Anda di halaman 1dari 59

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH FARMAKOLOGI


“OBAT-OBATAN SISTEM REPRODDUKSI”

Nama Kelompok :

1. Martha Merlyanti S. (1801019)

2 Paula Falentina Maas (1801024)

3. Yeremia Kumorojati (1801032)

STIKES BETHESDA YAKKUM


YOGYAKARTA
2019
Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan
menyelesaikan Makalah Farmakologi yang berjudul “Obat-obatan Sistem Reproduksi.”
Makalah Faramakologi Obat Reproduksi ini disusun sebagai sebagai media belajar bagi
mahasiswa, sehingga mahasiswa dapat belajar Farmakologi Obat Reproduksi dengan lebih
mudah.
Kami menyadari dari penyusunan praktikum ini banyak kekurangan dalam penyusunan
karena kami menyadari bahwa kami tidak sempurna dan kesempurnaan hanyalah milik Tuhan
Yang Maha Esa, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan masukan untuk memperbaiki
makalah yang sudah kami susun

Yogyakarta, 01 April 2019


Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obat merupakan benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyaki,
meredakan/menghilangkan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh yang
bersumber dari hewan, tumbuhan, sinetis.
Obat reproduksi adalah sediaan yang dapat mengurangi/menghilangkan gejala
maupun penyakit dalam sistem reproduksi manusia. Obat-obatan tersebut sangat
dibutuhkan oleh manusia baik pria maupun wanita untuk menjaga kesehatan reproduksi
mereka masing-masing. Tetapi perlu diketahui bahwasanya obat-obatan tersebut
memiliki efek negatif dan positif bagi tubuh pada saat mengonsumsinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja obat-obatan yang berkaitan dengan kehamilan?
2. Apa saja obat-obatan yang berkaitan dengan kesehatan dan kelainan pada wanita?
3. Apa saja obat-obatan yang berkaitan dengan masa nifas dan bayi baru lahir?
4. Apa saja obat-obatan yang berkaitan dengan kesehatan dan kelainan reproduksi pria?
5. Apa saja obat-obatan yang berkaitan dengan hubungan seksual dan infertilitas?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui obat-obatan yang berkaitan dengan kehamilan.
2. Untuk mengetahui obat-obatan yang berkaitan dengan kesehatan dan kelainan pada
wanita.
3. Untuk mengetahui obat-obatan yang berkaitan dengan masa nifas dan bayi baru lahir.
4. Untuk mengetahui obat-obatan yang berkaitan dengan kesehatan dan kelainan
reproduksi pria.
5. Untuk mengetahui obat-obatan yang berkaitan dengan hubungan seksual dan
infertilitas
BAB II
PEMBAHASAN
I. OBAT KEHAMILAN
1. Pemakaian Obat Terapeutik Dalam Kehamilan
Indikasi yang paling umum untuk pemakaian obat terapeutik selama kehamilan
adalah untuk tambahan nutrisional dengan Zat Besi, vitamin dan mineral dan
pengobatan mual dan muntah, keasaman lambung, dan nyeri ringan.
a) Zat Besi
 Produk-Produk Obat yang Mengandung Zat Besi
 Fero Sulfat (Fer-In-Sol, Feosol, Fero-Gradumet, Mol-Iron)
 D : PO : 300-600 mg/hari dalam dosis terbagi.
325 mg sehari cukup untuk memenuhi kebutuhan klien hamil yang tidak
mengalami defisiensi besi; pada defisiensi besi harus menerima 325 mg
2-3 x per hari.
 Pemakaian dan Pertimbangan : Hematinik ; untuk anemia defisiensi besi;
pencegahan defisiensi besi pada kehamilan; menggantikan cadangan besi
yang diperlukan untuk pembentukan SDM; waktu paruh TD; kontra
indikasi pada hipersensitivitas dan tukak peptic; mengurangi absorbsi
tetrasiklin, penicilinamin, antasid; absorbsi meningkat jika disertai
vitamin C; absorbs berkurang bersama telur, susu, kopi, the; dapat
mengurangi tersedianya zinc dalam diet.
 Fero glukonat (Fergon, Ferralet, Simron)
 D : PO : 200-600 mg, t.i.d
 Pemakaian dan Pertimbangan : Hematinik ; untuk anemia defisiensi besi;
pencegahan defisiensi besi pada kehamilan; menggantikan cadangan besi
yang diperlukan untuk pembentukan SDM; waktu paruh TD; kontra
indikasi pada hipersensitivitas dan tukak peptic; mengurangi absorbsi
tetrasiklin, penicilinamin, antasid; absorbsi meningkat jika disertai
vitamin C; absorbs berkurang bersama telur, susu, kopi, the; dapat
mengurangi tersedianya zinc dalam diet.
 Fero Fumaret (Fumasorb, Eldofe,fecot,Femiron, Feostat)
 D : PO : 200 mg, t.i.d. atau q.i.d.
 Pemakaian dan Pertimbangan : Hematinik ; untuk anemia defisiensi besi;
pencegahan defisiensi besi pada kehamilan; menggantikan cadangan besi
yang diperlukan untuk pembentukan SDM; waktu paruh TD; kontra
indikasi pada hipersensitivitas dan tukak peptic; mengurangi absorbsi
tetrasiklin, penicilinamin, antasid; absorbsi meningkat jika disertai
vitamin C; absorbs berkurang bersama telur, susu, kopi, the; dapat
mengurangi tersedianya zinc dalam diet.
 Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan
Efek yang paling sering adalah nausea, konstipasi, tinja berwarna hitam seperti
ter, nyeri pepigastrik, muntah dan diare. Selain itu jika cairan tidak dicairkan dan
diberikan dengan menggunakan sedotan plastik akan mengubah warna gigi
sementara waktu.
b) Asam Folat (Vitamin B9)
Selama kehamilan Asam Folat (Vitamin B9, Folasin) adalah yang diperlukan
dalam jumlah yang lebih banyak. Defisiensi Asam Folat diawal kehamilan dapat
menyebabkan aborsi spontaneous atau defek kelahiran (mis. Defek pada tabung
saraf), kelahiran prematur, berat badan lahir yang rendah, dan solusio plasenta
(pelepasan plasenta yang lebih dini dari seharusnya).Kebutuhan Asam Folat yang
direkomendasikan untuk sehari adalah 180 gram. Untuk kehamilan diperlukan Asam
Folat sebanyak 400-800 gr.
 Efek Samping dan Reaksi Yang Merugikan
Efek samping mencakup Bronkospasme, alergi, ruam kulit, pruritus,
eritema, dan malaise (dedar) umum.
Sediaan vitamin untuk prenatal biasanya mengandung besi, sam folat, dan
vitamin serta mineral. Sediaan vitamin dan mineral yang sering dipakai dalam
kehamilan eisajikan dalam Appendiks D.
2. Obat-Obatan Untuk Gangguan Kehamilan
a) Obat-obat Untuk Mual dan Muntah Selama Kehamilan
Mual dan muntah selama kehamilan dini paling banyak dikeluhkan oleh ibu hamil
(kira-kira 88%) kemungkinana disebabkan oleh peningkatan kadar gonadotropin
korionik manusia, perubahan-perubahan dalam metabolism karbohidrat, dan
perubahan-perubahan emosi.
 Produk-Produk Obat Untuk Mual dan Muntah Selama Kehamilan
 Antikolenergik
Antihistamin
Meklizin (Antivert, Bonaminea, vestol)
 PO : 20-50 mg, q.d. (setiap hari)
 Pemakaian dan Pertimbangan : Tidak terbukti teratogenesis; dipakai sejak
tahun 1956; dianggap ringan; tersedia sebagai obat bebas; bekerja pada
labirin, SSP, menghambat daerah pemicu kemoreseptor, yang bekerja pada
saat pusat muntah; lama kerja8-24 jam; waktu patuh 6 jam; efeknya
meningkat bersama alcohol, trankuliser, narkotik; kini jarang dipakai ,
meskipun literatur menunjukkan obat ini aman pada manusia dan mempunyai
efek teratogenik pada tikus; kategori kehamilan B.
 Trimetobenzamid (Tigan, T-Gen)
 200 mg per rektal, setiap 6-8 jam
 Pemakaian dan Pertimbangan : kerjanya tidak jelas; mungkin diperantai
melalui CTZ; tidak menhambat implus langsung pada pusat muntah secara
kimiawi digolongkan sebagai derivat atanolamin hati-hati pemakaiannya pada
klien ditritmia jantung, glokoma sudut sempit, asma, dan obstruksi
piloroduodenum.
 Antidopaminergik
Fenotiazin
Proklorperazin (Compazine, Chlorazine)
 10 mg/per rekctal, setiap 4-6 jam
 Bekerja sentral dengan menghambat CTZ, diikuti dengan kerja pada pusat
muntah ; karegori kehamilan C; tidak dianjurkan pemakaiannya kecuali
gejala-gejala sangat berat an terus menerus hingga dokter yakin bahwa keu
tungan pemakaiannya lebih bahaya yang mungkin timbul; yaitu ikterus yang
berkepanjangan, tanda-tanda ekstrapiramidal (gangguan pergerakan),
hiporefleksia atau hiperefleksia pada bayi baru lahir efek berkurang
mungkin terlihat jika diberikan bersama antacid atau barbiturat; merupakan
kontra indikasi jika terdapat banyak pemakaian penekan SSP (alcohol,
barbiturate, narkotik); hati-hati pemakaiannya pada klien glukoma.
 Larutan Karbohidrat Fosforasi
(Emetrol, Naus-A-Way, Nausetrol)
 PO; 15-30 ml mula-mula, ulangi setiap 3 jam jika mual mengancam
 Larutan karbohidrat hiperosmilar dengan asam fosforat bekerja langsung
pada dinding saluran gantrointestinal untuk mengurangi interaksi otot polos,
memperlambat waktu pengosongan lambung, dan meredakan mual serta
muntah; preparat obat bebas; mengurangi kontraksi otot polos sesuai dengan
jumlah obat yang dipakai; data obat tidak memadai untuk mengetahui
efektifitas obt dengan jelas; penderta diabetes harus menghindari pemakian
obat ini karena terdapat fruktosa dekstrosa dalam larutan.
 Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan
Berikut ini adalah efek samping dari obat-obat anti mual dan anti muntah yang
dipakai dalam kehamilam :
 Meclizine : pusing, rasa mengantuk, mulut dan hidung kering, pandangan
kabur, diplopia, retensi urine, urtikaria, ruam kuit, dan sakit kepala. Efek
kardiovarkular meliputi hipotensi, palpitasi, takikardia.
 Trimetobezamin : dosis rektal dari obat ini lebih tidak dapat diduga efek
sampingnya antara lain adalah rasa mengantuk diare, depresi, kram otot,
rekasi alergi, dan gelaja-gejala ekstrapiramida.
 Prochlorperazine : senyawa piperazine venotiazine ini dapat menyebabkan
euphoria, reaksi hipersensitifitas, pusing, hipotensi, rasa mengantuk, sakit
kepala, gejala ekstrapiramida, pandangan kabur, mulut kering, rasa metalik,
retensi urine, leukopenia, transiet, dan kelian hematologis lain (ikterik,
diskrasia darah), takikardia, kegagalan sikulasi dan depresi pernafasan.
 Larutan Karbohidrat : yang mengandung pospor, sakit perut, dan diare dapat
timbul dari pemaparan yang lama dari dosis besar fruktosa.
b) Penyakit Nyeri Ulu Hati
Nyeri Ulu Hati (Porosis) adalah suatu sensasi terbakar yang dirasakan
pada daerah epigastrik dan dada yang timbul dengan refluks isi asam lambung.
Klien hamil mengalamipenurunan motilitas gastrointestinal sebagai akibat
peningkatan normal hormon progesteron. Progesteron juga merelaksasi spinkter
jantung (spinkter yang menghubungkan lambung dari esophagus), sehingga
kemungkinan refluks (berlawanan dengan peristaltik) menjadi lebih besar.
Pencernaan dan pengosongan lambung lebih lambat daripada keadaan tidak
hamil. Nyeri ulu hati sering bila ibu hamil duduk atau berbaring segera sesudah
makan, hal ini membuat lambungnya yang membesar, mendorong ke atas,
menyebabkan meningkatnya aktivitas refluks dan persepsi hiperasiditas.nyeri ulu
hati adalah suatu gamgguan pada trimester kedua dan ketiga kehamilan.
Banyak klien yang tidak menyadari bahwa obat-obatan tradisional yang
seringkali dipakai oleh wanita tidak hamil (mis. Sodium Karbonat [baking Soda],
Alka-Seltzser, Bromo-Seltzer, Rolaids) dapat membahayakan selama kehamilan.
Klien biasanya tidak menyadari bahwa kesalahan dalam memilih Antasid dapat
menimbulkan diare, konstipasi, atau ketidakseimbangan elektrolit. Kombinasi
tindakan-tindakan nonfarmakologisdan pemakaian sejumlah kecil Antasid yang
aman harus cukup memenuhi kebutuhan klien hamil secara efektif.
Antasid yang menjadi pilihan bagi klien hamil adalah produk-produk
rendah garam nonsistemik (produk-produk yang secara dietik dianggap bebas
Natrium) yang mengandung campuran Aluminium dan Magnesium (dalam
bentuk Hidroksin). Kedu zat ini juga dapat ditemukan dalam bentuk campuran
Magaldrat (dikenal juga sebagai Hidroksimagnesium Aluminat). Beberapa produk
juga mengandumg Simetikon (suatu Antifatulen untuk mengurangi tegangan
permukaan gelembung gas gastrointestinal, dan mempercepat pengeluaran gas).
Antasid Kalsium Karbonat tidak dianjurkan untuk klien hamil karena efek
rebound setelah penetralan asam oleh Antasid dimana terjadi hipersekresi asam.
Antasid cair adalah bentuk sediaan yang paling sering dipakai untuk
wanita hamil karena kelarutannya yang merata, kerjanya yang cepat, dan aktivitas
yang lebih besar. Tablet juga cukup baik, terutama karena lebih nyaman, tetapi
harus dikunyah dengan baik dan klien meminum cukup cairan.
Rekomendasi dosis untuk preparat Antasid harus dijelaskan oleh dokter,
tetapi sebagai aturan umum, tidak boleh memakai lebih dari 12 tablet atau 12
sendok dalam 24 jam tergantung dari kekuatan obat.
 Produk-Produk Antasid Bebas yang Sering Dipakai Selama Kehamilan
 Tablet Maalox
 Dosis : Sesuai petunjuk
 Pemakaian dan Pertimbangan : mengandung Magnesium Hidroksida
(200 mg), Aluminium Hidroksida (200 mg), dan Simetikon (25 mg)
pertablet; ANC 11,4; tablet kunyah : mengandung Sakarin dan Sorbitol.
 Suspensi Maalox Kekuatan Ekstra Plus
 Dosis : Sesuai petunjuk
 Pemakaian dan Pertimbangan : mengandung Magnesium Hidroksida
(450 mg), Aluminium Hidroksida (500 mg), dan Simetikon (20 mg) per 5
mL; ANC 28; mengandung Sakarin dan Sorbitol.
 Mylanta Cair
 Dosis : Sesuai petunjuk
 Pemakaian dan Pertimbangan : mengandung Magnesium Hidroksida
(200 mg), Aluminium Hidroksida (200 mg), dan Simetikon (20 mg) per 5
mL; ANC 12,7; mengandung Sakarin dan Sorbitol.
 Mylanta Tablet
 Dosis : Sesuai petunjuk
 Pemakaian dan Pertimbangan : sama seperti diatas per tablet; ANC 11,5.
 Mylanta Cair Kekuatan Ganda
 Dosis : Sesuai petunjuk
 Pemakaian dan Pertimbangan : sama seperti diatas tetapi kekuatannya
dua kali lebih besarper 5 mL; ANC 25,4.
 Mylanta II Tablet
 Dosis : Sesuai petunjuk
 Pemakaian dan Pertimbangan : sama seperti diatas tetapi kekuatannya
dua kali lebih besarper 5 mL; ANC 25,4.
 Riopan Plus Tablet
 Dosis : Sesuai petunjuk
 Pemakaian dan Pertimbangan : mengandung Magaldrat (480 mg) dan
Simetikon (20 mg); ANC 13,5; tablet kunyah; mengandung Sorbitol.
 Riopan Plus Suspensi
 Dosis : Sesuai petunjuk
 Pemakaian dan Pertimbangan : mengandung Magaldrat (540 mg) dan
Simetikon (20 mg); ANC 15,0; mengandung Sakarin
 Amphojel
 Dosis : Sesuai petunjuk
 Pemakaian dan Pertimbangan : mengandung Aluminium Hidroksida gel
(320 mg) per 300 mg tablet atau per 5mL; ANC 8; mengandung Sakarin
dan Sorbitol.
 Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan
Efek samping utama adalah perubahan kebiasaan buang air besar (diare atau
konstipasi), mual, mntah, alkalosis, dan hiper-magnesemia.
 Interaksi Obat
Antasid memiliki sejumlah interaksi obat karena kerjanya terhadap pH
lambung (meningkatkan) dan kecenderungannya untuk mengikat obat-obat
lain untuk membentuk kompleks yang sukar diabsorbsi. Antasid tidak boleh
diberikan sekurang-kurangnya dalam 2 jam setelah pemberian Besi, digitalis,
atau Tetrasiklin. Demikian juga bila klien memakai Fenotiazid sebagai
antiemetik harus diberi selang waktu 2 jam untuk pemberian obat ini.
c) Nyeri
Sakit kepala (sampai minggu ke 26 karena faktor emosi, induksi hormonal akibat
perubahan-perubahan dalam tubuh, sumbatan sinus, atau tegangan mata), sakit
punggung, nyeri sendi, dan cidera ringan sering terjadi pada kehamilan.
 Obat-obatan Untuk Nyeri
 Asetaminofen
Asetaminofen (Tylenon, Datril, Panadol, Paracetamol), obat
kehamilan grup B adalah obat yang paling sering dipakai selama
kehamilan dipakai secara rutin pada semua trimesterkehamilan untuk
jangka waktu yang pendek terutama untuk efek analgesic dan
antipiretiknya. Obat ini tidak memiliki efek antiinflamasi yang berarti.
Asetaminofen menembus plasenta selama kehamilan; ditemukan juga
daam air susu ibu dalam konsentrasi yang kecil. Saat ini tidak ditemukan
bukti nyata adanya anomali janin akibat pemakaian obat ini, dan tidak ada
reaksi yang merugikan terjadi pada bayi menyusui yang ibunya pernah
atau sedang memakai obat ini. Efek Samping dan Reaksi yang
Merugikan :
Kebanyakan klien yang sebelumnya tidak ada gangguan ginjal atau hati
dapat mentoleransi Astaminofen dengan cukup baik. Sudah pasti, klien
yang hipersensitivitas terhadap obat ini tidak boleh memakainya. Pakai
dengan berhati-hati pada klien yang beresiko mendapatkan infeksi karena
kemungkinan obat ini dapat menutupi tanda-tanda dan gejala-gejalanya.
Efek samping yang sering dijumpai adalah erupsi kulit, Urtikaria mudah
memar, Eritema, Hipogikemi, Ikterik, Anemia hemolitik, Netropeni,
Lekopeni, Pansitopeni, dan Trombositopeni.
 Aspirin
Aspirin juga diklasifikasikan sebagai analgesik ringan. Asprin
adalah suatu sintetase prostaglandin inhibitor yang memiliki sifat
antipiretik, analgesic dan antiinflamasi. Efek teratogeniknyatidak terbukti,
dan resiko anomaly dianggap kecil.
Aspirin dapat menghambat permulaan persalinan dan
memperpanjang persalinan karena pengaruhnya terhadap kontarksi uterus;
karena itu tidak direkomendasikan selama kehamilan. Selain itu Aspirin
yang diapaki pada trimester akhir dianggap dapat memperbesar resiko
pendarahan sewaktu melahirkan. Kemungkinan ada peningkatan resiko
anemia pada kehamilan dan juga perdarahan antepartum. Hemostatis bayi
juga terpengaruh jika ibu memakai Aspirin selama 2 bulan terakhir
kehamilan (walaupun tidak memakainya pada minggu persalinan). Platelet
tidak mamapu beragregasi untuk membentuk bekuan, dan kelihatannya
keadaan ini bukan suatu efek yang reversible setelah persalianan; bayi
harus menunggu sampai sumsum tulang belakang membentuk platelet
baru.
d) Obat-Obatan yang Mengurangi Motilitas Uterus
Uterus merupakan organ berbentuk buah pir, berongga, tetapi sangat
berotot tebal, terletak di dalam rongga panggul diantara rectum dan kandung
kemih,; uterus dihubungkan dengan vagina oleh serviks. Dinding uterus terdiri
dari lapisan luar, perimetrium; lapisan tengah berupa otot, miometrium; dan
lapisan dalam berupa selaput lendir, endometrium.
 Obat-Obatan yang Digunakan Untuk Mengurangi Motilitas Uterus
1. Ritrodin (Yutopar)
 Dosis : Ikuti protocol untuk tujuan tertentu; juga atas petunjuk dokter
sesuai untuk masing-masing individu; tetapi biasanya dengan
mencampurkan 150 mg Ritrodin dalam 500 mL cairan IV (Dektrosa
dianggap dapat mengurangi insidenedema paru-paru) dan dengan
kecepatan 10-20 mL/jam; naikkan sebanyak 10 mL/jam setiap 15 menit
sampai tercapai kontraksi dengan selang waktu lebih dari 15 menit. Dosis
maksimum adalah 70 mL/jam; kurangi terapi jika kontraksi berkurang;
mulai terapi PO 10-20 mg 30 menit sebelum menghentikan Ritrodin IV;
dosis PO setiap 1-6 jam sampai Tokolisis tidak lagi diperlukan.
 Pemakaian dan Pertimbangan : Agonis Adrenergik-beta2
simpahtomimetik. Jika kortikoseroit masa kerja panjang juga bersama-
sama diberikan, maka ada resiko edema paru-paru (hentikan kedua obat);
harus ada selang waktu yang cukup sebelum memberikan obat amin
simpatomimetik lain karena adanya efek adiktif; efek kardiovaskular
diperkuat dengan magnesium sulfat, meperidin, dan diazoksida;
penghambat adrenergic bta menghambat kerja ritodrin (hindari
penggunaan yang bersamaan); pengakaian IV menaikkan insulin dan
glukosa plasma dan menurunkan konsentrasi kalium plasma; akan terjadi
peningkatan denyut nadi ibu 20-40dpm; denyut jantung janin juga akan
naik 10dpm; lebih mahal daripada terbutalin; disetujui oleh FDA.
2. Terbutalin (Brethine)
 Dosis : Ikuti protokol untuk tujuan tertentu; juga atas petunjuk dokter
sesuai untuk masing-masing individu; satu-satunya obat yang dapat
diberikan SK; terapi umumnya diawali dengan 0,25mg SK (ulangi bila
perlu), kemudian 0,1mg SK setiap 4jam untuk rumatan; kemudian 2,5-
5mg PO setiap 4-6jam mulai diberikan pada dosis SK terakhir. Beberapa
tempat memualai terapi IV dengan 10µg/menit, dinaikkan sampai
5µg/menit setiap 10menit sampai kontraksi berhenti.
 Pemakaian dan Pertimbangan : Algonis aderenergik-beta2
simpatomimetik; mula kerja dalam waktu 15 menit IV per SK dan 1-2
jam untuk PO; agar jarum puncak dalam 0,5-1 jam IV per SK dan 2-3
jam untuk PO; kategori kehamilan B; sebagian dimetabolisme oleh hati
dieskresikan oleh ginjal; tidak disetujui penggunaanya oleh FDA untuk
menghambat persalinan dan membutuhkan persetujuan tertulis; lebih
murah daripada Tetodrin; tingkat keusksesan tokolitiknya sebesar 40-50
% dan timbulnya persalinan praterm kembali pada saat 3 minggu setelah
terapi PO dimulai mungkin membutuhkan terapi ulang (mungkin
disebabkan desensitisasi reseptor beta dengan berjalannya waktu); riset
terakhir difokuskan pada pemakaian pompa continue SK dosis rendah
yang portabel dan dapat menghantarkan dosis bolus intermiten
berdasarkan data yang menunjukkan saat-saat dimana dibutuhkan obat;
pompa bersifat efektif dalam biaya dengan tingkat kepuasan klien yang
tinggi; interaksi obat sama dengan Tetrodin; denyut nadi ibu dan denyut
jantung janin akan naik sama seperti pada Retrodin.
 Farmakokinetik
Ritodrin mempunyai laju absorbsi sebesar 30% setelah pemberian
oral. Pengikatan pada proteinnya sebesar 32% dan mempunyai waktu
paruh berfariasi dan multiphase pada pemberian oral, waktu paruhnya
dua tahap, 1,3jam dan 12-20 jam dan pada pemberian IV mempunyai
tiga tahap, 7-9 menit, 1,5-2,8 jam, dan 15-17 jam. Ritodrin
dimetabolisme oleh hati dan ekskresikan oleh ginjal.
 Farmakodinamik
Ritodrin oral mempunyai mula kerja 30 menit, konsentrasi puncak
dalam plasma/serum dicapai dalam 30-60 menit, dan lama kerjanya 4-
6 jam. Pemberian ritodrin oral dimulai 30 menit sebelum
menghentikan pemberian IV. Dosis oral 10-20 mg diberikan setiap 1-6
jam sampai tokolisis tidak lagi diperlukan.
Mula kerja ritodrin pada pemberian IV adalah 5 menit, konsentrasi
puncak dalam plasma/serum dicapai dalam 50-60menit, dan lama
kerjanya adalah 30 menit.
Untuk cara pemberian lihat petunjuk dokter atau protocol
setempat. Umumnya terapi diberikan dengan memcampur 150 mg
ritodrin dalam 500 mL cairan IV (deksktrosa dianggap mengurangi
insiden edema paru) dan infus diberikan dalam kecepatan 10-20
mL/jam tambahkan banyak 10 mL/jam setiap 15menit sampai
kontraksi berlangsung dengan jarak lebih dari 15menit. Dosis
maksimunnya adalah 70 mL/jam.kurangi terapi dengan berkurangnya
kontraksi terapi oral mula-mula diberikan 30menit sebelum
menghentikan pemberian IV.
 Efek samping Obat Ritodrin dan Reaksi yang Merugikan
Efek sampingnya dalah tremor, malaise, lemas, sesak nafas,
takikardia (ibu dan janin meningkatnya tekanan sistolik dan
menurunnya tekanan diastolic, nyeri dada, mual, muntah, diare,
konsipasi, erittema. Reaksi merugikan yang lebih serius adalah edema
paru-paru, aritmia, ketoasidosis, dan syok anafilaksis.
Ritodrin harus dipakai dengan hati-hati pada klien dengan ketuban
pecah dini, diabetes militus, atau preeclampsia ringan sampai berat.
Ritodrin dapat menimbulkan takikardia pada janin dan
hipoglikemia pada neonatus. Karena waktu paruhnya singkat, maka
menyusui bukan merupakan kontra indikasi.
Kontraindikasi : kehamilan kurang dari 20 minggu; keadaan
dimana mempertahankan kehamilan berbahaya, mis. Perdarahan
antepartum dan kematian janin dalam uterus; keadaan-keadaan
tertentu dari ibu yang sudah ada sebelumnya, mis.hipertensi yang
tidak terkendali.
3. Magnesium sulfat
Magnesium sulfat, suatu antagonis kalsium dan penekanan SSP,
merelaksasikan otot polos uterus dengan cara mengantikan posisi kalsium.
Di berikan secara IV, obat ini memiliki efek penekanan langsung pada
kontraktilitas. Obat ini juga menurungkan tekanan darah dan
meningkatkan perkusi melalui uterus. Obat ini mungkin lebih aman di
pakai dari pada Beta-Simpatomimetik karna memilik lebih sedikit reaksi
yang merugikan obat ini juga dapat di pakai apabila Beta-
Simpatomimetik adalah kontra indikasi (misal pada diabetes dan
penyakit kardiovaskuler) . obat ini di ekskresikan oleh ginjal dan
menembus plasenta. Dosis awal yang besar kira-kira 4 g, diikuti oleh dosis
perawatan sebesar kira-kira 20g maknesium sulfat adalah kontra indikasi
pada klien yang memiliki miastenia grafis atau gangguan fungsi ginjal.
 Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan
Efek samping pada klien meliputi ruam kulit, rasa panas, berkeringat,
kelopak mata berat, berkurangnya persepsi sensorik, bicara banya,
bertambahnya denyut, Hipotermi, Hipotensi, penurunan kerja
gastrointestinal, penekanan refleks, Hipokalsemia (bukti ada perioral
perestesia. Tetani, kejang, disritmia jantung), tosiksitas Magnesium
(depresi pernapasan dan henti pernapasan, kolaps sirkulasi, henti
jantung). Efek samping pada janin dan neonatus meliputi nilai Apgar
renda pada saat lahir, Hipotonia, Letargi, lemas, respons menghisap
yang buruk, dan melambatnya motilitas gastrointestinal.

e) Persalinan Preterm
Persalinan Preterm adalah persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 dan 37
minggu dan berat janin diperkirakan antara 500 dan 2499 gr.
1. Terapi Surfaktan Pada Persalinan Preterm
Surfaktan terbuat dari 2 fosfolipid utama, sfingomielin dan lesitin.
Sfingomielin mula-mula terbentuk dalam jumlah yang lebih banyak (sejak kira-
kira minggu ke-24) dari pada lesitin. Tetepi pada minggu ke-33 sampai ke 35
kehamilan, produksi lesitin mencapai puncak, membuat rasio kedua substansi
ini 2:1 untuk lesitin. Keadaan ini disebut sebagai rasio L/S (Lesitin/
Sfingomielin), diukur dari cairan amniotic, dan merupakan faktor utama yang
menentukan kematangan paru-paru janin, karena lesitin menentukan bahwa
alveoli tidak akan menguncup setelah lahir.
Klien yang menderita hipertensi akibat kehamilan, ketuban pecah dini,
insufisiensi plasenta, dan diabetes tipe tertentu, atau pemakaian narkotik bisa
memiliki rasio L/S lebih tinggi dari yang diharapkan karena adanya
peningakatan produksi kortikosteroid pada waktu stress. Tampaknya alam
mencoba menyiapkan janin yang stress untuk kehidupan di luar Rahim lebih
dini. Pemberian obat glukokortikoid pada klien hamil antara minggu ke-29 dan
ke-32 mungkin dapat membantu mempercepat kematangan paru-paru janin.
2. Betametason
Bila persalinan preterm timbul sebelum minggu ke-33 kehamilan, mungkin
diberikan terapi kortikosteroid dengan suspense Betametason.
 Efek Samping dan Reaksi Yang Merugikan
Efek samping dari suspensi Betametason mencakup kejang, sakit kepala,
Vertigo, Edema, Hipertensi, berkeringat banyak, Petekiae, ekimosis, dan
eritema pada wajah.
 Dosis : IM : 12 mg setiap 12 jam 2x
 Pemakaian dan Pertimbangan : Kortikosteroid; diberikan untuk
menceegah sindrom distress pernapasan (RDS) pada bayi preterm dengan
menyuntik ibu sebelum persalinan untuk merangsang produksi surfaktan
pada paru-paru janin. Tidak efektif untuk mengobati bayi preterm setelah
persalinan. Paling efektif jika diberikan sekurang-kurangnya 24 jam
(sebaiknya 48-72 jam) tetapi kurang dari 7 hari sebelum persalinan dalam
minggu ke-33 atau sebelumnya. Dapat diulangi jika bayi tidak dilahirkan
dalam 7 hari. Merupakan kontraindikasi pada hipertensi akibat kehamilan
(PIH) yang berat dan pada infeksi jamur sistemik. Pemakaian secara
bersamaan dengan terbulin dapat meningkatkan risiko edema paru-paru.
Obat dapat menutupi tanda-tanda koriamnionitis; oleh karena itu obat
tidak diberikan pada klien engan pecah ketuban dini. Dimetabolisme oleh
hati dan diekskresikan oleh ginjal; menembus plasenta; memasuki ASI;
mulai kerja adalah 1-3 jam.
3. Surfaktan Sintetik
Pendekatan kedua untuk mengatasi kesukaran bernafas pada bayi preterm
adalah dengan terapi mengganti Surfaktan Sintetik. Hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya Respiratori Distress Dyndrome (RDS).
Bayi yang berat badannya kurang dari 1350 g yang beriko mendapatkan
distress pernapasan dan bayi yang BB lebih dari 1350 g yang telah diketahui
memiliki imaturitas pernafasan harus diinkubasi dan mendapatkan pengobatan
pencegahan yang diawali dengan pemberian Surfaktan Sintetik 5 mL/kg
disuntik intra trakeal dalam dosis 2 kali 2,5 mL/kg segera setelah lahir. Dosis
ulangan diberikan 2 dan 24 jam kemudian pada bayi-bayi yang harus dirawat
dengan ventilator. Pengobatan penyelamatan pada bayi yang sudah dipastikan
mendapat distress pernapasan dimulai dengan dosis yang sama. Dosis
penyelamatan berikutnya diberikan 12 jam kemudian pada bayi-bayi yang
masih diventilasi.
f) Obat Untuk Hipertensi Akibat Kehamilan
Hipertensi akibat kehamilan (PIH) koplikasi gawat kehamilan yang paling
sering, dapat sangat mempengaruhi janin dan ibu. Hipertensi terjadi pada sekitar
6-30% ibu hamil, kira-kira 80% dari kasus-kasus ini digolongkan sebagai
hipertensi akibat kehamilan.
Pre-eklamsi definisikan sebagai adanya hipertensi, protein nuria, dan
edema setelah hamil 20 minggu, pada ibu-ibu yang sebelum hamil memiliki
tekanan darah yang normal. Kira-kita 5% klien preeklamasi, yaitu mereka yang
perawatan prenatalnya kurang teratur, akan menjadi eklamsi, mengalami aktifitas
kejang-kejang.
 Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan
1. Magnesium sulfat
Tanda-tanda awal meningkatnya kadar magnesium dalam darah adalah ruam
kulit, rasa bertambah panas, berkeringat, haus, ingintidur, kelopak mata
berat, dan berkurangnya tonus otot. Reaksi yang merugikan biasanya terjadi
bila kadar dalam serum lebih besar dari 10 mEq/L. bisa terjadi penurunan
DJJ, jika klien memakai magnesium sulfat dekat persalinan, selain itu bayi
bisa mengalami nilai Apgar rendah, hipotonia, retargi, kelemahan dan
kemungkinan distress pernapasan.
2. Hidralazin
Observasi klien terhadap adanya sakit kepala, mual, muntah, sumbatan
hidung, pusing, takikardi, palpitasi, dan angina pectoris. Pada janin dan
neonatus, observasi adanya penurunan mendadak tekanan dari ibu, yang
dapat menyebabkan hipoksia. Hidralazin memiliki reaksi yang merugikan
yang belum diketahui pada janin.
g) Obat-Obat Untuk Mengendalikan Nyeri Selama Persalinan
Persalinan dan proses melahirkan dibagi menjadi tiga kala. Pada kala
pertama menjadi pelunakan dan dilatasi serviks; serviks berdilatasi lengkap jika
telah mencapai 10cm. kala kedua adalah periode meneran, pada kala ini terjadi
pengeluaran janin. Pada kala tiga plasenta melepaskan diri dari dinding uterus,
dikeluarkan dan awal pemulihan terjadi. Penyebab fisik dari nyeri persalinan
termasuk hipoksia otot rahim, pelunakan dan dilatasi serviks, nyeri referal, dan
distensi kandung kemih, vagina, serta perineum.
Obat untuk mengurangi rasa nyeri harus diseleksi untuk menghilangkan
atau mengurangi efek samping dari obat-obat ini baik untuk janin/bayi baru lahir
dan untuk ibu sepanjang sisa proses persalinan dan kelahiran.
Pereda nyeri dalam persalinan dapat diperoleh melalui analgesik sistemik
dan regional, inhalasi, atau anastesi umum.
1. Analgesik
Obat-obat sistemik (obat yang masuki system sirkulasi dan didistribusikan
keseluruh tubuh dan otak) yang diberikan untuk mengendalikan nyeri selam
kehamilan meliputi sedatif-hipnotik, agonis narkotik dan campuran agonis-
antagonis narkotik.
Obat Hipnotik sedatif biasanya diberikan pada klien yang mengalami
persalinan palsu atau persalinan yang terlalu dini, atau yang mengalami
ketuban pecah tetapi belum berada dalam persalinan yang sebenarnya. Obat
ini membuat ibu beristirahat dan berelaksasi serta mengurangi rasa takut dan
kecemasannya. Obat sedatif yang paling sering dipkai adalah barbiturate,
biasanya natrium sikobarbital (Seconal) dan natrium pentobarbital
(Nembutal). Obat-obat lain dalam golongan ini meliputi beberapa obat yang
diberikan secara tunggal selama persalinan dini atau digabung dengan agonis
narkotik dan diberikan setelah klien berada dalam persalinan aktif yang
meliputi promethazine (Phenergan), suatu sedatif-antihistamin; hidroksizin
hidroklorida (Vistaril, Atarax), suatu sedatif-hipnotik; dan Promazin
(Sparine), suatu antipsikotik-neuroleptik.
Agonis narkotik yang paling sering dipakai untuk meredakan nyeri
selama persalinan adalah meperidin hidroklorida (Demerol) dan alfaprodin
(Nisentil), keduanya adalah narkotik sintetik. Morfin sulfat jarang dipakai
dalam dipakai persalinan. Obat-obat ini menghambat implus nyeri pada
tingkat subkorteks otak. Efek sekundernya adalah sidasi dan mengurangi
kecemasan. Pada klien primipara (kehamilan pertama) meperidin biasanya
tidak diberikan sebelum dilatasi mencapai 5-6 cm, dan pada klien multipara
(kehamilan lebih dari satu kali) meperidin tidak berikan sebelum dilatasi
mencapai 3-4 cm. dalam praktik, agonis narkotik tidak diberikan pada klien
primipira sebelum ia mencapai dilatasi penuh atau pada klien multipara
sebelun ia mencapai dilatasi 7-8 cm. pembatasan ini diterapkan karena
terbukti bahwa narkotik yang diterima ibu akan menimbulkan depresi
pernafasan neonatal, seperti yang terlihat pada nilai apgar 10 menit.
Kelompok ketiga dari pengobatan sistemik yang dipakai untuk meredakan
nyeri pada persalinan adalah campuran agonis-antagonis narkotik. Obat-
obat ini harus dipergunakan secara hati-hati bersama dengan obat-obat
penekanan SSP lainnya karena obat-obat ini akan menambah efek depresi
pernafasan dari penekan SSP. Jika klien kecanduan narkotik, kelompok obat-
obat ini dapat menyebabkan ia menunjukkan gejala-gejala putus obat yang
ekstrim. Salah satu contoh obat yang sering dipkai dari kelompok ini adalah
Butorfanol Tartrat (Stadol).
 Obat-Obat Sistemik yang Sering Dipakai Untuk Meredakan Nyeri
Dalam Persalinan
a) Hipnotik-Sedatif : Sekobarbital (Seconal) dan Pentobarbital
(Nembutal)
 Dosis : IM : 50-199 mg, PO : 100-200 mg
 Pemakaian dan Pertimbangan : mula kerja dalam beberapa menit;
lama kerja 4-8 jam; tidak menimbulkan efek pada tonus atau
kontraktilitas rahim; menembus plasenta dengan cepat; dapat
mengurangi variabilitas pada DJJ (pola pseudo-sinusoidal) akibat
berkurangnya kontrol SSP terhadap denyut jantung. Karena tidak
adanya antagonis terhadap barbiturat, maka ini merupakan
kontraindikasi pada persalinan akan segera berlangsung dan selama
kehamilan atau menyusui.
b) Ataraktik : Prometzin (Phenergan)
 Dosis : IM/IV : 12,25 mg setiap 4-6 jam atau IM : 25-50 mg dengan
meperididin 25-75 mg atau IV : 15-25 mg dengan meperidin 25-75
mg; ulangi jika perlu. Dosis maksimum : tidak melebihi 100 mg
dalam 24 jam.
 Pemakaian dan Pertimbangan : Efek antihistamin dalam 20 menit
setelah IM; lama kerja 4-6 jam. Dipakai tersendiri untuk menambah
istirahat dan tidur; memperkuat kerja agonis narkotik mengurangi
dosis narkotik; dapat menyebabkan berkurangnya variabilitas pada
DJJ; kontraindikasi selama menyusui.
c) Ataraktik : Hidroksizin Pamoat (Vistaril, Atarax)
 Dosis : IM : 25-50 mg, setiap 4-6 jam; ulangi jika perlu
 Pemakaian dan Pertimbangan : Agen antianseitas; antihistamin;
antiemetic; hipnotik-sedatif; dipakai tersendiri pada persalinan atau
setelahnya untuk memperkuat kerja anagonis narkotik; dapat
mengurangi variabilitas DJJ; jangan berikan SK; pakai teknik injeksi
IM Z-track untuk mengurangi nyeri; kontraindikasi selama laktasi.
d) Ataratik : Promazin (Sparine)
 Dosis : IM : 25-50 mg
 Pemakaian dan Pertimbangan : Antipsikotik-neuroleptik; antiemetik;
rute IV tidak dianjurkan tetapi dapat dipakai dalam konsentrasi <25
mg/ml; memperkuat agonis narkotik; dapat mengurangi variabilitas
DJJ; mula kerja 15 menit puncak kerja dicapai dalam 1 jam; lama
kerja 4-6 jam.
e) Agonis Narkotik : Meperidin Hidroklorida (Demerol)
 Dosis : IM : 50-100 mg, setiap 3-4 jam, IV (didorong perlahan) : 25-
50 mg.
 Pemakaian dan Pertimbangan : Agonis Narkotik Sintetik yang
mengubah persepsi nyeri; mula kerja IM adalah 10 menit dengan
puncak kerja dicapai dalam 40-60 menit dan lama kerjanya 2-3 jam;
mula kerja IV adalah 30 detik dengan puncak kerja dicapai dalam 5-
7 menit dan lama kerjanya 1-2 jam; menembus plasenta dan muncul
pada janin dalam waktu 1-2 menit setelah dosis IV; dapat
mengurangi variabilitas DJJ; pemakaian harus hati-hati pada klien
penderita jantung akibat takikardia; saat pemberian dosis perlu
diperhatikan dalam kaitannya dengan saat persalinan yang
diharapkan akan terjadi.
f) Agonis Narkotik : Alfapridin (nisetil)
 Dosis : IV (dosis mula-mula) : 0,4-0,6 mg/kg, SK : 0,4-1,2 mg/kg
 Pemakaian dan Pertimbangan : Agonis narkotik sintetik; mengubah
persepsi nyeri; mula kerja IV adalah 1-2 menit dengan lama kerja 1-
2 jam; jangan sekali-kali diberikan IM; menambah efek penekanan
SSP jika diberikan bersama-sama dengan agen yang mempengaruhi
SSP; dapat mengurangi variabilitas DII (denyut jantung janin).
g) Agonis/Antagonis Narkotik Campuran : Butorfanol Tartrat (Stadol)
 Dosis : IM : 2 mg, setiap 3-4 jam; IV : 1 mg, setiap 3-4 jam.
 Pemakaian dan Pertimbangan : Analgesik nonnarkotik yangkuat;
mula kerja IM adalah 10 menit dengan puncak kerja dicapai dalam
30-60 menit dan masa kerjanya 1-4 jam; pemakaiannya harus hati-
hati pada klien dengan bayi preterm; menambah efek penekanan
pernafasan dari obat-obat penekan SSP yang diresepkan secara
bersamaan dapat menimbulkan gejala-gejala putus obat pada klien
yang kecanduan narkotik.
 Efek samping dan Reaksi yang Merugikan
Efek samping dari obat-obat hipnotik sedative (sekobarbital,
pentobarbital) mencakup meningkatnya nyeri dan eksitabilitas
paradoksikal, letargi, suasanya hati melemah, persepsi sensorik berkurang,
dan hipotensi. Efek samping mencakup berkurangnya fariasi denyut
jantung pada janin dan penekanan pernafasan, mengantuk, hipotoni,
menyusui terhambat dengan respon menghisap yang buruk (jumlah
hisapan atau besarnya tekanan hisap) sampai 4 hari neonatus.
Efek samping dari obat-obat ataratik (prometasi, hidroksizin,
promazin) pada klien mencakup ilerium, disorientasi, sangat mengantuk,
pusing, hipotensi, takikardi, penglihatan kabur, sakit kepala, gelisah,
lemah, dan retensi air kemih dengan prometazin; mengantuk, mulut
kering, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, disuri, retensi urine, dan
konsipasi dengan hidrosizin; dan mengantuk, sakit kepala, ruam kulit,
mulut kering, mual, muntah, anoreksi, konsipasi, hipotensi ortostatik
dengan promazin. Angnya pernafasan, hipotensi ortostatik, mengantuk,
mual, muntah, gatal, berkeringat, tremor, palpitasi, takikardi, dan delirium
dengan meperidin dan sedasi, berkeringat, pusing, urtikaria
denganalfaprodin.
Campuran agonis-antagolis narkotik dapat menimbulkan mual,
tangan basah berkeringat, berkeringat, sedasi, vertigo, metargi, sakit
kepala dan ruam kulit. Efek samping pada janin dan neonatus meliputi
berkurangnya fariabilitas denyut pada pemantauan DJJ, depresi SSP
(susunan saraf pusat) sedang, hipotonia saat lahir dan depresi tingkah laku
ringan.

2. Anastesia
Anastesia dalam persalinan dan proses kelahiran memberikan hilangnya
sensai sakit tanpa atau dengan menurunnya kesadaran, tergantung pada
pendekatan yang dipakai.
Anastesi Regional
Anastesi Regional berfungsi untuk memblok rasa nyeri disebagian area
tubuh. Berbeda dengan anastesi local prosedur ini untuk area yang akan
mengalami mati rasa jauh lebih besar, tidak hanya pada satu bagian kecil saja,
misalnya sabagian area bawah pinggang.
Anastesi lokal yang paling sering dipakai untuk anastesi regional adalah
zat kimia yang berkaitan dengan kokai, subtansi anestesi alami yang pertama
kali ditemukan. Obat yang dikembangkan sesudahnya kurang toksik dan lebih
juat dan bertahan lebih lama. Ambil contoh obat anestesi local golongan
(dimetabolisasi di hati) yang sering dipakai seperti mepivakain (carbocaine),
lidokain (Xylocaine), dan bupivakain (Marcaine). Obat-obat yang kuat ini
memiliki lama kerja yang panjang. Dapat menembus plasenta dan, tergantung
pada tingkat kemampuan mengikat proteinnya obat-obat ini dapat memasuki
peredaran darah janin. Efek pada janin berlangsung 24-48 jam setelah
persalinan. Obat tipe ester dimetabolisme dengan lebih cepat oleh
pseudokolisesterase plasma daripada hati. Sehingga kadar obat pada ibu lebih
rendah dan lebih sedikit yang ditransfer ke janin. Kloroprokain (nesacaine)
merupakan contoh dari obat tipe ester. Efek samping dari anestesi local
tergantung dari sifat kimia yang dimiliki.
Berikut cara pemberian anastesi local yang diberikan untuk membantu
klien obstetric mengatasi rasa sakit.
 BLOK SUBARAKHNOID
1. BLOK SPINAL
 Indikasi : jika diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat
pada saat persalinan.
 Kapan diberikan : segera sebelum melahirkan; pada kala kedua
akhir dimana kepala sudah berada di perineum
 Daerah yang teranestesi : umbilicus sampai jari kaki
 Tempat suntik : dengan klien berbaring miring, disuntikan ke
dalam spasium subaraknoid pada L4-L5.
 Pertimbangan : klien harus diberi cukup cairan. Anestesi harus
diberikan segera setelah suatu kontraksi untuk menghindari
gangguan pernafasan.
2. BLOK SADEL
 Indikasi : menghilangkan rasa nyeri untuk persalinan dengan
anestesi daerah perineal, untuk persalinan dengan forsep, dan
utnuk menjahit luka episiotomi.
 Kapan diberikan : sama seperti Blok Spinal
 Daerah yang teranastesi : daerah perineal, bokong, bagian dalam
paha (untuk sadel blok sejati); uterus dan perineum (untuk blok
sadel yang dimodifikasi).
 Tempat Suntikan : dengan posisi klien duduk, disuntikkan pada
S1-S5 (sadel sejati) atau T1-T5 (untuk sadel yang dimodifikasi).
 Keuntungan : dapat digunakan untuk pembedahan seksio sesarea
bila disuntikkan pada tempat T4.
 Pertimbangan : seperti Blok Spinal.
 Efek Samping : Untuk klien : tidak ada. Untuk janin dan
neonatus; tidak ada.
 Epidural Lumbar
1. Blok Epidural Lumbar (satu dosis)
 Indikasi : rasa sakit pada skala I dan II persalinan.
 Kapan diberikan : fase aktif persalinan. Daerah yang teranastesi :
T12-S5 (seluruh pelvis) pada daerah gangglion radiks dorsalis
dengan kehilangan sensasi sensorik dan motoris.
 Tempat suntikan : Ruang epidural (Ruang antara dura meter dan
kanalis vertebralis dari kranium sampai ke sakrum) antara L2-L3
atau L3-L5 atau L4-L5 ; bukan ke dalam dura.
 Pertimbangan: Refleks sengaja hilang hinggadi perluhkan forsep
atau vakum ekstraksi. Bisa memperlambat persalinan.
Kontraindikasi pada klien yang memiliki infeksi kulit pada daerah
lumbar atau koagulopati berat.
 Efek samping: Untuk klien: fungsi dura dapat menyebabkan blok
spinal sejati (tingkat ketinggian yang dapat di capai obat
menentukan beratnya efek samping); hipotensi, kemo,henti
pernapasan. Untuk janin atau neonatus: sedikit kecuali bila terjadi
hipotensi maternal yang berat (penurunan lambat DJJ); bisa
tergantung pada obat anestesi yang di pakai.
2. Blok Epidural Lumbar Kontinu (Mengulang Dosis Dengan
Memakai Kateter Yang di Biarkan Berada Dalam Ruang
Epidural Indwelling Kateter)
 Indikasi: Untuk menghilangkan rasa nyeri selama kala 1-2
perssalinan.
 Kapan diberikan : dilatasi 3-4cm pada multi grafida dilatasi 4-
6cm pada primigravida
 Daerah yang dianestesi : sama seperti blok epidular lumbar
 Keuntungan : memberikan anestesi dari kala 1 sampai persalinan
dan jahitan perineum berakhir. Klien dapat, merasakan
pergerakan dan tekanan tetapi tidak merasakan sakit. Dapat untuk
melahirkan melalui vagina atau seksio sesarea. Dapat dipakai
untuk memberikan morfin PF (duramorf) epidural atau fentanyl
(sumplimaze) ke dalam ruang epidural untuk analgesic regional
(sangat efektif). Fungsi motoric dan sensorik tetapi ada tetapi
persepsi nyeri hilang; sodid yang diperlukan lebih sedikit
daripada pemberian sistemik karena bekerja tanpa melibatkan
hepar. Awitan kerjanya lambat (15-60menit).
 Pertimbangan : diperlukan forsep. Memerlukan agen local dalam
jumalah yang besar. Bupivakain harus dipakai dalam konsentrasi
rendah (0,25%-0,5%).
 Komplikasi : sama seperti blok epidular lumbar.
 Efek samping : untuk klien dan janin atau neonatus : pruritus
(dalam 2-3jam ketika obat mencapai segmen totrak atas), depresi
pernafasan (sebelum 1jam dam sesudah 6jam), retensi urine dan
mual serta muntah.

 KUADAL (TIPE A DARI ANESTESI EPIDURAL)
 Indikasi : nyeri pada persalinan kal 1dan 2.
 Kapan diberikan : persalinan fase aktif.
 Daerah yang teranestesi : perineum; menetup kontraksi uterus.
 Tempat suntikan : ruang epirjadi sangat cepat dural melalui iatus
sakral (S4).
 Keuntungan : berguna untuk wanita dengan penyakit metabolik,
paru-paru dan jantung. Anestasi perineal dan relaksasi otot. Terjadi
sangat cepat. Tidak perlu melakukan tusukan dura secara rutin.
Dapat dipakai terus menerus. Klien dapat bergerak ditempat tidur
setelah kateter dipasang.
 Pertimbangan : pemberiannya sukar. Nyeri sampai jarum
ditempatkan pada lokasi yang tepat. Meningkat kemungkinan
pemakaian forsep. Keinginan untuk mendorong hilang.
 Efek samping : tidak ada.

 BLOK PARASERVIKAL
 Indikasi : rasa sakit selama kala I
 Waktu Pemberian : fase aktif dari skala I; diulang secara periodic
sampai serviks berdilatasi 8 cm
 Daerah yang Teranastesi : Uterus, serviks, dan vagina; menutupi
kontraksi.
 Tempat Suntikan : transvagina, dekat pada serivikal rim.
 Keuntungan : Awitan cepat. Berlangsung selama 60-90 menit.
Menghilangkan nyeri kontraksi dan dilatasi serviks.tidak memblok
perineum atau vagina bagian bawah. Banyak klien dapat tidur
sekama kontraksi.
 Pertimbangan : absorbsi cepat (karena disuntikkan ke dalam daerah
vaskular). Diperlukan ahli yang terampil untuk melakukan tindakan
anastesi ini. Tidak berlangsung cukup lama untuk menghilangkan
sakit persalinan atau episiotomy. Memiliki efek yang berbeda pada
setiap tahap persalinan.
 Efek samping : untuk klien hematoma pada jaringan sekitar
suntikkan. Untuk jain dan neonatus : sering timbul bradikardi
ringan sampai berat dengan penurunan variabilitas denyut selama
kira-kira 15 menit.

 PUDENDAL
 Indikasi : untuk episiotomi dan jahitan.
 Kapan diberikan : segera sebelum bayi lahir .
 Tempat suntikan: dalam jalan lahir di bagian bawah vagina untuk
membasahi saraf pudendal.
 Pertimbangan: tidak ada.
 Efek samping: tidak ada.

 INFITRASI LOKAL
 Indikasi : untuk jahitan episiotomi dilakukan bila anestasi pudendal
tidak memungkinkan karena waktu dan posisi kepala janin.
 Kapan diberikan : segera dan sebelum melahirkan.
 Daerah yang teranestesi : perineum.
 Tempat suntikan : jaringan subkutan perineum.
 Keuntungan : tidak ada efek terhadap DJJ atau tanda-tanda vital
klien.
 Pertimbangan : bisa tidak berhasil menghilangkan rasa nyeri secara
lengkap, dan mungkin memerlukan pemberian ulangan
memerlukan dosis yang benar
 Efek samping : Untuk klien : Obat bisa menyebabkan rasa sakit.
Untuk janin atau neonatus: Tidak ada.

h) Obat Yang Meningkatkan Motilitas Uterus


Obat Oksitosin meningkatkan motilitas uterus dengan merangsang
kontraksi otot polos uterus. Oksitosin, Alkaloid Ergot, dan beberapa Prostaglandin
adalah obat-obat dalam golongan ini.
Oksitosis disintesis dalam hipotalamus dan ditransport ke ujung saraf
dalam pituitary posterior. Hormone ini dilepas oleh ujung-ujung saraf di bawah
perangsangan yang memadai; kapiler mengabsorbsi substansi ini dan
membawanya kedalam sirkulasi umum dimana akan membantu kontraksi otot
polos. Ketika efek oksitosin alami tidak cukup atau bila ada indikasi medis untuk
menginduksi persalinan, dipakai oksitosin sintetik dan beberapa prostaglandin.
Pada keadaan dimana kadar estrogen memadai, oksitosin intravena bekerja
terhadap uterus untuk memulai kontraksi persalinan. Hal ini berguna untuk klien
dan janinnya yang memiliki indikasi medis untuk dilakukan tindakan karena
risiko yang berkaitan dengan berkelanjutannya kehamilan. Oksitosin intravena
digunakan untuk mempercepat proses persalinan dengan meningkatkan kontraksi
otot polos uterus. Setelah persalinan, oksitosin dapat ditambahkan pada infus
larutan dektrose atau elekstrolit untuk membantu kontaksi uterus dalam menutup
sinus-sinus uterus. Obat ini juga dapat diberikan dengan satu suntikkan IM setelah
plasenta lahir. Oksitosin tersedia dalam bentuk sintetik dan dipasarkan dengan
nama Pitocin dan syntocinon. Oksitosin adalah satu-satunya obat induksi atau
augmentasi kehamilan yang disetujui oleh FDA.
1. Oksitosin
Farmakokinetik : Absorpsi : Diabsorpsi dengan baik melalui mukosa hidung.
Distribusi : PP : rendah; luas didistribusi pada cairan ekstraseluler ; terdapat
dalam jumlah sedikit dalam sirkulasi janin. Metabolisme t ½ : 1-9 menit;
dengan cepat dimetabolisme oleh hati. Eliminasi : Ginjal
Farmakodinamik : IM : mula : 3-5 menit. P : TD. L : 2-3 jam. IV : mula :
segera. P : TD. D : 1 jam. IN : mula : beberapa menit. P : TD. L : 20 menit.
Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan : efek maternal hanya pada
pemakaian IV : hipotensi, hipertensi, mual, muntah, konstipasi, berkurangnya
aliran darah uterus, ruam kulit, anoreksia. Serangan kejang, intoksikasi air,
perdarahan intrakraial, disritmia, asfiksia: janin: ikterus, hipoksia.
Interaksi Obat : pemakaian bersama-sama Vasopresor dapat menyebabkan
hipertensi berat. Hipotensi dapat terjadi bila dipakai bersama-sama anesthesia
siklopropan.
Kontraindikasi : toksemia, disproporsi sefalopelvik, distress janin,
hipersensitivitas, persalinan nonvaginal yang telah diantisipasi, kehamilan
(intranasal).
2. Alkaloid Ergot
Bekerja melalui langsung merangsang reseptor otot polos. Obat-obat ini
sangat kuatdan dipakai jika uterus tidak berkontraksi secara efektif setelah
persalinan (atori uteri). Obat-obat ini tidak dipakai selama persalinan karena
kemampuannya untuk menyebabkan kontraksi uterus yang lama (kontraksi
tetani), yang bisa menimbulkan hipoksia janin dan rupture uterus. Dua turunan
ergot yang paling sering digunakan dalam kebidanan adalah ergonovin maleat
(Ergotrate) dan metilergonovin maleat (Methergin). Preparat ini dapat
diberikan secara IM, peroral, atau secara IV.
Obat-obatan oksitosik yang dipakai untuk memperbaiki motilitas uterus :
1. Oksitosin (Pitocin, Syntocinon)
Dosis : 10 U (1 amp) diencerkan dalam 100 mL Ringer Laktat menjadi 10
mU/mL. hubungkan dengan IV control pada tempat suntikkan dari IV jalur
utama, sebagai jalur sekunder. Mulai dengan 0,5 U/menit (3 mL/jam) dan
titrasi dengan kecepatan 0,5-2,5 mU setiap 15-30 menitsampai kontraksi
berjarak sekitar 3 menit dan cukup kuat. IV : 10 U ditambahkan pada 1 L
larutan elektrolit atau dekstrosa (10 mU/mL); infus dengan kecepatan
untuk mengendalikan atoni. IM : 10 U setelah plasenta dilahirkan.
Pemakaian dan Pertimbangan : induksi dan/atau mempercepat persalinan.
Mencegah atau mengendalikan perdarahan akibat atoni uterus.
2. Ergonovin Mateat (Ergotrate)
Dosis : PO : 0,2-0,4 mg (1-2 tablet) setiap 6-12 jam selama 48 jam. IM :
0,2 mg setiap 2-4 jam; maksimum 5 dosis. IV : 0,2 mg (hanya untuk
perdarahan berat) selama 1 menit sementara itu TD dan kontraksi uterus
terus dipantau.
Pemakaian dan Pertimbangan : mencegah dan mengobati perdarahan
postpartum atau postaborsi.
3. Metilergonovin (Methergine)
Dosis : PO : 0,2-0,4 mg, setiap 6-12 jam maksimum 1 minggu. IM : 0,2
mg setelah melahirkan bahu anterior (jika ada pengawasan obstetric yang
penuh), setelah melahirkan plasenta, atau postpartum; ulangi setiap 2-4
jam; dosis oral dapat diberikan setelah parenteral. IV : sama seperti IM;
tetapi perlahan-lahan selama 1 menit dengan pemantauan TD yang hati-
hati.
Pemakaian dan Pertimbangan : mencegah dan mengobati perdarahan
postpartum; subinvolusi.
Efek samping dan reaksi yang merugikan : mencakup kram uterus, mual
dan muntah, pusing, hipertensi, berkeringat, tinitus, nyeri dada, dyspnea, gatal,
dan sakit kepala berat yang mendadak. Tanda keracunan ergot (ergotisme)
mencakup nyeri pada lengan, tungkai bawah, dan punggung bawah, dan
punggung bawah, baal, tangan dan kaki dingin, kelemahan otot, diare,
halusinasi, kejang, dan hiperkoagulabilitas darah.

II. Obat-Obatan Yang Berkaitan dengan Kesehatan dan Kelainan pada Wanita
1. Produk Kontrasepsi Oral
a) Produk kombinasi Estrogen-Progestine
Obat ini adalah obat kontrasepsi oral yang paling sering digunakan. Tujuan terapi
adalah untuk menemukan produkyang menawarkan perlindungan kontrasepsi yang
terbaik di sepanjang siklus menstruasi yang sesedikit mungkin efek samping yang
tidak diinginkan akibat estrogen maupun progesteron. Kontrasepsi ini mencegah
kehamilan dengan menekan pituitari untuk melepaskan FSH dan LH, yang
diperlukan untuk mematangkan folikel gravida dalam ovarium, sehingga ovulasi
terhambat. Obat ini juga membuat perubahan dalam endometrium sehingga lebih
sukar terjadi implantasi dari ovum yang sudah dibuahi. Terdapat tiga tipe produk
kombinasi; monofasik, bifasik, dan trifasik. Monofasik yang paling umum, adalah
produk yang mengandung rasio estrogen dan progestin yang tetap disepanjang siklus
menstruasi. Pada bifasik, jumlah estrogen tetap disepanjang siklus, tetapi jumlah
pogesteron bervariasi, hal ini untuk memungkinkan poliferasi endometrium dan
perkembangan sekresi serupa dengan proses fisiologik. Trifasik, kombinasi terbaru,
memberikan dosis rendah untuk kedua hormone dengan efek samping yang minimal,
termasuk perdarahan. Dengan trifasik, jumlah estrogen dan progestine bervariasi
disepanjang siklus dengan rasio yang berbeda selama tiga fase.
b) Produk Progestine Oral
Kontrasepsi oral yang hanya mengandung progestin, disebut juga sebagai mini-pil,
bekerja terutama dengan mengubah mukus serviks, dan kedua dengan mengubah
endometrium untuk mengahmbat sirkulasi. Tetapi, tingkat pencegahan kehamilan
lebih rendah, lebih-lebih lagi bila klien lupa minum pilnya, karena obat ini tidak
menekan aktivitas dari hipotalamus dan pituitariseperti produk kombinasi.
Farmakokinetik : Etinil Esradiol diabsopsi dengan cepat peroral. Zat ini akan melalui
metabolisme tingkat pertama dan dieliminasi di hepar. Methanol diubah di dalam
hepar menjadi Etinil Estradiol yang 97-98% terkait dengan protein plasma. Waktu
paruhnya 6-20 jam. Dieksresi melalui empedu dan air kemih dalam bentuk
konjugasi. Terjadi sedikit resirkulasi enterohepatik. Progestin juga diabsorbsi dengan
baik peroral. Kadar puncaknya dalam plasma dicapai dalam 0,5-4 jam. Setelah
ditelan, tergantung dari senyawaanya. Noretinodrel dan Etinodriol diasetat dikonversi
menjadi noretindron. Lovonorgestrel dapat terpakai langsung dan tidak melalui
metabolism tingkat pertama dan tersedia dalam jumlah 65%. Progestin terikat plama
protein dan pada globulin yang terikat hormone seks. Waktu paruh horetindron
bervariasi dari 5-14 jam; sedangkan levonorgetrel dari 11-45 jam.
c) Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan
Efek samping yang diakibatkan kelebihan estrogen meliputi mual, muntah,
pusing, retensi cairan, edema, kembung, pembesaran payudara, kloasma, kram
pada tungkai, perubahan kurvatura kornea, perubahan penglihatan, sakit kepala
vascular, hipertensi.
Efek samping yang disebabkan defisiensi estrogen meliputi perdarahan vagina,
oligomenore, kecemasan, dyspareunia sekunder karena vaginitis atrofik.
Efek samping yang disebabkan kelebihan progestin meliputi meningkatnya nafsu
makanBB meningkat, kulit dan kulit kepala berlemak, dan amenore setelah
pemakaian obat dihentikan (1-2%).
Efek samping yang disebabkan defisiensi progestin meliputi dismenore,
perdarahan pada akhir siklus (hari 15-21), ukuran payudara mengecil, darah yang
keluar sewaktu menstruasi banyak dan bergumpal.

2. Obat-Obat yang Digunakan Untuk Mengobati Disfungsi Uterus


Disfungsi uterus serung terjadi apada masa premenstruasi, endometriosisdan menopause.
a) Siklus Menstruasi
Sindrom Prementuasi
Sindrom Ini timbul berulang-ulang secara teratur dalam fase luteal (hari ke
15-28) dari siklus menstruasi; gejala berkurang selama fase folikular. Teori yang
paling sering dianut mengatakan bahwa sindrom ini memiliki kaitan dengan kadar
estrogen dan progesteron (dan hubungan hormon ini dengan kimia otak lain) karena
gejala-gejala dapat diobservasi selama fase luteal (ketika kadar hormon-hormon itu
tinggi) dan menurun ketika diberi obat yang menghambat gonadotropin-releasing
hormone (GnRH) dan ouvulasi. Hipotesa lain berpusat pada pelepasan opium
endogen (beta-endorfin), terputusnya neurotransmitter SSP, menyebabkan perubahan
suasana hati, dan peranan sekresi prolactin.
Pengobatan Farmakologi. Beberapa klien merasa lebih baik dengan
memakai Vitamin B6; suposutoria progesteron yang dipakai di rektum atau vagina
(200-400 mg dua kali sehari); diuretik; prostaglandin inhibitor; bromokriptin (
Prlodel) dipakai untuk rasa sakit di payudara (2,5 mg dua kali sehari dimulai pada
hari 10 siklus menstruasi dan dipakai sampai menstruasi timbul); dan alprazolam
(Xanax) (0,25 mg tiga kali sehari dari hari ke 20 sampai hari ke 2 menstruasi, diikuti
dengan satu tablet setiap hari) untuk mengobati ansietas, iritabilitas, dan depresi.
b) Endometriosis
Adalah lokalasi abnormal jaringan endometrium di luar uterus di dalam rongga
pelvis. Klien yang mendapatkan endometriosis bisa simtotatik (sekitar 75%) atau
asimtomatik (didiagnosa sewaktu pemeriksaan infertilitas). Endometriosis lebih
serimg ditemukan pada wanitan yang menunda kehamilan sampai usia tiga
puluhan. Tiga obat yang disetujui untuk dipakai pada endometriosis: Danazol
(Danocrine) dan dua agonis gonadotropin-releasing hormone, leuprolid asetat
(Lupron Depot) dan Nafarelin Asetat (Synarel).
 Efek samping dan Reaksi yang Merugikan :
 Danazol : efek samping yang timbul karena sifat androgenik ringan termasuk
kenaikan BB, akne, hirsutisme
 Leuprolid asetat (Lupron Depot)
 Nafarelin Asetat (Synarel)
 Berikut Terapi Obat untuk Endometriosis
 Danazol (Danocrine)
Dosis : PO : 400 mg, dua kali sehari selama 4-6 bulan. Dapat diperpanjang
sampai 9 bulan. Dapat dimulai kembali jika gejala-gejala kambuh.
Pemakaian dan Pertimbangan : Agen penghambat gonadotropin pituitari.
Tidak ada kerja estrogenik atau progestational. Menekan dan membuat
jaringan ekstrauterin menjadi atrofi; menstruasi berhenti selama terapi dan
tidak terjadi vulasi; nyeri mereda. Ovulasi/menstruasi biasanya timbul
kembali dalam 90 hari setelah pengobatan. Sering dipakai untuk wanita
interfile akibat endometriosis. Dipakai untuk PMS dengan dasar
penyelidikan. Merupakan kontraindikasi pada wanita hamil, menyusui,
perdarahan genital yang abnormal, gangguan fungsi jantung, hepar atau
ginjal, hipertensi berat. Dapat mempengaruhi hasil beberapa pemeriksaan
laboratium (mis. Menurunnya HDL, meningkatnya LDL). Dapat
meningkatkan kebutuhan insulin dan jika diberikan bersama warfarin, dapat
menimbulkan perpanjangan PT. terapi dimulai selama menstruasi atau setelah
kehamilan disingkirkan. Jika terapi ditujukan untuk penyakit payudara
fibrokistik, karsinoma payudara juga perlu disingkirkan sebelum pengobatan.
Farmakokinetik : Diabsorpsi dengan baik peroral; puncak kerja dicapai dalam
2-4 jam; waktu paruh 4,5 jam; biotranformasi oleh hepar. Dosis yang lain
dapat dipakai untuk klien dengan angioedema herediter dan penyakit
payudara fibrokistik.
Agonis gonadotropin-releasing hormone (GnRH)
 Leuprolid asetat untuk suspensi Depot (Lupron Depot)
Dosis : IM : 3,75 mg setiap bulan sampai 6 bulan.
Pemakaian dan Pertimbangan : sebagai agonis, mula-mula merangsang
FSH dan LH, tetapi lam-lama, dapat menimbulkan efek penekan yang
berkepanjangan, yang menyebabkan berkurangnya sekresi ovarium dari
estrogen/progesterone, sehingga timbul keadaan hipoestogenik. Berkurangnya
perangsangan hormonal menyebabkan regresi dari jaringan endometrium
yang tidak pada tempatnya. Tidak mengandung androgen. Diketahui sama
efektif dengan Danazol dalam mengurangi banyaknya endometriosis. Fungsi
normal akan kembali dalam 4-12 minggu setelah pengobatan dihentikan.
Kontraindikasi pada kehamilan yang sudah ada atau yang mungkin terjadi,
perdarahan pervagina yang tidak terdiagnosa dan menyusui karena tidak
diketahui apakan diekskresikan ke dalam air susu. Klasifikasikan FDA 3B.
farmakokinetik : kadar terapeutik terdeteksi sekurang-kurangnya 4 minggu
setelah penyuntikan : 85-100% dilepaskan dalam 4 minggu tanpa disertai
penumpukkan.

 Nafarelin Asetat
Dosis : 400 µg setiap hari, diberikan sebagai 1 semprotan (200 µg) ke dalam
satu lubang hidung dan satu semprotan (200µg kedalam lubang hidung
lainnya sampai 6 bulan).
Pemakaian dan Pertimbangan : Tidak mengandung androgen. Studi control
yang membandingkan Synarel (400g) dan danazol (600 atau 800 g/hari)
menunjukan bahwa Synarel bersifat hipoestrogenik yang lebih kuat (keadaan
terapeutik) tetapi efek samping androgeniknya lebih ringan. Efek untuk
mengurangi endometriosis dan efek yang berkaitan dengan gejala-gejala klien
dari kedua obat ini sama. Mempertahankan LDL/HDL. Fungsi normal
kembali dalam 4-12 minggu setelah pengobatan dihentikan. Kontraindikasi
pada mereka yang sensitif terhadap GnRH, analog GnRH, atau substansi inert
yang terdapat dalam produk ini; kontraindikasi lainnya meliputi kehamilan
yang telah ada atau mungkin terjadi, perdarahan vaginal yang tidak
terdiagnosis, dan menyusui. Klien dengan rintus harus memakai dekongestan
topical yang diresepkan dokter dan dipakai sekurang-kurangnya 30 menit
setelah Synarel. Klasifikasikan FDA 1B. Farmakokinetik : konsentrasi
maksimum serum dicapai dalam 10-40 menit; waktu paruh serum dicapai
kira-kira dalam 3 jam (berkisar antara 0,8-10 jam); 80% berikatan dengan
protein plasma; eliminasi obat setelah pemberian intranasal belum diselidiki.
c) Menopause
 Terapi Penggantian Hormon
Adalah pengobatan yang paling menonjol untuk mengatasi vasodilatasi dan
kekeringan vagina serta untuk mencegah penyakit kardiovaskular dan
osteoporosis.
Kontraindikasi : kontraindikasi terhadap terapi penggantian hormone
estrogen meliputi kehamilan, riwayat kanker payudara atau endometrium
dalam waktu 5 tahun terakhir, riwayat tromboembolik, penyakit hepar akut
atau gangguan fungsi hepar kronik, penyakit kantung empedu atau pancreas. ,
hipertensi yang tidak dikontrol, perdarahan melalui genital yang tidak
terdiagnosa, dan endometriosis. Kontraindikasi terhadap terapi
penggantian hormone Progestin yang berkaitan dengan terapi penggantiam
estrogen adalah sama dengan kontraindikasi estrogen.
Bentuk-bentuk Dosis : rute peroral adalah yang paling sering digunakan
karena mudah dilakukan, tetapi cara ini harus dilakukan setiap hari. Cara lain
adalah dengan meletakkannya pada kulit secara transdermal, karena tidak
perlu dilakukan setiap hari. Estrogen ditempelkan di kulit yang sehat dalam
dosis yang sudah ditentukan. Biasanya ditempelkan pada abdomen bawah,
tetapi dapat juga digunakan tempat lain (kecuali payudara). Obat ini
ditempelkan dua kali seminggu selama 3 minggu, pada tempat yang berbeda-
beda, kemudian istirahat 1 minggu agar terjadi perdarahan normal. Krim
vagina dipakai untuk mengobati atrofi vagina, yang menyebabkan rasa sakit
saat melakukan hubungan seksual dan kesukaran buang air kecil. Krim vagina
mengandung estrogen konjugasi dan diabsorbsi dengan cepat ke dalam aliran
darah melalui membrane mukosa vagina. Medroksiprogesterone Asetat
(Provera), Progestine yang paling sering diberikan secara kombinasi dengan
estrogen, dipakai secara oral.
Farmakokinetik : estrogen alami diabsorbsi oleh saluran GI dan
dimetabolisme oleh hepar, sehingga untuk produk oral yang tidak
diesterifikasi harus diberikan setiap hari. Sekitar 80% Estradiol terikat pada
globulin yang mengikat hormone seks, 2% tidak terikat dan sisanya terikat
dengan albumin. Estradiol diubah menjadi estron dalam sirkulasi
enterohepatik, dan dikonjugasikan serta dikeluarkan melalui urin. Progestin
diabsorpsi dan dimetabolisme oleh hepar dan dikeluarkan melalui ginjal.
Efek Samping dan Reaksi Yang Merugikan : Estrogen sedikit
mendapatkan efek samping, kadang-kadang klien merasa mual muntah,
retensi cairan, sakit pada payudara, kram kaki, dan perdarahan banyak. Reaksi
merugikan yang serius meliputi gangguan tromboemboli, gangguan
pembuluh darah otak, emboli paru-paru, infark miokardium, karsinoma
endometrium, mempercepat tumor payudara yang sudah ada tetapi tidak
didiagnosa, dan penyakit empedu. Progestine. Efek samping jarang, meliputi
kram kaki, retensi cairan, distress saluran GI, perubahan suasana hati, dan
depresi. Reaksi merugikan yang berat meliputi tromboemboli, emboli paru-
paru, hipersensitivitas, gangguan penglihatan, migraine, depresi berat, ikterik
kolestatik, dan hiperglikemia.
 Berikut Terapi Pengganti Estrogen
1. Estrogen Biologis Oral
Estrogen Konjugasi Premarin
Dosis Biasa : 0,3-1,25 mg/hari secara siklik bersama progestin; paling
sering 0,625 mg/hari.
Estradiol 17-β yang dimikronisasi (Estrace)
Dosis Biasa : 1-2 mg/hari secara bersiklik bersama progestin.
Estropipat (Piperazin Estron Sulfat) (Orgen)
Dosis Biasa : 0,625-5 mg/ hari secara siklik bersama progestin.
Estradiol Sistem Transdermal (Estraderm Transdermal)
Dosis Biasa : 0,50-0,1 mg/hari dipakai 2x perminggu dengan patch secara
siklik dengan progestin.
2. Krim vagina Estrogen
17-β- Estradiol (Estrace)
Dosis Biasa : 2-4 g/hari mula-mula selama 1-2 minggu; diturunkan
menjadi 1-2 g/hari untuk minggu berikutnya; kemudian 1 g/hari 1-3x
perminggu seperlunya sebagai rumatan.
Estropipate (Piperazin Estron Sulfat) (Ogen)
Dosis Biasa : 2-4 g/hari 1-2 minggu; kemudian 1 g/hari 1-3x serminggu.
Estrogen Konjugasi
Dosis Biasa : 2-4 g/hari setiap hari.
III. Obat yang Berkaitan dengan Masa Nifas dan Bayi Baru Lahir
1. Obat-Obatan yang dipakai Selama Periode Masa Nifas
a. Pereda Nyeri Untuk Kontraksi Rahim
“Nyeri setelah melahirkan” timbul selama beberapa hari masa nifas ketika
jaringan rahim mengalami iskemia sewaktu berkontraksi. Agen narkotik biasanya
diberikan untuk rasa sakit yang lebih berat seperti yang dialami oleh klien setelah
persalinan seksio sesarea atau ligase tuba. Karena ada beberapa analgesic sistemik
(kodein, meperidin, dan oksikodon), perawat harus mengobservasi ketika ia
sedang merawat bayinya yang bru lahir, untuk menjamin keselamatan bayi. Klien
yang mendapatkan kodein sulfat atau ibuprofen harus secara berturut-turut
diperiksa fungsi saluran GI nya dan adanya iritasi pada saluran pencernaan. Klien
yang mendapatkan kodein atau morfin harus dievaluasi status pernafasannya.
Berikut Obat Analgesik yang Sering Dipakai Pada Masa Nifas :
Asetaminofen (Tylenol), Propoksifen (Darvon), Ibuprofen (Motrin),
Asetaminofen dengan Kodein (Tylenol dengan Kodein), Kodein Sulfat,
Meperidin (Demerol), Morfin Sulfat (Pectoral), Oksikodon Hidroklorida
(Percocet).
b. Pereda Nyeri Untuk Luka Perineum dan Hemoroid
Proses kelahiran merupakan stressor bagi jaringan lunak di perineum. Klien
mungkin juga mendapatkan hemoroid selama kehamilan, yang akan memberat
akibat proses mendorong bayi selama persalinan.
Berikut obat-obatan pereda nyeri karena luka perineum dan hemoroid :
1. Luka Perineum (Episiotomi atau Laserasi)
Benzokain (Americaine, Dermoplast)
Dosis : disemprotkan dengan bebas t.i.d atau q.i.d. 6-12 inci dari perineum
setelah perineum dibersihkan.
Pemakaian dan Pertimbangan : anastesik local menghambat impuls dari saraf-
saraf sensoris akibat perubahan permeabilitas membrane sel terhadap ion.
Merupakan kontraindikasi pada infeksi bakteri sekunder jaringan dan telah
diketahui adanya hipersensitivitas. Efek puncak dicapai dalam 1 menit, lama
kerja 30-60 menit.
Witch Hazel (Tucks)
Dosis : tempelkan pembalut yang telah dilembapkan t.i.d. atau q.i.d. pada
tempat luka.
Pemakaian dan Pertimbangan : mengendapkan protein, sehingga
menyebabkan jaringan berkontraksi. Dapat didinginkan dalam es pada
kemasan aslinya untuk menambah kenyamanan. Jika dalam bentuk cair,
tuangkan di atas es dan celupkan pembalut wanita ke dalam larutan; ganti jika
telah menjadi encer.
2. Hemoroid
Anusol-HC
Dosis : satu suposituria b.i.d. selama 3-6 hari
Pemakaian dan Pertimbangan : meredakan nyeri dan rasa gatal akibat jaringan
anorektal yang teriritasi. Mengandung hidrokortison asetat. Bekerja sebagai
obat antiinflamasi. Tersedia tanpa hidrokortison. Kontraindikasi pada
hipersensitivitas. Jika terjadi infeksi sekunder pada jaringan, hentikan. Tidak
diketahui apakah diekskresikan ke dalam air susu, pakai dengan hati-hati.
Hidrokortison asetat 1% dan pramoksin HCL topical aerosol 1%
(Proctofaoam-HCl)
Dosis : 1 applikator dipindahkan pada pembalut 2x2 dan ditempatkan di
dalam rectum b.i.d atau t.i.d. dan setelah BAB.
Pemakaian dan Pertimbangan : foam aerosol kortikosteroid topical dengan
kerja dan pertimbangan pemakaian yang sama dengan diatas. Juga tersedia
dalam preparat nonsteroid.
Salep Dibukain, USP 1% (Nupercaine)
Dosis : dioleskan sama seperti diatas t.i.d. atau q.i.d., dipakai tidak lebih dari
1 tube dalam 24 jam.
Pemakaian dan Pertimbangan : salep anastetik local berisi dibukain 1%.
Kerjanya sama seperti benzokain. Jangan gunakan bila perdarahan rektal.
Puncak reaksi <15 menit; berlangsung selama 2-4 jam.
Efek samping dan Reaksi yang Merugikan : adalah terbakar, menyengat,
nyeri tekan, kulit mengelupas dan jaringan nekrosis. Efek samping yang
sering dilaporkan akibat pemakaian hidrokortison local atau topical meliputi
rasa terbakar, gatal, iritasi, kering, kontak alergi,dan infeksi sekunder.
c. Supresi Laktasi
Menekan laktasi (pembentukkan dan pengeluaran air susu) secara farmakalogik
pada ibu yang memilih tidak menyusui dilakukan terutama dengan memakai satu
dari ketiga obat : klorotransen (TACE), Deladumone (OB) (kombinasi estrogen
ditambah endrogen dalam bentuk estradiol valerat dan testosterone enanbulasi
dini, sekurangnya 64 oz cairan sehari, tidak menunda jika ada rasa ingin BAB)
biasanya dilakukan setelah persalinan. Tindakan farmakologik mencakup
pemakaian pelunak tinja, stimulan laksatif, dan untuk klien yang menjalani
pembedahan seksio sesarea, antifaltulen.
Obat-obatan yang dipakai untuk melancarkan BAB pada masa nifas :
- Natrium dokusat (Colace)
Dosis : 50-200 mg PO q.d., biasanya jam tidur
Pemakaian dan Pertimbangan : melunakkan tinja. Efek pada tinja terlihat
dalam 1-3 hari. Jangan diberikan jika sedang mendapat minyak mineral.
- Kasantrol dengan Natrium Dokusat (Peri-Colace)
Dosis : 1-2 kapsul PO, biasanya jam tidur
Pemakaian dan Pertimbangan : laksatif ringan. Jangan pergunakan jika
terdapat sakit perut, mual,atau muntah. Efek pada tinja dalam 8-12 jam.
- Kalium Dokusat (Dialose)
Dosis : 1 kapsul, PO, q.d.-b.i.d.
Pemakaian dan Pertimbangan : pelunak tinja. Bebas Na.
- Kasantranol dengan Kalium Dokusat (Dialose Plus)
Dosis : 1 kapsul, PO, b.i.d.
Pemakaian dan Pertimbangan : laksatif ringan. Jangan berikan jika terdapat
sakit perut, mual,atau muntah.
- Bisakodil USP (Dulcolax)
Dosis : 2-3 tabet PO atau 1 supusituria
Pemakaian dan Pertimbangan : perangsang laksatif. Efek pada tinja dalam 6-
12 jam pada tablet. Tidak untuk pemakaian jangka panjang.
- Magnesium Hidroksida dengan minyak mineral (Hayley’s M-O)
Dosis : 15-30 mL PO jam tidur
Pemakaian dan Pertimbangan : laksatif salin ringan. Bekerja dengan menarik
H2O ke dalam usus, meningkatkan tekanan intraluminal dan motilitas usus
halus. Efek tinja dalam ½ -6 jam.
- Minyak mineral (Kondremul Plain)
Dosis : 15-30 mL PO jam tidur
Pemakaian dan Pertimbangan : laksatif pelumas. Dapat mengurangi absorbs
vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Efek pada tinja dalam 6-8 jam.
- Magnesium Hidroksida (Susu Magnesia)
Dosis : 15-60 mL PO jam tidur
Pemakaian dan Pertimbangan : laksatif. Bekerja dengan meningkatkan dan
menahan air dalam usus halus, sehingga mengembang dan merangsang
peristaltic dan eliminasi tinja.
- Sena (Senokot)
Dosis : 10-15 mL sirup jam tidur; 2-4 tablet PO b.i.d.
Pemakaian dan Pertimbangan : perangsang laksatif.
- Simetikon (Mylicon)
Dosis : 1 tablet q.i.d. setelah makan dan jam tidur sampai 6x sehari sesuai
dengan kebutuhan.
Pemakaian dan Pertimbangan : antiflatulen. Bekerja dengan membuyarkan
dan mencegah pembentukan gelembung udara yang terbungkus mucus dalam
saluran GI.
d. Imunisasi
- Rho (D) Imun Globulin
Rh sensitisasi dapat dicegah dengan pemberian Rho Imun Globulin
(RhoGAM) untuk membuatnya Rh-negatif klien tidak sensitive dalam
kejadian dimana terjadi pemajanan terhadap darah Rh-positif.
Imunoglobulin Rho (D) (RhoGAM)
1. Dosis dan Rute : diberikan IM pada gluteus
Pemakaian dan Pertimbangan : suatu larutan gama globulin konsetrat n
Rh negative (pekat) steril yang dibuat dari serum manusia yang
mengandung antibody terhadap faktor Rh 9antigen D), juga dikenal
sebagai anti Rho (D). diberikan pada klien Rh negative yang belum
tersensitisasi. Bekerja dengan menekan respons antibody aktif dan
pembentukan anti Rh0 (D) pada klien yang terkjan dengan darah Rh
positif. Menyebabkan penhancuran sel-sel janin Rh positif dalam serum
maternal sebelum ibu dapat membentuk antibody yang dapat
menimbulkan hemolysis SDM pada janin Rh positif dan bayi baru lahir
pada kehamilan berikutnya. Tidak boleh diberikan IV.
2. Dosis dan Rute : 300µg (1vial) (dosis standar).
Pemakaian dan Pertimbangan : dosis standar diberikan pada gestasi 28
minggu sebagai pencegahan dan sekali lagi stelah persalinan normal
(dalam 72 jam) berdasarkan titernya. Juga diberikan setelah amniosentesis.
Dosis lebih besar dapat diberikan jika pemeriksaan menunjukkan telah
terjadi transfusi darah janin-maternal.
3. Dosis dan Rute : 50µg (1vial) (dosis mikro).
Pemakaian dan Pertimbangan : mikrodosis diberikan setelah aborsi
(kurang dari gestasi 12 minggu). Karena merupakan produk dari darah,
beberapa klien dapat menolak obat ini dengan alasan keagamaan.
Efek samping dan reaksi yang merugikan : efek samping jarang tetapi
mencakup demam dan sakit di tempat suntikan.
- Vaksin Rubela
Dosis dan Rute : diberikan subkutan : o,5 mL ke dalam sisi luar lengan atas.
Pemakaian dan Pertimbangan : vaksin virus hidup untuk imunisasi
terhadap campak Jerman. Dosis sama untuk semua orang, dapat dipakai vial
dosis tunggal atau multidodid. Jangan berikan globulin serum imun (ISG)
bersamaan dengan vaksin. Merupakan kontraindikasi untuk wanita hamil dank
lien dengan reaksi anafilaksis terhadap neomisin, penyakit pernapasan yang
disrtai demam atau infeksi lainnya yang disertai dengan demam, tuberkulosa
aktif yang tidak diobati, atau keadaan defisiensi imun lainnya. Orang yang
divaksinasi dapat menyimpan vius tetapi tidak dapat menularkan virus. Tunda
vaksinasi selama 3 bulan setelah transfuse darah atau plasma; juga setelah ISG
manusia. Klien masa nifas yang menerima produk darah dapat divaksinasi
asalkan dilakukan titer ulangan pada 6-8 minggu kemudian untuk memastikan
bahwa telah terjadi serokonversi.
Efek samping dan reaksi yang merugikan : rasa terbakar dan tersengat pada
tempat suntikan karena pH vaksin yang asam. Limfadenopati regional,
Urtikaria, ruam kulit, malaise, sakit leher, demam, sakit kepala, polyneuritis,
atralgia, dan demam sedang juga bisa terjadi.

e. Obat-Obatan yang Diberikan Kepada Bayi Baru Lahir segera Setelah Lahir
Obat-obatan yang secara rutin diberikan kepada bayi baru lahir adalah salep mata
eritromisin, untuk mencegah terjadinya infeksi mata dan vitamin K1 untuk
mencegah penyakit perdarahan. Selain itu, desinfektan biasanya dioleskan pada
daerah umbilicus selama beberapa jam pertama setelah dilahirkan.
Obat-obatan yang diberikan kepada bayi baru lahir segera setelah dilahirkan :
1. Salep Mata Eritromisin
Dosis : salep sepanjang ½ inci ditempatkan pada sakus konjungtiva bawah
dari masing-masing mata dalam waktu 1 jam setelah dilahirkan.
Pemakaian dan Pertimbangan : mencegah konjungtivis gonokokal (oftalmia
neonatorum), yang dapat menimbulkan kebutaan. Juga mencegah konjungtivis
klamidia. Sumber infeksi adalah dari vagina. Mengandung antibiotika
(eritromisin) steril dengan dasar minyak mineral dan petrolatum putih.
Kerjanya berdasarkan pada konsentrasi pergram dan organisme target yang
ada. Bertindak sebagai bakterisid atau bakteriostatik.
2. Pitonadion ( Vitamin K1, Mepiton, Aquamepiton, Konakion)
Dosis : 0,5 mg IM ke paha anterior atau lateral dalam waktu 1 jam setelah
lahir.
Pemakaian dan Pertimbangan : antagonis antikoagulan oral. Larutan koloid
berair dari vitamin K1. Bayi baru lahir tidak menerima cukup vitamin K
melalui plasenta dan tidak mampu untuk memulai sintesa vitamin karena
terbatasnya flora usus; karena itu pembentukan faktor-faktor pembekuan
terhambat dan kadar protrombin rendah. Pitonadion mempercepat
pembentukkan faktor pembekuan sama dengan vitamin K alami. Bayi baru
lahir dari ibu yang mendapatkan antikoagulan oral atau antikejang selama
kehamilan mungkin memerlukan dosis yang lebih banyak. Dosis boleh
diulang dalam 6-8 jam.
Efek samping dan reaksi yang merugikan : salep mata Eritromisin adalah
konjungtivitis kimiawi yang terjadi pada sekitar 20% bayi baru lahir, dengan
gejala-gejala pembengkakan dan inflamasi yang berlangsung sekitar 24-48 jam.
Hal ini sedikit mempengaruhi kontak mata dengan mata antara orang tua dan bayi
baru lahir. Fitonadion (Vitamin K1) adalah nyeri dan edema pada tempat
suntikkan. Beberapa reaksi alergi, dengan gejala-gejala urtikaria dan ruam kulit
telah dilaporkan. Bayi-bayi yang menerima dosis lebih tinggi dapat menunjukkan
hiperbilirubinemia dan ikterus akibat bersaingnya pada tempt pengikatan.
IV. Obat-obat yang Berkaitan dengan Kesehatan dan Kelainan reproduksi Pria

Perubahan kesehatan reproduksi pria mencerminkan berbagai proses perkembangan,


infeksi, peradangan, hipertrofit, keganasan dan psikoemosial. Untuk lebih memahami gangguan
kesehatan reproduksi pria, akan ditinjau kembali anatomi dan fisiologi reproduksi.

Kelompok obat yang paling berkaitan dengan prose reproduksi pria, androgen dan
anabolik steroid,dijelaskan dalam bab ini. Obat-obat ini tidak hanya dipakai pada pria saja,
karena ada juga indikasi terapi adrogen pada wanita.

A. ANDROGEN

Androgen adalah hormon steroid yang merangsang atau mengontrol perkembangan dan
pemeliharaan karakteristik laki-laki vertebratadengan mengikat reseptor androgen yang juga
merupakan pendukung aktivitas organ seks pria dan pertumbuhan karakteristik seks sekunder
pria.

1. Farmakokinetik
Testosteron diabsorpsi secara oral, tetapi karena sebanyak 50% dimetabolisme
pada tingkat pertama melalui sirkulasi hapatik, maka diperlukan dosis tinggi untuk
mendapatkan kadar di plasma yang efektif. Androgen sintetik memiliki masa hidup yang
lebih panjang. Testosteron bisa direaksikan dengan ester, testosteron ester, dalam bahan
dasar minyak dan memiliki lama kerja sampai 3 minggu. Testosteron terkait protein
plasma selama 15 sampai 30 menit. Androgen dimetabolisme di dalam hepar.metabolit
konjugasi ini, androsteron dan dehidroepisndrodteron disekresikan ke dalam empedu atau
urin.
2. Farmakodinamik
Testosteron bertanggung jawab atas perkembangan ciri-ciri pria. Bahkan di dalam
rahim, chorionic gonadotropin dari plasenta merangsang testis untuk memproduksi
testosteron. Tetapi sejak lahir sampai sesaat sebelum puber terdapat masa tidak
berproduksi yang penting. Dari usia 10 sampai 13, produksi meningkat secara cepat dan
berlangsung terus sepanjang hipud. Setelah usia 40, produksinyamenurun sampai usia 80,
dimana kadarnya sepertiga sampai seperlima dari kadar puncak.
Ciri-ciri seks sekunder yang timbul di bawah penaruh testosteron meliputi rambut,
pubis, jambang, rambut tubuh. Testosteron menyebabkan hipertrofi mukosa laring dam
pembesaran laring, menyebabkan suara pria lebih dalam. Testosteron merangsang
deposisi protein dan meningkatkan bentuk otot.
3. Indikasi Terapi Androgen
 Defisiensi produksi testosteron oleh testis
 Hipogonadisme adalah kegagalan testis untuk mengsekresikan androgen
 Anemia refrater pada pria dan wanita
 Edema angioneurotik herediter
 Retardasi pertumbuhan yang tidak berkaitan dengan insufisiensi pituitari
 Karsinoma payudar yang sudah lanjut
 Disfungsi efeksi

4. Efek Samping
Efek samping dari terapi androgen meliputi sakit perut, mual, insomnia, diare atau
konstipasi, tempat bekas suntikan menimbul atau merah, air liur bertambah banyak, nyeri
dimulut, dan dorongan seksual meningkat atau menurun. Jika efek samping menetap,
memburuk, atau mengganggu lesehatan penderita petugas lesehatan harus diberitahukan.

5. Reaksi yang Merugikan


Efek virilisme tidak cukup memadai apabila klien bukan seorang pria dewasa
yang hipogonad. Wanita akan beresiko timbulnya manifestasi seperti jerawat dan kulit
berminyak, pertumbuhan rambut wajah, dan suara seperti pria, keadaan ini akan dapat
menetap. Bisa juga timbul mestruasi yan tidak terstur atau amenore, ovulasi atau laktasi
tertekan rambut bertambah banyak atau menjadi botak, dan pembesaran klitoris.
Anak-anak yang mendapat androgen dapat mengalami viriliasi yang menyolok
(pertumbuhan ciri-ciri seks sekunder pada pria) atau feminisasi dan gangguan
pertumbuhan tulang. Selama kehamilan, androgen dapat melewati plasenta dan
menimbulkan maskulinisasi pada jaanin.
Pria hipogonad dapat mengalami ereksi yang sering atau menetap, buah dada
membesar atau sakit, dan urgensi berkemi. Pemakaian androgen yang terus menerus pada
pria dapat mengganggu spermatogenesis. Hitung sperma dapat rendah untuk waktu 3
bulan atau lebih setelah terapi dihentikan.

6. Kontraindikasi
 Ibu hamil
 Penderita nefrosis atau nefritis yang berada pada fase nefrotik
 Hiperkalsemia
 Hipertrofit prostat jinak
 Pria dengan kangker buah dada
 Disfungsi hepar
7. Contoh Obat androgen alami
a. Testosteron (Andro 100, android-T, histerone, testaqua, testoject, oreton, T pelets)
 Dosis : IM : 10-20mg 2-3 x seminggu, PO : 10-40mg setiap hari,
Bukal :5-20mg setiap hari, SK : 150-450mg setiap 3-6 bulan.
 Pertimbangan dan Pemakaian :
Pengganti androgen, difungsi ereksi, klimatorium pria, kriptorkididme
 Dosis : IM : 100mg 3x seminggu, PO : 200mg setiap hari, Bukal :
100mg setiap hari
 Pemakaian dan Pertimbangan : Karsinoma payudara

b. Testosteron sipionat (Andro-Cyp, Andronat, Dep-Andro, Depotest, Depo-


Testosteron, Duratest, T-lonat P,A.Testoject LA, Vigorex)
 Dosis : IM : 50-400mg setiap 2-6 minggu
 Pemakaian dan Pertimbangan : penggan androgen, oligospemia,
karsinoma payudara, disfungsi efek, klimatorium pria, osteoporosis
c. Testosteron enantat (Andro LA, Andryl, Anthatest, Delatestryl, Everone, testate,
testosteron)
 Dosis : IM : 50-400mg setiap 2-6 minggu
 Pemakaian dan Pertimbangan : pengganti androgen, oligenspermia,
disfungsi erekai, klimatorium pri, osteoporosis
d. Testosteron propionat (adrolan, Testex)
 Dosis : IM : 10-25mh 2-4 x seminggu
 Pemakaian dan Pertimbangan : pengganti androgen, disfungsi ereksi,
klimatorium pria
 Dosis : IM : 100mg 3x semingu
 Pemakaian dan Pertimbangan : karsinoma payudara
8. Contoh Androgen Sintetik
a) Danazol (cyclomen, danocrine)
 Dosis : PO : 100-800mg setiap hari mula-mula dibagi dalam dua kali
minuman
 Pemakaian dan Pertimbangan : Edometriosis, penyakit payudara
fibrokistik, angioedema. Dosisi awal diturunkan secara bertahap untuk
mendapatkan kebutuhan dosis individu tersebut. Pengobatan
endometriosis dapat berlangsung 6-9 bulan pengobatan penyakit payudara
fibrokistik berlangsung 3-6 bulan.
b) Etilestrenol (mazibolin)
 D : PO : 4-8mg setiap hari
 A : PO : 1-3mg setiap hari
 Pemakaian dan Pertimbangan : efek anabolik
c) Fluoksimesteron (halotestin)
 Dosis : PO : 2-10mg setiap hari dibagi dalam 1-4, PO : 15-30 mg setiap
hari dalam dosis terbagi
 Pemakaian dan Pertimbangan : pengganti androgen, pubertas terlambat,
karsinoma payudara
d) Metandrostenolon (dianabol)
 Dosis : PO : mula-mula 5mg setiap hari, PO : 0,05mg/kg setiap hari
 Pemakaian dan Pertimbangan : Osteoporosis pascaklimaktorium, Dwarfis
pituitari pada anak-anak
B. ANTIANDROGEN

Antiandrogen atau antagonis androgen menghambat sintesa atau kerja androgen obat-
obat ini mungkin berguna dalam penatalaksanaan hipertrofi prostat, karsinomia prostat, jerawat,
hirsutisme, rambut rontok yang khas pada pria, sindroma virilisasi pada wanita, dan pubertas dini
pada anak laki-laki efektivitas obat ini untuk menghamba dirongan seks pada pria pelanggar seks
masih kontroversial dan tidak didukung oleh dokumentasi yang baik.

GnRH, atau analognya seperti leupruilid adalah penghambat sintesa testosteron yang
efektif. Jika agen ini diberiksn dalam waktu yang lama, kadar LH dan testosteron akan menurun.
Dua tipe obat yang dikembangkat antagonis reseptor androgen dan agen yang menghambat
konversi testosteron menjadi bentuk aktivitas dihirotestosteron.

Antagonis reseptor androgen suatu progesteron aktif yang diberikan secara oral, adalah
suatu antagonis androgen yang kuat. Obat ini juga menurunkan sekresi LH dan FSH dan kualitas
progestasional. Siproteron asetat bersaingan dengan dihidrotestosteron untuk mengikat reseptor
androgen. Dosisnya 100mg sehari akan menghilang dalam waktu 2 minggu setelah pengobatan
dimulai, akan pulih dan kembali dalam 2 minggu setelah asetat dapat menghentikan
pertumbuhan anak muda.

Flutamid (Euleksin) adalah suatu obat steroid yang bersaing dengan androgen untuk
mendududki reseptor androgen yang mendapatkan flutamid menunjukkan peningkatan kadar LH
dan testosteron dalam plasma. Sangat berguna untuk menghambat kerja androgen andrenal pada
pria yang mendapatkan GnRH secara terus-menerus. Juga bermanfaat bagi wanita yang produksi
LHnya tidak berada berada di bawah kendali androgen.

1) Pengobatan Farmakologi Gangguan Kesehatan Lain Reproduksi Pria


Penyimpangan yang sering terjadi pada reproduksi pria yang secara rutin diatasi
dengan terapi obat akan dibicarakan seraca singkat. Gangguan ini dapat dibagi menjadi
beberapa, disfungsi pituitari, tiroid, atau adrenal, penyakit infeksi akibat hubungan
seksual, penyakit infeksi akibat hubungan seksual, tumor jinak dan ganas, dan disfungsi
seksual. Penyakit akibat hubungan seksual.
2) Gangguan Pituitari, tiroid, dan andrenal
Hipogonadisme adalah suatu keadaan kekurangan yang biasanya disebabkan oleh
sesuatu lesi atau cedera traumatik dari pituitari anterior dapat juga terjadi sekunder akibat
proses penyakit lain seperti diabetes. Pada pria yang belum puber akan menyebabkan
kerangnya ciri-ciri seks sekunder dan infertilitas pria dewasa dan dapat mengalami atrifi
testis dan berkurangnya libido dan tunos otot.

Hipertiroidisme adalah suatu keadaan dimana hormon tiroid memberikan efek


yang lebih dari normal. Karena produksi hermon tiroid saling berkaitan dengan kadar
FSH, LH, testosteron, dan estradiol, hipertiroidme dapat menyebabkan penungkatan atau
penurunan kainginan seksual, disfungsi ereksi dan gangguan pembentukan sperma.
Seringkali pengobatan terpilih adalah tiroidektomi subtotal. Teatapi, dipakai juga
berbagai pengobatan madis.
Hipotiroidisme suatu defisiensi produksi hormon tiroid, dapat merupakan
kelainan kongenital atau sebagai akibat dari kurangnya produksi hormon titoid atau
hambatan pengaruh hormon pada organ target. Keadaan ini dapat menyababkan
terhambatnya keinginan seksual dan disfungsi ereksi. Penggantian hormon tiroid
merupakan pengobatan terpilihnya.
3) Contoh Obat Penatalaksanaan Hipertiroidisme
Propilitiourasil
 Kerja : Ganguan pembentukan hormon tiroid

Metimazol

 Kerja : penhambat kerja hormon tiroid

Proponalol

 Kerja : Menurut respon sistem saraf simpatik terhadap hipertioridisme

Yodium radioaktif
 Kerja : Merusak jaringan tiroid

V. OBAT-OBAT UNTUK HUBUNGAN SEKSUAL DAN INFERTILITAS

Penyakit hubungan seksual dan infertilitas. Dalam 25 tahun terakhir ini kedua maslah di
atas meningkat secara dramatik, dan kesadaran tentang hubungan antara keduanya juga
meningkat. Penyakit hubungan sesual, jika tidak diobati dini, dapat menyebabkan kerusakan
pada saluran reproduksi pria dan wanita sehingga mengganggu fertilitas. Penyakit hubungan
seksusal terutama menyerang kelompok penduduk golongan rema tua dan dewasa muda,
sebelum kelompok ini memikirkan untuk memulai membentuk keluarga. Mereka tidak
menyadari akibat yang mungkin terjadi dari infeksi ini penyakit menahun, infertilitas, dan
bahkan kematian. Mereka harus mengerti hubungan anrata risiko yang ditanggung karena
melakukan hubungan seksual dan ketidak mampuan intuk membuahi dikemudian hari.

A. REGIMEN OBAT UNTUK PENYAKIT HUBUNGAN SEKSUAL


Penyakit hubungan seksual (PHS) adalah infeksi yang ditularkan selama kontsk
deksual. Sekarang disadari bahawa beberapa patogen yang menular dengan cara lain
dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual seperti shigella, virus hepatiti A, atau
candida.
Jumlah patogen yang diketahui menularkan secara seksual semakin bertambah
dalam 30 tahun terakhir, dan banyak PHS telah menjadi epidemik di kebanyakan negara
selama masa tersebut. Kebanyakan PHS mengancam jiwa janin atau bayi jika ditukarkan
oleh ibu sewaktu kehamilan atau persalinan, dan msalah ini semakin meningkat. Badan
pengendalian penyakit melaporkan kenaikan sebesar 500% dalam insiden sifilis
kongenital selama akhir 1980-an. Munculnya PHS yang tidak dapat disembuhkan pada
orang dewasa, seperti infeksi herpes genetal dan virus imunodefisiensi manusia (HIV),
membuat bertambahnya kesadaran akan bahaya PHS, bahkan pada negara-negara industri
mapan. Beberapa infeksi, termasuk yang disebabkan oleh HIV, human papiloma virus,
human T-lumphotrophic virus, dan virus epstein-Barr, berkaitan dengan keganasan.

1. Infeksi Klamidia
PHS yang paling terjadi. Penyakit ini ditemukan pada 10% dari pria asimtomatik,
8-9% wanita asimpotomatik yang mengunjungi klinik keluarga berencana atau klinik
universitas, dan dapat sampai mencapai 30% dari wanita di kota yang mengunjungi
klinik kesehatan umum. Sampai tahun 1876 klamidia belum berhasil diisolasi dari
saluran reproduksi bagian atas pada wanita. Penyakit ini merupakan masalah
kesehatan karena prevalensinya dan hubungannya dengan konjungtivitas dan
pneumonia neonatal, penyakit peradarangan pelvis, perihepatitis, proktitis,
epididimitid, dan infertilitas.

2. Sifilis
Sifilis disebabkan oleh spirosaeta Treponema pallidum. Penyakit ini adalah PHS
paling banyak ketiga di Amerika Serikat dan terutama menyerang kelompok usia 20-
24 tahun. Sifilis bisa didapat melalui kontak tubuh yang dekat atau dapat ditukarkan
seraca kogenital dari ibu ke janin melalui plasenta. T. Pallidum menginvasi tubuh
malalui membran mukosa, biasanya genital, atau abrasi pada kulit. Dalam 24 jam
kuman ini dapat menyebar ke seluruh tubuh. Mungkin bukti infeksi dapat tidak terlihat
dari 10 sampai 60 hari.
3 minggu setelah terpapar, timbul suatu tukak berindurasi yang tidak sakit,
disebut chancre, dengan eksudat serosa terlihat pada tempat invasi muala-mula.
Kelenjar regional dapat membesar dan keras. Setelah 4 sampai 6 minggu, chacre
berinvolusi dan suatu ruam makulopapular simetris yang klasik timbul (pada telapak
kaki dangan tangan) dengan adenopati.

3. Granuloma Inguinale (Donovandosis)


Suatu penyakit progresif menahun pada kulit dan membran mukosa dari genitalia
eksterna dan daerah anal serta inguinal. Diduga disebabkan oleh calymmatobacterium
granulomatis, antara 1 minggu sampai 3 bulan. Lesi mula-mula kecil berbentuk nodul,
vesikel, atau papula kemudian menjadi suatu proses pembentukan tukak yang
menyebar degan lambat Dn dicirikan dengan tepinya yang menggulung serta adanya
pembentukan jalan fibrosa.
4. Vaginosis Bakteri
Vagina bakteri sebelumnya disebut vaginitis non-spesifik, dikaitkan dengan
Gardnerella vaginalis, sebelunnya dikenal sebagai Haemophilus vaginalis, dan terjadi
dari prubahan mikroflora di vagina. Mycoplasma hominis, Ureaplasma urelyticum,
dan dua anaerob, Mobiluncus curtisii dan M. Mulieris, konsentrasinya meningkat pada
cucian vagina wanita penderita vaginosis bakteri, sam seperti bacteroides subspesies
dan peptostreptococcus sp. Laktobasilus pada wanita penderita penyakit ini
konsentrasi menurun.

5. Uretritis Nonspesifik atau Non-Gonokokal

C. trachomatis adalah penyebab uretritis nongonokokal (NGU) pada sekitar 50%


kasus. Organisme penyebab lainnya adalah U. Urealyticum, T. Vaginalis, dan virus
herpes simpleks tipe 2. Individu penderita NGU dan pasangan seksual mereka harus
diobati meskipun mereka mempunyai infeksi klamidia, karena banyak individu yang
chlamydia-negatif berespon terhadap regimen antibiotik.

6. Infeksi Enterik yang Ditularkan secar seksual

Sindrom gastrointestinal yang ditularkan secara seksual adalah proktitis,


proktokolitis, dan enteritis. Terkecuali infeksi gonokokus pada rektum., penyakit-
penyakit ini terutama terjadi pada pria homoseksual yang melakuan sanggama anal
reseptif.

7. Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) juga dianggap sebagai PHS karena sebagian wanita
mangalami “sistitis bulan madu” yang rekuren karena gesekan pada saat hubungan
seksual membuat mikrorganisme enterik masuk ke dalam uretra wanita. Pengobatan
diberikan berdasarkan organisme penyabab, dan yang paling sering adalah escherichia
coli. Membilas dan berkemih terlebih dulu sebelum melakukan hubungan seksual
dapat mengurangi insidens masalah ini. Sebagai wanita mendapat manfaat dari
pengobatan profilaksis dengan trimetroprim-sulfametoksazol atau nitrofurantoin yang
segera diminum setelah melakukan hubungan seksual.
8. Trikomoniasis

Trichomonas vaginalis adalah protozoa yang menyebabkan vaginitis dengan lesi


hemoragik yang kecil-kecil dan disertai dengan keluarnya cairan yang banyak, kental,
berbusa, kuning dengan bau yang busuk. Penyakit ini sengkali asimptomatik. Pada
pria, patogen dapat menetap dalam prostat, uretra, atau vesikula seminalis, tetapi
jarang menimbulkan gejala-gejala, prevalensi penyakit ini pada klinik-klinik
ginekologi tertentu diketahui dapat mencapai 50%. Penyakit ini paling sering
ditemukan pada wanita berusia 16-35 tahun. Penyakit ini ditularkan melalui kontak
dengan cairan vagina dan uretra dari orang yang terinfeksi. Masa inkubasinya adalah
4-20 hari.

9. Kandidiasis

Candida albicans suatu jamur, merupakan salah satu dari beberapa spesies
candidas yang menyebabkan infeksi kulit dan selaput lendir. Kandidiasis (moniliasis
atau trush) dapat menimbulkan lesi pada oral, vulvovagina, saluran gastrointestinal,
atau organ. Infeksi SSP mungkin terjadi pada individu yang kekebalannya terganggu.
Kandidiasisis vagina ditandai dengan keluarnya cairan kental seperti keju dan rasa
gatal.

10. Pedikulosis Pubis

Kutu pubis, suatu infeksi ektoparasit, paling sering ditularkan melalui kontak
seksual. Telur menetas dalam waktu seminggu dan mencapai kematangan seksual
dalam waktu 8-10 hari setelah menetas.

Dianjurkan untuk mengobati pasangan seksual secara bersamaan, dengan krim


permetrin 1% yang dikarenkan pada daerah yang terkena dan dibilas 10 ,enit
kemudian. Regimen yang lain adalah piretrin dan priperonil butolsida yang
dipakaikanselama 10 menit atau shampo lindane 1% yang dipakai selama 4 menit.
Lindane tidak dianjurkan pemakaiannya pada wanita hamil atau menyusui.

11. Skabies

Skabies, suatu parasit kulit yang disebabkan oleh suatu tunggu, bermanifestasi
sebagai papul atau vesikel dan sangat gatal. Skanies dapat menimbulkan komplikasi
dengan infeksi sekunder bakteri streptokokus beta-hemolitikus. Semua pasangan
seksual diobati dengan lindane 1%, 1 oz larutan atas krim dioleskan setiap 8 jam.
Wanita hamil dan menyusui tidak boleh memakai lindan. Anak-anak di bawah usia 2
tahun dan wanita hamil atau menyusui diobati dengan krotamiton 10%, dipakai di
seluruh tubuh dan leher ke bawah selama 2 malam dan cuci sampai bersih 24 jam
setelah pemakaian kedua. Seperti pedikulosis pubis kain-kain dan pakaian yang
dipakai dalam 2 hari terakhir dicuci dan dikeringkan dengan mesin pengering panas
atau dry cleaned.

12. Herpes

Herpes adalah suatu virus yang menyerang daerah genetalia dan bukan genital.
Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) bertanggung jawab atas 90% lesi bukan genital.
Paling sering di bawa oleh air ludah tapi dapat ditukarkan oleh tangan. Virus herpes
simpleks tipe 2 (HSV-2) bertanggung jawab atau 90% lesi di genital. Kedua tipe dapat
ditemukan baik pada lesi di mulut atau di genitourinaria.

13. Infeksi Virus Hepatitis B

Virus hepatitis B (HBV) paling sering ditularkan melalui konrak seksual. Individu
yang mempunyai risiko adalah pria homoseksual, semua individu dengan pasangan
ganda, dan pemakaian panyalahgunaan obat-obat IV dan pasangan-pasangan seksual
mereka.

Ada beberapa rekombinan yang dibuat dari plasma yang telah disetujui oleh FDA.
Rangkaian vaksinasi memerlukan satu kunjungan pertama dan 2 kunjungan tindak
lanjut. Individu harus diobati secara profilaksis jika mereka mengadakan kontak
seksual dengan seseorang yang menidap HBV dalam waktu 14 hari atau kontak
seksual dengan seorang karier HBV. Pencegahannya adalah dengan imunoglobulin
hepatitis B (HBIG) 0,6 ml/kg IM dalam dosis tungal, diikuti dengan rangkaian vaksin
HBV.

14. Infeksi HIV dan AIDS

Virus humam immunodeficiency (HIV) adalah suatu retrovirus. Retrovirus


manusia pertama, HTLV-1, diisolasi pada tahun 1978 berkaitan dengan lekemia sel dewasa dan
lifoma. Sampai sekarang belum terdapat regimen obat untuk mengobati. Yang lain adalah
HTLV-2 bersifat endema pada kalangan populasi ketergantungan obat peran HTLV-2 dalam
proses penyakit masih belum jelas. Mungkin mempunyai efek sinergis dengan HIV yang
mempercepat perkembangan AIDS.

HIV-2 merupakan retrovirus manusia yang belakangan ditemukan. Virus ini lebih
jarang dan merupakan penyabab tidak langsung AIDS, penyabaran tidak secepat HIV-1.
Retrovirus yang menimbulkan masalah besar dalam pelayanan kesehatan adalah HIV. AIDS
pertama kali dikenal sebagai sindrom yang khusus pada 1981 dan HIV-1 pertama diisolasi pada
tahun 1983.

Sindroma primernya ditandai dengan ruam kulit, demam, dan artralgia. HIV
disebarkan dengan kontak dengan darah yang terkontaminasi, transplasenta, dan air susu ibu.
Belum ada obat untuk infeksi HIV. Ada tiga obat yang dikembangkan (Retrovir, asidotimidin,
AZT) mengurangi replikasi virus, memulihkan imunosupresi secara parsial dan menunda
terjadinya atau kekambuhan dari komplikasi. Individu diobati jika jumlah limfosit T4 mereka
turun dibawah 500/m³. Obat baik ditolenransi pada klien yang sehat. Jadwal terakhir yang
dianjurkan 200mg zidovudine setiap 4jam selama satu bulan diikuti 100mg setiap 4jam.
BAB II

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas, kita semua dapat mengetahui bahwasanya kesehatan
system reproduksi manusia adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh
dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran, dan system reproduksi. Kesehatan
reproduksi haruslah tetap dijaga dengan merawat organ atau alat reproduksi. Dengan
makalah ini pembaca dapat mengetahui tentang obat-obatan mengenai reproduksi dan
mengetahui efek, dosis, pemakaian dan pertimbangan.
B. Saran
Penulis berharap agar pembaca tahu gejala-gejala awal dari penyakit sitem reproduksi
dan dapat mengantisipasi penyakit tersebut agar tidak semakin parah. Diharapkan
pembaca dapat menjaga kesehatan reproduksinya.
Daftar Pustaka

J. Heffner. 2005.At a Glance Sitem Reproduksi : penerbit ERLANGGA Jakarta.


Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi : proses keperawatan.Jakarta :
penerbit Buku Kedokteran EGC
Irianto. Koes. 2014. Anatomi dan fisiologi. Bandung : penerbit ALVABETA Bandung.
Syaifuddin. 2016. Anatomi fisiologi 4. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai