Peradaban Islam Kerajaan Turki Usmani
Peradaban Islam Kerajaan Turki Usmani
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
B. Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Ustmani
Kerajaan Turki Ustmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang
berasal dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika bangsa Mongol
menyerang umat Islam, pemimpin suku kayi, Sulaiman Syah, mengajak anggota
sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol tersbut dan lari ke arah barat.
Bangsa Mongol itu mulai menyerang dan menaklukan wilayah Islam yang berada
di bawah kekuasaan dinasti Khwarazm Syah tahun 1219-1220 M. Sulaiman Syah
meminta perlindungan kepada Jalal Ad-Din, pemimpin terakhir dinasti Khwarazm
Syah tersebut di Transoksania, sebelum dikalahkan oleh assukan Mongol. Jalal ad-
Din memberi jalan agar Sulaiman pergi ke Barat ke arah Asia kecil, dan di sanalah
mereke menetap. Sulaiman ingin pindah lagi ke wilayah Syam setelah ancaman
Mongol reda. Dalam usahanya pindah ke negri Syam tersebut, pemimpin orang-
orang Turki tersebut hanyut di suangi Euphrat yang tiba-tiba pasang karena banjir
besar, tahun 1228 (Syafiq A, 1997).
Mereka akhirnya terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang
ke negeri asalnya, dan yang kedua meneruskan perantauannya ke wilayah Asia
Kecil. Kelompok kedua itu berjumlah sekitar 400 keluarga dipimpin oleh Erthogrol
(Arthogrol), anak Sulaiman. Mereka akhirnya menghambkan dirinya kepada Sultan
Ala ad-Din II dari Turki Saljuq Rum yang pemerintahannya berpusat di Konya,
Anatolia, Asia Kecil (ibid, hal 52).
Di sana di bawah pimpinan Ertoghrul mereka mengabdikan diri kepada
Sultan Seljuk yang sedang berperang melawan Bizanthium (Badri Yatim, 2001).
Pada waktu itu bangsa Saljuq yang serumpun dan seagama dengan orang-orang
Turki imigran tadi melihat bahaya bangsa Romawi yang mempunyai kekeuasaan
kemaharajaan Romawi Timur (Bizantium). Dengan adanya tambahan pasukan baru
dari saudara sebangsanya itu pasukan Saljuq menang atas Romawi. Sultan gembira
dengan kemenangan tersebut dan memberi hadiah kepada Erthogrol wilayah yang
berbatasan dengan Bizantum. Dengan senang hati Erthogrol membangun tanah
perdikan itu dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut dan
merongrong wilayah Bizantium. Mereka menjadikan Sogud sebagai pusat
4
kekuasaannya. Dinasti Saljuk Rum sendiri sedang surut pada saat itu. Dinasti
tersebut telah berkuasa di Anatholia bagian tengah kurang lebih dua ratus tahun
lamanya, sejak tahun 1077 hingga tahun 1300.
Erthogrol mempunyai seorang putra yang bernama Usman yang
diperkirakan lahir tahun 1258. Nama Ustman itulah yang diambil sebagai nama
untuk kerajaan Turki Ustmani. Erthogrol meninggal tahun 1280. Ustman ditunjuk
untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai pemimpin suku bangsa Turki atas
persetujuan Sultan Saljuq, yang merasa gembira karena pemimpin baru itu dapat
meneruskan kepemimpinan pendahulunya. Sultan banyak memberikan hak
istimewa kepada Ustman dan mengangkatnya menjadi gubernur dengan gelar bey
di belakang namanya. Ustman juga diperbolehkan untuk mencetak uang sendiri dan
didoakan dalam khutbah jum’at. Namun demikian, sebagian ahli menyebutkan
bahwa Ustman adalah anak Sauji. Sauji itulah anak Erthogrol, sehingga Usman
adalah cucunya, bukan anaknya. Sauji telah meniggal sebelum ayahnya meninggal.
Ia meninggal dalam perjalanan pulang sehabis memohon kepada Sultan Saljuq atas
perintah ayahnya Erthogrol untuk tinggal menetap di wilayahnya. Permohonan itu
dikabulkan oleh Sultan makanya Erthogrol ketika menerima berita ini sedih
bercampur gembira. Sedih karena anaknya meninggal dan gembira karena
permohonannya untuk menettap di wilayah Saljuq itu dikabulkan oleh Sultan
(Syafiq A, hal 52).
Ketika Erthogrol meninggal dunia tahun 1289 M, kepemimpinan
dilanjutkan oleh Ustman. Usman inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajan
Ustmani. Ustman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana
ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya
menduduki benteng-benteng Bizanthium yang berdekatan dengamn kota Broessa.
Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuq Rum ini kemudian
terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usmanpun menyatakan
kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah
kerajaan Usman dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang
sering disebut juga Ustman I (Badri yatim, hal 120).
5
C. Perkembangan Pemerintahan Dinasti Turki Usmani dam Sultan Turki
Ustmani.
Dinasti turki usmani berkembang dengan sangat cepat, dengan memiliki
sistem pemerintahan yang baik, potensi kekuatan militer yang kuat, rakyat yang
patuh tunduk pada kerajaan. Perkembangan ini tampak naik turun tergantung dari
sultan atau raja yang memimpin, karena dalam setiap kepemimpinan memiliki gaya
tersendiri, desakan dari pihak lawan, dan kondisi tantangan yang berbeda. Tentu
masing-masing peiodeisasi ini menjadi bentuk perkembangan dinasti turki usmani
dalam menjalani masa kejayaannya. Jadi, perkembangan pemerintahan dinasti turki
usmani ini adalah konsistensi dan kesinambungan dalam mempertahankan dinasti
turki usmani membentuk peradaban Islam dengan sistem perpolitikan kesultanan.
Kerjaan Usmani bangkit kembali pada masa pemerintahan Murad II. Ia digelari
Al-Fatih (Sang Penakluk) karena pada masanya ekspansi Islam berlangsung secara
besar-besaran. Kota penting yang berhasil ditaklukkan adalah Konstantinopel pada
tahun 1453. Dengan demikian usaha menaklukkan Isalam atas kerajaan Romawi
Timur yang dimulai sejak zaman Umar Bin Khattab telah tercapai. Konstantinopel
dijadikan ibu kita kerajaan dan namanya diubah menjadi Istanbul (Tahta Isalm).
Kejatuhan Konstantinopel memudahkan tentara Usmani menaklukkan wilaya
lainnya seperti Serbia, Albania dan Hongaria. Sekalipun Konstatinopel telah jatuh
di tangan Usmani dibawa kekuasaan Muhammad Al-Fatih, namun umat Kristen
sebagai pendudduk asli daerah tersebut tetap diberikan kebebasan beragama.
Bahkan merekadibiarkan memilih ketua-ketua dilantik oleh Sultan
6
perebutan kekuasaan yang tidak jarang menjadi ajang pertempuran antara satu
pangeran dengan pangeran yang lalinnya, yang mengakibatkan lemahnya kekuasaa
Ustmaniyyah. sejak zaman Ustman hingga Sulaiman yang agung dapat dikatakan
bahwa para sultannya terdiri dari orang-orang yang kuat, dapat mengembangkan
kerajaannya hingga ke Eropa dan ke Amerika.
Di masa Sulaiman yang bergelar juga al-Qanuni itulah Turki Ustmani mencapai
puncak kejayaannya. Setelah masa itu para sultannya dalam keadaan lemah,
ditambah lagi dengan banyaknya serangan balik dari negeri-negeri Eropa yang
sudah merasa kuat. Akhirnya para penguasa Ustman tidak dapat lagi
mempertahankan kerajaanya yang luas itu dan hilanglah kekuasaannya tahun 1924
ketika Mustafa Kemal Attaturk menghapuskan kekhalifahan untuk selama-lamanya
di bumi Turki dan bergantilah negeri itu menjadi Republik hingga kini (Syafiq A,
1997).
Dalam sekian lama kekuasaannya sekitar 165 tahun berkuasa tidak kurang
dari tiga puluh delapan sultan, yang sejarah kekuasaan mereka bisa di bagi menjadi
lima periode.
1. Periode pertama
Periode ini dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai
kehancuran sementara oleh serangan Timur. Sultan-sultannya adalah sebagai
berikut:
a. Usman I 1299-1326
b. Orkhan (putera Usman I) 1326-1359
c. Murad ((putera Orkhan) 1359-1389
d. Bayazid I Yildirim (Putera Murad) 1389-1402
(Ibid.,h. 53).
Sebagaimana telah disebutkan di atas, Ustman mendapatkan kekuasaannya
setelah meningglanya Sultan Saljuq Rum, Ala ad-Din II. Kerajaannya diperkuat
dengan menambah wilayah-wilayah yang dirampasnya dari Bizanthium. Untuk
negeri-negeri yang belum ditaklukan di wilayah Asia Kecil, Ustman mengirim
surat kepada mereka untuk memilih dari tiga piliha, yakni tunduk dan memeluk
7
agama islam, membayar jizyah, atau diperangi. Banyak dari mereka yang tunduk
dan memeluk agama islam, sebagian yang lain mau membayar jizyah, tetapi ada
pula yang menentang dan bersekutu dengan tentara Tartar untuk melawannya.
Ustman pun tidak gentar menghadapinya, disiapkan pasukan pilihan
untuk melawan sekutu Tartar yang akhirnya dapat dikalahkannya. Setelah
Ustman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Ustman (raja besar
keluarga Ustman) tahun 699 H setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat
diperluasnya. Dia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan
kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu
kota kerajaan.
Pada masa pemerintahan Orkhan 1326 M kerajaan Turki Ustmani dapat
meenaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanli (1330 M), Uskandar
(1338 M), Ankara (1354 M), dan Galli poli (1356 M). Daerah ini adalah bagian
benua Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Ustmani (Badri Yatim, hal
130).
8
Ekspansi kerajaan Usmani sempta terhenti beberapa lama. Ketika
ekspansi diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur
Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara
tahun 1402 M. Tentara Turki Ustmani mengalami kekalahan. Bayazid bersama
puteranya Musa tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M. Kekalahan
Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Turrki Ustmani. Penguasa-
penguasa Seljuq di Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki Usmani.
Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga memproklamasikan kemerdekaan.
Dalam pada itu putera Bayazid saling berebut kekuasaan. Suasana buruk ini baru
berakhir setelah Sultan Muhammad I (1403-1421 M) dapat mengatasinya. Sultan
Muhammad berusaha keras menyatukan negaranya dan mengembalikan
kekuatan dan kekuasaan seperti sediakala ( Badri Yatim,hal 131).
2. Periode Kedua
Periode ini ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan
sampai ekspansinya yang terbesar. Sultan-sultannya adalah:
a. Muhammad I (Putera Bayazid I) 1403-1421
b. Murad II (Putera Muhammad I) 1421-1451
c. Muhammad II Fatih (Putera Murad II) 1451-1481
d. Bayazid II (Putera Muhammad II) 1481-1512
e. Salim I (Putera Bayazid II) 1512-1520
f. Sulaiman I Qanuni (Putera Salim I) 1520-1566
( Syafiq A. Mughni, Hal 58)
Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kesultanan
Mongol dipecah dan dibagi-bagi kepada putera-peteranya yang satu sama lain
saling berselisih. Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Usmani untuk
melepaskan diri. Namun pada saat ittu juga terjadi perselisihan antara putera-
putera Bayazid (Muhammad, Isa, dan Sulaiman). Setelah sepuluh tahun
perebutan kekuasaan terjadi, akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan
saudara-saudarnya. Usaha Muhammad yang pertama kali ialah mengadakan
perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam
negeri(Badri Yatim, Hal 132). Muhammad baru diakui seluruh wilayah
9
Ustman setelah berjuang kurang lebih sepuluh tahun. Ia mempunyai strategi
yang berbeda untuk menghadapi semua lawannya.ia membuat perjanjian
damai dengan raja-raja Eropa dan menaklukkan wilayah-wilayah yang
menentang satu demi satu. Akirnya wilayah Ustman dapat disatukan satu demi
satu. Integrasi wilayah ini tampaknya mengejutkan Eropa karena mereka sama
sekali tidak menduga bahwa Usman akan bangkit kembali karena sudah
berantakan akibat serangan Timur Lenk. Sultan meninggal tahun 1421 M dan
digantikan oleh putranya Murad II.
Sultan Muran II naik tahta ketika beliau berumur muda sehingga tidak
dihiraukan oleh raja-raja Eropa. Banyak tantangan yang dia hadapi. Yang paling
penting adalah bersatunya pasukan Eropa di bawah komando negeri Honggaria
dengan Huynade sebagai pemimpinnya. Serangan-serangan terhadap dunia
Islam membuahkan kemenangan, yang memaksa Murad II untuk berdamai
dengan mereka. Perdamaian dengan sumpah di bawah kitab suci masing-masing
agama itu Injil dan al-Qur’an dikhanati oleh pihak Kristen. Mereka bernafsu
menyerang kembali Ustman tanpa menghiraukan perjanjian yang telah dibuat
belum lama berselang. Sultan Murad yang semula mengundurkan diri dari
panggung politik bangkit keembali guna menghadapi penghinatan itu. Akhirnya
dengan semangat yang tinggi dan serangan yang dahsyat pasukan Huynade dapat
dilumpuhkan dan ia lari ke Eropa. Sultan Murad II meninggal setelah itu, pada
tahun 1451 M, dan digantikan oeh putranya, Muhammad II( Syafiq A. Mughni,
Hal 58-59).
Sultan Muhammad II naik tahta pada tahun 1451 M dengan mewarisi
kerajaan yang luas. Ia terkenal dengan nama Al-Fatih, sang penakluk atau
pembuka, karena pada masanya Konstantinopel sebagai ibu kota Bizantium
berabad-abad lamanya dapat ditundukkan. Hal itu terjadi pada tahu 1453 M.
Pasukan Ustmani memblokade kota berbenteng kat itu dari segala penjuru yang
akhirnya kota itu dapat ditaklukkan. Gereja Aya Sophia yang terkenal itu diubah
menjadi mesjid dan kebebasan beragama dijamin. Ibu kota Usmani dipindahkan
ke kota itu dari Edirne(Ibid, Hal 59). Telah berulang kali pasukan muslim sejak
masa Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal
10
karena kokohnya benteng di kota tua itu. Dengan terbukannya kota
Konstantinopel sebagai benteng pertahanan terkuat keerajaan Bizanthium, lebih
memudahkan arus ekspansi Turki Ustmani ke benua Eropa. Dan wilayah Eropa
bagian timur semakin terancam oleh Turki Ustmani. Karena ekspansi Turki
Usmani juga dilakukan ke wilayah ini bahkan sampai ke pintu gerbang kota
Wina, Austria(Samsul Munir Amin 2010, Hal 196).
Sultan Muhammad mengembangkan wilayahnya lebih lanjut setelah
penaklukan yang dinanti-nanti oleh umat Islam. Sultan meninggal tahun 1481
dan diganti oleh putranya Bayazid II. Berbeda bengan ayahnya Bayazid II lebih
memnetingkan kehidupan tasawuf daripada perang di medan laga.
Kelemahannyaa di bidang pemerintahan yang cenderung berdamai dengan
musuh mengakibatkan Sultan itu tidak begitu ditaati oleh rakyatnya, termasuk
putera-puteranya. Bahkan terjadi perselisihan yang panjang antara mereka.
Akhirnya Sultan Bayazid II mengundurkan diri dari pemerintahan tahun 1512
dan digantikan oleh puteranya Salim I.
Berbeda dengan ayahnya Sultan Salim I memiliki kemampuan
memerintah dan memimpin peperangan. Maka pada saat pemerintahannya
wilayah Ustman bertambah luas hingga menembus Afrika Utara. Syria dapat
ditaklukan dan Mesir yangg diperintah oleh kam Mamalik ditundukkan pada
tahun 1517 M. Gelar khalifah yang disandang oleh al-Mutawakkil ‘ala Allah,
salah seorang keturunan Bani Abbas yang selamat daris serangan bangsa
Mongol 1235 M dan pada saat itu yang berada di bawah proteksi Mamluk,
diambil alih oleh Sultan. Dengan demikian sejak masa Sultan Salim para sultaan
Ustmani menyandang juga gelar khalifah. Walaupun sangat sebentar sekali
berkuasa Sultan Salim sangat berjasa membentangkan wilayahnya hingga
mencapai Afrika Utara, suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh para
pendahulunya. Ia meninggal tahun 1520 dan digantikan oleh anaknya Sulaiman
I (Syafiq A. Mughni 1997, Hal 59)
Pada masa Sultan Sulaiman I ini terjadilah zaman keemasan bagi
kerajaan Turki Ustmani. Wilayahnya mencapai kawasan yang luas, meliputi
daratan Eropa hingga Austria, Mesir dan Afrika Utara hingga Aljazair dan Asia
11
hingga ke Persia. Serta meliputi lautan Hindia, laut Arabia, laut Merah, Lut
Tengah dan Laut Hitam. Ia menyebut dirinya sebagai Sultan dari segala Sultan,
raja diraja, pemberi anugrah mahkota bagi raja-raja dan bayang-bayang Allah
di muka bumi. Ia membuat dan memberlakukan Undang-undang di wilayahnya
sehingga ia disebut al-Qanuni, pembuat Undang-undang. Orang Barat
menyebutnya sebagai Sulaiman yang agung, The Magnificent. Ia wafat taahun
1566 dan digantikan oleh putranya Salim II. Di masa anaknya inilah mulai
tampak kemunduran kerajaan Ustmani sedikit demi sedikit.
3. Periode Ketiga
Periode ini ditandai dengan kemampuan Ustmani untuk mempertahankan
wilayahnya, sampai lepasnya Hungaria. Namun kemunduran segera terjadi.
Dalam masa kemunduran Turki Ustmani setelah Sulaiman terdapat beberapa
Sultan yang berkuasa berturut-turut sebagai berikut:
a. Salim II (Putera Sulaiman I) 1566-1573
b. Murad III (Putera Salim II) 1573-1596
c. Muhammad III (Putera Murad III) 1596-1603
d. Ahmad I (Putera Muhammad III) 1603-1617
e. Mustafa I (Putera Ahmad I) 1617-1618
f. Usman II (Putera Ahmad I) 1618-1622
g. Mustafa I (Yang kedua kalinya) 1622-1623
h. Murad IV (Putera Ahmad I) 1623-1640
i. Ibrahim I (Putera Ahmad I) 1640-1648
j. Muhammad IV (Putera Ibrahim I) 1648-1687
k. Sulaiman III (Putera Ibrahim I) 1687-1691
l. Ahmad II (Putera Ibrahim I) 1691-1695
m. Mustafa II (Putera Muhammad IV) 1695-1703
(Ibid, Hal 60).
12
ini Usmani mencapai kemenangan dibeberapa negara di Eropa. Di Asia sistem
Feodal memungkinkan munculnya penguasa-penguasa lokal yang diberi gelar
pasya. Mereka ditemukan diperbatasa Persia dan Kurdistan, dan juga di Syria.
Melemahnya kerajaan Usmani pada awal periode ini sebagian besar disebabkan
oleh alasan domestik. Selama abad ke-16 sudah tampak bahwa Usmani hanya bisa
bertahan dengan perang yang terus menerus, sekarang keadaan itu harus
disesuaikan dengan kondisi aman. Pengganti Sulaiman tidak sesuai dengan tuntutan
kondisi itu. Sultan Muhammad II, Usman II, dan Muhammad IV sering menyertai
pasukan dalam ekspedisi, tetapi Murad IV adalah Sultan terakhir yang
mempertahankan tradisi ghazi. Jadi para sultan selanjutnya kurang terlibat langsung
dalam administrasi negara sekalipun mereka tetap dikelilingi oleh tradisi kebesaran.
Namun ini tidak menyelamatkan pembunuhan Ustman II pada tahun 1628 dan
pemakzulan Ibrahim pada tahun 1648 dan Muhammad IV pada tahun 1688. Bahkan
para penguasa dan jendral memainkan peran lebih penting dalam pemerintahan,
seperti Mehmed Saqoli Pasya di bawah Salim II, Sinan Pasya di bawah Muhammad
II, Murad Pasya dan Khalil Pasya di bawah Ahmad I dan Ustman II. Di samping itu
beberapa kelompok lain bersaing dalam mengatur negara, seperti korps Janissari,
Sipahi, lingkaran istana dan ulama’ dengan instuisinya syaikh al-islam. Murad IV
adalah satu-satunya sultan yang sanggup menekan pengaruh kelompok-kelompok
itu. Ia bahkan berhasil meningkatkan kekuatan militer baru, Segban, berasama-
sama Janissari. Sekalipun terdapat gejolak keagamaan dari sebagian masyarakat
melawan orang-oarangg kristen, para negarawan itu menunjukkan sikap yang
sangat toleran.
13
Abaza yang melawan Janissari. Di Anatolia timur ada gerakan pemisahan diri di
bawah seorang Kurdi bernama Janbulat di Syiria Utara(Ibid, Hal 62).
4. Periode Keempat
Periode ini ditandai dengan secara berangsur-angsur surutnya kekuatan
kerajaan dan pecahnya wilayah di tangan para penguasa wilayah. Sultan-
sultannya adalah sebagai berikut:
a. Ahmad III (Putera Muhammad IV) 1703-1730
b. Mahmud I (Putera Mustafa II) 1730-1754
c. Usman III (Putera Mustafa II) 1754-1757
d. Mustafa III (Putera Ahmad III) 1757-1774
e. Abdul Hamid (Putera Ahmad III) 1774-1788
f. Salim III (Putera Mustafa III) 1789-1807
g. Mustafa IV (Putera Abd. Al-Hamid I) 1807-1808
h. Mahmud II (Putera Abd. Al-Hamid II) 1808-1839
(Ibid, Hal 63).
14
Janissari yang dipimpin oleh Patrona Khalil pada tahun 1730 yang menyebabkan
hilangnya tahta Ahmad III, tampaknya lebih ditujkan untuk melawan aristokrasi
baru itu.
Setelah Ahmad III kehidupan di istana menjadi lebih tenang. Kelas penguasa
dan para sultan mulai menyadari kelemahan kerajaan dan berusaha mengatasinya
dengan cara memperkenalkan pembaharuan militer. Salim III melaksanakan
pembaharuan militer, tetapi sangat sedikit yang mendukungnya. Intitisi pasukan
baru yang menyebabkan pemberonrakan Janissari yang didukung oleh para ulama’.
Mahmud II akhirnya mempertimangkan reformasi yang lebih terencana. Ia
akhirnya mengambil kesimpulan bahwa tidak ada jalan lain dalam melaksanakan
pembaharuan selain melakukan pembunuhan massal terhadap Janissari, tindakan
itu benar-baenar terjadi di Konstantinopel pada 16 Juni 1826 (Ibid, Hal 64-65).
Pada saat yang sama tarekat Bektassyyiyah ditindas. Lemahnya kerajaan pusat
telah menjadi karakterr kerajaan Usmani pada abad ke-18. Aljazair, Tunisia, dan
Tripoli diperintah oleh para Bey secara turun-temurun. Mesir diambil alih oleh Ali
Bey. Di Anattholia pada tahun 1739 ada pemberontakan yang berbahaya dari Syari
Beg Oghlu. Di Mesopotamia dan Iraq kondisinya juga demikian. Di syiria kaum
Druze memiliki amirnya sendiri dan daerah pantai dikuasai oleh Jazzar Pasya dari
Akka.
5. Periode Kelima
Periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural dan administratif dari negara
di bawah pengaruh ide-ide barat. Sultan-sultanya adalah:
a. Abdul Majid I (Putera Mahmuud II) 1839-1861
b. Abdul Aziz (Putera Mahmud II) 1861-1876
c. Murad V (Putera Abd. Majid I) 1876-1876
d. Abdul Hamid II (Putera Abd. Majid I) 1876-1909
e. Muhammad V (Putera Abd. Majid I) 1909-1918
f. Muhammad IV (Putera Abd. Majid I) 1918-1922
g. Abdul Majid II 1922-1924
15
Hanya bergelar khalifah, tanpa sultan yang akhirnya diturunkan pula dari jabatan
khalifah. Turki Usmtani di hapus oleh Kemal Attaturk dan Turki menjadi negara
nasiona Republik Turki (Ibid, Hal 66).
Pada periode ini muncul gerakan pembaharuan yang kurang lebih merupak
aplikasi dari Tanzimat. Namun demikian tantangan Barat terus berlanjut sehingga
secara bertahap wilayah Usmani semakin berkurang. Pada tahun 1865 Turki
kehilangan Serbia, dan dua kerajaan kecil di Danube. Pada tahun 1878 Serbia,
Montonegro dan Rumania lepas dari Usmani, sedang Bulgaria menjadi
semiindependen. Di kawasa Caucasia Turki kehilangan Qars dan Batum. Inggris
mencaplok Cyprus dan Mesir. Burgaria merdeka dan Bosnia dan Herzegovina
diambil oleh Austria. Kemudian Tripoli jatuh ketangan Italia.
Selama abad ke-19 hubungan Turki dengan Persia berjalan baik. Namun,
karena keterlibatan Turki dalam perang Dunia menyebabkan kehilangan beberapa
wilayah di Asia. Konstantinopel sendiri diduduki oleh pasukan sekutu.
Kemunduran politik ini pada akhirnya mengentarkan turunnya sultan Muhammad
VI pada tahun 1922 dan kemudian hilangnya kerajaan Usmani (Ibid, Hal 67).
16
pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang
baik, taktik dan strategi tempur Ustmani berlangsung tanpa halangan berarti.
Namun tidak lama setelah kemenangan tercapai, kekuatan mliter yang besar
ini dilanda kekisruhan. Kesadaran perajuritnya menurun. Mereka merasa
dirinya sebagai pemimpin-pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan
tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan
megadakan perombakan besar-besaran dalam tubuh militer.
Perbaharuan dalam tubuh orginisasi militer oleh Orkhan tidak hanya
dalam bentuk mutassi personil-personil pemimpin, tetapi juga diadakan
perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan
sebagai anggota dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan
prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok
militer baru yang disebut pasukan Jenissari dan Inkisyariah. Pasukan inilah
yang dapat mengubah negara Ustmani menjadi mesin perang yang paling
kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negara-
negara non-muslim (Badri Yatim 2001, Hal 134).
Di samping Jenisseri, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang dikirim
kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau militer Thaujjah.
Angkatan lautpun dibenahi, karena ia memiliki peranan yang besar dalam
perjalanan ekspansi Turki Ustmani. Pada abad ke-16 angkatan laut Turki
Ustmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki Ustmani
yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang sangat luas,
baik di Asia, Afrika, maupun Eropa.
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan
pemerintah yang teratur. Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-
sultan Turki Ustmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur
pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh Shadr Al-
A’zham (perdana mentri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur
mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Az-
Zanaziq atau Al-Alawiyah (bupati). Untuk mengatur urusan pemerintahan
negara, di masa Sultan Sulaiman I disusun sebuah kitan undang-undang
17
(qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa Al-Abhur, yang menjadi
pegangan hukum bagi kerajaan Turki Ustmani sampai datangnya reformasi
pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di
ujung namannya ditambah gelar Sultan Sulaiman Al-Qanuni. Kemajuan
dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan ini membawa Dinasti Turki
Usmani menjadi sebuah negara yang cukup disegani pada masa kejayaannya
(Samsul Munir Amin, Hal 201).
3. Bidang kebudayaan
Dinasti Ustmani di Turki telah membawa peradaban Islam menjadi
peradaban yang cukup maju. Pada zaman kemajuannya. Dalam bidang
kebudayaan Turki Ustmani banyak muncul tokoh-tokoh penting seperti
yang terlihat pada abad ke-16, 17, dan 18. Antara lain abad ke-17, muncul
penyair yanitu Nafi’ (1582-1636 M). Nafi’ bekerja untuk Murad Pasya
18
dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat di
hati para Sultan.
Di antara penulis yang membawa pengaruh Persia ke dalam istana Usmani
adalah Yusuf Nabi (1642-1721 M), ia muncul sebagai juru tulis bagi
Musahif Mstafa, salah seorang menteri Persia dan ilmu-ilmu agama. Dalam
bidang sastra prosa Kerajaan Ustmani melahirkan dua tokoh terkemuka
yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar dari smeua penulis
adalah Mustafa bin Abdullah, yang dikenal dengan Katip Celebi dan Haji
Halife (1609-1657 M). Ia menulis buku bergambar dalam karya terbesarnya
Kasyf Az-Zunun fi Asmai Al-Kutub wa Al-Funun. Selain itu terdapat salah
seorang penyair yang paling terkenal adalah Muhammad Esat Efendi yang
dikenal dengan Galip Dede atau Syah Galip (1757-1799 M).adapun di
bidang seni arsitektur Islam pengaruh Turki sangat dominan, misalnya
bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti mesjid Al-Muhammadi atau
Majid Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sultan Sulaiman, dan
masjid Aya Sophia yang berasal dari sebuah gereja (Samsul Munir Amin,
Hal 202).
Pada masa Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak
dibangun mesjid, sekolah, rumah sakit, gedung maka, jembatan, saluran air,
villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah bangunan di
bawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia (Badri Yatim, Hal
136).
4. Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar
dalam lapangan sosial dan politk. Masyarakat digolong-golongkan
berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat
sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Karena itu ulama
mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan
19
masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang
memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi
masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan bisa tidak
berjalan.
Pada masa Turki Ustmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat
yang paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua
tarekat ini banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi
mempunyai pengaruh yang amat dominan di kalangan tentara Jenissari,
sehingga mereka sering disebut tentara Bektasyi. Sementara tarekat
Maulawi mendapat dukungan dari para penguasa dalam mengimbangi
Jenissari Bektasyi (Ibid, Hal 136).
Kajian mengenai ilmu keagamaan Islam, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir
dan hadis boleh dikatakan tiak mengalami perkembangan yang berarti. Para
penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu faham (mazhab)
keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abdul Hamid misalnya,
begitu fanatik terhadap aliran Al-Asy’ariyah. Ia merasa perlu
mempertahankan aliran tersebut dari kritikan aliran lain. Sultan memerintah
kepada Syaikh Husein Al-Jisr Ath-Tharablusi menulis kitab Al-Hunus Al-
Hamidiyah, yang mengupas tentang masalah ilmu kalam, untuk
melestarikan lairan yang dianutnya. Akibat kelesuan di bidang ilmu agama
dan fanatik yang berlebihan maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya
menulis buku dalam bentuk syarah dan hasyiyah terhadap karya-karya
klasik (Samsul Munir Amin, Hal 204).
20
kekuasaan pusat, tetapi juga masyarakatnya tidak banyak yang memeluk
agama Islam (Badri Yatim, Hal 137-138).
Masa kesuksesan dinasti turki usmani ini yang paling menonjol adalah
pasa masa Sulaiman Qanuni, sultan ini memerintah dengan periodeisasi paling
lama diantara sultan-sultan yang lain. Dalam masa pemerintahannya, sultan
Sulaiman ini berhasil mempersatukan ummat muslim dan non muslim,
beberapa wilayah besar ikut masuk ke dalam dinasti turki ini.
Pada masa puncak kemajuannya, semua daerah dan kota penting yang
menjadi pusat perdagangan dan perekonomian jatuh ketangannnya. Daerah-
daerah yang ditaklukkan dari segi ekonomi merupakan masukan bagi
21
sumber ekonomi kerajaan. Dengan demikian tidak mengherankan jika
dinasti turki usmani mendapat kemajuan ekonomi melalui perdagangan.
Kemajuan dan prestasi dalam bidang ilmu, teknologi, dan filsafat sama
seperti dinasti-dinasti besar sebelumnya. Ini disebabkan bangsa turki
usmani terlalu menyibukkan diri dengan kegiatan politik dan bersifat
tertutup terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi. Disamping itu,
para ulamanya masih menutup pintu ijtihad dan kegiatan penyelidikan
ilmiah. Bahkan lebih dari itu para ulama menolak segala pemikiran baru.
Padahal, mereka adalah orang yang sangat berwenang dalam menyusun
kebijaksanaan pendidikan dan pengajaran.
22
sebagai anggota suatu kelas sosial yang dominan, disamping Islam. Dinasti
ini juga mendirikan sekolah-sekolah dasar dan menengah (1881) dan
perguruan tinggi (1869), juga mendirikan Fakultas kedokteran dan fakultas
Hukum. Disamping itu para belajar yang berprestasi dikirim keprancis
untuk melanjutkan studinya, yang sebelumnya itu tidak pernah terjadi.
23
4. Pihak Turki memberikan perlakuan baik terhadap saudara-saudara baru
dan memberikan kepada mereka hak rakyat secara penuh
Setelah Sultan Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani memulai
memasuki fase kemunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat
besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Suliaman Al-Qanuni
digan ti oleh Sultan Salim II. Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara
armada laut kerajaan Usmani dengan armada laut kristen yang terdiri dari angkatan
lau Spanyol, Bundukia, Sri Paus dan sebagian kapal para pendeta Malta yang
dipimpn oleh Don Juan dari Spanyol.
Pertempuran ini terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki
Usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut musuh.
Baru pada masa sultan berikutnya Sultan Murad III, Tunisia dapat direbut kembali
(Samsul Munir Amin 2010, Hal 205). Pada masa Sultan Murad III (1574-1595)
Kerajaan Usmani pernah berhasil menyerbu Kaukasia dan menguasai Tiflis di laut
Hitam (1577 M), merampas kembali Tibris, ibu kota kerajaan Safawi,
menundukkan Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia dan
mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1593 M.
24
Namun karena kehidupan moral Sultan yang kurang baik menyebabkan
timbulnya kekacauan dalam negeri. Apalagi ketika pemerintahan dipegang oleh
para sultan yang lemah seperti Sultan Muhammad III, dalam siatuasi yang kurang
baik itu, Austria berhasil memukul kerajaan Ustmani. Sesudah Sultan Ahmad I
(1603-1617 M) situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I. Karena
gejolak politik dalam negeri tidak dapat diatasinya, Syaikh Al-Islam, mengeluarkan
fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II.
Pengganti Sultan Mustafa III adalah Sultan Abdul Hamid seorang Sultan yang
lemah. Pada masa Sultan Hamid mengadakan perjanjian dengan Catherine II dari
Rusia yang diberi nama perjanjian Kinarja, isinya yaitu kerajaan Ustmani harus
menyerahkan benteng-benteng yang berada di laut Hitam kepada Rusia dan
memberi izin kepada armada Rusia untuk melintas selat yang menghubungkan Laut
Hitam dan laut puith, dan kerajaan Ustmani mengakui kemerdekaan Kirman (Ibid,
Hal 206).
Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di kerajaan Ustmani selama dua
abad lebih setelah ditinggal Sultan Sulaiman al-Qanuni. Tidak ada tanda-tanda
membaik sampai abad ke 19 M. Oleh karena itu satu persatu negeri-negeri di Eropa
yang pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bukan hanya negeri-negeri
Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan yang memberontak terhadap
kekuasaan kerajaan Ustmani, tetapi juga beberapa daerah di Timur Tengah
mencoba bangkit memberontak (Badri Yatim 2001, Hal 166)
Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami kemunduran,
diantaranya adalah:
1. Wilayah kekuasaan yang sangat luas, administrasi pemerintahan bagi suatu
negara yang amat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara
administari pemerintahan kerajaan Ustmani tidak beres. Di pihak lain para
penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga
mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa, hal ni tentu
menyedot potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun
Negara.
25
2. Heterogenitas penduduk, sebagai kerajaan besar, Turki Ustmani menguasai
wilayah yang amat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz,
dan Yaman di Asia. Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika, dan
Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi
agama, ras, etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang
beragam dan tersebar di wilayah yang luas itu, diperlukan suatu organisasi
pemerintahan yang teratur.
3. Kelemahan para penguasa, sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan
Ustmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah baik dalam kepribadian
terutama dalam kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau.
Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin
lama menjadi semakin perah.
4. Budaya Pungli (korupsi), pungli merupakan perbuatan yang sudah umum
terjadi dalam kerajaan Ustmani, setiap jabata yang hendak diraih oleh
seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak
memberikan jabatan tersebut. Berjangkitnya budaya Pungli ini
mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat
semakin rapuh.
5. Pemberontakan tentara Jenissari, kemajuan ekspansi kerajaan Ustmani
banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Jenissari, dengan demikian dapat
dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan
tentara Jenissari terjadi sebanyak empat kali.
6. Merosotnya ekonomi, akibat perang yang tak pernah berhenti
pereekonomian negara merosot. Pendapatan berkurang sementara belanja
negara sangat besar untuk biaya perang.
7. Terjadinya Stagnasi dalam lapanagan Ilmu dan Teknologi, kerajaan Ustmani
kurang berhasil dalam mengembangkan ilmu dan teknologi, karena hanya
mengutamakan penegmbangan kekuatan militer. Kemajuan militer yang
tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi menyebabkan kerajaan
ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa yang lebih
26
maju (Ibid, Hal 167). Pada periode selanjutnya di masa modern, kelemahan
kerajaan Ustmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan
menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di
bawah kekuasaan Kerajaan Ustmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika
Utara (Samsul Munir Amin, Hal 209).
27
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
28
DAFTAR PUSTAKA
29