Anda di halaman 1dari 10

CULTURAL SIGNIFICANCE:

KAWASAN BERSEJARAH KOTA SIAK SRI INDRAPURA

Irham Temas Sutomo,1 Aidil Surya, 2


1Mahasiswa Pasca Sarjana Arsitektur Universitas Bung Hatta Padang,
e-mail: irhamtemas@gmail.com
2Mahasiswa Pasca Sarjana Arsitektur Universitas Bung Hatta Padang,

e-mail: aidil66000@gmail.com

INFORMASI ARTIKEL Abstrak


Kota Siak Sri Indrapura merupakan ibukota Kabupaten Siak yang
terletak di Provinsi Riau, kota ini pada abad ke-18 pernah menjadi
pusat pemerintahan kesultanan Melayu Islam dengan cakupan
wilayah yang sangat luas dari Tamiang (Aceh) hingga Sambas.
Dinamika pembangunan yang terus menggeliat di kabupaten ini
telah mengancam keberadaan tinggalan masa lalu yang tersebar di
kota tersebut. Upaya pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan
pelestarian dan perlindungan perlu segera dilakukan. Didalam
proses pelestarian warisan budaya menurut Piagam Burra
1981,1999 dan 2013 (The Australian ICOMOS Charter for Places of
Cultural Significance) tahapan kajian signifikansi merupakan
tahapan awal dan paling kritis yang harus dilewati sebelum
membuat kebijakan pelestarian. Kesalahan dalam melakukan
penilaian makna kultural dapat berakibat fatal pada keputusan
tindakan konservasi selanjutnya. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif eksploratif, dengan berpedoman
pada beberapa pendapat para ahli dan The Australian ICOMOS
Charter for Places of Cultural Significance sebagai dasar dalam
menggali, mengumpulkan dan menganalisa informasi tentang
nilai keunggulan suatu tempat. Penelitian ini bertujuan untuk
menemukan nilai keunggulan Kota Siak Sri Indrapura yang
Kata kunci: menjadi pedoman dalam kegiatan pelestarian di masa yang akan
Cultural significance, datang.
Kota Bersejarah, Kata Kunci: Cultural significance, Kota Bersejarah, Pelestarian,
Pelestarian, Warisan Budaya
Warisan Budaya
. Abstract
The City of Siak Sri Indrapura is the capital of Siak Regency located
in Riau Province. In the 18th century, the City was the center of the
Sultanate of Malay Muslim with a very wide territory ranging from
Tamiang (Aceh) to Sambas. The dynamics development in this
district has endangered the existence of the scattered past in the city.
The government's efforts to issue conservation and protection
policies are imperative. In the process of preserving cultural
heritage, the 1981, 1999, and 2013 Burra Charter (The Australian
ICOMOS Charter for Places of Cultural Significance) has released the
stages in developing the significance study as the preliminary and
the most critical stages that must be undergone before establishing
a conservation policy. Any mistakes in assessing cultural meanings
can be of a decisive failure in taking further action towards
conservation decisions. The method used in this study is descriptive
explorative, based on some opinions of the experts and The
Australian ICOMOS Charter for Places of Cultural Significance. The
opinions were used as the basis in exploring, collecting, and
analyzing information about the advantage values of the places. This
203
study aims to find the excellent values of Siak Sri Indrapura City
which can become the guidelines for future conservation activities.
Keywords: Cultural significance, Historic City, Preservation,
Cultural Heritage
© 2018

PENDAHULUAN internal kerajaan. Namun dimasa Sultan ke XI


(Sultan Syarif Hasyim) secara ekonomi dan
Kota Siak Sri Indrapura Sebagai Kota hubungan diplomasi Internasional (Perancis,
Bersejarah Belanda, Inggris dan Turki) kejayaan Siak mencapai
puncaknya. Dimasa ini Siak Sri Indrapura memiliki
peran penting dalam perdagangan global abad ke-
Kota Siak Sri Indrapura merupakan ibukota 18 sebagai pintu gerbang alur distribusi hasil bumi
Kabupaten Siak yang terletak di Provinsi Riau, kota pedalaman dan pantai timur Sumatera menuju
ini pada abad 18 pernah menjadi Kesultanan Melayu pelabuhan antar bangsa (Malaka) melalui pelayaran
Islam dengan cakupan wilayah yang sangat luas dari di Sungai Siak. Perkembangan pembangunan Kota
Tamiang Aceh hingga Sambas. Namun berbagai Siak Sri Indrapura setelah dimekarkan selama 17
peristiwa penting yang terjadi pada masa kolonial tahun belakangan ini dirasakan sangat pesat dan
seperti perjanjian Traktat London (1824) dan mulai mendesak keberadaan warisan budaya kota.
Traktat Siak (1858) telah mengakibatkan semakin Perlu sebuah upaya pelestarian dan perlindungan
berkurangnya wilayah kesultanan ini hingga melalui kebijakan pemerintah daerah setempat agar
akhirnya di masa Orde Baru kesultanan ini seperti warisan budaya kota tidak rusak dan punah tetapi
hilang, karena wilayah ini hanya menjadi sebuah justru menjadi bagian dari dinamika pembangunan
Kecamatan dari Kabupaten Bengkalis. Pada tahun yang bernilai positif.
1999 berdasarkan Keputusan Gubernur Propinsi
Riau No.253/U/1999 tanggal 26 Mei 1999, Menurut The Australian ICOMOS Charter for Places
kecamatan Siak resmi memekarkan diri dari of Cultural Significance 2013 dan Piagam Burra
Kabupaten Bengkalis menjadi Kabupaten Siak sebelumnya (1981 dan 1999), tahapan awal dalam
dengan ibu kota Siak Sri Indrapura. proses pelestarian dan perlindungan yang perlu
dilakukan sebelum membuat kebijakan pelestarian
Kesultanan Siak Sri Indrapura bermula dari tahun adalah mengumpulkan dan menganalisa informasi
1723 (Sultan Abdul Jalil Rakhmad Syah) hingga tentang nilai keunggulan (culture heritage value)
1946 (Sultan Syarif Kasim II) dengan 13 (tiga belas) suatu tempat (places) yang mencakup fabric, rona
periode pemerintahan dan menabalkan sebanyak (setting), fungsi, asosiasi, makna dan catatan-
12 Sultan. Pusat pemerintahan telah berpindah catatan yang terkait dengan tempat tersebut,
sebanyak 5 (lima) kali namun tetap berada sehingga didapatkan suatu pernyataan tentang
disepanjang aliran Sungai Siak dan kejayaan Siak mengapa sebuah obyek lansekap budaya penting
mencapai puncak dimulai dari Sultan Siak ke III untuk di lestarikan. Kajian ini bertujuan untuk
(Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin) hingga ke VIII menemukan pernyataan tentang mengapa Kota Siak
(Sultan Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin) dengan Sri Indrapura menjadi penting untuk dilakukan
wilayah kekuasaan mencapai Tamiang Aceh dan upaya pelestarian dan diharapkan dari kajian ini
Sambas. Setelah Sultan ke VII wafat kerajaan ini dirumuskan suatu kebijakan perlindungan bagi Siak
banyak kehilangan wilayah kekuasaannya akibat Sri Indrapura sebagai Kota Bersejarah.
politik adu domba penjajah kolonial dan konflik

Gambar 1 Kabupaten Siak (gbr.kiri) dan Kota Siak Sri Indrapura (gbr.kanan)
Sumber : Dinas Tata Ruang Kabupaten Siak

204
STUDI PUSTAKA
a. Nilai sejarah menurut Kerr (1982), termasuk
Definisi signifikansi budaya menurut Piagam Burra nilai sejarah karena mempengaruhi atau
1981 (Kerr, 1985), adalah nilai-nilai estetis, historis, dipengaruhi oleh sebuah figur sejarah,
ilmiah, sosial atau spiritual untuk generasi dahulu, peristiwa-peristiwa atau fase-fase suatu
kini atau masa datang. Disarikan dari Lucia (2016), kegiatan yang bersejarah, termasuk pula lokasi
signifikansi budaya tersirat dalam tempat itu yang merupakan tempat terjadinya peristiwa
sendiri, bahan-bahannya, tata letaknya, fungsinya, penting. Signifikansi sejarah menjadi lebih
asosiasinya, maknanya, rekamannya, tempat- besar nilainya bila tempat-tempat tersebut
tempat dan obyek-obyek terkait. Bahan-bahan terdapat fakta fakta yang menyertainya atau
disini artinya seluruh material fisik sebuah tempat peristiwa-peristiwanya masih dapat bertahan,
termasuk komponen, isi dan obyek-obyek yang atau setting tersebut masih lengkap.
dapat memberi makna pada ruang dan bisa b. Nilai estetika menurut Kerr (1982), Sidharta
merupakan elemen penting dari signifikansi sebuah dan Eko Budihardjo (1989) adalah keindahan
tempat. Tata letak artinya kawasan yang mengitari bangunan-bangunan atau bagian dari kota
suatu tempat yang dapat mencakup jangkauan yang dilestarikan karena mewakili prestasi
visual. Tempat terkait artinya sebuah tempat yang khusus dalam suatu gaya sejarah
memberi kontribusi pada signifikansi budaya tertentu.Bangunan-bangunan dapat pula
tempat yang lain. Obyek terkait artinya obyek yang dilindungi apabila memiliki keistimewaan,
memberi kontribusi pada signifikansi budaya misalnya bangunan terpanjang, tertua,
sebuah tempat tetapi tidak berada pada tempat terbesar, yang pertama dan sebagainya. Tolok
tersebut. ukur estetika ini dikaitkan dengan nilai estetis
dan arsitektonis yang tinggi dalam hal bentuk,
Terdapat beberapa penilaian yang dapat digunakan skala, struktur, tata ruang, skala, tekstur,
dalam cultural significance The Burra Charter, material, bau, bunyi-bunyian yang menyertai
seperti historic (kesejarahan), aesthetic (estetika), suatu tempat dan ornamennya.
scientific (keilmuan) dan social (sosial) serta c. Masih menurut Kerr (1982), nilai sosial dalam
penilaian lain dapat digunakan sesuai dengan hal ini mencakup kualitas sebuah tempat yang
konteks permasalahan pada ruang tersebut. Synder menjadi fokus spiritual, politik, nasional, dan
dan Catanese (1979) dalam Budihardjo (1997:184) komitmen budaya lainnya untuk suatu
memberikan enam kriteria penilaian bangunan kelompok mayoritas atau minoritas.
bersejarah yaitu Kesejarahan, Kelangkaan, Kualitas d. Nilai ilmu pengetahuan menyangkut hal
Pengaruh, Keistimewaan, Estetika dan Kejamakan. kelangkaan, kualitas atau perwakilannya,
Selain keenam kriteria penilaian bangunan derajat tempat untuk dapat menyumbangkan
bersejarah tersebut Kerr (1982) dalam Budihardjo informasi substansial yang lebih jauh atau
(1989) juga menambahkan tiga kriteria lainnya manfaat tempat terhadap pengembangan ilmu
yaitu Nilai Sosial, Nilai Komersial dan Nilai Ilmiah. dan jasa informasi. Nilai kelangkaan yang
Sementara itu Martokusumo dalam tulisannya dimaksud di sini apabila bangunan hanya satu
menyatakan bahwa dalam upaya pelestarian kota dari jenisnya atau merupakan contoh terakhir
bersejarah maka perlu dilakukan penaksiran makna yang masih ada. Jadi termasuk karya yang
terhadap kota tersebut untuk menemukenali dan sangat langka atau bahkan satu-satunya di
memanfaatkan potensi lingkungannya seperti nilai dunia, tidak dimiliki oleh negara lain
kesejarahan, nilai keunikan dan nilai karakter/jiwa (Budihardjo, 1989).
tempat (spirit of place).
Penilaian ini dilakukan agar karekter suatu tempat
Didalam melakukan analisa penilaian kawasan kota dapat dikenali,baik dari bentuk fisik maupun peran
Siak Sri Indrapura digunakan variable penilaian fungsionalnya, dari penaksiran makna ini di
yang dikeluarkan oleh The Burra Charter 1982, dapatkanlah suatu pernyataan eksplisit tentang
karena dirasa lebih memiliki kesetaraan pendapat nilai dan kepentingan sebuah objek lanskap budaya
dengan penuturan para ahli seperti Attoe (1977), (bangunan, struktur dan tempat) penting untuk
Kerr (1982) dan Tiesdell (1996) tentang kriteria dilestarikan.
penentuan signifikansi budaya sebuah objek atau
tempat yaitu: a).Nilai Kesejarahan, b).Nilai Estetika, Pernyataan inilah yang disebut dengan istilah
c).Nilai Ilmu Pengetahuan , d).Nilai Sosial. Signifikansi Budaya atau Cultural Heritage
Significance atau seringkali disebut sebagai cultural
Kriteria penilaian makna kultural oleh ahli heritage value yang berarti nilai keunggulan budaya
dideskripsikan sebagai berikut : (Martokusumo, 2017).
205
METODOLOGI PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada Kota Siak Sri Sejarah Siak Sri Indrapura dalam Perdagangan
Indrapura khususnya pada beberapa area yang Dunia dan Asia Tenggara
masih terdapat sebaran obyek cagar budaya atau Selat Malaka memiliki peran strategis dalam politik
diduga cagar budaya, dengan menggunakan metode perdagangan penjajahan bangsa-bangsa Eropa yang
deskriptif explorative, penelusuran dilakukan ingin menguasai rempah-rempah dan barang
terhadap terhadap nilai-nilai keunggulan seperti; tambang seperti emas, timah dan perak di
kesejarahan, estetika, relasi dengan ilmu Nusantara dan Asia Tenggara melalui penguasaan
pengetahuan dan sosial-budaya. Penelusuran ini jalur maritime serta membangun negara-negara
dilakukan dengan mengumpulkan informasi koloni pada Abad 16 hingga 18 antara Portugis,
melalui dokumentasi dan literatur sejarah, Prancis, Inggris, Belanda dan Spanyol.
selanjutnya perekaman data lapangan dengan
observasi dan wawancara. Tahapan selanjutnya Pada tahun 1641 Sultan Johor dibantu oleh Belanda
adalah melakukan pengolahan data dan analisa berhasil menguasai Malaka dan mengusir Portugis,
dengan kategorisasi jenis bangunan atau sehingga berakhirlah kekuasaan Portugis di Malaka.
lingkungan yang diteliti baik skala makro atau Selanjutnya Belanda mulai mengambil alih
mikro sehingga dapat dikelompokan kawasan cagar pelabuhan dan segera membuat perjanjian dagang
budaya, situs cagar budaya, dan bangunan dengan Kerajaan di Semenanjung Melayu seperti
bersejarah. Kedah, Perak, Ujung Salang, Bangkeri. Dengan
dibukanya kembali pelabuhan Malaka di bawah
Didalam melakukan analisa penilaian kawasan kota penguasaan Belanda maka pelabuhan ini mulai
Siak Sri Indrapura digunakan variable checklist for ramai lagi disinggahi. Hal ini mengkhawatirkan
Assessing Cultural Significance yang dikeluarkan pihak Inggris yang telah memiliki pelabuhan di
oleh The Burra Charter 1982 dan disempurnakan Pulau Pinang dan Bengkulu (Pesisir Barat
oleh The Australian ICOMOS Charter for Places of Sumatera) sehingga mereka mulai mencari cara
Cultural Significance (2013), karena dirasa lebih agar dapat menguasai beberapa jajahan Belanda
memiliki kesetaraan pendapat dengan penuturan seperti Bengkalis dan Singapura. Hal ini
para ahli seperti Attoe (1977), Kerr (1985) dan menimbulkan ketegangan dan menyebabkan
Tiesdell (1996) tentang criteria penentuan munculnya Traktat London 1824.
signifikansi Budaya sebuah objek atau tempat yaitu: Akibat Traktat London maka terjadi pembagian
a). Nilai Kesejarahan b). Nilai Estetika c). Nilai Ilmu wilayah jajahan yang berdampak pada Siak dan
Pengetahuan d). Nilai Sosial, sehingga dapat negara Semenanjung, ini berakibat munculnya
menghasilkan sebuah pernyataan hal apa yang Traktat Siak 1858 dimana hasil perundingan ini Siak
membuat kota Siak menjadi begitu penting banyak kehilangan wilayahnya terutama di Pesisir
dilestarikan. Timur Sumatera. Traktat Sumatra di tanda tangani
pada tahun 1871 yang memberikan kebebasan
Tahapan terakhir adalah melakukan kajian makna kepadai Belanda untuk memperluas wilayah
kultural dengan melakukan penilaian sesuai dengan kekuasaannya, ini menyebabkan Aceh tidak
kriteria nilai-nilai keunggulan dan menetapkan menerima dan menyatakan perang kepada Belanda.
peringkat serta prioritas dalam melakukan upaya
pelestarian.

Gambar 2 Peta Politik Rute Perdagangan Penjajahan Bangsa Eropa

206
Siak Sri Indrapura dalam Perdagangan di Pulau kepada sumber kayu di Siak, yang mereka sebut
Sumatera sebagai kawasan hutan hujan yang tak berujung.
Dominasi Kesultanan Siak terhadap wilayah pesisir
Sungai Siak merupakan jalur penting bagi lalu lintas pantai timur Sumatera dan Semenanjung Malaya
berbagai produk perdagangan, mulai dari kapur cukup signifikan, mereka mampu mengantikan
barus, benzoar bahkan timah dan emas. Sementara pengaruh Johor sebelumnya atas penguasaan jalur
pada saat bersamaan masyarakat Siak juga telah perdagangan, selain itu Kesultanan Siak juga
menjadi eksportir kayu yg utama di Selat Malaka muncul sebagai pemegang kunci ke dataran tinggi
serta salah satu kawasan industri kayu terutama Minangkabau, melalui tiga sungai utama yaitu Siak,
untuk pembuatan kapal maupun untuk bangunan. Kampar, dan Kuantan, yang sebelumnya telah
Dengan cadangan kayu yang berlimpah, pada tahun menjadi kunci bagi kejayaan Malaka.
1775 Belanda mengizinkan kapal-kapal Siak
mendapat akses langsung kepada sumber beras dan
garam di Pulau Jawa, tanpa harus membayar
kompensasi kepada VOC namun tentu dengan
syarat Belanda juga diberikan akses langsung

Sungai Siak berpengaruh besar terhadap kemajuan


perekonomian Siak karena sungai ini menjadi satu-satunya jalur
yang tersingkat dan teraman keluar - masuk menuju pedalaman
Sumatra, yang kaya akan lada dan hasil bumi serta barang
tambang seperti emas dan timah sehingga Siak memiliki
penghasilan dari cukai kapal-kapal yang melewati dan singgah di
wilayah kekuasaannya.
Ada pun keistimewaan Sungai Siak adalah :
1. Memiliki kedalaman yang bisa dilewati Kapal bermuatan Besar
hingga ke tengah Pulau Sumatera
2. Arusnya tenang dan tidak ada bono di Muara
3. Terkoneksi dengan jalan darat ke Sungai-sungai lainnya seperti
Sungai Kampar, Rokan dan Indragiri.

Gambar 3 Peta Rute Perdagangan Pulau Sumatra Morfologi Kota Siak Sri Indrapura

Siak Masa Awal Berdiri (1723 – 1889) dipindahkan kembali ke Koto Tinggi (Siak Sri
Indrapura) dan terakhir semasa Sultan Syarif
Pada awalnya kota Siak Sri Indrapura adalah kota Hasyim (1889 -1908) pemerintahan tetap berada di
yang direncanakan (planed city) yang dibangun Koto Tinggi namun beliau membuat rancangan kota
setelah beberapa kali mengalami perpindahan Siak yang lebih modern dengan membangun Istana,
disepanjang Sungai Jantan (Siak) dengan berbagai Masjid dan Balairung Seri serta perkebunan karet
pertimbangan terutama kemudahan akses, karena pada tahun 1893, tidak ketinggalan pembangunan
dimasa itu sungai sangat memiliki peran sebagai pasar bagi perekonomian masyarakat.
jalur transportasi.
Pada masa fase Sultan Abdul Jalil Rakhmad Syah Siak Masa Kolonial (1889 – 1946)
(Raja Kecik), pusat pemerintahan berada di Buantan Ketika masa Sultan Hasyim barulah kota Siak
lebih kurang 16 Km dari Istana Siak hari ini, direncanakan dengan lebih baik dengan pembagian
selanjutnya perpindahan kedua di masa Sultan zona sebagai berikut :
Abdul Jalil Muzaffar Syah (1746 -1765) ke tepi 1. Kawasan Istana Asyiriah Hasyimiah
Sungai Mempura (anak Sungai Siak) sekitar 2 km a). Zona Komplek Istana Asyiriah Hasyimih yang di
dari tepi sungai Siak, dan perpindahan ketiga kali dalamnya terdapat beberapa istana seperti Istana
pemerintahan Siak Sri Indrapura menjadikan Panjang, Istana Limas dan Istana Peraduan,
Senapelan (Pekanbaru) sebagai ibu kota sementara didepan komplek istana ini ditepi sungai
kerajaannya dimasa Sultan Abdul Jalil Alamuddin terdapat istana lama yang dibangun semasa Sultan
Syah (1767 – 1780). Syarif Ali dan Ismail yang disebut Istana Melintang.
Dimasa Sultan yang ke tujuh, Sultan Syarif Ali Sementara diluar kompleks terdapat permukiman
(1784-1810) untuk keempat kalinya pemerintahan untuk kerabat yang disebut Kampung Dalam
207
b). Zona Pasar dan Pelabuhan Rakyat, didalamnya a). Rumah Para Datuk Dan Pembesar Kerajaan b).
terdapat pasar, klenteng, pelabuhan bongkar muat Makam dan Surau c). Ladang, d). Pelabuhan
dan pergudangan. Penyeberangan
c).Zona Pemerintahan, didalamnya terdapat 3. Kawasan Kolonial
Balirung Seri dan Masjid a). Tangsi Militer, b). Gedung Landraad dan
2. Kawasan Permukiman Para Datuk/Pembesar Controleur, c). Penjara d). Pos Bea Cukai, e).
Istana (Kampung Tengah Mempura) Permukiman Militer Belanda, f). Kuburan Belanda

Gambar 4 Morfologi Kota Siak Sri Indrapura

Sebaran Aset Pusaka Kota Siak Sri Indrapura a). Kawasan Istana (Zona A), b).Kawasan Pembesar
Berdasarkan survey lapangan banyak ditemukan Kerajaan (Zona B) dan c).KawasanKolonial (Zona C).
sebaran aset pusaka di Kabupaten Siak, hal ini
disebabkan dahulunya kerajaan Siak Sri Indrapura
memiliki wilayah luas, namun pada penelitian ini
aset pusaka hanya difokuskan pada zona yang telah
deliniasi oleh BPCB yaitu:

Gambar 5 Sebaran Aset Pusaka Kota Siak Sri Indrapura

208
Tabel 1 Nama Aset Pusaka pada masing-masing Zona
Zona A Zona B Zona C
Istana Assyeriah Hasyimiah Rumah Datuk Pesisir Gedung Tangsi Belanda
Istana Peraduan Makam Datuk Pesisir Gedung Landraad
Sekolah Taufikiyah Komplek Makam Datuk Gedung Countroleur
Kampar
Madrasah Tun Nisa’ Komplek Makam Sultan Gedung Telegrap
Ismail
Makam Sultan Syarif Kasim II Benteng Koto Salama Kuburan Belanda
Masjid Syahabuddin ( Masjid Komplek Makam Syeh Pos Bea-cukai Rumah
Istana) dan Pembesar Agama Militer
Komplek Makam Koto Tinggi Suak Kelakap
Jembatan Istana
Lapangan Istana
Gudang Musiu
Suak Istana
Kelenteng Hock Sio Kiong
Sekolah Tionghoa
Sekolah Belanda ( HIS)
Pasar Lama Siak (Pecinan)

Sumber: (Hasil Survey, 2017)

Gambar 6 Aset Pusaka Kota Siak

Penilaian Signifikansi Setting Kawasan (Elemenarsitektonis, Gaya, Ornamen, Material,


Eksterior, Interior, Kelangkaan dan Konteks
Penilaian signifikansi kawasan bersejarah Lingkungan). Hasil penilaian ini selanjutnya
dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan dijadikan alat bantu dalam melakukan penilaian
penilaian pada masing-masing aset pusaka didalam signifikansi bagi kawasan bersejarah dengan
kawasan dengan cara membagi kedalam dua pembobotan pada masing-masing zona dengan
kategori yakni: Nilai Kesejarahan (Usia, Sosial, variable nya yakni: a).Setting Fisik Sejarah
Ekonomi dan Politik) dan Nilai Budaya b).Setting Fisik Sosial c).Setting Fisik Estetika dan
d).Setting Fisik Pengetahuan, hasilnya sebagai
berikut:

209
Tabel 2 Tabel Penilaian Signifikansi Kota Siak

Nilai
N Range
Nilai Signifikansi Parameter Penilaian
o Nilai Zona A Zona B Zona C
0 - 30 Tidak memiliki catatan sejarah
Setting Fisik 30 - 60 Terkait dengan perkembangan kota
1
Sejarah Terkait secara langsung dengan
60 - 100 100 90 90
peristiwa/tokoh penting

Tidak memiliki nilai spiritual dan


0 - 30
budaya lokal
Setting Fisik Memiliki nilai spiritual, budaya dan
2 30 - 60
Sosial politik lokal
Memiliki nilai spiritual, budaya, politik
60 - 100 90 100 80
lokal, dan menjadi identitas kota

Tidak memiliki keistimewaan dan nilai


0 - 30
estetis arsitektonis
Setting Fisik
3 30 - 60 Memiliki nilai estetis arsitektonis
Estetika
Memiliki ke istimewaan dan nilai estetis
60 - 100 100 70 80
arsitektonis

Tidak menyumbangkan informasi


0 - 30
substansi terhadap pengetahuan
Setting Fisik Memiliki sumbangan informasi terhadap
3 30 - 60
Pengetahuan pengetahuan
Memiliki kelangkaan dan merupakan
60 - 100 100 90 90
contoh terakhir yang masih ada.

Keterangan: 0-30 = Tidak Signifikan 30-60=Signifikan 60-100 = Sangat Signifikan

Gambar 7 Setting Fisik


Kota Siak Sri Indrapura
(Foto:Tangsi Belanda,Istana
Siak,Balai Kerapatan,Masjid
Istana,Kawasan Pecinan,
Countroleur, Klenteng dan
Rumah Datuk Peisir)

210
Signifikansi Kota Siak Sri Indrapura pengetahuan tentang konstruksi bata pada masa itu
a. Setting Fisik Sejarah khususnya sistem struktur bawah dan juga sistem
penghawaan bangunan. Sementara pada Zona B
Tiga zona( Istana, Pembesar Kerajaan dan Kolonial) (kawasan Kampung Tengah) banyak di temukan
yang dikaji pada kawasan kota Siak Sri Indrapura bangunan tradisional berbahan kayu dengan sistem
memiliki nilai signifikans tinggi, karena banyak konstruksi dan ukiran yang menarik.
peristiwa atau fase bersejarah yang terjadi pada Sama halnya dengan Istana yang dibangun pada
masing-masing zona dengan karakter dan setting tahun 1889 memiliki pondasi dangkal namun
yang masih bertahan dan lengkap. Sementara pada hingga saat sekarang bangunan dua lantai ini masih
zona A (Kawasan Istana Assyeriah Hasyimiah) berdiri kokoh tanpa mengalami kerusakan struktur
sebagai pusat pemerintahan kerajaan pada masa itu yang fatal mengingat usia bangunan yang sudah
memiliki nilai sangat signifikan sebab terkait lebih seratus tahun. Namun yang unik di kawasan
dengan banyak tokoh dan peristiwa yang melekat ini adalah teknik de-watering lahan yang disebut
disana hingga kini. dengan Suak, teknik ini mampu menjaga kota tidak
banjir walau berada di tepi sungai.
b. Setting Fisik Sosial
KESIMPULAN
Zona B (kawasan Kampung Tengah) sebagai
kawasan para pembesar dan komunitas adat Berdasarkan pada pembahasan dan hasil kajian
memiliki nilai setting fisik sosial yang lebih tinggi maka dibuat suatu pernyataan penting kenapa Kota
dibanding dengan Zona A dan Zona C. Hal ini Siak Sri Indrapura perlu dilakukan upaya
disebabkan dalam tatanan masyarakat tradisional pelestarian dengan tinjauan sebagai berikut:
Melayu peran para datuk sebagai pimpinan/tokoh
adat sangat penting. Pola permukiman tradisional Kota Kerajaan Melayu Islam di Tepi Sungai
dan pembentukan ruang kawasan membentuk a. Pusat pemerintahan Siak berada ditepi sungai
setting fisik yang unik karena yang dibangun nilai- dan dalam kajian perkembangan morfologi
nilai adat dan tradisi. Setting fisik sosial itu hingga kota-kota di Asia Tenggara khususnya kota
saat ini masih ada dan dapat ditemukan, misalnya tepian sungai disebutkan bahwa struktur
pembagian ruang berdasarkan suku, pemanfaatan dibentuk dari kawasan tepi sungai dimulai dari
lahan berdasarkan aktifitas mata pencaharian, akses tepi sungai memasuki aliran sungai-
aktifitas nilai-nilai tradisi serta penghormatan sungai dangkal yang dapat diarungi beberapa
terhadap lingkungan sekitar. ratus meter dari hulu dan jalan setapak
berlumpur atau rawa dari kampung ke
c. Setting Fisik Estetika kampung dan memusat ke tepi sungai.
Selanjutnya di titik pusat kota didirikan Istana
Zona A (kawasan Istana Assyeriah Hasyimiah) (yang disebut dalam) dan diikuti bangunan
memiliki nilai yang tinggi di dalam setting fisik penting lainnya seperti masjid dan balai
estetika, hal ini karena banyak asset pusaka pada pertemuan.
kawasan ini berupa bangunan atau struktur dengan b. Komplek Istana biasanya berada didalam
gaya, ornamen dan elemen arsitektonis yang struktur Benteng Tanah yang di kenal dengan
istimewa dan unik. Hal ini karena sebelum komplek istilah Koto, didalamnya terdapat beberapa
Istana dan kawasan pusat pemerintahan dibangun, rumah termasuk istana raja dan keluarganya.
Sultan Hasyim melakukan lawatan ke Eropa untuk c. Pola ruang kota seperti ini banyak ditemukan di
melihat arsitektur istana-istana disana untuk wilayah sepanjang Pantai Timur Sumatera
perbandingan. Istana Asseriyah Hasymiah mulai dari Aceh hingga Palembang sejak abad
merupakan hasil lawatan sultan, bangunan dengan ke 7 dan ini merupakan hasil dari proses
gaya perpaduan Eropa dan Islam yang memasukan budaya manusia dalam menciptakan ruang
ornamen dan beberapa identitas budaya Melayu. kehidupan sesuai kondisi bentang alam yang
terus berubah sesuai sejarah yang
d. Setting Fisik Pengetahuan mengikutinya.

Secara nilai ilmu pengetahuan pada masing-masing


Kota Modern Masa Kolonial di Tepi Sungai
zona memiliki banyak nilai penting yang bisa
dijadikan sumbangan informasi bagi pengetahuan, a. Kota Siak Sri Indrapura merupakan kota yang
sebagai contoh pada zona C (kawasan kolonial) dirancang dari awal semasa Sultan Hasyim
teknik konstruksi bangunan Tangsi Belanda setelah (1889) terinspirasi oleh kota-kota di Eropa.
dilakukan penelitian ditemukan banyak Sistem kanal yang dikenal dalam istilah melayu

211
Suak menjadi karakter kota tepian air yang d. Sistem Pertahanan dan Keamanan: a).Suak
menjadikan sungai sebagai sarana transportasi b).Benteng Tanah c).Loji d).Gelanggang.
pada masa itu.
b. Kota Siak Sri Indrapura bukan kota pelabuhan, Dari tinjauan diatas maka upaya pelestarian dan
walau menguasai jalur perdagangan aktifitas di perlindungan terhadap Kota Siak Sri Indrapura
Kota Siak hanya berfungsi sebagai pusat sangat mendesak untuk dilakukan mengingat nilai
pemerintahan, sementara pelabuhan diletakan penting yang dimiliki dalam kesejarahan terutama
pada sisi hulu dan hilir sungai di beberapa sejarah perdagangan dunia dan Asia pada abad ke-
simpul perdagangan . 18, serta nilai penting lansekap budaya kawasan
c. Pengelompokan penggunaan wilayah di Kota perkotaan karena adanya sungai Siak sebagai
Siak dibagi berdasarkan struktur organisasi pengikat tiga kawasan dalam satu wilayah dengan
kerajaan dan pemangku kerajaan yang karakter berbeda dan unik, keunikan kota tepi
dipisahkan oleh Sungai Siak: a).Zona Istana sungai yang terencana pada awal abad ke 19
(Sultan dan Kerabat Sultan), b).Zona Pemangku perpaduan rancang kota Eropa dan Arsitektur
Adat, c). Zona Perekonomian dan pelabuhan, Melayu Islam.
setelah Belanda berhasil menancapkan
kekuasaannya barulah muncul d).Zona Kolonial
dan Pecinan

DAFTAR PUSTAKA The Venice Charter, 1964, International Charter


for the Conservation and Restoration of
Ahmad Yusuf,et-al, 1992, Sultan Syarif Kasim II Monuments and Sites.
Raja Terakhir Kerajaan Siak Sri
Indrapura, Pemerintah Daerah Provinsi
Riau.
Helly L, E. Kusuma, 2017, Aspek-Aspek
Pertimbangan dalam Perencanaan
Pelestarian Kawasan Pusaka (Heritage),
Jurnal Temu Ilmiah IPLBI 2016.
Hijmans Van Anrooy, HA, Catatan Tentang
Kerajaan Siak, Terjemahan S.Panjaitan.
ICOMOS-Australia 2013, The Burra Charter: the
Australia ICOMOS Charter for Places of
Cultural Significance.
Jakle, J. (1987). The Visual Elements of
Landscape. University of Massachusetts
Press.
Jiven, G. & Larkham, P.J., 200, Sense of Place,
Authenticity and Character: A
Commentary. Journal of Urban Design,
Vol. 8, No. 1, 67–81, 2003.
Kerr, J.S., 1985, The Conservation Plan. The
National Trust of Australia.
Martokusumo, W., 2015, Arsitektur dan
Pelestarian: Menuju Pengelolaan
Berkelanjutan Bangunan dan
Lingkungan Cagar Budaya. Orasi Ilmiah
Forum Guru Besar ITB, 25 Sept 2015.
Martokusumo, W, 2016, Pemaknaan Tempat
dalam Pelestarian Arsitektur Jurnal
Temu Ilmiah IPLBI 2017
Stanly P., Nicholas, Talley Jr., M. K., Alessandra. M.
V. eds, 1996, Historical and Philosophical
Issues in the Conservation of Cultural
Heritage.

212

Anda mungkin juga menyukai