merupakan komponen
penting dalam struktur NKRI sebagai garda terdepan menghadapi berbagai
ancaman yang muncul sangat komplek di era globalisasi saat ini. TNI dan
bela negara ibarat dua sisi dari satu keping uang yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lainnya.
 Belajar dari Sejarah
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai sejarah. Para
pemuda sekarang harus ulet, gigih, arief, bijaksana, dan memiliki mental baja
dalam mengisi kemerdekaan sebagaimana halnya para pahlawan nasional
yang gigih dan ulet melawan penjajahan.
Bela negara merupakan salah satu contoh bagaimana aplikasi dari
pentingnya belajar sejarah. Budaya malu (shame culture) dan budaya salah
(quilt culture) selalu dipegang teguh oleh para pemimpin pemerintahan di
negara-negara Asia Timur.
KEKUATAN & KELEMAHAN BUKU

1. Kekuatan Buku
Menurut saya buku ini sangat bagus, karena mudah dipahami dan bahasa
yang digunakan pun komunikatif dan ringan. Dari isi segi materi pun buku ini
bisa menjadi referensi bagaimana seharusnya kita bertindak dalam menghadapi
krisis bela negara, dan bagaimana keadaan bela negara kita saat ini. Buku ini
menegaskan kembali setiap poin-poin yang dijabarkan sehingga lebih
memperjelas lagi pembaca dalam mengetahui hal-hal terkait bela negara pada
setiap bab dan sub babnya.

Buku ini pun membuka mata saya untuk lebih peka terhadap apa yang terjadi
diluar sana dan lebih membuka saya untuk lebih peka terhadap rasa
nasionalisme dan cinta tanah air. Sebagai generasi muda ditengah terpaan
globalisasi yang bisa menggeser nilai-nilai leluhur dan identitas bangsa
diperlukan kesadaran akan pentingnya jiwa nasioanalisme dan bela negara agar
meminimalisir ancaman yang akan datang.
2. Kelemahan Buku
Menurut saya buku ini memiliki kekurangan yaitu tidak adanya gambar
satupun yang terdapat dalam buku, sehingga sedikit membosankan dan
membuat saya pun sempat mengantuk ketika membacanya terlalu lama. Dan
didalam buku ini juga ada beberapa kesalahan dalam penulisan kata, identitas
dalam buku ini juga kurang lengkap sehingga saya mengalami sedikit kesulitan
ketika memperoleh data buku untuk di review. Isi dari buku ini terlalu bertele-
tele dan sering mengulang kalimat yang maknanya sama sehingga membuat
bosan pembaca dan untuk mendapat inti sarinya pembaca harus benar-benar
memahami keseluruhan isi dari buku agar tidak terlewat sedikit saja poin
penting yang disampaikan.

KONTRIBUSI BUKU TERHADAP KEAMANAN NASIONAL ADALAH

Menurut saya kontribusi buku ini terhadap cara pandang kita mengenai
keamann nasional sangat banyak terlebih untuk Praja IPDN karena diantaranya
dapat menambah wawasan tentang bela negara, bagaimana cara membela negara,
karena sebagai Praja IPDN yang akan menjadi aparatur sipil negara yang tentunya
terjun langsung ke lapisan masyarakat, maka sifat bela negara ini sangat
dibutuhkan agar bisa membela tanah air tercinta. Disamping efek terhadap negara
kita sendiri, buku ini memiliki efek terhadap negara lain. Karena memang bela
negara bukan hanya penting untuk negara kita sendiri, tetapi seluruh negara di
belahan bumi manapun memerlukan bela negara untuk keutuhan dan kemajuan
bangsa sendiri, seperti yang dikatakan didalam buku, jika kita tidak memiliki rasa
bela negara.

Negara kita tidak akan bisa menjadi negara super power dan keutuhan
negara tidak akan bisa dijaga karena banyaknya tindakan separatis dan gerakan-
gerakan kemerdekaan yang menurut saya sebenarnya tidak terlalu penting, mereka
terlalu memperhatikan keegoisan masing-masing dan kepentingan golongan.
Padahal belum tentu mereka bisa merdeka jika tidak dinaungi satu negara dan satu
bangsa yang memperjuangkan mereka. Mereka tidak memikirkan dan terlalu
memahami arti perjuangan dan bela negara sesungguhnya sehingga mereka
menganggap bahwa itu adalah hal yang sangat sepele. Padahal jika kita ingat
kembali perjuangan para pendiri negara atau founding fathers perjuangan mereka
sangat tidak ternilai.
Arti bela negara itu sendiri sangat penting untuk seluruh negara, menurut
saya suatu negara bisa disegani dan ditakuti oleh negara-negara lain jika memiliki
rasa nasionalisme atau rasa bela negara yang sangat tinggi. Dan jika seluruh
negara memiliki rasa bela negara yang tinggi maka saya yakin bahwa di dunia
tidak akan ada lagi peperangan perebutan wilayah ataupun wilayah yang ingin
melepaskan diri seperti banyaknya kasus pemberontakan, terorisme, dan
sebagainya karena dimasing-masing negara atau masing-masing individu sudah
tertanam rasa saling menghargai dan menghormati antar sesama umat manusia,
baik dalam perjuangan mereka atau dari aspek lainnya.
Kontribusi dalam hubungan internasional adalah ternyata wilayah yang
perbatasannya berbatasan langsung dengan negara lain memiliki rasa bela negara
yang berbeda dengan wilayah atau daerah yang berada jauh dari perbatasan.
Karena memang saya pun baru menyadari bahwa banyak penduduk yang tinggal
di daerah perbatasan memiliki rasa nasionalisme atau rasa bela negara yang
rendah dibanding dengan wilayah yang berada jauh dari perbatasan, terlebih jika
negara tetangganya itu lebih maju, sejahtera dan menguntungkan baik dari segi
sosial, finansial, dan ekonomi.
Dan menurut saya ini menjadi suatu permasalahan yang sebenarnya besar dan
rumit jika dibahas. Karena hal ini tidak terjadi di satu atau dua negara, banyak
negara yang mengalami hal yang sama. Terlebih semakin majunya teknologi dan
semakin banyaknya arus globalisasi yang tidak bisa dibendung dan tidak bisa di
filter secara keseluruhan semakin membuat krisis bela negara terjadi dimana-
mana.
Bela negara sebenarnya adalah masalah global, atau bisa disebut juga
masalah internasional. Kenapa demikian? Karena bela negara menurut saya
sendiri adalah pondasi awal untuk suatu negara membangun wilayah dan kekuatan
nya masing-masing. Memang dilihat dari budaya, baik dari segi budaya barat dan
segi budaya timur memiliki perbedaan yang mencolok sehingga, ketika masuknya
globalisasi ke wilayah timur, maka budaya barat lah yang mendominasi. Banyak
yang menganggap bahwa peradaban atau budaya barat lebih unggul dibanding
budaya timur, padahal karena memiliki sejarah yang berbeda dan wilayah berbeda
otomatis cara mereka menghormati dan membela negara memiliki respon berbeda
masing-masing. Kita tidak bisa mengadaptasi sepenuhnya budaya barat untuk
masuk ke dalam wilayah kita yaitu wilayah timur.
Disinilah peran ilmu hubungan internasional, selain dalam segi hubungan
diplomatik bilateral maupun multilateral, kita juga harus bisa memanage dan
memisah mana yang budaya barat dan mana yang budaya timur, karena jika
masalah ini tidak di tanggapi secara serius maka bukan hanya suatu negara yang
hancur, tapi akan banyak negara yang hancur. Jika kita pikirkan baik-baik, tidak
semua budaya baik dari barat dan timur bisa diadaptasi oleh satu sama lain, karena
perbedaan sejarah dan latar belakang yang akan membuat perbedaan disuatu
negara disadari ataupun tidak. Inilah yang harus dikaji lebih lanjut oleh para
penstudi Hubungan Internasional, karena seberapa jauh pentingnya bela negara
dalam suatu hubungan internasional adalah sangat penting.

Anda mungkin juga menyukai