5. Empedu
a. Dilatasi dan atoni
b. Empedu dapat menebal dan stasis, yang dapat mengakibatkan pembentukan batu empedu.
6. Hepar
a. ALP meningkat disebabkan placental ALP isozymes meningkat
b. Albumin menurun, plasma globulin sedikit menurun, ratio albumin/globulin normal. Dpt
menyebabkan obat bebas dari suatu obat berefek toksik. Tetapi dengan adanya GFR
tinggi dpt mnyebabkan ekskresi obat bebas dalam tubuh
7. Ginjal dan saluran kemih
a. Dilatasi ginjal
b. Fungsi ginjal meningkat : ACTH, ADH, aldosteron, cortisol, hCS (human Chorionic
Somatomammotropin),
c. Glucosuria harus dimonitor secara ketat, tanda-tanda DM.
d. meningkatnya level glukosa urine dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
saluran kemih
Dampaknya terhadap farmakokinetik
dan farmakodinamik
a. Dengan memanjangnya waktu pengosongan lambung, motilitas menurun, aliran
darah di usus naik dapat meningkatkan absorpsi obat diusus.
b. Aliran darah ke kulit naik sehingga absorpsi obat topikal meningkat
c. Lemak si ibu naik sehingga distribusi obat lipidsolublemeningkat
d. Kadar albumin si ibu menurun, sehingga ikatan protein obat yang highly protein-bound
menurun, shg kadar obat bebas dalam darah meningkat
e. Perubahan dalam ikatan protein juga meningkatkan clearance obat.
f. Clearance Obat yang dieliminasi di ginjal naik karena renal blood flow dan GFR
meningkat
ANTENATAL CARE
a. Tujuan: agar kehamilan aman dan berhasil dan melahirkan bayi yang sehat.
b. Cara: edukasi dan monitoring si ibu dan Janin
c. Edukasi: nutrisi yang baik, higiene, tandatanda bahaya kehamilan
KEBUTUHAN NUTRISI
a. Kebutuhan nutrisi meningkat
b. BB sebelum hamil yang rendah, kurangnya intake protein dan kalori, pertambahan BB
yang kurang dapat mengakibatkan persalinan prematur, pertumbuhan bayi dalam janin
terhambat, perinatal mortality atau kelahiran dengan LBW (Low Birth Weight) infant
(BB Normal >2,5 kg)
c. LBW infant naik risikonya : gangguan fungsi neurologik, retarde BB ibu yang berlebihan
dapat mengakibatkan high-birth-weight baby (> 4kg), persalinan mjd sulit (lama,
forceps,caesar), meningkatnya morbiditas dan mortalitas bayi (shoulder dystocia, birth
trauma (karena adanya pemaksaan kelahiran), asphyxiad growth, perinatal mortality
d. Penilaian status gizi pada masa prenatal merupakan hal yang kritis. Penilaian meliputi:
tanda2 malnutrisi, anthropometric data , . Pada wanita hamil volume darah meningkat
tetapi Hb cenderung rendah sehingga terjadi pengenceran darah Overweight women naik
risikonya untuk pregnancy-induced HTN(hipertensi), gestational DM, UTI (urinary tract
infection),pyelonephritis. Juga meningkat nya risiko prolonged labor→ perlu SC.
Kebutuhan energi: selama kehamilan 85.000 kcal, sehingga perlu tambahan kalori 300
kcal/hari untuk menjamin pertambahan BB ibu dan memberikan energi yang dibutuhkan
untuk membentuk jaringan pada janin
e. Kebutuhan protein: untuk membentuk sel baru si ibu dan janin. Kurang protein dapat
menyebabkan pre-eclampsia
Hemorrhoid
• Penyebab: membesarnya uterus mengakibatkan tekanan pada pembuluh
hemorhoidal bagian tengah dan bawah. Di samping itu, 25-40%,meningkatnya vol darah
mengakibatkan dilatasi vena dan engorgment.
• Hemorrhoid menyebabkan gatal, dan menonjol keluarnya massa, nyeri dan kadang-kadang
perdarahan.
• Farmakologik: suppositoria yang mengandung steroid, anestetik, emolie Reflux
esophagitis/heartburn
• Terjadi pada > 25% kehamilan terutama pada trimester III.
• Penyebab: membesarnya uterus akan tekanan intra-abdominal, dan estrogen dan progesteron
merelaksasi sphincter esofageal. Kedua faktor ini menyebabkan reflux asam lambung ke
esofagus bagian bawah, menimbulkan gejala rasa terbakar substernal yang diperburuk dengan
makan, posisi berbaring dan membungkuk.
• Non farmakologik: makan sedikit tapi sering, hindari makan sebelum waktu tidur (jangan
makan 2 jam sblm tdr), hindari produk yang mengandung salisilat, caffein, alkohol, lemak tinggi,
nikotin. Tinggikan posisi kepala 4-6 inci.
• Farmakologik: antasid CaCO3. Jika antasid tidak bekerja, maka dapat diberikan sukralfat, obat
ini aman karena sedikit diabsorpsi. Cimetidin, Ranitidin dan Famotidin hanya diberikan jika
perlu
Farmakoterapi pada masa
Kehamilan
• Penggunaan obat pada wanita hamil memerlukan pertimbangan lebih khusus karena risiko
tidak hanya pada ibu saja, tetapi juga pada janin yang dikandungnya. Risiko yang paling
dikuatirkan adalah timbulnya kecacatan pada janin atau bayiyang lahir nantinya, baik berupa
cacat fisik maupun cacat fungsional.
Efek teratogenik obat
• Teratogen didefinisikan sebagai zat atau jenis paparan yang menyebabkan kecacatan mudigah
(embrio) atau janin baik kecacatan struktural atau fungsional. Teratogen meliputi obat, zat kimia,
paparan lingkungan, kuman atau radiasi Risiko paling tinggi untuk menimbulkan efek
teratogenik adalah penggunaan obat pada trimester pertama, lebih tepatnya minggu ke-3 sampai
dengan ke-8 dimana sebagian besar organ utama dibentuk.
• Pada trimester II dan III, efek teratogenik lebih kepada kecacatan fungsional, contohnya
penggunaan obat ACE inhibitor pada trimester II dan III akan menyebabkan hipotensi pada janin
• Obat yang diberikan kepada wanita hamil umumnya dapat melalui plasenta. Transfer obat
melalui membran plasenta terjadi secara difusi pasif
• konsentrasi obat dalam darah ibu(difusi dari tek tinggi ke rendah), jd semakin tggi
kadar obat dalam darah ibu maka akan berdifusi ke anak melalui plasenta) aliran darah plasenta
• sifat fisikokimia obat: berat molekul rendah, obat yang larut dalam lemak, nonpolar,dan tidak
terionisasi akan lebih mudah melewati membran plasenta
• hanya obat yang berada dalam bentuk bebas dari ikatan protein yang dapat melewati membran
plasenta.
• Jumlah obat yang ditransfer melewati plasenta jarang digunakan sebagai bahan evaluasi
keamanan suatu obat dalam masa kehamilan. Yang lebih penting untuk dipertimbangkan
adalah efek farmakologi, toksisitas dan lama penggunaan obat, serta usia kehamilan pada saat
terjadi pemaparan.
Dalam mengevaluasi efek teratogenik suatu obat perlu dipertimbangkan faktor-faktor
sebagai berikut:
Pertimbangan lain
1.Selalu mengamati bayi terhadap tandatanda yang tidak biasa atau gejala kliniknya (seperti
sedasi, iritasi, rash, menurunkan nafsu makan, kesukaran menelan)
2.Tidak melanjutkan menyusui selama terapi obat jika risiko tehadap bayi lebih berat
3.Berikan pengetahuan yang cukup kepada pasien untuk meningkatkan pemahaman terhadap
factor-faktor yang berisiko.
Contoh obat yang dieksresikan pada air susu ibu
• Aspirin dan salisilat ( dieksresikan sedikit→ fatal pada infant→ reye syndrome)
• Teofilin
• Antiepilepsi→ carbamazepin, fenitoin
• Simetidin dan ranitidin (dieksresikan dalam jumlah besar) omeprazol (dalam jumlah kecil)