Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan vertebrata diawali dengan proses fertilisasi yaitu pertemuan antara gamet
jantan dan gamet betina yang disertai dengan peleburan inti menjadi satu yang dinamakan
zigot. Fertilisasi terjadi di tuba falopi pada bagian ampula. Zigot akan bergerak menuju uterus
dengan mengalami serangkaian pembelahan. Zigot yang sampai diuterus berupa blastosista.
Zigot kemudian akan menempel di pada dinding endometrium uterus. Selama menempel
pada uterus, zigot mengalami perkembangan mulai dengan proses blastulasi yang akan
menghasilkan blastula, dan selanjutnya mengalami gastrulasi yang akan membentuk tiga
lapisan yang disebut dengan lapisan germinal embrio. Selanjutnya lapisan germinal embrio
tersebut akan berkembang. Untuk berkembang embrio tersebut membutuhkan nutrisi. Nutrisi
yang dibutuhkan oleh embrio didapatkan dari nutrisi ibunya / induknya melalui suatu saluran
yang disebut dengan plasenta.
Dalam makalah ini, akan dibahas lebih mendalam tentang proses penempelan zigot pada
dinding endometrium uterus dan terbentuknya plasenta.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut
1. Bagaimanakah proses implantasi?
2 Apa sajakah tipe-tipe implantasi?
3. Bagaimanakah sistem plasenta terbentuk ?
4. Apa sajakah tipe-tipe plasenta ?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui proses implantasi
2. Untuk mengetahui tipe-tipe implantasi
3. Untuk mengatahui sistem plasenta
4. Untuk mengetahui tipe-tipe plasenta

1
BAB II
PEMBAHASAN

Implantasi atau nidasi adalah menempelnya atau tertanamnya ovum yang sudah
dibuahi pada dinding endometrium induk. Implantasi memerlukan penetrasi melalui epitel
uterus disertai sedikit tanda nekrosis. Blastula dilindungi oleh simpai yang disebut trofoblas,
yang mampu menghancurkan dan mencairkan jaringan. Ketika blastula mencapai
rongga rahim, jaringan endometrium dalam keadaan sekresi. Jaringan endometrium ini
banyak mengandung sel-sel desidua.
Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam (inner-cell mass) akan masuk ke
dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian sembuh dan menutup lagi. Pada
saat nidasi terkadang terjadi sedikit perdarahan akibat luka desidua. Nidasi terjadi pada
dinding depan atau belakang rahim (korpus) dekat fundus uteri.
Apabila nidasi telah terjadi, maka dimulailah diferensiasi sel-sel blastula. Sel-sel yang
lebih kecil, terletak dekat ruang exocoeloma membentuk entederm dan yolk salc. Sedangkan
sel-sel yang lebih besar menjadi entoderm dan membentuk ruang amnion. Sehingga terbentuk
lempeng embrional (embryonal-plate) diantara ruang amnion dengan yolk salc.
Sel-sel trofoblas mesodermal yang tumbuh sekitar mudigoh (embrio) akan melapisi
bagian dalam trofoblas, sehingga terbentuk sekat korionik (chorionic membrane) yang
nantinya menjadi korion. Sel-sel trofoblas terbagi menjadi 2 lapisan yaitu: sitotrofoblas
(bagian dalam) dan sinsitiotrofoblas (bagian luar).
Villi koriales yang berhubungan dengan desidua basalis tumbuh bercabang
disebutchorion frondosum, sedangkan yang berhubungan dengan desidua kapsularis kurang
mendapat makanan sehingga menghilang disebut chorion leave. Dalam peringkat
nidasitrofoblas dihasilkan hormon human chorionic gonadotropin (HCG).
Enam hari setelah fertilisasi, trofoblas menempel pada dinding uterus (melakukan
implantasi) dan melepaskan hormon korionik gonadotropin. Hormon ini melindungi
kehamilan dengan cara menstrimulasi produksi hormon estrogen dan progesteron sehingga
mencegah terjadinya menstruasi. Trofoblas kemudian menebal beberapa lapis, permukaannya
berjonjot dengan tujuan memperluas daerah penyerapan makanan. Embrio telah kuat
menempel setelah hari ke-12 dari fertilisasi.
Setelah terjadi implantasi, blastosit akan mengalami tahap perkembangan selanjutnya
yaitu menjadi gastrula dan neurula. Selanjutnya zigot ini akan berkembang menjadi embrio.

2
Pembuatan Lapisan Lembaga. Setelah hari ke-12, tampak dua lapisan jaringan di
sebelah luar disebut ektoderm, di sebelah dalam endoderm. Endoderm tumbuh ke dalam
blastosoel membentuk bulatan penuh. Dengan demikian terbentuklah usus primitif dan
kemudian terbentuk Pula kantung kuning telur (Yolk Sac) yang membungkus kuning telur.
Pada manusia, kantung ini tidak berguna, maka tidak berkembang, tetapi kantung ini sangat
berguna pada hewan ovipar (bertelur), karena kantung ini berisi persediaan makanan bagi
embrio.
Di antara lapisan ektoderm dan endoderm terbentuk lapisan mesoderm. Ketiga lapisan
tersebut merupakan lapisan lembaga (Germ Layer). Semua bagian tubuh manusia akan
dibentuk oleh ketiga lapisan tersebut. Ektoderm akan membentuk epidermis kulit dan sistem
saraf, endoderm membentuk saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan, mesoderm
membentuk antara lain rangka, otot, sistem peredaran darah, sistem ekskresi dan sistem
reproduksi.

A. RAHIM PADA SAAT IMPLANTASI


Dinding rahim terdiri atas tiga lapisan yaitu endometrium atau selaput lender yang
membatasi dinding bagian dalam, miometrium yang merupakan lapisan otot polos yang
tebal, dan perimetrium yang melapisi dinding sebelah luarnya.
Implantasi berlangsung bila endometrium berada dalam fase sekresi. Kelenjar-
kelenjar uterus mengandung glikoprotein dan glikogen. Pembuluh-pembuluh darah
melebar, lamina propria sedikit membengkak dan endometrium menebal hingga mencapai
ketebalan 5 mm. Keadaan tersebut di atas terjadi karena kegiatan progesterone yang
dihasilkan oleh korpus luteum. Tanda pertama pengaruh progesterone ini dapat dikenal
2-3 hari setelah ovulasi. Pada saat itu kelenjar uterus dan pembuluh darah menjadi
berkelok-kelok dan jaringan banyak mengandung cairan. Akibatnya pada endometrium
dapat dikenali dengan adanya tiga lapisan yang berbeda, yaitu lapisan padat pada bagian
3
permukaan luar, lapisan spongiosa di tengah, dan lapisan dasar yang tipis pada bagian
dalam.
Apabila ovum dibuahi, kelenjar di dalam endometrium memper- lihatkan
peningkatan penggetahan dan pembuluh darah menjadi lebih berkelok-kelok serta
membentuk jaringan pembuluh kapiler yang pada di bawah permukaan rahim. Akibatnya
endometrium menjadi sangat sembab. Dalam keadaan normal blastokista manusia
berimplantasi dalam endometrium sepanjang dinding posterior atau anterior badan rahim
dimana ia terbenam diantara muara-muara kelenjar selaput lendir Rahim.
Apabila oosit tidak dibuahi, pembuluh balik kecil dan ruang-ruang sinusoid
berangsur-angsur dipenuhi dengan sel-sel darah dan dapat terlihat suatu diapedisi darah
yang luas ke dalam jaringan. Ketika haid mulai berlangsung, darah keluar dari pembuluh
di permukaan dan potongan-potongan kecil jaringan dan kelenjar dilepaskan. Selama tiga
atau empat hari berikutnya, lapisan padat dan spongiosa dikeluarkan dari rahim dan lapisan
dasar merupakan satu-satunya bagian selaput lender rahim yang tertinggal. Lapisan ini
mendapatkan darah dari nadinya sendiri, yaitu arteri basalis, dan berfungsi sebagai lapisan
pemulihan dalam pembentukan kembali kelenjar dan pembuluh darah pada fase proliferasi
berikutnya.

B. TAHAP-TAHAP IMPLANTASI
Implantasi bukan merupakan suatu kejadian tunggal, melainkan suatu proses yang
berlangsung secara bertahap. Beberapa tahap implantasi yaitu:
1. Menempelnya (adhesi) trophoblas ke dalam mukosa uterus
2. Penetrasi trophoblas ke dalam mukosa uterus
3. Reaksi (respon aktif) jaringan induk (mukosa) atau reaksi desidua pada organisme
yang memiliki plasenta desidua
4. Proliferasi sel-sel jaringan uterusa terhenti setelah mencapai kondisi optimal atau
stabil (dikontrol oleh hormone progesterone dan korpus luteum)
Pada embrio, sebelum terimplantasi, zona pellusida mengalami lisis. Pada mencit
waktunya 4,5 – 6 hari kehamilan, sedangkan pada manusia 6.5 – 14 hari kehamilan

4
Gambar 1 Blastokista manusia did lam rongga rahim 4,5 hari setelah pembuahan (Sadler, 1988)

Selama berlangsungnya implantasi, trophoblas berdifferensiasi menjadi dua


lapisan, yaitu sinsitiotrophoblas atau sinsitium dan sitotrophoblas. Sinsitiotrophoblas
merupakan lapisan luar yang berinti banyak tanpa batas sel yang jelas, sedangkan
sitotrophoblas merupakan lapisan sel-sel berinti tunggal dan besar. Mitosis dijumpai pada
daerah sitotrophoblas tetapi tidak pernah dijumpai di dalam sinsitium walaupun
lapisan ini tetap bertambah tebal. Diduga lapisan sel-sel trophoblas yang membelah dalam
sitotrophoblas kemudian berpindah ke dalam sinsitiotrophoblas dimana mereka
bwercampur dan kehilangan membrane selnya. Sementara itu massa sel-sel dalam (inner
cell mass) atau embrioblas juga berdifferensiasi menjadi dua lapisan, yaitu lapisan
hipoblas yang berbentuk kuboid dan lapisan epiblas yang berbentuk kolumnar. Sel-sel dari
setiap lapisan membentuk suatu cakram pipih dan secara bersama-sama disebut cakram
mudigah bilaminer (gambar 2 ).

Gambar 2 Blastokista manusia umur 7.5 hari, sebagian terbenam di dalam stroma endometrium. Trophoblas
terdiri atas sel-sel berinti tunggal (Sadler, 1988).

5
Pada hari kesembilan, blastokista terbenam semakin dalam pada endometrium, dan
cacat penembusan pada permukaan epitel ditutupi oleh endapan fibrin. Trophoblas
berkembang semakin pesat dan pada daerah sinsitium terbentuk vakuola-vakuola. Bila
vakuola-vakuola tersebut bersatu, maka akan terbentuk rongga yang besar yang disebut
rongga trophoblas. Stadium ini dikenal dengan nama stadium lacunar. Sementara itu, pada
kutub embrional , sel-sel gepeng yang mungkin berasal dari hipoblas membentuk suatu
selaput tipis yang disebut eksosoelom atau selaput Heuser yang membatasi lapisan dalam
sitotrophoblas. Selaput ini bersama dengan hipoblas membentuk dinding rongga
eksosoelom atau kantung kuning telur primitif (gambar 3).

Gambar 10.3 Blastokista manusia umur 9 hari. Sinsitiotrofoblas memperlihatkan sejumlah rongga besar
atau lacunae (Sadler, 1988)

Pada perkembangan hari ke sebelas hingga kedua belas, blastokista


seluruhnya telah terbenam ke dalam stroma endometrium, dan epitel permukaan menutupi
hampir seluruh cacat pada dinding rahim. Kini blastokista agak menonjol ke dalam
rahim. Trophoblas ditandai dengan adanya rongga-rongga di dalam sinsitium dan
membentuk suatu jalinan yang saling berhubungan. Hal ini khusus terjadi pada kutub
embrional. Pada waktu yang bersamaan , sel-sel sinsitium menembus lebih jauh ke
dalam stroma dan merusak lapisan endotel pembuluh kapiler ibu. Kapiler-kapiler tersebut
tersumbat dan melebar dan dikenal sebagai sinusoid. Rongga-rongga di dalam sinsitium
kemudian berhubungan dengan sinusoid, dan darah ibu memasuki susunan lacuna.
Sementara trophoblas terus merusak, semakin banyak darah ibu di dalam sinusoid dan
6
darah tersebut akan terus mulai memasuki trophoblast, sehingga terbentuklah sirkulasi
utero-plasenta (gambar 4).

Gambar 4 Blastokista manusia umur 12 hari . Rongga trophoblas pada kutub embrio berhubungan dengan
sinusoid ibu di dalam stroma endometrium, mesoderem ekstra embrio bertambah
banyak dan mengisi ruang antara selaput eksosoelom dan bagian dalam trophoblas
(Sadler, 1988)

Sementara itu, sekelompok sel-sel baru muncul diantara permukaan dalam


sitotrophoblas dan permukaan luar rongga eksosoelom. Sel-sel tersebut berasal dari
trophoblas dan membentuk jaringan yang disebut mesoderem ekstra embriodan mengisi
semua ruang diantara trophoblas sebelah luar dan amnion serta selaput eksosoelom di
sebalah dalam .
Selanjutnya rongga-rongga besar di dalam mesoderem ekstraembrio terbentuk
dan menyatu membentuk suatu rongga baru yang disebut soelom ekstra embrio.

7
Rongga tersebut mengelilingi kantung kuning telur primitive dan rongga amnion kecuali
pada tempat dimana cakram mudigah berhubungan dengan trophoblas melalui tangkai
penghubung (Gambar 5) mesoderem ekstra embrio yang membatasi sitotrophoblas dan
amnion disebut somatopleura, dan yang menutupi kantung kuning telur disebut
splanknopleura.

Gambar 5 Blastokista manusia umur 13 hari. Rongga trofoblas sekarang berada pada kutub embrional
dan ab embrional dan terbentuk peredaran darah utero-plasenta (Sadler, 1988)

Seiring dengan kejadian di atas, sel-sel endometrium menjadi polyhedral dan


banyak mengandung glikogen dan lemak. Ruang interseluler terisi dengan cairan dan
jaringan menjadi sembab. Perubahan ini dikenal dengan nama REAKSI DESIDUA dan
hasil perubahannya dinamakan desidua. Mula-mula terbatas pada daerah di

8
sekeliling tempat implantasi, tetapi segera meluas ke seluruh endometrium. Desidua terdiri
atas tiga daerah yang berbeda, yaitu:
1. Desidua basalis, terletak diantara embrio dengan myometrium
2. Desidua kapsularis, yaitu desidua diatara embrio dengan lumen uterus
3. Desidua parietalis, yang merupakan sisa dari kedua desidua lainnya.
Desidua berperan membantu partus, sumber nutrisi, dan proteksi. Menghambat
adanya reaksi penolakan oleh induk atau resksi incompatibilitas dan menghasilkan
hormone prolaktin.

Gambar 6 . Sterogram blastokista manusia umur 14-15 hari (Huettner, 1957)

Menjelang perkembangan hari ke tigabelas, cacat permukaan endometrium


semakin sembuh, akan tetapi kadang-kadang terjadi perdarahan pada tempat implantasi
sebagai akibat meningkatnya aliran darah ke dalam rongga-rongga trophoblas dan ini
biasanya terjadi pada hari ke 28 daur haid sehingga terkadang disangka sebagai darah haid.
Pada saat initrophoblas ditandai dengan penampakan pertama susunan

9
jonjot, sel-sel trophoblas bertambah banyak secara local dan menembus ke dalam
sinsitiotrophoblas sehingga membentuk kelompok sel yang dikelilingi sinsitium.
Kelompok sel tersebut dinamakan jonjot-jonjot primer.

Gambar 7 Stereogram blastokista manusia umur 20-22 hari (Huettner, 1957).

Sementara itu lapisan endoderem menghasilkan sel tambahan yang berpindah


sepanjang selaput eksosoelom bagian dalam dan secara berangsur-angsur membentuk
rongga baru di dalam rongga eksosoelom dan disebut sebagai kandung kuning telur
sekunder. Selama pembentukannya, sebagian besar rongga eksosoelom terdesak dan
bagian tersebut dinamakan kista eksosoelom yang sering dijumpai di dalam rongga
khorion.

10
Gambar 8. Blastokista manusia akhir minggu ketiga (Sadler, 1988)

C. TIPE-TIPE IMPLANTASI
Tipe-tipe implantasi pada berbagai jenis hewan cukup bervariasi, namun secara
umum dikenal tiga macam tipe implantasi, yaitu implantasi superficial, implantasi
eksentrik, dan implantasi interstisial.

1. Implantasi Superfisial
Implant atau blastokista hanya menempel pada dinding uterus, namun demikian
tetap berlangsung adhesi epitel chorion pada epitel uterus. Pada tipe implantasi ini, embrio
tetap berada di dalam lumen uterus, jadi kurang kuat. Biasanya dijumpai pada hewan-
hewan nondesidua.

10
Gambar 9 Implantasi tipe superficial (Carlson, 1988)

2. Implantasi eksentrik
Pada tipe implantasi ini, implant tertanam pada salah satu sisi uterus, namun
sebagian permukaan implant tetap menonjol ke dalam lumen uterus

Gambar 10 Implantasi tipe eksentrik (Carlson, 1988)

3. Implantasi intersitisial
Pada tipe implantasi ini, embrio tertanam dengan sangat kokoh, lumen uterus makin
lama makin mengecil, epitel uterus dan trophoblas berikatan dengan sangat erat dan embrio
terbungkus oleh desidua

11
Gambar 11 Tipe implantasi interstisial (Huettner, 1957)

Dari gambaran di atas menunjukkan bahwa implantasi yang berlangsung pada


berbagai jenis hewan ada yang sifatnya non invasive dan ada yang invasive.

12
Tabel 1. Tipe-tipe implantasi pada berbagai jenis hewan
Invasif Tipe Plasenta
Species Tipe Bentuk Histologi
Manusia Interstitial Diskoidal Hemomonochorialis
Kelinci Implantasi
Eksentrik Diskoidal Hemodichorialis
Tikus/mencit Eksentrik Diskoidal Hemotrichorialis
Kera rhesus Eksentrik Bidiskoidal Hemomonochorialis
Anjing Eksentrik Zonari Endotelochorialis
kucing Eksentrik Zonari Endotelochorialis
Non invasive Tipe Plasenta
Species Tipe Bentuk Histologi
Kambing Superfisial Kotiledonaria Epitelochorialis
Babi Implantasi
Superfisial Diffusa Sindesmochorialis
Sapi Superfiasial Kotiledonaria Sindesmochoirialis
Kuda Superfiasial Diffusa Epitelochorialis

D. SELAPUT EKSTRA EMBRIO


Salah satu adaptasi yang terjadi di dalam evolusi yang sangat penting bagi
kehidupan vertebrata di darat adalah terbentuknya suatu cara agar embrio selalu berada
dalam ke adaan basah. Hal ini mulai terjadi ketika reptilian pertama meletakkan telurnya
di darat dan telur- telur tersebut dapat berkembang dengan baik. Keberhasilan ini dapat
terjadi karena telur diselubungi oleh cangkang dan berbagai selaput yang menyelubungi
tubuh embrio.
Selaput-selaput ini awalnya berasal dari tubuh embrio itu sendiri dan melakukan
fungsi yang vital seperti dalm nutrisi, pertukaran gas, dan pembuangan atau penyimpanan
bahan-bahan buangan. Selain itu juga menjaga agar embrio berada dalam lingkungan yang
basah seperti halnya pada hewan-hewan pendahulunya. Beberapa reptilian dan mamalia
tidak membentuk cangkang tetapi menggantinya dengan perkembangan intra uterus yang
lebih baik. Walaupun demikian bentuk dan fungsi dasar selaput ekstra embrio tetap
dipertahankan. Ada empat mecam, selaput ekstra embrio yang umum terdapat pada embrio
vertebrata tinggi, yaitu kantung amnion, kantung yolk, kantung chorion, dan kantung
allantois.

13
1. Kantung Yolk
Kantung yolk adalah selaput spanknopleura, sangat erat fungsinya dalam
nutrisi embrio khsusnya kelompok reptilian dan burung karena mempunyai ytolk yang
sangat banyak. Walaupun telur- telur mamalia tidak mempunyai yolk atau sangat
sedikit, namun kantung yolk masih dipertahankan dan digunakan untuk fungsi-fungsi vital
lainnya. Endoderem kantung yolk merupakan sumber bakal sel kelamin, sedangkan
mesoderem kantung yolk merupakan sumber sel-sel darah.
Kantung yolk berfungsi untuk membungkus kuning telur pada telur megalechital
dan mamalia bertelur (megatromata), tempat berjalannya pembuluh darah vitellin untuk
menyerap yolk. Endoderem kantung yolk mengandung enzim yang berfungsi untuk
mencerna yolk yang dibutuhkan oleh embrio selama tahap perkembangannya.
Kantung yolk tersusun atas splanknopleura, dimana endoderem terletak pada
bagian dalam dan mesoderem sphlaknik terletak disebelah luar. Setelah yolk habis
terserap, kantung yolk mengecil. Pada monotrema, kantung yolk hanya sebagai tempat
berjalannya pembuluh darah.

Gambar 12. Perkembangan selaput ekstra embrio pada manusia umur 25 hari

14
Perkembangan selaput ekstra embrio pada manusia umur 29 hari (Huettner, 1957)

15
Gambar 13. Perkembangan selaput ekstra embrio pada manusia pada umur 33 hari setelah implantasi
(Huettner, 1957)
Awal perkembangan embrio ayam menunjukkan bahwa splanknopleura dan
somatopleura meluar ke luar dari tubuh embrio hingga di atas yolk. Daerah di luar tubuh
embrio dinamakan daerah ekstraembrio. Mula-mula tubuh embrio ayam tidak mempunyai
batas sehingga lapisan-lapisan ekstra embrio dan intra embrio saling berkelanjutan. Dengan
terbentuknya tubuh embrio, secara berurutan dibentuk lipatan-lipatan tubuh sehingga
tubuh embrio hamper terpisah dari yolk. Adanya lipatan-lipatan tubuh, maka batas antara
daerah intra dan ekstra embrio menjadi semakin jelas.
Daerah kepala embrio mengalami pelipatan yang disebut dengan lipatan kepala
dan memisahkan antara bagian intra dan ekstra embrio. Lipatan kepala membentuk
kantung sub sephal. Pada bagian lateral tubuh juga terbentuk lipatan tubuh lateral dan
memisahkan bagian ekstra dan intra embrio. Bagian posterior mengalami pelipatan dan
dikenal dengan nama lipatan ekor membentuk kantung sub kaudal. Lipatan-lipatan tersebut
membentuk dinding saluran pencernaan primitive. Bagian tengah usus tengah yang
menghadap yolk tetap terbuka dan pada daerah ini, dinding kantung yolk berhubungan
dengan dinding usus pada kantung yolk. Walaupun kantunbg yolk berhubungan dengan
usus melalui tangkai yolk, namun makanan tidak diambil embrio melaluintangkai yolk.
Pada lapisan endoderem kantung yolk dijumpai sejumlah lipatan- lipatan yang
memasuki yolk. Dengan bantuan enzim-enzim pencernaan, yolk yang telah dicernah
diserap dan dialirkan ke embrio oleh vena vitellin, vena omphalomesenterica yang
terdapat pada tangkai yolk. Selama perkembangan embrio, albumen akan kehilangan
cairan sehingga menjadi kental dan volumenya berkurang. Dengan tumbuhnya allantois,
albumen terdorong ke ujung distal kantung yolk. Albumen dikelelilingi oleh
perpanjangansplanknopleura kantung yolk yang mengabsorbsi serta mentransfernya
melalui sirkulasi ekstra embrio ke dalam tubuh embrio.
Menjelang akhir masa inkubasi, sisa yolk beserta kantung yolk masuk ke dalam
rongga perut dan selanjutnya dinding perut menutup. Sisa yolk sangat penting bagi anak
ayam yang baru menetas. Sisa yolk akan digunakan oleh anak ayam sebagai persediaan
makanan selama awal masa kehidupannya di luar telur.

16
Gambar 14 Pembentukan saluran pencernaan makanan pada ayam dan hubungannya dengan pembentukan
kantung yolk (Carlson, 1988)

17
Gambar 15 Sayatan longitudinal pembentukan selaput ekstra embrio pada ayam (A) umur 2 hari inkubasi,
(B) umur 3 hari inkubasi (Carlson, 1988)

2. Kantung amnion
Kantung amnion adalah suatu membrane tipis yang berasal dari somatoplura
berbentuk suatu kantung yang menyelubungi embrio dan berisi cairan. Keberadaan
selaput ini sangat khas pada reptilia, burung, dan mamalia sehingga kelompok hewan ini

18
sering disebut amniota, sedangkan ikan dan amphibian tidak memiliki amnion dan disebut
sebagai kelompok an amniota.

Gambar 16 Sayatan longitudinal pembentukan selaput ekstra embrio pada ayam (A) umur 5 hari inkubasi,
(B) umur 14 hari inkubasi (Carlson, 1988)

Amnion berfungsi sebagai pelindung embrio terhadap kekeringan, penawar


goncangan, pengaturan suhu intrauterus, dan anti adhesi. Lapisan penyusunnya adalah
somatopleura yang tersusun atas ektoderem di dalam dan mesoderem somatic di luar.
Kantung amnion robek pada saat partus atau menetas.

19
3. Kantung Allantois
Allantois merupakan suatu kantung yang terbentuk sebagai hasil evaginasi bagian
ventral usus belakang pada tahap awal perkembangan. Fungsi utama allantois adalah
sebagai tempat penampungan dan penyimpanan urine dan sebagai organ pertukaran gas
antara embrio dengan lingkungan luarnya. Pada burung, allantois bersama-sama dengan
chorion berperan dalam respirasi melalui pembuluh darah allantois, juga berperan dalam
penyerapan kalsium sehingga cangkang kapur menjadi rapuh, dan hal ini memudahkan
penetasan. Selain itu pada reptile dan burung, kiantung allantois sangat besar karena telur
merupakan suatu system yang tertutup, maka allantois harus memisahkan sisa-sisa
metabolisme nitrogen agar tidak menimbulkan efek toksik terhadap embrio. Pada
mamalia, peran allantois erat hubungannya dengan efisiensi pertukaran yang berlangsung
pada perbatasan fetus-ibu. Allantois embrio babi memiliki ukuran dan fungsi yang sama
seperti pada burung, dan hanya berperan sebagai tempat lalunya pembuluh darah ke
plasenta.
Lapisan penyusun kantung allantois sama dengan kantung yolk, yaitu
splanknopleura yang terdiri atas endoderem di dalam dan mesoderem splankik di luar.
Nasib dari kantung yolk adalah tertinggal di dalam cangkang telur kecuali pada
beberapa hewan. Pangkal allantois menjadi vesikula urinaria. Pada mamalia, allantois
umumnya tidak berupa kantung, kecuali yang berkembang adalah mesoderem splanknik
bersama-sama dengan chorion membentuk plasenta. Pada beberapa hewan dengan
plasenta sederhana, misalnya babi, allantois berukuran besar untuk menampung sisa
metabolisme.

20
Gambar 17. Pembentukan kantung allantois pada ayam (Carlson, 1988)

21
4. Chorion.
Membran ekstra embrio yang paling luar dan yang berbatasan dengan cangkang
atau jaringan induk , merupakan tempat pertukaran antara embrio dan lingkungan di
sekitarnya adalah chorion atau serosa. Pada hewan-hewan ovivar, fungsi chorion terutama
untuk pertukaran gas atau respirasi. Pada mamalia, chorion bukan hanya berperan
sebagai pembungkus, tetapi juga berperan untuk nutrisi, eksresi, filtrasi, dan system
hormone.
Pada mamalia, chorion berasal dari trophoblas dan bersama-sama dengan allantois
turut dalam pembentukan plasenta bersama dengan endometrium induk. Pada aves, chorion
terletak di bawah cangkang dan bersama-sama dengan allantois berperan untuk respirasi.

Gambar 18. Chorion pada ayam (Carlson, 1988)

22
E. PLASENTA
Setelah embrio tiba di uterus, berlangsung suatu asosiasi antara embrio melalui
selaput ekstraembrionya dengan jaringan endometrium uterus membentuk suatu organ
yang dikenal dengan nama plasenta. Plasenta berbentuk oval dengan diameter 15-20 cm
dan berat 500 -600 gram. Plasenta terbentuk lengkap saat usia kehamilan 16 minggu (4
bulan), ketika ruang amnion telah mengisi seluruh rongga rahim. Jadi plasenta adalah suatu
struktur yang dibentuk melalui pertautan antara selaput-selaput ekstra embrio dengan
endometrium untuk keperluan pertukaran fisiologis. Secara structural plasenta terdiri atas
dua bagian, yaitu:
1. Plasenta fetal yang dibangun oleh selaput ekstra embrio
2. Plasenta maternal, yaitu yang dibangun oleh endometrium uterus.
Mengingat banyaknya macam plasenta pada berbagai jenis hewan, maka
penggolongannya dapat dilakukan berdasarkan banyak criteria, yaitu:
a. Berdasarkan Macam Selaput Ekstraembrio yang Bertautan dengan
Jaringan Induk
Terdapat dua macam, yaitu:
1. Plasenta korio-vitelin: merupakan plasenta yang sederhana, dibentuk dari
kantung yolk dan korion yang terletak di antara pembuluh-pembuluh darah
kantung yolk dan epitel uterus induk.
Misalnya: pada marsupialia (hewan berkantung) dari
genus Didelphys dan Macropus.
2. Plasenta korio-alantois: pembentuk plasenta dari pihak embrio adalah selaput
korion dan selaput alantois yang berbatasan. Mesoderm alantois membentuk
pembuluh darah pada villi korion dan pada tali pusat.
Misalnya: pada euteria (golongan mamalia yang memiliki plasenta sejati,
termasuk manusia dan kebanyakan mamalia yang lain) dan marsupialia dari
genus Parameles dan Dasyurus.
Bagian selaput ekstra embrio yang dapat berhubungan secara langsung dengan
endometrium uterus induk adalah jaringan ekstraembrio yang paling luar. Pada ayam,
chorion merupakan selaput ekstraembrio yang paling luar dan menggunakan peredaran
darah dari allantois. Pada mamalia terdapat dua kemungkinan vaskularisasi, yaitu dari
kantung yolk dan allantois. Bila plasenta fetal mendapatkan aliran darah dari kantung
yolk, maka plasentanya dikelompokkan sebagai plasenta choriovitellin atau plasenta

30
kantung yolk. Bila chorion mendapatkan aliran darah dari allantois, maka plasentanya
dikelompokkan sebagai plasenta chorioallantois.
Pada babi, karena allantois dan chorionnya bersatu, maka terbentuk peredaran
darah chorioallantois seperti yang terjadi pada ayam, hanya di sini tidak berhubungan
dengan cangkang, melainkan dengan endometrium uterus.
Pada saat kantung allantois sedang dalam pertumbuhan, pada permukaannya
terbentuk beberapa tonjolan atau vili yang dapat masuk ke dalam lipatan-lipatan
endometrium, akibatnya kedua komponen plasenta berhubungan lebih erat. Plasenta fetal
mempunyai hubungan pembuluh darah dengan kantung allantois yang berhubungan
dengan embrio dan pembuluh darah induk berada pada plasenta induk. Akibatnya
terbentuklah peredaran darah antara fetus dan induk. Perlu diketahui bahwa walaupun
terbentuk system peredaran darah fetus- induk, namun aliran darah antara fetus dan induk
tidak bercampur. Darah fetus tidak beredar di dalam peredaran darah induk dan darah
induk tidak bersirkulasi di dalam tubuh fetus. Semua bahan makanan, limbah metabolisme,
dan gas-gas masuk dari suatu pihak ke pihak lain melalui suatu barrier atau rintangan.
Pada babi, terdapat tidak kurang dari enam lapisan diantara aliran fetus dan
aliran induk. Misalnya oksigen yang dating dari induk untuk memasuki tubuh fetus, maka
oksigen tersebut harus melewati endothelium pembuluh darah induk, jaringan ikat
endometrium, epithelium endometrium, epithelium chorion, jaringan ikat chorion, dan
endothelium pembuluh darah fetus
b. Berdasarkan Penyebaran Vilichorioallantois
Berdasarkan penyebaran vilichorioallantois, maka plasenta dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Plasenta difusa: villi halus, tersebar pada seluruh permukaan korion.
Misalnya: pada babi, kuda.

2. Plasenta kotiledonaria: villi tampak sebagai gumpalan-gumpalan agak besar


(seperti kancing).
Misalnya: pada sapi, kambing.
31
3. Plasenta zonaria: villi menyerupai sabuk, mengelilingi bagian tengah embrio.
Misalnya: pada kucing dan karnivora lainnya.

4. Plasenta diskoidal: sebaran villi terbatas pada suatu daerah korion tertentu;
berbentuk seperti cakram (diskus).
Misalnya: pada manusia, rodentia.

Plasenta pada babi adalah plasenta diffusa karena sebagian besar permukaan
chorionnya bervili dan bertautan dengan endometrium. Pada biri-biri dan sapi, daerah
pertautan lebih terbatas serta tersebar ke dalam kelompok-kelompok kecil sehingga
plasentanya dikenal sebagai plasenta kotiledonaria. Bila pada daerah plasenta, vilinya
tersusun menyerupai sabuk, maka plasentanya disebut plasenta zonari misalnya pada
karnivora. Bila berkelompok pada suatu daerah terbatas dan berbentuk cakram maka
plasentanya disebut plasenta diskoidal seperti yang dijumpai pada rodentia dan manusia

32
Gambar 19. Tipe-tipe plasenta (A) Babi, diffuse, (B) Raccoon, zonari tidak sempurna, (C) Beruang, sub
tipe zonari, (D) Anjing dan kucing, zonari atau annulus, (E) Kera, bidiskoidal, (F)
Rusa meksiko, kotiledonaria, (G) sapi , kotiledonaria (Carlson, 1988)

c. Berdasarkan Tebal / Tipisnya Barier Plasenta


Yang dimaksud dengan barier plasenta adalah batas antara darah induk dan darah embrio.
Pertukaran zat antara induk dan embrioterjadi melalui barier plasenta tersebut. Pada tipe
plasenta yang paling primitif, difusi zat-zat dari induk ke embrio terjadi melalui jalur
dengan urutan sebagai berikut:
Zat-zat dalam darah induk

Dinding endotel dari pembuluh darah induk

Jaringan ikat sekeliling pembuluh darah induk

Epitel uterus

Epitel korion

Jaringan ikat korion

Dinding endotel dari pembuluh darah dalam korion

Darah embrio

Ketika villi korio- alantois berpenetrasi ke dalam endometrium uterus, terjadi


kerusakan jaringan-jaringan penyusun endometrium. Semakin dalam penetrasi villi korio-

33
alantois, semakin banyak jaringan endometrium yang dirusak, akibatnya barier plasenta
menjadi seamakin tipis (jarak antara darah induk dengan darah embrio semakin dekat).
Semakin tipis barier plasenta, pelaluan zat antara induk- embrio semakin efisien.
Tipe-tipe plasenta ini dapat diketahui berdasarkan :
1. Semua kapiler baik kapiler embrio maupun kapiler induk memiliki lapisan
dinding yang terbentuk oleh satu lapisan yang disebut endothelium.
2. Pada bagian luar endothelium terdapat jaringan penghubung
3. Vilichorionik memiliki lapisan sinsitiotrofoblas pada bagian luar dan
sitotrofoblas pada bgaian dalam
4. Uterus induk memiliki lapisan epitel atau tidak.
Berdasarkan uraian di atas, maka plasenta chorioallantois dapat diklasifikasikan
menjadi:
1. Plasenta epiteliokorial: barier plasenta paling tebal, tidak ada ajaringan dari pihak
induk maupun pihak embrio yang mengalami kerusakan. Misalnya: pada kuda, babi.
2. Plasenta sindesmokorial: jaringan epitel uterus induk mengalami perusakan. Misalnya:
pada sapi, kerbau.
3. Plasenta endoteliokorial: jaringan epitel uterus dan jaringan ikat sekeliling pembuluh
darah induk mengalami perusakan. Misalnya: pada kucing, anjing, harimau.
4. Plasenta hemokorial: barier plasenta paling tipis, jaringan epitel uterus, jaringan ikat
sekeliling pembuluh darah induk dan jaringan endotel yang mendindingi pembuluh
darah induk mengalami perusakan, sehingga villi korio-alantois terendam dalam darah
induk. Jadi adarah induk dan darah embrio hanya dipisahkan oleh jaringan-jaringan
penyusun villi, yaitu epitel, jaringan ikat dan endotel dari pihak embrio.
5. Plasenta hameoendotelial

Tabel 2. Tipe-tipe plasenta dan keadaan jaringan penyusun barier plasenta.


Tipe plasenta Jaringan induk Jaringan embrio
Jar. endotel Jar. ikat Jar. epitel Jar. Jar. Jar.
epitel ikat endotel
Epiteliokorial + + + + +
Sindesmokorial + + 0 + +
Endoteliokorial + 0 0 + +
Hemokorial 0 0 0 + +
Keterangan: 0 = mengalami kerusakan

34
Gambar 20 Plasenta epiteliochorial (A) dan Plasenta syndesmochorial (Majumdar, 1985)

Gambar 21 Plasenta endoteliochorial (C) Plasenta haemo-chorial (D), dan plasenta haemo- endotelial (E)
(Majumdar, 1985)

35
Plasenta merupakan organ yang sangat dibtuhkan bagi kelangsungan hidup
embrio. Beberapa fungsi plasenta adalah:
1. Respirasi, yaitu pengambilan oksigen dari induk melalui sawar plasenta
berlangsung dengan cara diffuse dan CO2 berdifusi mkelalui sawar plasenta
dari fetus ke induk
2. Nutrisi, yaitu pengambilan air, garam- garam mineral, karbohidrat, protein dan
vitamin dari induk ke fetus
3. Sebagai proteksi terhadap virus dan bakteri
4. Sebagai kelenjar endokrin, plasenta menghasilkan hormon-hormon yang
berperan penting dalam memelihara kelangsungan hidup embrio. Hormon-
hormon yang dihasilkan oleh plasenta antara lain:
a. Korionik gonadotropin. Dihasilkan oleh sel-sel sinsitiotrofoblas yang
menyusun korion. Hormon ini berfungsi untuk:
- Mempertahankan korpus luteum dalam ovarium untuk menghasilkan
progesterone
- Merangsang plasenta untuk menghasilkan progesteron.
Korionik gonadotropin pada manusia (HCG = Human Chorionic
Gonadotropin) mulai disintesis 2 minggu setelah fertilisasi dan mencapai
puncaknya pada bulan ke-3 kehamilan. Keberadaan hormon ini dalam urin
merupakan dasar tes kehamilan.
b. Progesteron. Hormon ini berfungsi untuk memelihara agar endometrium
uterus tetap tebal (tidak luruh) dan kaya pembuluh darah. Pada manusia,
progesteron mulai disintesis oleh plasenta pada minggu ke-4 setelah
implantasi. Menjelang kelahiran, produksi hormon ini menurun.
c. Estrogen. Pada manusia, hormon ini mulai dihasilkan oleh plasenta pada
minggu ke-4 setelah implantasi, selain itu juga dihasilkan oleh kelenjar
adrenal fetus. Estrogen berperan untuk memelihara kehamilan. Produksi
estrogen terus meningkat sampai menjelang kelahiran bayi.
d. Korionik somatotropin (plasental laktogen), untuk merangsang
perkembangan kelenjar susu. Pada manusia, hormon ini disebut HCS
(Human Chorionic Somatotropin) atau HPL (Human Placental Lactogen).

36
Gambar 22 Sirkulasi fetus-induk (Majumdar, 1985)

37
Pembentukan Plasenta
Contoh: plasenta manusia. Setelah embrio berimplantasi ke dalam endometrium uterus,
korion membentuk tonjolan-tonjolan (villi) yang “mencangkul” endometrium uterus. Mula-
mula villi terdapat pada seluruh permukaan korion, lama-kelamaan villi yang terdapat di
daerah desidua kapsularis akan menyusut dan hanya villi di daerah desidua basalis yang
berkembang. Daerah korion yang villinya berkembang disebut korion frondosum,
sedangkan daerah korion yang villinya menyusut disebut korion leave. Korion frondosum
bertaut erat dengan desidua basalis membentuk plasenta.

Sirkulasi Darah Plasenta


Pada waktu berpenetrasi ke dalam endometrium uterus, villi korion mencapai kapiler darah
yang terdapat di dalamnya dan memecahkan dindingnya. Akibatnya darah maternal
mengumpul dalam ruang-ruang intervilli (lakuna). Plasenta berhubungan dengan embrio
melalui tali pusat (korda umbilikalis). Di dalam tali pusat terdapat pembuluh darah (vena
dan arteri umbilikalis yang dibentuk dari mesoderm alantois) yang berhubungan dengan
pembuluh-pembuluh darah intra-embrio. Pada dinding villi korion terjadi pertukaran materi
antara darah maternal dan darah fetal. Zat-zat nutrisi dan O2 dari darah maternal memasuki
pembuluh-pembuluh darah plasenta lalu diangkut oleh vena umbilikalis memasuki tubuh
fetus, masuk ke dalam jantung dan diedarkan ke seluruh tubuh. Darah yang miskin O2 dan
mengandung zat-zat ekskresi dari tubuh fetus diangkut oleh arteri umbilikalis menuju ke
pembuluh darah plasenta dan dilepaskan ke dalam darah maternal. Pada semua tipe plasenta
tidak pernah terjadi percampuran antara darah maternal dan darah fetal.

Gambar 23. Diagram sirkulasi plasental maternal dan fetal. Arteri umbilikalis membawa darah fetal yang
miskin O2 menuju ke plasenta, dan vena umbilikalis membawa darah maternal yang kaya O 2menuju ke fetus
(Sumber: Moore, 1989)

38
Gambar 24. Sirkulasi darah dalam tubuh fetus dan dalam plasenta manusia (Sumber: Majumdar, 1985)

Gambar 25. Pelaluan materi dari induk maupun dari fetus menembus plasenta

39
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nidasi/implantasi merupakan peristiwa masuknya atau tertanamnya hasilkonsepsi ke
dalam endometrium. Tahapan implasantasi yaitu
1. Menempelnya (adhesi) trophoblas ke dalam mukosa uterus
2. Penetrasi trophoblas ke dalam mukosa uterus
3. Reaksi (respon aktif) jaringan induk (mukosa) atau reaksi desidua pada organisme
yang memiliki plasenta desidua
4. Proliferasi sel-sel jaringan uterusa terhenti setelah mencapai kondisi optimal atau
stabil (dikontrol oleh hormone progesterone dan korpus luteum)
Implantasi mempunyai 3 tipe, yaitu implantasi superficial, implantasi eksentrik, dan
implantasi interstisial.
Plasenta adalah suatu struktur yang dibentuk melalui pertautan antara selaput-selaput
ekstra embrio dengan endometrium untuk keperluan pertukaran fisiologis. Secara structural
plasenta terdiri atas dua bagian, yaitu plasenta fetal dan plasenta maternal.
Tipe-tipe plasenta ini dapat diketahui berdasarkan :
1. Semua kapiler baik kapiler embrio maupun kapiler induk memiliki lapisan dinding
yang terbentuk oleh satu lapisan yang disebut endothelium.
2. Pada bagian luar endothelium terdapat jaringan penghubung
3. Vilichorionik memiliki lapisan sinsitiotrofoblas pada bagian luar dan sitotrofoblas
pada bgaian dalam
4. Uterus induk memiliki lapisan epitel atau tidak.
Berdasarkan uraian di atas, maka plasenta chorioallantois dapat diklasifikasikan
menjadi:
1. Plasenta epiteliokorial: barier plasenta paling tebal, tidak ada ajaringan dari pihak
induk maupun pihak embrio yang mengalami kerusakan. Misalnya: pada kuda, babi.
2. Plasenta sindesmokorial: jaringan epitel uterus induk mengalami perusakan.
Misalnya: pada sapi, kerbau.

40
3. Plasenta endoteliokorial: jaringan epitel uterus dan jaringan ikat sekeliling
pembuluh darah induk mengalami perusakan. Misalnya: pada kucing, anjing,
harimau.
4. Plasenta hemokorial: barier plasenta paling tipis, jaringan epitel uterus, jaringan
ikat sekeliling pembuluh darah induk dan jaringan endotel yang mendindingi
pembuluh darah induk mengalami perusakan, sehingga villi korio-alantois terendam
dalam darah induk. Jadi adarah induk dan darah embrio hanya dipisahkan oleh
jaringan-jaringan penyusun villi, yaitu epitel, jaringan ikat dan endotel dari pihak
embrio.
5. Plasenta hameoendotelial

B. Saran
Adapun saran penulis sehubungan dengan makalah ini, kepada rekan-rekan mahasiswa
agar lebih meningkatkan, mengenali dan mengakaji lebih dalam tentang implantasi.

41
DAFTAR PUSTAKA

Ayu Febri Wulandari. 2011. Biologi Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika.


Balinsky, B.I. 1981. An Introduction to Embryology. Ed. 5. New Delhi: Tata McGraw -Hill
Brotowidjoyo, Mukayat Djarubito. 1989. Zoologi dasar. Jakarta: Erlangga.
Cambridge, 1998. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia dan Sistem Reproduksi. Jakarta: EGC.
Carlson, B.M. 1988. Patten’s Foundation of Embryology. Ed. 5. New York: McGraw Hill
Gilbert, S.F. 2006. Developmental Biology. Ed. 8, Sunderland: Sinauer
Huettner, A.F. (1957). Comparative Embriology of the Vertebrates. New York: The
Macmillan Co.
Majumdar, N.N. 1985. Textbook of Vertebrates Embryology. Ed. 5. New Delhi: Tata
McGraw Hill
Moore, K.L. 1989. Before We Are Born. Ed. 3. Philadelphia: W.B. Saunders
Sadler, T. W., 1988. Masa Janin (Bulan Ketiga Hingga Lahir). Dalam: Susanto, I., alih
bahasa, Embriologi Kedokteran. edisi ke-5. Jakarta: EGC.

42

Anda mungkin juga menyukai