Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

AKHLAK, ETIKA DAN MORAL DALAM AGAMA ISLAM

Disusun Oleh: Kelompok 3

Aulia Febri Ningroem (1910016007)


Annida Sabrina (1910016011)
Iynaas Yumna Salsabila (1910016015)
Alifia Bilqis Husnunhaifa (1910016030)
Difasha Amanda Salim (1910016034)
Muhammad Rezwan Qhuzairi (1910016045)
Wenda Safitri (1910016074)
Fagil Rananda Idris (1910016103)

Pembimbing:
M. Hasyim Mustamin, S.Ag., M.Ed

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman Samarinda
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan laporan mata kuliah Pendidikan Agama Islam ini yang
berjudul “ Akhlak, Etika dan Moral Dalam Agama Islam “ ini dengan tepat waktu.
Kami berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
terselesaikannya laporan ini, antara lain :
1. M. Hasyim Mustamin, S.Ag., M.Ed selaku dosen pembimbing Pendidikan
Agama Islam
2. Anggota kelompok 3 yang telah bersedia menyumbangkan ide dan
waktunya untuk menyelesaikan makalah ini
3. Teman-teman sejawat, mahasiwa Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman angkatan 2019
Kami telah berusaha dengan semaksimal mungkin agar dapat menyelesaikan laporan
ini dengan sebaik mungkin dan sebenar-benarnya. Kami menyadari makalah ini jauh
dari kesempurnaan baik materi, penganalisaan, dan pembahasan. Semua hal ini
dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengalaman kami.
Kami berharap makalah ini dapat diterima dan dipahami bagi para pembaca. Dan
kami juga mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak terutama yang bersifat
membangun, guna terciptanya kesempurnaan makalah ini. Dan bila didalamnya ada
kesalahan dan kekurangan mohon dimaklumi dan dimaafkan. Akhir kata kami
ucapkan terima kasih.

Samarinda, 18 Oktober 2019

Kelompok 3 Prodi Kedokteran

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 1
1.3. Tujuan 2

BAB 2 PEMBAHASAN 3
2.1. Pengertian Akhlaq 3
2.2. Ruang Lingkup & Kategori Akhlak 4
2.3. Perbedaan Konsepsi Akhlak, Moral & Etika 10
2.4. Sumber & Objek Akhlak dalam Islam 10
2.5. Urgensi Akhlak 12
2.6. Kriteria Manusia Berakhlak 14
2.7. Hubungan Akhlak dan Tasawuf 16
2.8. Indikator Manusia Berakhlak 18

BAB 3 PENUTUP 21
3.1. Kesimpulan 21
3.2. Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari kata akhlak, moral, dan
etika. Perilaku seseorang dijadikan sebagai patokan terhadap keseluruhan sifat
yang ada pada orang itu bagi orang yang memandangnya. Banyak yang
memandang semakin maju zaman dari generasi ke generasi terjadi
kemerosotan akhlak. Sehingga pada bangku sekolah selalu ditanamkan
mengenai pentingnya pendidikan moral dan akhlak.
Walaupun terkesan memiliki makna yang sama, sebenarnya akhlak, moral dan
etika memiliki perbedaan yang cukup signifikan yaitu pada sumber acuannya.
Dalam keseluruhan ajaran agama Islam sendiri, akhlak menempati posisi yang
sangat istimewa dan sangat penting. Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an dan
juga hadis Nabi Muhammad saw., yang membahas tentang pentingnya
berakhlak baik dan terpuji. Baik ayat dan juga hadis ini menerangkan
mengenai akhlak terpuji baik dari segi teoritis maupun praktikal beserta apa
saja yang akan didapatkan jika memiliki akhlak baik dan apa akibat jika
memiliki akhlak yang buruk.
Akhlak dalam Islam tidaklah bersifat relatif, yang maksudnya tidak hanya
berdasar pada pandangan suatu orang atau kelompok orang tapi bersifat
mutlak karena berpedoman dari Syara’ (Al-Qur’an dan As-Sunnah). Akhlak
dalam islam sesuai dengan fitrah manusia yang pada dasarnya cenderung
lebih senang dengan kebenaran sehingga tidak ada pertentangan mengenai
akhlak yang utamanya mengacu pada Syara’.
1.2. Rumusan Masalah
a. Pengertian Akhlak.
b. Ruang Lingkup & Kategori Akhlak.
c. Perbedaan Konsepsi Akhlak, Moral & Etika.

1
d. Sumber & Objek Akhlak dalam Islam.
e. Urgensi Akhlak.
f. Kriteria Manusia Berakhlak.
g. Hubungan Akhlak & Tasawuf.
h. Indikator Manusia Berakhlak.
1.3. Tujuan
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian akhlak.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan ruang lingkup & kategori akhlak.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan konsepsi akhlak, moral &
etika.
d. Mahasiswa mampu menjelaskan sumber & objek akhlak dalam Islam.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan urgensi akhlak.
f. Mahasiswa mampu menjelaskan kriteria manusia berakhlak.
g. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan akhlak & tasawuf.
h. Mahasiswa mampu menjelaskan indikator manusia berakhlak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Akhlak


Istilah akhlak sudah tidak jarang lagi terdengar di tengah kehidupan
masyarakat. Mungkin hampir semua orang sudah mengetahui arti kata
akhlak tersebut, karena perkataan akhlak selalu dikaitkan dengan tingkah
laku manusia.
Secara bahasa kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah di-
Indonesiakan. Yaitu berasal dari kata akhlaaq jamak dari khuluqun yang
berarti “perangai, tabiat, adat, dan sebagainya. Menurut KBBI kata akhlak ini
mempunyai akar kata yang sama dengan kata khaliq yang bermakna pencipta
dan kata makhluq yang artinya ciptaan, yang diciptakan, dari kata khalaqa,
menciptakan. Dengan demikian, Kata khalaqa yang mempunyai kata yang
seakar di atas mengandung maksud bahwa akhlak merupakan jalinan yang
mengikat atas kehendak Tuhan dan manusia. Pada makna lain kata akhlak
dapat diartikan tata perilaku seseorang terhadap orang lain. Jika perilaku
ataupun tindakan tersebut didasarkan atas kehendak Khaliq (Tuhan) maka hal
itu disebut sebagai akhlak hakiki. Sedangkan pengertian akhlak menurut
istilah adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan suatu perbuatan
dengan mudah karena kebiasaan tanpa memerlukan pertimbangan pikiran
terlebih dahulu.
Menurut pendapat Imam-al-Ghazali selaku pakar dibidang akhlak yang
dikutip oleh Yunahar Ilyas, Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan perbuatan- perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Jika sifat itu melahirkan perbuatan
yang baik menurut akal dan syariat, maka disebut akhlak yang baik, dan bila
lahir darinya perbuatan yang buruk, maka disebut akhlak yang buruk.
Sedangkan Aminuddin mengutip pendapat Ibnu Maskawah (w. 421 H/ 1030

3
M) yang memaparkan definisi kata akhlak ialah kondisi jiwa yang senantiasa
mempengaruhi untuk bertingkah laku tanpa pemikiran dan pertimbangan.
Pendapat lain dari Dzakiah Drazat mengartikan akhlak sedikit lebih luas yaitu
kelakukan yang timbul dari hasil perpaduan antara nurani, pikiran, dan
kebiasaan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang
dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat dimengerti bahwa akhlak
adalah tabiat atau sifat seseorang, yakni keadaan jiwa yang terlatih, sehingga
dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan
diangan-angankan terlebih dahulu. Dapat dipahami juga bahwa akhlak itu
harus tertanam kuat/tetap dalam jiwa dan melahirkan perbuatan yang selain
benar secara akal, juga harus benar secara syariat Islam yaitu al-Quran dan al-
Hadits.

2.2. Ruang Lingkup & Kategori Akhlak


Menurut Kahar Masyhur dikutip oleh Nur Hidayat menyebutkan
bahwa ruang lingkup akhlak meliputi bagaimana seharusnya bersikap
terhadap penciptanya, terhadap sesama manusia seperti dirinya sendiri,
terhadap keluarganya, serta terhadap masyarakatnya. Di samping meliputi
bagaimana seharusnya bersikap terhadap makhluk lain seperti terhadap
malaikat, jin, iblis, hewan, dan tumbuh-tumbuhan (Hidayat, 2013:23).
Menurut Abuddin Nata ruang lingkup akhlak sama dengan ruang
lingkup ajaran islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan pola
hubungan. Berbagai bentuk dan ruang lingkup akhlak islam dipaparkan
sebagai berikut (Nata, 1996:149-153) :
a. Akhlak terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuataan
yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada

4
Tuhan sebagai khaliq. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam
berakhlak kepada Allah. Diantaranya dengan tidak menyekutukan-
Nya, takwa kepada-Nya, mencintai-Nya, ridha dan ikhlas terhadap
segala keputusan-Nya dan bertaubat, menyukuri nikmat-Nya,
beribadah dan selalu mencari keridhaan- Nya.
b. Akhlak terhadap sesama Manusia
Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al- Quran berkaitan dengan
perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan
hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti
membunuh, menyakiti badan atau mengambil harta tanpa alasan yang
benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan
menceritakan aib seseorang di belakangnya. Di sisi lain Al-Qur’an
menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukan secara wajar.
Tidak masuk ke rumah orang lain tanpa izin, jika bertemu saling
mengucapkan salam dan ucapan yang dikeluarkan adalah ucapan yang
baik dan benar, memaafkan kesalahan orang lain, pandai
mengendalikan nafsu amarah, mendahulukan kepentingan orang lain
daripada kepentingan diri sendiri, saling menghormati dan
menyayangi
c. Akhlak terhadap Lingkungan
Yang dimaksud lingkungan disini adalah segala sesuatu yang disekitar
manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda tak
bernyawa. Dalam pandangan Islam, seseorang tidak dibenarkan
mengambil buah sebelum matang atau memetik bungan sebelum
mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada
makhluk untuk mencapai tujuan penciptan-Nya.
d. Akhlak terhadap diri sendiri
Akhlak terhadap diri sendiri artinya menjauhkan diri dari sifat tercela
seperti berdusta, berkhianat, berburuk sangka, sombong, iri hati,

5
dengki, boros, dan sebagainya termasuk juga memenuhi kebutuhan
diri sendiri seperti menjaga kesehatan dan keamanan dalam kehidupan
sehari-hari. Sedangkan Muhammad ‘Abdullah Draz dalam bukunya
Dustur al-Akhlaq fi al-Islam membagi ruang lingkup akhlak menjadi
lima bagian :
A. Akhlak pribadi (al-akhlaq al fardiyah)
 Yang diperintahkan (al-awamir)
 Yang dilarang (an-nawahi)
 Yang diperbolehkan (al-mubahat)
 Akhlak dalam keadaaan darurat (al-mukhalafah bi al-idhthirar)
B. Akhlak Berkeluarga (al-akhlaq al usariyah)
 Kewajiban timbal balik orangtua dan anak (wajibat nahwa al-
ushul wa al-furu)
 Kewajiban suami istri (wajibat baina al-azwaj)
 Kewajiban terhadap kerabat karib (wajibat nahwa al-aqarib)
C. Akhlaq bermasyarakat (al-akhlaq al-ijtima’iyyah)
 Yang diperintahkan (al-awamir)
 Yang dilarang (an-nawahi)
 Kaidah-kaidah adab (qawa’ib al-adab)
D. Akhlaq bernegara (akhlaq ad-daulah)
 Hubungan antara pemimpin dan rakyat (al-alaqah baina ar-
rais wa as-sya’b)
 Hubungan luar negeri (al-alaqat al-kharijiyyah)
E. Akhlaq beragama (al-akhlaq ad-diniyyah)
 kewajiban terhadap Allah SWT (wajibat nahwa Allah)

Menurut Prof.Dr.H. Yunahar Ilyas, Lc.,M.A. dalam bukunya Kuliah


Akhlaq membagi ruang lingkup akhlaq menjadi 6 bagian

6
A. Akhlak terhadap Allah SWT yang meliputi :
 Taqwa
 Cinta dan ridha
 Ikhlas
 Khauf dan Raja’ (takut dan harap)
 Tawakal
 Syukur
 Muraqabah (kesadaran bahwa selalu diawasi oleh Allah)
 Tobat
B. Akhlak terhadap Rasulullah Saw yang meliputi :
 Mencintai dan memuliakan rasul
 Mengikuti dan menaati rasul
 Mengucapkan shalawat dan salam
C. Akhlaq pribadi
 Shidiq (jujur)
 Amanah
 Istiqamah
 Iffah (menjauhkan diri dari hal-hal tidak baik)
 Mujahadah (mencurahkan segala kemampuan)
 Syaja’ah (berani)
 Tawadhu’
 Malu
 Sabar
 Pemaaf
D. Akhlak dalam berkeluarga
 Birrul walidain
 Hak, kewajiban dan kasih sayang suami istri
 Kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap anak

7
 Silaturrahim dengan karib sahabat
E. Akhlak bermasyarakat
 Bertamu dan menerima tamu
 Hubungan baik dengan tetangga
 Hubungan baik dengan masyarakat
 Pergaulan muda mudi
 Ukhuwah islamiah
F. Akhlak bernegara
 Musyawarah
 Menegakkan keadilan
 Amar makruf nahi mungkar
 Hubungan pemimpin dan yang dipimpin

Kemudian ada dua jenis kategori akhlak dalam islam yaitu akhlaqul
mahmudah (akhlak terpuji) dan akhlaqul madzmumah (akhlak tercela).
a) Akhlak terpuji
Merupakan akhlak yang baik dan benar menurut syariat
Islam. Akhlak terpuji disebut juga akhlak mulia. Menurut Al-Mawardi
akhlak terpuji adalah perangai yang baik dan ucapan yang baik. Akhlak
terpuji dapat juga dikatakan sebagai sifat-sifat batiniyah dan perilaku
lahiriyah yang bersesuaian dengan norma atau ajaran islam. Akhlak mulia
secara lahiriyah merujuk pada perilaku terpuji yang tampak dalam diri
seseorang dan secara batiniyah berarti merujuk pada perilaku terpuji yang
tampak pada sifat-sifat dalam jiwa. Misalnya :
 Al amanah
 Al afwu (pemaaf)
 Al- haya’u (melakukan perbuatan tercela)
 Qana’ah
 Al-tawadlu

8
b) Akhlak tercela
Merupakan tingkah laku yang tercela dapat merusak
keimanan seseorang dan menjatuhkan martabatnya sebagai manusia.
Segala bentuk akhlak yang bertentangan dengan akhlak terpuji disebut
akhlak tercela. Al-Ghazali membagi tingkatan akhlak tercela menjadi
empat macam, yaitu:
1) Akhlak tercela yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang
mengendalikan nafsunya.
2) Akhlak tercela yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa
meninggalkannya, karena nafsunya telah menguasai dirinya.
3) Akhlak tercela yang dilakukan oleh seseorang karena pengertian baik
baginya telah menjadi kabur, sehingga perbuatan buruklah yang
dianggapnya baik.
4) Akhlak tercela atau perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap
masyarakat pada umumnya, di mana pada pelakunya tidak terdapat
sama sekali tanda-tanda kesadaran, kecuali kekhawatiran yang akan
menimbul kan pengorbanannya yang lebih besar lagi.
Menurut Al-Ghazali, tingkatan akhlak tercela pertama, kedua, dan ketiga
masih bisa diperbaiki (bisa dididik) menjadi baik, sedangkan yang
keempat tidak bisa dipulihkan sama sekali. Karena itu agama Islam
membolehkannya untuk memberikan hukuman mati bagi pelakunya, agar
tidak meresahkan masyarakat umum. Sebab kalau dibiarkan hidup, besar
kemungkinan dia akan melakukan lagi hal-hal yang mengorbankan orang
banyak. (Mahjudin, 2000: 41)

2.3. Perbedaan Konsepsi Akhlak, Moral & Etika


Pada satu sisi akhlak memang memiliki kesamaan dengan moral dan juga
etika dalam pembahasan mengenai baik dan buruknya perbuataan manusia,
namun pada sisi lain terdapat suatu perbedaan yang sangat mendasar yakni

9
pada tolak ukur atau acuan yang digunakan. Akhlak adalah daya kekuatan
jiwa yang mendorong perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa berpikir
dan direnungkan lagi. Moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan
batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk,
benar atau salah. Etika adalah studi yang sistematik mengenai sifat dasar dari
konsep-konsep nilai baik, buruk,harus, benar, salah, dan sebagainya.
1. Akhlak
Standar penentuan perbuatan baik dan buruk berdasar pada Al-Quran dan
As-Sunah
2. Moral
Moral merupakan suatu standar yang dianut, diyakini dan dijunjung tinggi
oleh individu maupun masyarakat. Moral dipandang sebagai suatu sistem
nilai yang menjadi dasar manusia untuk bertindak dan mendorong
manusia untuk melakukan tindakan yang baik sebagai kewajiban dan
norma agar diterima dalam suatu lingkungan masyarakat tersebut
3. Etika
Menjelaskan tentang kesopanan dan perilaku dan juga tidak tertulis, lebih
bersifat teoritis dan umum. Menggunakan tolak ukur berupa akal pikiran
manusia untuk menentukan baik buruknya perbuatan seseorang.

2.4. Sumber & Objek Akhlak dalam Islam


Yang dimaksud dengan sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran dari baik
dan buruknya suatu perbuatan. Sebagaimana keseluruhan ajaran agama Islam,
sumber akhlak adalah Al-Qur’an dan Sunnah, bukanlah akal pikiran atau
sekadar pandangan masyarakat sebagaimana konsep etika dan moral. Dalam
konsep akhlak segala perbuatan mulia atau tercela semata-mata karena Syara’
(Al-Qur’an dan Sunnah) menilainya demikian. Namun, meskipun demikian
Islam tidak pernah menafikkan peran hati nurani dan akal serta pandangan
manusia dalam penentuan baik dan buruknya suatu perbuatan.

10
Hati nurani memang dapat menjadi ukuran baik dan buruknya suatu perbuatan
karena manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid (QS.
Ar-Rum 30:30). Karena fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian dan
cenderung kepada kebenaran. Hati nurani selalu menginginkan untuk
melakukan kebenaran, ingin mengikuti ajaran-ajaran Tuhan karena kebenaran
itu tidak akan didapat kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenaran mutlak.
Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik
karena banyaknya faktor yang memengaruhinya, misal pengaruh pendidikan
dan lingkungan. Banyak manusia yang hati nuraninya tertutup sehingga tidak
dapat melihat kebenaran. Maka dari itu kita tidak bisa menyerahkan
sepenuhnya urusan penentuan baik dan buruknya perbuatan berdasar hati
nurani semata. Semua harus dikembalikan kepada Syara’. Semua keputusan
syara’ tidak akan bertentangan dengan hati nurani manusia karena kedua-
duanya berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT.
Demikian halnya dengan akal pikiran yang hanyalah merupakan suatu
kekuatan yang dimiliki manusia untuk dapat mencari kebaikan atau keburukan
menurut kemampuan pengatahuannya. Oleh karena itu keputusan yang
diberikan akal hanya bersifat spekulatif dan subjektif.
Lalu bagaimana dengan pandangan masyarakat? Sebenarnya pandangan
masyarakat dapat dijadikan suatu acuan, namun sifatnya sangat relatif
tergantung seberapa jauh kesucian hati nurani dan kebersihan pikiran dari
masyarakat itu sendiri.
Maka jelas dapat kita simpulkan bahwa ukuran yang pasti, objektif,
komprehensif dan universal untuk menjadi acuan dalam penentuan baik
buruknya suatu perbuatan hanyalah Syara’.
Sedangkan objek dari akhlak itu sendiri menurut Sidi Gazlaba dalam bukunya
dikatakan bahwa semua tindakan dalam kehidupan adalah objek dari akhlak
baik itu dalam hubungan dengan Allah SWT, dengan diri sendiri, dengan
manusia lain, ataupun dalam hubungan dengan alam. Tindakan dalam agama

11
mengandung nilai akhlak dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari
mengandung nilai akhlak, yaitu adalah semua tindakan yang dasar dan
disengaja.
2.5. Urgensi Akhlak
Dalam Islam akhlak memiliki kedudukan yang sangat istimewa dan penting
sebagaimana tercantum dalam uraian-uraian berikut.
a. Rasulullah menempatkan penyempurnaan akhlak yang mulia
sebagai misi pokok risalah islam.
Beliau bersabda :
َ ‫بُ ِعثْتُ ِِلُت َِم َم‬
ِ َ‫صا ِل َح ْاِل َ ْخال‬
‫ق‬
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia” (HR.Baihaqi)
b. Akhlak merupakan salah satu ajaran pokok agama islam
Rasulullah sendiri pernah mendefinisikan agama itu dengan akhlak
yang baik (husn al-khuluq). Diriwayatkan seorang laki-laki bertanya
kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, apakah agama itu? Beliau
menjawab : (Agama adalah) akhlak yang baik”
Pendefinisian agama (Islam) dengan akhlak yang baik itu sebanding
denga pendefinisian ibadah haji dengan wuquf di arafah. Rasulullah
saw bersabda, “Haji adalah Wuquf di Arafah”. Artinya tidak sah haji
seseorang tanpa Wuquf di Arafah dan begitu pula dengan Islam tanpa
akhlak yang baik.
c. Akhlak yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan
seseorang nanti pada hari kiamat
Rasulullah bersabda :

‫ان ِفي أَثقَل شَيء ِمن َما‬


ِ َ‫سن خلق ِمن ال ِق َيا َم ِة َيو َم المؤ ِم ِن ِميز‬
َ ‫َح‬

12
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat pada timbangan (kebajikan)
seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang mulia” (HR
At-Tirmidzi)

d. Akhlak adalah standar kebaikan seseorang


Sebagaimana dijelaskan oleh hadits Rasulullah :
‫سنَ ُك ْم أَ ْخالَق‬
َ ْ‫ار ُك ْم أَح‬
ِ َ‫إِ َّن ِم ْن ِخي‬
“Sesungguhnya orang yang terbaik diantara kalian adalah yang
paling baik akhlaknya” (HR. al-Tirmīdzī).
e. Akhlak adalah salah satu tanda kesempurnaan iman
Rasulullah bersabda:

‫سنهم ِإي َمانًا المؤ ِمنِينَ أَك َمل‬


َ ‫خلقًا أَح‬

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik


akhlaknya” (HR At-Tirmidzi no 1162)

f. Akhlak adalah amal shalih yang paling banyak menyebabkan


seseorang masuk ke dalam surga.

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

‫اس ْال َجنَّةَ فَقَا َل « تَ ْق َوى‬


َ َّ‫ َع ْن أ َ ْكث َ ِر َما يُد ِْخ ُل الن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬
َّ ‫سو ُل‬
ُ ‫س ِئ َل َر‬
ُ
» ‫ار فَقَا َل « ْالفَ ُم َو ْالفَ ْر ُج‬ َ َّ‫سئِ َل َع ْن أ َ ْكث َ ِر َما يُد ِْخ ُل الن‬
َ َّ‫اس الن‬ ِ ُ‫َّللاِ َو ُح ْسنُ ْال ُخل‬
ُ ‫ َو‬.» ‫ق‬ َّ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai perkara


yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau
menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” Beliau
ditanya pula mengenai perkara yang banyak memasukkan orang
dalam neraka, jawab beliau, “Perkara yang disebabkan karena mulut

13
dan kemaluan.” (HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246. Al
Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

a. Menjadi orang yang sangat dekat dan dicintai Rasulullah


Rasulullah bersabda :

‫سا ِمنِِّي َوأَق َر ِبكم ِإلَي أ َ َح ِبِّكم ِمن ِإن‬


ً ‫أَخ ََلقًا أ َ َحا ِسنَكم ال ِق َيا َم ِة َيو َم َمج ِل‬

“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan yang paling dekat
denganku tempatnya pada hari kiamat adalah yang terbaik akhlaknya
diantara kalian” (HR At-Tirmidzi)
b. Di dalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang memiliki
hubungan dengan akhlak
Misalnya :
 Sikap sabar (QS. Al Baqarah: 153)
 Sikap syukur (QS. Ibrahim: 7)
 Sikap amanah atau jujur (QS. Al Ahzab: 72)
 Merajut ukhuwah atau persaudaraan (QS. Al Hujurat: 10)
 Ta’awun atau saling tolong menolong (QS. Al Maidah: 2)
 Menepati janji (QS. At Taubah: 111).

2.6. Kriteria Manusia Berakhlak

Sebagai acuan utama dalam penentuan baik buruknya suatu perbuatan, di


dalam Al-Qur’an dan Sunnah sudah terdapat banyak anjuran-anjuran dan
larangan-larangan yang menjadi kriteria apakah seseorang itu dikatakan
berakhlak mulia atau tidak. Sikap dan perilaku akhlak Islami yang sempurna
itu harus berpegang pada tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.
Orang yang paling mengerti tentang pengamalan Al-Qur’an adalah nabi

14
sendiri. Rasulullah SAW adalah prototipe manusia yang berakhlak sempurna.
Allah SWT menyebutkan dalam QS. 68 ayat 4:
َ‫َع ِظيم خلق لَعَلَى َو ِإنك‬
"Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.“

Berdasarkan ayat tersebut, para sufi menyebut Nabi Muhammad sebagai al-
Insan al-Kamil, prototipe manusia sempurna sejak Nabi Adam AS, hingga
manusia akhir zaman. Kita sebagai umat Rasulullah wajib menjadikan beliau
sebagai uswatun hasanah (teladan yang baik) dalam segala segi kehidupan.
Sedangkan dalam kitab “Ihya ‘Ulumuddin” jilid 3 halaman 75 Imam Al-
Ghozali menerangkan bahwa ada 28 ciri-ciri orang yang berakhlak mulia,
yaitu:
1. Merasa malu melakukan perbuatan buruk
2. Tidak menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain
3. Selalu bersikap baik kepada orang lain
4. Berkata jujur
5. Tidak banyak bicara
6. Banyak berkarya
7. Sedikit melakukan kesalahan
8. Tidak banyak melakukan berlebih-lebihan, baik dalam perkatan
maupun perbuatan.
9. Berbuat kebajikan kepada sesama makhluk, khususnya manusia.
10. Menyambung tali silaturrahmi
11. Respek atau menghormati orang lain, baik yang masih muda maupun
yang sudah tua usianya.
12. Selalu bersyukur kepada Allah SWT.
13. Bersabar menghadapi segala cobaan hidup.
14. Ridho terhadap apa yang diberikan Allah SWT.
15. Berusaha tidak lekas marah terhadap orang lain (murah hati).

15
16. Welas asih kepada sesama makhluk, khususnya manusia.
17. Memelihara diri dari perbuatan maksiat.
18. Kasih sayang terhadap sesama makhluk.
19. Tidak sembarangan melaknat sesuatu atau orang lain kalau belum jelas
permasalahan dan hukumnya.
20. Tidak suka mencela orang lain.
21. Tidak suka mengadu domba kepada orang lain.
22. Tidak melakukan ghibah (mengumpat-ngumpat) orang lain.
23. Tidak tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu apapun.
24. Tidak kikir terhadap harta yang dimiliki demi untuk menolong
kesusahan orang lain.
25. Tidak berbuat dengki kepada orang lain.
26. Tidak berbuat hasud kepada orang lain.
27. Menampakkan wajah yang berseri-seri karena Allah dan benci karena
Allah.
28. Ridho dan benci karena Allah.

2.7. Hubungan Akhlak & Tasawuf


Istilah tasawuf berasal dari bahasa Arab dari kata ”tashowwafa–
yatashowwafu-tashowwuf” mengandung makna (menjadi) berbulu yang
banyak, yakni menjadi seorang sufi atau menyerupainya dengan ciri khas
pakaiannya terbuat dari bulu domba/wol (suuf). Walaupun pada praktiknya
tidak semua ahli sufi pakaiannya menggunakan wol. Menurut sebagian
pendapat menyatakan bahwa para sufi diberi nama sufi karena kesucian
(shafa) hati mereka dan kebersihan tindakan mereka. Di sisi yang lain
menyebutkan bahwa seseorang disebut sufi karena mereka berada dibaris
terdepan (shaff) di hadapan Allah, melalui pengangkatan keinginan mereka
kepada-Nya. Bahkan ada juga yang mengambil dari istilah ash-hab al-
Shuffah, yaitu para shahabat Nabi SAW yang tinggal di kamar/serambi-

16
serambi masjid (mereka meninggalkan dunia dan rumah mereka untuk
berkonsentrasi beribadah dan dekat dengan Rasulullah SAW). Pada intinya
tasawuf merupakan suatu usaha dan upaya dalam rangka menyucikan diri
(tazkiyatunnafs) dengan cara menjauhkan dari pengaruh kehidupan dunia
yang meyebabkan lalai dari Allah SWT untuk kemudian memusatkan
perhatiannya hanya ditujukan kepadaAllah SWT. Menurut Syaikh
Muhammad Amin al-Kurdi bahwa tasawuf adalah ilmu yang menerangkan
tentang keadaan-keadaan jiwa (nafs) yang dengannya diketahui hal-ihwal
kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari sifat-sifat yang
buruk dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji, cara melakukan suluk,
jalan menuju Allah, dan meninggalkan (larangan-larangan) Allah menuju
(perintah-perintah) Allah SWT. Tasawuf dan akhlak merupakan disiplin ilmu
dalam islam yang sangat erat sekali hubungannnya, dan tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain. karena ketika kita membicarakan
akhlak aspek tasawuf tidak bisa dilepaskan. Demikian sebaliknya jika tasawuf
dibahas maka akhlak Menjadi hal utama yang harus dibahas. Untuk
mengetahui seberapa pentingkah hubungan akhlak dengan tasawuf mungkin
kita dapat mengkaji pendapat-pendapat ulama sebagai berikut.
‫اِلخالق بداية االتصوف والتصوف نهاية اِلخالق‬
Artinya: “Akhlak adalah pangkal permulaan tasawuf sedangkan tasawuf batas
akhir dari akhlak.”
Begitu juga halnya yang dikemukakan oleh Al-kattany yang telah
dikemukakan oleh al-Ghazali yang meyatakan hubungan akhlak dan tasawuf
yang dinyatakan dalam perkataannya
‫التصوف خلق فمن زاد عليك في الخلق زاد عليك في التصوف‬
Artinya: “tasawuf itu adalah budi pekerti, barang siapa yang menyiapkan
bekal atasmu dalam budi pekerti, maka berarti ia menyiapkan bekal atas
dirimu dalam bertasawuf.”

17
Pengalaman tasawuf yang dilakukan telah memberikan kesan kepada kita,
bahwa tasawuf merupakan ajaran yang ruang lingkupnya berupa hubungan
transenden, yang berarti hubungan hamba dan Tuhannya, hal ini telah
diperkuat oleh pendapat Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi, yang
mengemukakan beberapa prinsip-prinsip ajaran tasawuf, sebagaimana yang
telah dikatakannya:
‫ تقوى هللا وتباع السنة واإلعراض والرضا والرجوع‬:‫أصول التصوف خمسة‬
Artinya : “Prinsip-prinsip tasawuf ada lima; yaitu taqwa kepada Allah
mengikuti sunnah, menahan diri, rela dan bertaubat.”
Dari kelima prinsip yang dikemukakan syekh Muhammad Amin Al-Kurdi
dapat diambil kesimpulan bahwa tasawuf berupa hubungan vertikal
(hubungan hamba dan Allah semata). Sementara akhlak lebih luas lagi yaitu
yang mencakup hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dan
sesama makhluk. Jadi akhlak dan tasawuf itu sangat berkaitan erat karena
akhlak yang mulia menjadi awal dari tasawuf dan tasawuf itu bisa terjadi
karena adanya akhlak yang mulia dengan sang Khalik maupun sesama
makhluk.

2.8. Indikator Manusia Berakhlak


Perbuatan manusia pada dasarnya dilakukan dengan kesadaran dan kehendak
untuk mencapai suatu tujuan dan atas tujuan tersebutlah perbuatan dapat
dinilai baik ataupun buruk. Untuk dapat menentukan perbuatan seseorang baik
atau buruk diperlukan suatu acuan pengukuran. Seperti yang dikemukakan Al-
Ghazali, berakhlak mulia berarti menghilangkan semua kebiasaan tercela yang
sudah dirincikan oleh agama Islam serta menjauhkan diri dari padanya.
Manusia berakhlak adalah manusia yang suci dan sehat hatinya,sedang
manusia tidak berakhlak (amoral) adalah manusia yang kotor dan sakit
hatinya. Namun sering kali manusia tidak sadar kalau hatinya sakit. Kalaupun
dia sadar tentang kesakitan hatinya, ia tidak berusaha untuk mengobatinya.

18
Padahal penyakit hati jauh lebih berbahaya ketimbang penyakit fisik.
Seseorang yang sakit secara fisik jika penyakitnya tidak dapat diobati dan
disembuhkan ujungnya hanya kematian. Kematian bukanlah akhir dari segala
persoalan melainkan pintu yang semua orang akan memasukinya. Tetapi
penyakit hati jika tidak disembuhkan maka akan berakhir dengan kecelakaan
di alam keabadian.
Indikator manusia berakhlak (husn al-khuluq), kata Al-Ghazali, adalah
tertanamnya iman dalam hatinya. Sebaliknya manusia yang tidak berakhlak
(su’u al-khuluq) adalah manusia yang ada nifaq di dalam hatinya. Nifaq
artinya sikap mendua dalam Tuhan. Tidak ada kesesuaian antara hati dan
perbuatan. Iman bagaikan akar dari sebuah tumbuhan. Sebuah pohon tidak
akan tumbuh pada akar yang rusak dan kropos. Sebaliknya sebuah pohon akan
baik tumbuhnya bahkan berbuah jika akarnya baik. Amal akan bermakna jika
berpangkal pada iman, tetapi amal tidak membawa makna apa-apa apabila
tidak berpangkal pada iman. Demikian juga amal tidak bermakna apabila amal
tersebut berpangkal pada kemunafikan. Hati orang beriman itu bersih, di
dalamnya ada pelita yang bersinar dan hati orang kafir itu hitam dan malah
terbalik.
Taat akan perintah Allah, juga tidak mengikuti keinginan syahwat dapat
mengkilaukan hati, sebaliknya melakukan dosa dan maksiat dapat
menghitamkan hati. Barang siapa melakukan dosa, hitamlah hatinya dan
barang siapa melakukan dosa tetapi menghapusnya dengan kebaikan, tidak
akan gelaplah hatinya hanya cahaya itu berkurang.

19
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Rasulullah Saw diutus ke dunia ini dengan misi utama untuk
menyempurnakan akhak manusia. Hal inilah yang membuat kita sebagai umat
muslim harus menyadari betapa pentingnya akhlak mulia itu. Baik akhlak
mulia secara horizontal atau yang berhubungan dengan sesama manusia dan
sesama ciptaan Allah maupun akhlak mulia secara vertikal yang mengatur
hubungan antara hamba dengan Allah SWT. Akhlak juga merupakan salah
satu ajaran pokok dalam agama islam yang berarti kita sebagai muslim
haruslah memiliki akhlak terpuji sebagaimana yang sudah termuat secara
teoritis dan praktikal di Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai acuan utama kita
dalam bertindak di kehidupan sehari-hari.
Selain itu kita juga harus menerapkan akhlak kita terhadap sesama manusia
dan juga kepada lingkungan di sekitar kita. Sehingga apabila kita menerapkan
akhlak baik terhadap sesama manusia dan lingkungan sekitar maka insyaAllah
dalam kehidupan kita di manapun akan menjadi damai, tentram, dan aman
karena kita dapat menjadi manusia yang berbudi pekerti dan berakhlak mulia
sekaligus memenuhi fitrahnya manusia.

3.2. Saran
Kritik dan saran sangat di perlukan bagi kami guna agar tercipta laporan dan
penyampaian materi yang lebih baik lagi . Mungkin dari sebagian pembaca
mempunyai argumen atau pendapat lain bisa di sampaikan langsung ke
penulis. Karena bagaimanapun manusia itu pasti mempunyai kesalahan karena
manusia itu tak jauh dari luput dan salah .

20
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Noor Salimi. (1991). Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam.
Jakarta: Bumi Aksara, hal. 199

Aminuddin, dkk. (2006). Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan


Agama Islam. Jakarta : Graha Ilmu

Azra, Azyunardi.2002. Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi
Umum. Jakarta : Direktur Perguruan Tinggi Agama Islam.

Badrudin. (2015). Akhlak Tasawuf. Serang : IAIB Press, hal.9

Lilik Eko Retno Rahayu. (2018). Pesan Akhlak Drama Serial Animasi “Keluarga
Somat” Di Indosiar (Episode Tetangga Baru) [SKRIPSI]. Semarang (ID): Fakultas
Dakwa dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Semarang

Maulida, A. (2013). Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam : Konsep dan Desain
Pendidikan Akhlak dalam Islamisasi Pribadi dan Masyarakat.

Nata,Abuddin. (2015). Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta : Rajawali Press
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa. (2005). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, hal. 19.

Ilyas, Yunahar . (2006). Kuliah Akhlaq. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

21

Anda mungkin juga menyukai