Anda di halaman 1dari 63

Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis) dan Biji Kelor (Moringa

oleifera) sebagai Bioadsorben untuk Menurunkan


Kadar BOD dan TSS pada Limbah Cair Tahu

Laporan diajukan untuk memenuhi syarat penelitian pada Program Penelitian


Ilmiah (PRO-PIL) Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMAIT) Ummul Quro
Bogor

Oleh
1. Dhiya Kamila Sundara NIS 161710045
2. Fathimah Raidatul Jannah NIS 161710048
3. Hanifah Retsurika NIS 161710053

Pembimbing
1. Azi Maulana, S.Pd.
2. Kania Anindhita, S.P.

Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Ummul Quro


Bogor
2018
PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN

Bismillahirrahmaanirrahiim

Setelah dicermati dan dipikirkan lebih dalam, maka laporan penelitian yang

berjudul “Ampas Teh (Camellia sinensis) dan Biji Kelor (Moringa oleifera)

sebagai Bioadsorben untuk Menurunkan Kadar BOD dan TSS pada Limbah Cair

Tahu” yang diajukan oleh Saudara Dhiya Kamila Sundara; NIS 161710045,

Fathimah Raidatul Jannah; NIS 161710048, dan Hanifah Retsurika; NIS

161710053 dinyatakan layak dapat dipresentasikan di depan penguji.

Bogor,19 Februari 2018

Pembimbing I Pembimbing II

Azi Maulana, S.Pd. Kania Anindhita, S.P.

Menyetujui
Kepala Sekolah

Ari Ariansyah, M.Pd


SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

Dengan ini saya yang bertanda tangan di bawah ini, siswa SMAIT Ummul Quro :

Nama Ketua : Hanifah Retsurika

NIS : 161710053

Kelas : XI IPA 3

Menyatakan bahwa karya tulis yang kami buat dengan judul “AMPAS TEH

(CAMELLIA SINENSIS) DAN BIJI KELOR (MORINGA OLEIFERA)

SEBAGAI BIOADSORBEN UNTUK MENURUNKAN KADAR BOD DAN

TSS PADA LIMBAH CAIR TAHU” adalah:

1. Dibuat dan dilaksanakan oleh tim saya berdasarkan data yang

diperoleh dari hasil penelitian

2. Bukan merupakan duplikasi penelitian yang telah dibuat orang lain

atau menjiplak karya tulis orang lain

Pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan kami bersedia menanggung

segala akibat yang timbul apabila pernyataan kami ini tidak benar.

Bogor, 16 Februari 2018


Yang membuat pernyataan

Hanifah Retsurika
NIS 16171005
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan
ii
Lembar Pernyataan
iii
Kata Pengantar
iv
Daftar Isi
v
Daftar Gambar
vii
Daftar Tabel
viii
Daftar Diagram
ix
Daftar Lampiran
x
Abstrak
xi
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
2. Rumusan Masalah
3
3. Tujuan Penelitian
3
4. Manfaat Penelitian
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Kajian Teori
5
2. Hipotesis
13
3. Kerangka Berpikir
14
BAB III METODE PENELITIAN

iv
1. Waktu dan Tempat Penelitian
15
2. Alat dan Bahan
16
3. Metode Penelitian
16
4. Cara atau Prosedur Kerja
17
5. Teknik Pengumpulan Data
19
6. Teknik Analisis Data
19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar BOD
21
2. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar TSS
25
3. Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai pH
29
4. Pengaruh Perlakuan terhadap Bau dan Intensitas Warna
32
5. Karakterisasi Penggunaan Bioadsorben Ampas Teh Hitam (Camellia
sinensis) dan Biji Kelor (Moringa oleifera)
36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
39
2. Saran
39
Daftar Pustaka
40
Lampiran
44

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Camellia sinensis 5


Gambar 2.2 Ampas Teh Hitam 6
Gambar 2.3 Struktur Selulosa 8
Gambar 2.4 Biji Kelor 8
Gambar 4.1 Perlakuan E (1:3) 35
Gambar 4.2 Perlakuan C (1:2) 35
Gambar 4.3 Perlakuan B (2:1) 35
Gambar 4.4 Perlakuan A (1:1) 35
Gambar 4.5 Perlakuan D (3:1) 36
Gambar 4.6 Sebelum Perlakuan 36
Gambar 4.7 Perlakuan F (kontrol negatif) 36

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Daun Teh Segar dan Teh Hitam 7
Tabel 2.2 Klasifikasi Air Limbah 11
Tabel 2.3 Baku Mutu Limbah Cair Tahu 12
Tabel 2.4 Tingkat Pencemaran Perairan Berdasarkan Nilai BOD 13
Tabel 3.1 Timeline 15
Tabel 3.2 Kombinasi Bobot Nisbah Serbuk Ampas Teh Hitam dan
Biji Kelor 17
Tabel 3.3 Hasil Uji Organoleptik Warna 19
Tabel 4.1 Hasil Uji Biologycal Oxygen Demand (BOD) 21
Tabel 4.2 Hasil Uji Total Suspended Solids (TSS) 25
Tabel 4.3 Hasil Uji Derajat Keasaman (pH) 29
Tabel 4.4 Hasil Uji Organoleptik Bau 33
Tabel 4.5 Hasil Uji Organoleptik Warna 33
Tabel 4.6 Pengaruh Bioadsorben Terhadap Parameter Uji dari Sampel 37

vii
DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Hasil Uji Biologycal Oxygen Demand (BOD) 22


Diagram 4.2. Hasil rata-rata kadar BOD tiap perlakuan 23
Diagram 4.3. Hasil rata-rata kadar BOD tiap waktu 24
Diagram 4.4 Hasil Uji Total Suspended Solids (TSS) 26
Diagram 4.5. Hasil rata-rata kadar TSS tiap perlakuan 27
Diagram 4.6. Hasil rata-rata kadar TSS tiap waktu 28
Diagram 4.7 Hasil Uji Derajat Keasaman (pH) 30
Diagram 4.8. Hasil rata-rata nilai pH tiap perlakuan 31
Diagram 4.9. Hasil rata-rata nilai pH tiap waktu 32
Diagram 4.10 Hasil Uji Organoleptik Bau 34
Diagram 4.11 Hasil Uji Organoleptik Warna 34

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I 45
Lampiran II 47
Lampiran III 50
Lampiran IV 51

ix
Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis) dan Biji Kelor (Moringa
oleifera) sebagai Bioadsorben untuk Menurunkan
Kadar BOD dan TSS pada Limbah Cair Tahu
Dhiya Kamila Sundara1, Fathimah Raidatul Jannah2,
Hanifah Retsurika3
SMAIT Ummul Quro Bogor
fathimahraidatul@gmail.com, dhiya.ktsun@gmail.com, retsurika@gmail.com

ABSTRAK

Limbah cair tahu merupakan salah satu limbah cair penyebab pencemaran
lingkungan. Dalam limbah cair tahu, terdapat beberapa bahan pencemar,
diantaranya ialah BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan TSS (Total Suspended
Solids). Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-
51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan industri,
diketahui bahwa kadar maksimum limbah cair tahu yang diperoleh adalah BOD
(50 mg/L), COD (100 mg/L), dan TSS (200 mg/L). Oleh sebab itu, limbah cair
tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan untuk
mengurangi kandungan pencemar yang menyertai limbah cair tersebut. Salah satu
bioadsorben yang dapat digunakan adalah ampas teh hitam (Camellia sinensis)
dan biji kelor (Moringa oleifera). Penelitian ini menggunakan kombinasi nisbah
bobot serbuk ampas teh hitam (Camellia sinensis) dan biji kelor (Moringa
oleifera). Variasi dosis bioadsorben yang digunakan adalah (1:1), (2:1), (1:2),
(3:1), (3:1) gr/100 ml limbah cair tahu, ukuran bioadsorben 200 mesh dengan pH
awal atau ke- 0 adalah 3,81. BOD awal 6 mg/L dan TSS awal 126,5213 mg/L.
Waktu perlakuan optimum yang diperoleh adalah 24 jam dengan penurunan BOD
menjadi 3,5 mg/L dan TSS menjadi 125,1887 mg/L pada dosis bioadsorben (1:2)
gr/100 ml, dan pH akhir 3,93. Adapun parameter uji organoleptik, yaitu bau dan
intensitas warna yang diamati 3 hari berturut-turut. Diperoleh hasil terbaik pada
dosis bioadsorben (1:2) gr/100 ml.

Kata kunci: Limbah cair tahu, BOD, TSS, bioadsorben, ampas teh hitam,
biji kelor dan uji organoleptik

x
Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis) dan Biji Kelor (Moringa
oleifera) sebagai Bioadsorben untuk Menurunkan
Kadar BOD dan TSS pada Limbah Cair Tahu
Dhiya Kamila Sundara1, Fathimah Raidatul Jannah2,
Hanifah Retsurika3
SMAIT Ummul Quro Bogor
fathimahraidatul@gmail.com, dhiya.ktsun@gmail.com, retsurika@gmail.com

ABSTRACT
Soybean curd wastewater is one of the things that triggeers the
enviromebtl pollution on our water sources. In soybean curd wastewater, there
are so many kinds of polluting molecules in it, few of it are BOD (Biochemical
Oxygen Demand) and TSS (Total Suspeded Solids). Based on Ministry of
Environment’s Decision No. Kep-51/MENLH/10/1995 about Standard level of
wastewater for industry, has been known that the maximum level of soybean curd
waste that has been made are BOD (50 mg/L), COD (100 mg/L), and TSS (200
mg/L). Therefore, the wastewater should be treated first before thrown to the
water to reduce the pollution level in the wastewater. One of bioadsorbent that
can be used are tea leaves waste (Camellia sinensis) and biji kelor (Moringa
oleifera). This research is using a mixed ratio of tea leaves waste (Camellia
sinensis) and biji kelor (Moringa oleifera). The dosage variations for the
bioadsorbent that has been used are (1:1), (2:1), (1:2), (3:1), (3:1) gr/100 ml
soybean curd wastewater, the size of the bioadsorbent is 200 mesh with first pH
or the zero hour is 3,81. With BOD 6 mg/L and TSS 126,5213 mg/L before the
experiment. The most optimum treatment time is 24 hours with BOD reduced to
3,5 mg/L and TSS reduced to 125,1887 mg/L with the absorbent dosage of (1:2)
gr/100 ml, and the pH is 3,93. As for the organoleptic parameters, that is the
smell and color intensity that has been observed for 3 consecutive days, gained
the best result on bioadsorbent dosage (1:2) gr/100ml.

Keywords: Soybean curd wastewater, BOD, TSS, bioadsorbent, black tea waste,
and organoleptic test.

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Manusia memiliki berbagai jenis kebutuhan, baik kebutuhan pokok


atau primer maupun kebutuhan sekunder. Dalam memenuhi kebutuhan
tersebut, manusia memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia.
Semakin banyak jumlah manusia, semakin banyak pula sumber daya alam
yang digali, diolah, dan dijadikan berbagai produk yang siap digunakan.

Dalam proses pengambilan, pengolahan, dan pemanfaatan sumber


daya alam, terdapat sisa yang tidak digunakan. Sisa tersebut dibuang
karena tidak dibutuhkan saat itu. Sisa dari proses tersebut kemudian
mencemari lingkungan perairan, udara, dan daratan, sehingga lama-
kelamaan lingkungan menjadi rusak.

Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air,


pencemaran air didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya
mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya
(Pasal 1, angka 2). Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab
terjadinya pencemaran dapat berupa masuknya mahluk hidup, zat, energi
atau komponen lain ke dalam air sehingga menyebabkan kualitas air
tercemar. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar,
yang pada prakteknya masukan tersebut berupa buangan yang bersifat
rutin, misalnya buangan limbah cair.
Salah satu limbah cair penyebab pencemaran lingkungan ialah
limbah cair tahu. Limbah cair pada produksi tahu berasal dari proses
perendaman, pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi tahu,
penyaringan, dan pengepresan atau pencetakan tahu. Sebagian besar

1
limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan
kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih. Cairan ini
mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah
ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu
sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari lingkungan (Kaswinarni,
2007).
Dalam limbah tahu, terdapat beberapa bahan pencemar, salah
satunya ialah BOD dan TSS. BOD atau Biologycal Oxygen Demand ialah
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan atau
mengoksidasikan hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-
zat organis yang tersuspensi dalam air. Dengan kata lain, jika BOD pada
suatu perairan semakin banyak, maka kebutuhan oksigen biota laut tidak
dapat tercukupi karena sudah teruraikan oleh bakteri. TSS atau Total
Suspended Solids ialah zat-zat padat tersuspensi yang tersisa sebagai
residu apabila dipanaskan dalam suhu tertentu. Bahan buangan yang
didalamnya terkandung TSS tidak boleh dibuang secara langsung karena
dapat menyebabkan kedangkalan pada sungai dan menghalangi sinar
matahari masuk ke dalam dasar air sehingga menghambat proses
fotosintesa mikroorganisme.
Untuk menghilangkan TSS pada limbah cair tahu, biji kelor dapat
digunakan sebagai salah satu bahan alami. Biji buah kelor (Moringan
oleifera) mengandung zat-zat aktif yang mampu mengadsorpsi dan
menetralisir partikel-partikel lumpur serta ion yang terkandung dalam
limbah air tersuspensi.
Selain menggunakan biji buah kelor, ampas teh juga dapat
digunakan untuk membantu mengurangi kadar BOD dan TSS dari dalam
limbah cair tahu. Ampas teh yang telah diseduh dan siap dibuang memiliki
kandungan yang dapat digunakan sebagai bahan untuk mengurangi kadar
BOD dan TSS.
Dalam Al-Quran Allah swt., berfirman.
“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang

1
kafir; maka celakalah orang-orang kafir itu, karena mereka akan masuk
ke dalam neraka.” (QS: Shaad: 37).
Berdasarkan dalil tersebut, Allah swt menciptakan segala sesuatu
dengan memiliki manfaat, baik hal tersebut berupa sesuatu yang dapat
dimakan dan diminum, kulit buah, plastik, bahkan batang pohon sekalipun.
Dengan mempelajari ilmu pengetahuan dan memaksimalkan akal yang
kita miliki, kita dapat mempelajari banyak hal yang Allah ciptakan. Kita
pun mampu membuat inovasi yang kelak dapat dimanfaatkan oleh banyak
orang. Maka dari itu, penulis akan memanfaatkan biji buah kelor dan
ampas teh sebagai bioadsorben untuk mengurangi kadar BOD dan TSS
pada limbah cair tahu.

2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1) Bagaimana pengaruh ampas teh dan biji kelor terhadap limbah cair
tahu?
2) Bagaimana ampas teh dan biji kelor mengurangi kadar BOD dan TSS
yang terkandung dalam limbah cair tahu?

3. Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1) Mengetahui pengaruh ampas teh dan biji kelor terhadap limbah cair
tahu.
2) Mengetahui bagaimana ampas teh dan biji kelor mengurangi kadar
BOD dan TSS pada limbah cair tahu.

4. Manfaat
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah:
1) Untuk melihat pengaruh ampas teh dan biji kelor terhadap limbah cair
tahu.

2
2) Dapat menurunkan kadar BOD dan TSS pada limbah cair tahu dengan
menggunakan ampas teh dan biji kelor agar tercipta lingkungan yang
lebih sehat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Kajian Teori
1.1 Teh Hitam

Gambar 2.1. Camellia sinensis


Camellia sinensis adalah tanaman teh, spesies tanaman yang daun dan
pucuk daunnya digunakan untuk membuat teh. Daun teh inilah yang
digunakan untuk membuat teh hijau, oolong, teh putih, dan teh hitam.
Klasifikasi Tanaman Teh
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Guttiferales
Famili : Camelliaceae
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis1
Pintauro (1977) mengungkapkan yang dimaksud dengan teh hitam
adalah teh yang dibuat dari daun muda pohon teh setelah mengalami pelayuan,
penggulungan, fermentasi dan pengeringan. Minuman yang dibuat dari teh

1
Tuminah, 2004

4
hitam disebut teh seduhan. Teh hitam juga tersedia dalam berbagai bentuk,
yaitu rajangan, teh celup atau teh instan dimana masing-masing bentuk
memberikan warna, rasa dan aroma yang berbeda. Teh diketahui memiliki
banyak manfaat untuk kesehatan tubuh, seperti:
1) Meringankan kondisi tekanan darah rendah setelah makan.
2) Mencegah penyakit jantung, termasuk menghindari proses penyempitan
pembuluh arteri hingga serangan jantung.
3) Meningkatkan kewaspadaan sekaligus menambah kemampuan otak saat
belajar, mengingat, serta memproses informasi.
Manfaat teh yang konon ditemukan secara tidak sengaja ketika daun-
daunnya masuk ke dalam air yang tengah dijerang untuk kaisar Shen Nun di
Cina pada tahun 2737 SM ini juga bisa didapatkan dengan memanfaatkan
sisa-sisa seduhannya. Polifenol, kandungan antioksidan yang membuat
minuman begitu istimewa tetap tertinggal pada ampasnya.

Gambar 2.2. Ampas Teh Hitam


Ampas teh dalam bentuk daun, bubuk atau yang berada pada kantung
teh celup tidak hanya berguna untuk tubuh, tetapi juga dapat dimanfaatkan
untuk keperluan lain seperti halnya membersihkan perabot rumah tangga
sampai menetralkan aroma bau yang tidak sedap.
Ampas teh mempunyai kandungan protein kasar yang cukup tinggi
yaitu 27,42% (Ginting, 1993). Hasil analsis terhadap ampas teh terfermentasi,
yaitu Aspergllus niger menunjukkan kandungan air 8,8%; abu 2,25%; protein
kasar 29,36%; serat kasar 21,19%; lemak 1,11%; kalsium 0,891%; fosfor
0,211%; tannin 0,19%; lisin 0,76%; metionin 1,00%; sistin 0,78%; dan energi

5
metabolisme 223 kkal/kg. Secara umum, komposisi nutriennya meningkat
walupun tidak begitu tinggi dibandingkan dengan hasil analsis yang
dilaporkan Istirahayu (1993) dan Soejiwa (1982). Peningkatan protein diduga
karena adanya penambahan protein yang disumbangkan oleh sel mikro akibat
pertumbuhanya yang menghasilkan produk protein sel tunggal atau biomassa
sel yang mengandung sekitar 40-65% protein.
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Daun Teh Segar dan Teh Hitam
Jumlah (% berat kering)
Komponen
Daun teh segar Teh hitam
Selulosa dan serat kasar 34.00 34.00
Protein 17.00 16.00
Klorofil dan pigmen lain 1.50 1.00
Pati 0.50 0.25
Tanin 25.00 13.00
Tanin teroksidasi 0.00 4.00
Kafein 4.00 4.00
Asam Amino 8.00 9.00
Gum dan Gula 3.00 4.00
Mineral 4.00 4.00
Total abu 5.50 5.50
Bahan Essensial 0.00 trace
Sumber : Harler (1964)
Protein kasar ini kaya akan selulosa. Selulosa ini dapat memberikan
sifat polielektrolit yang dapat dimanfaatkan sebagai adsorben terhadap zat
warna basa yang bermuatan posistif. Selulosa memiliki potensi yang besar
untuk dijadikan penyerap karena gugus OH yang terikat dapat berinteraksi
dengan komponen adsorbat. Adanya gugus OH, pada selulosa menyebabkan
terjadinya sifat polar pada adsorben tersebut. Dengan demikian selulosa lebih
kuat menyerap zat yang bersifat polar daripada zat yang kurang polar
(Abriagni, Dana. 2011).

6
Gambar 2.3. Struktur Selulosa
Berikut beberapa manfaat ampas teh:
1) Mencegah timbulnya jerawat
2) Menghaluskan kulit
3) Mencegah kerontokan rambut
4) Merilekskan mata
5) Membersihkan cermin
6) Membersihkan noda pada toilet
7) Pengharum ruangan
8) Penyerap bau pada lemari es

1.2 Biji Kelor

Gambar 2.4. Biji Kelor


Biji Kelor atau Moringa oleifera merupakan jenis tumbuhan perdu
yang batangnya dapat mencapai 7 – 11 meter. Ukuran pohon kelor tidak
terlalu besar. Pohon kelor mempunyai batang kayu yang mudah patah serta

7
cabang yang jarang tetapi akarnya kuat. Batangnya berwarna kelabu dan
daunnya berbentuk bulat seperti telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun
majemuk dalam satu tangkai.
Biji kelor dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang mempunyai
ketinggian tanah 300 – 500 meter di atas permukaan laut. Bunganya berwarna
putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau.
Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah kelor
berbentuk segitiga memanjang, seperti kacang hijau Buahnya berbentuk
seperti kacang panjang berwarna hijau dan keras serta memiliki panjang 120
cm. Bunga kelor berupa malai yang keluar dari ketiak daun, sedangkan
buahnya menggantung sepanjang 20-45 cm dan isinya sederetan biji bulat,
tetapi bersayap tiga (Schwarz, 2000).
Klasifikasi Tanaman Kelor
Kingdom : Plantae
Ordo : Brassicales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Species : M. Oleifera
Biji kelor (Moringa oleifera) mengandung senyawa bioaktif 4a-4r-
rhamnosyloxy benzylisothiocyanate yang merupakan protein kationik, yang
bersifat koagulan alami yaitu mempunyai kemampuan untuk menggumpalkan
partikel-partikel lumpur dan mereduksi bakteri yang terkandung dalam air
yang keruh, mengendapkannya dan menjadikan air lebih bersih dan jernih
serta sehat. Dengan potensi seperti itu, maka biji kelor akan sangat membantu
masyarakat di daerah-daerah terpencil di pedalaman untuk memperoleh air
bersih (Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 2012).

1.3 Adsorben

Adsorben adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang


sangat besar. Permukaan luas ini terbentuk karena banyaknya pori-pori yang
halus pada padatan tersebut. Di samping luas spesifik dan diameter pori, maka

8
kerapatan unggun, distribusi ukuran partikel maupun kekerasannya merupakan
data karakteristik yang penting dari suatu adsorben (Arsip, 2008).

1.4 Indikator pH
Nilai pH air digunakan untuk mengetahui kondisi keasaman
(konsentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 0-14, kisaran
nilai pH 0-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7
adalah kondisi netral. Indikator adalah zat yang memiliki warna berbeda
dalam kondisi asam maupun basa. Indikator dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Indikator Alam
Indikator alam adalah indikator yang berasal dari bahan alam. Indikator
tersebut dapat dibuat dari bumbu dapur, bunga, dan buah-buahan.
Misalnya, bunga kertas, kol ungu, kunyit.
2) Indikator Buatan
Indikator buatan adalam indikator buatan manusia yang sudah dibuat di
laboratorium atau di pabrik alat-alat kimia. Indikator buatan dapat berupa
kertas lakmus dan indikator universal atau dalam bentuk larutan seperti
fenoftalein, metil merah, dan lain-lain.
Indikator universal, campuran dari beberapa indikator yang memiliki
perubahan warna berbeda, sehingga semua perubahan warna itu menyatu dan
sebagai hasilnya, indikator universal ini memiliki perubahan dari merah-
jingga-kuning-hijau-biru-nila-ungu atau disingkat mejikuhibiniu. Warna-
warna ini berasal dari metil jingga, trayek pH antara 3 - 4 dengan perubahan
warna merah - kuning, metil merah, trayek pH 4 - 6 perubahan warnanya
merah - kuning, brom timol biru trayek pH 6 - 7,6 perubahan warnanya
kuning - biru dan penolptalein trayek 8 - 10 tak berwarna - merah. Trayek pH
indikator universal terdapat pada setiap harga pH. Warna merah pH 1-2;
jingga pH 3-4; kuning pH 5-6; hijau pH 7; biru pH 8-9; dstnya (Etna Rufianti,
2011).

9
1.5 Air Limbah
Kualitas limbah menunjukan spesifikasi limbah yang diukur dari
jumlah kandungan bahan pencemar di dalam limbah. Kandungan pencemar di
dalam limbah terdiri dari berbagai parameter. Semakin kecil jumlah parameter
dan semakin kecil konsentrasinya, hal ini menunjukkan semakin kecil peluang
untuk terjadinya pencemaran lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan
frekuensi pembuangan limbah (Kristanto, 2002).
Dalam Kristanto (2002) disebutkan, ada beberapa kemungkinan yang
akan terjadi akibat masuknya limbah ke dalam lingkungan:
1) Lingkungan tidak mendapatkan pengaruh yang berarti. Hal ini disebabkan
karena volume limbah kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam
limbah sedikit dengan konsentrasi yang kecil.
2) Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran.
3) Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.
Tabel 2.2. Klasifikasi Air Limbah
Konsentrasi
Satuan
Tinggi Medium Rendah
Padatan Total Mg/L 1200 700 350
Terlarut Total Mg/L 850 500 250
Tetap Mg/L 525 300 145
Menguap Mg/L 325 200 105
Tersuspensi Total Mg/L 350 200 100
Tetap Mg/L 75 50 30
Menguap Mg/L 275 150 70
Padatan Terendap Mg/L 20 10 5
Biochemical Oxygen Demand
Mg/L 300 200 100
(BOD5)
Total Organic Carbon (TOC) Mg/L 200 135 65
Chemical Oxygen Demand (COD) Mg/L 1000 500 250
Nitrogen (Total sbg N) Mg/L 85 40 20
Organik Mg/L 35 15 8

10
Amoniak Bebas Mg/L 50 25 12
Nitrit Mg/L 0 0 0
Nitrat Mg/L 0 0 0
Phosporus (total sbg P) Mg/L 20 10 6
Organik Mg/L 5 3 2
Anorganik Mg/L 15 7 4
Chlorida (nilai harus ditambah
Mg/L 100 50 30
dengan jumlah yg terbawa dalam air)
Alkalinitas Mg/L 200 100 50
Lemak Mg/L 150 100 50
Sumber : (Benefield D & Clifford, 1980).

1.6 Limbah Cair Tahu


Limbah cair tahu merupakan cairan hasil pencucian dan perendaman
kedelai yang menjadi bahan baku dalam pembuatan tahu. Limbah cair tahu
sering kali dibuang ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu sehingga
menghasilkan bau busuk dan pencemaran air di sungai tempat pembuangan.
Jumlah air limbah tahu yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu kira-kira
15-20 l / kg bahan baku kedelai, sedangkan beban pencemarannya kira-kira
sebesar 30 kg Total Suspended Solids (TSS) / kg bahan baku kedelai,
Biologycal Oxygen Demand (BOD) 65 gr / kg bahan baku kedelai, dan
Chemical Oxygen Demand (COD) 130 gr / kg bahan baku kedelai. (Potter,
C.Soeparwadi, M & Gani A. 1994).
Parameter kunci dalam pengendalian limbah tahu adalah kadar BOD,
COD, dan TSS yang terdapat pada air. Untuk pengendalian pencemaran
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-51/MENLH/10/1995
tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri, kadar maksimum
yang diperbolehkan adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3. Baku mutu limbah cair tahu

No Parameter Kadar Maksimum Buangan Industri Tahu


(Mg/L) (Mg/L)

11
1 BOD 50 4853
2 COD 100 7050
3 TSS 200 4743

1.7 Biologycal Oxygen Demand (BOD)


Biologycal Oxygen Demand (kebutuhan oksigen biologis) adalah
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan atau
mengoksidasikan hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat
organis yang tersuspensi dalam air.
Tabel 2.4. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai BOD
Pencemaran
Tingkat Pencemaran
BOD

Rendah 0- 10

Sedang 10-20

Tinggi 25

1.8 Total Suspended Solids (TSS)


Total Suspended Solids (Padatan Total tersuspensi) adalah zat-zat
padat tersuspensi yang tersisa sebagai residu dalam suatu bejana, bila sampel
air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu.

2. Hipotesis
Ampas teh dapat digunakan untuk menyerap/menyaring BOD dan
TSS pada air. Dengan begitu, kadar BOD dan TSS yang melewati batas pada air
dapat berkurang. Lalu, biji kelor dapat “menjernihkan” air yang telah di saring
BOD dan TSS.

12
3. Kerangka Berpikir

Masalah Pencemaran Air oleh Limbah Cair Tahu

Selulosa gugus OH pada Ampas Zat aktif rhamnosyloxy-benzil-


isothiocyanate pada Biji Kelor
Teh Hitam (Camellia sinensis)
(Moringa oleifera)
sebagai penyerap yang potensial

Produk Inovatif

Serbuk Ampas Teh Hitam


dan Biji Kelor

Adsorben BOD, COD, dan TSS dengan


Kemasan Seperti Teh Celup

13
BAB III
METODE PENELITIAN

1. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2017 sampai dengan
bulan Januari 2018 yang bertempat di lingkungan SMAIT Ummul Quro, analisis
sampel dan pengujian dilakukan di Laboratorium SMAIT Ummul Quro,
Perumahan Pura Arista Bojonggede Blok A 11/18 Desa Tajurhalang Kec.
Tajurhalang, Perumahan Bukit Cimanggu City Blok Q2/14 Tanah Sareal,
Perumahan Bogor Raya Permai Blok FC4/06, dan Laboratorium Kimia,
Universitas Nusa Bangsa. Jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1. Timeline

November Desember Januari Februari Maret


No Agenda
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan
1
Judul
Penentuan
2
Judul
Pembuatan
3
Proposal
Pengumpulan
4
Proposal
5 Penelitian
Konsultasi ke
6
Pembimbing
7 Analisa Data
Pengumpulan
8
Laporan
9 Presentasi

14
Hasil
Penelitian
Revisi
10
Laporan

2. Alat dan Bahan


2.1 Persiapan Sampel Air
Alat yang digunakan dalam persiapan dan pengambilan sampel air
atau limbah cair tahu adalah botol plastik 600 ml 3 buah, saringan 200 mesh 1
buah, dan ember 1 buah..
2.2 Pembuatan Adsorben
a. Pembuatan Serbuk Biji Kelor (Moringa oleifera)
Alat yang digunakan dalam pembuatan serbuk biji kelor (Moringa
Oleifera) adalah blender dan mortar. Sedangkan bahan yang digunakan
dalam pembuatan serbuk biji kelor ialah 100 gram biji kelor.
b. Pembuatan Serbuk Ampas Teh Hitam(Camellia sinensis)
Alat yang digunakan dalam pembuatan serbuk ampas the
(Camellia sinensis) adalah baskom besar 1 buah, nampan 1 buah,
microwave, dan panci 1 buah. Adapun bahan yang digunakan dalam
pembuatan serbuk ampas teh (Camellia sinensis) adalah 100 kantong teh
celup.
2.3 Pembuatan Adsorben Menggunakan Kemasan Tea Bag (Kantong Teh)
Alat yang digunakan dalam pembuatan adsorben menggunakan
kemasan tea bag adalah cawan petri 1 buah, sendok 1 buah, dan timbangan 1
buah. Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan adsorben
menggunakan kemasan tea bag adalah serbuk ampas teh, serbuk biji kelor,
dan tea bag.

3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Rancangan
penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penambahan
adsorben dalam kantong teh celup dilakukan dengan berbagai kombinasi nisbah

15
bobot serbuk ampas teh hitam (Camellia sinensis) dan biji kelor (Moringa
oleifera) dalam (gr/gr).
Tabel 3.2. Kombinasi nisbah bobot serbuk ampas teh dan biji kelor
Ampas Teh Hitam Biji Kelor
Kelompok
(gr) (gr)
Perlakuan 1 1 1
Perlakuan 2 2 1
Perlakuan 3 1 2
Perlakuan 4 3 1
Perlakuan 5 1 3

Serta penggunaan kontrol negatif atau tanpa adanya perlakuan. Kontrol


negatif berfungsi untuk mengetahui pengaruh yang dihasilkan dari penggunaan
bioadsorben ampas teh hitam (Camellia sinensis) dan biji kelor (Moringa oleifera).

4. Cara atau Prosedur Kerja


4.1 Persiapan Sampel Air
Limbah cair tahu diambil dari pabrik tahu terdekat, disimpan dalam 3
botol plastik 600 ml. Kemudian air pada setiap botol disatukan menggunakan
ember, disaring untuk mendapatkan kandungan cairan yang rata dari limbah
cair tahu. Terakhir, bagi rata air menjadi 100 ml untuk setiap perlakuan.
4.2 Pembuatan Serbuk Adsorben
a. Pembuatan Serbuk Biji Kelor (Moringa oleifera)
Siapkan 100 gram biji kelor yang telah dikupas dan dikeringkan.
Hancurkan biji kelor dengan blender. Saring serbuk biji kelor dengan
saringan atau ayakan 200 mesh. Jika masih ada yang belum halus
sepenuhnya, maka dapat ditumbuk menggunakan mortar dan kemudian
disaring kembali menggunakan saringan 200 mesh.
b. Pembuatan Serbuk Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis)
Pertama-tama ampas teh direndam kurang lebih selama seminggu
menggunakan air mendidih, caranya sama seperti menyeduh teh. Dalam
sehari diulangi sebanyak 3 kali hingga tidak menghasilkan atau terjadi

16
perubahan warna. Tiriskan ampas teh untuk mengurangi kadar air yang
terkandung. Keringkan ampas teh dengan microwave selama 1,5 jam
dengan suhu 100ºC. Sebelum itu diamkan ampas teh selama 24 jam dalam
suhu ruangan. Terakhir, saring serbuk ampas teh menggunakan saringan
atau ayakan 200 mesh.
c. Pembuatan Adsorben Menggunakan Kemasan Tea Bag (Kantong Teh)
Satukan serbuk biji kelor (Moringa oleifera) dan ampas teh hitam
(Camellia sinensis) dengan metode penelitian yang telah dalam tea bag
(kantong teh) yang telah disediakan. Buatlah menjadi 15 kantong.
4.3 Uji Mutu atau Kualitas Air
a. Uji Tingkat Keasaman pH
Derajat keasamaan atau pH dihitung menggunakan pH meter,
yang dilakukan di Laboratorium Kimia, Universitas Nusa Bangsa. Penulis
menghitung pH tiap-tiap sampel dengan mencelupkan pH meter ke setiap
sampel dan membersihkannya dengan aquades setiap setelah selesai
menghitung satu sampel.
b. Uji Organoleptik
1) Pengujian Bau
Persyaratan air bersih berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan No 416/MENKES/PER/IX/1990 menyatakan bahwa syarat
fisik dari air bersih adalah tidak berbau dan pengujian ini dilakukan
apakah sample air tersebut memenuhi persyaratan tersebut. Adapun, uji
organoleptik bau ini dilakukan di Perumahan Pura Arista Bojonggede,
Blok A 11/18 Desa Tajurhalang Kec. Tajurhalang.
2) Pengujian Warna
Warna merupakan akibat suatu bahan terlarut atau
tersuspensi dalam air, disamping adanya bahan pewarna tertentu yang
kemungkinan mengandung logam berat. Warna air limbah
menunjukkan kualitasnya, air limbah yang baru akan berwarna abu-abu,
dan air limbah yang sudah basi atau busuk akan berwarna gelap
(Mahida, 1984). Adapun, uji organoleptik warna dilakukan di

17
Perumahan Pura Arista Bojonggede, Blok A 11/18 Desa Tajurhalang
Kec. Tajurhalang.

5. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan menguji adsorben dari ampas teh hitam (Camellia
sinensis) dan biji kelor (Moringa oleifera) pada masing-masing sampel air
limbah. Kemudian dilakukan uji kualitas dengan 5 parameter, yaitu pH, warna,
bau, BOD, dan TSS.

6. Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh selanjutnya dikumpulkan, dikelompokkan dan
disajikan dalam bentuk tabel, kemudian dibahas secara deskriptif berdasarkan
tabel.
6.1 Uji Mutu atau Kualitas Air
Uji warna dan bau dilakukan dengan uji organoleptik, sedangkan untuk
uji pH menggunakan pH meter. Uji pH tersebut dilakukan bersama uji kadar
BOD dan TSS yang dilakukan di Laboratorium Kimia, Universitas Nusa Bangsa.
Oleh karena itu pada uji warna dan bau peneliti menggunakan beberapa poin
untuk mempermudah. Berikut contoh desain tabel.
Tabel 3.3. Hasil uji organoleptik warna

Perlakuan
Waktu
F
ke-
A (1:1) B (2:1) C (1:2) D (3:1) E (1:3) (kontrol
(jam)
negatif)
0
24
48
72

Keterangan :
1 = Hampir tidak berbau / Bau samar, Kuning pudar

18
2 = Sedikit berbau, Kuning Keruh
3 = Bau pesing, Kuning kecoklatan
4 = Berbau tahu yang menyengat, Kuning

19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar BOD


Berdasarkan hasil perlakuan ampas teh hitam (Camellia sinsensis)
dan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai bioadsorben yang digunakan untuk
menurunkan kadar BOD, didapatkan data seperti yang terlihat pada tabel 4.1
dan diagram 4.1 berikut.
Tabel 4.1. Hasil uji Biologycal Oxygen Demand (BOD)
Tanggal Analisa: 28 Januari 2018
Perlakuan (mg/L)
Waktu
F
ke-
A (1:1) B (2:1) C (1:2) D (3:1) E (1:3) (kontrol
(jam)
negatif)
0 6 6 6 6 6 6
24 4,6 5,3 3,5 5,3 4,5 -
48 5,2 5,3 4,5 5,4 4,8 -
72 5,6 5,1 4,7 5,5 4,4 5,9

20
Diagram 4.1. Hasil uji Biologycal Oxygen Demand (BOD)

4
Kadar BOD

0
3 24
48
2
72
1

0
A B C D E F
Perlakuan

Pada tabel 4.1 dan diagram 4.1 menunjukkan bahwa kadar BOD pada
limbah cair tahu menurun setelah diberi perlakuan. BOD awal atau waktu ke-
0 adalah 6 mg/L. BOD tertinggi setelah diberi perlakuan adalah 5,6 mg/L
dengan waktu perlakuan 72 jam, sedangkan BOD terendah adalah 3,5 mg/L
dengan waktu perlakuan 24 jam. Adapun pada kontol negatif terjadi
penurunan BOD pada waktu perlakuan 72 jam.
Perlakuan A (1:1), perlakuan B (2:1), perlakuan C (1:2), dan
perlakuan D (3:1) merupakan data yang valid, serta terjadi penurunan kadar
BOD pada limbah cair tahu. Pada perlakuan A (1:1), perlakuan C (1:2), dan
perlakuan D (3:1) didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan kadar BOD jika
waktu perlakuan melebihi 24 jam. Hal ini disebabkan karena semakin lama
waktu perlakuan akan membuat bioadsorben semakin jenuh. Sedangkan, pada
perlakuan B (2:1) didapatkan hasil bahwa tidak terjadi perubahan dari waktu
perlakuan 24 jam ke 48 jam. Sementara untuk waktu perlakuan 72 jam terjadi
penurunan BOD pada limbah cair tahu.

21
Diagram 4.2. Hasil rata-rata kadar BOD tiap perlakuan

Rata-Rata BOD Tiap Perlakuan

5,35 5,425 5,55


6 4,925
4,675
Kadar BOD (mg/L) 5
4 2,975
3
2
1
0
A B C D E F
Perlakuan

Berdasarkan diagram 4.2 dapat dilihat bahwa rata-rata kadar BOD


perlakuan A (1:1) sampai E (1:3) berturut-turut sebesar 5,35 mg/L, 5,425
mg/L,4,675 mg/L, 5,55 mg/L, dan 4,925 mg/L. Adapun pada perlakuan F
(kontrol negatif) rata-rata kadar BOD sebesar 2,975 mg/L, yang merupakan
rata-rata kadar BOD terendah. Akan tetapi jika dilihat pada tabel 4.1, maka
kadar BOD perlakuan F (kontrol negatif) hanya berpengaruh sedikit karena
pada waktu perlakuan 72 jam kadar BOD menurun menjadi 5,9 mg/L.
Sedangkan BOD awal atau ke- 0 adalah 6 mg/L. Oleh karena itu rata-rata
kadar BOD terendah yang optimum adalah perlakuan C (1:2).

22
Diagram 4.3. Hasil rata-rata kadar BOD tiap waktu

Rata-Rata Kadar BOD Tiap Waktu


6
6 5,2

Kadar BOD (mg/L)


5 4,2
3,867
4
3
2
1
0
0 24 48 72
Waktu ke- (jam)

Berdasarkan diagram 4.3 diperoleh hasil rata-rata kadar BOD dari


waktu perlakuan awal hingga 72 jam berturut-turut adalah 6 mg/L, 3,867
mg/L, 4,2 mg/L, dan 5,2 mg/L. Maka rata-rata kadar BOD terendah adalah
pada waktu perlakuan 24 jam. Sementara semakin lama waktu perlakuan, rata-
rata kadar BOD kembali meningkat. Semakin lama waktu perlakuan maka
membuat bioadsorben menjadi jenuh sehingga BOD kembali meningkat.
Peningkatan BOD ini menyebabkan limbah cair tahu kembali tercemar.
Penurunan kadar BOD disebabkan karena senyawa bioaktif 4a-4r-
rhamnosyloxy benzylisothiocyanate yang merupakan protein kationik yang
mampu mereduksi bakteri yang terkandung dalam limbah cair tahu. Hal ini
selaras dengan yang dikatakan Broint et al (Ghebremichael, 2004) bahwa
bakteri gram positif dan gram negatif dapat terflokulasi oleh protein yang
terdapat pada Moringa oleifera, dengan begitu serbuk biji kelor dapat secara
langsung menghambat pertumbuhan bakteri pada limbah cair tahu. BOD
merupakan parameter yang mengukur jumlah oksigen yang dibutuhkan bakteri
untuk mengurai zat organik yang terlarut dan tersuspensi (Hadi, 2012), jadi
dengan berkurangnya bakteri dalam limbah maka dapat pula menurunkan nilai
BOD pada limbah cair tahu. Adapun selulosa yang terdapat pada ampas teh
hitam memiliki potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai penyerap

23
karena gugus OH yang terikat dapat berinteraksi dengan adsorbat. Adanya
gugus OH pada selulosa menyebabkan sifat polar pada adsorben tersebut
(Dana, 2011) sehingga dapat membantu penyerapan BOD. Dosis optimum
penggunaan adsorben serbuk ampas teh hitam (Camellia sinensis) dan biji
kelor (Moringa oleifera) adalah pada perlakuan C (1:2) deanga waktu
perlakuan 24 jam.

2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar TSS


Berdasarkan hasil perlakuan ampas teh hitam (Camellia sinsensis)
dan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai bioadsorben yang digunakan untuk
menurunkan kadar TSS didapatkan data seperti yang terlihat pada tabel 4.2
dan diagram 4.4 berikut.
Tabel 4.2. Hasil uji Total Suspended Solids (TSS)
Tanggal Analisa: 27 Januari 2018
Perlakuan (mg/L)
Waktu
F
ke-
A (1:1) B (2:1) C (1:2) D (3:1) E (1:3) (kontrol
(jam)
negatif)

0 126,5213 126,5213 126,5213 126,5213 126,5213 126,5213

24 127,7347 125,2521 125,1887 125,4133 125,0006 126,5213

48 123,3433 127,8544 125,6925 124,3057 122,4987 -

72 126,9298 123,1844 128,6122 124,5338 124,2711 127,0062

24
Diagram 4.4. Hasil uji Total Suspended Solids (TSS)

5
Kadar TSS (mg/L)
4

3 0

2 24
48
1
72
0
A (1:1) B (2:1) C (1:2) D (3:1) E (1:3) F
(kontrol
negatif)
Perlakuan

Pada tabel 4.2 dan diagram 4.4 menunjukkan bahwa kadar TSS pada
limbah cair tahu cenderung menurun setelah diberi perlakuan. TSS awal atau
waktu ke- 0 adalah 126,5213 mg/L. Kadar TSS tertinggi setelah diberi
perlakuan adalah 128,6122 mg/L dengan waktu perlakuan 72 jam, sedangkan
kadar TSS terendah adalah 122,4987 mg/L dengan waktu perlakuan 48 jam.
Adapun pada kontrol negatif terjadi peningkatan kadar TSS dengan waktu
perlakuan 72 jam dari waktu ke- 0.
Perlakuan C (1:2), perlakuan D (3:1), dan perlakuan E (1:3) merupakan
data yang valid, serta terjadi penurunan kadar TSS pada limbah cair tahu. Pada
perlakuan C (1:2) didapatkan hasil bahwa tidak terjadi perubahan dari waktu
perlakuan 24 jam ke 48 jam. Namun untuk waktu perlakuan 72 jam terjadi
peningkatan kadar TSS pada limbah cair tahu. Kemudian, pada perlakuan D
(3:1) didapatkan hasil bahwa tidak terjadi perubahan dari waktu perlakuan 48
jam ke 72 jam. Sedangkan pada perlakuan E (1:3) didapatkan hasil bahwa
terjadi peningkatan kadar TSS pada waktu perlakuan 72 jam.

25
Diagram 4.5. Hasil rata-rata kadar TSS tiap perlakuan

Rata-Rata Kadar TSS Tiap Perlakuan


140 126,1233 125,703 126,5036 125,1935 124,5729

120
Kadar TSS (mg/L) 95,0122
100
80
60
40
20
0
A B C D E F
Perlakuan

Berdasarkan diagram 4.5 dapat dilihat bahwa rata-rata kadar TSS


perlakuan A (1:1) sampai E (1:3) berturut-turut sebesar 126,1233 mg/L,
125,7030 mg/L, 126,5036 mg/L, 125,1935 mg/L, dan 124,5729 mg/L. Adapun
pada perlakuan F (kontrol negatif) rata-rata kadar TSS sebesar 95,0122 mg/L,
yang merupakan rata-rata kadar TSS terendah. Namun jika dilihat pada tabel
4.2, maka kadar TSS perlakuan F (kontrol negatif) tidak terjadi penurunan dari
waktu awal ke 24 jam, bahkan terjadi peningkatan kadar TSS dengan waktu
perlakuan 72 jam. Sehingga, rata-rata kadar TSS terendah yang optimum
adalah perlakuan E (1:3).

26
Diagram 4.6. Hasil rata-rata kadar TSS tiap waktu

140 126,5213 125,7562

120 107,0184 103,9491

Kadar TSS (mg/L)


100
80
60
40
20
0
0 24 48 72
Waktu ke- (jam)

Berdasarkan diagram 4.6 diperoleh hasil rata-rata kadar TSS dari


waktu perlakuan awal hingga 72 jam berturut-turut adalah 126,5213 mg/L,
107,0184 mg/L, 103,9491 mg/L, dan 125,7562 mg/L. Maka rata-rata kadar
TSS terendah adalah pada waktu perlakuan 48 jam. Sementara jika waktu
perlakuan melebihi 48 jam, maka akan terjadi peningkatan kadar TSS.
Peningkatan kadar TSS disebabkan karena bioadsorben menjadi jenuh. Hal ini
disebabkan karena terjadinya gaya deflokulasi atau restabilisasi koloid karena
adanya gaya tolak menolak antara muatan negatif partikel koloid (Khasanah,
2008).
Penurunan TSS terjadi karena serbuk biji kelor memiliki kandungan
protein kationik yang mampu mengikat dan menetralkan koloid yang terdapat
pada limbah cair tahu (Januardi, 2014). Pada umumnya partikel koloid
bermuatan listrik negatif (Khasanah, 2008). Hidayat (2006), menyatakan
bahwa biji kelor memiliki kandungan protein bermuatan positif yang berperan
sebagai polielektrolit. Perbedaan muatan antara protein serbuk biji kelor yang
dilarutkan dalam air yang diketahui bermuatan positif dengan partikel
penyebab kekeruhan air yang bermuatan negatif, menyebabkan terjadi flok
yang semakin membesar dan mengendapkan partikel (Hidayat, 2006).
Sedangkan selulosa yang terdapat pada ampas teh hitam memiliki
potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai penjerap karena gugus OH

27
yang terikat dapat berinteraksi dengan adsorbat. Adanya gugus OH pada
selulosa menyebabkan sifat polar pada adsorben tersebut (Abriagni, 2011)
sehingga, dapat membantu penyerapan TSS. Dosis optimum penggunaan
bioadsorben serbuk ampas teh hitam (Camellia sinensis) dan biji kelor
(Moringa oleifera) adalah pada perlakuan E (1:3) dengan waktu perlakuan 48
jam.

3. Pengaruh perlakuan terhadap nilai pH


Berdasarkan hasil perlakuan ampas teh hitam (Camellia sinsensis) dan
biji kelor (Moringa oleifera) sebagai bioadsorben yang digunakan untuk
meningkatkan nilai pH didapatkan data seperti yang terlihat pada tabel 4.3 dan
diagram 4.7 berikut.

Tabel 4.3. Hasil uji derajat keasaman (pH)


Tanggal Analisa: 26 Januari 2018
Perlakuan
Waktu
F
ke-
A (1:1) B (2:1) C (1:2) D (3:1) E (1:3) (kontrol
(jam)
negatif)
0 3,81 3,81 3,81 3,81 3,81 3,81
24 4,05 3,81 3,93 4,21 3,99 -
48 3,77 3,90 3,93 4,20 4,11 -
72 3,69 3,79 3,94 3,96 3,98 4,39

28
Diagram 4.7. Hasil uji derajat keasaman (pH)

4,5
4
3,5
3
0
Nilai pH

2,5
24
2
48
1,5
72
1
0,5
0
A B C D E F
Perlakuan

Pada tabel 4.3 dan diagram 4.7 menunjukkan bahwa nilai pH pada
limbah cair tahu meningkat setelah diberi perlakuan. Nilai pH awal atau waktu
ke- 0 adalah 3,81. Nilai pH tertinggi setelah perlakuan adalah 4,21 dengan
waktu perlakuan 24 jam, sedangkan nilai pH terendah adalah 3,69 dengan
waktu perlakuan 72 jam. Adapun pada kontrol negatif terjadi peningkatan pH
dari waktu ke- 0, dengan nilai pH adalah 4,39 dengan waktu perlakuan 72 jam.
Perlakuan A (1:1) dan perlakuan D (3:1) mengalami peningkatan
nilai pH, namun jika waktu perlakuan melebihi 24 jam maka pH akan semakin
menurun. Perlakuan B (2:1) mengalami peningkatan nilai pH dimulai pada
waktu perlakuan 48 jam, dan mengalami penurunan pH pada waktu perlakuan
72 jam. Perlakuan C (1:2) mengalami peningkatan nilai pH pada waktu
perlakuan 24 jam, tetapi tidak mengalami perubahan pada waktu perlakuan 48
jam. Lalu meningkat pada waktu perlakuan 72 jam. Sedangkan perlakuan E
(1:3) mengalami peningkatan pH mulai dari waktu perlakuan 24 hingga 48
jam, dan kembali mengalami penurunan pH pada waktu perlakuan 72 jam.

29
Diagram 4.8. Hasil rata-rata nilai pH tiap perlakuan

Rata-Rata Nilai pH Tiap Perlakuan


4,5 3,9 4,04 3,97
3,83 3,83
4
3,5
3
Nilai pH

2,5 2,05
2
1,5
1
0,5
0
A B C D E F
Perlakuan

Berdasarkan diagram 4.8 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai pH


perlakuan A (1:1) sampai E (1:3) berturut-turut sebesar 3,83, 3,83, 3,90, 4,04,
dan 3,97. Adapun pada perlakuan F (kontrol negatif) hasil rata-rata niali pH
sebesar 2,05. Sementara untuk nilai pH terbaik setelah diberi perlakuan adalah
perlakuan D (3:1) dengan rata-rata nilai pH 4,04. Hal ini disebabkan karena
semakin pH mendekati netral maka semakin baik mutu atau kualitas limbah
cair tahu. Menurut Asmadi dan Suharno (2012), pH terbaik untuk terdapat
pada air buangan harus mengandung kadar pH yang masih memungkinkan
kehidupan biologis di dalam air berjalan baik dan pH yang baik untuk air
limbah adalah netral (pH 7) atau mendekati netral (pH 6-8). Derajat keasaman
(pH) berkaitan dengan karbon dioksida dan alkalinitas, semakin tinggi nilai
pH semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbon
dioksida bebas (Effendi, 2003).

30
Diagram 4.9. Hasil rata-rata nilai pH tiap waktu

Rata-Rata Nilai pH Tiap Waktu


6
5,6
6 5,2
4,6
5
4
Nilai pH

3
2
1
0
0 24 48 72
Waktu ke- (jam)

Berdasarkan diagram 4.9 diperoleh hasil rata-rata nilai pH dari waktu


perlakuan awal hingga 72 jam berturut-turut adalah 6; 4,6; 5,2; dan 5,6. Maka
rata-rata nilai pH tertinggi adalah pada waktu awal atau ke- 0. Sedangkan
semakin lama waktu perlakuan maka membuat limbah cair tahu semakin asam.
Peningkatan nilai pH dijelaskan dengan fakta bahwa larutan menjadi
bersifat lebih basa disebabkan oleh kekuatan biji kelor (Moringa oleifera)
yaitu, terletak pada keberadaan protein kartionik larut air yang terdapat pada
bijinya (Indra, 2010). Menurut Wibaham, dkk. (1982) dalam Yuliastri (2010),
asamamino yang ada pada biji kelor akan mengalami ionisasi menghasilkan
ion karboksilat dan proton. Sedangkan, kandungan senyawa tanin pada ampas
teh hitam mampu meningkatkan nilai pH. Rao (2005), menyatakan bahwa
tanin mampu menetralkan pH. Namun jika dibandingkan dengan kontrol
negatif, bioadsorben memberikan pengaruh kecil terhadap derajat keasamaan.
Dosis optimum penggunaan adsorben serbuk ampas teh hitam (Camellia
sinensis) dan biji kelor (Moringa oleifera) adalah perlakuan D (3:1) dengan
waktu perlakuan 24 jam.

31
4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Bau dan Intensitas Warna
Berdasarkan hasil perlakuan ampas teh hitam (Camellia sinsensis)
dan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai bioadsorben, didapatkan hasil uji
organoleptik yang ditujukan untuk mengetahui mutu atau kualitas limbah cair
tahu secara fisik seperti yang terlihat pada tabel 4.4 dan 4.5 serta diagram
4.10 dan 4.11 berikut.
Tabel 4.4. Hasil uji organoleptik bau
Perlakuan
Waktu
F
ke-
A (1:1) B (2:1) C (1:2) D (3:1) E (1:3) (kontrol
(jam)
negatif)
0 4 4 4 4 4 4
24 2 2 1 2 1 4
48 1 3 1 3 2 4
72 3 1 1 3 1 4

Tabel 4.5. Hasil uji organoleptik warna


Perlakuan
Waktu
F
ke-
A (1:1) B (2:1) C (1:2) D (3:1) E (1:3) (kontrol
(jam)
negatif)
0 4 4 4 4 4 4
24 1 2 1 1 1 4
48 2 2 1 3 1 4
72 2 2 1 3 2 4

Keterangan :
1 = Hampir tidak berbau / Bau samar, Kuning pudar
2 = Sedikit berbau tengik, Kuning Keruh
3 = Bau pesing, Kuning kecoklatan
4 = Berbau asam yang menyengat, Kuning

32
Diagram 4.10. Hasil uji organoleptik bau

3,5

2,5 0
Bau

2 24
48
1,5
72
1

0,5

0
A B C D E F
Perlakuan

Diagram 4.11. Hasil uji organoleptik warna

3,5

3
Intensitas Bau

2,5 0

2 24
48
1,5
72
1

0,5

0
A B C D E F
Perlakuan

Hasil pengujian organoleptik bau menunjukkan bahwa aroma limbah


cair tahu sebelum perlakuan berbau asam menyengat. Sedangkan setelah
perlakuan didapati tiga hasil yang berbeda. Diantaranya berbau pesing, sedikit
berbau tengik, dan hampir tidak berbau/bau samar (Tabel 4.4). Sementara itu,
untuk hasil pengujian organoleptik warna menunjukkan bahwa warna
sebelum perlakuan berwarna kuning. Sedangkan setelah perlakuan didapati
tiga hasil yang berbeda. Diantaranya kuning kecoklatan, kuning keruh, dan

33
kuning pudar (Tabel 4.5). Adapun hasil terbaik yang diperoleh terdapat pada
perlakuan C (1:2).
Berdasarkan hasil uji, lama waktu perlakuan berpengaruh terhadap
bau dan intensitas warna. Semakin lama waktu perlakuan akan membuat
bioadsorben menjadi jenuh sehingga tidak bisa lagi menyerap. Ampas teh
hitam mampu menurunkan kadar bau pada limbah cair tahu. Ampas teh
memiliki kandungan minyak essensial sehingga memunculkan aroma khas.
Adapun biji kelor mampu menjernihkan limbah cair tahu. Hal ini disebabkan
karena dengan waktu perlakuan yang lebih lama, flok-flok penyebab warna
yang terbentuk akibat koagulasi-flokulasi semakin banyak yang mengendap
ke bawah karena gravitasi (Rusdi, 2014). Berikut hasil perlakuan bioadsorben
terhadap sampel limbah cair tahu.

Gambar 4.1. Perlakuan E Gambar 4.2. Perlakuan C (1:2)

Gambar 4.3. Perlakuan B (2:1) Gambar 4.4. Perlakuan A (1:1)

34
Gambar 4.5. Perlakuan D (3:1) Gambar 4.6. Sebelum perlakuan

Gambar 4.7. Kontrol Negatif

5. Karakterisasi Penggunaan Bioadsorben Ampas Teh Hitam (Camellia


sinensis) dan Biji Kelor (Moringa oleifera)
Pada pengolahan limbah cair tahu menggunakan ampas teh hitam
(Camellia sinensis) dan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai bioadsorben,
dosis optimum yang dibutuhkan 100 ml limbah cair tahu adalah perlakuan C
(1:2) dengan waktu perlakuan 24 jam. Hasil ini didapatkan setelah melakukan
5 uji parameter dan menganalisis hasil dari setiap perlakuan.
Dosis optimum untuk menurunkan kadar Biologycal Oxygen
Demand (BOD) adalah Perlakuan C (1:2) dengan waktu perlakuan 24 jam.
Sedangkan dosis optimum penurunan kadar Total Suspended Solids (TSS)
adalah perlakuan E (1:3) dengan waktu perlakuan 48 jam. Sementara untuk
dosis optimum nilai pH adalah perlakuan D (3:1) dengan waktu perlakuan 24
jam. Adapun hasil uji bau dan intensitas warna terbaik adalah perlakuan C
(1:2). Berdasarkan hasil uji yang diperoleh, maka dosis optimum penggunaan
ampas teh hitam (Camellia sinensis) dan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai

35
biodasorben adalah perlakuan C (1:2) dengan waktu perlakuan 24 jam.
Berikut hasil analisis perlakuan C (1:2) dengan waktu perlakuan 24 jam.

Tabel 4.6. Pengaruh bioadsorben terhadap parameter uji dari sampel


Waktu ke- (jam) Kontrol
Parameter Uji
0 24 Negatif
BOD (mg/L) 6 3,5 5,9
TSS (mg/L) 126,5213 125,1887 127,0062
pH 3,81 3,93 4,39
Bau 4 1 4
Intensitas Warna 4 1 4

Keterangan :
1 = Hampir tidak berbau / Bau samar, Kuning pudar
2 = Sedikit berbau tengik, Kuning Keruh
3 = Bau pesing, Kuning kecoklatan
4 = Berbau asam yang menyengat, Kuning

Hasil pada tabel 4.6 dibandingkan dengan baku mutu (Tabel 2.1 dan
tabel 2.3), diperoleh hasil bahwa ampas teh hitam (Camellia sinensis) dan biji
kelor (Moringa oleifera) mampu menurunkan kadar BOD dan TSS pada
limbah cair tahu serta mampu meningkatkan nilai pH. Untuk BOD
(Biologycal Oxygen Demand), kadar BOD sebelum perlakuan atau waktu ke-
0 adalah 6 mg/L. Tingkatan pencemaran limbah cair tahu masuk dalam
kategori rendah, yaitu 0 – 10 mg/L (Tabel 2.3). Sementara, hasil uji setelah
perlakuan diperoleh hasil penurunan kadar BOD 2,5 mg/L. Adapun pada
kontrol negatif penurunan yang terjadi kurang optimum. Karena dengan
waktu perlakuan 72 jam, hanya mampu menurunkan BOD 0,1 mg/L.
Untuk TSS (Total Suspended Solids), kadar TSS sebelum perlakuan
atau waktu ke- 0 adalah 126,5213 mg/L. Tingkatan pencemaran limbah cair
tahu masuk dalam kategori sedang, yaitu 100 mg/L < kadar TSS ≥ 200 mg/L
(Tabel 2.1). Sementara, hasil uji setelah perlakuan diperoleh hasil penurunan

36
kadar TSS 1,3326 mg/L. Namun belum dapat menurunkan hingga tingkat
pencemaran masuk dalam kategori rendah. Sedangkan pada kontrol negatif
diperoleh hasil peningkatan kadar TSS dengan waktu perlakuan 72 jam.
Untuk pH (derajat keasaman), nilai pH sebelum perlakuan adalah
3,81. Nilai pH terbaik apabila pH mendekati netral (pH 6-8). Sementara, nilai
pH setelah perlakuan mengalami peningkatan nilai pH. Akan tetapi hasil yang
diperoleh kurang optimum. Hal ini disebabkan karena nilai pH pada kontrol
negatif lebih optimum mengalami peningkatan nilai pH. Sedangkan, untuk
bau dan intensitas warna setelah diberi perlakuan C (1:2) memperoleh hasil
terbaik. Pada bau diperoleh hasil hampir tidak berbau atau bau samar. Adapun
untuk intensitas warna diperoleh hasil kuning pudar.

37
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan

Setelah melakukan percobaan dan penelitian, ampas teh dan biji


kelor yang telah dikeringkan dan dicampur dalam kantong teh dengan
kadar tertentu dapat dijadikan sebagai bioadsorben untuk mengurangi
kadar BOD dan TSS pada limbah cair tahu. Berdasarkan hasil uji yang
dilakukan, limbah cair tahu yang diberikan 1 gram serbuk ampas teh dan 2
gram serbuk biji kelor dengan waktu perlakuan 24 jam memiliki
penurunan kandungan BOD yang lebih signifikan dibanding limbah cair
tahu yang diberi perlakuan lainnya, sedangkan limbah cair tahu yang
diberikan 1 gram serbuk ampas teh dan 3 gram serbuk biji kelor memiliki
penurunan kandungan TSS yang lebih signifikan dibanding limbah cair
tahu yang diberikan perlakuan lainnya.

2. Saran
Penelitian ampas teh dan biji kelor sebagai bioadsorben untuk
mengurangi kadar BOD dan TSS pada limbah cair tahu harus terus
dikembangkan dengan memperhatikan faktor kekurangan dan kelebihan
dari penelitian ini. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
dengan perbandingan komposisi ampas teh dan biji kelor yang lebih
bervariasi serta mencampurkan bahan tambahan yang dapat
mengefektifkan pengaruh kedua bahan tersebut dalam menurunkan kadar
BOD dan TSS pada limbah cair tahu.

38
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Muachiroh. Manfaat Ampas Teh. Jurnal Manfaat Teh. Jakarta:

Universitas Sudirman Jakarta Pusat.

Abriagni, Dana. Optimasi Adsorpsi Krom (VI) dengan Ampas Daun Teh

(Camellia sinensis L) Menggunakan Metode Spektrofotometri.

Skripsi Sarjana. Semarang: Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, Maret 2011.

Administrator, 2012. Mengenal 4 Macam Jenis Teh (Diakses tanggal 21 Oktober

2017)

Aisyah, Umratul. Jurnal Pencemaran Air. 2013 (Diakses tanggal 21 Oktober 2017)

Anggraini, Lika. 2012. Kandungan Logam Air Sumur dan Air PDAM Dengan

Sistem Pendeteksi Kelayakan Air Minum (Elektrolizer Air) Di Kecamatan

Sumbersari. Skripsi Sarjana. Jember: Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat,

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Jember.

Anonim. Pengaruh Air Dan Ampas Teh Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sengon,

2011.

Anonimous. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. No. 51 Tahun 2004.

Tentang : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri, 2004.

Anugrah, Sanjung Tria. Pengembangan Produk Kombucha Probiotik Berbahan

Baku Teh Hitam (Camellia sinensis). Skripsi Sarjana. Fakultas

Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, 2005.

39
Ariyanto, Anton dan Edison, Bambang. Pengolahan Air Bersih di Lingkungan

Kampus Universitas Pasir Pengaraian Menggunakan Metode Penyaringan

Down Flow. Skripsi Sarjana. Rokan Hulu, Riau: Program Studi Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Pasir Pengaraian.

Asmadi dan Suharto.2012. Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Air Limbah.

Gosyen Publishing: Yogyakarta.

Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Semarang, Jurnal Riset

TPPI. November 2010, vol. 1, no. 2, hal. 104 – 176.

Besral, Meilianingsih L, Sahar J, 2007. Pengaruh Minum Teh terhadap Kejadian

Anemia pada Usila di Kota Bandung. Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 1:

38-43.

Buanarinda, Puspita Tiara., dkk. 2014. Pembuatan Bioadsorben Berbahan Dasar

Sampah Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate) Yang Dikemas Seperti Teh

Celup. Skipsi Sarjana. Surabaya: Prosiding Seminar Nasional Kimia.

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya.

Buku Mitos atau Fakta Air dan Hidrasi karya penulis Sudung O Pardede,

Hardinsyah, Parlindungan Siregar, Budi Imam Santoso.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius.

Ghebremichael, Kebreab A. 2004. Moringa Seed and Pumice as Alternative

Natural Materials for Dringking Water Treatment: KTH Land and

Water Resources Enggineering.

40
Haeruddin, Diani Riezki Andara, Agung Suryanto. Kandungan Total Padatan

Tersuspensi, Biochemical Oxygen Demand, dan Chemical Oxygen

Demand serta Indeks Pencemaran Sungai Klampiasan di Kawasan

Industri Candi, Semarang. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Jurusan Perikanan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

2014

Handajani, Hany. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu sebagai Pupuk Alternatif pada

Kultur Mikroalga Spirullina sp. Malang: Jurusan Perikanan, Fakultas

Peternakan-Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang.

Hidayat, Saleh. Protein Biji Kelor Sebagai Bahan Aktif Penjernihan Air.

Universitas Muhammadiyah Malang.

Khasanah, Uswatun. Efektifitas Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai Koagulan

Fosfat dalam Limbah Cair Rumah Sakit (Studi Kasus di RSU Dr.

Saiful Anwar Malang). Skripsi Sarjana. Malang: Jurusan kimia,

Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Malang,

2008.

Kocuy, Irfan. Makalah Sumber Daya Air. 2017 (Diakses tanggal 21 Oktober 2017)

Lestari, Puji Riya. Pengujian Kualitas Air di Instalasi Pengolahan Air Limbah

(IPAL) Mojosongo, Surakarta. Skripsi Sarjana. Surakarta: Jurusan Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011.

Moertinah, Sri. Kajian Proses Anaerobik sebagai Alternatif Teknologi Pengolahan

Air Limbah Indutri Organik Tinggi. Semarang, 2010.

41
Mukarlina, Januardi R., dan Setyawati, T. Rima. “Pengolahan Limbah Cair Tahu

Menggunakan Kombinasi Serbuk Kelor (Moringa oleifera) dan Asam

Jawa (Tamarindus indica)”, Jurnal Protobiont. 2014, vol 3 (1): 41 – 45.

Puronomo, Hadi dan Surodjo, Suzana. Pengaruh Penambahan Tepung Biji Kelor

(Moringa oleifera) Bebas Minyak sebagai Koagulan Alami pada

Pengolahan Limbah Cair Penggilangan Kedelai Industri Tempe. Skripsi

Sarjana. Surabaya: Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya, 25 Februari 2012.

Pratama, Distika Adhi., Noor, Andi Muhammad Azhar., dan Sanjaya, Ari

Susandy. Jurnal Integrasi Proses. Efektifitas Ampas Teh Sebagai Adsorben

Alternatif Logam Fe dan Cu Pada Air Sungai Mahakam. Skripsi Sarjana.

Samarinda: Program Studi S1 Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Mulawarman, Jl. Sambaliung No. 9 Kampus Gunung Kelua Samarinda

75119.

Rao, N, 2005, Use Of Plant Material As Natural Coagulants for Treatment of

Waste Water, McGrow-Hill, New York.

Rohaeti, Eti., dkk. Kimia Lingkungan. Program Keahlian Analisis Kimia, Institut

Pertanian Bogor. 2015.

Pratama, Rian., Sidi, T. B. Purnomo., Rusdi. Pengaruh Konsentrasi dan Waktu

Pengendapan Biji Kelor terhadap pH, Kekeruhan, dan Warna air

Waduk Krenceng. Jurnal Integritas Proses Vol. 5, No. 1, hal. 46 – 50.

Banten: Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Tirtayasa. 2014.

42
Salmin. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai

Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana,

Vol. XXX, No. 3, 2005: 21 – 26.

Sani, Elly Yuniarti. Pengolahan Air Limbah Tahu Menggunakan Reaktor Anaerob

Bersekat dan Aerob. Skripsi Sarjana. Semarang. Program Studi Ilmu

Lingkungan Universitas Diponegoro, 2006.

Saputri, Yosephina Liliana Intan Danar., Hartini, Sri., dan Kristijanto. 2016. Studi

Adsorpsi Nisbah Bobot Ampas Teh Hitam dan Ampas Kopi Dalam

Pengolahan Air Limbah Batik. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan

Kimia VII. Peningkatan Profesionalisme pendidik dan Periset Sains Kimia

di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Surakarta: Jurusan Kimia,

Universitas Kristen Satya Wacana.

Yuliastri, Indra Rani. Penggunaan Serbuk Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai

Koagulan dan Flokulan dalam Perbaikan Kualitas Air Limbah dan

Air Tanah. Skripsi Sarjana. Jakarta: Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2010.

43
Lampiran I

Bahan dan Alat Pembuatan dan Persiapan Limbah Cair Tahu dan Adsorben

Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis) dan Biji Kelor (Moringa oleifera)

1. Bahan yang digunakan

100 gr Biji Kelor Teh Celup Limbah Cair Tahu

2. Alat yang digunakan

Botol plastik 600 ml Saringan 200 mesh Ember Blender

Mortar Baskom Panci Gelas

44
Nampan Microwave Cawan Petri

Timbangan Sendok Kantong Teh

45
Lampiran II

Proses Pembuatan Bioadsorben Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis)


dan Biji Kelor (Moringa oleifera) beserta Pengemasan

1. Proses Pembuatan Serbuk Ampas Teh Hitam

Perendaman ampas teh hitam Penirisan ampas teh hitam


menggunakan air mendidih

Penjemuran ampas teh hitam Pengeluaran ampas teh hitam


dari kantong teh

Pengovenan ampas teh hitam Serbuk bioadsorben ampas teh


dengan suhu 100ºC hitam yang telah disaring

46
2. Proses Pembuatan Serbuk Biji Kelor

Biji kelor yang sudah dikupas Penghancuran biji kelor


dan dikeringkan

Penyaringan serbuk biji kelor Penghalusan serbuk biji kelor

Serbuk biji kelor halus

47
3. Proses pengemasan Bioadsorben

Penimbangan serbuk ampas


teh hitam dan biji kelor

Pencampuran serbuk ampas


teh hitam dan biji kelor

48
Lampiran III

Hasil Perendaman Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis)

Hari ke-1 Hari ke-3 Hari ke-4

Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7

49
Lampiran IV

Daftar Riwayat Hidup

Penulis I, Dhiya Kamila Sundara dilahirkan di Bandung


pada tanggal 22 September 2001 dari bapak yang bernama
Hendar Suhendar dan ibu yang bernama Ayun Susumping.
Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Bosowa Bina
Insani Bogor pada tahun 2013, kemudian melanjutkan Pendidikan di SMPIT
Ummul Quro Bogor. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Pertama pada tahun
2016, penulis melanjutkan jenjang pendidikannya di SMAIT Ummul Quro Bogor.
Saat duduk di bangku SMP, penulis melakukan penelitian yang berjudul
“Pemanfaatan Buah Pala (Myristica fragnans Hourt) sebagai Obat Insomnia”. Di
bangku SMA, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Ampas Teh Hitam
(Camellia sinensis) dan Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai Bioadsorben untuk
Menurunkan Kadar BOD dan TSS pada Limbah Cair Tahu” pada tahun 2018.

Penulis II, Fathimah Raidatul Jannah dilahirkan di Jember


pada tanggal 31 Maret 2001 dari bapak yang bernama
Moch. Ali Hindarto dan ibu yang bernama Dwi Retno
Harini. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDIT
Baitussalam pada tahun 2013, kemudian melanjutkan
pendidikan di Ma’had Rahmaniyyah Al-Islamy selama kurang lebih satu setengah
tahun. Setelah itu penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama
di SMPIP Daarul Jannah pada tahun 2016 lalu melanjutkan jenjang pendidikannya
di SMAIT Ummul Quro Bogor. Di bangku SMA, penulis melakukan penelitian
yang berjudul “Pemanfaatan Biji Cempedak sebagai Bahan Baku Pembuataan
Tempe” pada tahun 2017 dan “Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis) dan Biji

50
Kelor (Moringa oleifera) sebagai Bioadsorben untuk Mengurangi Kadar BOD dan
TSS pada Limbah Cair Tahu” pada tahun 2018.

Penulis III, Hanifah Retsurika dilahirkan di Bogor pada


tanggal 20 Juni 2001 dari bapak yang bernama Bukhori
dan ibu yang bernama Niken Wikanti. Penulis adalah anak
pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar di SDIT Ummul Quro Bogor
pada tahun 2013, kemudian melanjutkan pendidikan di
SMPIT Ummul Quro Bogor. Setelah lulus dari Sekolah
Menengah Pertama pada tahun 2016, penulis melanjutkan jenjang pendidikannya
di SMAIT Ummul Quro Bogor. Saat duduk di bangku SMP, penulis melakukan
penelitian yang berjudul “Pengaruh Tidur Larut Malam terhadap Konsentrasi
Belajar Siswa Kelas VIII SMPIT Ummul Quro Bogor”. Di bangku SMA, penulis
melakukan penelitian yang berjudul “Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis) dan
Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai Bioadsorben untuk Mengurangi Kadar
BOD dan TSS pada Limbah Cair Tahu” pada tahun 2018.

51

Anda mungkin juga menyukai