Compound Miop Astigmat
Compound Miop Astigmat
DISUSUN OLEH :
Widya Natasya Asa’ad (C 111 13 581)
PEMBIMBING :
dr. Natalia Stevanie
SUPERVISOR :
dr. Ahmad Ashraf, MPH, Sp.M (K), M.Kes
i
LEMBAR PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Supervisor Pembimbing
dr. Ahmad Ashraf, MPH, Sp.M (K), M.Kes dr. Natalia Stevanie
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
iii
XX. Diskusi ................................................................................................. 6
D. Miopia ................................................................................................. 17
E. Astigmatisme ...................................................................................... 27
iv
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : MF
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 11 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Makassar/Indonesia
Pekerjaan : Pelajar (Kelas 5 SD)
Alamat : Daya, Makassar
No. Register : 088016
Tanggal pemeriksaan : 22 Februari 2018
Tempat pemeriksaan : Pediatri Eye Center RSP Unhas
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Penglihatan kabur kedua mata
Anamnesis terpimpin :
Pasien laki-laki berusia 11 tahun datang ke Poli Mata Anak Rumah Sakit
Universitas Hasanuddin ditemani oleh kedua orang tuanya dengan keluhan
penglihatan kabur pada kedua mata yang dialami sejak 5 tahun yang lalu secara
perlahan saat melihat jauh. Riwayat pusing ada, sakit kepala kadang-kadang. Mata
merah tidak ada, nyeri tidak ada, gatal tidak ada, air mata berlebih tidak ada,
produksi kotoran mata berlebih tidak ada, mata seperti berpasir tidak ada. Riwayat
menggunakan kacamata minus sejak 4 tahun lalu, namun keluhan di atas berulang
kembali sejak 2 bulan lalu.
Riwayat trauma pada mata disangkal, riwayat hipertensi disangkal, riwayat
diabetes melitus disangkal. Riwayat bermain di depan komputer sekitar 4 jam sehari
sejak 6 tahun lalu. Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga ada. Riwayat operasi
mata sebelumnya disangkal.
1
III. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Sakit sedang, gizi cukup, composmentis
Tanda vital : Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,9 C
V. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Inspeksi
Pemeriksaan OD OS
2
Mekanisme muscular
Palpasi
Palpasi OD OS
Tensi Okuler Tn Tn
3
VIII. PENYINARAN OBLIK
Pemeriksaan OD OS
X. LIGHT SENSE
Pemeriksaan OD OS
XIII. FUNDUSKOPI
Tidak dilakukan pemeriksaan.
4
XIV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak dilakukan pemeriksaan.
XV. RESUME
Pasien laki-laki berusia 11 tahun datang ke Poli Mata Anak Rumah Sakit
Universitas Hasanuddin ditemani oleh kedua orang tuanya dengan keluhan
penglihatan kabur pada kedua mata yang dialami sejak 5 tahun yang lalu secara
perlahan saat melihat jauh. Keluhan kadang-kadang disertai pusing dan sakit
kepala. Riwayat menggunakan kacamata minus sejak 4 tahun lalu, namun keluhan
di atas berulang kembali sejak 2 bulan lalu. Riwayat bermain di depan komputer
sekitar 4 jam sehari sejak 6 tahun lalu. Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga
ada.
Dari pemeriksaan oftalmologi, VOD : 20/200, VOS : 20/80. Visus dengan
kacamata pasien OD S: -1,50 yaitu 20/160 dan OS S:-1,50 yaitu 20/40. Dikoreksi
dengan OD : S -2,00 C -2,50 x 180 ; OS : S -2,00 C -3,00 x 180. Visus hasil koreksi
VOD 20/20, VOS 20/20. Pada pemeriksaan oftalmologi lainnya dalam batas
normal.
XVIII. PENATALAKSANAAN
Kacamata monofocal
OD S: -2,00 C: -2,50 AX 180
OS S: -2,00 C: -3,00 AX 180
DP 60/58 mm
5
XIX. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Visam : Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam
Quo ad Comesticam : Bonam
XX. DISKUSI
Pasien laki-laki berusia 11 tahun datang ke Poli Mata Anak Rumah Sakit
Universitas Hasanuddin ditemani oleh kedua orang tuanya dengan keluhan
penglihatan kabur pada kedua mata yang dialami sejak 5 tahun yang lalu secara
perlahan saat melihat jauh. Mata merupakan organ visual yang membutuhkan
cahaya untuk menjalankan fungsinya dalam melihat. Keluhan pandangan kabur
berarti terjadi gangguan pada proses refraksi cahaya atau proses penerimaan cahaya
di retina. Tidak ada keluhan seperti mata merah, riwayat kemasukan benda asing,
bengkak, berair banyak, kotoran berlebih, dan mata seperti berpasir, dapat
menyingkirkan kelainan penglihatan yang disebabkan oleh infeksi, benda asing,
atau peradangan pada mata. Tidak ada riwayat trauma juga menyingkirkan
kemungkinan gangguan visus akibat trauma.
Setelah anamnesis, maka langkah pertama selanjutnya adalah memeriksa
ketajaman penglihatan pasien (visus). Dari hasil pemeriksaan visus didapatkan
VOD : 20/200, VOS : 20/80. Visus dengan kacamata pasien OD S: -1,50 yaitu
20/160 dan OS S:-1,50 yaitu 20/40. Dikoreksi dengan OD : S -2,00 C -2,50 x 180 ;
OS : S -2,00 C -3,00 x 170. Visus hasil koreksi VOD 20/20, VOS 20/20.
Pemeriksaan lainnya dalam batas normal. Hal ini menunjukkan pasien mengalami
kelainan refraksi dengan diagnosis compound miop astigmat.
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi
dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus.
Kelainan refraksi dapat diakibatkan karena terjadinya kelainan kelengkungan
kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.
6
Pasien ini didiagnosis sebagai compound miop astigmat. Miop adalah
kelainan refraksi di mana bayangan yang dihasilkan jatuh di depan retina.
Sedangkan astigmatisme merupakan salah satu kelainan refraksi dimana derajat
kelengkungan media refrakta yang tidak sama pada tiap sumbu (aksis) visual
menyebabkan bayangan jatuh pada banyak titik, baik itu di depan, atau di belakang
retina. Jadi compound miop astigmat adalah salah satu kelainan refraksi di mana
bayangan yang dihasilkan terletak di depan retina dan terdapat beberapa titik.
Gejala-gejala yang terjadi pada pasien adalah pandangan kabur, sakit
kepala, dan pusing. Hal ini disebabkan karena adanya bayangan yang tidak sesuai
jatuh di retina sehingga membuat persepsi pada otak juga terganggu dan terjadi
akomodasi mata secara terus menerus. Pada pemeriksaan visus didapatkan
kemunduran visus dan visus membaik dengan pin hole, selain itu tidak ditemukan
kelainan pada pemeriksaan oftalmologi lainnya.
Tatalaksana kasus gangguan refraksi adalah dengan menetralisir gangguan
refraksinya atau mengkoreksi kausalitas gangguan refraksinya. Untuk menetralisir
gangguan refraksinya digunakan kacamata yang sesuai dengan tipe kelainan
refraksinya. Jika pasien mengalami myopia, maka diberikan lensa
cekung/negative/divergen untuk mengurangi kekuatan media refraksi agar
bayangan jatuh dari depan menuju tepat ke retina. Sedangkan pada kasus
hipermetropia diberikan lensa cembung/positif/konvergen untuk memperkuat
kekuatan refraksi sehingga bayangan yang tadinya jatuh di belakang retina bergeser
tepat di retina. Pada kasus astigmatisme, di mana terdapat berbagai letak titik fokus
bayangan, maka kita perlu mengetahui dulu lensa silinder yang tepat
(positif/negatif) lalu kemudian menemukan aksis yang tepat agar memberikan
gambaran yang terjelas bagi pasien. Dapat juga dilakukan intervensi untuk
memperbaiki langsung media refraksi yang mengalami kelainan, seperti operasi
LASIK (laser in-situ keratomileusis), Radial Keratotomy atau PRK
(photorefractive keratectomy).
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LATAR BELAKANG
Gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi
dapat memberikan konsekuensi baik jangka pendek maupun jangka
panjang pada anak-anak dan orang dewasa, seperti berkurangnya
produktivitas, kurangnya peluang mendapatkan karier yang baik di
pendidikan dan pekerjaan, dan berkurangnya kualitas hidup. Berbagai
faktor berpengaruh terhadap gangguan refraksi yang tidak terkoreksi,
seperti kurangnya perhatian dan pengenalan terhadap masalah ini pada
tiap individu, kurang tersedianya pelayanan untuk pemeriksaan
gangguan refraksi, kurang terjangkaunya biaya lensa koreksi terutama
pada negara-negara dengan mayoritas status ekonomi penduduk
kategori menengah ke bawah.(1)
8
mana prevalensi myopia tertinggi pada usia 13-18 tahun. Sedangkan
pada kelompok usia 50 tahun ke atas, terdapat 95 juta jiwa mengalami
gangguan refraksi, di mana 6,9 juta jiwa diantaranya mengalami
kebutaan. Data lain menunjukkan sekitar 1,3 juta jiwa pada kelompok
usia 40-49 tahun mengalami kebutaan akibat gangguan refraksi.(1)
9
divergensi dari berkas cahaya yang masuk ke mata dan
memfokuskannya tepat di retina (warna merah pada gambar). Pada
bagian (c) hypermetropia terjadi di mana sinar-sinar sejajar sumbu
utama difokuskan dibelakang retina (biru), kondisi ini dikoreksi dengan
lensa positif/konvergen untuk menambah kekuatan refraksi dan
memfokuskan bayangan jatuh di retina (merah). Sedangkan pada
kondisi (d) astigmatisme terjadi ketika sinar-sinar yang masuk
difokuskan pada dua bidang/axis yang berbeda akibat dari kurvatura dari
kornea atau lensa yang berbeda tiap sumbunya (biasanya sumbu yang
saling tegak lurus). Kondisi ini dikoreksi dengan lensa silindris.(3)
10
1. Sinar datang, sinar refrakta berada pada sisi yang berlawanan
dan kedua tersebut bersama garis normal berada dalam satu
bidang.(4)
2. Perbandingan sinus sudut sinar datang terhadap sinar refrakta
adalah tetap bergantung pada medium cahaya. Besaran ini
disimbolkan dengan n disebut sebagai indeks bias. Indeks bias
udara (vakum) adalah satu. Hukum snellius tentang refraksi
yaitu : sin i/ sin r = n2/n1. Ketika cahaya memasuki medium yang
lebih padat maka arah biasnya mendekati sumbu normal,
sedangkan jika memasuki medum yang lebih renggang maka
arahnya menjauhi garis normal.(4)
Proses refraksi juga terjadi pada mata, yang berfungsi agar bayangan
objek yang dilihat dapat jatuh di retina dengan tepat. Oleh karena itu,
komponen mata yang berfungsi sebagai media refrakta yaitu kornea,
humor aquous, lensa kristalina, dan badan vitreus harus berfungsi
dengan baik dan optimal. Telah dijelaskan di atas bahwa gangguan
refraksi disebut sebagai ametropia. Ametropia dapat terjadi oleh karena
adanya ketidakcocokan/ketidakseimbangan antara panjang axis (sumbu
utama) dengan kekuatan media refrakta, baik itu itu perbandingan axis
11
terhadap kekuatan refraksi terlalu besar atau kecil, sehingga secara
umum ametropia dapat dibagi dua berdasarkan etiologi utamanya, yaitu
ametropia aksial (tersering) atau ametropia refraktif.(5)
Gambar 4. Perbandingan letak fokus bayangan pada emetrop dan ametrop (5)
12
sedangkan lensa berkisar antara 10-20 doptri, bergantung pada apakah
sedang berakomodasi atau tidak.(5)
Telah dijelaskan pada paragraph di atas bahwa kekuatan refraksi
mata tidak konstan, melainkan harus berubah-ubah untuk
memungkinkan terjadinya visualisasi yang jelas baik pada objek yang
jauh maupun dekat. Proses fisiologis yang mengatur mekanisme
perubahan kekuatan refraksi inilah yang disebut sebagai akomodasi.
Mekanisme akomodasi melibatkan lensa, zonula ciliaris, dan otot
siliaris.(5)
13
siliaris berkontraksi menyebabkan zonula merenggang, hal ini membuat
lensa menjadi lebih globular (bulat) sehingga kekuatan refraksinya
bertambah, hal ini dibutuhkan untuk memfokuskan penglihatan melihat
objek dekat. Seperti yang terlihat pada gambar berikut.(5)
14
dengan lensa cembung akan tampak membesar, dan ketika digerakkan
maka bayangan objek yang tampak bergerak berlawanan arah dari
gerakan lensa. Lensa ini digunakan dalam mengoreksi kelainan
hipermetropia, afakia, dan presbyopia, selain itu berfungsi dalam
iluminasi oblik, atau oftalmoskopi indirek.(4)
15
Gambar 10. Jenis-jenis lensa cekung (A) bikonkaf (B)Plano-konkaf (C) Konveksokonkaf(4)
16
Gambar 13. Sifat bayangan pada Lensa cylindris(4)
D. MIOPIA
1. Definisi(4, 6,11)
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana
sinar yang datang sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan
di depan retina saat mata tidak berakomodasi. Pasien dengan miopia
akan menyatakan melihat lebih jelas bila dekat sedangkan melihat
jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh.
2. Klasifikasi Etiologi(4)
a. Axial miopi; terjadi karena pertambahan panjang diameter
antero-posterior bola mata, ini penyebab yang paling banyak.
b. Kurvatural miopi ; karena peningkatan kelengkungan kornea
dan atau lensa.
c. Positional miopi; terjadi karena pergeseran lensa ke bagian
anterior.
d. Index myopia; tipe ini terjadi karena peningkatan index refraksi
lensa, misal pada nuklear sclerosis.
e. Miopi yang berhubungan dengan akomodasi yang berlebihan.
17
Gambar 14. Sifat refraksi cahaya pada Miopia(6)
18
a. Tipe axial
Variasi fisiologis dari perkembangan bola mata atau dapat
berhubungan dengan neurologi prekok pada masa anak-
anak.
b. Tipe kurvatural
Terjadi karena variasi perkembangan bola mata. Hal ini
dikarenakan kebiasaan diet pada masa anak-anak ada
dilaporkan tanpa kesimpulan yang belum terbukti.
c. Genetik
Genetik berperan dalam variasi biologis pada pertumbuhan
bola mata, dengan faktor resiko, jika kedua orang tua miopi
prevalensi terjadinya miopi pada anaknya sekitar 20 %, jika
salah satu dari orang tua menderita miopi maka prevalensi
anaknya menderita miopi sekitar 10%., jika salah satu orang
tua tidak ada menderita miopi,prevalensi miopi pada anak
sekitar 5 %.
Gejala Klinis
Gejala Subjektif:
a. Penglihatan jauh kabur merupakan gejala utama.
b. Gejala astenopia pada pasien miopi derajat ringan
c. Anak sering menyipitkan mata,merupakan hal yang sering
dikeluhkan oleh orang tua.
Gejala Objektif:
a. bola mata yang besar dan menonjol.
19
b. Kamera okuli anterior lebih dalam dari normal.
c. Fundus Normal, namun miopi kresen temporal jaran terjadi.
d. Biasanya terjadi saat usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai
usia 18-20 tahun. Dengan rata rata – 0.5 ± 0.3 per tahun.
C. Miopi patologis/ degeneratif
Miopi yang terjadi karena kelainan pada bagian mata lain
seperti, adanya pendarahan pada badan kaca, pigmentasi pada
retina dan peripapil. Miopi patologi sudah terjadi saat usia 5 – 10
tahun, yang berefek saat usia dewasa muda yang mana hal ini
berhubungan dengan perubahan degenerasi pada mata.
20
menunjukkan hubungan herediter yang mempengaruhi
pertumbuhan retina dalam perkembangan miopi.
2. Proses Pertumbuhan secara umum
Proses pertumbuhan ini merupakan faktor minor pada
perkembangan miopi, Perpanjangan dari segmen posterior bola
mata terjadi hanya sepanjamg masa pertumbuhan aktif dan
diperkirakan berhenti saat pertumbuhan aktif berhenti. Disini ada
beberapa faktor seperti nutrisi, defisiensi, gangguan hormon, dan
penyakit yang terjadi saat pertumbuhan aktif sehingga
mempengaruhi perkembangan miopi.
Gejala Klinis
Gejala subjektif :
a. Kabur bila melihat jauh, penurunan visus umumnya lebih
parah dibanding dengan miopi simplek.
b. Keluhan lain seperti melihat sesuatu berwarna hitam melayang
pada penglihatannya, hal ini berhubungan dengan degenerasi
vitreus.
c. Rabun pada malam hari dapat dikeluhkan pada penderita
dengan miopi tinggi.
Gejala objektif :
a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia
simpleks
b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa
kelainan-kelainan pada
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan
atau degenarasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-
benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang
ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan myopia
2. Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen
myopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke
21
bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh lingkaran
papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid
yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.
22
mmmendiagnosis miopia dapat dilakukan secara subjektif atau
objektif, untuk memeriksa visus pasien.
Pemeriksaan secara subjektif dapat dilakukan dengan snellen
chart, kemudian melakukan trial and error dengan memasangkan
lensa yang cocok di trial frame sampai didapatkan visus terbaik
(20/20). Pemeriksaan ini paling baik dengan menggunakan
sikloplegik agar koreksinya tepat.
Pemeriksaan secara objektif dapat dilakukan dengan
menggunakan retinoskop. Alat ini dapat melihat refleks retina
melalui berkas cahaya yang diberikan, setelah itu sumber cahaya
digerakkan dan dilihat bagimana refleks cahaya dari retina, apakah
mengikuti pergerakan atau berlawananarah. Pada kasus miopia akan
terdapat refleks yang arahnya berlawanan dari sumber cahaya.
Metode lainnya dengan menggunakan refraktometer manual atau
automatis, yang juga dapat mendeteksi kelainan refraksi.
E. Penatalaksanaan(4, 6,11)
Prinsip penatalaksaan dari kelainan refraksi adalah dengan
melakukan berbagai upaya agar bayangan jatuh di tepat di retina,
dengan melakukan netralisasi kelainan kekuatan refraksi baik yang
relatif karena axis atau yang absolut yang terjadi atau dengan
memodifikasi indeksi refraksi pada media refrakta.
23
1. Netralisasi ketidakseimbangan kekuatan refraksi dengan
menggunakan lensa cekung (konkaf) baik dalam bentuk
kacamata atau lensa kontak. Lensa yang digunakan
sebaiknya yang terkecil yang memberikan visus terbaik
untuk menghindari akomodasi mata pada kasus-kasus
overkoreksi, karena dapat menyebabkan mata
lelah/astenopia.
Gambar 18. Mekanisme kerja lensa cekung dalam mengoreksi miopia (4)
24
penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang
terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat malam
hari.
25
Gambar 20. PRK(4)
26
F. ASTIGMATISME
1. Definisi(4,11)
Astigmatisme adalah salah satu kelainan refraksi yang
terjadi akibat ketidakseimbangan/ adanya perbedaan kekuatan
refraksi pada setiap meridian/axis sehingga mengakibatkan cahaya
jatuh tidak pada satu titik fokus. Hal ini disebabkan oleh adanya
iregularitas kurvatur baik itu pada kornea atau lensa.
2. Etiologi(4)
a. Astigmat korneal, diakibatkan oleh abnormalitas kurvatura
kornea, faktor ini menjadi penyebab paling banyak dari
astigmatisme
b. Astigmat lenticular, bersifat jarang, diakibatkan oleh kelainan
pada lensa, baik itu kurvaturanya, posisi, dan indeks biasnya
c. Astigmat retinal, akibat dari perubahan posisi pada retina,
sangat jarang terjadi
3. Jenis-jenis astigmat(4)
a. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang
memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau
27
berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke
meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk
yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.10,11
Astigmatisma reguler dapat diklasifikasikan sebagai berikut:11
Simple astigmatism, dimana satu dari titk fokus di retina. Fokus
lain dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu
meridian adalah emetropik dan yang lainnya hipermetropi atau
miop. Yang kemudian ini dapat di rumuskan sebagai Simple
hypermetropic astigmatism dan Simple myopic astigmatism.
28
Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang
jatuh tepat di retina tetapi keduanya terletak di depan atau
dibelakang retina. Bentuk refraksi kemudian hipermetropi atau
miop. Bentuk ini dikenal dengan compound hypermetropic
astigmatism dan compound miopic astigmatism.
29
Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan
sumbu-sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan
vertical, maka astigmatisme ini dibagi menjadi astigmatism with the
rule (astigmatisme direk), dengan daya bias yang lebih besar terletak
di meridian vertical, dan astigmatism against the rule (astigmatisma
inversi) dengan daya bias yang lebih besar terletak dimeridian
horizontal. Astigmatisme lazim lebih sering ditemukan pada pasien
berusia muda dan astigmatisme tidak lazim sering pada orang tua.
b. Astigmatisma irreguler
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling
tegak lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan
kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan
menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian
utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma
dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan
4. Diagnosis Astigmat(4, 5, 7,11)
Untuk menegakkan diagnosis astigmat, dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
didapatkan gejala melihat objek ganda dan objek tersebut tidak jelas
baik pada melihat dekat ataupun jauh, pandangan kabur, serta sering
disertai gejala-gejala astenopia (mata lelah), karena berusaha
memicingkan mata dan berakomodasi untuk melihat objek di depan
mata yang terus menerus sehingga kelelahan.
Selanjutnya, pada pemeriksaan visus, seperti pada kelainan
refraksi lainnya, dapat dilakukan trial and error sampai didapatkan
visus terbaik. Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis
berwarna hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkular
dengan dasar yang putih merupakan pemeriksaan subyektif untuk
menilai ada dan besarnya derajat astigmat.
30
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan
mudah di temukan dengan melakukan observasi adanya distorsi
bayangan pada kornea. Cara ini dapat dilakukan dengan
menggunakan Placido’s Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat
melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami
perubahan bentuk.
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea,
maka dengan mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat
diketahui, sehingga pada saat dikoreksi untuk mendapatkan tajam
penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa sferis saja.
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan astigmatisme tergantung pada jenisnya. Untuk
astigmat regular dapat diterapi dengan kacamata lensa sinlinder,
sedangkan untuk yang ireguler dibutuhkan operasi pada mata yang
mengalami gangguan.
a. Tatalaksana pada astigmat reguler(4, 5)
Tujuan koreksi pada jenis ini adalah membawa garis fokus
pada tiap meridian/axis menjadi satu titik fokus saja. Hal ini
membutuhkan lensa yang hanya bekerja pada satu meridian saja.
Lensa silinder dibutuhkan pada kasus ini. Ketika salah satu dari
dua titik fokus tadi sudah disatukan dalam satu titik, dibutuhkan
lensa sferis untuk membawa titik fokus ini ke retina jika
dibutuhkan (pada kasus compound dan mixed astigmat).
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender
negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat)
atau dengan selinder positif dengan sumbu horizontal (30 – 150
derajat). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan
koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (30-150
derajat) atau bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu
vertikal (60-120 derajat).
31
b. Tatalaksana pada astigmat irregular(5)
Kasus ini tidak dapat ditatalaksanai dengan kacamata, untuk
astigmat yang eksternal akibat kelainan kurvatur kornea, dapat
diberikan kontak lensa rigid, keratoplasti, atau koreksi bedah.
Pada kasus astigmat ireguler yang kelainannya dari lensa
(internal) dapat dilakukan ekstraksi lensa dan implantasi lensa
buatan.
Gambar 27. (A) Astigmat tanpa koreksi (B) Astigmat sudah dikoreksi dengan lensa sferis (C)
Astigam sudah dikoreksi dengan lensa sferis dan silinder (10)
32
DAFTAR PUSTAKA
33