Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Bencana merupakan peristiwa yang biasanya mendadak (bias perlahan) disertai

jatuhnya banyak korban dan bila tidak ditangani dengan tepat akan menghambat,

mengganggu, dan merugikan masyarakat, pelaksanaan dan hasil pembangunan.

Indonesia merupakan negara yang sangat rawan akan bencana. Untuk mencegah

terjadinya akibat dari bencana, khususnya untuk mengurangi dan menyelamatkan

korban bencana, diperlukan suatu cara penanganan yang jelas (efektif, efisien, dan

terstruktur) untuk mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dan

penanggulangan bencana. (Tahir, 2010).

Bencana dapat terjadi dimanasaja tanpa bias kita prediksi, namun kita antisipasi

sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia.Bencana pada dasarnya terjadi

karena bencana alam dan ulah manusia. Salah satu bencana yang kita angkat dalam

pembahasan ini yaitu bahaya kebakaran, karena kebakaran sangat berbahaya dan

dapat menimbulkan kerugian baik materill dan nyawa manusia dengan hitungan

waktu jika tidak ditangani secara serius.Akibatnya pun juga beragam dari akibat

kehilangan lapangan pekerjaan hingga kehilangan nyawa seseorang akibat kebakaran

itu karena tempat mereka mencari kerja sudah terbakar.

Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina)

merupakan industri pengelola minyak dan gas bumi di Indonesia. Proses pengolahan

atau pengilangan minyakbumi seperti kilang minyak di PT PERTAMINA (Persero)

RU IV Cilacap dengan kapasitas produksi untuk mengolah minyak mentah sebesar

1
348.000 barrel/hari (terbesar diantara semua Unit Refinery PT PERTAMINA

(Persero)) adalah pemisahan minyak atas fraksi-fraksinya berdasarkan titik didih

komponen -komponen yang ada dalam minyak bumi sehingga akan didapat Bahan

Bakar Minyak (BBM) dan Non BBM yang siap pakai.

Dengan berdirinya PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap

menimbulkan dampak positip dan negatif, adapun salah satu dampak positif yang

dapat dirasakan adalah dapat meningkatkan perekonomian daerah dan Nasional,

sedangkan dampak negatifnya adalah apabila dalam proses produksinya tidak efektif

dan efisien akan dapat menimbulkan bahaya terhadap K3, Kebakaran, Peledakan dan

pencemaran lingkungan.

Mengingat potensi bahaya kebakaran dan peledakan dalam proses produksi

Migas yang selalu mengintai kapan peluang itu ada. Oleh sebab itu upaya pencegahan

dan penanggulangan bahaya kebakaran haruslah menjadi program dalam

kebijaksanaan manajemen perusahaan dan juga harus didukung oleh segenap pekerja.

Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja telah

mengantisipasi dalam hal mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran,

member jalan penyelamatan, penyelenggaraan latihan penanggulangan kebakaran

yang wajib diterapkan di setiap tempat kerja sejak dari perencanaan serta dan sangsi

hukuman terhadap pelanggaran.

Untuk mengantisipasi terhadap potensi bahaya tersebut, maka bidang HSE

mempunyai peranan penting dalam usaha pencegahan dan penanggulangan terjadinya

2
bahaya peledakan dan kebakaran dengan cara menyediakan alat, sarana dan fasilitas

penanggulangan kebakaran, keselamatan kerja dan pencegahan pencemaran

lingkungan yang memadai disamping fasilitas peralatan operasional utama. Apabila

terjadi keadaan darurat akan cepat teratasi dengan alat, sarana maupun fasilitas yang

memadai serta sumber daya manusia yang terlatih untuk mencegah dan

mengantisipasi bahaya-bahaya kebakaran dan peledakan yang diakibatkan oleh

kegagalan proses produksi.

1.2 Tujuan Kegiatan

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui penanganan penanggulangan sistem tanggap darurat

kebakaran di Area kilang PT Pertamina Refenery Unit IV Cilacap

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kebijakan/prosedur evakuasi dan tanggap darurat

kebakaran yang ditetapkan di Pertamina Refenery Unit IV Cilacap

2. Untuk mengetahui sarana dan fasilitas penunjang keadaan darurat

3. Mengetahui sarana penyelamatan jiwa/evakuasi tanggap darurat

kebakaran di PT Pertamina Refenery Unit IV Cilacap

4. Mengetahui pelaksanaan evakuasi tanggap darurat kebakaran yang terdiri dari

pelatihan kebakaran, evakuasi dan evaluasi di Pertamina Refenery Unit IV

Cilacap.

3
1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi PT Pertamina Refinery Unit IV Cilacap

a. Menjadi bahan masukan yang bermanfaat khususnya dalarn upaya

penanganan evakuasi tanggap darurat saat terjadi keadaan darurat kebakaran.

b. Menciptakan kerjasama yang baik antara PT Pertamina Refinery Unit IV

Cilacap dengan Program Studi Kesehatan Masyarakat FIKES Universitas

Esa Unggul Jakarta.

1.3.2 Bagi FIKES Universitas Esa Unggul

a. Sebagai sarana pemantapan keifmuan bagi mahasiswa dengan

mempraktekkan ilmu yang didapat di dunia kerja.

b. Hasil dari magang diharapkan dapat berguna bagi kalangan akademis

sebagai informasi terhadap penelitian selanjutnya.

c. Sebagai sarana untuk membina kerja sama dengan institusi lain dibidang

K3.

d. Menambah bahan referensi FIKES, sehingga diharapkan dapat

bermanfaat bagi para pembaca, khususnya yang berhubungan dengan upaya

keselamatan dan kesehatan kerja.

e. Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

mahasiswa, sehingga diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia

potensial yang diperlukan dalam pembangunan kesehatan masyarakat.

4
1.3.3 Bagi Mahasiswa

a. Menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dalam hal yang

berhubungan dengan program keselamatan dan kesehatan kerja khususnya

dalam Penanganan penanggulangan Kebakaran di PT Pertamina Refinery

Unit IV Cilacap.

b. Dapat menerapkan keilmuan K3 yang diperoleh di bangku kuliah dalam

praktek pada kondisi kerja yang sebenarnya

5
BAB II
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

2.1 Kerangka Teori


2.1.1 Pengertian Kebakaran
Menurut Soehatma Ramli pada tahun 2010, "kebakaran adalah api yang
tidak terkendali artinya diluar kemampuan dan keinginan manusia".
National Fire Protection Associationmenyebutkan bahwa:

Kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi dimana bertemu tiga unsur


kebakaran yaitu bahan yang bisa terbakar, oksigen yang terdapat di dalam udara
dan panas yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera
bahkan kematian. Dalam api kebakaran terjadi disebabkan karena bertemunya
unsur-unsur kebakaran pada suatu tempat (NFPA, 1986). Sedangkan menurut
Standar Nasional Indonesia nomor 03-3985-2000,
Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan
mencapai temperatur kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen (sebagai
contoh) yang menghasilkan panas, nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon
monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek lainnya (Badan Standard
Nasional,2000).

Sedangkan menurut Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional,


"kebakaran adalah bencana api yang tidak dikehendaki yang dapat
menimbulkan kerugian.

1. Teori Segitiga Api


Didalam peristiwa terjadinya api/kebakaran terdapat tiga elemen memengang
peran penting yaitu adanya bahan bakar, zat pengoksidasi/oksigen dan suatu
sumber nyala/panas.Kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang

6
berlangsung dengan cepat cepat dari suatu bahan yang disertai dengan timbulnya
api/penyalaan.Bahan bakar dapat berupa bahan padat, cair dan uap/gas.

Peristiwa kebakaran dapat terjadi dalam phase gas, cair dan padai. Pada balian
bakar yang menyala, sebenarnya bukan unsur itu sendiri yang terbakar, melainkan
gas/uap yang dikeluarkannya. Kebakaran dapat terjadi jika ketiga unsur api
tersebut saling bereaksi satu dengan lainnya. Tampa adanya salah satu unsur
tersebut, api tidak dapat terjadi (Ramli,2010).

Gambar 2.1 segitiga api

2. Teori Bidang Empat Api


Studi lanjut mengenai fisika dan kimia menyatakan bahwa peristiwa
pembakaran mempunyai tambahan lagi pengertian dimensi pada segitiga api,
menjadi teori model baru yang disebut Bidang Empat (Fire Tertrahedron).
Teori ini didasarkan bahwa dalam panas pembakaran yang normal (imbul
nyala), reaksi kimia yang terjadi menghasilkan berberapa zat hasil pembakaran
yaitu CO,CO2, SO2, asap dan gas. Hasil yang lain dari reaksi ini adalah adanya
radikal-radikalbebas dari atom oksigen dan hidrogen dalam bentuk hidroksil (OH).
Bila ada dua gugus OH , mungkin pecah menjadi H2O dan radikal bebas O
(Reaksi 20H). Radikal ini selanjutnya akan berfungsi lagi sebagai umpan pada
proses pembakaran sehingga disebut reaksi pembakaran berantai (Chain Reaction
of Combustion). Dari reaksi kimia selama proses pembakaran berlangsung ini
memberikan kepercayaan kepada hipotesa baru dari prinsip segitiga api ke bentuk

7
bidang empat api, dimana sisi yang keempat sebagai sisi dasar yaitu rantai reaksi
pembakaran

2.1.2 SEBAB-SEBAB TERJADINYA KEBAKARAN

Pada umumnya penyebab kebakaran dan peledakan pada 3 (tiga) faktor yaitu :

1. Faktor Manusia : pekerja, pengelola

2. Faktor Teknis

3. Faktor Alam

1. Manusia sebagai faktor penyebab kebakaran dan peledakan antara lain :

1.1. Pekerja

- Tidak mau tahu atau kurang mengetahui prinsip dasar pencegahan


kebakaran dan peledakan

- Menempatkan barang atau menyusun barang yang mudah terbakar


tanpa menghiraukan norma-norma pencegahan kebakaran dan
peledakan

- Pemakaian tenaga listrik yang berlebihan, melebihi kapasitas yang


telah ditentukan

- Kurang memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin

- Adanya unsur-unsur kesengajaan

1.2. Pengelola

- Sikap pengelola yang tidak memperhatikan keselamatan kerja

- Kurangnya pengawasan terhadap kegiatan pekerja

- Sistim dan prosedur kerja tidak diterapkan dengan baik, terutama


dalam bidang kegiatan penentuan bahaya, penerangan bahaya dan
lain-lain.

8
- Tidak adanya standard / kode yang dapat diandalkan atau
penerapan tidak tegas, terutama yang menyangkut bagian kritis
dari peralatan.

- Sistim penanggulangan bahaya kebakaran baik sistim tekanan


udara dan instalasi pemadam kebakaran tidak diawasi secara baik.

2. Faktor teknis sebagai penyebab kebakaran dan peledakan

- Melalui proses fisik / mekanis dimana 2 (dua) faktor penting yang


menjadi peranan dalam proses ini ialah timbulnya panas akibat
kenaikan suhu atau timbulnya bunga api akibat dari pengetesan benda-
benda, maupun adanya api terbuka.

- Melalui proses kimia yaitu terjadi sewaktu-waktu pengangkutan


bahan-bahan kimia berbahaya, penyimpanan dan penanganan
(handling) tanpa memperhatikan petunjuk-pentunjuk yang ada.

- Melalui tenaga listrik, pada umumnya terjadi karena hubungan pendek


sehingga menimbulkan panas atau bunga api dan dapat menyalakan
atau membakar komponen yang lain.

3. Faktor alam sebagai penyebab kebakaran dan peledakan

- Petir adalah salah satu penyebab adanya kebakaran dan peledakan


akibat dari faktor alam.

- Gunung meletus, bisa menyebabkan hutan yang luas, juga perumahan-


perumahan yang dilalui oleh lahar panas.

- Dan lain-lain

9
2.1.3 Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran adalah pengelompokan atau pembagian jenis- jenis
kebakaran berdasarkan jenis bahan bakarnya. Tujuannya adalah untuk menentukan
cara dan media pemadaman yang tepat dalam pemadaman kebakaran. National Fire
Protection Association (NFPA) mengklasifikasikan kebakaran sebagai berikut :

1. Kebakaran Kelas A
Kebakaran kelas A adalah kebakaran yang terjadi pada benda padat selain
logam dan tidak dapat terbakar dengan sendirinya. Kebakaran ketas A ini adalah
akibat panas yang datang dari luai, molekul- molekul benda padat terurai dan
membentuk gas, kemudian gas inilah yang terbakar. Sifat utama dari kebakaran
kelas A adalah bahan bakarnya tidak mengalir dan sanggup menyimpan panas
yang banyak dalam bentuk bara. Contoh dari kebakaran kelas A adalah:
terbakarnya kayu, kertas, batu bara dan plastik. Pertumbuhan dan perkembangan
api pada kebakaran kelas ini biasanya lambat, dan karena bahan - bahan yang
terbakar bersifat padatan maka proses pemadamannya pun lebih mudah
dibandingkan dengan kebakaran pada benda cair dan gas. Media pemadam yang
sering digunakan dan terbukti efektif untuk kebakaran kelas ini adalah air.Prinsip
pemadamannya adalah dengan pendiginan atau penurunan temperatur sehingga
unsur panas dapat dihilangkan.

2. Kebakaran Kelas B
Kebakaran yang terjadi dengan melibatkan bahan bakar cair dan gas seperti
minyak, bahan kimia, gas - gas hidrokarbon, dan lain - lain. Secara lebih spesifik
kebakaran kelas ini dibagi menjadi:
A. Kelas B1 (bahan bakar larut dalam air)
Misalnya Methanol dan aseton. Pemadaman dapat dilakukan
denganmedia pemadaman air, foam, halon, CO2 dan bubuk kering
(drychemical),

10
B. Kelas B2 (bahan bakar tidak larut dalam air)
Misalnya bensin, minyak, lemak dan lilin. Pemadaman dapat dilakukan
dengan media foam, halon, CO2 dan bubuk kering (dry chemical).
3. Kebakaran Kelas C
Kebakaran yang terjadi dengan melibatkan arus listrik, misalnya kebakaran
yang terjadi pada panel listrik.Media pemadaman yang digunakan adalah CO2 dan
halon.
4. Kebakaran Kelas D
Kebakaran yang terjadi pada logam , misalnya magnesium, titanium,
aluminium, uranium, sodium, lithium, potasium, zircocum. Media pemadam yang
dipergunakan adalah bubuk kering seperti bubuk grafit, bubuk talcum, debu soda
dan pasir kering. Semua jenis pemadam tersebut bekerja dengan menyelimuti api
dan menghalanginya kontak dengan oksigen.

2.1.4 Bahaya Bahaya Kebakaran


Kebakaran yang terjadi sering mengakibatkan kecelakaan yang
berkelanjutan , hal ini disebabkan pada peristiwa kebakaran yang dihasilkan
yaitu: panas (radiasi panas), asap, ledakan dan gas . Bahaya-bahaya tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Bahaya Radiasi Panas
Pada saat terjadi kebakaran, panas yang ditimbulkan merambat dengan
cara radiasi, sehingga benda - benda di sekelilingnya menjadi panas.
Akibatnya benda-benda tersebut akan menyala jika titik nyalanya
terlampaui. Selain pada benda akibat paparan panas yang tinggi
mengakibatkan manusia menderita kehabisan tenaga, kehilangan cairan
tubuh, terbakar atau luka bakar pada pernafasan dan mematikan
jantung.Pada temperatur 300 OF (148,90C) dikatakan sebagai temperatur
tertinggi dimana manusia dapat bertahan (bernafas) hanya dalam waktu yang
singkat.

11
2. Bahaya Asap
Asap yang ditimbulkan pada saat terjadi kebakaran berasal dari proses
pembakaran yang tidak sempurna dari bahan - bahan yang mengandung
unsur karbon. Oleh efek pemanasan menyebabkan asap naik dan membentuk
seperti gumpalan awan kemudian berpencar secara horisontal dan ke bawah
mengisi seluruh ruangan. Ketebalan asap tergantung dari jenis bahan yang
terbakar dan temperatur kebakaran tersebut.
3. Bahaya Ledakan
Bahaya ledakan dapat terjadi pada saat kebakaran.Jika diantara bahan-
bahan yang terbakar terdapat bahan yang mudah meledak, misalnya terdapat
tabung - tabling gas bertekanan, maka dapat terjadi ledakan.
4. Bahaya Gas
Pada peristiwa kebakaran banyak gas - gas yang dihasilkan yang berasal
dari bahan - bahan yang terbakar (terutama bahan - bahan kimia). Gas - gas
tersebut dapat menyebabkan iritasi, sesak napas, bahkan bersifat racun yang
mematikan. Gas beracun yang biasanya dihasilkan oleh proses kebakaran
yaitu HCN, NO2, HCL, dan lain -lain. Gas beracun tersebut dapat meracuni
paru - paru danmenyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan mata.
Sedangkan gas lain seperti CO2 dan H2S dapat mengurangi kadar oksigen
diudara.
Pada keadaan normal kadar oksigen di udara sekitar 21 % dan akan
berkurang pada saat terjadi kebakaran karena oksigen juga digunakan untuk
proses pembakaran. Jika kadar oksigen diudara kurang dari 16 %, manusia
akan lemas dan tidak dapat mengenali bahaya yang ada di sekitarnya.
Sedangkan pada kadar 12 % manusia tidak akan bertahan hidup. (Colling,
1990).

12
2.1.5 Sistem Tanggap Darurat

2.1.5.1 Pengertian Tanggap Darurat


Menurut KEPMEN PU No.lO/KPTS/2000,Sistem tanggap darurat adalah
salah satu kombinasi dari metode yang digunakan pada bangunan untuk
memperingati orang terhadap keadaan darurat, penyediaan tempat penyelamatan,
membatasi penyebaran kebakaran, pemadaman kebakaran. Tanggap darurat bencana
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan
dasar,perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan serta pemulihan prasarana
dan sarana. (UU No.24 Tahun 2007 Tentang penanggulangan bencana)
Sedangkan menurut WHO dalam Risk Reduction and Emrgency Preparedness
(2007), yang dimaksud dengan kesiapsiagaan daiarat adalahsebuah program kegiatan
jangka panjang yang tujuannya adalah untuk memperkuat keseluruhan aktifitas dan
kemampuan suatu negara atau komunitas untuk mengelola secara efesien semua jenis
keadaan darurat dan membawa transisi teratur dari bantuan melalui pemulihan, dan
kembali ke pembangunan yang berkelanjutan.

Hal ini membutuhkan rencana keadaan damrat dikembangkan, personil pada


semua tingkat dan di semua sektor dilatih, dan komunitas yang menghadapi risiko di
didik, dan bahwa tindakan tersebut akan dipantau dan dievaluasi teratur.
Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum untuk mengetahui tingkat
keandalan bangunan terbuka /tertutup terhadap bahaya kebakaran harus dilakukan
pemeriksaan yang dilakukan pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga ahli yang
sesuai bidangnya dan hasilnya disahkan oleh instansi yang berwenang.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:


1. Kelengkapan tapak
2. Sarana penyelamatan

13
3. Sisiem proteksi aktif
4. Sistem proteksi pasif
Sedangkan dalam KEPMEN PU No. 10 Tahun 2000 pengaman bahaya
kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi:
1. Perencanaan tapak untuk proteksi kebakaran
2. Sarana penyelamatan
3. Sistem proteksi aktif
4. Sistem proteksi pasif

Untuk melakukan audit sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran,


Indonesia telah membuat peraturan-peraturan yang terkait yang dijadikan standar
acuan. Namun kesemua standard-standard tersebut mengacu pada standar
internasional yang dikeluarkan oleh NFPA (National Fire Protection
Association)diantaranya NFPA 10 tentang Standard For Portable Fire Checklish,
NFPA 13 tentang Standard For Installation Of Sprinkler Checklist,NFPA 14
Standard Installation of Standpipe and Hose system checklish,NFPA 72 tentang
Nation Fire Alarm Code Checklish, NFPA 101 tentangLife Safety Code Checklist.

2.1.5.2 Manajemen Tanggap Darurat


Berdasarkan KEPMEN PU No.ll/KPTS/2000, bangunan yang memiliki luas
bangunan minimal 5000 m2 atau dengan beban hunian 500 orang, atau dengan luas
area/site minimal 5000 m2 atau terdapat bahan berbahaya yang mudah terbakar
diwajibkan menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran (MPK).Besar
kecilnya organisasi MPK ditentukan oleh risiko bangunan terhadap bahaya
kebakaran.
Dalam The Facility Manager's Emergency Preparedness Hand book (2003)
yang menyebutkan bahwa manajer hams bertanggung jawab untuk menyakinkan
bahwa organisasi memiliki rencana kebakaran, tenaga kerja yang terlatih untuk
menanggapi keadaan darurat kebakaran dan tempat berlindung yang memadai dari
kebakaran untuk melindungi pekerja dan properti.

14
2.1.5.3 Keadaan Darurat
Keadaan Darurat ialah keadaan sulit yang tidak diduga (terduga) yang
memerlukan penanganan segera agar (supaya) tidak terjadi kecelakaan (fatal).
Keadaan Darurat adalah suatu keadaan tidak normal meliputi
kebakaran,tumpahan minyak,bocoran gas,kegagalan tenaga atau bahaya-bahaya yang
dapat mengancam keselamatan operasio kilang,asset perusahaan,jiwa manusia dan
lingkungan sekitarnya dimana sumber daya dan management yang ada di RU IV
masih mampu menanggulanginya berdasarkan protap keadaan darurat yang ada.(buku
pedoman penanggulangan keadaan darurat)
Untuk menilai atau menentukan status kondisi darurat, diperlukan kategori atau
level keadaan darurat, dimana kondisi darurat diawali dari adanya indikasi keadaan
darurat sampai dinyatakan keadaan normal. Keadaan darurat dapat dibagi dalam 3
(tiga) kategori :

1. Keadaan Darurat Tingkat I (Level I)


Keadaan darurat tingkat I (Level I) adalah keadaan darurat yang berpotensi
mengancam nyawa manusia dan harta benda (aset), yang secara normal dapat diatasi
oleh personil yang ada di tempat tersebut dengan menggunakan prosedur yang telah
dipersiapkan. Keadaan darurat kategori ini mempunyai satu atau lebih karakter
sebagai berikut:

• Kecelakaan skala kecil atas suatu daerah tunggal atau satu sumber saja.
• Kerusakan asset atau luka korbannya terbatas.
• Karyawan yang bertugas dengan alat yang tersedia dibantu regu tanggap darurat
lantai/zona sudah cukup untuk menanggulanginya.

2. Keadaan Darurat Tingkat II (Level II)


Keadaan darurat tingkat II (Level II) adalah keadaan darurat dimana semua
timtanggap darurat yang bertugas dibantu dengan peralatan dan material yang

15
tersedia di gedung perkantoran/rumah sakit, tidak lagi mampu mengendalikan
keadaan darurat tersebut, seperti kebakaran besar, ledakan dan lain-lain, yang
mengancam nyawa manusia/lingkungannya dan properti dengan dampak bahaya atas
karyawan/daerah sekitarnya. Bantuan tambahan yang diperlukan masih berasal
pemerintah daerah setempat.Keadaan darurat kategori ini adalah suatu
kecelakaan/bencana besar yang rnempunyai konsekuensi antara lain sebagai berikut:
• Terjadi beberapa korban manusia.
• Meliputi beberapa unit atau beberapa peralatan besar yang dapat
melumpuhkan kegiatan.
• Dapat merusak harta benda pihak lain di daerah setempat.
• Tidak dapat dikendalikan oleh tim tanggap darurat gedung perkantoran,dan
harus minta bantuan pihak luar.

3. Keadaan Darurat Tingkat HI (Level III)


Keadaan darurat tingkat III (Level III) ialah keadaan darurat berupa
malapetaka/bencana dahsyat dengan akibat lebih besar dibandingkan dengan Level II
dan memerlukan bantuan, koordinasi pada tingkat nasional. Dalam kaitan dengan
kesiapsiagaan tanggap darurat untuk gedung perkantoran, kondisi darurat yang
mungkin terjadi adalah sampai level II.

Tujuan dan makna kesiagaan dan tanggap darurat adalah untuk memastikan
bahwa organisasi dapat melakukan tindakan yang efektif dalam situasi darurat,dan
meminimisasi dampak lingkungan yang ditimbulkan saat dan setelah keadaan darurat
tersebut terjadi.
Sebaik apapun kesiagaan organisasi, selalu saja ada suatu kejadian yang
berada di luar pengendalian, seperti bencana alam atau sabotase.Oleh karena itu
dibutuhkan suatu penilaian sistematik terhadap resiko dari semua potensi keadaan
darurat yang mungkin terjadi, dan menyusun rencana kesiagaan dan tanggap darurat
untuk memastikan bahwa organisasi memiliki kesiagaan yang memadai dalam
menghadapi suatu insiden atau keadaan yang tidak diharapkan.Kesiagaan dan

16
tindakan yang efektif dapat mengurangi kecelakaan, mencegah atau mengurangi
dampak lingkungan, melindungi karyawan dan masyarakat, mengurangi hilangnya
aset, dan mengurangi waktu henti produksi.
Program kesiagaan dan tanggap darurat yang efektif sebaiknya mencakup:
1. Penilaian potensi kecelakaan dan keadaan darurat;
2. Pencegahan insiden dan dampak lingkungan yang ditimbulkannya;
3. Prosedur / rencana mengatasi insiden;
4. Pengujian periodik prosedur/rencana kedaruratan; dan
5. Mengatasi dampak yang berkaitan dengan insiden.

Cara terbaik menghindari keadaan darurat adalah dengan meminimisasi


peluang terjadinya kejadian abnormal yang berdampak ekstrim, disamping
menyediakan sumberdaya yang memadai untuk mengatasinya.Organisasi sebaiknya
memiliki rencana dan prosedur untuk mencegah dan melakukan tindakan dalam
keadaan darurat. Prosedur operasi tersebut sebaiknya mempertimbangkan:
a. lepasnya emisi udara ke atmosfir,
b. buangan limbah ke tanah dan air,
c. dampak terhadap lingkungan dan ekosistem akibat keadaan darurat.

Rencana keadaan darurat sebaiknya memuat hal-hal berikut ini:


1. Jasa dan personil yang bertanggungjawab untuk setiap kejadian;
2. Tindakan aksi untuk keadaan darurat yang berbeda-beda;
3. Data dan informasi tentang bahan-bahan berbahaya;
4. Langkah yang harus dilakukan bila terjadi kecelakaan;
5. Rencana pelatihan darurat dan uji coba (drill test).

Rencana dan prosedur kesiagaan dan tanggap darurat harus dievaluasi dan
diuji-coba secara periodik untuk menilai kelengkapan, kesesuaian, dan
keakuratanterhadap keadaan sebenarnya.Rencana dan prosedur kesiagaan dan

17
tanggap darurat harus direvisi bilamana diperlukan sesuai hasil uji-coba
yang dilaksanakan.

Waktu merupakan hal yang sangat penting dalam keadaan darurat.


Semakin cepat reaksi/tanggapan, maka semakin besar kesempatan untuk
memperbaiki danmenghindari potensi kerusakan. Ada tiga komponen utama yang
meaentukantanggap darurat dapat dilaksanakan dengan cepat, yaitu:

1. Alokasi sumber daya yang diperlukan pada tempat dan waktu yang tepat;
2. Melaksanakan sistem pemantauan efektif yang memberikan peringatan dini bila
terjadi suatu kejadian darurat;
3. Melaksanakan uji coba keadaan darurat secara realistik, artinya uji coba
dilaksanakan tanpa pemberitahuan.
Organisasi harus memastikan personil yang bertanggungjawab dalam
pencegahan, pengendalian, dan penanganan keadaan darurat memiliki pengetahuan
dan kompetensi dalam bersiaga dan bertindak.Untuk itu, organisasi sebaiknya
memberikan pelatihan kepada personil yang mendapatkan tanggungjawab
tersebut.Sangat penting organisasi melaksanakan kaji ulang kinerja tanggap darurat
setelah terjadi suatu insiden. Gunakan pengkajian ini untuk menetapkan apakan
dibutuhkan pelatihan tambahan, atau apakah prosedur/rencana kedaruratan hams
direvisi.
Situasi Darurat ialah Situasi yang lain dari situasi normal yang mempunyai
kecenderungan atau potensi membahayakan, baik bagi keselamatan manusia, harta
benda maupun lingkungan. Kecelakaan pada pekerja dapat terjadi setiap saat dalam
lingkungan kerja, Untuk melindungi para pekerja dan mencegah resiko dalam suatu
aktifitas kerja, setiap pihak harus memperhatikan ketentuan yang telah ditentukan
terutama yang menyangkut kesehatan dan keselamatan kerja, baik dalam situasi
normal maupun darurat.
Situasi darurat merupakan suatu keadaan, kondisi atau kejadian yang tidak
normal dimana keadaan ini terjadi secara tiba-tiba.Situasi ini dapat pula menimbulkan

18
dampak negative pada lingkungan sekitarnya, mengganggu kegiatan yang ada,
organisasi serta komunitas yang sedang beraktivitas saat itu, maka dari itu situasi ini
harus segera dilakukan penanggulangan.Situasi darurat dapat berubah menjadi
bencana (disaster) yang mengakibatkan banyak korban atau kerusakan.

2.1.5.4 Prosedur Situasi Darurat


Prosedur situasi darurat adalah tata cara/pedoman kerja dalam
menanggulangi suatu keadaan darurat dengan memanfatkan sumber daya dan sarana
yang tersedia untuk menanggulangi akibat dan situasi yang tidak normal dengan
tujuan mencegah atau mengurangi kerugian yang lebih besar.Dalam NFPA 101
sendiri, prosedur tanggap darurat merupakan cakupan dari rencana tanggap darurat
yang harus ada.Di dalam prosedur tersebut haruslah terdapat koordinasi dengan pihak
pemadam kebakaran setempat.Di samping itu terdapat juga pemeriksaan dan
pemeliharaan sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang terjadwal
secara rutin.Fasilitas manager harus berkoordinasi dengan instansi yang mendukung
dari luar sebelum terjadi keadaan darurat. Koordinasi awal ini akan meminimalkan
kebingungan dan kekacauan selarna situasi darurat dan mengembangkan hubungan
dengan badan-badan yang memberikan dukungan.

2.1.6 Sistem Proteksi Kebakaran


Sistem proteksi kebakaran yang baik pada sebuah bangunan, seharusnya
meliputi sarana proteks aktif dan sarana proteksi pasif.

2.1.6.1 Saran Proteksi Aktif


Menurut KEPMEN PU No.lO/KPTS/2000, sarana proteksi kebakaran aktif
adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan
mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual,
digunakan oleh penghuni atau petugas kebakaran dalam melakukan operasi
pemadaman. Adapun yang termasuk dalam sistem kebakaran aktif adalah APAR,
detektor kebakaran, alarm,springkler,hidran.

19
1. Sistem Deteksi dan Tanda Bahaya
Secara operasional peralatan deteksi dan tanda bahaya kebakaran bertujuan untuk
memberikan tanda bagi penghuni gedung atau instalasi/pabrik bahwa telah terjadi
kebakaran.Peralatan/system ini terdari dari dua jenis yaitu otomatis dan manual.

1) Tanda Bahaya Secara Otomatis


Prinsip kerja dari peralatan ini yaitu jika terjadi kebakaran maka sensor yang terdapat
pada peralatan akan mengaktifkan secara otomatis tanda bahaya berupa suara yang
dapat menarik perhatian penghuni gedung atau instalasi lainnya.Peralatan ini terdiri
dari tiga jenis yaitu:

a. Heat Detector, alat akan mendeteksi adanya kebakaran jika di dalam


ruangan telah terjadi kenaikan temperatur pada suhu yang telah ditetapkan.
b. Smoke Detector, dimana peralatan ini akan bekerja dengan memberikan
tanda kebakaran berupa bunyi jika terdeteksi adanya asap yang cukup tebal dari hasil
pembakaran
c. Flame Detector, peralatan ini biasanya digunakan pada area terbuka dimana
pada area tersebut terdapat penimbunan atau proses bahan bakar gas atau cair yang
mudah terbakar seperti inslasi KilangMinyak/Petrokimia. Alat ini hanya akan bekerja
jika sensor pada peralatan flame detector menerima silam hasil kebakaran.

Gambar 2.2 peralatan tanda bahaya Otomatis

20
2) Tanda Bahaya Secara Manual
Merupakan perangkat yang berfungsi untuk meharik perhatian atau
pemberitahuan kepada penghuni gedung/karyawan pabrik jika terjadi kebakaran
dimana peralatan tanda bahaya ini akan bekerja jika digerakan oleh manusia.
a. Tanda Bahaya berupa suara atau bunyi
Alat ini dapat berupa bel, sirene,Umumnya dipasang ditempat yang ribut
atau bising seperti parik/kilang minyak. Dimana suatu yang dikeluarkan hams dapat
mengalahkan suara di sekitar. Sinyal alarm kepada penghuni haruslebih tinggi dari
tingkat kebisingan umum (minimal menghasilkan level suara 85 dB pada jarak 3,5
meter dari detektor.
b. Tanda Bahaya dengan lampu, sinar atau suara tertentu.
Alat ini dapat berupa lampu atau suara tertentu saja dan biasanya digunakan di
tempat yang memerlukan ketenangan seperti kilang minyak
c. Tanda Bahaya break- glass
Merupakan tombol yang bila ditekan akan menghubungkan sistem jaringan
listrik tanda bahaya. Alat ini diaktifkan secara langsung oleh penghuni yang
mengetahui ada kebakaran yaitu dengan cara memecahkan gelas pelindung pada
kotak tombol.

Gambar 2.3 Tanda Bahaya Secara Manual


2. Sarana Penanggulangan Kebakaran
Sarana pemadam kebakaran di gedung maupun instansi biasanya terdiri dari
dua tipe yaitu Peralatan Pemadam Jinjing dan System/ instalasi Pemadam tetap.

1) Peralatan Pemadam Jinjing


Peralatan Pemadam Jinjing adalah peralatan pemadam kebakaran yang
dirancang untuk mudah dibawa atau dioperasikan oleh satu orang atau lebih,

21
Oleh karena kemampuan dari peralatan ini terbatas,hanya efektif untuk
kebakaran awal dimana api masih kecil dan dapat dikendalikan oleh
kemampuan tipe pemadam tersebut.
 Beberapa peralatan tersebut adalah sebagai berikut :
Selimut Anti Api (Fire Blanket), peralatan ini adalah selimut tahan api yang
disimpan dalam tabling penyimpanan, tergulung seperti pita untuk memudahkan
pelepasannya. Apabila ditarik maka gulungan akan lepas dan terbuka, sehingga dalam
waktu singkat siap digunakan.
b. Alat pemadam jinjing, adalah suatu alat pemadam yang mudah dibawa
mengandung media pemadam berupa tepung, cairan atau gas yang dapat
terpancar dengan bantuan tenaga pendorong untuk memadamkan
api.
Berdasarkan ukuran berat, dibagi menjadi dua yaitu alat pemadam api ringan/
APAR (< 20 kg) dan alat pemadam berat atau beroda (> 20 kg).
a) Alat Pemadam Api Rngan (APAR)
Menurut Soehatma Ramli pada tahun 2010, Alat Pemadam Api Ringan
(APAR) adalah alat pemadam yang bisa diangkut, diangkat, dan
dioperasikan oleh satu orang. APAR merupakan alat pemadam ap yang
dapat dijinjiag dengan berat yang tidak melebihi 10 kg adapun media
pemadam yang digunakan adalah air, serbuk, kimia, busa dan gas. APAR
bersifat praktis dan mudah cara penggunaanya, tapi hanya efektif untuk
memadamkan kebakaran kecil atau awal kebakaran sesuai dengan
klasifikasi kebakarannya (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.PER 04/MEN/1980). Sedangkan menurut NFPA 10,
APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung, cairan atau
gasyang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujuan
pemadamankebakaran.
Kesuksesan penggunaan APAR dalam memadamkan api (ILO,1989)
tergantung dari 4 faktor, yaitu:
a. Pemilihan jenis APAR yang tepat sesuai dengan klasifikasikebakaran

22
b. Pengetahuan yang benar mengenai teknik penggunaan APAR
c Kecukupanjumlah isi bahan pemadam yang ada dalam APAR
d. Berfungsinya APARsecara baikberkaitandenganpemeliharaannya
 Syarat-syarat penempatan Alat Pemadam Ringan (APAR)
a. Ketentuan teknis atau syarat – syarat penempatan danpemasangan Alat
Pemadam Api Ringan (APAR) menurutPermenaker No. Per 04/Men/l
980 adalah sebagai berikut :
a) Pada APAR terdapat klasifikasi kebakaran (A,B,C,D)
b) Jarak antar APAR berjarak maksimal 15,25 meter
c) Isi Apar dijaga tetap penuh dan dapat dioperasikan
b. Ditempatkan dilokasi yang sangat jelas dan mudah dijangkausaat
kebakaran
c. APAR yang ditempatkan diluar ruangan memiliki ruangkabinet tapi
tak boleh dikunci
d. Penempatan tidak terhalangi benda lain dan terhindar daribahaya fisik
e. Diberi tanda pemasangan jika penghalangan oleh benda laintidak boleh
dihindari
f. Terdapat petunjuk pengoperasian dibagian depan APAR
g. Segel pengaman baik tutup tabling terpasang kuat
h. Bobottidak lebih dari 18,14 Kg dan ujung atas APARberjarak 1,53 m
dari lantai, jika bobot lebih dari 18,14 Kgdipasang dengan ujung atas
APAR berjarak <1,07 m dari lantai
i. Lubang penyemprot tidak tersumbat,slang tidak bocor
j. Agent belum lewat masa berlakunya
k. Tabung APAR berwarna merah,dalam keadaan baik,tidakberkarat
dan tidak bocor
1. APAR jenis C02 dan Dry Chemical,penempatan 1,5 m daripemukiman
lantai
m. Semua tipe APAR tidak ditempatkan pada suhu dibawah 40Cdan pada
suhu diatas 490C

23
 Berdasarkan klasifiikasi kebakaran (SNI):
a. Kebakaran Klas A: Kebakaran bahan combustible
sepertikayu,kertas,kain,dll.
b. Kebakaran Klas B: kebakaran cairan mudah terbakar, lemak
dansemacamnya.
c. Kebakaran Klas C: Kebakaran pada peralatan listrik yang dapat
menimbulkan bahaya tersengat listrik.
d. Kebakaran Klas D ; kebakaran pada logam, seperti
magnesium,titanium, zirconium, sodium, dan potassium. Sedangkan
media pemadam yang tepat untuk berbagai klasifikasi kebakaran
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran

Simbol Tipe Kebakaran Bahan Pemadam


Klas
Pemadam
A Bahan mudah Air bertekanan,
Terbakar busa asam soda,halon
B Cairan mudah Serbuk kimia kering,
Terbakar busa,karbon,dioksida
C Peralatan Serbuk kimia kering,
Listrik karbon dioksida, halon
D Logam mudah Serbuk kering yang
Terbakar diberi sodiumchloride
dan bahan grafit

24
Gambar 2.4 Bagian APAR
Bagian-bagian APAR:
a. PinPengaman
b. Handle/Pegangan
c. Pressure gauge
d. Label:
a) Jenis Tipe (Air,CO2,Dry Chemical)
b) Klasifikasi(A,B,C)
Tipe kontruksi tabung APAR terdiri dari:
a. Catride
b. Stored Preassured
c. Self Expelling
Pada APAR tipe catridge :gas pendorong dan mediapemadam disimpan dalam
ruang yang berbeda. APAR digerakkan Gas pendorong melalui operating level dan
mendorong media pemadam. Pancaran akan dikendalikan oleh katup yang terletak
pada selangdischarge. Untuk tipe tekanan tersimpan (stored pressure),gas pendorong
dan media pemadam tersimpan dalam satu ruangan dan penyemprotan dikendalikan
dari katup tekanan.Tipe ini mempunyai keuntungan mudah diinspeksi karena
dilengkapi dengan pengukur tekana (Pressure Gauge) yang mengindikasikan siap
pakai. Sedangkan tipe self expelling adalah kontruksi tabung dimana antara gas
pendorong juga sebagai media pemadam seperti pada tabung gas CO2. Faktor
yang mempengaruhi pemilihan:
a. Klas kebakaran, APAR harus dipilih sesuai dengankelas kebakaran yang
akan dipadamkan.

25
b. Bentuk kebakaran, selain berdasarkan kelas kebakaran,pemilihan jenis
APAR juga dipengaruhi oleh bentukkebakaran potensial terutama untuk
kelas B.
c. Potensi keparahan dari kebakaran (ukuran intensitasdan kecepatan rambat
dari kebakaran)
d. Kemampuan pengguna/ pemakai APAR
e. Keadaan dimana APAR ditempatkan
f. Pengaruh APAR terhadap kesehatan dan keselamatan pemakai
Prinsip penempatan APAR adalah:
a) Digantung di dinding maksimum ketinggian 1,20 meterpada puncak
tabung
b) Mudah dilihat
c) Cepat diambil dan digunakan
d) Tidak mungkin si pemakai terjebak bila kebakaranmeluas
e) Bebas dari kemungkinan kerusakan
f) Penyebaran merata, sedapat mungkin homogen
APAR dapat dipasang/ diletakan pada: dinding, tianglemari khusus
APAR, atau mobil kebakaran

2) Instalasi/ Peralatan Pemadani Kebakaran Tetap


Instalasi /peralatan pemadam kebakaran tetap mempunyai kemampuan
pemadaman lebih luas dan besar dibandingkan dengan peralatan pemadam jinjing
yang terbagi menjadi 2( dua jenis) yaitu: Untuk yang dioperasikan secara manual
adalah:
a. Hose Reel
Sebuah gulungan selang yang fleksibel berdiameter dalam 25 mm, dililitkan
pada suatu penggulung dan panjang selang tidak lebih dari 35 m. Alat ini dapat
dioperasikan secara langsung, karena dihubungkan suatu kerangan secara
manual atau otomatis bila sedang ditarik. Pada ujung selang dipasang,

26
nozzle.Hose reel biasanya ditempatkan deket pintu keluar atau dekat dasar
tangga.
b. Hidran
Hidrant pemadam kebakaran adalah suatu sarana yang dihubungkan
dengan sumber air pemadam melalui jaringan pipa pemadam yang
berfungsi untuk sebagai sumber air yang dibutuhkan pada saat pencegahan
ataupun penanggulangan pemadaman

A. Hydrant dalam operasionalnya terbagi menjadi 2 jenis :


a. Dry Barrel Hydrant ( Hydrant Kering )
yaitu ; sepanjang sistim jaringan/pilar hydrant pada saat tidak
digunakan kondisi kering (Tidak berisi Air).

b. Wet Barrel Hydrant ( Hydrant Basah )


yaitu ; sepanjang sistim jaringan/pilar hydrant pada saat tidak
digunakan selalu kondisi basah (berisi Air terus menerus).

B. Beberapa persyaratan Penempatan Fire Hydrant :

 Jarak Hydrant
 Sarana yang diproteksi
 Mudah di capai/dijangkau

Untuk mementukan jarak yang pasti dalam menentukan hydrant yang satu
dengan Hydrant yang lainnya sangat bervariasi dikarenakan, bagaimana kita dapat
mengantisipasi mulai dari benda/peralatan yang akan diproteksi sampai kebutuhan air
apabila digunakan untuk pemadaman peralatan yang terbakar tersebut.

Menggunakan jarak dari hydrant yang satu ke tempat yang lain berkisar 50-70 meter
dengan masing-masing outlet minimum 400 lpm.

27
Hydrant pemdam harus dapat dengan mudah digunakan, terlihat dengan jelas, dan
harus dibebaskan area sekitar hydrant dari gangguan/peralatan/benda yang dapat
menghambat pada saat akan digunakan.

Gambar : Hydrant dengan 4 Out Let discharges

Gambar : Hydrant dengan 1 Out Let discharge

3.) Dioperasikan secara otomatis yaitu:


a. Sistem pemadam dengan pemancar air (Sprinkle system)
Sistem pemancar air adalah instalasi perlindungan bahaya kebakaran yang
terintegrasi antar kcmponen-komponennya yaitu sistem perpipaan, sistem
detector kebakaran, sistem kerangan pengendalian dan kepala pemancar
(sprinkle head). Menurut Peraruran Menteri Pekerjaan Umum Nomor
26/PRT/M/2008 tentang persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran yang
mempunyai tudung berbentuk deflector pada ujung mulut pancarnya, sehingga
air dapat memancar kesemua arah secara merata (Departemen Pekerjaan
Umum,2008). Sistem akan bekerja air adalah sekitar 20-30 jika detector
mendeteksi adanya kebakaran, umumnyakapasitas aliran untuk setiap kepala
pemancar air adalah sekitar 20-30 gpm.

28
Gambar 2.6 Sprinkle
Unsur-unsur utama pemancar air:
a) Sumber air
b) Penggerak air
c) Sistem perpompaan
d) Penunjuk
e) Kerangan dan katup pengendali
f) Katup pemancar air

Kepala pemancar air yaitu tempat dimana air dikeluarkan di atas daerah
terbakar atau daerah yang dilndungi. Air akan keluar bila sumbat pemancar air dan
katup pemasok air pemadam terbuka/terlepas karena bekerjanya detector kebakaran.
Jenis sistem pemancar berdasarkan distribusi air, luas area dan metode
operasi serta kondisi lingkungannya maka sistem pemancar air terdiri dari beberapa
kebakaran: pemancar air terdiri dari beberapa kebakaran:

1. Sistem pipa basah


Pada sistem pipa untuk mengalirkan air selalu terisi air bertekanan yang
dihubungkan dengan sumber air. Untuk itu, sistem air yang digunakan harus bersih
tidak menimbulkan endapan,karat dan tidak membeku. Umumnya tekanan air dalam
sistem dihubungkan dengan detector kebakaran, sehingga jika ada satu atau lebih
pemancar air yang terbuka maka tekananair dalam pipa akan berkurang. Dengan
berkurangnya tekanan air maka pompa akan beroperasi.

29
2. Sistem pipa kering
Pada sistem ini pipa air mengalirkan air pemadam dijaga kosong dan diisi
udara/gas. Ini biasanya digunakan pada sistem yang menggunakan air yang banyak
endapannya atau air akan membeku pada cuaca biasa. Cara kerja sistem ini hampir
sama dengan sistem pipa basah di atas.

3. Sistem tindakan awal (priaction sistem)


Sistem ini sebenarnya sama dengan sistem kering yang mana untuk
menghindarkan adanya keterlambatan,dalam mengisi pipa untuk mengalirkan pipa
pemadam maka sistem dihubungkan dengan detector kebakaran. Katup pemasok air
sistem akan segera membuka sewaktu detector kebakaran aktif.
4. Deluge sprinkler system
Sistem ini akan menggunakan kepala pemancar air yang terbuka, sehingga
setelah katup pemasok air terbuka maka air akan keluar dari semua kepala pemancar
air secara merata.
b. Sistern pemadaman dengan media pemadaman gas CO2
Gas CO2 dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran seperti:
a) Cairan yang mudali terbakar
b) Gas-gas yang mudah terbakar
c) Peralatan listrik
d) Bahan bakar padat
Namun gas CO2 kurang cocok untuk memadamkankebakaran logam-logam
yang mengandung oksigen seperticellulose nitrate.
Ada dua cara pemadaman dengan menggunkan sistem gasCO2 ini yaitu:
1. Sistem pembanjiran (total flooding)
Pada sistem ini gas CO2 yang disemprotkan dari banyak lobang pengeluaran,
diusahakan dapat memenuhi seluruh ruangan yang akan dilindungi sampai tercapai
kosentrasi gas yang diinginkan. Sistem ini sangat baik untuk ruangan yang tertutup,
bila terlalu banyak ruangan yang terbuka dan berhubungan dengan udara luar, maka
gas CO2 akancepat keluar sehingga pemadaman tidak akan segera tuntas, dimana

30
bara api belum seluruhnya padam. Ada beberapa kosentrasi gas CO2 yang diinginkan
untuk memadamkan kebakaran seperti:
a) Kebakaran bahan bakar cair diperlukan 34% volume
b) Kebakaran Hstrik diperlukan 50% volume
c) Kebakaran kertas diperlukan 65% 2. Sistem setempat
Pada sistem ini CO2 langsung disemburkan dari lobang pengeluarkan ke sekitar
daerah yang terbakar saja. Kecepatan semburan gas CO2 yang sistem pemadaman
tepat waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan CO2 dari tabling penyimpanannya
sampai tercapainya kosentrasi yang diinginkan yaitu 30 detik, bila dihitung dari luas
area yang dilindungi. Media pemadam lainnya adalah:
a) Halon atau penggantinya
b) Foam
c) Tepung kimia
d) Bahan pemadam bahan mental yang mudah terbakar

2.1.6.2 Sarana Proteksi Pasif


Sistem penanggulangan kebakaran yang mencakup perlindungan kebakaran
dilakukan semata-mata oleh unsur pasif dari bangunan itu sendiri seperti unsur bahan
bangunan, struktur dan aspek arsitek bangunan.
Sarana proteksi pasif mencakup:
1. Membatasi bahan-bahan mudah terbakar
2. Struktur tahan api dan kompartemenisasi
3. Penyediaan sarana evakuasi untuk penghuni

Penyediian kelengkapan penunjang evakuasi Persyaratan system proteksi pasif


diantaranya adalah:
1. Perencanaan jalur untuk operasi pemadaman kebakaran Hal- hal yang harus
diperhatikan:
a. Site access untuk kendaraan pemadam kebakaran
b. Jarak belokan untuk mobil pemadam kebakaran

31
c. Ruang untuk putaran/ maneuvre mobil kebakaran
d. Lebar jalan untuk tangga tinggi
e. Menghindarkan rintangan operasi pemadaman
2. Pengurangan penyebaran api eksternal lewat dinding luar. Fungsi dinding luar:
a. Mencegah penyebaran api dari lantai ke lantai
b. Mengisolasi api di dalam bangunan
3. Pencegahan penyebaran kebakaran lewat penutup asap
4. Pengaturan lokasi tempat kegiatan untuk mengurangi resiko penyebaran api;
a. Mengisolasi/ mengatur jarak aman antar lokasi
b. Memasang dan membangun dinding pemisah tahan api
5. Perancangan dan kontruksi apartemen Elemen-elemen yang harus diperhatikan:
a. Dinding komprtemen seperti pintu-pintu, lubang-lubang dan pipa-
pipa yang menembus dinding, pipa saluran udara/ventilasi, dan
sistem ban berjalan/lorong conveyor
b. Lantai kompartemen seperti ruang tangga, lubang-lubang terbuka
dan pipa-pipa yang menembus lantai, pipa saluran
udara/ventilasi,lift dan hoist dan keterpaduan sistem kompartemen

2.1.7 Sarana Penyelamatan Jiwa


Menurut Kepmen PU no. 10 tahun 2000 sarana penyelamatan adalah sarana
yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam
kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta benda bila terjadi
kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan.
Jenis - jenis sarana penyelamatan jiwa :

1. Rute penyelamatan
Ada 3 tipe rute penyelamatan diri yang dapat digunakan untuk melarikan diri
dari bahaya kebakaran, yaitu:
a. Langsung menuju tempat terbuka
b. Melalui koridor atau gang

32
c. Melalui terowongan atau tangga kedap api/ asap
d. Rute penyelamatan diri harus memenuhi syarat sehingga memungkinkan
seluruh penghuni dapat menyelamatkan diri dengan cepat dan aman.
3. Pintu darurat
Pintu darurat adalah pintu yang direncanakan sebagai sarana jalan keluar dalam
upaya penyelamatan terhadap bahaya kebakaran.Selain sebagai pintu kebakaran,
pintu darurat juga berfungsi sebagai pintu jalan keluar atau pintu ke arah
penyelamatan. Pintu darurat seharusnya bias dibuka dari dalam dan tidak terkunci.
Menurut kepmen PU no. 10 tahun 2000 persyaratan pintu darurat yaitu:
1. Suatu pintu dalam bangunan yang berfungsi sebagai eksit atau membentuk
bagian dan eksit atau setiap pintu untuk area perawatan pasien dari bangunan
kelas 9a, harus bukan pintu berputar.
2. Membuka langsung ke arah jalan umum atau ruang terbuka
3. Pintu - pintu kebakaran harus :
a. Menutup dan mengunci untuk maksud - maksud keamanan\
b. Dalam keadaan terbuka dan menutup secara otomatis
4. Tangga Darurat
Tangga darurat adalah tangga yang direncanakan khusus untuk
penyelamatan jika terjadi kebakaran.
a. Terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dengan konstruksi tahan api
b. Tangga darurat harus berhubungan langsung dengan jalan, halaman,
atautempat terbuka
c. Tangga melingkar tidak boleh digunakan

5. Tempat Berhimpun
Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukkan
sebagai tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan (head count) saat terjadi
keadaan darurat termasuk kebakaran.

33
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan sarana penyelamatan jiwa
(means ofascape);
1. Beban penghunian (occupancy load) yaitu jumlah penghuni bangunan
2. Sarana jalan keluar adalah jalan dari perjalanan keluar yang tidak terputus atau
terhalang dari setiap titik di dalam bangunan menuju suatu jalan umum atau
ruang terbuka
3. Jarak tempuh maksimum, jumlah dan kapasitas jalan keluar, menhindari jalan
buntu
4. Sistem pengendalian asap
5. Tanda-tanda penunjuk dari iluminansinya penerangan, diperlukan sebagai salah
satu komponen untuk menjamin penghuni berevakuasi dengan mudah dan
cepat. Cahaya dari penerangan darurat harus cukup menerangi jalan keluar
sehingga jika salah satu lampu padam, penghuni harus tetap dapat melalui jalan
tersebut tampa kesulitan. Selama gedung digunakan, penerangan harus menyala
terus menerus.
6. Persyaratan pintu dan tangga kebakaran untuk pintu darurat (fire door) agar
pintu yang didisain sedemikian rupa sehingga tahan tidak terbakar minimal
selama 2 jam, dan khusus dipergunakan bila terjadi keadaan darurat kebakaran.
7. Peralatan bantu evakuasi, pada bangunan tinggi (high rise building) biasanya
selain pintu/tangga darurat disediakan sarana bantu evakuasi lainnya
yangdipergunakan apabila terjadi kegagalan pada pintu/tangga darurat tersebut,
sarana bantu evakuasi dimaksud diantaranya tali pluncur (slaw descender),
selongsor peluncur, tangga pemadam kebakaran, helipad.Hal-hal yang perlu
diperhatikan pada sarana jalan keluar:
1) Bebas dari barang-barang yang menggangu
2) Koridor, terowongan, tangga darurat harus merupakan
daerah aman sementara dari api, asap dan gas tahan api minimal 1
jam
3) Penerangan berdiri sendiri tidak tergantung pada sumber utama
Arah menuju exit dipasang petunjuk yang jelas

34
4) Pintu darurat harus diberi tulisan
5) Warna tulisan hijau diatas dasar putih tembus cahaya dan bagian
belakang tanda tersebut dipasang dua buah lampu pijar yang selalu
menyala.

2.2 Kerangka Konsep


INPUT PROSES OUTPUT
A. SDM 1. Perencanaan

B. Kebijakan dan peraturan 2. Pelaksanaan :


- Pelatihan Pemadaman Meminimalisasikan
C. Sarana dan Fasilitas Kebakaran Resiko terjadinya
Keadaan Darurat : - Pelatihan Evaluasi Kebakaran dan
- Fasilisitas Pemadam Kecelakaan
Kebakaran 3. Evaluasi
- Sarana Penyelamatan
Jiwa (jalur evakuasi)
- Sarana Penyelamatan
Jiwa (jalur evakuasi)
D. SOP

35
BAB III

PROSES MAGANG

3.1 Persiapan

3.1.1 Persiapan Teknis ( Instrument )

Persiapan teknis yang dilakukan oleh penulis dalam proses magang yaitu :

1. Menentukan judul magang yang kemudian akan dikonsultasikan pada

pembimbing

2. Melakukan observasi lapangan

3. Menyusun instrumen terkait dengan masalah yang terdapat di lapangan

4. Penyusunan instrumen disesuaikan dengan standar peraturan yang

berlaku

5. Mengurus perizinan untuk lokasi magang dilengkapi dengan

persyaratan administrasi seperti surat pengantar dari fakultas

3.1.2 Persiapan Administrasi (Pemilihan Lokasi Magang)

Pada tahap persiapan administrasi kegiatan yang dilakukan adalah

mahasiswa atau mahasiswi menentukan judul magang sebagai tujuan untuk

melakukan penelitian di lokasi magang di tempat yang telah dipilih sesuai dengan

permasalahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ditemukan, setelah itu

mahasiswa mengurus persyaratan administrasi berupa perizinan kepada instansi yang

ingin dijadikan lokasi magang. Disamping itu mahasiswa dapat membuat proposal

36
magang. Setalah mendapakan surat balasan dari instansi (lokasi magang) mahasiswa

dapat melanjutkan proses magang dan menyusun laporan akhir.

3.2 Pelaksanaan

Pelaksanaan magang dilaksanakan selama 22 hari kerja dan melaksanakan

kegiatan magang sesuai dengan prosedur yang ada di lapangan. Pada saat magang

mahasiswa melakukan observasi dan mengumpulkan data - data yang berhubungan

dengan topik magang yang diambil. Selain itu peserta magang melakukan identifikasi

masalah dan menganalisis serta melakukan intervensi. Selama proses magang

kehadiran mahasiswa dilengkapi dengan absensi yang ditandatangani oleh

pembimbing lapangan serta menyelesaikan magang dengan membuat laporan

magang. Dan hal tersebut juga harus dikonsultasikan ke pembimbing materi.

3.3 Tahap Pembuatan Laporan

Selama pelaksanaan magang penults mengambil judul magang yaitu

Penanganan Penanggulangan Kebakaran Di PT Pertamina Refinery Unit IV Cilacap.

Dalam tahap penyusunan laporan magang, penulis harus berkonsultasi dengan

pembimbing magang hingga selesai dan laporan tersebut bisa dipersentasikan pada

saat sidang magang.

3.4 Jadwal Kegiatan Magang

Pelaksanaan magang yang dilaksanakan di PT Pertamina Refinery Unit IV

Cilacap, selama 22 hari kerja dari tanggal 11 Mei 2015 sampai 12 Juni 2015.

37
Adapun kegiatan Magang terdiri dari :

a. Mengenal personalia di PT Pertamina Refinery Unit IV Cilacap

b. Mengenal lingkungan kerja di PT Pertamina Refinery Unit IV Cilacap

khususnya di program K3 dalam hal penanganan dan proses evakuasi tanggap

darurat kebakaran.

c. Mempelajari dokumen program PT Pertamina Refinery Unit IV Cilacap

d. Menyusun laporan kegiatan magang

e. Memperbaiki laporan kegiatan magang

f. Menyerahkan hasil laporan kegiatan magang.

38
Tabel 3.1

Kegiatan Magang di PT Pertamina RU IV Cilacap tahun 2015


Minggu I Minggu II Minggu Minggu IV
pertengah Akhir III Awal Pertengahan
No Jenis Kegiatan
an Bulan Bulan Bulan bulan
Mei Mei juni juni
1 1 Lapor kepada pembimbing v
Lapangan
2 Orientasi dengan pegawai v
PT Pertamina RU IV
khususnya pemegang
program K3 dalam
penerapan tanggap darurat.
3 Mengenal struktur organisasi
dan kegiatan di PT Pertamina
RU IV Cilacap
2 1 Mengobservasi dan v
mempelajari dokumen
kegiatan K3
2 Pengumpulan data yang
berkaitan dengan topic
magang
3 1 Wawancara dengan pegawai V
mengenai data-data dan
masalah berkaitan dengan
paparan K3 mengenai proses
evakuasi tanggap darurat
kebakaran di PT Pertamina
RU IV Cilacap
2 Melakukan analisa mengenai V
masalah yang timbul dari
data-data yang diperoleh
3 Menyusun alternatif
pemecahan masalah
4. 1 Menyusun konsep laporan v
Magang.
2 Konsultasi dengan
pembimbing lapangan
3 Konsultasi dengan
pembimbing magang
4 Pengumpulan hasil magang
kepada pihak akademik.
5 Presentasi hasil magang.

39
Cara pengumpulan data yang dilakukan adalah :

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari narasumber lapangan, yang

meliputi:

a. Wawancara

Yaitu wawancara dengan pembimbing lapangan mengenai dengan pertanyaan

sebagai berikut:

1) Bagaimanakah prosedur yang dibuat PT Pertamina RU IV Cilacap

2) Apakah ada kendala dalam program sistem evakuasi tanggap darurat

kebakaran di Bagaimanakah prosedur yang dibuat PT Pertamina RU IV Cilacap

b. Observasi

Pengamatan langsung dilapangan dan studi pustaka, adapun yang dapat diamati

adalah sarana proteksi aktif dan sarana penyelamatan jiwa antara lain: penempatan

alat-alat yang digunakana dalam penanggulangan sistem tanggap darurat seperti

Hydrant, Apar, springkle, detektor, jalur evakuasi, dan assamble point,fire truck.

2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokuraen atau catatan lain yang

dapat memberikan informasi, seperti:

Gambaran umum Bagaimanakah prosedur yang dibuat PT Pertamina RU IV

Cilacap, Struktur Organisasi Bagaimanakah prosedur yang dibuat PT Pertamina RU

IV Cilacap, Jumlah personel Hse departement, Sarana penunjang sistem

penanggulangan sistem tanggap darurat, sarana penyelamatan jiwa dan SOP yang

telah ditetapkan.

40
3.5 Tahap Akhir

Penulis menganalisa data yang telah didapat selama pelaksanaan magang, serta

melakukan penyusunan laporan hasil magang dan mengkonsultasikan hasil

magang yang telah dibuat kepada pembimbing lapangan dan pembimbing

akademik.

41
BAB IV

HASIL MAGANG

4.1. Gambaran Umum PT Pertamina (Persero)


PT Pertamina (Persero) mengemban tugas Negara untuk mengusahakan dan
mengembangkan potensi sumber daya alam minyak, gas dan panas bumi, berdasarkan
pada landasan UU No.22 tahun 2001, dan PP No. 31/tahun 2003. Berdasarkan UU
tersebut status Pertamina dari sebelumnya sebagai Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND) menjadi Persero, dan diwajibkan oleh stake holder-nya dalam
hal ini pemerintah untuk menjadi perusahaan yang profit oriented.

 Ada tiga tugas pokok PT. Pertamina, yaitu :


1. Menyediakan dan menjamin pemenuhan kebutuhan Bahan Bakar Minyak
(BBM)
2. Sumber devisa Negara
3. Menyediakan kesempatan kerja sekaligus pelaksanaan alih teknologi dan
pengetahuan.

Refinery Unit IV Cilacap merupakan salah satu unit kilang minyak PT


Pertamina (Persero) yang memiliki kapasitas terbesar dan terlengkap fasilitasnya di
tanah air dibandingkan tujuh kilang lainnya. Ketujuh kilang tersebut adalah:
1. Unit Pengolahan I di Pangkalan Brandan – Sumatera Utara (ditutup pada
Januari 2006)
2. Unit Pengolahan II di Dumai – Riau – 170,000 BPSD (16.3 %)
3. Unit Pengolahan III di Plaju Sungai Gerong Palembang–Sumatera Selatan–
132,500 BPSD (12.7 %)
4. Unit Pengolahan IV di Cilacap–Jawa Tengah – 348,000 BPSD (33.3 %)
5. Unit Pengolahan V di Balikpapan–Kalimantan Timur–253,500 BPSD (24.3%)

42
6. Unit Pengolahan VI di Balongan Indramayu–Jawa Barat–125,000 BPSD (12.0
7. Unit Pengolahan VII di Sorong – Papua – 10,000 BPSD (1.0 %)

4.1.1 Sejarah PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap


PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap dibangun pada tahun 1974 dengan
tujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM dari luar negeri dan untuk
meningkatkan efisiensi pengadaan serta penyaluran BBM di Pulau Jawa. Dipilihnya
Cilacap sebagai kilang minyak didasarkan atas :
1. Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa konsumen terbesar adalah
penduduk di Pulau Jawa.
2. Tersedianya sarana sebagai pusat pengembangan industri untuk wilayah Jawa
Tengah bagian Selatan.
3. Tersedianya lahan yang memenuhi persyaratan untuk pembangunan kilang
minyak.

PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap merupakan salah satu unit operasi dari


Direktorat Hilir Pertamina. Pertamina RU IV Cilacap memiliki 5 bagian kilang dan
dilengkapi dengan fasilitas, yaitu:

1. Kilang Minyak Pertama


Kilang minyak pertama antara lain terdiri dari: Fuel Oil Complex (FOC) I,
Lube Oil Complex (LOC) I, Utilities Complex (UTL) dan Offsite Facilities yang
dibangun pada tahun 1974, dan baru beroperasi pada tahun 1976. Kilang ini
dirancang oleh Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM), sedangkan
pembangunannya dilakukan oleh kontraktor Fluor Eastern Inc. dan dibantu oleh
kontraktor-kontraktor dalam negeri. Kilang ini dibangun khusus untuk mengelola
minyak mentah dari Timur Tengah. FOC I memproduksi BBM (Premium, Kerosene,
ADI/IDO, dan IFO), sedangkan LOC I menghasilkan produk Non BBM (LPG, Base
Oil, Minarex, Slack Wax, Parafinic, dan aspal) .

43
Kilang inilah satu-satunya di tanah air saat ini yang menghasilkan aspal, dan
bahan baku pelumas (lube oil). Sejalan dengan laju peningkatan permintaan BBM
pada tahun 1996 dilaksanakan peningkatan kapasitas produksi melalui proyek
debottlenecking, sehingga saat ini kilang minyak pertama memiliki kapasitas dari
semula 100 ribu barrel menjadi 118 barrel/hari.

Gambar 4.1 Blok Diagram FOC I, LOC I/II/III


(Sumber: Majalah Pertamina RU IV Cilacap)

2. Kilang Minyak Kedua


Kilang minyak kedua terdiri dari: Fuel Oil Complex II (FOC II) dan Lube Oil
Complex II (LOCII ) & LOC III dibangun tahun 1981 dan diresmikan oleh Presiden
Soeharto serta baru beroperasi pada tahun 1983. FOC II dirancang oleh Universal Oil
Product sedangkan LOC II & LOC III dirancang oleh Shell International Petroleum
Maatschappij (SIPM). Kontraktor utama pembangunan kilang ini adalah Fluor
Eastern Inc. dan dibantu oleh kontraktor-kontraktor nasional. Kilang ini dibangun
khusus untuk mengolah minyak mentah campuran (cocktail) baik dari dalam maupun
luar negeri. Kilang ini diproyeksikan menghasilkan produk BBM, namun juga
menghasilkan produk Non BBM antara lain LPG, Base Oil, Minarex, Slack Wax,
Naphta, dan aspal. Kilang ini pada awalnya memiliki kapasitas sebesar 200 ribu
barrel/hari, pada tahun 1996 bersamaan dengan kilang minyak pertama, kapasitasnya

44
ditingkatkan dari semula 200 ribu barrel menjadi 238 barrel/hari (setelah diadakan
proyek debottlenecking).

Gambar 4.2 Blok Diagram FOC II & Paraxylene, LPG & Sulfur Recovery
(Sumber: Majalah Pertamina RU IV Cilacap)

2. Lindungan Lingkungan dan Keselamatan & Kesehatan Kerja


Sebagai suatu prasyarat bagi suatu industri adalah adanya bidang yang
menangani masalah lindungan lingkungan dan keselamatan & Kesehatan Kerja.
Fungsi ini yang memantau dan menangani masalah limbah agar tidak mencemari
lingkungan, disamping menangani aspek keselamatan dan kesehatan bagi pekerja.
Karena itu RU IV terus menerapkan sistem Manajemen Lingkungan (SML), Sistem
Manajemen Kesehatan Kerja (SMKK) dan Manajemen Keselamatan Proses (MKP)
untuk mendukung terjaminnya kualitas lingkungan dan keselamatan
kerja. Tercatat Pertamina RU IV beberapa kali memperoleh penghargaan zero
accident dan Menaker RI, dan penghargaan Patra Karya Raksa Madya dari Menteri
Pertambangan & Energi RI. Disamping itu beberapa kali memperoleh penghargaan

45
Sword of Honor dari British Safety Council, London, dan Sertifikat ISO 14001: 2004,
ISO 9001:2008 dan OHSAS 18001:2007 mengenai Sistem Manajeman Integrasi dari
PT TUV Jerman. Sarana Lindungan Lingkungan yang ada di PT. Pertamina (Persero)
RU IV Cilacap meliputi:
1. Sour Water Stripper, merupakan sarana untuk memisahkan gas-gas beracun
dan berbau dari air bekas processing.
2. CPI ( Corrugated Plate Interceptor ), yaitu sarana untuk meniadakan dan
memisahkan minyak yang terbawa air buangan.
3. Holding Bassin dan Waste Water Treatment (WWT) suatu sarana
mengembalikan atau memperbaiki kualitas air buangan, terutama
mengembalikan kandungan oxygen dan menghilangkan kandungan minyak.
4. Flare, adalah cerobong asap/api untuk meniadakan pencemaran udara
sekeliling.
5. Silincer, dibangun sebagai sarana untuk mengurangi kemungkinan
pencemaran air buangan.
6. Groyne, sarana pelindung pantai dari kikisan gelombang laut

4.1.2 Sistem Organisasi PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV


Cilacap
PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap dipimpin oleg seorang
General Manager yang membawahi :
 Operation and Manufacturing Senior Manager
 Engineering and Development Manager
 Legal and General Affair Manager
 Health, Safety Environment Manager
 Procurement Manager
 Reliability Manager
 OPI Coordinator
 Human Resource Area Manager (Hirarki ke Pusat)
 Refinery Internal Audit Cilacap Manager (Hirarki ke Pusat)

46
 Marine Region IV Manager ( Hirarki ke Pusat)
 Refinery Finance Offsite Support Region IV Manager (Hirarki ke Pusat)

Sedangkan Senior Manager Operation and Manufacturing membawahi :


 Production Manager I
 Production Manager II
 Refinery Palnning and Support Manager
 Maintenance Planning and Support Manager
 Maintenance Execution Manager
 Turn Around Manager

4.1.3 Visi dan Misi Perusahaan


4.1.3.1. PT Pertamina (Persero)
Visi : “Menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia.”
Misi : Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan
secara terintegrasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.

4.1.3.2. PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap


Visi : “Menjadi Kilang Minyak dan Petrokimia yang Unggul di Asia pada
tahun 2020.”
Misi : Mengoperasikan kilang yang aman, handal, efisien, dan berwawasan
lingkungan serta menghasilkan keuntungan yang tinggi.

47
4.2. Berdasarkan proses Input – Proses – output
4.2.1 Sumber Daya Manusia (SDM)

Gambar 4.5 Stuktur organisasi keadaan darurat


Sumber buku pedoman penanggulangan bencana

4.2.2 Sarana dan Fasilitas Penunjang Keadaan Darurat

A. Fasilitas Pemadam Kebakaran

Fasilitas pemadam kebakaran yang disediakan di Pertamina Refinery Unit IV

Cilacap antara lain:

1) Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

APAR yang disediakan di Pertamina RU IV adalah jenis dry powder type 10

lbs,20lbs,125lbs,150lbs,dan mempunyai jenis clean agent type AF II E,dan Gas Co

type CO215.Jumlah APAR di di Area kilang sebanyak 937 buah dan yang tersebar

48
pada semua area kilang .APAR selalu dalam keadaan siap dan dilengkapi dengan

petunjuk penggunaan, tabung APAR berwarna merah, APAR diletakkan di tempat

yang mudah dilihat dan dijangkau, jarak antar APAR tidak lebih dari 15

meter.Pemeriksaan APAR rutin dilakukan oleh bagian maintenance Fire,

pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik dan tekanan APAR setiap 2 atau 3 bulan

sekali.Sedangkan untuk pemeriksaan bagian dalam, seperti seperpart APAR dan

pengisian ulang dilakukan ketika isi APAR habis atau saat isi APAR sudah

kadaluarsa saja yaitu satu tahun sekali oleh pihak ketiga.Pada setiap APAR

dilengkapi dengan keterangan jenis APAR, tanggal pemeriksaan, dan tanggal

kadaluarsa, serta petunjuk pemakaian.

2) Hydrant

Dari hasil pengamatan di Pertamina RU IV terdapat 298 yang ada di area

kilang,hydran diarea kilang dibagi menjadi 2 yaitu,Hydrant dengan outlet 2 way

52 buah dan outlet 4 way 246 Hydrant. Hydrant di area kilang semua dalam

kondisi baik dan rapi, untuk pemeriksaan hydrant dilaksanakan setiap 6 bulan

sekali oleh bagian Fire & insurance, pada box hydrant terdapat petunjuk

penggunaan hydrant untuk mempermudah seseorang dalam menggunakan hydrant

tersebut jika terjadi kebakaran.

4) Smoke Detector

Smoke detector yang ada di area kilang khususnya berada di sub station dan lab

engine berjumlah 403 buah yang semuanya berfungsi dengan baik.

49
5) Alarm Kebakaran

Alann kebakaran yang terdapat di Pertamina RU IV FACP / MCFA merupakan

Peralatan utama yang menjadi pengendali sistem Fire Alarm baik di gedung

gedung yang ada diaarea kilang RU IV maupun di luar gedung area kilang salah

satunya adalah alarm yang di gunakan secara manual, alarm kebakaran secara

manual ada dua macam yaitu break glass dan bell. Break glass yang ada di

Pertamina RU IV di pasang pada koridor di setiap area kilang dan di beri petunjuk

untuk menekan tombol atau menarik bagian alaram jika terjadi kebakaran dan

berdekatan dengan bell. Alarm kebakaran tersebut terhubung dengan control

panel.Sistem alarm kebakaran terdapat disluruh area kilang yang memudahkan

para pekerja bila mana ada keadaan darurat/kebakaran.

6) Sprinkler

Dari hasil observasi sprinkler terdapat di area sub station dan di area tanki dan

sebagian di bagian mesin yank berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran,

terdapat 1360 buah sprinkle yang tersebar di area kilang RU IV baik pada tangki

atau mesin engine yang menjadi perhatian khusus , di setiap sub station letak

sprinkler berdekatan dengan heat detector, sprinkler tersebut terhubung dengan

controlpanel, jika terjadi kebakaran kepala sprinkler akan pecah kemudian

sprinkler memancarkan air dan control panel mengaktifkan bell alarm.

50
7) Fire Truck

Pt Pertamina RU IV mempunyai fasilitas penanggulangan kebakaran berupa Fire

truck,Terdapat 9 dengan spesifikasi yang berbeda, adapun fire truck yang ada sebagai

berikut:

KAPASITAS KAPASITAS
TAG. MANUFACTURE TAHUN MANUFACTURE PUMP
NO. JENIS POMPA (GPM) TANKI (LTR)
NO. ENGINE PEMBUATAN
WATER FOAM WATER FOAM WATER FOAM
FOAM
01 FT-27 ISUZU 1984 MORITA DAITO 1500 106 - 6000
TENDER
FOAM
02 FT-28 ISUZU 1984 MORITA DAITO 1500 106 - 6000
TENDER
FOAM NATIONAL NATIONAL
03 FT-29 DETROIT 1984 1500 150 - 6000
TENDER FOAM FOAM
FOAM NATIONAL NATIONAL
04 FT-30 DETROIT 1984 1500 150 - 6000
TENDER FOAM FOAM
WATER
05 FT-34 PIERCE 1982 PIERCE - 1000 - 4000 -
TENDER

06 FT-35 TELESCOPIC MERCY 1993 GODIVA - 1700 - - 4000

CRASH
07 FT-36 MERCY 2002 ZIEGLER ZIEGLER 1320 106 4000 2000
TENDER
LADDER
08 FT-37 HINO 1985 MORITA - 1500 - - -
TENDER

09 FT-38 RESCUE MERCY 1983 - - - - - -

Table 4.1 fire Truck Pertamina RU IV

8) Pompa Pemadam

Pt Pertamina RU IV mempunyai fasilitas pompa pemadam yang berfungsi sebagai

suplai air pada area kilang baik itu berfungsi sebagai keadaan darurat maupun sebagai

bantuan dari proses pendinginan mesin produksi,suplai air untuk pompa adalah air

payau,PT Pertamina RU IV mempunyai 6 jenis pompa yaitu ;

51
MANUFACTURE DESIGN
NO. LOKASI TAG. NO. DRIVER JENIS TAHUN CAP.
ENGINE/MOTOR PUMP RPM
(M³/H)
FIRE WATER PUMP AREA KILANG
'01 63P-3 Electric Jockey 2010 General Electric Sulzer 114 1550
Main
02 63P-2A Electric 1977 General Electric Jhonston 600 1480
Pump
Main
03 63P-2B Diesel 1977 Cummins Jhonston 600 1480
Pump
AREA Main
04 63P-2C Diesel 2001 Caterpillar Peerless 680 1760
KILANG Pump
Main
05 063P-102A Electric 1983 General Electric Jhonston 600 1480
Pump
Main
06 063P-102B Diesel 1983 Cummins Jhonston 600 1480
Pump

Table 4.2 Pompa pemadam

9) Portable fire Pump & Portable monitor

Pt pertamina RU IV mempunyai fasilitas penanggulangan kebakaran seperti

porable fire pump terdapat 2 macam dan 1 Buah portable monitor yang ada di

Pertamina RU IV,

1. volvo dengan kapasitas 600 m3/h dengan 1500 Rpm

2. Angus LD 2000 kapasitas 120 m3/h dengan 3400 Rpm

3. Iron Man 10000 Gpm

B. Sarana Penyelamatan Jiwa

Sarana penyelamatan jiwa yang ada di PT Pertamina RU IV Cilacap antara lain :

1) Sarana Komunikasi

52
a. sarana komunikasi internal

Sarana komunikasi telepon internal telah didistribusikan ke setiap

bagian di semua bagian area dan nomor-nomor emergency telah

disediakan di setiap unit kerja untuk memudahkan karyawan jika

sewaktu-waktu menemukan keadaan darurat. Sarana komunikasi internal

lain berupa sistem audio sentral yang berfungsi untuk pengeras suara

dalam pembacaan informasi-informasi penting, serta menginformasikan

kejadian keadaan darurat ke seluruh unit kerja untuk mempermudah

proses evakuasi.

b. Sarana komuniaksi eksternal

Sarana komunikasi eksternal menggunakan telepon yang bisa

berhubungan langsung dengan telepon lain diluar instansi ataupun telepon

seluler. Untuk sarana komunikasi keluar masuk .

2) Koridor / lorong

Koridor di Area kilang Pertamina RU IV memiliki lebar lebih dari 2

meter, berhubungan langsung dengan jalan dan halaman yang berhubungan

langsung dengan jalan umum, tidak terdapat benda-benda yang menghalangi

jalan di setiap koridor, lantai koridor tidak licin tetapi tidak memiliki lampu

penerangan yang cukup baik, bila terjadi listrik padam maka tidak akan

terlihat jalur evakuasi.

3) Penunjuk Arah Keluar / Exit

Di Area kilang Pertamina RU IV memiliki penunjuk arah jalan keluar

berupa kaca fiber yang merah dan kuning yang bertuliskan "EXIT" berwarna

53
kuning, EXIT tersebut berdekatan dengan pintu darurat. Penunjukarah EXIT

tersebut terpasang dengan ketinggian lebih dari 2 meter dari permukaan

lantai dan dapat terlihat dengan jelas.

4) Pintu Darurat

Di setiap lantai gedung yang ada di area kilang terdapat pintu darurat yang

tahan terhadap api, pintu tersebut dapat tertutup secara otomatis, memiliki

batang panik, system bukaan pada pintu darurat menuju keluar, dipasang

tanda dengan tulisan " pintu darurat" untuk gedung perawatan bertingkat .

5) Peta evakuasi

Peta evakuasi terdapat pada buku pedoman penanggulangan

kebakaran.dibuku ini terdapat peta evakuasi beserta titik kumpul sementara

maupun muster poin,

6) Tempat Evakuasi/Berkumpul

Area kilang Pertamina RU IV memliki 3 muster poinyang berada di pos


1,depan tanki37 T104 dan di area RFCC,dan memiliki 13 Assembly Point yang
terletak di jalan 3,4,5,6,7,8,lpg Sulfur recovery unit,LOC II,utility plant,namun
di area kilang petunjuk untuk jalur dan tempat evakuasi kurang,

10) Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Jika terjadi keadaan darurat di Area PT Pertamina RU IV , korban yang

timbul dibawa ke IGD Rumah sakit Pertamina Cilacap untuk mendapat

perawatan dan penanganan lebih lanjut.

54
4.2.3 SOP

PT pertamina Refinery IV sudah membuat Standar Operasional prosedur

pada setiap keadaan darurat. Adapun prosedur kebakaran dan keadaan darurat dan

prosedur evakuasi yaitu :

4.2.4.1. Sistim Penanggulangan Keadaan Darurat.

A. Kebakaran kecil

 Pengertian :
Merupakan kejadian kebakaran dimana kebakaran tersebut dapat
ditanggulangi dengan menggunakan peralatan / sarana yang tersedia
ditempat itu dengan bantuan Regu Pemadam Kebakaran (Fireman On
Duty).

 Tujuan :
Mengatur tata cara dan pelaksanaan penanggulangan kebakaran kecil agar
dapat dilokalisir &dipadamkan secepatnya sehingga tidak berubah menjadi
kebakaran besar sekaligus meminimalisir kerugian yang timbul akibat
kebakaran kecil tersebut.

Apabila terjadi kebakaran kecil, maka langkah-langkah yang perlu diambil


antara lain :

a. Pelapor memberikan informasi kebakaran melalui sarana komunikasi yang


ada (telepon, HT, intercom) ke Fire Station.
b. Setelah menerima berita atau laporan, Sr Fireman II segera berangkat
dengan Fireman on Duty dan membawa peralatan penanggulangan yang
dibutuhkan (missal :fire truck, auxiliary vehicle, trailer foam, dll).

55
c. FiremanI di Fire Station menyampaikan berita kebakaran kepada seluruh
Petugas HSE melalui HT / telepon atau sms emergency.
d. Station Officer segera mengambil alih tugas di Fire Station, selanjutnya
menyampaikan berita kepada :
1. Manager HSE selaku IC.
2. Manager Production I / II untuk kejadian kebakaran di kilang / Area 70.
3. Fire & Insurance Section Head selaku OSC untuk kejadian kebakaran di
area darat.
4. Manager Marine Region IV selaku OSC untuk kejadian kebakaran di Area
Marine.
e. Operasi penanggulangan kebakaran dipimpin langsung oleh Sr.Fireman II.
f. Pekerja / operator setempat dengan segera melaksanakan "Pemadaman
Awal" dan berusaha melokalisir keadaan darurat agar tidak meluas.
g. Shift Superintendent memberikan instruksi kepada Shift Supervisor yang
bersangkutan tentang langkah-langkah yang perlu diambil dalam
penanggulangan keadaan darurat sebelum Production I / II Manager sampai
ditempat kejadian.

B. Kebakaran Besar

 Pengertian :
Merupakan kejadian kebakaran dimana kebakaran tidak dapat
ditanggulangi dengan menggunakan peralatan / sarana yang tersedia
ditempat itu dimana wajib ditandai dengan dibunyikannya sirine tanda
keadaan darurat dan harus dilakukan dengan bantuan Tim Inti Pemadam
Kebakaran (Fireman) dan TBKD.

 Tujuan :
Mengatur tata cara dan pelaksanaan penanggulangan kebakaran agar
dapat dilokalisir & dipadamkan secepatnya sehingga kerugian dapat
ditekan seminimal mungkin.

56
Apabila terjadi kebakaran besar, maka langkah-langkah yang perlu
diambil antara lain :

a. Pelapor memberikan informasi kebakaran melalui sarana komunikasi


yang ada (telepon, HT, intercom) ke Fire Station.
b. Setelah menerima berita atau laporan, Sr Fireman IIsegera berangkat
dengan Fireman on Duty dan membawa peralatan penanggulangan yang
dibutuhkan (Misal, Fire truck, auxiliary vehicle, trailer foam, dll).
c. Fireman I di Fire Station menyampaikan berita kebakaran kepada seluruh
Petugas HSE melalui HT / telepon atau public adresser.
d. Station Officer segera mengambil alih tugas di Fire Station, selanjutnya
menyampaikan berita kepada :
1. HSE Manager selakuIC.
2. Production I / II Manager untuk kejadian kebakaran di kilang / Area 70.
3. Fire & Insurance Section Head selaku OSC untuk kejadian kebakaran di
area darat.
4. Marine Region IV Manager selaku OSCuntuk kejadian kebakaran di area
perairan (sungai/laut).
e. OSC segera menuju ke tempat kebakaran dan memimpin langsung
operasi penanggulangan.
f. OSC berkoordinasi dengan IC dan ERC mengenai kondisi kebakaran.
g. ERC memutuskan bahwa telah terjadi kebakaran besar, selanjutnya
menginstruksikan kepada IC untuk membunyikan sirine emergency
keadaan darurat.
h. ICmenginstruksikan kepada Station Officer untuk membunyikan sirine
keadaan darurat.
i. Station Officer selanjutnya menyampaikan berita kepada TBKD melalui
telephone alarm system / HT.
j. Station Officer mengarahkan jalur komunikasi keadaan darurat sehingga
tidak terjadi crowded komunikasi.
k. Tim Inti Pemadam Kebakaran (Fireman Off Duty) dan TBKD On Duty

57
segera menuju ke Fire Station dan selanjutnya menuju ke lokasi kejadian.
l. IC (HSE Manager) segera menuju ke lokasi / CC untuk memimpin
operasi penanggulangan secara teknis.
m. TBKD Off Duty segera menuju ke Fire Station.
n. Pekerja / Operator Kilang setempat dengan segera melaksanakan
"Pemadaman Awal" serta berusaha melokalisir keadaan darurat agar tidak
meluas.
Shift Superintendent memberikan instruksi kepada Shift Supervisor yang

bersangkutan tentang langkah-langkah yang perlu diambil dalam

penanggulangan keadaan darurat sebelum Production I / II Manager sampai

ditempat kejadian

4.2.4 Proses

4.2.4.1. Pelaksanaan Evakuasi Tanggap Darurat Kebakaran

1. Pelatihan Penanggulangan Keadaan Darurat(drill / exercise)

Untuk meningkatkan kemampuan ketrampilan SDM, kehandalan peralatan


dan kesiap-siagaan tim penanggulangan keadaan darurat maka diperlukan
suatu pelatihan/drill keadaan darurat yang berkala.

Ada beberapa macam latihan jenis penanggulangan keadaan darurat


diantaranya :

a. Communication Drill
1) Tujuan latihan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja sama
tim dalam berkomunikasi efektif pada saat terjadi keadaan
emergency.
2) Peserta latihan adalah Tim OKD.
3) Koodinator latihan adalah F & I Section Head.
4) Latihan dilakukan 1 x dalam seminggu.

58
b. Table Top Management
1) Tujuan latihan ini adalah untuk meningkatkan kesiap-siagaan,
tanggap, dan meningkatkan kemampuan kerja sama tim manajemen
untuk mengelola manajemen krisis keadaan darurat baik internal
maupun eksternal secara cepat dan tepat.
2) Peserta latihan adalah Tim Manajemen.
3) Koordinator Latihan HSE dan OPI.
4) Latihan dilakukan minimal 1 x dalam setahun.
a. Fire Drill
 Tujuan latihan ini adalah untuk meningkatkan kesiap-siagaan,
tanggap dan meningkatkan kemampuan kerja sama tim
penanggulangan keadaan darurat dengan pihak terkait secara cepat
dan tepat.
 Peserta latihan adalah Deputy ERC, IC, OSC, Section Head terkait,
Ast. OSC, Station Officer, Shift Superintendent, Fire Brigade,
Security, Tim Medis.
 Koordinator Latihan HSE.
 Latihan dilakukan 12 x dalam setahun.

b. General Fire Drill


 Tujuan latihan ini adalah untuk meningkatkan kesiap-siagaan,
tanggap dan meningkatkan kemampuan kerja sama tim
penanggulangan keadaan darurat dengan pihak terkait secara cepat
dan tepat.
 Peserta latihan adalah Tim OKD RU IV.
 Koordinator Latihan HSE, OPI dan Marine (untuk diperairan).
 Latihan dilakukan minimal 1 x dalam setahun

59
2. Evaluasi

Pelatihan yang termanagement yang baik membuat system penanggulangan

kebakaran di PT Pertamina RU IV dapat merespon dan mengantisipasi sesegera

mungkin,dan PT Pertamina RU IV pun bekerjasama dengan Damkar setempat untuk

mengantisipasi kebakaran yang besar.

4.3.3 Output

Output yang diharapkan dari upaya penerapan tanggap darurat kebakaran dapat

dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pertamina RU IV Cilacap adalah kilang

minyak terbesar yang ada di seluruh Indonesia dengan kapasitas 348,000 BPSD dan

merupakan perusahaan yang mendapat penghargaan dalam beberapa bidang.

Pertamina RU IV ini sangat memperhatikan keselamatan pekerja, pengunjung dan

staff dari bahaya api dan asap. Pertamina RU IV telah mempersiapkan berbagai

macam alat pendukung untuk mengurangi dan meniadakan api,namun disayangkan

jalur evakuasi yang ada tidak dapat mudah ditemukan di area kilang .

4.3.1.1. Masalah yang Dihadapi pada Sistem Tanggap Darurat Pertamina

RU IV

Adapun masalah-masalah yang dihadapi pada peiaksanaan sistem tanggap

darurat di Pt Pertamina RU IV adalah sebagai berikut:

a. Sedimentasi lumpur yang dapat membuat pendangkalan yang berakibat

kurangnya debit air

b. Kurangnya personel yang ada di fire station yang seharusnya ada 7

personil/shit,sekarang hanya terisi 6 personil/shift

c. Kurangnya rambu-rambu jalur evakuasi yang ada di area kilang

60
BABV

PEMBAHASAN

Pembahasan hasil magang disajikan seperti yang telah diuraikan dalam

kerangka konsep bahwa proses kerja yang terjadi di tempat kerja dipengaruhi oleh

tiga indikator yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Ketiga indikator

tersebut adalah Sumber Daya Manusia (SDM), Sarana yang tersedia, dan Kebijakan

serta prosedur Tanggap Darurat sebagai acuan untuk sistem penanggulangan tanggap

darurat, ketiga indikator tersebut merupakan satu kesatuan, dimana kelemahan salah

satu indikator tersebut menunjukkan kinerja sistem penanggulangan tanggap darurat

yang belum memadai. Dari hasil wawancara, observasi/pengamatan langsung di

lapangan, maka yang dapat dijadikan pembahasan yaitu :

5.1 Input

5.1.1 Sumber Daya Manusia

Tim HSE (fire station) yang ada di PT Pertamina RU IV Cilacap berdasarkan

hasil wawancara berjumlah 24 orang, yang terdiri dari leader, wakil leader diketuai

langsung oleh Direktur Utama dan HSE manager PT Pertamina RU IV Cilacap.

5.1.2 Kebijakan dan Prosedur Evakuasi Tanggap Darurat Kebakaran

Dalam upaya menanggapi keadaan darurat, Penanggulangan Gawat darurat

telah membentuk sistem penanggulangan keadaan darurat. Prosedur yang dilakukan

61
antara lain penyampaian informasi jika terjadi keadaan darurat, komunikasi dengan

pihak terkait baik intern maupun ekstern, melaksanakan evakuasi, pertolongan bagi

korban cedera serta pelaporan penanggulangan keadaan darurat.

Pada dasarnya pelaksanaan tanggap darurat di PT Pertamina RU IV mengacu

pada buku pedoman penanggulangan keadaan darurat No.A-I6/E14000/2014-S9

REVISI Tentang Pemberlakuan Buku Pedoman Pedoman Penanggulangan Keadaan

Darurat Pertamina Refinery Unit IV Cilacap. Prosedur tersebut memuat ketentuan-

ketentuan mengenai prosedur pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat serta

prosedur evakuasi jika terjadi keadaan darurat.

5.1.3 Sarana dan Fasilitas Penunjang Keadaan Darurat

Sarana dan fasilitas penunjang keadaan darurat yang ada di PT Pertamina RU

IV Cilacap antara lain:

A. Fasilitas Pemadam Kebakaran

1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Berdasarkan hasil observasi pada APAR dapat diketahui bahwa tingkat

kesesuaian persyaratan APAR dengan standar yang berlaku, PT Pertamina RU

IV telah memenuhi persyaratan yang artinya telah memenuhi persyaratan

berdasarkan Peraturan menteri pekerja umum No. 26/PRT/M/2008 tentang

Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan dan

Lingkungan.

2. Hydrant

Berdasarkan hasil observasi pada hydrant dapat diketahui bahwa tingkat

kesesuaian persyaratan hydrant dengan standar yang berlaku, yang ada di area

62
kilang telah memenuhi persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerja

Umum No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi

Kebakaran Pada Bangunan dan Lingkungan dan SNI No.03-1745-2000 tentang

Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Slang untuk

Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung, hanya saja

kekurangantidak adanya petunjuk cara penggunaannya. Solusinya yaitu

memasang cara penggunaan hydrant agar dapat memudahkan orang dalani

menggunakan hydrant jika terjadi keadaan darurat.

3. Smoke detector

Berdasarkan hasil observasi pada smoke detector di gedung substation , dapat

diketahui bahwa tingkat kesesuaian persyaratan smoke detector dengan standar

yang berlaku telah memenuhi persyaratan yang artinya telah memenuhi

persyaratan berdasarkan SNI Nomor 03-3985-2000 tentang Tata Cara

Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran

Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Peraturan

Menteri Tenaga Kerja No.Per.02/MEN/1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran

Otomatik, tim f & I melakukan pemeriksaan secara visual terhadap smoke

detector untuk mengidentifikasi detector yang hilang, detector yang pesangan

asapnya terhalang, detector yang kotor dan detector yang tidak sesuai

pemasangannya selama 6 bulan sekali.

5. Alarm Kebakaran

Berdasarkan hasil observasi dan checklist pada alarm kebakaran yang berada di

gedung poliklinik dan gedung perawatan bertingkat, dapat diketahui bahwa

63
tingkat kesesuaian persyaratan alarm kebakaran dengan standar yang berlaku

telah memenuhi persyaratan ,yang artinya telah memenuhi persyaratan

berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI 03-3985-2000

tentang Tata Cara Perencanaan, Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan

Alarm Kebakaran Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan

Gedung dan lingkunan.

6. Sprinkler

Berdasarkan hasil observasi pada sprinkler yang berada di Area substation dan

tanki, dapat diketahui bahwa tingkat kesesuaian persyaratan sprinkler dengan

standar yang berlaku telah memenuhi persyaratan ,yang artinya telah memenuhi

persyaratan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor SNI 03-

3989-2000 Tentang Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Springkler

Otomatik Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan

Peraturan menteri pekerja umum No. 26/PRT/M/2008 tentang persyaratan

teknis sistem proteksi kebkaran pada bangunan dan lingkungan.

B. Sarana Penyelamatan Jiwa

1. Sarana Komunikasi

Sarana komunikasi yang disediakan di PT Pertamina RU IV Cilacap telah

cukup memadai. Sistem komunikasi tersebut terdiri dari komunikasi satu

arah seperti sistem audio sentral dan komunikasi dua arah seperti telepon,

dan radio panggil. Hal ini telah sesuai dengan permenkaer No. Per-

05/MEN/1996 tentang sistem Manajemen K3 (SMK3) Lampiran I poin 3.2.1

64
mengenai komunikasi yang menyatakan bahwa "Komunikasi dua arah yang

efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber penting dalam penerapan

Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatn Kerja".

2. Koridor

Berdasarkan hasil observasi pada koridor yang berada di gedung yang ada di

area kilang, dapat diketahui bahwa tingkat kesesuaian persyaratan koridor

dengan standar yang berlaku telah memenuhi persyaratan ,telah memenuhi

persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerja Umum No.

45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung

Negara.

3. Penunjuk Arah Keluar/Exit

Berdasarkan hasil observasi pada penunjuk arah exit yang berada di di area

kilang, dapat diketahui bahwa tingkat kesesuaian persyaratan penunjuk arah

keluar/exit dengan standar yang berlaku telah memenuhi persyaratan,yang

artinya telah memenuhi persyaratan berdasarkan Peraturan menteri pekerja

umum Peraturan menteri pekerja umum No. 26/PRT/M/2008 tentang

persyaratan teknis sistem proteksi kebkaran pada bangunan dan lingkungan

4. Pintu Darurat

Berdasarkan hasil observasi pada pintu darurat yang berada di gedung area

kilang, dapat diketahui bahwa tingkat kesesuaian persyaratan pintu darurat

dengan standar yang berlaku telah memenuhi persyaratan ,yang artinya telah

memenuhi persyaratan berdasarkan Peraturan menteri pekerja umum No.

65
26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi kebakaran pada

Bangunan gedung dan lingkungan

5. Peta Evakuasi

Berdasarkan hasil observasi di gedung area kilang maupun yang berada di

lapangan belum adanya peta evakuasi di setiap ruangan diluar gedung,

dengan belum adanya peta evakuasi maka belum memenuhi Undang-

Undang No. 1 th 1970 pasal 3 ayat 1 (d) yang menyatakan "memberi

kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran/ kejadian

lain yang membahayakan". Sebaiknya dipasang peta evakuasi yang memberi

petunjuk menunju titik evakuasi terdekat di setiap area kilang Pertamina RU

IV

7. Tempat Evakuasi atau Titik Kumpul

Berdasarkan hasil observasi penulis terhadap titik kumpul yang berada di

Pertamina RU IV Cilacap, titik kumpul kurang memenuhi syarat yang sesuai

dengan Keputusan Mentri Republik Indonesia No :KEP.186/MEN/1999 tentang

unit penanggulangan ditempat kerja.sebaiknya titik kumpul yang ada sekarang

diperbaharui agar mudah dilihat dan ditempuh oleh para pegawai

8. Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Korban yang timbul akibat keadaan darurat akan segera dibawa ke IGD untuk

mendapatkan penanganan dan perawatan. Hal ini telah sesuai dengan Peraturan

Pemerintah No. 50/MEN/2012 Lampiran I poin 7 mengenai upaya menghadapi

keadaan darurat kecelakaan dan bencana, yang menyatakan bahwa "perusahaan

harus memiliki prosedur sebagai upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan

66
dan bencana industri, yang meliputi: a. penyediaan personil dan fasilitas P3K

dengan jumlah yang cukup dan sesuai sampai mendapatkan pertolongan medik;

dan b. proses perawatan lanjutan. "

5.2 Proses

5.2.1 Perencanaan

PT Pertamina RU IV Cilacap telah membuat perencanaan jika terjadi bencana

dengan kesiapsiagaan sesuai dengan tingkat resikonya. Telah ditentukan juga

penanggung jawab untuk setiap adanya korban akibat adanya keadaan darurat

yang terjadi berdasarkan jumlah korban yang ada, untuk jumlah korban 25 - 50

orang, penanggung jawab yang di tunjuk adalah head section, untuk jumlah

korban 50 - 100 orang, penanggung jawab yang telah ditunjuk adalah HSE

Manager.Untuk jumlah korban >100 orang, penanggung jawab yang telah

ditunjuk adalah Dirut Pt Pertamina RU IV Cilacap.

a. Pelatihan tanggap darurat kebakaran

Pelatihan pemadaman kebakaran yang rutin dilakukan oleh tim fire &

insurance, Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012

Tentang SMK3 Lampiran II poin 6.7.3 dan 6.7.4 yang menyatakan bahwa

"Tenaga kerja mendapat instruksi dan pelatihan mengenai prosedur keadaan

darurat yang sesuai tingkat resiko, serta petugas penanganan keadaan darurat

diberikan pelatihan khusus". dengan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012

tentang Sistem Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja (SMK3) Lampiran I

67
poin 3.3.8 yaitu prosedur menghadapi keadaan darurat atau bencana, yang

berisi

"Perusahaan harus memiliki prosedur untuk menghadapi keadaan darurat atau

bencana, yang diuji secara berkala untuk mengetahui keandalan pada saat

kejadian yang sebenarnya."Hal ini telah sesuai dengan yang dan berlaku saat

ini.

b. Pelaksanaan dan Pelatihan Evakuasi

Pertamina RU IV telah menyiapkan rencana evakuasi untuk mengevakuasi

seluruh penghuni rumah sakit jika terjadi keadaan darurat. Hal mi sesuai

dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1 (d) yang

menyatakan bahwa "memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada

waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya".

Tim F&I sudah melakukan pelatihan evakuasi dengan rutin. Hal mi sesuai

dengan permenker No. Per-50/MEN/2012 Tentang SMK3 Lampiran II poin

6.7.3 dan 6.7.4 yang menyatakan bahwa "Tenaga kerja mendapat instruksi dan

pelatihan mengenai prosedur keadaan darurat yang sesuai tingkat resiko, serta

petugas penanganan keadaan darurat diberikan pelatihan khusus"

c. Evaluasi

Setiap tindakan pelatihan keadaan darurat Pertamina RU IV telah melakukan

evaluasi terhadap pelatihan keadaan darurat. Hal ini belum sesuai dengan

permenker No. Per-50/MEN/2012 Tentang SMK3 Lampiran II poin 12.1.7 yang

menyatakanbahwa "Evaluasi dilakukan pada setiap sesi pelatihan untuk menjamin

peningkatan secara berkelanjutan"

68
5.3 Output pelaksanaan

Berdasarkan pengamatan keluaran kegiatan yang dilaksanakan , output

yangdihasilkan untuk fasilitas pemadam kebakaran PT Pertamina RU IV Cilacap

sesuai dengan standar yang berlaku,namun belum adanya peta evakuasi didalam

gedung maupun yang ada di area pengolahan dapat membuat memperlambat proses

evakuasi. Output yang diharapkan dari upaya penerapan tanggap darurat kebakaran

adalah mengurangi resiko kebakaran agar kondisi tidak menjadi lebih buruk serta

kerugian materil dapat diminimalisir. Jika input yang terdiri dari sumber daya

manusia (SDM), kebijakan dan peraturan, SOP, sarana dan fasilitas keadaan darurat

yang terdiri dari fasilitas pemadam kebakaran dan sarana penyelamatan jiwa serta

proses yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan yaitu pelatihan pemadaman

kebakaran dan pelatihan evakuasi dan evaluasi sudah berjaian dengan baik, maka

output pun akan didapatkan.

69
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil analisa data dan pembahasan mengenai sistem evakuasi tanggap

darurat kebakaran di PT Pertamina RU IV Cilacap dapat diperoleh kesimpulan

sebagai berikut:

1. Dari hasil observasi yang penulis lakukan selama 22 hari kerja penulis dapat

menyimpulkan bahwa kurangnya rambu-rambu untuk jalur evakuasi yang ada di

daerah produksi dan penempatan rambu-rambu evakuasi di lantai akan mebuat

rambu-rambu menjadi sulit untuk dilihat apabila terjadi situasi keadaan

darurat,kemudian tidak adanya penerangan darurat pada jalur evakuasi akan

membuat sulit pekerja apa bila pada saat kejadian darurat dimalam hari,kemudian

penulisan jalur evakuasi yang ada diarea produksi yang tidak dapat memantulkan

cahaya dapat membuat kesulitan para pekerja yang bila terjadi keadaan darurat.

2. Persiapan yang telah dilakukan Rumah PT Pertamina RU IV Cilacap dalam

menghadapi kebakaran dan keadaan darurat antara lain :

a. Membuat prosedur keadaan darurat dengan memberi kode pada setiap keadaan

darurat dan seluruh karyawan wajib hapal semua kode keadaan darurat yang

berlaku di PT Pertamina Refinery Unit IV Cilacap

b. Menyediakan sarana dan fasilitas penunjang keadaan darurat seperti sarana

komunikasi, peralatan pemadam kebakaran seperti APAR, hydrant, smoke

70
detector, heat detector dan sprinkler. Sarana penyelamatan jiwa yaitu koridor

sebagai jalur evakuasi yang dilengkapi dengan penunjuk arah, tandu, pintu dan

tangga darurat serta ternpat evakuasi

c. Membuat tim penanggulangan keadaan darurat

d. Melakukan pelatihan-pelatihan untuk menanggapi keadaan darurat seperti

pelatihan pemadam kebakaran dan pelatihan evakuasi secara rutin.

3. Dalam penanggulangan keadaan darurat, PT Pertamina RU IV telah membentuk

tim khusus, yaitu Tim Hse (fire & Insurance,safety,Enviroment,OH) . Hal ini

sesuai dengan Permenaker No. Per-50/MEN/2012 tentang Sistem Manajemen

Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

6.2 Saran

Dari hasil analisa data dan pembahasan mengenai sistem evakuasi tanggap

darurat kebakaran di PT Pertamina RU IV , penulis bermaksud memberikan saran-

saran sebagai berikut:

1. Untuk Gedung Area Kilang

• Dipasang heat detector untuk setiap lantainya dengan jumlah masirg-masing

lantai kurang dari 40 buah heat detector dan jarak antara detector tidak lebih

dari 7 meter.

• Dilakukan pemeriksaan rutin terhadap smoke detector yang sudah terpasang

minimal 6 bulan sekali agar smoke detector terkontrol kondisinya dan dalam

keadaan baik secara fisik dan siap pakai.

71
• Dipasang sprinkler untuk setiap lantainya dengan jarak antara sprinkler

maksimum adalah 4,6 meter

• Disediakan petunjuk penggunaan hidrant untuk memudahkan proses

penggunaan jika terjadi kebakaran.

• Untuk setiap ruangan, disediakan peta evakuasi yang mengarah pada titik

kumpul terdekat untuk memudahkan dan membantu semua penghuni ruangan

dalam proses evakuasi

2. Untuk Area Produksi

• Disediakan petunjuk penggunaan hidrant untuk memudahkan proses

penggunaan jika terjadi kebakaran

• Untuk setiap bagian produksi, disediakan peta evakuasi yang mengarah pada

titik kumpul terdekat untuk memudahkan dan membantu semua pekerja dalam

proses evakuasi

 Memperbaharui tanda dan rambu evakuasi yang ada agar mudah dilihat agar

proses evakuasi dapat dilakukan dengan lebih cepat,

 Menambah muster Area menjadi 4 sudut agar apabila terjadi kebakaran dan

arah angin mengarah ke muster point maka dapat di alihkan ke musterpoint

yang berlawanan dengan arah angin

72
73

Anda mungkin juga menyukai