Anda di halaman 1dari 11

TOWARD AND AUDITING PHILOSOPHY

OLEH
ZULFAKAR DAN ICHSAN
MAHASISWA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SYIAH KUALA
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
BANDA ACEH

Abstraksi
Berbicara tentang auditing pastinya tidak terlepas dari filosopi yang dimilikinya,
karena hal ini terkait bagaiman kita menganalisis serta melihat suatu permasalahan dari
berbagai sisi, berpikir kreatif, kritis, dan independen, mampu mengatur waktu dan diri, serta
mampu berpikir fleksibel di dalam menata kehidupan yang terus berubah seiring
perkembangan globalisasi dizaman sekarang ini. Filosofi Auditing juga memiliki peran
penting guna membentuk karakteristik para akuntan dalam melaksanakan praktik auditnya,
sehingga memberikan hasil audit yang berkualitas tanpa intervensi dari pihak manapun.
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini sejauh mana peran fungsi Auditor
dalam melaksanakan fungsi auditing, serta me-refresh kembali pentingnya memahami filosofi
auditing. Dalam penulisan makalah ini juga akan memberikan penjelasan tentang konsep
dan jenis auditing serta profesi akuntan dan lembaga yang menaunginya
Kata Kunci : Filosofi Auditing, Konsep, Fungsi dan Jenis Audit, Profesi dan Lembaga
Auditor

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan
dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Sementara didalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil,
jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan
timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran
menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang
berbunyi: ”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang

1
Toward Philosophy and Auditing
2

merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan
manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat
kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang
dahulu.”
Sebagai sebuah disipilin ilmu pengetahuan, sebagian besar orang cenderung berpikir bahwa
auditing merupakan bagian dari akuntansi karena secara empiris para auditor adalah para
akuntan. Namun, semua disiplin ilmu berbasis bukti seperti ilmu hukum dan auditing berbasis logika, logika
berada dalam teori pengetahuan, untuk memperoleh kepercayaan. Hakikat filosofi auditing adalah analisis
atau studi yang dilakukan secara kritis untuk merumuskan masalah, mencari solusi dengan argumen yang
kuat dan melalui proses dialog dalam rangka menemukan roh atau jati diri ilmu auditing. Pendapat dalam
audit tergantung pada kualitas dari keyakinan yang diperoleh melalui pengumpulan
dan pengembangan bukti-bukti.
Bagi auditing, eksistensi teori akan bermanfaat sebagai landasan berpijak yang menawarkan
penjelasan, baik dukungan ataupun pengingkaran dan juga akan menjadi penuntun bagi pengembangan,
penciptaan, dan inovasi terhadap standar, praktik, prosedur, metode, maupun teknik auditing
yang baru ,sementara itu, pengumpulan dan pengembangan bukti-bukti dimaksud memerlukan
upaya analisis atas fakta-fakta yang terjadi yang melatar belakangi asersi yang sedang diaudit.
Keyakinan hanya dapat didukung atas dasar sejauhmana seorang auditor dapat menjelaskannya dari bukti-
bukti yang berhasil diurai. Makin kuat penguraian nya, maka makin kuat pembuktiannya, dan
karenanya kesimpulan (judgment) yang diambil akan semakin handal.
Secara filosofis, auditing tidak hanya menyajikan kepada para pemakai mengenai informasi yang
dibutuhkan untuk melakukan tindakan. Akan tetapi, auditing juga merangsang setiap yang berkepentingan
untuk bertindak, memberi inspirasi dan mendefinisikan tujuan yang harus dicapai. Jadi, filsafat merupakan
suatu alat yang sangat penting dalam mengintegrasikan auditing sebagai instrumen kehidupan sosial.
Wattimena, (2008) menyebutkan bahwa Filsafat mengajak anda untuk memahami dan
mempertanyakan ide-ide tentang kehidupan, tentang nilai-nilai hidup, dan tentang
pengalaman kita sebagai manusia. Berbagai konsep yang akrab dengan hidup kita, seperti
tentang kebenaran, akal budi, dan keberadaan kita sebagai manusia, juga dibahas dengan
kritis, rasional, serta mendalam.
Filsafat mengajarkan kita untuk melakukan analisis, dan mengemukakan ide dengan
jelas serta rasional. Filsafat mengajarkan kita untuk mengembangkan serta mempertahankan
pendapat secara sehat, bukan dengan kekuatan otot, atau kekuatan otoritas politik semata. Dan
tidak tertutup kemungkinan bagaiman kita menggunakan filsafat dalam melakukan auditing
(pemeriksaan) sehingga kita dapat memecahkan persoalan-persoalan secara tepat, akurat dan

Toward Philosophy and Auditing


3

sistematis. (http://rumahfilsafat.com/mengapa-kita-perlu-belajar-filsafat1/, diakses pada


tanggal 13 Agustus 2014 Pukul 23.07 Wib)
Auditing juga tidak terlepas dari profesi yang dimiliki oleh para auditor, yang pada
hakikatnya memiliki pengetahuan tentang praktik-praktik audit serta standar audit yang
berlaku, mereka mengenal teknik dan praktik pemeriksaan persediaan, serta melaksanakan
standar-standar dalam pemeriksaan persediaan tersebut.
Profesi akuntan telah banyak diakui oleh berbagai kalangan. Kebutuhan dunia usaha,
pemerintah dan masyarakat luas akan jasa akuntan inilah yang menjadi pemicu perkembangan
tersebut, namun demikian masyarakat belum sepenuhnya menaruh kepercayaan terhadap
profesi akuntan. Krisis atau menurunnya kepercayaan dari masyarakat terhadap mutu jasa
yang diberikan oleh akuntan khususnya akuntan publik di Indonesia semakin terlihat jelas
seiring dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia serta fenomena kebangkrutan
perusahaan, seperti kasus Bank Mega yang terjadi di Indonesia, maupun skandal Enron dan
Worldcom di USA, yang melibatkan salah satu big four, yaitu Arthur Andersen CPA, yang
dikarenakan terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan
dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian.
Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor.
(http://uwiiii.wordpress.com/2009/11/14/kasus-enron-dan-kap-arthur-andersen/, diakses pada
tanggal 20 Agustus 2014 pukul 23.00 wib)
Yang menjadi persoalan dan pertanyaan penulis adalah apakah selama ini para auditor menggunakan
filosofi auditing dalam melakukan pemeriksaan, apakah pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan atau
melakukan audit manajemen suatu organisasi ? serta sejauhmana auditor memahami filosofi Auditing
sebagai landasan dalam praktik Auditnya ? mungkin jawabanya hanya sebagian kecil auditor yang
mengerti serta mengaplikasikan filosofi auditing ini. Lalu bagaimana dengan auditor yang berada di daerah,
khususnya di pemerintahan Kabupaten/Kota. Dan penulis mempunyai keyakinan, bahwa seluruh auditor,
khususnya yang berada dipemerintahan daerah dan para Akuntan Publik diseluruh Indonesia telah
mempelajari tentang filsafat auditing, sehingga maksud dan tujuan penulis membuat makalah ini tidak lain
dan tidak bukan adalah untuk mengingat kembali pentingnya filosopi auditing tersebut sebagai landasan
dalam melakukan praktik audit.
Auditing mengandung masalah fakta dan masalah nilai. Sementara itu, filsafat adalah proses
konseptualisasi dan proses sosial, karena filsafat mendorong kegiatan menuju suatu tujuan
tertentu secara terintegrasi. Berstruktur alasan dan tujuan, karena itu filsafat auditing merupakan pelekat
bagi pelaku profesi auditing, memberi landasan penyeragaman kegiatan professional
agar sebuah profesi terintegrasi.

Toward Philosophy and Auditing


4

II. PEMBAHASAN
Sistematika Filsafat
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa dengan belajar filsafat semakin
menjadikan orang mampu untuk menjawab pertanyaan - pertanyaan mendasar manusia yang
tidak terletak dalam wewenang metode-metode ilmu khusus. Jadi, filsafat membantu untuk
mendalami pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas dan ruang lingkupnya.
Kemampuan itu dipelajari melalui dua jalur, yaitu secara sistematik dan secara historis
(Surajiyo: 2005, hal. 17).
Pertama, secara sistematik. Artinya filsafat menawarkan metode-metode mutakhir
untuk menangani permasalahan-permasalahan mendalam manusia, tentang hakikat kebenaran
dan pengetahuan, baik pengetahuan biasa maupun ilmiah, tentang tanggung jawab, keadilan,
dan sebagainya.
Kedua, secara historis. Melalui sejarah atau historis filsafat kita belajar untuk
mendalami, menanggapi serta mempelajari jawaban yang ditawarkan oleh para pemikir dan
filsuf terkemuka.
Kegunaan filsafat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kegunaan secara umum dan
kegunaan secara khusus. Kegunaan secara umum dimaksudkan manfaat yang dapat diambil
oleh orang yang belajar filsafat dengan mendalam sehingga mampu memecahkan masalah-
masalah secara kritis tentang segala sesuatu. Kegunaan secara khusus dimaksudkan manfaat
khusus yang bisa diambil untuk memecahkan khususnya suatu objek di Indonesia. Jadi,
khusus diartikan terikat oleh ruang dan waktu, sedangkan umum dimaksudkan tidak terikat
oleh ruang dan waktu (Surajiyo: 2005, hal. 17).

Karakteristik dan Kegunaan Filosofi Auditing


Filosofi adalah prinsip-prinsip yang menggaris bawahi cabang belajar dan sistem untuk membimbing
hubungan-hubungan praktis langsung berguna. Menurut petikan dalam kamus filosofi : Philosofi : (Yunani;
philain, mencintai, sophia, kebijakan) Ilmu yang paling umum. Menurut Irmayanti Mulyono (2007), filsafat
diartikan sebagai studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis.
Hal ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-
percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah, mencari solusi untuk itu, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu dan akhir dari proses-proses itu dimasukkan dalam
proses dialektik/dialog.

Toward Philosophy and Auditing


5

Menurut Mautz dan Sharaf (dalam Pusdiklatwas BPKP, 2007:12), Pendekatan filosofi
mempunyai empat karakteristik yang diuraikan sebagai berikut, yaitu:
a. Komprehensif , menyiratkan adanya pemahaman secara menyeluruh. Berhubung seorang filsuf
berminat untuk memahami kehidupan manusia dalam arti yang luas, maka ia menggunakan konsep-
konsep generalisasi seperti “perihal (matter), pikiran (mind), bentuk (form), entitas, dan proses,” yang
komprehensif dalam artian bahwa kesemuanya ini diterapkan terhadap keseluruhan lingkup pengalaman
manusia. Jika diterapkan dalam auditing, kita harus mencari ide yang cukup umum dalam disiplin
auditing. Hal ini mengarahkan kita untuk mempertimbangkan konsep-konsep umum seperti pembuktian
(evidencing), kecermatan profesi (professional due care), keterungkapan (disclosure), dan independensi.
Studi terhadap konsep-konsep yang bersifat umum tersebut mengarahkan kita pada
pengembangan body of knowledge yang komprehensif dan koheren yang didasari atas
interpretasi auditing sebagai suatu disiplin ilmu yang secara sosial bermanfaat.
b. Perspektif, sebagai suatu komponen dari pendekatan filosofi, mengharuskan kita untuk meluaskan
pandangan untuk menang- kap arti penting dari benda - benda. Jika hal ini diterapkan pada
pengembangan filosofi auditing, kita akan melihat kebutuhan akan pengesampingan
kepentingan pribadi.
c. Insight (Wawasan), elemen ketiga dari pendekatan filosofi, menekankan dalamnya penyelidikan
yang diusulkan. Pencarian wawasan filosofi adalah jalan lain untuk mengatakan bahwa
filsuf berupaya untuk mengungkapkan asumsi dasar yang mendasari pandangan manusia
akan setiap gejala kehidupan alam. Asumsi dasar dimaksud sesungguhnya merupakan dasar atau alasan
manusia untuk berbuat, walaupun alasan itu cenderung atau acap kali tersembunyi sehingga tingkat
kepentingannya tidak dikenali.
d. Visi, menunjukkan jalan yang memungkin- kan manusia berpikir dalam kerangka yang sempit ke
kemampuan untuk memandang gejala dalam kerangka yang lebih luas, ideal, dan imajinatif (conceived).
Dengan sendirinya auditing mengacu pada pendekatan analitis dalam aspek-aspek tertentu juga
pada pendekatan penilaian moral. Contohnya, penilaian audit berdasarkan pada kualitas kepercayaan yang
didapat melalui pengumpulan dan pembuktian bukti audit. Kepercayaan dapat dinilai sejauh
mana orang dapat memberikan alasan dari bukti yang ada. Semakin tepat alasannya, semakin akurat
kesimpulannyadan demikian pula halnya dengan peranan nilai moral dan etis dalam audit sebagai
konsekuensi kehormatan (privilege) yang diperolehnya dari masyarakat. Jadi, filsafat merupakan suatu alat
yang sangat penting dalam mengintegrasikan auditing sebagai instrumen kehidupan sosial.
Enjang (2005) menyatakan bahwa filosofi auditing berguna dalam hal:
1. Menjadi pegangan bagi lembaga penyusun standar auditing dalam menyusunnya

Toward Philosophy and Auditing


6

2. Memberikan kerangka rujukan untuk menyelesaikan masalah auditing dalam hal tidak
adanya standar resmi
3. Menentukan batas dalam hal melakukan “judgment” dalam penyusunan strategi dan
program audit
4. Meningkatkan pemahaman dan keyakinan pelaku audit terhadap pelaksanaan audit
5. Meningkatkan Kualitas Audit
Pendekatan filosofis atas auditing seyogyanya menciptakan kemungkinan kinerja
profesional yang seragam, yang sangat penting untuk merekatkan profesi organisasi dan
tingkah laku yang efektif dari anggota profesi. Filsafat tidak saja memungkinkan para auditor
menjadi profesional dalam wilayah aktivitas yang diembannya, tetapi juga mendorong mereka
untuk mencapai kinerja profesional yang memuaskan, memberikan mereka inspirasi dan
mendefinisikan tujuan yang akan dicapai. Jadi, filsafat juga merupakan alat yang penting
untuk menyatukan profesi, bahkan untuk mendefinisikan secara jelas profesi auditor itu
sendiri. (Pusdiklatwas BPKP, 2007:12)

Pengertian Auditing
Auditing dalam kegiatannya memang harus mempertimbangkan kejadian dan kondisi
bisnis. Tugas auditing adalah untuk mereviu pengukuran atau pengkomunikasian akuntansi
untuk tujuan penilaian kelayakannya. Oleh karena itu, auditing bersifat analitis, bukan
konstruktif. Auditing bersifat kritis dan investigatif terhadap segala bentuk asersi, termasuk
informasi akuntansi.
Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Budi, I.S., & Wibowo.H (2003),
“Report of the Committee on Basic Auditing Concepts of the American Accounting
Association” (Accounting Review, Vol. 47) memberikan definisi auditing sebagai: "Suatu
proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai
asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian
antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta
penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan." (Boynton dkk.,
2003:5)
Menurut Arens dkk. (2008:4), auditing adalah “Auditing is the accumulation and
evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of
correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by
a competent, independent person.” Auditing adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang
informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria
yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh seorang yang kompeten, orang independen.

Toward Philosophy and Auditing


7

Proses sistematis untuk mempelajari dan mengevaluasi bukti secara objektip mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang
telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan
(Mulyadi & Kanaka Puradiredja ; 1999)

Konsep dan Jenis Auditing


Tuntutan untuk melaksanakan audit bersifat normatif, dalam melaksanakan audit
seorang auditor menerapkan prosedur audit sesuai denga standar yang diterima umum. Untuk
menetapkan standar, diperlukan konsep yang mendasarinya sehingga standar tersebut dapat
dijabarkan dalam prosedur yang dapat digunakan dalam audit. (Abdul Halim, 2003).
Mautz dan Sharaf (1961) mengemukakan pendapatnya bahwa dalam teori auditing ada
lima konsep dasar, yaitu:
1. Bukti (evidence),
Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman yang tentang aktivitas usaha, sebagai
dasar untuk memberikan kesimpulan, yang dituangkan dalam pendapat auditor.Bukti harus
diperoleh dengan cara-cara tertentu agar dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai yang
diinginkan. Bukti dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut:
a. Authoritarianisme, yaitu bukti yang diperoleh berdasarkan informasi dari pihak lain
b. Mistikisme, yaitu bukti dihasilkan dari intuisi.
c. Rasionalisasi, yaitu pemikiran asumsi yang diterima,
d. Empidikisme, yaitu pengalaman yang sering terjadi,
e. Pragmatisme, yaitu merupakan hasil praktik,
2. Kehati-hatian dalam Pemeriksaan
Konsep ini berdasarkan adanya issue pokok tingkat kehati-hatian yang diharapkan pada
auditor yang bertanggungjawab (prudent auditor). Dalam hal ini yang dimaksud dengan
tanggung jawab yaitu tanggungjawab seorang profesional dalam melaksanakan tugasnya.
dengan konsep konservatif.
3. Penyajian atau pengungkapan yang wajar
Konsep ini menuntut adanya informasi laporan keuangan yang bebas (tidak memihak),
tidak bias, dan mencerminkan posisi keuangan, hasil operasi, dan aliran kas perusahaan yang
wajar. Konsep ini dijabarkan lagi dalam tiga sub konsep, yaitu:
a. Accounting propriety yang berhubungan dengan penerapan prinsip akuntansi tertentu,
dalam kondisi tertentu.

Toward Philosophy and Auditing


8

b. Adequate Disclosure yang berkaitan dengan jumlah dan luasnya pengungkapan.


c. Audit obligation yang berkaitan dengan kewajiban auditor untuk bersikap independen
dalam memberikan pendapat.
4. Independensi
a. Yaitu suatu sikap yang dimiliki auditor untuk tidak memihak dalam melakukan audit.
b. Masyarakat pengguna jasa audit memandang bahwa auditor akan independen terhadap
laporan keuangan yang diperiksannya, dari pembuat dan pemakai laporan-laporan
keuangan.
c. Konsep independensi berkaitan dengan independensi pada diri pribadi auditor secara
individual (practitioner-independence), dan independen pada seluruh auditor secara
bersama-sama dalam profesi (profession-independence)
5. Etika Perilaku
a. Etika dalam auditing, berkaitan dengan konsep perilaku yang ideal dari seorang auditor
profesional yang independen dalam melaksanakan audit.
b. Pengguna laporan keuangan yg diaudit mengharapkan auditor untuk:
o Melaksanakan audit dengan kompetensi teknis, integritas, independensi, dan
objektivitas;
o Mencari dan mendeteksi salah saji yang material, baik yang disengaja maupun yang
tidak disengaja;
o Mencegah penerbitan laporan keuangan yang menyesatkan.
Berdasarkan Konsep audit yang merupakan sebagai dasar dalam melakukan
pemeriksaan, maka Siti Kurnia Rahayu dan Ely (2010:4) menggolongkan jenis audit yang
pada umumnya dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
Suatu pemeriksaan yang bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan telah
disajikan wajar, sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu,
2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit)
Pemeriksaan yang berupa penentuan apakah pelaksaan akuntansi telah mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan oleh perusahaan, peninjauan upah untuk menentukan kesesuaian
peraturan UMR, pemeriksaan surat perjanjian dengan kreditur dan memastikan bahwa
perusahaan memenuhi ketentuan hukum yang berlaku

3. Audit Operasional (Operational Audit)


Pemeriksaan audit yang bertujuan untuk membantu manajemen dalam mengendalian
operasional perusahaan.

Toward Philosophy and Auditing


9

Kelembagaan dan Profesi Akuntan serta Fungsi Audit


Fungsi audit sangat penting untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi dalam
suatu organisasi. Hasil audit akan memberikan umpan balik bagi semua pihak yang terkait
dengan organisasi baik internal maupun eksternal. Oleh karena itu agar diperoleh hasil audit
yang berkualitas tinggi, proses audit harus dilakukan secara hati-hati dan konsisten dengan
standar profesi dan kode etik yang mengaturnya. Tujuannya adalah agar audit yang khususnya
dilakukan untuk menemukan dan melaporkan adanya suatu penyelewengan atau kecurangan
dalam suatu organisasi dapat tercapai dengan baik.
Menurut Manik, (2012) jenis audit dibagi berdasarkan kelompok atau pelaksana audit,
yang merupakan bagian daripada profesi auditor, yaitu:
1) Auditor Ekstern Auditor ekstern/ independent
Auditor yang bekerja di kantor akuntan publik (KAP) yang statusnya diluar struktur
perusahaan yang mereka audit. Umumnya auditor ekstern menghasilkan laporan atas
financial audit. Fungsi dan tujuan adalah melayani kebutuhan pihak ketiga yang
memerlukan informasi keuangan yang reliabel fokus ke masa depan untuk membantu
manajemen mencapai sasaran dan tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
2) Auditor Intern/Auditor Intern
Auditor bekerja untuk perusahaan yang mereka audit. Laporan audit manajemen
umumnya berguna bagi manajemen perusahaan yang diaudit. Oleh karena itu tugas
internal auditor biasanya adalah audit manajemen yang termasuk jenis compliance audit.
Fungsi dan tujuan internal auditing merupakan salah satu unsur daripada pengawasan
yang dibina oleh manejemen, dengan fungsi utama adalah untuk menilai apakah
pengawasan intern telah berjalan sebagaimana yang diharapkan.
3) Auditor Pajak/Auditor pajak
bertugas melakukan pemeriksaan ketaatan wajib pajak yang diaudit terhadap undang-
undang perpajakan yang berlaku.
4) Auditor Pemerintah
Tugas auditor pemerintah adalah menilai kewajaran informasi keuangan yang disusun
oleh instansi pemerintahan. Disamping itu audit juga dilakukan untuk menilai efisiensi,
efektifitas dan ekonomisasi operasi program dan penggunaan barang milik pemerintah.
Dan sering juga audit atas ketaatan pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Audit
yang dilaksanakan oleh pemerintahan dapat dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) atau Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Toward Philosophy and Auditing


10

III. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa auditing adalah merupakan
bidang ilmu pengatahuan yang khusus dimana auditing membutuhkan jenis studi. Auditing
merupakan disiplin ilmu tersendiri yang berbeda dengan akuntansi. Auditing tidak dipandang
sekedar ilmu, akan tetapi sebuah teori yang paling tidak bisa menjelaskan suatu fenomena.
Maka auditing bisa dikatakan satu konsep kajian keilmuan namun sangat sedikit yang
menjelaskan sebagai teori karena sarat akan nuansa praktis.
Pengembangan dari suatu filosofi yang baik dari auditing adalah suatu tantangan yang
sesuai dengan pikiran terbaik yang dimiliki profesi. Auditing berhubungan dengan ide-ide
abstrak, auditing mempunyai pondasi dalam tipe-tipe pembelajaran yang paling mendasar,
auditing mempunyai struktur yang rasional dari postulat-postulat, konsep-konsep teknik dan
persepsi, yang dapat dimengerti dengan baik dan akhirnya akan memberikan hasil audit yang
berkualitas tanpa intervensi dari pihak manapun.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim, 2003. Auditing 1 Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan, Unit Penerbit dan
Percetakan AMP YKPN.

Anton Bakker, 1984. Metode-metode Filsafat, Jakarta, Ghalia Indonesia.

Arens, Alvin A., Elder, Randal J. dan Beasley, Mark S. 2008. Auditing and Assurance
Services. New Jersey : Pearson Education, Inc.

Boynton, W.C., Johnson, R.N., Kell, G.W. 2003. Modern Auditing. (edidi 7). Jakarta,
Erlangga.

BPKP, 2007. Filosofi Auditing, Edisi Kedua, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan
BPKP

Budiyanto, Enjang Tachyan. 2005. Pengujian Variabel-variabel yang Berpengaruh terhadap


Ekspektasi Klien dalam Audit Judgment, Tesis Program Pascasariana Magister
Sains Akuntansi Universitas Diponegoro.

Mautz, R. K and Hussein A Sharaf, 1961. The Philosophy of Auditing, Sarasota,


American Accounting Association

Mulyadi & Kanaka Puradiredja, 1999. Auditing, Buku I, Salemba Empat Jakarta

Pramono, Sigit, dkk, 2009. Auditing & Profesi Akuntan Publik; Sebuah Pengantar. Sekolah
Tinggi Ekonomi Islam (SEBI)

Surajiyo, 2005. Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar, Jakarta, Bumi Aksara.

Toward Philosophy and Auditing


11

Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati, 2010, Auditing : Konsep Dasar dan Pedoman
Pemeriksaan Akuntan Publik

Tumpal Manik, 2012. Pemeriksaan Akuntansi (Auditing), Modul Pembelajaran

Wattimena , Reza,A.A, 2008. Mengapa Kita Perlu Belajar Filsafat, Fakultas Filsafat,
UNIKA Widya Mandala, Surabaya, dikutip dari (http://rumahfilsafat.com/mengapa-
kita-perlu-belajar-filsafat1/, diakses pada tanggal 13 Agustus 2014 Pukul 23.07 Wib)

__________, (http://uwiiii.wordpress.com/2009/11/14/kasus-enron-dan-kap-arthur-andersen/,
diakses pada tanggal 20 Agustus 2014 pukul 23.00 wib)

Toward Philosophy and Auditing

Anda mungkin juga menyukai