Anda di halaman 1dari 14

LANSIA DENGAN TBC

Makalah untuk memenuhi tugas Manajemen Home Care

Disusun oleh Kelompok 5 :

1. Fitri Susanti (1601022)

2. Mira Karmila (1601031)

3. Monica Lestari (1601032)

4. Munawaroh (1601033)

5. Widiya Wita Sari (1601044)

6. Yanuar anugrah DH (1601045)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa,


mycobacterium bovis serta Mycobacterium avium, tetapi lebih sering disebakan oleh
Mycobacterium tuberculosa. Pada tahun 1993, WHO telah mencanangkan kedaruratan global
penyakit tuberkulosis di dunia, karena pada sebagian besar negara di dunia, penyakit
tuberkulosis menjadi tidak terkendali. Di Indonesia sendiri, penyakit tuberkulosis merupakan
masalah kesehatan yang utama. Pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT), menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor
tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua
kelompok umur.

Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh nesar
terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan rumah merupakan
salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis
dapat hidup selama 1–2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah
dan kepadatan penghuni rumah.

Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnya ilmu


pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang sangat luas
bagi masyarakat. Dampak yang timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-
penyakit Infeksi menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler)
meningkat. Dampak lainnya ialah usia harapan hidup menjadi lebih meninggi dan jumlah
anggota masyarakat yang berusia lanjut lehih banyak (Mangunegoro, 1992 dalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono, 1999).

Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktorlingkungan yang


lain, terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu
mungkin merupakan homeostasis martial, kemudian bisa timbul homeostasis abnormal atau
reaksi adaptasi dan paling akhir terjadi kematian sel (Kumar et al, 1992). Salah satu organ
tubuh yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat bertambahnya usia seseorang
adalah sistem pernafasan.
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbulpula
penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-prnyakit yang diderita
kelompok usia lanjut merupakan : (1) kelanjutan penyakit yang diderita sejak umur muda; (2)
akibat gejala sisa penyakit yang pernah diderita sebelumnya; (3) penyakit akibat kebiasaan-
kebiasaan tertentu di masa lalu (misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol
dan sebagainya); dan (4) penyakit-penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-
penyakit paru yang diderita kelompok usia lanjutjuga mengikuti pola penyebab atau kejadian
tersebut (Mangunegoro, I992 dalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono,1999).

B. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah diatas, maka penulis merumuskan sebagai berikut:


1. Apakah pengertian TBC?
2. Apakah etiologi dan gejala TBC?
3. Bagaimana pencegahan dan pelaksanaan TBC?
4. Apa saja faktor-faktor lansia yang mengalami TBC?
5. Bagaimana asuhan keperawatan lansia dengan TBC?
C. Tujuan
1. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep dasar dan asuhan keperawatan pada
pasien lansia dengan TBC
2. Tujuan umum
a. Mahasiswa mampu mengerti pengertian TBC
b. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi TBC
c. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis TBC
d. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dan pathways TBC
e. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang TBC
f. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan TBC
g. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan TBC
D. Manfaat
1. Bagi ilmu pengetahuan
Makalah ini dapat dijadikan wacana dan menambah wawasan ilmu pengetahuan
tentang lansia dengan TBC
2. Bagi institusi
a. Pendidikan
Makalah ini dapat menambah bahan bacaan dan wawasan mengenai lansia
dengan TBC
b. Bagi lansia
Menambah wawasan lansia tentang pentingnya mengetahui pengertian, tanda
gejala, pencegahan dan penatalaksanaan pada lansia dengan TBC sehingga lansia
lebih memperhatikan pola kebiasaan sehari-harinya seperti pola istirahat, pola
nutrisi, pola aktivitas dan lebih menaati saran dari tenaga kesehatan.
BAB II

LANDASAN TEORI

E. Definisi

1. Lansia
Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Menurut Bernice Neugarten
(1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat
merasa puas dengan keberhasilannya. Sedangkan menurut (Prayitno dalam Aryo
(2002) dalam buku Keperawatan Gerontik edisi 2) mengatakan bahwa setiap orang
yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas,
tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan
pokok kehidupannya sehari-hari.
Pada orang orang sehat, perubahan anatomik fisiologik tersebut merupakan bagian
dari proses menua, Usia Ianjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi merupakan tahap
lanjut dari suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh
untuk beradaptasi terhadap stres atau pengaruh lingkungan. Proses menua melandasi
berbagai kondisi yang terjadi pada usia lanjut (Kumar et al 1992, dalam buku
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono 1999).
2. Tuberculosis (TBC)
TBC adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis
dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens, ginjal, tulang, dan
nodus limfe (Suddarth, 2003). Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi,
akibat kuman mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua
organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis,
(Smeltzer, 2002). Dapat menyimpulkan bahwa, TB Paru adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh kuman mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran
pernafasan terutama parenkim paru.
F. Etiologi
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari bakteri
ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan bentuk dari bakteri ini yaitu
batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul, tidak mempunyai selubung tetapi kuman
ini mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat).
Sifat dari bakteri ini agak istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian
warna dengan asam dan alkohol sehingga sering disebut dengan bakteri tahan asam (BTA).
Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan dingin. Bakteri ini dapat
bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan yang lembab dan gelap bisa sampai
berbulan-bulan namun bakteri ini tidak tahan atau dapat mati apabila terkena sinar,
matahari atau aliran udara (Widoyono,2011).
G. Gejala
a) Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Dimulai dari batuk kering kemudian
setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada
keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding bronkus
b) Sesak nafas (Dyspnea)
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya
sudah setengah bagian paru
c) Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis)
d) Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman yang masuk
e) Malaise (keadaan lesu)
Dapat berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), berat badan menurun, sakit kepala,
meriang, nyeri otot, keringat malam
H. Patofisiologi
Infeksi primer pertama kali klien terinfeksi oleh tuberkulosis disebut sebagai infeksi
primer dan biasanya terdapat pada aspek paru atau dekat pengukur pada lobus bawah.
Infeksi primer mungkin hanya berukuran mikro kapis dan karenanya tidak tampak pada
foto rotgen. Tampak infeksi primer dapat mengalami proses degenerisasi nekrotik.
Menyebabkan pembentukkan rongga yang berisi massa basil tuberkel seperti keju. Sel-sel
darah putih yang mati dan jaringan paru nekrotik pada waktunya. Material ini mencari dan
dapat mengalir ke dalam percabangan trakhea bronkia dan dibatuka. Rongga yang terisi
udara tetap ada dan mungkin terdeteksi ketika dilakukan ronsen dada.
Sebagian besar tuberke primer sembuh dengan periode bulanan dengan membentuk
jaringan perut dan pada akhirnya terbentuk lesi pengapuran yang juga dikenal dengan
tuberkel g’honisi ini dapat mengandung basil hidup yang dapat aktif kembali. Meski telah
bertahun-tahun dan menyebabkan tubuh mengalami reaksi alergi terhadap basil tuberkel
dan proteinnya.
Respon imun seluler ini tampak dalam bentuk sensitisan sel-sel T dan terdeteksi oleh
reaksi positif pada tes kulit tuberkulin. Perkembangan sensivitas tuberkulin ini terjadi pada
semua sel-sel tubuh 2-6 minggu setelah infeksi primer. Dan akan dipertahankan selama
basil hidup berada dalam tubuh. Imunitas didapat ini biasanya menghambat pertumbuhan
basil lebih lanjut dan terjadinya ineksi aktif.
Faktor yang tampaknya akan mempunyai peran dalam perkembangan TB menjadi
penyakit aktif termasuk : usia lanjut, imunopresi, infeksi HIV, mal nutrisi, alkoholisme
dan peyalahgunaan obat. Jika adanya malignasisi dan predis posisi genetik.
Infeksi sekunder selain penyakit primer yang progresif. Infeksi ulang juga mengarah pada
bentuk klinis TB aktif. Tempat primer bertahun-tahun dan kemudian teraktifkan kembali
jika daya tahan tubuh klien menurun. Penting artinya untuk mengkaji kembali secara
periodik klien yang telah mengalami infeksi TB untuk mengetahui adanya penyakit aktif
(Asih, 1982).
I. Diagnosis
Gejala yang biasa ditemui pada pasien TB paru adalah batuk-batuk selama 2-3 minggu atau
lebih. Selain batuk pasien juga mengeluhkan dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
malam hari tanpa kegiatan fisik, dan demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala diatas tidak hanya ditemukan pada pasien TB paru saja namun dapat dijumpai
pada pasien bronkiektasis, bronkiolitis, bronkitis kronik, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut diatas dianggap sebagai
seorang tersangka (suspek) penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan 13
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang
berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes RI, 2007).
J. Prognosis
Prognosis tuberkulosis (TB) tergantung pada diagnosis dini dan pengobatan. Tuberkulosis
membawa prognosis yang lebih buruk. Prognosis buruk terdapat pada penderita gangguan
kekebalan tubuh, lanjut usia, dan riwayat terkena TB sebelumnya. Prognosis baik bila
diagnosis dan pengobatannya dilakukan sedini mungkin.
K. Pencegahan
 Tutupi mulut Anda saat bersin, batuk, dan tertawa. Anda juga bisa mengenakan
masker. Apabila Anda menggunakan tisu, buanglah segera setelah digunakan.
 Tidak membuang dahak atau meludah sembarangan.
 Pastikan rumah Anda memiliki sirkulasi udara yang baik, misalnya sering membuka
pintu dan jendela agar udara segar serta sinar matahari dapat masuk.
 Tetaplah di rumah dan jangan tidur sekamar dengan orang lain sampai setidaknya
beberapa minggu setelah menjalani pengobatan.
L. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita TBC selain untuk mengobati juga mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai
penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan
adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat
Rifampisin/INH. Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik,
hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Dalam pengobatan TB paru dibagi 2
bagian:
1) Jangka pendek
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1–3 bulan.
- Streptomisin inj 750 mg
- Pas 10 mg
- Ethambutol 1000 mg
- Isoniazid 400 mg
2) Jangka Panjang
Dengan tata cara pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13–18 bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Terapi TBC dapat
dilakkukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
- INH
- Rifampicin
- Ethambutol
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9
bulan. Dengan menggunakan obat program TBC kombipack bila ditemukan dalam
pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
- Rifampicin
- Isoniazid (INH)
- Ethambutol
- Pyridoxin (B6)
M. Faktor-faktor yang mempengaruhi TBC
1) Faktor Sosial Ekonomi
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan tempat penghunian, lingkungan
perumahan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan
TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena
pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi
syarat-syarat kesehatan.
2) Status Gizi
Keadaan kekurangan gizi akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga
rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting
yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
3) Umur
Penyakit TBC paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15–50)
tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan
hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem
imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit,
termasuk penyakit TBC.
4) Jenis Kelamin
Penyakit TBC cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam jangka waktu setahun ada sekitar 1 juta
perempuan yang meninggal akibat TBC, dapat disimpulkan bahwa pada kaum
perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TBC dibandingkan
dengan akibat proses kehamilan dan persalinan.
Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan
minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih
mudah terpapar dengan agent penyebab TBC.
ASUHAN KEPERAWATAN TBC
A. Pengkajian Keperawatan
a) Aktivitas / istirahat
Gejala: kelelahan umum dan kelelahan nafas pendek karena kerja. Kesulitan tidur
pada malam hari atau demam malam hari berkeringat dan mimpi buruk.
Tanda: taktikardi, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot dan sesak.
b) Integritas ego
Gejala: adanya faktor stres lama, masalah keuangan rumah, persaan tak berdaya/tak
ada harapan
Tanda: menyangkal (khususnya tahap dini) disenitas, ketakutan dan mudah
terangsang
c) Makanan/cairan
Gejala: kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna dan penurunan berat badan
Tanda: tugor kulit buruk, kering/kulit bersisik, kehilangan otot/hilang lemak subkutan.
d) Nyeri/keamanan
Gejala: nyeri dada meningkat karena batk berulang.
Tanda: berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi gelisah
e) Pernafasan
Gejala: batuk produktif atau tak produktif, napas pendek riwaayat tuberkulosis
terpajan pada individu terinfeksi
Tanda: peningkatan frekuensi pernapasn (penyakit luas atau fibrosi parenkim paru dan
pleural)
f) Keamanan
Gejala: adanya penekanan imun dan daya tahan tubuhmenurun.
Tanda: demam rendah atau sakit panas akut
g) Interaksi sosial
Gejala: perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular perubahan pola biasa
dalam tanggung jawb/perubahan kapasitaas fisik dalam melakukan perannya
h) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat keluarga TB paru ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
gagal untuk membaik/kambuhnya TB tidak berpariasi dalam terapi.
i) Pemeriksaan Diagnostik
Kultur sputum (+) untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit.
(Daengoes, 2000 : halaman 240-241)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-
kapiler
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
C. Rencana Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah
Tujuan: Kebersihan jalan napas efektif
Kriteria Hasil:
1. Menentukan posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran
udara
2. Mendemontrasikan batuk efektif
3. Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
Intervensi:
a. Menjelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di saluran pernapasan
Rasional: Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b. Mengajarkan batuk efektif
Rasional: Agar bisa mengeluarkan dahak
c. Tahan napas selama 3–5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan
dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat
Rasional: Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran
sekresi sekret
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-
kapiler
Tujuan: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
Kriteria Hasil:
1. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif
2. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru
3. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab
Intervensi:
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional: Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan
ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps
paru-paru.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
c. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : pemberian antibiotika, pemeriksaan
sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks.
Rasional: Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Tujuan: Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria Hasil:
1. Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
2. Menu makanan yang disajikan habis
3. Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Intervensi:

Anda mungkin juga menyukai