Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kurban
1. Kedudukan Kurban
a. Pengertian Kurban
“Kurban” (‫ )قُ ْر َبان‬atau “udlhiyah” (‫)أُضْح َية‬, jamak dari “dlahiyah”, adalah

penyembelihan hewan di pagi hari. Yang dimaksudkan ialah mendekatkan diri (

‫ (التقرب‬atau beribadah kepada Allah dengan cara menyembelih hewan tertentu pada
Hari raya Haji (Idul Adha) dan tiga hari tasyriq berikutnya, yaitu 11, 12, 13,
Dzulhijjah, sesuai dengan ketentuan syara’.1

Secara etimologi, kurban berarti sebutan bagi hewan yang disembelih pada
hari raya Idul Adha. Adapun definisinya secara fiqih adalah perbuatan menyembelih
hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan dilakukan pada
waktu tertentu, atau bsa juga didefinisikan dengan hewan-hewan yang disembelih
pada hari raya Idul Adha dalam rangka mndekatkan diri kepada Allah SWT.2

b. Menegakkan Syiar Allah

Firman Allah dalam Surat Al Kautsar:

  


   
   
 
Artinya:

1. “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.”

2. “Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”

3. “Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.”

1
Hasan Saleh (Editor). Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
2008. hlm. 250
2
Wahbah Az Zuhaili. Fiqh Islam wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani. 2007. hlm. 254
Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan
mensyukuri nikmat Allah. Maksudnya terputus di sini ialah terputus dari rahmat
Allah.

Firman Allah yang lain dalam Surat Al Hajj ayat 36-37:

  


   
   
    
  
  
  
  
   
   
  
   
  
    
  
Artinya:

36. “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah,
kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama
Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat).
kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri
makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-
minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta
itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur.”
37. “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan
Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-
orang yang berbuat baik.”

Dalam suatu hadits Nabi Muhammad Saw yang artinya:

“Tiada satu pun perbuatan manusia yang paling disukai Allah pada hari raya Haji,
selain dari berkorban. Sesungguhnya orang yang berkurban itu datang pada hari
Kiamat membawa tanduk, bulu, dan kuku hewan kurban itu. Sesungguhnya darah
yang mengalir itu akan lebih cepat sampai kepada Allah dari darah yang menetes ke
tanah, maka sucikanlah dari kalian dengan berkurban.” (HR Tirmidzi).3

c. Hukum Berkurban
Para fuqaha berbeda pendapat tentang hokum berkurban, apakah wajib atau
sunnah. Abu Hanifah dan para sahabatnya berkata, “Berkurban hukumnya wajib satu
kali setiap tahun bagiseluruh orangyang menetap di negerinya.” Sementara itu,
Imam ath-Thahawi dan lainnya emngungkapkan bahwa menurut Abu Hanifah,
hokum berkurban itu wajib. Sementara menurut dua sahabatnya (Abu Yusufdan
Muhammad), hukumnya sunnah muakkad.
Adapun menurut madzhab-madzhab selain Hanafiyah, hukum berkurban
adalah sunnah muakkad, bukan wajib, serta makruh meninggalkannya bagi seorang
yang mampu melakukannya.menurut pendapat yang popular dalam madzhab Maliki,
hokum seperti ini berlaku bagi orang yang tidak sedang ibadah haji yang saat itu ada
di Mina.
Selanjutnya,menurut mereka sangat dianjurkan bagi orang yang mampu untuk
mengeluarkan kuban bagi setiap anggota keluarganya, meskipun jika orang itu hanya
berkurban sendiri lantas meniatkannya sebagai perwakilan dari seluruh anggota
keluarganya, atau orang-orang yang dalam tanggungannya, maka kurban yang

3
Ibid. hlm. 252
bersangkutan tetap di pandang sah. Sementara itu menurutmadzhzb Syafi’i, hokum
berkurban adalah sunnah ‘ain bagi setiap orang, atau atau satu kali seumur hidup, dan
sunnah kifayah (setiap tahun) bagi setiap keluarga yang berjumlah lebih dari satu.
Dalam arti apabila sala seorang dari keluarganya telah melakukannya, maka
dipandang sudah mewakili seluruh keluarganya.
Argument yang yang yang dikemukakan madzhab Hanafi dalam mewajibkan
kurban adalah sabda Rasulullah Saw.
“Barang siapa yang dalam kondisi mampu lalu tidak berkurban, maka
janganlah mendekati tempat sholat kami.”
Menurut mereka, ancaman seperti itu tidak akan diucapkan Nabi Saw
terhadap orang yang meninggalkan perbuatan yang tidak wajib.di samping itu,
berkurban adalah salah satu bentuk ibadah yang ditentukan waktunya seacra khusus,
yaitu disebut “hari kurban”. Penisbatan pada hari tersebut berarti pengkhususan
adanya penyembelihan hewan pada hari itu. Padahal, hanya status wajib sajalah yan
bias memaksa masyarakat secara umum untuk mewujudkan kurban pada hari itu.
Adapun, jumhur ulama menetapkan sunnah hukumnya berkurban bagi setiap
orang yang mampu. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Saw.

Hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah ra.

“Jika kalian telah melihat hilal tanda masuknya bulan Dzulhijjah lalu salah seorang
kalian ingin berkurban, maka hendaklah ia tidak memotong rambut dan kukunya
(hingga datang hari berkurban).”
Jumhur ulama menyatakan bahwa pada hadits ini tindakan berkurban
dikaitkan dengan keinginan. Sementara itu, pengaitan sesuatu dengan keinginan
menunjukkan ketidak wajiban.

Hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas yang berkata,

“Ada tiga hal yang bagi saya hukumnya adalah fardhu sementara bagi kalian
sunnah, yaitu sholat Witir, berkurban, dan mengerjakan shalat Dhuha.”
Selain itu, Imam Tirmidzi juga meriwayatkan sabda Rasulullah Saw.

“Saya perintahkan untuk berkurban, sementara bagi kalian hukumya adalah


sunnah.”4

Udd-hiyah adalah sunnah yang wajib atas sebuah keluarga muslim yang
mampu. Hal itu berdasarkan firman Allah dalam Surat Al Kautsat ayat 2:

   


“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.”

Jika diperhatikan perintah Allah dalam ayat-ayat dan hadits di atas, maka
dapat ditetapkan bahwa hukum berkurban itu adalah sunnah muakad bagi setiap kaum
muslimin yang mampu melaksanakannya.5

2. Ketentuan Penyembelihan Hewan Kurban


a. Membaca Basmalah ketika Menyembelih Hewan Kurban

Firman Allah dalam Surat Al Hajj ayat 28:

  


   
   
  
   
 
 
Artinya:

28. “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka
menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah

4
Wahbah Az Zuhaili. Fiqh Islam wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani. 2007. hlm. 256
5
Ilmu Fiqh (Proyek Pembinaan Perguruan Tinngi Agama/IAIN di pusat Direktorat Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Islam). 1982. hlm. 489.
berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian
daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang
sengsara dan fakir.”

Hari yang ditentukan ialah hari raya haji dan hari tasyriq, Yaitu tanggal 10,
11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah
binatang-binatang yang Termasuk jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri.

b. Macam-macam Hewan Kurban

Sepakat para ulama bahwa yang dapat dijadikan hewan kurban itu ialah semua
binatang yang termasuk “bahitul an’aam”, yaitu unta, sapi, kerbau, kambing, dan
domba berdasarkan firman Allah SWT.6

  


  
    
  
  
   
 

34. “Dan bagi tiap-tiap umat Telah kami syariatkan penyembelihan (kurban),
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang Telah
direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa,
Karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. dan berilah kabar gembira kepada
orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”

c. Ciri atau sifat Hewan Kurban

6
Ilmu Fiqh (Proyek Pembinaan Perguruan Tinngi Agama/IAIN di pusat Direktorat Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Islam). 1982. hlm. 491
Hewan yang dapat dijadikan hewan kurban, haruslah hewan yang mempunyai
cirri atau sifat sebagaimana diungkapkan Rasulullah Saw yang artinya:

“Empat macam hewan yang tidak boleh dijadikan hewan kurban, yaitu hewan yang
buta, hewan yang sakit, hewan yang pincang, dan hewan yang kurus kering dan tidak
bersih.”

d. Jumlah Hewan yang Dikurbankan

Menyangkut jumlah hewan yang akan dikurbankan, Nabi Saw pernah


berkurban dua ekor kambing yang bagus dan enak dipandang mata. Sebagaimana
hadits yang artinya:

“Sesungguhnya Nabi Saw berkurban dua ekor gibas yang enak dipandang mata dan
bertanduk. Beliau menyembelih sendiri denagn membaca Basmalah sambil
bertakbir.” (HR Bukhari dan Muslim).

Seekor kambing merupakan hewan yang akan dikurbankan untuk satu


keluarga, meskipun mereka terdiri dari beberapa orang, berdasarkan ucapan Abu
Ayyub ra. “Sesungguhnya laki-laki dizaman Rasulullah Saw menyembelih kurban
untuknya danuntuk keluarganya.”7

Para ulama sepakat bahwa seekor kambing mencukupi untuk satu orang
danseekor unta atau sapi atau kerbau mencukupi tujuh orang, berdasarkan hadits dari
Jabir, yang artinya:
“Pada tahun perjanjian Hudaibiyyah kami menyembelih korban bersama Nabi Saw,
unta untuk tujuh orang, dan sapi untu tujuh orang.”8

e. Usia Hewan yang Dikurbankan

7
Syaikh Abubakar Jabir al-Jaza-iri. Panduan Lengkap Ibadh SeorangMuslim. Jakarta: Pustaka Ibnu
Umar. 2009. hlm. 346
8
Ilmu Fiqh (Proyek Pembinaan Perguruan Tinngi Agama/IAIN di pusat Direktorat Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Islam). 1982. hlm. 495
Adapun usia hewan kurban, para ulama berpegang kepada sabda Nabi Saw
yang artinya:

“Jangan kalian sembelih sebagai hewan kurban, kecuali jika telah “mussinah”. Jika
kurban sukar memperolehnya, maka sembelihlah anak kambing.” (HR Muslim)

Dari hadits di atas dapat dipahamkan bahwa “musinnah” adalah unta yang
telah berusia lima tahun lebih, sapi atau kerbau yang telah berusia dua tahun lebih,
domba atau kambing yang berusia satu tahun lebih.

f. Waktu berkurban

Menyangkut waktu berkurban, para ulama berpegang kepada ayat berikut:

Firman Allah dalam Surat Al Hajj ayat 28:

  


   
   
  
   
 
 
Artinya:

28. “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka
menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah
berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian
daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang
sengsara dan fakir.”
Hari yang ditentukan ialah hari raya haji dan hari tasyriq, Yaitu tanggal 10,
11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah
binatang-binatang yang Termasuk jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri.

Sedangkan menyangkut waktu penyembelihan hewan kurban dimulai setelah


melaksanakan Sholat Id pada 10 Dzulhijjah dan sebelum matahari terbenam pada
hari-hari tasyriq. Sebagaimana sabda Nabi Saw yang artinya:

“Siapa yang menyembelih (hewan kurban) sebelum Shalat Id, maka


sesungguhnya ia menyembelih sesudah shalat ‘Id dan dua khutbah, maka
sesungguhnya sempurnalah ibadahnya dan ia telah mengikuti Sunah kaum
Muslimin.” (Muttafaq ‘Alahi).9

g. Yang Menyembelih Hewan Kurban

Para ulama sepakat bahwa orang yang menyembelih lebih baik orang
berkurban itu sendiri, dan boleh mewakilkan penyembelihan itu kepada orang lain.10

B. AQIQAH
1. Pengertian dan Dasar Hukum
Akikah berarti: Bulu, atau rambut anak yang baru lahir. Maksudnya,
hewan yang disembelih sehubungan dengan kelahiran seorang anak, sesuai
dengan ketentuan syara’.11 Dalam kaitannya dengan kelahiran sang bayi,
Rasulullah saw. bersabda:

َ ‫ُك ُّل َم ْولٌ ْو ٍد َرهيْنيَّة ب َعق ْيقَة ت ُ ْذ َب ُح َي ْو َم‬


َ ُ‫سابعه َو ي ُْخلَ ُق َو ي‬
‫س َّمى‬
“Tiap-tiap anak yang lahir tergadaikan dengan akikahnya, yang disembelih
pada hari ketujuh [dari kelahirannya], dan pada hari itu pula ia dicukur
rambutnya dan diberi nama.” (HR.Ashhab As-Sunan)

9
Hasan Saleh (Editor). Kajian FIQH Nabawi & FIQH Kontemporer. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
2008. hlm.. 258
10
Ilmu Fiqh (Proyek Pembinaan Perguruan Tinngi Agama/IAIN di pusat Direktorat Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Islam). 1982. hlm. 498
11
Ibid., hlm 499
Dalam ajaran Islam terdapat ketentuan bahwa selain akikah, mencukur
dan memberi nama pada sang bayi, juga mengadzaninya ketika anak itu baru
lahir. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits berikut:

‫َم ْن َولَدَ لَهُ مولود فأذن في أذنه اليمنى و أقام في أذنه اليسرى لم تضره أم الصبيان‬
”Siapa yang mempunyai anak yan dilahirkan, kemudia ia adzan pada telinga
kananya dan iqomah di telinga kirinya, niscaya anak itu selamat dari
gangguan jin dan penyakit.” (HR Ibnu Sunni)

2. Ketentuan tentang hewan Akikah


Hewan yang akan disembelih sebagai aqiqoh, baik dari segi jenis, usia,
dan sifat-sifatnya yang harus bebas dari cacat, tidak berbeda dari hewan
kurban. Kebanyakan para ulama berpendapat bahwa semua hewan yang
dijadikan hewan kurban, yaitu: unta, sapi, kerbau, kambing, dan domba dapat
dijadikan hewan akikah. Namun menurut Mazhab Maliki, hewan akikah
hanyalah kambing dan domba. Mereka tidak menyebut binatang-binatang
yang lainnya. Dasar pendapatnya adalah hadits berikut:

‫أن النبي ص م عق عن الحسن و الحسين كبشا كبشا‬


“Nabi Saw. telah mengakikahi cucunya Hasan dan Husain, masing-
masing seekor gibas.” (HR Ashhab As-Sunan)
Pendapat Malik dan ulama-ulama lain ini dapat dikompromikan, yaitu:
akikah yang paling baik ialah dengan binatang kambing sesuai dengan
perbuatan Rasulullah saw tersebut.

3. Jumlah Hewan Akikah untuk Setiap Anak


Nabi saw. bersabda:

‫أن النبي ص م عق عن الحسن و الحسين كبشا كبشا‬


“Nabi Saw. telah mengakikahi cucunya Hasan dan Husain, masing-masing
seekor gibas.” (HR Ashhab As-Sunan)
Adapun hadits yang mengatakan bahwa Nabi Bersabda:
‫ عن‬:‫ سمعت رسول هللا ص م يقول في القيقة‬:‫عن أم كرزن الكعبية ر ض قال‬
‫الغالم شاتان مكفئتان و عن الجارية شاة‬
“Ummu Karzan r.a berkata: aku pernah mendengar Rasulullah Saw.
bersabda: Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama besar, dan
untuk anak perempuan seekor kambing.” (HR Abu Daud)
Berdasarkan kedua hadits di atas ada beberapa pandangan dari
beberapa Imam, diantaranya12:
a. Imam Malik berpegang teguh pada hadits pertama, karena itu beliua
berpendapat bahwa anak laki-laki dan perempuan masing-masing mereka
diakikahkan dengan seekor kambing, sesuai dengan perbuatan Rasulullah
saw. dengan alasan hadits dari Ibnu Abbas dapat dimaknai sebagai bentuk
kebolehan. Karena menganalogikan sama dengan satu ekor domba jika
orang tua si bayi menyembelih sepertujuh sapi. Demikian juga, jika
seseorang menyembelih seekor unta atau sapi untuk mengaqiqahkan tujuh
orang anaknya.
b. Sedangkan Imam Syafi’I dan Hambali mengikuti hadits kedua karena itu
beliau berpendapat bahwa bagi anak laki-laki dua ekor kambing
sedangkan bagi anak perempuan seekor kambing.

4. Waktu Penyembelihan Hewan Akikah


Hewan aqiqah hendaknya disembelih pada hari ketujuh kelahirannya,
sebagaimana yang dikutip di muka, Rasulullah Saw. pernah bersabda:

‫كل مولود رهينية بعقيقة تذبح يوم سابعه و يخلق و يسمى‬


”Tiap-tiap anak yang lahir tergadaikan dengan akikahnya, yang disembelih
pada hari ketujuh [dari kelahirannya], dan pada hari itu pula ia dicukur
rambutnya dan diberi nama.” (HR.Ashhab As-Sunan)
Menurut mayoritas ulama, hadits di atas merupakan landasan akikah
itu hanya berlaku bagi anak kecil, yaitu dilaksanakan pada hari ketujuh dari

12
Ibid., hlm 501
kelahirannya. Jika sibayi lahir pada malam hari, maka tujuh hari tadi dihitung
mulai dari keesokan harinya. Sementara itu menurut madzhab Maliki, jika si
bayi lahir sebelum fajar, maka hari itu dihitung sebagai hari pertama. Adapun
jika ia lahir sesuadah fajar, maka hari tersebut tidak dihitung sebagai hari
pertama. Akan tetapi, menurut versi lain dalam madzhab Maliki, baru
dihitung hari pertama jika si bayi lahir sebelum matahari tergelincir,
sementara ia lahir setelah tergelincirnya matahari maka tidak dihitung.
Adapun waktu penyembelihan, maka tergelincirnya matahari, dan tidak
disunahkan dilakukan pada malam hari.13
Sementara itu, madzhab syafi’I dan Hambali menegaskan bahwa
aqiqah dilakukan sebelum atau sesuadah hari ketujuh, maka tetap dibolehkan.
Selanjutnya, dalam madzhab Hambali dan Maliki disebutkan bahwa tidak
dibolehkan melakukan aqiqoh selain ayah si bayi, sebagaimana tidak
dibolehkan bagi seseorang mengaqiqahkan dirinya sendiri ketika sudah besar.
Alasanya, aqiqah disyari’atkan bagi sang ayah, sehingga tidak boleh bagi
orang lain melakukannya. Akan tetapi, sekelompok ulama madzhab Hambali
mengemukakan pendapat yang membolehkan seseorang mengaqiqahkan
dirinya sendiri.14 Pendapat ini bersandarkan pada hadits yang berbunyi:

‫عن أنس أن النبي ص م عق نفسه بعد ما بعث بالنبوة‬


“Dari Anas r.a berkata: bahwasannya Nabi saw mengaqiqahkan dirinya
setelah diangkat menjadi nabi (setelah berumur 40 tahun.” (HR Abu Daud)
Berdasarkan kedua hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
penyembelihan hewan akikah yang paling baik dilakukan pada hari ketujuh,
dari kelahiran anak tersebut, sedang bayi yang belum melakukannya, akikah
dapat dilaksanakan setelah usia dewasa.
Mazhab Hambali berpendapat bahwa apabila aqiqah itu dilakukan
pada hari raya kurban (‘Idul Adha) maka waktu menyembelih aqiqah itu dapat

13
Wahbah Az Zuhaili. Fiqh Islam wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani. 2007. Hlm.
297
14
Ibid.,
pula diniatkan melakasanakan korban15. Pendapat tersebut menganalogikan
dengan mandi untuk sholat Id (Idul Fitri atau Idul Adha) yang jatuh pada hari
Jum’at, mandi sholat jum’at tidak dilakukan lagi, karena sudah dilakukan
untuk sholat Id.
Setelah binatang aqiqoh itu disembelih, maka dagingnya dapat
dibagikan atau digunakan seperti pembagian dan penggunaan daging kurban,
yaitu dibagikan kepada fakir-miskin, keluarga, tetangga, atau dagingnya dapat
dimakan atau disimpan oleh orang yang beraqiqoh.
5. Tata Cara Pelaksanaannya
Setelah mengetahui hal-hal yang menjadi tuntunannya, maka perlulah
kita ketahui dan fahami bagaimana pelaksanaan penyembelihan hewan aqiqah
tersebut16.
Hal-hal yang perlu disiapkan adalah17:
a. Pisau atau pedang yang tajam
b. Benda lain semacam pisau yang dapat memotong urat nadi leher seperti
panah, peluru, potongan besi, batu pipih dan lain-lain.
Cara menyembelih:
a. Terlentangkan hewan yang akan disembelih dengan menghadap kiblat.
b. Bacalah basmalah dan niat kepada Allah
c. Potonglah urat nadi leher hewan yang akan disembelih
d. Biarkan darah mengalir dari urat nadi leher tersebut
e. Kuliti
f. Potonglah dan cincang-cincang sesuai kebutuhan
Tata Pelaksanaan Aqiqoh
1. Diawali membaca Basmalah
2. Membaca sholawat atas Nabi SAW

15
H.E. Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, Jakarta, Rajawali Press, 2008, hlm. 261
16
http://salamakikah.blogspot.com/2012/01/tata-cara-doa-aqiqah. Diakses pada tanggal 01Oktober
2013, pukul 16.32
17
http://www.slideshare.net/RizalAlkasyani/tata-cara-penyembelihan-hewan-ternakakikahdan-
kurban,. Di akses pada tanggal 01 Oktober 2013, pada pukul 16.52
3. Membaca Takbir
4. Membaca Do'a Aqiqah :
“Bismillahir rohmaanir rahiim Allahumma minka wa ilayka aqiiqotu
fulaanin fa taqobbal minnii”
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Ya Allah dari Engkau dan untuk Engkau aqiqah fulan
(sebutkan nama anak yang diaqiqahi) ini aku persembahkan, maka
terimalah dariku.”
5. Kambing disembelih sendiri oleh ayah dari yang diaqiqahkan.
6. Daging dibagikan kepada fakir miskin dan tetangga dalam keadaan sudah
dimasak dahulu.
7. Pada hari itu anak diberi nama dan bersedekah dengan jumlah seberat
rambut bayi yang baru dicukur, bernilai 1/2 atau 1 dirham. Sebagian
ulama' berpendapat seberat timbangan rambut bayi dengan nilai
emas/perak.
Nabi SAW bersada :

‫ ويخلق رأسه‬,‫كل غالم رهينة بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويسمى فيه‬

Artinya: “Setiap bayi tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelih


untuknya di hari ketujuh, diberi nama dan dicukur rambutnya.”18

Dan Rasulullah memperjelasnya di dalam hadits lain yang artinya:


“Dari Ali bin Abi Thalib ia berkata, Rasulullah SAW telah
mengaqiqahkan Hasan dengan seekor kambing, maka Nabi bersabda :
“Hai Fathimah, cukurlah rambutnya, bersedekahlah dengan perak
seberat rambutnya.” Kemudian Ali berkata lagi : Fathimah kemudian
menimbangnya satu dirham atau 1/2 dirham.” (HR. At-Turmudzi)

18
Syaikh Abubakar Jabir al-Jazairi. Panduan Lengkap Ibadah Seorang Muslim. Jakarta: pustaka Ibnu
Umar. 2009. Hlm. 367
Hikmah berkurban
1. Meneladani keikhlasan pengurbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Ibadah kurban merupakan syari’ah Nabi Ibrahim a.s. yang telah
dicontohkan oleh Qabil dan Habil, dua putera Nabi Adam a.s. dan oleh
Nabi Ibrahim beserta puteranya Nabi Isma’il a.s
Allah SWT berfirman dalam surat Al- Maidah ayat 27:

   


 
  
  
  
  
   
  
 

Artinya :
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil)
menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka
diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari
yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil:
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang
bertakwa".

Dan firman Allah tentang kisah ppengurbanan Nabi Isma’il a.s oleh
ayahnya, Ibrahim a.s. dalm surat Al-Shaffah ayat 100-107 :
   
 
  
   
  
  
 
  
   
   
   
  
  
 
 
  
   
 
  
  
 
  


Artinya :
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-
orang yang saleh. Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak
yang Amat sabar[19]. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup)
berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya
aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa
pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang
sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah
dia: "Hai Ibrahim, Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi
itu[20]Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang
yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan
Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.[21]

Demikianlah, kisah pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s.
yang diteruskan oleh Nabi Muhammad Saw. Dengan penyembelihan
hewan kurban pada setiap Idul Adha dan hari-hari tasryik. Dengan ibadah
kurban diharapkan umat islam ingat akan kepatuhan Nabi Ibrahim a.s. dan
Nabi Isma’il a.s. kepada Allah, sekalipun perintah itu berupa
penyembelihan anak yang sangat dicintai, belahan jiwanya sendiri. Atas
dasar itu diharapkan pula keikhlasan kedua anak dan bapak itu dijadikan
suri teladan dalam menghambakan diri kepada Allah.
2. Hari Raya ( Idul Adha ) Hari makan-makan
Melalui ibadah kurban (pemotongan hewan), diharapkan seluruh umat
islam, bahkan seluruh umat manusia, kaya maupun miskin bergembira

19
.Yang dimaksud ialah Nabi Ismail a.s.
20
.Yang dimaksud dengan membenarkan mimpi ialah mempercayai bahwa mimpi itu benar dari Allah
s.w.t. dan wajib melaksana- kannya.
21
Sesudah nyata kesabaran dan ketaatan Ibrahim dan Ismail a.s. Maka Allah melarang menyembelih
Ismail dan untuk meneruskan korban, Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (kambing).
Peristiwa ini menjadi dasar disyariatkannya Qurban yang dilakukan pada hari raya haji.
dihari raya Idul Adha menikmati daging kurban seraya memuji Allah.
Sebagaimana sabda Nabi Saw

َ ‫ب َوذَ ْكرهللا‬
‫ع َّز َو َج َّل‬ ُ ‫ى ايَّا ُم ا َ ْك ٍل َو‬
ٍ ‫ش ْر‬ َ ‫انَّ َما ه‬

“Sesungguhnya ini adalah hari-hari makan dan minum dan mengingat


Allah ‘Azza wa jalla.”

3. Sebagai sarana membangun ketakwaan;


4. Mendidik agar jangan cinta buta pada dunia (hubbuddunya);
5. Sebagai ibadah yang memproleh pahala besar dan berbagai kebajikan;
6. Ibadah kurban dimaksudkan Agar dapat mendekatkan diri kepada Allah;

Hikmah Akikah
Untuk mensyukuri nikmat Allah SWT karena telah dikaruniai seorang
anak, dan sebgai wasilah (sarana) kepada Allah SWT. dalam menjaga anak
dan mengasuhnya, membiasakan diri bersikap dermawan, serta dalam rangka
membahagiakan anggota keluarga, karib kerabat dan kawan-kawan dengan
menghimpun mereka pada sebuah hidangan, sehingga akan bersemi kasih
sayang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Qurban

“Kurban” (‫ )قُ ْر َبان‬atau “udlhiyah” (‫)أُضْح َية‬, jamak dari “dlahiyah”,

adalah penyembelihan hewan di pagi hari. Yang dimaksudkan ialah

mendekatkan diri (‫(التقرب‬ atau beribadah kepada Allah dengan cara

menyembelih hewan tertentu pada Hari raya Haji (Idul Adha) dan tiga hari
tasyriq berikutnya, yaitu 11, 12, 13, Dzulhijjah, sesuai dengan ketentuan
syara’.
Hukum berkurban itu adalah sunnah muakad bagi setiap kaum muslimin
yang mampu melaksanakannya.
Hikmah berkurban
1. Meneladani keikhlasan pengurbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
2. Hari Raya ( Idul Adha ) Hari makan-makan
3. Sebagai sarana membangun ketakwaan;
4. Mendidik agar jangan cinta buta pada dunia (hubbuddunya);
5. Sebagai ibadah yang memproleh pahala besar dan berbagai kebajikan;
6. Ibadah kurban dimaksudkan Agar dapat mendekatkan diri kepada Allah

2. AQIQAH
Akikah berarti: Bulu, atau rambut anak yang baru lahir. Maksudnya,
hewan yang disembelih sehubungan dengan kelahiran seorang anak, sesuai
dengan ketentuan syara’
Tata Pelaksanaan Aqiqoh
1. Diawali membaca Basmalah
2. Membaca sholawat atas Nabi SAW
3. Membaca Takbir
4. Membaca Do'a Aqiqah
5. Kambing disembelih sendiri oleh ayah dari yang diaqiqahkan.
6. Daging dibagikan kepada fakir miskin dan tetangga dalam keadaan
sudah dimasak dahulu.
7. Pada hari itu anak diberi nama dan bersedekah dengan jumlah seberat
rambut bayi yang baru dicukur,
Hikmah Akikah
Untuk mensyukuri nikmat Allah SWT karena telah dikaruniai seorang
anak, dan sebgai wasilah (sarana) kepada Allah SWT. dalam menjaga anak
dan mengasuhnya, membiasakan diri bersikap dermawan, serta dalam rangka
membahagiakan anggota keluarga, karib kerabat dan kawan-kawan dengan
menghimpun mereka pada sebuah hidangan, sehingga akan bersemi kasih
sayang.

DAFTAR RUJUKAN

Saleh Hasan (Editor). Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada. 2008.

Ilmu Fiqh (Proyek Pembinaan Perguruan Tinngi Agama/IAIN di pusat Direktorat


Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam). 1982.

Az Zuhaili Wahbah. Fiqh Islam wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani. 2007.

Syaikh Abubakar Jabir al-Jazairi. Panduan Lengkap Ibadah Seorang Muslim. Jakarta:
pustaka Ibnu Umar. 2009.
http://salamakikah.blogspot.com/2012/01/tata-cara-doa-aqiqah.

http://www.slideshare.net/RizalAlkasyani/tata-cara-penyembelihan-hewan-
ternakakikahdan-kurban,.

Anda mungkin juga menyukai