Anda di halaman 1dari 15

KEBEBASAN, TANGGUNG JAWAB DAN HATI NURANI

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas


MATA KULIAH: Akhlak Tasawuf
DOSEN : Hendra Fita Candra, M. Pd. I., M.Pd. I.

Disusun oleh:

Shoddiq

1801130429

Norlaili

1801130401

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA FAKULTAS


TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PROGRAM STUDI TADRIS (PENDIDIKAN) FISIKA
TAHUN 2019 M / 1440 H
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Salawat serta salam semoga
dilimpahkan kepada Rasulullah SAW. Penulis bersyukur kepada Allah SWT. karena
berkat inayah-Nya-lah makalah ini dapat disusun dengan harapan dapat memenuhi tugas
kuliah “Akhlak Tasawuf’, yang mana makalah ini berjudul “Kebebasan, Tanggung
jawab dan Hati Nurani”.

Pada kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang turut serta dalam
membuat makalah ini. Pertama, kepada petugas perpustakaan IAIN Palangkaraya yang telah
meminjamkan bukunya kepada kami. Kedua, kepada rekan-rekan penyusun makalah atas kerja keras
dalam menyusun makalah ini. Dan tentunya terima kasih kepada dosen pengampu kami, yaitu Bapak
Hendra Fitra Candra, M.Pd.I. atas ijinnya untuk menyusun makalah ini. Semoga Allah SWT. membalas
kebaikan-kebaikan mereka dengan balasan yang lebih baik. Amin.

Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis akan siap
menerima kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan menjadikan amal saleh bagi
penulis. Amin.

Palangkaraya, 23 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. LATAR BELAKANG ....................................................................................... 1

B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................... 1

C. MANFAAT ........................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 2

A. KEBEBASAN ................................................................................................... 2

B. TANGGUNG JAWAB ...................................................................................... 5

C. HATI NURANI ................................................................................................. 6

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 10

A. KESIMPULAN ................................................................................................ 10

B. SARAN ............................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 12

ii
BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam merupakan Rahmatan Lil Alamin, Islam bersifat universal, Islam
memiliki kitab suci al-Qur’an sebagai pedoman hidup para pemeluknya. Salah
satu ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an adalah memiliki sifat terpuji.
Sifat terpuji harus dimiliki setiap umat manusia supaya kehidupan di dunia
menjadi aman, damai dan tenteram. Salah satu sifat terpuji adalah bertanggung
jawab. Bertanggung jawab sendiri tentunya berkaitan dengan kebebasan dan hati
nurani setiap manusia.
Kebebasan merupakan keadaan dimana seseorang ingin melakukan suatu
tindakan tidak ada unsur paksaan di dalam diri seseorang tersebut. Di mana dalam
melakukan suatu tindakan pastinya ia harus bertanggung jawab atas tindakannya
tersebut. Setiap bertindak manusia selalu dibarengi rasa yang ada dalam dirinya
yang mana rasa tersebut memperingati atas apa yang telah dilakukan, apakah baik
atau buruk, dimana disebut hati nurani.
Kebebasan, bertanggung jawab dan hati nurani merupakan hal penting yang
pasti ada dalam setiap manusia. Untuk itu ketiga hal tersebut akan dibahas lebih
dalam di makalah yang telah disusun penulis.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan kebebasan?
2. Apa yang dimaksud dengan tanggung jawab?
3. Apa yang dimaksud dengan hati nurani?
C. MANFAAT
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kebebasan.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan tanggung jawab.
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan hati nurani.

1
BAB II PEMBAHASAN

PEMBAHASAN
A. KEBEBASAN
Di zaman baru ini perdebatan masalah kebebasan dan keterpaksaan tersebut
muncul kembali. Sebagian ahli filsafat seperti Spinos, Hucs, dan Malebrache
berpendapat bahwa manusia melakukan sesuatu karena terpaksa. Sementara
sebagian ahli filsafat lainnya berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan
untuk menetapkan perbuatannya. Manakah di antara dua pendapat yang paling
benar bukan hak kita untuk menilainya, karena masing-masing argumentasi yang
sama-sama kuat dan meyakinkan. Kencenderungan masing-masing pembacalah
yang mana di antara aliran itu yang lebih diterima akal pikirannya.

Dalam kaitan dengan keperluan kajian akhlak, tampaknya pendapat yang


mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan melakukan perbuatannyalah,
yang akan diikuti disini . Sementara golongan yang mengatakan bahwa manusia
tidak memiliki kebebasan juga akan dikuti disini dengan menempatkannya secara
proporsional. Yakni dalam hal ini bagaimanakah manusia itu bebas, dan dalam hal
bagaimana pula manusia itu terbatas. Dengan cara demikian kita mencoba berbuat
adil terhadap dua kelompok yang berbeda pendapat itu. 1) Kebebasan
sebagaimana dikemukakan Ahmad Charris Zubair adalah terjadi apabila
kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi oleh suatu paksaan dari
atau keterikatan kepada orang lain. Paham ini disebut bebas negatif, karena hanya
dikatakan bebas dari apa, tetapi tidak ditentukan bebas untuk apa. Seseorang
disebut bebas apabila: Dapat menentukan sendiri tujuan-tujuannya dan apa yang
dilakukannya, 2) Dapat memilih antara kemungkinan-kemungkinan yang tersedia
baginya, dan 3) Tidak dipaksa atau terikat untuk membuat sesuatu yang tidak
akan dipilihnya sendiri ataupun dicegah dari berbuat apa yang dipilihnya sendiri,
oleh kehendak orang lain, negara ataun kekuasaan apa pun.

Selain itu kebebasan itu meliputi segala macam kegiatan manusia, yaitu
kegiatan yang disadari, disengaja, dan dilakukan demi suatu tujuan yang

2
selanjutnya disebut tindakan. Namun bersamaan dengan itu manusia juga
memiliki keterbatasan atau dipaksa menerima apa adanya. Misalnya keterbatasan
dalam menentukan jenis kelaminnya, keterbatasan kesukuan kita, dan sebagainya.
Namun keterbatasan yang demikian itu sifatnya fisik, dan tidak membatasi
kebebasan yang sifatnya rohaniah. Dengan demikian keterbatasan-keterbatasan
tersebut tidak mengurangi kebebasan kita.

Dilihat dari segi sifatnya, kebebasan itupun dapat dibagi tiga.

1. Kebebasan Jasmaniah, yaitu kebebasan dalam menggerakkan dan


mempergunakan anggota badan yang kita miliki. Dan jika dijumpai adanya
batas-batas jangkauan yang dapat dilakukan oleh anggota badan kita, hal itu
tidak mengurangi kebebasan, melainkan menentukan sifat dari kebebasan itu.
Manusia misalnya berjenis kelamin dan berkumis, tetapi tidak dapat terbang,
semua itu tidak disebut melanggar kebebasan jasmaniah kita, karena
kemampuan terbang berada di luar kapasitas kodrati yang dimiliki manusia.
Yang dapat dikatakan melanggar kebebasan jasmaniah hanyalah paksaan,
yaitu pembatasan oleh seorang atau lembaga masyarakat berdasarkan
kekuatan jasmaniah yang ada padanya.
2. Kebebasan Kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk menghendaki
sesuatu. Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh jangkauan
kemungkinan untuk berpikir, karena manusia dapat memikirkan apa saja dan
dapat menghendaki apa saja. Kebebasan kehendak berbeda dengan kebebasan
jasmaniah. Kebebasn kehendak tidak dapat secara langsung dibatasi dari luar.
Orang tidak dapat dipaksakan menghendaki sesuatu, sekalipun jasmaniahnya
dikurung.
3. Kebebasan Moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya macam-macam
ancaman, tekanan, larangan, dan lain desakan yang tidak sampai berupa
paksaan fisik. Dan dalam arti sempit berarti tidak adanya kewajiban, yaitu
kebebasan berbuat apabila terdapat kemungkinan-kemungkinan untuk
bertindak.

3
Kebebasan pada tahap selanjutnya mengandung kemampuan khusus
manusiawi untuk bertindak, yaitu dengan menentukan sendiri apa yang mau
dibuat berhadapan dengan macam-macam unsur. Manusia bebas berarti manusia
yang dapat menentukan sendiri tindakannya.

Selanjutnya manusia dalam bertindak dipengaruhi oleh lingkungan luar, tetapi


dapat juga mengambil sikap dan menentukan dirinyasendiri. Manusia tidak begitu
saja dicetak oleh dunia luar dan dorongan-dorongannya di dalam, melainkan ia
membuat dirinya sendiri berhadapan dengan unsur-unsur tersebut. Dengan
demikian kebebasan ternyata merupakan tanda dan ungkapan martabat manusia,
sebagai satu-satunya makhluk yang tidak hanya ditentukan dan digerakkan,
melainkan yang dapat menentukan dunianya dan dirinya sendiri. Apa saja yang
dilakukan tidak atas kesadaran dan keputusannya sendiri dianggap hal yang tidak
wajar.1

Paham adanya kebebasan pada manusia ini sejalan pula dengan isyarat yang
diberikan al-Qur’an. Perhatikan beberapa ayat di bawah ini;

Artinya: “Katakanlah kebenaran datang dari Tuhanmu. Siapa yang mau


percayalah ia, siapa yang mau janganlah ia percaya. (QS. al-Kahfi,
18:29)

Artinya: “Buatlah apa yang maukamu kehendaki, sesungguhnya Ia melihat


apayang kamu perbuat.”(QS. Fushilat,41:40)
Ayat-ayat tersebut dengan jelas memberi peluang kepada manusia untuk
secara bebas menentukan tindakannya berdasarkan kemauannya sendiri.2

1
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Cet. 10 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), hal.130-131.
2
Ibid.,hal 133.

4
B. TANGGUNG JAWAB
Dalam filsafat, pengertian tanggung jawab adalah kemampuan manusia yang
menyadari bahwa seluruh tindakannya selalu mempunyai konsekuensi. Perbuatan
tidak bertanggung jawab, adalah perbuatan yamg didasarkan pada pengetahuan
dan kesadaran yang seharusnya dilakukan tapi tidak dilakukan juga.3

Berhubung dengan kesengajaan, orang harus bertanggung jawab terhadap


tindakannya yang disengaja itu. Ini berarti bahwa ia harus dapat mengatakan
dengan jujur kepada kata-hatinya, bahwa tindakannya sesuai dengan penerangan
dan tuntutan kata-hati itu, jadi bahwa dia berbuat baik dan tidak berbuat jahat
setidak-tidaknya menurut keyakinannya. Tanggung jawab akan hilang jika
kesengajaan yang berkurang atau lenyap. Kesengajaan dan tanggung jawab
memang selalu berhubungan.4

Setiap manusia harus bertanggung jawab atas segala tindakannya. Persoalan


“tanggung jawab” Allah berfirman dalam surat Al-Qiyamah: 36, yaitu:

Artinya: “Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (dalam
tindakannya).”

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia tidak percuma


begitu saja.mereka dibekali berbagai alat yang lebih sempurna daripada makhluk
lainnya.tindakan dan sikap lakunya akan diadakan perhitungan, baik dan buruk,
besar atau kecil. Juga akan ada hisab atau perhitungan Ilahi yang tidak bisa
dielakkan. Maka manusia tidak boleh bertindak semau hati, pikiran dan perasaan.

3
Muhammad Mufid, Etika Dan Filsafat Komunikasi Edisi Pertama (Jakarta: Pranamedia Group,
2009), hal. 243.
4
Poedjawijatna, Etika Filsafat Tingkah Laku (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal. 42-43.

5
Secara tersirat, ayat di atas menghimbau hati nurani manusia bahwa manusia
harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Pertanggung jawaban tertuju
kepada segala perbuatan, tindakan, sikap hidup, sebagai pribadi anggota, keluarga
rumah tangga, masyarakat, negara. Manusia mempunyai tanggung jawab baik
terhadap Tuhannya maupun manusia sesamanya. Nabi Muhammad Saw. Sebagai
teladan utama selalu memperlihatkan dalam keseluruhan hidup beliau untuk
mendidik para sahabat bagaimana bertanggung jawab dalam alamiah dan
tindakan. Tanggung jawab manusia mencakup semua aspek kehidupan baik
politik, kenegaraan, ubudiyah, ekonomi, sosial, kebudayaan, ilmiah. Nabi Saw.
Sebagai teladan tanggung jawab dalam pergaulan sehari-hari di rumah tangga
terhadap isteri dan anak, di medan perang, di masjid, kemasyarakatan dan
kenegaraan.5

Dalam kerangka tanggung jawab ini, kebebasan mengandung arti: (1)


Kemampuan untuk dirinya sendiri, (2) Kemampuan untuk bertanggung jawab, (3)
Kedewasaan manusia, dan (4) Keseluruhan kondisi yang memungkinkan manusia
melakukan tujuan hidupnya. Tingkat laku yang didasarkan pada sikap, sistem nilai
dan pola pikir berarti tingkah laku berdasarkan kesadaran, bukan instingtif,
melainkan terdapat makna kebebasan manusia yang merupakan obyek materia
etika.
Dengan demikian tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan
bahwa tindakannya itu baik. Ini pun sesuai dengan ungkapan Indonesia, yaitu
kalau dikatakan bahwa orang yang melakukan kekacauan sebagai orang yang
tidak bertanggung jawab, maka yang dimaksud adalah bahwa perbuatan yang
dilakukan orang tersebut secara moral tidak dapat dipertanggungjawabkan,
mengingat perbuatan tersebut tidak dapat diterima oleh masyarakat.6
C. HATI NURANI
Hati nurani, didalam bahasa barat dikenal dengan istilah : conscience,
conscientia, gewissen, geweten. Conscientia (Latin) merupakan terjemahan dari

5
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf Edisi Revisi, Cet. 2 (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hal. 116.
6
Abuddin Nata, Op.Cit., hal.134.

6
Suneidesis (Yunani), yang arti umumnya “sama-sama mengetahui” dan biasanya
“sama-sama mengetahui perbuatan orang lain”. Jadi “suneidesis” itu ditujukan
kepada perbuatan sendiri, maka suneidesis dapat diterjemahkan dengan “sadar
akan” (perbuatannya sendiri).7

Hati nurani atau intuisi merupakan tempat di mana manusia dapat memperoleh
saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu cenderung kepada
kebaikan dan tidak suka kepada keburukan. Atas dasar inilah muncul aliran atau
paham intuisisme, yaitu paham yang mengatakan bahwa perbuatan yang baik
adalah perbuatan yang sesuai dengan kata hati, sedangkan perbuatan yang buruk
adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan kata hati atau hati nurani,
sebagaimana hal ini telah diuraikan panjang lebar di atas.

Karena sifatnya yang demikian itu, maka hati nurani harus menjadi salah satu
dasar pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia,
yaitu kebebasan yang tidak menyalahi atau membelenggu hati nuraninya, karena
kebebasan yang demikian itu pada hakikatnya adalah kebebasan yang merugikan
secara moral.
Dari pemahaman kebebasan yang demikian itu, maka timbullah tanggung
jawab, yaitu bahwa kebebasan yang diperbuat secara hati nurani dan moral harus
dapat dipertanggung jawabkan. Di sinilah letak hubungan antara kebebasan,
tanggung jawab dan hati nurani.8
Jiwa manusia dapat merasakan ada sesuatu kekuatan yang berfungsi untuk
memperingatkan, mencegah dari perbuatan yang buruk. Atau sebaliknya kekuatan
tersebut mendorong terhadap perbuatan yang baik. Ada perasaan tidak senang
apabila sedang mengerjakan sesuatu karena tidak tunduk kepada kekuatan.
Apabila telah menyelesaikan perbuatan jelek, mulailah kekuatan tersebut
memarahinya dan merasa menyesal atas perbuatan itu.

7
Ahmad Charis Zubair, Kuliah Etika Ed. 1, Cet. 2 (Jakarta: Rajawali, 1990), hal. 51-52.
8
Abuddin Nata, Op.Cit., hal. 135

7
Kondisi perasaan yang lain bahwa kekuatan tersebut memerintahkan agar
melakukan kewajiban. Kemudian mendorong untuk melangsungkan
perbuatannya. Dan setelah selesai, dia merasakan lapang dada dan gembira.

Gambaran keadaan jiwa di atas, menunjukkan bahwa manusia di dalamnya


ada “HATI NURANI”. Ia merupakan kekuatan yang mendahului, mengiringi dan
menyusul pada perbuatan.

Adapun kekuatan hati nurani dapat disebutkan bahwa:

1) Apabila kekuatan mengiringi suatu perbuatan, akan memberi petunjuk dan


menakuti dari kemaksiatan.
2) Apabila kekuatan mengiringi suatu perbuatan, akan mendorongnya untuk
menyempurnakan perbuatan yang baik dan menahan dari perbuatan yang
buruk.
3) Apabila kekuatan menyusul setelah perbuatan, akan merasa gembira dan
senang apabila melakukan perbuatan yang ditaati namun akan meraa sakit dan
pedih waktu melanggar, perbuatan jelek.

Hati nurani yang kita rasakan timbul dari hati kita, perintah kepada kita
supaya melakukan kewajiban dan memperingatkan kita agar jangan sampai
menyalahinya. Walaupun kita tidak mengharap balasan atau takut siksaan yang
lahir. Orang miskin yang mendapat uang di jalan, ia yakin bahwa tidak ada yang
melihatnya kecuali Tuhannya, dan kekuasaan undang-undang negeri tidak akan
mengenainya, kemudian ia sampaikan barang tersebut kepada pemiliknya atau
kepada pusat kepolisian. Hal tersebut dikarenakan ia memiliki hati nurani yamng
memerintahkan ia untuk menjauhi perbuatan yang buruk.9

Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin, bahwa hati nurani (suara hati) mempunyai
tiga tingkatan:

1) Perasaan melakukan kewajiban karena takut kepada manusia.


2) Perasaan mengharuskan mengikutinya apa yang harus diperintahkan.

9
A. Mustofa, Op.Cit., hal 118.

8
3) Tidak sampai kepada tingkatan ini kecuali orang-orang besar dan para
pemimpin ulung. Yaitu rasa seharusnya mengikuti apa yang dipandang benar
oleh dirinya, berbeda dengan pendapatan orang atau mencocokinya,
menyalahi undang-undang yang terkenal di antara manusia tau mencocokinya.
Dan sebenarnya manusia mau menunaikan kewajiban dan melakukan
perbuatan, yang mendorong adalah hati nurani yang tertanan dalam watak dan
jiwanya.
Suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki atau
perbuatan yang dapat di nilai berakhlak, apabila perbuatan tersebut di lakukan atas
kemauan dan kesadaran sendiri bukan karena paksaan dan bukan pula di buat-buat
dan di lakukan dengan tulus ikhlas.
Dengan demikian perbuatan yang berakhlak itu ialah perbuatan yang di
lakukan dengan sengaja secara bebas. Selanjutnya perbuatan akhlak juga harus
dilakukan atas kemauan sendiri dan bukan karena paksaan. Perbuatan seperti
inilah yang dapat dimintai pertanggung jawabannya dari orang yang
melakukannya.dengan demikian kita dapat melihat pentingnya hubungan
tanggung jawab dengan akhlak.10

10
Abuddin Nata,Op.Cit., hal136

9
BAB III PENUTUP

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kebebasan merupakan dapat menentukan sendiri apa yang hendak
dilakukannya, dapat memilih kemungkinan-kemungkinan yang tersedia baginya,
dan tidak dipaksa atau terikat untuk membuat suatu yang tidak akan dipilihnya
sendiri. Kebebasan meliputi kegatan mausia yang disadari, disengaja dan
diakukan demi suatu tujuan yang selanjutnya disebut tindakan.
Tanggung jawab berarti kemampuan manusia yang menyadari bahwa seluruh
tindakannya selalu mempunyai konsekuensi. Tanggung jawab akan hilang jika
kesengajaan yang berkurang atau lenyap. Kesengajaan dan tanggung jawab selalu
berhubungan.
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat di mana manusia dapat memperoleh
saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani menjadi salah satu dasar pertimbangan
dalam melaksanakan kebebasan yang ada dalam diri manusia. Hati nurani ini
diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan.
Atas dasar inilah muncul aliran atau paham intuisisme, yaitu paham yang
mengatakan bahwa perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kata
hati, sedangkan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang tidak sejalan dengan
kata hati atau hati nurani, sebagaimana hal ini telah diuraikan panjang lebar di
atas.

Perbuatan berakhlak adalah perbuatan yang dilakukan secara sengaja dan


bebas. Disinilah letak hubungan akhlak dan kebebasan. Akhlak juga harus
dilakukan atas kemauan sendiri dan bukan paksaan. Perbuatan seperti ini disebut
perbuatan yang bertanggung jawab. Disinilah letak hubungan akhlak dan
tanggung jawab. Terakhir, Perbuatan akhlak juga harus muncul dari keikhlasan
hati yag melakukanya dan dapat dipertanggung jawabkan kepada hati sanubari,
maka disinilah hubungan akhlak dan hati nurani.

10
Maka dapat di simpulkan bahwa kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani
adalah merupakan factor-faktor dominan yang menentukan suatu perbuatan dapat
di katakan sebagai perbuatan akhlak.

B. SARAN
Diharapkan buat pemakalah berikutnya agar lebih memperhatikan bagaimana
penulisan makalah yang baik dan benar sehingga kesalahan pada makalah ini
tidak terulang kembali.

11
DAFTAR PUSTAKA

Mustofa, A., Akhlak Tasawuf Edisi Revisi, Cet. 2 (Bandung: CV Pustaka Setia,
1999)
Mufid, Muhammad, Etika Dan Filsafat Komunikasi Edisi Pertama (Jakarta:
Pranamedia Group, 2009)
Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Cet. 10 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2011),
Poedjawijatna, Etika Filsafat Tingkah Laku (Jakarta: Rineka Cipta, 1990)
Zubair, Ahmad Charis, Kuliah Etika Ed. 1, Cet. 2 (Jakarta: Rajawali, 1990)

12

Anda mungkin juga menyukai