Hanifah Retsurika, Dhiya Kamila Sundara, Fathimah Raidatul Jannah PDF
Hanifah Retsurika, Dhiya Kamila Sundara, Fathimah Raidatul Jannah PDF
Oleh
1. Dhiya Kamila Sundara NIS 161710045
2. Fathimah Raidatul Jannah NIS 161710048
3. Hanifah Retsurika NIS 161710053
Pembimbing
1. Azi Maulana, S.Pd.
2. Kania Anindhita, S.P.
Bismillahirrahmaanirrahiim
Setelah dicermati dan dipikirkan lebih dalam, maka laporan penelitian yang
berjudul “Ampas Teh (Camellia sinensis) dan Biji Kelor (Moringa oleifera)
sebagai Bioadsorben untuk Menurunkan Kadar BOD dan TSS pada Limbah Cair
Tahu” yang diajukan oleh Saudara Dhiya Kamila Sundara; NIS 161710045,
Pembimbing I Pembimbing II
Menyetujui
Kepala Sekolah
Dengan ini saya yang bertanda tangan di bawah ini, siswa SMAIT Ummul Quro :
NIS : 161710053
Kelas : XI IPA 3
Menyatakan bahwa karya tulis yang kami buat dengan judul “AMPAS TEH
Pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan kami bersedia menanggung
segala akibat yang timbul apabila pernyataan kami ini tidak benar.
Hanifah Retsurika
NIS 16171005
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan
ii
Lembar Pernyataan
iii
Kata Pengantar
iv
Daftar Isi
v
Daftar Gambar
vii
Daftar Tabel
viii
Daftar Diagram
ix
Daftar Lampiran
x
Abstrak
xi
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
2. Rumusan Masalah
3
3. Tujuan Penelitian
3
4. Manfaat Penelitian
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Kajian Teori
5
2. Hipotesis
13
3. Kerangka Berpikir
14
BAB III METODE PENELITIAN
iv
1. Waktu dan Tempat Penelitian
15
2. Alat dan Bahan
16
3. Metode Penelitian
16
4. Cara atau Prosedur Kerja
17
5. Teknik Pengumpulan Data
19
6. Teknik Analisis Data
19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar BOD
21
2. Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar TSS
25
3. Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai pH
29
4. Pengaruh Perlakuan terhadap Bau dan Intensitas Warna
32
5. Karakterisasi Penggunaan Bioadsorben Ampas Teh Hitam (Camellia
sinensis) dan Biji Kelor (Moringa oleifera)
36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
39
2. Saran
39
Daftar Pustaka
40
Lampiran
44
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Daun Teh Segar dan Teh Hitam 7
Tabel 2.2 Klasifikasi Air Limbah 11
Tabel 2.3 Baku Mutu Limbah Cair Tahu 12
Tabel 2.4 Tingkat Pencemaran Perairan Berdasarkan Nilai BOD 13
Tabel 3.1 Timeline 15
Tabel 3.2 Kombinasi Bobot Nisbah Serbuk Ampas Teh Hitam dan
Biji Kelor 17
Tabel 3.3 Hasil Uji Organoleptik Warna 19
Tabel 4.1 Hasil Uji Biologycal Oxygen Demand (BOD) 21
Tabel 4.2 Hasil Uji Total Suspended Solids (TSS) 25
Tabel 4.3 Hasil Uji Derajat Keasaman (pH) 29
Tabel 4.4 Hasil Uji Organoleptik Bau 33
Tabel 4.5 Hasil Uji Organoleptik Warna 33
Tabel 4.6 Pengaruh Bioadsorben Terhadap Parameter Uji dari Sampel 37
vii
DAFTAR DIAGRAM
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I 45
Lampiran II 47
Lampiran III 50
Lampiran IV 51
ix
Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis) dan Biji Kelor (Moringa
oleifera) sebagai Bioadsorben untuk Menurunkan
Kadar BOD dan TSS pada Limbah Cair Tahu
Dhiya Kamila Sundara1, Fathimah Raidatul Jannah2,
Hanifah Retsurika3
SMAIT Ummul Quro Bogor
fathimahraidatul@gmail.com, dhiya.ktsun@gmail.com, retsurika@gmail.com
ABSTRAK
Limbah cair tahu merupakan salah satu limbah cair penyebab pencemaran
lingkungan. Dalam limbah cair tahu, terdapat beberapa bahan pencemar,
diantaranya ialah BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan TSS (Total Suspended
Solids). Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. Kep-
51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan industri,
diketahui bahwa kadar maksimum limbah cair tahu yang diperoleh adalah BOD
(50 mg/L), COD (100 mg/L), dan TSS (200 mg/L). Oleh sebab itu, limbah cair
tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan untuk
mengurangi kandungan pencemar yang menyertai limbah cair tersebut. Salah satu
bioadsorben yang dapat digunakan adalah ampas teh hitam (Camellia sinensis)
dan biji kelor (Moringa oleifera). Penelitian ini menggunakan kombinasi nisbah
bobot serbuk ampas teh hitam (Camellia sinensis) dan biji kelor (Moringa
oleifera). Variasi dosis bioadsorben yang digunakan adalah (1:1), (2:1), (1:2),
(3:1), (3:1) gr/100 ml limbah cair tahu, ukuran bioadsorben 200 mesh dengan pH
awal atau ke- 0 adalah 3,81. BOD awal 6 mg/L dan TSS awal 126,5213 mg/L.
Waktu perlakuan optimum yang diperoleh adalah 24 jam dengan penurunan BOD
menjadi 3,5 mg/L dan TSS menjadi 125,1887 mg/L pada dosis bioadsorben (1:2)
gr/100 ml, dan pH akhir 3,93. Adapun parameter uji organoleptik, yaitu bau dan
intensitas warna yang diamati 3 hari berturut-turut. Diperoleh hasil terbaik pada
dosis bioadsorben (1:2) gr/100 ml.
Kata kunci: Limbah cair tahu, BOD, TSS, bioadsorben, ampas teh hitam,
biji kelor dan uji organoleptik
x
Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis) dan Biji Kelor (Moringa
oleifera) sebagai Bioadsorben untuk Menurunkan
Kadar BOD dan TSS pada Limbah Cair Tahu
Dhiya Kamila Sundara1, Fathimah Raidatul Jannah2,
Hanifah Retsurika3
SMAIT Ummul Quro Bogor
fathimahraidatul@gmail.com, dhiya.ktsun@gmail.com, retsurika@gmail.com
ABSTRACT
Soybean curd wastewater is one of the things that triggeers the
enviromebtl pollution on our water sources. In soybean curd wastewater, there
are so many kinds of polluting molecules in it, few of it are BOD (Biochemical
Oxygen Demand) and TSS (Total Suspeded Solids). Based on Ministry of
Environment’s Decision No. Kep-51/MENLH/10/1995 about Standard level of
wastewater for industry, has been known that the maximum level of soybean curd
waste that has been made are BOD (50 mg/L), COD (100 mg/L), and TSS (200
mg/L). Therefore, the wastewater should be treated first before thrown to the
water to reduce the pollution level in the wastewater. One of bioadsorbent that
can be used are tea leaves waste (Camellia sinensis) and biji kelor (Moringa
oleifera). This research is using a mixed ratio of tea leaves waste (Camellia
sinensis) and biji kelor (Moringa oleifera). The dosage variations for the
bioadsorbent that has been used are (1:1), (2:1), (1:2), (3:1), (3:1) gr/100 ml
soybean curd wastewater, the size of the bioadsorbent is 200 mesh with first pH
or the zero hour is 3,81. With BOD 6 mg/L and TSS 126,5213 mg/L before the
experiment. The most optimum treatment time is 24 hours with BOD reduced to
3,5 mg/L and TSS reduced to 125,1887 mg/L with the absorbent dosage of (1:2)
gr/100 ml, and the pH is 3,93. As for the organoleptic parameters, that is the
smell and color intensity that has been observed for 3 consecutive days, gained
the best result on bioadsorbent dosage (1:2) gr/100ml.
Keywords: Soybean curd wastewater, BOD, TSS, bioadsorbent, black tea waste,
and organoleptic test.
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan
kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih. Cairan ini
mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah
ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu
sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari lingkungan (Kaswinarni,
2007).
Dalam limbah tahu, terdapat beberapa bahan pencemar, salah
satunya ialah BOD dan TSS. BOD atau Biologycal Oxygen Demand ialah
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan atau
mengoksidasikan hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-
zat organis yang tersuspensi dalam air. Dengan kata lain, jika BOD pada
suatu perairan semakin banyak, maka kebutuhan oksigen biota laut tidak
dapat tercukupi karena sudah teruraikan oleh bakteri. TSS atau Total
Suspended Solids ialah zat-zat padat tersuspensi yang tersisa sebagai
residu apabila dipanaskan dalam suhu tertentu. Bahan buangan yang
didalamnya terkandung TSS tidak boleh dibuang secara langsung karena
dapat menyebabkan kedangkalan pada sungai dan menghalangi sinar
matahari masuk ke dalam dasar air sehingga menghambat proses
fotosintesa mikroorganisme.
Untuk menghilangkan TSS pada limbah cair tahu, biji kelor dapat
digunakan sebagai salah satu bahan alami. Biji buah kelor (Moringan
oleifera) mengandung zat-zat aktif yang mampu mengadsorpsi dan
menetralisir partikel-partikel lumpur serta ion yang terkandung dalam
limbah air tersuspensi.
Selain menggunakan biji buah kelor, ampas teh juga dapat
digunakan untuk membantu mengurangi kadar BOD dan TSS dari dalam
limbah cair tahu. Ampas teh yang telah diseduh dan siap dibuang memiliki
kandungan yang dapat digunakan sebagai bahan untuk mengurangi kadar
BOD dan TSS.
Dalam Al-Quran Allah swt., berfirman.
“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang
1
kafir; maka celakalah orang-orang kafir itu, karena mereka akan masuk
ke dalam neraka.” (QS: Shaad: 37).
Berdasarkan dalil tersebut, Allah swt menciptakan segala sesuatu
dengan memiliki manfaat, baik hal tersebut berupa sesuatu yang dapat
dimakan dan diminum, kulit buah, plastik, bahkan batang pohon sekalipun.
Dengan mempelajari ilmu pengetahuan dan memaksimalkan akal yang
kita miliki, kita dapat mempelajari banyak hal yang Allah ciptakan. Kita
pun mampu membuat inovasi yang kelak dapat dimanfaatkan oleh banyak
orang. Maka dari itu, penulis akan memanfaatkan biji buah kelor dan
ampas teh sebagai bioadsorben untuk mengurangi kadar BOD dan TSS
pada limbah cair tahu.
2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1) Bagaimana pengaruh ampas teh dan biji kelor terhadap limbah cair
tahu?
2) Bagaimana ampas teh dan biji kelor mengurangi kadar BOD dan TSS
yang terkandung dalam limbah cair tahu?
3. Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1) Mengetahui pengaruh ampas teh dan biji kelor terhadap limbah cair
tahu.
2) Mengetahui bagaimana ampas teh dan biji kelor mengurangi kadar
BOD dan TSS pada limbah cair tahu.
4. Manfaat
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah:
1) Untuk melihat pengaruh ampas teh dan biji kelor terhadap limbah cair
tahu.
2
2) Dapat menurunkan kadar BOD dan TSS pada limbah cair tahu dengan
menggunakan ampas teh dan biji kelor agar tercipta lingkungan yang
lebih sehat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kajian Teori
1.1 Teh Hitam
1
Tuminah, 2004
4
hitam disebut teh seduhan. Teh hitam juga tersedia dalam berbagai bentuk,
yaitu rajangan, teh celup atau teh instan dimana masing-masing bentuk
memberikan warna, rasa dan aroma yang berbeda. Teh diketahui memiliki
banyak manfaat untuk kesehatan tubuh, seperti:
1) Meringankan kondisi tekanan darah rendah setelah makan.
2) Mencegah penyakit jantung, termasuk menghindari proses penyempitan
pembuluh arteri hingga serangan jantung.
3) Meningkatkan kewaspadaan sekaligus menambah kemampuan otak saat
belajar, mengingat, serta memproses informasi.
Manfaat teh yang konon ditemukan secara tidak sengaja ketika daun-
daunnya masuk ke dalam air yang tengah dijerang untuk kaisar Shen Nun di
Cina pada tahun 2737 SM ini juga bisa didapatkan dengan memanfaatkan
sisa-sisa seduhannya. Polifenol, kandungan antioksidan yang membuat
minuman begitu istimewa tetap tertinggal pada ampasnya.
5
metabolisme 223 kkal/kg. Secara umum, komposisi nutriennya meningkat
walupun tidak begitu tinggi dibandingkan dengan hasil analsis yang
dilaporkan Istirahayu (1993) dan Soejiwa (1982). Peningkatan protein diduga
karena adanya penambahan protein yang disumbangkan oleh sel mikro akibat
pertumbuhanya yang menghasilkan produk protein sel tunggal atau biomassa
sel yang mengandung sekitar 40-65% protein.
Tabel 2.1. Komposisi Kimia Daun Teh Segar dan Teh Hitam
Jumlah (% berat kering)
Komponen
Daun teh segar Teh hitam
Selulosa dan serat kasar 34.00 34.00
Protein 17.00 16.00
Klorofil dan pigmen lain 1.50 1.00
Pati 0.50 0.25
Tanin 25.00 13.00
Tanin teroksidasi 0.00 4.00
Kafein 4.00 4.00
Asam Amino 8.00 9.00
Gum dan Gula 3.00 4.00
Mineral 4.00 4.00
Total abu 5.50 5.50
Bahan Essensial 0.00 trace
Sumber : Harler (1964)
Protein kasar ini kaya akan selulosa. Selulosa ini dapat memberikan
sifat polielektrolit yang dapat dimanfaatkan sebagai adsorben terhadap zat
warna basa yang bermuatan posistif. Selulosa memiliki potensi yang besar
untuk dijadikan penyerap karena gugus OH yang terikat dapat berinteraksi
dengan komponen adsorbat. Adanya gugus OH, pada selulosa menyebabkan
terjadinya sifat polar pada adsorben tersebut. Dengan demikian selulosa lebih
kuat menyerap zat yang bersifat polar daripada zat yang kurang polar
(Abriagni, Dana. 2011).
6
Gambar 2.3. Struktur Selulosa
Berikut beberapa manfaat ampas teh:
1) Mencegah timbulnya jerawat
2) Menghaluskan kulit
3) Mencegah kerontokan rambut
4) Merilekskan mata
5) Membersihkan cermin
6) Membersihkan noda pada toilet
7) Pengharum ruangan
8) Penyerap bau pada lemari es
7
cabang yang jarang tetapi akarnya kuat. Batangnya berwarna kelabu dan
daunnya berbentuk bulat seperti telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun
majemuk dalam satu tangkai.
Biji kelor dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang mempunyai
ketinggian tanah 300 – 500 meter di atas permukaan laut. Bunganya berwarna
putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau.
Bunga kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah kelor
berbentuk segitiga memanjang, seperti kacang hijau Buahnya berbentuk
seperti kacang panjang berwarna hijau dan keras serta memiliki panjang 120
cm. Bunga kelor berupa malai yang keluar dari ketiak daun, sedangkan
buahnya menggantung sepanjang 20-45 cm dan isinya sederetan biji bulat,
tetapi bersayap tiga (Schwarz, 2000).
Klasifikasi Tanaman Kelor
Kingdom : Plantae
Ordo : Brassicales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Species : M. Oleifera
Biji kelor (Moringa oleifera) mengandung senyawa bioaktif 4a-4r-
rhamnosyloxy benzylisothiocyanate yang merupakan protein kationik, yang
bersifat koagulan alami yaitu mempunyai kemampuan untuk menggumpalkan
partikel-partikel lumpur dan mereduksi bakteri yang terkandung dalam air
yang keruh, mengendapkannya dan menjadikan air lebih bersih dan jernih
serta sehat. Dengan potensi seperti itu, maka biji kelor akan sangat membantu
masyarakat di daerah-daerah terpencil di pedalaman untuk memperoleh air
bersih (Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 2012).
1.3 Adsorben
8
kerapatan unggun, distribusi ukuran partikel maupun kekerasannya merupakan
data karakteristik yang penting dari suatu adsorben (Arsip, 2008).
1.4 Indikator pH
Nilai pH air digunakan untuk mengetahui kondisi keasaman
(konsentrasi ion hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 0-14, kisaran
nilai pH 0-7 termasuk kondisi asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7
adalah kondisi netral. Indikator adalah zat yang memiliki warna berbeda
dalam kondisi asam maupun basa. Indikator dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Indikator Alam
Indikator alam adalah indikator yang berasal dari bahan alam. Indikator
tersebut dapat dibuat dari bumbu dapur, bunga, dan buah-buahan.
Misalnya, bunga kertas, kol ungu, kunyit.
2) Indikator Buatan
Indikator buatan adalam indikator buatan manusia yang sudah dibuat di
laboratorium atau di pabrik alat-alat kimia. Indikator buatan dapat berupa
kertas lakmus dan indikator universal atau dalam bentuk larutan seperti
fenoftalein, metil merah, dan lain-lain.
Indikator universal, campuran dari beberapa indikator yang memiliki
perubahan warna berbeda, sehingga semua perubahan warna itu menyatu dan
sebagai hasilnya, indikator universal ini memiliki perubahan dari merah-
jingga-kuning-hijau-biru-nila-ungu atau disingkat mejikuhibiniu. Warna-
warna ini berasal dari metil jingga, trayek pH antara 3 - 4 dengan perubahan
warna merah - kuning, metil merah, trayek pH 4 - 6 perubahan warnanya
merah - kuning, brom timol biru trayek pH 6 - 7,6 perubahan warnanya
kuning - biru dan penolptalein trayek 8 - 10 tak berwarna - merah. Trayek pH
indikator universal terdapat pada setiap harga pH. Warna merah pH 1-2;
jingga pH 3-4; kuning pH 5-6; hijau pH 7; biru pH 8-9; dstnya (Etna Rufianti,
2011).
9
1.5 Air Limbah
Kualitas limbah menunjukan spesifikasi limbah yang diukur dari
jumlah kandungan bahan pencemar di dalam limbah. Kandungan pencemar di
dalam limbah terdiri dari berbagai parameter. Semakin kecil jumlah parameter
dan semakin kecil konsentrasinya, hal ini menunjukkan semakin kecil peluang
untuk terjadinya pencemaran lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan
frekuensi pembuangan limbah (Kristanto, 2002).
Dalam Kristanto (2002) disebutkan, ada beberapa kemungkinan yang
akan terjadi akibat masuknya limbah ke dalam lingkungan:
1) Lingkungan tidak mendapatkan pengaruh yang berarti. Hal ini disebabkan
karena volume limbah kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam
limbah sedikit dengan konsentrasi yang kecil.
2) Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran.
3) Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.
Tabel 2.2. Klasifikasi Air Limbah
Konsentrasi
Satuan
Tinggi Medium Rendah
Padatan Total Mg/L 1200 700 350
Terlarut Total Mg/L 850 500 250
Tetap Mg/L 525 300 145
Menguap Mg/L 325 200 105
Tersuspensi Total Mg/L 350 200 100
Tetap Mg/L 75 50 30
Menguap Mg/L 275 150 70
Padatan Terendap Mg/L 20 10 5
Biochemical Oxygen Demand
Mg/L 300 200 100
(BOD5)
Total Organic Carbon (TOC) Mg/L 200 135 65
Chemical Oxygen Demand (COD) Mg/L 1000 500 250
Nitrogen (Total sbg N) Mg/L 85 40 20
Organik Mg/L 35 15 8
10
Amoniak Bebas Mg/L 50 25 12
Nitrit Mg/L 0 0 0
Nitrat Mg/L 0 0 0
Phosporus (total sbg P) Mg/L 20 10 6
Organik Mg/L 5 3 2
Anorganik Mg/L 15 7 4
Chlorida (nilai harus ditambah
Mg/L 100 50 30
dengan jumlah yg terbawa dalam air)
Alkalinitas Mg/L 200 100 50
Lemak Mg/L 150 100 50
Sumber : (Benefield D & Clifford, 1980).
11
1 BOD 50 4853
2 COD 100 7050
3 TSS 200 4743
Rendah 0- 10
Sedang 10-20
Tinggi 25
2. Hipotesis
Ampas teh dapat digunakan untuk menyerap/menyaring BOD dan
TSS pada air. Dengan begitu, kadar BOD dan TSS yang melewati batas pada air
dapat berkurang. Lalu, biji kelor dapat “menjernihkan” air yang telah di saring
BOD dan TSS.
12
3. Kerangka Berpikir
Produk Inovatif
13
BAB III
METODE PENELITIAN
14
Hasil
Penelitian
Revisi
10
Laporan
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Rancangan
penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penambahan
adsorben dalam kantong teh celup dilakukan dengan berbagai kombinasi nisbah
15
bobot serbuk ampas teh hitam (Camellia sinensis) dan biji kelor (Moringa
oleifera) dalam (gr/gr).
Tabel 3.2. Kombinasi nisbah bobot serbuk ampas teh dan biji kelor
Ampas Teh Hitam Biji Kelor
Kelompok
(gr) (gr)
Perlakuan 1 1 1
Perlakuan 2 2 1
Perlakuan 3 1 2
Perlakuan 4 3 1
Perlakuan 5 1 3
16
perubahan warna. Tiriskan ampas teh untuk mengurangi kadar air yang
terkandung. Keringkan ampas teh dengan microwave selama 1,5 jam
dengan suhu 100ºC. Sebelum itu diamkan ampas teh selama 24 jam dalam
suhu ruangan. Terakhir, saring serbuk ampas teh menggunakan saringan
atau ayakan 200 mesh.
c. Pembuatan Adsorben Menggunakan Kemasan Tea Bag (Kantong Teh)
Satukan serbuk biji kelor (Moringa oleifera) dan ampas teh hitam
(Camellia sinensis) dengan metode penelitian yang telah dalam tea bag
(kantong teh) yang telah disediakan. Buatlah menjadi 15 kantong.
4.3 Uji Mutu atau Kualitas Air
a. Uji Tingkat Keasaman pH
Derajat keasamaan atau pH dihitung menggunakan pH meter,
yang dilakukan di Laboratorium Kimia, Universitas Nusa Bangsa. Penulis
menghitung pH tiap-tiap sampel dengan mencelupkan pH meter ke setiap
sampel dan membersihkannya dengan aquades setiap setelah selesai
menghitung satu sampel.
b. Uji Organoleptik
1) Pengujian Bau
Persyaratan air bersih berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan No 416/MENKES/PER/IX/1990 menyatakan bahwa syarat
fisik dari air bersih adalah tidak berbau dan pengujian ini dilakukan
apakah sample air tersebut memenuhi persyaratan tersebut. Adapun, uji
organoleptik bau ini dilakukan di Perumahan Pura Arista Bojonggede,
Blok A 11/18 Desa Tajurhalang Kec. Tajurhalang.
2) Pengujian Warna
Warna merupakan akibat suatu bahan terlarut atau
tersuspensi dalam air, disamping adanya bahan pewarna tertentu yang
kemungkinan mengandung logam berat. Warna air limbah
menunjukkan kualitasnya, air limbah yang baru akan berwarna abu-abu,
dan air limbah yang sudah basi atau busuk akan berwarna gelap
(Mahida, 1984). Adapun, uji organoleptik warna dilakukan di
17
Perumahan Pura Arista Bojonggede, Blok A 11/18 Desa Tajurhalang
Kec. Tajurhalang.
Data diperoleh dengan menguji adsorben dari ampas teh hitam (Camellia
sinensis) dan biji kelor (Moringa oleifera) pada masing-masing sampel air
limbah. Kemudian dilakukan uji kualitas dengan 5 parameter, yaitu pH, warna,
bau, BOD, dan TSS.
Perlakuan
Waktu
F
ke-
A (1:1) B (2:1) C (1:2) D (3:1) E (1:3) (kontrol
(jam)
negatif)
0
24
48
72
Keterangan :
1 = Hampir tidak berbau / Bau samar, Kuning pudar
18
2 = Sedikit berbau, Kuning Keruh
3 = Bau pesing, Kuning kecoklatan
4 = Berbau tahu yang menyengat, Kuning
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
20
Diagram 4.1. Hasil uji Biologycal Oxygen Demand (BOD)
4
Kadar BOD
0
3 24
48
2
72
1
0
A B C D E F
Perlakuan
Pada tabel 4.1 dan diagram 4.1 menunjukkan bahwa kadar BOD pada
limbah cair tahu menurun setelah diberi perlakuan. BOD awal atau waktu ke-
0 adalah 6 mg/L. BOD tertinggi setelah diberi perlakuan adalah 5,6 mg/L
dengan waktu perlakuan 72 jam, sedangkan BOD terendah adalah 3,5 mg/L
dengan waktu perlakuan 24 jam. Adapun pada kontol negatif terjadi
penurunan BOD pada waktu perlakuan 72 jam.
Perlakuan A (1:1), perlakuan B (2:1), perlakuan C (1:2), dan
perlakuan D (3:1) merupakan data yang valid, serta terjadi penurunan kadar
BOD pada limbah cair tahu. Pada perlakuan A (1:1), perlakuan C (1:2), dan
perlakuan D (3:1) didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan kadar BOD jika
waktu perlakuan melebihi 24 jam. Hal ini disebabkan karena semakin lama
waktu perlakuan akan membuat bioadsorben semakin jenuh. Sedangkan, pada
perlakuan B (2:1) didapatkan hasil bahwa tidak terjadi perubahan dari waktu
perlakuan 24 jam ke 48 jam. Sementara untuk waktu perlakuan 72 jam terjadi
penurunan BOD pada limbah cair tahu.
21
Diagram 4.2. Hasil rata-rata kadar BOD tiap perlakuan
22
Diagram 4.3. Hasil rata-rata kadar BOD tiap waktu
23
karena gugus OH yang terikat dapat berinteraksi dengan adsorbat. Adanya
gugus OH pada selulosa menyebabkan sifat polar pada adsorben tersebut
(Dana, 2011) sehingga dapat membantu penyerapan BOD. Dosis optimum
penggunaan adsorben serbuk ampas teh hitam (Camellia sinensis) dan biji
kelor (Moringa oleifera) adalah pada perlakuan C (1:2) deanga waktu
perlakuan 24 jam.
24
Diagram 4.4. Hasil uji Total Suspended Solids (TSS)
5
Kadar TSS (mg/L)
4
3 0
2 24
48
1
72
0
A (1:1) B (2:1) C (1:2) D (3:1) E (1:3) F
(kontrol
negatif)
Perlakuan
Pada tabel 4.2 dan diagram 4.4 menunjukkan bahwa kadar TSS pada
limbah cair tahu cenderung menurun setelah diberi perlakuan. TSS awal atau
waktu ke- 0 adalah 126,5213 mg/L. Kadar TSS tertinggi setelah diberi
perlakuan adalah 128,6122 mg/L dengan waktu perlakuan 72 jam, sedangkan
kadar TSS terendah adalah 122,4987 mg/L dengan waktu perlakuan 48 jam.
Adapun pada kontrol negatif terjadi peningkatan kadar TSS dengan waktu
perlakuan 72 jam dari waktu ke- 0.
Perlakuan C (1:2), perlakuan D (3:1), dan perlakuan E (1:3) merupakan
data yang valid, serta terjadi penurunan kadar TSS pada limbah cair tahu. Pada
perlakuan C (1:2) didapatkan hasil bahwa tidak terjadi perubahan dari waktu
perlakuan 24 jam ke 48 jam. Namun untuk waktu perlakuan 72 jam terjadi
peningkatan kadar TSS pada limbah cair tahu. Kemudian, pada perlakuan D
(3:1) didapatkan hasil bahwa tidak terjadi perubahan dari waktu perlakuan 48
jam ke 72 jam. Sedangkan pada perlakuan E (1:3) didapatkan hasil bahwa
terjadi peningkatan kadar TSS pada waktu perlakuan 72 jam.
25
Diagram 4.5. Hasil rata-rata kadar TSS tiap perlakuan
120
Kadar TSS (mg/L) 95,0122
100
80
60
40
20
0
A B C D E F
Perlakuan
26
Diagram 4.6. Hasil rata-rata kadar TSS tiap waktu
27
yang terikat dapat berinteraksi dengan adsorbat. Adanya gugus OH pada
selulosa menyebabkan sifat polar pada adsorben tersebut (Abriagni, 2011)
sehingga, dapat membantu penyerapan TSS. Dosis optimum penggunaan
bioadsorben serbuk ampas teh hitam (Camellia sinensis) dan biji kelor
(Moringa oleifera) adalah pada perlakuan E (1:3) dengan waktu perlakuan 48
jam.
28
Diagram 4.7. Hasil uji derajat keasaman (pH)
4,5
4
3,5
3
0
Nilai pH
2,5
24
2
48
1,5
72
1
0,5
0
A B C D E F
Perlakuan
Pada tabel 4.3 dan diagram 4.7 menunjukkan bahwa nilai pH pada
limbah cair tahu meningkat setelah diberi perlakuan. Nilai pH awal atau waktu
ke- 0 adalah 3,81. Nilai pH tertinggi setelah perlakuan adalah 4,21 dengan
waktu perlakuan 24 jam, sedangkan nilai pH terendah adalah 3,69 dengan
waktu perlakuan 72 jam. Adapun pada kontrol negatif terjadi peningkatan pH
dari waktu ke- 0, dengan nilai pH adalah 4,39 dengan waktu perlakuan 72 jam.
Perlakuan A (1:1) dan perlakuan D (3:1) mengalami peningkatan
nilai pH, namun jika waktu perlakuan melebihi 24 jam maka pH akan semakin
menurun. Perlakuan B (2:1) mengalami peningkatan nilai pH dimulai pada
waktu perlakuan 48 jam, dan mengalami penurunan pH pada waktu perlakuan
72 jam. Perlakuan C (1:2) mengalami peningkatan nilai pH pada waktu
perlakuan 24 jam, tetapi tidak mengalami perubahan pada waktu perlakuan 48
jam. Lalu meningkat pada waktu perlakuan 72 jam. Sedangkan perlakuan E
(1:3) mengalami peningkatan pH mulai dari waktu perlakuan 24 hingga 48
jam, dan kembali mengalami penurunan pH pada waktu perlakuan 72 jam.
29
Diagram 4.8. Hasil rata-rata nilai pH tiap perlakuan
2,5 2,05
2
1,5
1
0,5
0
A B C D E F
Perlakuan
30
Diagram 4.9. Hasil rata-rata nilai pH tiap waktu
3
2
1
0
0 24 48 72
Waktu ke- (jam)
31
4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Bau dan Intensitas Warna
Berdasarkan hasil perlakuan ampas teh hitam (Camellia sinsensis)
dan biji kelor (Moringa oleifera) sebagai bioadsorben, didapatkan hasil uji
organoleptik yang ditujukan untuk mengetahui mutu atau kualitas limbah cair
tahu secara fisik seperti yang terlihat pada tabel 4.4 dan 4.5 serta diagram
4.10 dan 4.11 berikut.
Tabel 4.4. Hasil uji organoleptik bau
Perlakuan
Waktu
F
ke-
A (1:1) B (2:1) C (1:2) D (3:1) E (1:3) (kontrol
(jam)
negatif)
0 4 4 4 4 4 4
24 2 2 1 2 1 4
48 1 3 1 3 2 4
72 3 1 1 3 1 4
Keterangan :
1 = Hampir tidak berbau / Bau samar, Kuning pudar
2 = Sedikit berbau tengik, Kuning Keruh
3 = Bau pesing, Kuning kecoklatan
4 = Berbau asam yang menyengat, Kuning
32
Diagram 4.10. Hasil uji organoleptik bau
3,5
2,5 0
Bau
2 24
48
1,5
72
1
0,5
0
A B C D E F
Perlakuan
3,5
3
Intensitas Bau
2,5 0
2 24
48
1,5
72
1
0,5
0
A B C D E F
Perlakuan
33
kuning pudar (Tabel 4.5). Adapun hasil terbaik yang diperoleh terdapat pada
perlakuan C (1:2).
Berdasarkan hasil uji, lama waktu perlakuan berpengaruh terhadap
bau dan intensitas warna. Semakin lama waktu perlakuan akan membuat
bioadsorben menjadi jenuh sehingga tidak bisa lagi menyerap. Ampas teh
hitam mampu menurunkan kadar bau pada limbah cair tahu. Ampas teh
memiliki kandungan minyak essensial sehingga memunculkan aroma khas.
Adapun biji kelor mampu menjernihkan limbah cair tahu. Hal ini disebabkan
karena dengan waktu perlakuan yang lebih lama, flok-flok penyebab warna
yang terbentuk akibat koagulasi-flokulasi semakin banyak yang mengendap
ke bawah karena gravitasi (Rusdi, 2014). Berikut hasil perlakuan bioadsorben
terhadap sampel limbah cair tahu.
34
Gambar 4.5. Perlakuan D (3:1) Gambar 4.6. Sebelum perlakuan
35
biodasorben adalah perlakuan C (1:2) dengan waktu perlakuan 24 jam.
Berikut hasil analisis perlakuan C (1:2) dengan waktu perlakuan 24 jam.
Keterangan :
1 = Hampir tidak berbau / Bau samar, Kuning pudar
2 = Sedikit berbau tengik, Kuning Keruh
3 = Bau pesing, Kuning kecoklatan
4 = Berbau asam yang menyengat, Kuning
Hasil pada tabel 4.6 dibandingkan dengan baku mutu (Tabel 2.1 dan
tabel 2.3), diperoleh hasil bahwa ampas teh hitam (Camellia sinensis) dan biji
kelor (Moringa oleifera) mampu menurunkan kadar BOD dan TSS pada
limbah cair tahu serta mampu meningkatkan nilai pH. Untuk BOD
(Biologycal Oxygen Demand), kadar BOD sebelum perlakuan atau waktu ke-
0 adalah 6 mg/L. Tingkatan pencemaran limbah cair tahu masuk dalam
kategori rendah, yaitu 0 – 10 mg/L (Tabel 2.3). Sementara, hasil uji setelah
perlakuan diperoleh hasil penurunan kadar BOD 2,5 mg/L. Adapun pada
kontrol negatif penurunan yang terjadi kurang optimum. Karena dengan
waktu perlakuan 72 jam, hanya mampu menurunkan BOD 0,1 mg/L.
Untuk TSS (Total Suspended Solids), kadar TSS sebelum perlakuan
atau waktu ke- 0 adalah 126,5213 mg/L. Tingkatan pencemaran limbah cair
tahu masuk dalam kategori sedang, yaitu 100 mg/L < kadar TSS ≥ 200 mg/L
(Tabel 2.1). Sementara, hasil uji setelah perlakuan diperoleh hasil penurunan
36
kadar TSS 1,3326 mg/L. Namun belum dapat menurunkan hingga tingkat
pencemaran masuk dalam kategori rendah. Sedangkan pada kontrol negatif
diperoleh hasil peningkatan kadar TSS dengan waktu perlakuan 72 jam.
Untuk pH (derajat keasaman), nilai pH sebelum perlakuan adalah
3,81. Nilai pH terbaik apabila pH mendekati netral (pH 6-8). Sementara, nilai
pH setelah perlakuan mengalami peningkatan nilai pH. Akan tetapi hasil yang
diperoleh kurang optimum. Hal ini disebabkan karena nilai pH pada kontrol
negatif lebih optimum mengalami peningkatan nilai pH. Sedangkan, untuk
bau dan intensitas warna setelah diberi perlakuan C (1:2) memperoleh hasil
terbaik. Pada bau diperoleh hasil hampir tidak berbau atau bau samar. Adapun
untuk intensitas warna diperoleh hasil kuning pudar.
37
BAB V
1. Simpulan
2. Saran
Penelitian ampas teh dan biji kelor sebagai bioadsorben untuk
mengurangi kadar BOD dan TSS pada limbah cair tahu harus terus
dikembangkan dengan memperhatikan faktor kekurangan dan kelebihan
dari penelitian ini. Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
dengan perbandingan komposisi ampas teh dan biji kelor yang lebih
bervariasi serta mencampurkan bahan tambahan yang dapat
mengefektifkan pengaruh kedua bahan tersebut dalam menurunkan kadar
BOD dan TSS pada limbah cair tahu.
38
DAFTAR PUSTAKA
Abriagni, Dana. Optimasi Adsorpsi Krom (VI) dengan Ampas Daun Teh
2017)
Aisyah, Umratul. Jurnal Pencemaran Air. 2013 (Diakses tanggal 21 Oktober 2017)
Anggraini, Lika. 2012. Kandungan Logam Air Sumur dan Air PDAM Dengan
Anonim. Pengaruh Air Dan Ampas Teh Terhadap Pertumbuhan Tanaman Sengon,
2011.
39
Ariyanto, Anton dan Edison, Bambang. Pengolahan Air Bersih di Lingkungan
Down Flow. Skripsi Sarjana. Rokan Hulu, Riau: Program Studi Teknik
Anemia pada Usila di Kota Bandung. Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 1:
38-43.
Sampah Kulit Pisang Kepok (Musa acuminate) Yang Dikemas Seperti Teh
Buku Mitos atau Fakta Air dan Hidrasi karya penulis Sudung O Pardede,
40
Haeruddin, Diani Riezki Andara, Agung Suryanto. Kandungan Total Padatan
2014
Handajani, Hany. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu sebagai Pupuk Alternatif pada
Hidayat, Saleh. Protein Biji Kelor Sebagai Bahan Aktif Penjernihan Air.
Fosfat dalam Limbah Cair Rumah Sakit (Studi Kasus di RSU Dr.
2008.
Kocuy, Irfan. Makalah Sumber Daya Air. 2017 (Diakses tanggal 21 Oktober 2017)
Lestari, Puji Riya. Pengujian Kualitas Air di Instalasi Pengolahan Air Limbah
41
Mukarlina, Januardi R., dan Setyawati, T. Rima. “Pengolahan Limbah Cair Tahu
Puronomo, Hadi dan Surodjo, Suzana. Pengaruh Penambahan Tepung Biji Kelor
Pratama, Distika Adhi., Noor, Andi Muhammad Azhar., dan Sanjaya, Ari
75119.
Rohaeti, Eti., dkk. Kimia Lingkungan. Program Keahlian Analisis Kimia, Institut
Tirtayasa. 2014.
42
Salmin. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai
Sani, Elly Yuniarti. Pengolahan Air Limbah Tahu Menggunakan Reaktor Anaerob
Saputri, Yosephina Liliana Intan Danar., Hartini, Sri., dan Kristijanto. 2016. Studi
Adsorpsi Nisbah Bobot Ampas Teh Hitam dan Ampas Kopi Dalam
Yuliastri, Indra Rani. Penggunaan Serbuk Biji Kelor (Moringa oleifera) sebagai
43
Lampiran I
Bahan dan Alat Pembuatan dan Persiapan Limbah Cair Tahu dan Adsorben
Ampas Teh Hitam (Camellia sinensis) dan Biji Kelor (Moringa oleifera)
44
Nampan Microwave Cawan Petri
45
Lampiran II
46
2. Proses Pembuatan Serbuk Biji Kelor
47
3. Proses pengemasan Bioadsorben
48
Lampiran III
49
Lampiran IV
50
Kelor (Moringa oleifera) sebagai Bioadsorben untuk Mengurangi Kadar BOD dan
TSS pada Limbah Cair Tahu” pada tahun 2018.
51