Anda di halaman 1dari 6

Geologi Lingkungan

Nama : Lisma Diana

NIM : 03071181722046

TEORI PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN

1. Teori konsentris
Teori ini dikemukakan oleh E.W. Burgess dengan analogi dari dunia hewan di mana suatu
daerah akan didominasi oleh suatu spesies tertentu. Model Burgess merupakan suatu model yang
diperuntukkan bagi kota yang mengalami migrasi besar-besaran dan pasar perumahan didominasi
oleh sektor privat. Dengan demikian bagi kota yang tingkat migrasinya rendah dan peranan sektor
public sangat besar, maka teori ini menjadi kurang relevan. Model zona konsentris Burgess dapat
dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Model zona Konsentris

Teori Konsentris Burgess memiliki beberapa kelemahan antara lain:


a. Pada kenyataannya gradasi antar zoona tidak terlihat dengan jelas
b. Bentuk CBD kebanyakan memiliki bentuk yang tidak teratur
c. Perkembangan kota cenderung mengikuti rute strategis
d. Homogenitas internal yang tidak sesuai dengan kenyataan
e. Slum area tidak selalu berada di area pusat kota

2. Teori Ketinggian Bangunan

Bergell (1955) menyatakan bahwa penggunaan lahan tidak hanya dipertimbangkan dari jaraknya
dari pusat kota saja (distance decay principle from the center) melainkan juga jaraknya dari tanah
(height decay principle from the ground). Kurva teori ketinggian bangunan Bergell dapat dilihat pada
gambar 2.
Gambar 2. Kurva teori ketinggian bangunan

3.Teori Sektor

Homer Hoyt (1939) menyebutkan bahwa pola sektoral yang terjadi pada suatu wilayah bukanlah
suatu hal yang kebetulan tetapi merupakan asosiasi keruangan dari beberapa variabel yang
ditentukan oleh masyarakat. Variabel yang dimaksud merupakan kecenderungan masyarakat dalam
menempati daerah yang mereka anggap nyaman dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan kota secara sektoral tidak terjadi secara acak
melainkan mengikuti pola atau perkembangan tertentu. Model teori sektor oleh Hoyt dapat dilihat
pada gambar 3.

Gambar 3. Model teori sektor oleh Hoyt

4. Teori Poros

Babcock (1932) menyatakan teori poros sebagai respon akan Teori Konsentris Burgess. Teori ini
mendasarkan penggunaan lahan pada peranan sektor transportasi. Keberadaan jalur transportasi akan
menyebabkan distorsi pada pola konsentris, sehingga daerah yang dilalui oleh jalur transportasi akan
memiliki perkembangan fisik yang berbeda dengan daerah yang tidak dilalui oleh jalur transportasi.
Gambar 4 merupakan model Teori Poros oleh Babcock.
Gambar 4. model Teori Poros oleh Babcock

5. Teori Pusat Kegiatan Banyak

Harris and Ulmann (1945) menyebutkan bahwa pusat kegiatan tidak selalu berada pada posisi di
tengah-tengah suatu wilayah (center). Lokasi-lokasi keruangan yang terbentuk tidak ditentukan dan
dipengaruhi oleh factor jarak dari CBD sehingga membentuk persebaran zona-zona yang teratur
namun berasosiasi dengan sejumlah faktor yang akan menghasilkan pola-pola keruangan yang khas.
Gambaran model Teori Multi Nuclei oleh Harris and Ulmann dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Teori Multi Nuclei oleh Harris and Ulmann

6. Teori Ukuran Kota

Terdapat 5 tingkatan pertumbuhan yang dimiliki oleh Teori Ukuran Kota :

a. Infantile Towns, ditandai dengan distribusi pertokoan dan perumahan yang belum tertata rapi dan
belum ada pabrik-pabrik maufaktur

b. Juvenile Towns, ditandai dengan adanya gejala difirensiasi zona dan toko-toko serta perumahan
sudah mulai terpisah

c. Adolescent Towns, ditandai dengan kemunculan pabrik-pabrik manufaktur tetapi belum ada
perumahan kelas tinggi
d. Early Mature Towns, ditandai dengan sudah adanya segregasi yang jelas antara perumahan kelas
tinggi dengan zona lainnya

e. Mature Towns, ditandai dengan adanya pemisahan daerah perdagangan, industri, serta daerah
perumahan dengan kelas yang bervariasi

7. Teori Historis

Dalam Teori Historis, perkembangan suatu kota dikaitkan dengan ageing structures, sequent
occupancy, population growth, serta available land. Perkembangan kota terjadi dalam 3 fase, yaitu:

a. Fase 1, perkembangan transportasi dan komunikasi namun perkembangan kota terjadi kea rah
periphery atau pinggiran

b. Fase 2, mulai merasakan dampak negative dari desentralisasi seperti pemborosan infrastruktur,
spekulan tanah, dsb

c. Fase 3, terjadi urban renewal yaitu perpindahan penduduk kembali ke pusat kota.

8. Teori Lokasi Von Thunen

Von Thunen mencetuskan teori mengenai lahan kota dalam perspektif ekonomi yaitu dengan
pemodelan lokasi pertanian. Dasar dari Teori Von Thunen adalah konsep sewa ekonomi (economic
rent), yang menyebutkan bahwa:

a. Sewa ekonomi berbanding lurus dengan jarak, sehingga sewa ekonomi juga bisa disebut sebagai
sewa lokasi (location rent).

b. Tipe lahan yang berlainan akan menghasilkan hasil bersih (sewa) yang berlainan pula.

c. Semua petani akan memproduksi jenis tanaman yang memungkinkannya menghasilkan sewa
tertinggi dan memberikan keuntungan maksimal.

Dengan demikian Von Thunen juga menyebutkan bahwa adanya perbedaan dalam zona lahan
dan struktur ruang kota mengindikasikan:

a. Kegiatan tertentu hanya mampu membayar pada tingkat tertentu

b. Harga pada tingkat tertentu dipengaruhi oleh lokasinya dari titik referensi yang biasanya adalah
pusat kota atau CBD
Gambar 6. Kurva Teori Lokasi Von Thunen

9. Teori Nilai Lahan

Teori nilai lahan menyebutkan klasifikasi tinggi rendahnya suatu jenis penggunaan lahan berdasarkan
beberapa faktor, sebagai contoh:

a. Lahan Pertanian, tinggi rendahnya nilai lahan bergantung pada: - Faktor kesuburan; - Faktor drainase;
- Faktor aksesibilitas, dsb.

b. Lahan Perkotaan, tinggi rendahnya nilai lahan bergantung pada: - Faktor aksesibilitas lokasi
(kemudahan pergerakan); - Faktor potential shopper; - Faktor kelengkapan infrastruktur, dsb.

Sumber :

Arifia, Dina. 2014. “Teori Tata Guna Lahan”.


(https://www.academia.edu/13367793/Teori_Tata_Guna_Lahan_Land_Use_) diakses pada 30
September 2019

Anda mungkin juga menyukai