Anda di halaman 1dari 36

2-1

BAB 2

PENGUJIAN BAHAN TEKNIK

2.1. Pendahuluan
Dalam pertemuan ini Anda akan mempelajari beberapa pandangan tentang
sifat-sifat bahan teknik melalui proses pengujian yang bersifat merusak (destruktif test)
maupun tidak merusak (non destruktif test). Dari beberapa pandangan ini akan
membantu anda dalam mengikuti perkuliahan berikutnya tentang pengujian material
teknik di Laboratorium mekanik dan perancangan elemen mesin. Pada akhir
perkuliahan ini anda diharapkan dapat; (1) Membedakan tujuan pengujian merusak
dan tidak merusak, (2) Menjelaskan metode pengujian yang besifat merusak dan tidak
merusak, (3) Menghitung nilai kekuatan tarik maupun regangan bahan, kekerasan, dan
usaha untuk mematahkan bahan melalui uji impak, (4) Mengetahui jenis-jenis
kerusakan bahan melalui pengujian tidak merusak.

2.2. Penyajian
Sifat-sifat khas bahan industri dikenal secara baik karena bahan tersebut
dipergunakan untuk berbagai macam keperluan dalam berbagai keadaan. Sifat-sifat
bahan yang diinginkan sangat banyak, termasuk sifat-sifat mekanik (kekuatan,
kekerasan, kekakuan, keliatan, keuletan, kepekaan takikan atau kekuatan impak, dsb),
sifat-sifat listrik, sifat-sifat magnet, sifat-sifat thermal, sifat-sifat kimia, sifat-sifat fisik,
sifat-sifat teknologi dan masih banyak lainnya. Kebanyakan sifat-sifat tersebut
ditentukan oleh jenis perbandingan atom yang membentuk bahan, yaitu unsur dan
komposisinya. Sebagai contoh kadar suatu yang sangat rendah terabaikan dalam suatu
ketidakmurnian bahan memberikan pengaruh terhadap sifat-sifatnya.
Metode pengujian yang sering digunakan ada dua yaitu pengujian yang
bersifat merusak (destructive test) dan pengujian yang bersifat tidak merusak (non
destructive test). Tujuan pengujian yang bersifat merusak adalah untuk mengetahui
sifat mekanik bahan dalam suatu angka. Pengujian bersifat merusak meliputi;
pengujian tarik, pengujian tekuk , pengujian tekan, pengujian bending, pengujian
kekerasan, dan uji pukulan takik. Sedangkan tujuan pengujian yang bersifat tidak

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-2

merusak adalah menyelidiki kesalahan seperti retak, lubang atau pengerutan,


gelembung gas, dan terak dalam bahan. Jenis pengujian tidak merusak meliputi;
pengujian magnetis, pengujian tembus, pengujian ultrasone, dan pengujian rontgen.

Pada bab ini kita membatasi pembahasan pada pengujian bersifat merusak yang
meliputi; pengujian tarik, kekerasan, dan impak. Sedangkan pada pengujian bersifat
tidak merusak meliputi; penelitian magnetic, tembus, ultrasone, dan rontgen.

2.2.1. Pengujian Merusak (Destruktif Test)


a. Pengujian Tarik
Tujuan pengujian tarik adalah untuk mengetahui sejauh mana kekuatan tarik
dan perpanjangan (regangan) suatu bahan. Kekuatan tarik dinyatakan dalam N/mm2
dan regangan dinyatakan dalam %.
Kekuatan tarik dapat ditentukan dengan menarik sebuah bahan sampai putus
itu. Keterangan-keterangan yang diperoleh pada penarikan sampai putus itu,
dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran-ukuran dari benda uji. Untuk memperoleh nilai-
nilai yang dapat dibandingkan, adalah perlu untuk membuat perjanjian mengenai
ukuran-ukuran dan bentuk dari benda uji itu, yaitu batang uji tarik.
Batang uji tarik yang biasa dipakai merupakan sebuah batang yang bundar,
dengan ujung-ujung tebal untuk pemasangan pada mesin. Di tengah-tengah batangnya
(bagian yang lebih kecil) terdapat bagian pengukuran yang sebenarnya, dimana
panjang pengukurannya dinyatakan dengan dua tanda pengenal. Panjang lo dari daerah
ukur ini mempunyai perbandingan tertentu dengan diameter do dari batang itu.
𝑙𝑜
Yang sering digunakan ialah perbandingan dp =𝑑𝑜 (𝑑𝑝) = 10 atau 5;

Gambar 2.1. Spesimen uji tarik


Batang-batang yang memenuhi syarat perbandingan-perbandingan tetap
disebut batang uji tarik proporsional.
Untuk batang-batang dp = 10, 𝑙𝑜 = 11,3 √𝐴𝑜 = 100 𝑚𝑚, maka do=10
Dan untuk batang-batang dp = 5, 𝑙𝑜 = 5,65√𝐴𝑜

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-3

Pada alat tarik, batang-batang uji tarik tersebut ditarik sampai putus. Pada
penarikan sampai putus ini dicatat gaya dan perpanjangan. Gaya dan perpanjangan ini
dapat digambarkan pada diagram gaya perpanjangan. Jika gaya dibagi dengan luas
penampang batang uji tarik diperoleh tegangan yang disebut tegangan nominal .
Begitu pula panjang awal lo, jika dinyatakan perpanjangan itu dalam perbandingan
dengan panjang ukur sehingga mempunyai ukuran yang obyektif, yang disebut
regangan spesifik .

l l − lo
= x100% = x 100%
lo lo
Keterangan;
 = regangan spesifik atau perpanjangan tiap stuan panjang tanpa
dimensi (%)
l = perpanjangan absoulut (mm)=l-lo
lo = panjang ukur awal (mm)

a.1 Kurva tarik


Bentuk kurva tarik dari suatu baja lunak bila digambarkan adalah dari titik
awal (titik nol) pertama-tama kita melihat sebuah garis lurus. Pada saat tertentu garis
itu melengkung dan terjadilah sebuah “bendera”. Bendera itu disebut benda lumer dan
hampir selalu terjadi pada baja lunak (St-37). Bendera lumer itu melukiskan sifat dari
bahan itu pada waktu melumer dan itu merupakan awal dari perubahan bentuk yang
tetap dari bahan itu, setelah bendera lumer itu, garisnya naik lagi dan mencapai titik
teratasnya menurut sebuah kurva. Ini adalah titik tertinggi (gaya tarik terbesar) selama
pengujian pada bahan. Pada kebanyakan bahan, bendera lumer tidak ada atau garis
lurus itu secara bertahap beralih menjadi garis bengkok (seperti pada tembaga). Setelah
titik tertinggi tercapai, garis itu turun lagi menjadi lengkungan sampai titik dimana
batang itu putus dan pencatatan terhenti.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-4

Gambar 2.2. Kurva Tarik

a.2 Garis Modulus


Beban pada batang uji tarik yang dipasang, dengan perlahan-lahan
ditingkatkan. Dengan mencatat beban dan perpanjangan pada saat-saat tertentu,
terjadilah (bagian pertama dari) kurva tarik. Bagian pertama dari kurva tarik ini
merupakan perbandingan yang lurus. Garis lurus dalam diagram itu disebut garis
modulus seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Garis modulus


Misalnya:
• Pada beban 1 kN perpanjangannya adalah 0,1 mm.
• Pada beban 2 kN perpanjangannya adalah 0,2 mm.
• Pada beban 3 kN perpanjangannya adalah 0,3 mm.
• Pada beban 4 kN perpanjangannya adalah 0,4 mm.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-5

Yang istimewa adalah bila beban dihilangkan maka baja tersebut mengepir kembali.
• Maka pada beban 3 kN perpanjangannya adalah 0,3 mm.
• Maka pada beban 2 kN perpanjangannya adalah 0,2 mm.
• Maka pada beban 1 kN perpanjangannya adalah 0,1 mm.
• Maka pada beban 0 kN perpanjangannya adalah 0,0 mm.
Keadaan ini disebut perpanjangan elastisitas.

a.3 Modulus Elatisitas E (N/mm2)


Modulus elastisitas dihitung dengan membagi tegangan oleh regangan
spesifiknya. Tegangan dan regangan spesifiknya diambil dari garis modulusnya.


E=

Keteranga : E = modulus elastisitas dalam N/mm2
 = tegangan elastis dalam N/mm2
 = regangan yang bersangkutan (tanpa dimensi)

Orang pertama yang merumuskan gejala ini adalah Hooke dengan melakukan
beberapa percobaan pada kawat-kawat logam dan berbagai jenis pegas.

Hooke merumuskan penemuannya sebagai berikut:


F .lo
l =
Ao E

Keterangan: l = perpanjangan dalam mm.


F = gaya dalam N.
lo
= panjang asal dalam mm.
Ao
= luas penampang semula dalam mm2.
E = modulus elastisitas bahan dalam N/mm2.
Dari sini disimpulkan bahwa perpanjangan itu tergantung dari modulus
elastisnya dari logamnya, dan E itu adalah berbeda untuk setiap jenis bahan.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-6

Gambar 2.4. Bahan tidak kaku dan kaku

Tabel 1. Modulus Elastis (E) dari berbagai bahan dalam N/mm2.


Bahan E
Baja 206000
Tembaga 128000
Titanium 108000
Besi tuang 98100
Paduan-paduan aluminium 68600
Paduan-paduan magnesium 46000
Polyester berserat gelas 4900-22600
Kayu bundar 11800
Tripleks 9070
Polyester 2740
polyethyleen 120
Catatan: tidak semua logam mengikuti hukum Hoocke, yang semua logam memiliki
garis modulus yang lurus seperti besi tuang, tembaga dan paduan-
paduannya.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-7

a.4 Batas keseimbangan, batas elastisitas


Pada peningkatan beban sewaktu uji tarik, pada suatu ketika garis lurus itu
(garis modulus) akan beralih menjadi garis lengkung (Gambar 2.5). Titik dimana ini
terjadi disebut batas keseimbangan atau batas proporsional dan merupakan tegangan
paling tinggi dengan mana modulus elastisitas itu dapat ditentukan dengan regangan
spesifik yang bersangkutan.

Bila beban ditingkatkan sampai titik A, maka perpanjangannya lebih cepat


daripada sewaktu pada garis modulus. Akan tetapi sewaktu bebannya ditiadakan,
batang itu akan mengepir kembali sampai panjang semula. Titik B dimana itu terjadi,
jadi titik dari mana terjadi perpanjangan yang tetap pada beban yang bertambah,
disebut batas elastis. Dilihat dari segi perancangan, hal ini merupakan perubahan
bentuk yang tetap.

B
Batas elastis
akhir regangan elastis penuh
A
Batas
keseimbangan
akhir hukum Hooke
Gaya

Perpanjangan

Gambar 2.5. Madulus elastisitas

a.5 Batas lumer Re (dahulu 𝝈𝒗 )


Baja lunak mempunyai sifat aneh seperti terlihat pada Gambar 2.6, dimana
perpanjangan plastisnya dicanangkan oleh pengurangan beban yang mendadak, diikuti
dengan perpanjangan yang meningkat dan peningkatan beban yang mendadak lagi.
Gejala ini disebut melumernya baja, yang ditandai dengan perubahan bentuk yang
plastis dan naik turunnya beban. Gejala ini disebut melumernya baja, yang ditandai

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-8

dengan perubahan bentuk yang plastis dan naik turunnya beban.

Pernyataan batas lumer mempunyai kaitan dengan beban yang paling rendah
pada waktu pelumeran. Pada suatu uji tarik titik ini mudah diamati dan menentukan
untuk batas lumer terendah Re.

Fv
Re =  e =
Ao

Dimana : Re = batas lumer (N/mm2).


Fv = beban terendah pada waktu pelumeran (N).
Ao = penampang semula (mm2).
Gaya

Re

Perpanjangan
Gambar 2.6. Kurva tarik dari baja lunak.

a.6 Batas regangan 𝑅𝑝0,2 (dahulu 𝝈𝟎,𝟐).


Untuk kebanyakan bahan tidak dapat ditentukan batas lumernya, oleh karena
tidak terdapat batas lumer. Daripada Re kita tentukan sekarang 𝑅𝑝0,2 oleh karena
tegangan ini masih agak dapat ditentukan.

𝑅𝑝0,2 adalah tegangan pada batang uji tarik pada saat terjadinya perpanjangan
tetap sebesar 0,2% dari panjang ukur semula.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-9

• Penentuan batas regangan pada diagram yang diketahui

Perpanjangan total pada titik A ialah 6 mm, yang 3,5 mm adalah elastis
(mengepir kembali) dan yang 2,5 mm tetap; 0,2% dari 100 mm = 0,2 mm. Sekarang
kita mencari titik dari kurva tarik itu dimana perpanjangan tetapnya 0,2 mm. Kita
temukan ini pada skala horizontal pada titik B. Beban pada saat terjadinya perpajangan
tetap sebesar 0,2 mm, kita temukan dengan menarik garis lurus sejajar dengan garis
modulus dari titik B. Titik potong dengan kurva adalah C. sekarang kita dapat
membaca bebannya pada titik C yaitu 5800 N.

F 5800 N
R p 0, 2 = = = 73,8 N / mm 2
Ao 
x10 2 mm 2
Dari sini diperoleh 4

Gambar 2.7. Kurva tarik dari bahan tanpa batas lumer.

a.7 Kekuatan tarik 𝑅𝑚 (dahulu 𝜎𝑚 )


Sifat terkenal dari sebuah bahan adalah kekuatan tarik; ini adalah tegangan
maksimal yang terjadi pada sebuah bahan pada pengujian tarik.

Fm
m =
AO
Dimana : 𝜎𝑚 = Kekuatan tarik (N/mm2)

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-10

𝐹𝑚 = beban maksimum (N).


Ao = penampang semula (mm2)

Kita dapat mengatakan bahwa kekuatan tarik ini merupakan beban maksimal
yang boleh terjadi pada sebuah konstruksi. Akan tetapi hal itu tidak benar. Seandainya
kita bebani sebuah konstruksi sampai kekuatan tariknya, pada konstruksi itu sudah ada
perubahan bentuk yang tetap. Tariklah dalam Gambar 2.8 sebuah garis dari M, sejajar
dengan garis modulus. Kita akan melihat bahwa bahan itu berubah bentuk yang tetap.
Penerapan Rm pada sebuah konstruksi akan mengakibatkan perubahan bentuk yang
kuat.

a.8 Pelentikan Z (dahulu  )


Begitu beban maksimum tercapai kita dapat melihat, bahwa batang itu
memperoleh pengecilan penampang; ia melentik. Pelentikan ini berlanjut sampai
batang itu patah. Maka pada tempat patah itu bahan tersebut sangat berubah bentuknya
dan menjadi lebih kecil. Hal ini akan terjadi lebih kuat lagi pada bahan yang liat
daripada pada bahan yang getas.

Maka pelentikan Z itu merupakan persentase pengecilan penampang terbesar terhadap


penampang asal.

Ao − Au
Z= x 100%
atau : Ao
Di mana:
Z = pelentikan dalam %;
Ao = penampang asal dalam mm2 ;
Au = penampang ditempat yang putus dalam mm2.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-11

Gambar 2.8. Uji tarik total


Tugas 1a
Diameter asal dari sebuah batang uji tarik ialah 10 mm. Setelah patah, diameter terkecil
di tempat yang patah itu ialah 6,5 mm.

Hitunglah berapa besarnya pelentikan Z.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-12

Gambar 2.9 Perubahan-perubahan bentuk yang jelas terlihat pada konstruksi gang
tambang, berguna bagi peringatan-peringatan optis untuk pekerja-pekerja
tambang.

a.9 Regangan patah A (dahulu )


Regangan patah ialah suatu sifat mekanik, yang diukur pada batang uji tarik
yang patah. Bila batang yang patah itu kita sambungkan dengan teliti, maka kita dapat
mengukur berapa batang itu menjadi lebih panjang. Perpanjangan ini, dinyatakan
dengan persentase dari panjang ukur semula, menghasilkan regangan patah.

lu − lo
A= x 100%
lo
Dimana;
A = regangan patah, regangan setelah patah dalam %;
lo = panjang ukur semula dalam mm;
lu = panjang ukur setelah patah dalam mm.

Regangan patah dianggap sebagai ukuran untuk keliatan bahan; yang berarti;
bahan yang liat memiliki regangan patah yang tinggi.

Pada penanganan regangan patah adalah penting untuk mengetahui berapa


perbandingan panjang awal dan akhir dari batang yang bersangkutan. Oleh karena

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-13

mempunyai pengaruh terhadap nilai yang diperolehnya.

Sebab sebagian besar dari perpanjangan plastis terjadi ketika dan pada tempat
pelentikan . Daerah ini di mana pelentikan itu terjadi adalah adalah lebih kecil pada
batang uji tarik yang panjang (dp 10) terhadap panjang ukur lo daripada yang pendek
(dp 5)

Gambar 2.10 Batang-batang uji tarik yang telah diuji


a.10 Arti secara praktis suatu grafik

Gambar 2.11 Kurva tarik pada bahan secara umum.


Arti Gambar 2.11.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-14

a) Modulus elastis (modulus kenyal) adalah ukuran kekakuan suatu bahan. Suatu
bahan dengan modulus elastis yang lebih besar kita sebut lebih kaku. Suatu
bahan dengan modulus elastis lebih kecil kita sebut lebih lemah.

b) Batas regang adalah ukuran untuk kekokohan suatu bahan. Suatu bahan dengan
batas regang yang lebih tinggi kita sebut lebih kokoh. Suatu bahan dengan
batas regang yang lebih rendah kita sebut kurang kokoh.

c) Kekuatan tarik adalah ukuran kekuatan suatu bahan pada gaya tarik terbesar.
Suatu bahan dengan kekuatan tarik lebih tinggi kita sebut lebih kuat. Suatu
bahan dengan kekuatan tariklebih rendah kita sebut lebih lemah.

d) Regangan adalah ukuran untuk sifat dapat dibentuk dari suatu bahan. Suatu
bahan dengan regangan yang lebih besar kita sebut lebih dapat dibentuk. Suatu
bahan dengan regangan yang lebih kecil kita sebut kurang dapat dibentuk.

e) Bahan a lebih kuat, lebih kokoh, dan lebih kaku, akan tetapi lebih kurang dapat
dibentuk dari bahan b.

f) Bahan c lebih lemah, kurang kokoh dan lebih lunak, akan tetapi lebih dapat
dibentuk dari bahan b.

a.11 Ringkasan
tegangan elastis 
Modulus elastisita s = =E=
regangan spesifik bahan 
beban terendah pada pelumeran F
Batas lumer = = Re = v
penampang asal AO

beban pada perpanjangan tetap 0,2% F0, 2


Batas regangan 0,2 = = RP 0, 2 =
penampang asal AO

beban maksimum F
Kekua tan tarik = =m = m
penampang asal AO
pengurangan penampang terbesar setelah patah
Penggentingan = x100%
penampang asal
A − AU
=Z = O x100%
AO

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-15

perpanjangan setelah patah l −l


Re gangan patah = x100% = A = U O x100%
penampang asal AO

Contoh soal uji tarik.


Sebuah batang uji tarik dengan garis tengah d=10mm dan panjang ukur lo=100 mm.
p
Pada waktu percobaan batas proporsionalitas dicapai dengan gaya 22kN. Regangan

pada saat itu 0,28%. Batas regangan  R dicapai dengan gaya 25kN. Kekuatan tarik
 B dicapai dengan gaya 31.4kN. Batang percobaan putus pada gaya 23 kN. Batang

percobaan mempnyai garis tengah terkecil 3,5 mm dan panjang ukur lu =132 mm.

Ditanyakan:
p
a. Batas proporsionallitas
b. Modulus elastisitas E
c. Batas regangan  R
d. Kekuatan tarik
m

e. Kekuatan putus  B
f. Regangan patah  atau A
g. Penggentingan Z.
h. Diagram tegangan regangan

Penyelesaian;
𝐹𝑝 22𝐾𝑁 22000𝑁
a. 𝜎𝑝 = 𝐴 = 1 = 78,5 𝑚𝑚2 = 280 𝑁/𝑚𝑚2
𝑜 𝑥3.14𝑥102𝑚𝑚2
4

𝜎𝑝 280 𝑁/𝑚𝑚2
b. 𝐸 = = = 100.000 𝑁/𝑚𝑚2
𝜀 0,0028
𝐹 25 𝐾𝑁 2500 𝑁
c. 𝜎𝑅 = 𝐴𝑅 = 1 = 78,5 𝑚𝑚2 = 320 𝑁/𝑚𝑚2
𝑜 𝑥3.14𝑥102 𝑚𝑚2
4
𝐹𝑚 31,4 𝐾𝑁 31400 𝑁
d. 𝜎𝑚 = =1 = 78,5 𝑚𝑚2 = 400 𝑁/𝑚𝑚2
𝐴𝑜 𝑥3,14𝑥102 𝑚𝑚2
4
𝐹 23 𝐾𝑁 23000 𝑁
e. 𝜎𝐹 = 𝐴𝐹 = 1 = 9,6 𝑚𝑚2 = 2400 𝑁/𝑚𝑚2
𝑢 𝑥3,14𝑥3,52 𝑚𝑚2
4
𝑙𝑢 −𝑙𝑜 132 𝑚𝑚−100 𝑚𝑚
f. 𝛿 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝐴 = 𝑥100% = 𝑥100% = 32%
𝑙𝑜 100 𝑚𝑚
1 1
𝐴𝑜 −𝐴𝑢 𝑥3,14𝑥102 𝑚𝑚2− 𝑥3,14𝑥3,52𝑚𝑚2
4 4
g. 𝜓 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑍 = 𝑥100% = 1 𝑥100% = 87,7%
𝐴𝑢 𝑥3,14𝑥102 𝑚𝑚2
4

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-16

Tugas 1.1.
1. Apa perbedaan antara pengujian yang bersifat merusak dan pengujian yang
bersifat tidak merusak?
2. Apa perbedaan tujuan pengujian pada pengujian yang bersifat merusak dan
pengujian yang bersifat tidak merusak?
3. Dalam kategori apa pembagian sifat-sifat bahan. Berilah beberapa contoh dari tiap
kategori.
4. Mengapa batang-batang uji tarik dinormalisasikan?. Apa yang dimaksud dengan
batang uji dp 10?.
5. Bagaimana cara memperoleh diagram gaya perpanjangan?.
6. Apa yang dimaksud dengan garis modulus? Apa artinya garis ini pada sebuah
diagram?.
7. Bilamana sebuah bahan itu disebut keras?.
8. Apa yang dimaksud dengan batas keseimbangan?
9. Apa yang dimaksud dengan batas elastisitas? Mengapa ia merupakan batas yang
penting?.
10. Apa yang dimaksud dengan pelumeran dari baja?.
11. Apa yang dimaksud dengan kekuatan tarik suatu bahan?.
12. Bilamana sebuah bahan disebut liat?.
13. Bilamana sebuah bahan disebut kaku?.
14. Pada uji tarik dengan sebuah batang dp 10 yang berdiameter 20 mm kita
memperoleh keterangan-keterangan seperti berikut; gaya tarik terbesar 185 kN;

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-17

gaya pada batas keseimbangan 92,4kN; gaya pada batas perpanjangan 0,2 ialah
123,2 kN; dan gaya p[ada waktu patah 154 kN; Diameter pada tempatnya patah
ialah 14 mm dan panjang ukuran setelah patah ialah 240 mm. Pada batas
keseimbangan terukur rengan sebesar 0,15%. Pada gaya tarik terbesar terukur
perpanjangan sebesar 28 mm.

Ditanyakan;
a) Diagram gaya-perpanjangan.
b) Batas keseimbangan.
c) Modulus elastisitas.
d) Batas regangan.
e) Kekuatan tarik.
f) Penggentingan.
g) Perpanjangan dalam %.

b. Pengujian Kekerasan
Kekerasan adalah tahanan yang dilakukan oleh bahan terhadap desakan
kedalam yang tetap, disebabkan oleh sebuah alat pendesak dengan bentuk tertentu di
bawah pengaruh gaya tertentu; suatu desakan yang kecil (atau tidak dalam)
menunjukkan kekerasan yang besar.

Pengujian kekerasan dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut;

• Menurut Brinnel; dinyatakan dengan HB.


• Menurut Vickers; dinyatakan dengan HV.
• Menurut Rockwell
➢ Dengan peluru; dinyatakan dengan HRB.
➢ Dengan kerucut; dinyatakan dengan HRC.
b.1 Pengujian kekerasan menurut Brinnel
Pada metode Brinnel sebuah bola baja yang dikeraskan ditekankan pada
permukaan benda uji yang licin dengan suatu gaya tertentu seperti pada Gambar 2.11.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-18

Gambar 2.12 Prinsip pengukuran kekerasan menurut Brinnel.

Kekerasan dengan metode Brinnel (HB) dihitung berdasarkan rumus;


0,102.F F
HB = N / mm2 = kgf / mm2
A A
2F
HB =
atau D( D − (D 2
)
−d2 )

Keterangan;
HB = nilai kekerasan menurut Brinnel (N/mm2)
F = gaya desakan (N/kgf)
A = luas segmen bola dari desakan (mm2)
D = diameter bola (mm)
d = diameter segmen bola dari desakan (mm)
0,102 = faktor konversi dari kgf ke Newton

Diameter bola baja dapat brbeda-beda, tetapi ada beberapa ukuran menurut
peraturan yaitu; 10, 5, 2.5, dan 1 mm. Gaya pendesakannya harus dipilih sedemikian
besarnya, sehingga diameter dari pendesakannya terletak antara 0,2D dan 0,6D
sehingga pengukurannya dapat diandalkan.

Nilai-nilai kekerasannya hanya dapat disamakan bila terjadi perandingan F/D 2


yang sama (Tabel 1.2).

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-19

Tabel 1.2 Pedoman dari pengukuran kekerasan Brinnel.

F/D2 (F dlm kgf) 30 10 5 2,5 1,25


Pencapaian HB 60 22 11 6 3
sampai sampai sampai sampai sampai
450 315 158 78 39

Lama pembebanan (S) 15 30 30 120 180


Penerapan Logam Logam bukan besi
besi
Paduan nikel dan kobalt
Baja, Baja tuang, Besi tuang

Kuningan, Perunggu, dan nikel


dari logam ringan, Tembaga,
Paduan-paduan tuang dan remas

kuningan tuang
Aluminium murni, magnesium

Bahan-bahan bantalan

Timbel, timah putih


Kekerasan HB sering digambarkan dalam catatan seperti berikut ini;
150 HB 5/250/30
Keterangan:
150 = nilai kekerasan (kgf/mm2).
HB = Simol metode kekerasan Brinnel.
5 = diameter peluru.
250 = beban dalam kgf.
30 = lama pembebanan dalam detik.

Pada baja bukan paduan seperti St-37 terdapat hubungan antara kekerasan
HB dan kekuatan tarik, yaitu menurut persamaan berikut;

 m = Rm  3,4 HB

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-20

Kerugian dari metode Brinnel ialah;


• Untuk mendapatkan hasil yang teliti, sebaiknya memilih bola baja yang
besar, tetapi Hasil pendesakan menimbulkan kerusakan pada komponen yang
diukur.
• Tidak cocok mengukur kekerasan pada bahan yang keras.
• Tidak dapat mengukur permukaan yang kecil karena pendesaknya besar.
• Metodenya terlalu rumit.
Keuntungan dari metode ini adalah;
• Karena ukuran pendesaknya besar, metode ini sangat cocok untuk mengukur
bahan yang tidak homogen.seperti besi tuang dan perunggu. Dengan ini
diperoleh ”nilai rata-rata” yang baik seperti Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Nilai rata-rata yang baik dan jelek.

b.2 Pengujian kekerasan menurut Vickers


Pada pengukuran kekerasan menurut Vickers sebuah intan yang berbentuk
limas (piramid) dengan sudut puncak 136O ditekankan pada bahannya dengan suatu
gaya tertentu (lihat Gambar 2.14), maka pada bahannya terdapat cetakan (afdruk) dari
intan ini. Cetakan ini bertambah besar kalau bahannya bertambah lunak dan kalau
bebannya bertambah besar. Besar beban yang biasa digunakan pada metode vickers
adalah 30 kgf (≈294N).

Seperti pada metode Brinnel, kekerasan Vickers (HV) dihitung dari


perbandingan antara gaya dan luas yang dihitung dari pendesakan yang berbentuk
limas.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-21

0,102.F F
HV = N / mm2 = kgf / mm2
A A
Keterangan;
HV = nilai kekerasan menurut Vickers (N/mm2)
F = gaya desakan (N/kgf)
A = luas segmen bola dari desakan (mm2)
0,102 = faktor konversi dari kgf ke Newton

Gambar 2.14 Prinsip pengukuran kekerasan menurut Vickers.


Luas dari pendesakannya ditentukan dengan nilai rata-rata dari diagonal d1 dan d2
dihitung dengan;
d2
A= mm 2
1,854
d1 + d 2
d= mm
dimana; 2
0,102.F 1,854 F
HV = 1,854 x 2
N / mm2 = 2
kgf / mm2
sehingga d d
Seperti pada metode Brinnel, waktu pembebanan tergantung dari bahan yang
harus diukur. Untuk baja, tembaga, dan paduan-paduan tembaga 10-15 detik dan untuk
logam-logam ringan kira-kira 30 detik. Sampai 350 HV, Brinnel dan Vickers
memberikan hasil yang sama, selebihnya mereka menyimpang.

Kekerasan HV sering digambarkan dalam catatan seperti berikut ini;


250 HV 30/10

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-22

Keterangan:
250 = nilai kekerasan (kgf/mm2).
HV = Simol metode kekerasan Vickers.
30 = beban dalam kgf.
10 = lama pembebanan dalam detik.
Keuntungan-keuntungan dari metode vickers adalah;
• Dengan pendesak yang sama, baik kekerasan bahan yang keras maupun yang
lunak dapat ditentukan.
• Pendesakan yang kecil (kira-kira 0,5 mm) pada benda kerja yang harus
diukur, hanya menyebabkan kerusakan kecil.
• Penentuan kekerasan pada benda-benda kerja tipis adalah mungkin dengan
memilih gaya yang kecil.
Kerugian-kerugian dari metode ini adalah;
• Bahan-bahan yang tidak homogen, seperti besi tuang dan perunggu tidak
dapat dipertanggung jawabkan untuk diukur dengan metode vickers.
• Dibandingkan dengan pengukuran kekerasan menurut Rockwell, metode ini
cukup memakan waktu lama karena adanya dua penanganan yang terpisah.
• Permukaannya harus dikerjakan licin, sehubungan dengan pendesakan yang
kecil.
b.3 Pengujian kekerasan menurut Rockwell
Pada metode Rockwell sebuah pendesak ditekankan dalam dua tingkat pada
benda kerja yang dikerjakan licin seperti pada Gambar 2.15. Kedalaman pendesakan
yang tetap merupakan ukuran untuk kekerasan, yang sekaligus dapat dibaca pada jam
ukur.

Gambar 2.15 Prinsip pengukuran kekerasan menurut Rockwell.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-23

Pengukurannya dapat dilakukan dengan bantuan sebuah kerucut intan dengan


sudut pucak 120O (Rockwell Cone dan dinyatakan dengan HRC. Pengukuran dapat
juga dilakukan dengan sebuah peluru baja kecil yang dikeraskan dengan diameter
1/16” (Rockwell Ball) dan dinyatakan dengan HRB.

❖ Metode Rockwell Cone (HRC)


Penukurannya dilakukan seperti pada Gambar 2.16. mula-mula bahan diberi
beban awal 10 kgf, maka ujungn dari kercucut itu masuk sedikit kedalam bahan.
Penunjuk jam ukur menunjukkan kedudukan 100. Sekarang beban utama sebesar 140
kgf dipasang secara berangsur-angsur sehingga beban seluruhnya ialah 150 kgf.
Penunjuk jam ukur berputar kemabali. Setelah beberapa lama, beban utama sebesar
140 kgf ditarik kembali; maka kerucut itu mengepir kemabali sedikit karena perubahan
bentuk elastis dari bahan yang diukurnya. Sekarang penunjuk jam ukur itu berputar
sedikit naik. Kedudukan penunjuk paa saat itu adalah penting oleh karena kedudukan
ini menyetakan nilai HRC. Pada HRC skala ukur mulai dari 0 sampai 100 HRC.

Satu putaran pada jam ukur merupakan kedalam 0,2 mm.


Bila dalamnya pendesakan 0,0 maka HRC adalah 100.
Bila dalamnya pendesakan 0,2 maka HRC adalah 0.
Bila dalamnya pendesakan 0,1 maka HRC adalah 50.

Gambar 2.16 Prinsip pengukuran Rockwell C.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-24

Keuntungan dari Rockwell-C ialah;


• Pengukurannya memerlukan waktu yang singkat oleh karena pengerjaannya
yang sangat terbatas, sehingga pengukuran kekekrasan dengan metode HRC
sangat cocok untuk pengontrolan dalam proses produksi.

Kerugian dari metode ini adalah;


• Pengukuran dengan metode HRC terbatas pada bahan-bahan yang keras atau
bahan yang sudah dikeraskan.

• HRC hanya cocok untuk bahan-bahan dengan susunan yang homogen.

❖ Metode Rockwell Ball (HRB)


Metode ini pada dasarnya sama dengan metode HRC, hanya sekarang ditekan
oleh sebuah peluruh baja yang dikeraskan dengan diameter 1/16”. Dengan beban
tertentu kedalam bahannya. Pada HRB dipakai skala dari 30 (bahan yang paling lunak)
samapai 130 (bahan yang paling keras).

Mula-mula bahan diberi beban awal 10 kgf, kemudian beban utama sebesar 90
kgf. Penunjuk jam ukur berputar kembali. Setelah beberapa lama, beban utamnya
ditarik kembali; jam ukur menunjukkan berpa mm pelurunya masuk kedalam bahan.

Pencapaian ukuran 0,20 mm.


Bila dalamnya pendesakan 0,0 maka HRB adalah 130.
Bila dalamnya pendesakan 0,2 maka HRC adalah 0.
Bila dalamnya pendesakan 0,1 maka HRC adalah 80.
Catatan; Nilai HRB tidak disamakan dengan nilai HRC.

Gambar 2.17 Prinsip pengukuran Rockwell B.


• Keuntungan dan kerugian dari Rockwell-B dalam garis besarnya adalah sama
dengan keuntungan dan kerugian dari pengukuran Rockwell-C. Dalam

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-25

keilmuan metode ini hampir tidak pernah dipergunakan karena tidak begitu
teliti.

Tabel 1.3. Persamaan kekuatan tarik dan kekerasan baja


Kekerasan Kekuatan Kekerasan
Brinnel Vickers Rockwell Tarik/ m Brinnel Vickers Rockwell
HB HV HRB HRC N/mm2 HB HV HRB HRC
80 80 36.4 280 359 360
85 85 42.4 300 368 370
90 90 47.4 320 376 380
95 95 52 330 385 390
100 100 56.4 350 392 400
105 105 60 370 400 410
110 110 63.4 390 408 420
115 115 66.4 400 415 430
120 120 69.4 420 423 440
125 125 72.4 430 430 450
130 130 74.4 450 460
135 135 76.4 470 470
140 140 78.4 480 480
145 145 80.4 500 490
150 150 82.2 510 500
155 155 83.8 530 510
160 160 85.4 550 520
165 165 86.4 560 530
170 170 88.2 580 540
175 175 89.6 600 550
180 180 90.8 620 560
185 185 91.8 630 570
190 190 93 650 580
195 195 94 670 590
200 200 95 680 600 54.4
205 205 95.8 700 610 54.9
210 210 96.6 720 620 55.4
215 215 97.6 730 630 55.9
220 220 98.2 750 640 56.4
225 225 99 770 650 56.9
230 230 19.2 780 660 57.4
235 235 20.2 800 670 57.9
240 240 21.2 820 680 58.4
245 245 22.1 840 690 58.9
250 250 23 850 700 59.3
255 255 23.8 870 720 60.2
260 260 24.6 890 740 61.1

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-26

265 265 25.4 900 760 61.9


270 270 26.2 920 780 62.8
275 275 26.9 940 800 63.5
280 280 27.6 960 820 64.3
285 285 28.3 970 840 65
290 290 29 990 860 65.7
295 295 29.6 1010 880 66.3
300 300 30.3 1030 900 66.9
310 310 31.5 1060 920 67.5
320 320 32.7 1100 940 68
330 330 33.8 1130
340 340 34.9 1170
350 350 36 1200
Sumber: Vliet (1984).

Tugas 1.2
1. Apa yang dimaksud dengan kekerasan?.
2. Metode-metode apa yang anda ketahui tentang pengukuran kekerasan?.
3. Mengapa benda uji pada pengujian kekerasan harus cukup tebal?.
4. Paparkan prinsip pengukuran kekerasan menurut Brinnel?.
5. Mengapa diameter pendesakan pada pengukuran Brinnel harus berada pada
perbandingan tertentu dengan diameter pelurunya?.
6. Apa arti catatan: 62 HB 5/62,5/120?. Jenis bahan apakah ini?.
7. Apa keuntungan dan kerugian dari metode Brinnel?.
8. Jelaskan prinsip dari pengukuran kekerasan menurut metode Vickers?.
9. Bagaimana kita menentukan kekerasan HV pada metode Vickers?.
10. Sebutkan keuntungan dan kerugian dari pengukuran kekerasan menurut Vickers?.
11. Jelaskan prinsip pengukuran kekerasan menurut Rockwell?
12. Apa keuntungan dan kerugian dari metode Rockwell?.
13. Jika diketahui gaya yang digunakan untuk menekan sebuah baja sebesar 187 kgf;
diameter bola baja yang digunakan 5 mm dan diameter rata-rata hasil penekanan
0,850 mm. Maka tentukan nilai kekerasan baja tersebut.
14. Jika diketahui gaya yang digunakan untuk menekan sebuah aluminium sebesar
30 kgf dan diameter rata-rata hasil penekanan 0,55 mm. Maka tentukan nilai
kekerasan baja tersebut.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-27

c. Pengujian Impak.
Penggunaan baja untuk konstruksi besar sering terjadi gejala yang
menghawatirkan. Jembatan-jembatan, kapal, bejana-bejana tekan, dan Derek-derek
pecah secara mendadak seolah-olah terbuat dari kaca. Yang aneh adalah bahwa
tegangan-tegangan pada konstruksi itu tidak tinggi. Selain dari itu bahan-bahan
tersebut ternyata bersifat liat dan keretakan-keretakan pada bejana-bejana itu justru tak
diragukan lagi kelihatannta getas. Setelah beberapa waktu kita menemukan bahwa
beberapa factor mempengaruhi gejala ini, diantaranya;
• Suhu kontruksi pada waktu retak (gejala ini terutama terjadi pada musim dingin.
• Kecepatan, dengan mana terjadinya keretakan atau perubahan bentuk.
• Adanya takikan-takikan pada permukaan bahan, dalam bentuk ketidakrataan
atau alur-alur.

c.1. Cara pengujian impak (takik)


Ditinjau dari penempatan benda uji, pengujian impak dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu metode Charpy dan metode Izod. Pada dasarnya kedua metode ini
hampir sama, namun terdapat sedikit perbedaan yaitu pada metode charpy benda uji
diletakkan secara harisontal dan kedua ujungnya ditahan oleh landasan dan pisau
pemukul dipukulkan tepat di tengah benda uji yang telah diberi takikan. Sedangkan
pada metode izod benda uji diletakkan secara vertikal dan salah satu ujungnya dijepit
kemudian pisau pemukul dipukulkan terhadap ujung lainnya yang bebas.
Alat yang digunakan pada pengujian impak adalah palu pukulan takik
(Charpy) seperti Gambar 2.18 dan metode pemukulan pada Gambar 2.19.
Besarnya usaha yang dilakukan pada pengujian impak dapat dihitung dengan
rumus berikut ini;
W = Fg .(h1 − h2 )
Keterangan:
W = kerja pukulan dalam N.m = Joule
Fg = massa palu dalam N.
h1 = tinggi kedudukan awal pemukul dalam m.
h2 = tinggi kedudukan akhir pemukul setelah
patah dalam m.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-28

Gambar 2.18 Palu pukulan takik (Charpy)

Gambar 2.19 Uji pukulan takik (impak)


Jika usaha yang dilakukan untuk mematahkan batang uji dibagi dengan luas
batang di bawah takikan, maka diperoleh kerja patah persatuan luas yang disebut nilai
pukulan takik.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-29

W
K=
AO
Keterangan:
K = Nilai pukulan takik dalam Joule/mm2.
W = kerja pukulan dalam N.m = Joule
AO = luas takikan dalam mm2.

Batang uji yang digunakan dapat memiliki berbagai ukuran, bentuk dan takikan.
Ukuran dan bentuk takikan yang standar dapat dilihat pada Gambar 2.20.

Gambar 2.20 Batang uji pukulan takik yang dinormalisasikan.


c.2 Sifat Patahan / Keretakan
Sifat patahan atau keretakan dalam pengujian impak dapat terjadi dalam tiga
bentuk. Bentuk-bentuk itu secara berturut-turut adalah keretakan getas, keretakan liat
dan keretakan gabungan.

a) Keretakan getas atau keretakan bersuara (Gambar 2.21) adalah rata dan
mempunyai permukaan yang mengkilap. Kalau potongan potongan ini
disambungkan, ternyata keretakan (patahan ini) tidak dibarengi dengan deformasi
bahan. Tipe ini mempunyai nilai pukulan takik yang rendah.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-30

Gambar 2.21 Jenis patahan getas.


b) Patahan liat atau patahan perubahan bentuk (Gambar 2.22) adalah mempunyai
permukaan patah yang tidak rata dan nampak seperti beludru, buram dan berserat.
Type ini mempunyai pukulan takik yang tinggi.

Gambar 2.22 Jenis patahan liat.


c) Patahan campuran (Gambar 2.23) adalah patahan yang sebagian getas dan
sebagian liat. Patahan ini terjadi paling banyak. Sering kali diperkirakan berapa
persen patahan getas dari pecahan itu dan berapa persen yang liat

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-31

Gambar 2.23 Jenis patahan campuran.


Pada Gambar 2.24, memperlihatkan hubungan antara besar pengaruh suhu dan
nilai pukulan takik pada bahan baja. Selanjutnya kepekaan baja ini untuk kegetasan
dingin sangat dipengaruhi oleh besarnya butiran, kemurnian dan komponen-komponen
paduannya. Uji pukulan takik dipakai juga bentuk penyelidikan pada perubahan
keliatan oleh pengerlan-pengerolan panas.

Gambar 1,24. Pengaruh suhu pada nilai pukulan takik pada baja.
Tugas 1.3.
1. Faktor apa saja yang mempengaruhi bahan yang liat tiba-tiba mengalami retak atau
pecah?
2. Paparkan prinsip kerja dari pengujian impak. Jelaskan jawaban anda dengan
sebuah gambar sketsa.
3. Ukuran apa yang menentukan untuk uji pukulan takik?
4. Jenis-jenis patahan apa yang anda ketahui pada pengujian impak?.
5. Berikan penjelasan singkat mengenai tiap jenis patahan ini.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-32

2.2.2. Pengujian Tidak Merusak


A. Metode Penyelidikan Permukaan
a.1. Penyelidikan Magnetis
Bendanya dimagnetisasikan dengan bantuan arus listrik sehingga terjadilah
medan magnet didalam benda itu. Pada tempat berlainan permukaan, misalnya suatu
retakan, medan ini terganggu dan terjadilah apa yang disebut medan bocor. Pada benda
yang dimagnetisasikan itu, disemprotkan minyak dengan di dalamya bagian-bagian
oksida besi besi yang halus. Pada tempatnya medan bocor, bagian-bagian oksida besi
tiu diikat dan terbentuklah suatu garis hitam sebesar kesalahannya seperti pada
Gambar 2.25

Gambar 2.25 Penyelidikan magnetis.


a.2. Penyelidikan Tembus
Pada permukaan komponen disapukan zat cair atau warna yang dapat
menimbulkan cahaya sendiri, yang menembus kedalam keretakan atau lubang
(penetrasi). Kemudian permukaan itu dibersihkan lagi, tetapi zat cair itu tetap berada
ditempat yang retak-retak itu. Kemudian disemprotkan selapis kapur pada permukaan
itu. Kapur ini mengisap zat cair dari retakan-retakan dan lubang-lubang, dan ini dapat
dilihat sebagai garis-garis atau titik-titik merah. Bila kita memakai zat cair yang
mengeluarkan cahaya sendiri dan bendanya didekatkan dengan cahaya ultraviolet,
keretakan-keretakan yang paling kecilpun dapat dilihat. Metode ini cukup sederhana
dan murah serta dapat diterapkan pada semua jenis logam. Metode ini dapat dilihat
pada Gambar 2.26.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-33

Gambar 2.26 Penyelidikan penetran (tembus) dalam urutan penanganan.

B. Metode Penyelidikan Dalam


b.1. Penyelidikan Ultrason
Metodenya adalah suara berfrekuensi tinggi dipancarkan kebenda dengan
bantuan sebuah pemancar peraba. Suara ini idak dapat didengar dengan telinga biasa.
Gelombang-gelombang suara ini menyebar dengan cepat dan lurus kedalam bahan.
Gelombang-gelombang ini dipantulkan oleh permukaan-permukaan batas, misalnya
dari keretakan-keretakan di dalam, lubang-lubang, atau oleh dinding bahan yang
terletak diseberangnya. Gelombang-gelombang suara yang dipantulkan itu ditampung
lagi oleh peraba. Dengan mengukur waktu antara penyiaran sinyal dan penampungan
gema-gemanya, kita dapat melokalisir permukaan-permukaan batas (dan
kemungkinan kesalahan) yakni selalu kita mendapatkan gema dan dinding yang
berseberangan. Pada sebuah layar gambar sinyal-sinyal yang dipantulkan itu dapat
digambarkan dan diukur dimana terdapat kemungkinan kesalahan.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-34

Gambar 2.27 Penyelidikan ultrason.

b.2. Penyelidikan Rontgen


Seperti manusia, logam-logam juga dapat diperiksa dengan sinar rontgen.
Dengan cara memancarkan sinar rontgen menembus sebuah benda dan dibelakang
benda tersebut dipasang sebuah film (lihat gambar d.4). Semua bahanmenyerap sinar-
sinar rontgen, tetapi bila disuatu tempat terdapat sebuah lubang, keretakan dan lain-
lain-lain didalam bahan itu, sinar-sinar tersebut tidak atau kurang terserap ditempat itu.
Pada bagian belakang, pada tempat yang salah, intensitas pemancarannya adalah lebih
besar dan nampak lebih hitam pada filmnya. Penyelidikan ini terbatas pada ketbalan
baja 80 mm, tembaga 50 mm, dan logam ringan 400 mm. Pada ketebalan yang lebih
besar, kita dapat mempergunakan penyelidikan isotop.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-35

Gambar 2.28 Penyelidikan rontgen

b.3. Penyelidikan Isotop

Metode ini pada garis besarnya sama dengan metode rontgen, dengan
perbedaan bahwa pada penyelidikan isotop kita mempergunakan sinar gamma yang
diperoleh dari isotop-isotop radioaktif, seperti kobalt 60 atau iridium 192. dalam
penembusannya jauh lebih besar, umpamanya untuk baja 200 mm. selain dari tiu
peralatannya lebih sederhana.

b.4. Emisi Akustik

Pada beberapa proses di dalam logam, seperti perubahan-perubahan susunan,


pembentukan keretakan, pertumbuhan keretakan dan perubahan bentuk plastis,
sebagian energi yang terbebaskan dijadikan energi suara. Suara ini tidak dapat
didengar oleh teliga orang, tetapi dengan peralatan yang sangat peka dan dengan
penguatan elektronik yang baik, dibuatnya supaya terdenar. Penyelidik-penyelidik
yang berpengalaman dapat mendeteksi jenis suara karakteristik tertentu. Umpanya kita
dapat mendengarkan apakah terdapat keretakan-keretakan yang tersembunyi, atau

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR


2-36

berapa besar tegangan-tegangan sebuah konstruksi. Kadang-kadang dapat juga


ditentukan seberapa jauh adanya gejala-gejala kelelahan. Dengan menempatkan
berbagai peraba dan pengukur perbedaan waktu penerimaannya, bahkan dapat
dilokalisir sumber suarnya.

Gambar 2.29 Penyelidikan emisi akustik.

C. Tugas
1. Apakah ciri dari penyelidikan bukan destruktif?.
2. Kelompok-kelompok utama apakah yang terdapat dalam penyelidikan tidak
merusak?.
3. Sebutkan beberapa metode yang ditangani dalam kelompok-kelompok utama
penyelidikan tidak merusak.
4. Berikan ulasan prinsip kerja dari setiap metode ini dan sebutkan daerah
penerapannya.

Bahan Ajar “Ilmu Bahan” MSR

Anda mungkin juga menyukai