Anda di halaman 1dari 35

LOGIKA FUZZY DAN PENARIKAN KESIMPULAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Fuzzy


Dosen Pengampu: Aprisal S.Pd., M.Pd

Oleh :
Kelompok 5

1. Hajriani H0217004
2. Pitri Handayani H0217304
3. Mirnawati H0217002
4. Suriani H0217308

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
2019

0
A. Pendahuluan
Logika adalah pelajaran yang menggunakan metode dan prinsip-
prinsip penalaran, dimana penalaran digunakan untuk memperoleh proposisi
(pernyataan) baru dari proposisi yang telah ada. Pada logika klasik, suatu
pernyataan memiliki dua kemungkinan nilai yaitu benar dan salah. Sedangkan
pada logika fuzzy secara umum merupakan dua nilai logika klasik dengan
mengizinkan nilai kebenaran dari sebuah permasalahan menjadi banyak
kemungkinan pada interval [0,1]. Sebelum kita membahas penarikan
kesimpulan pada logika fuzzy, akan review kembali konsep dasar penarikan
kesimpulan pada logika klasik dan kemudian akan di generalisasi pada logika
fuzzy.

B. Pembahasan
1. Logika Klasik [Wang, 1997:73].
Dalam logika klasik, hubungan diantara proposisi biasanya
direpresentasikan melalui tabel kebenaran. Hal yang mendasar pada tabel
kebenaran yaitu untuk konjungsi dinotasikan dengan , disjungsi ,
implikasi →, ekuivalen ↔ dan negasi ¯ dikumpulkan secara bersama
pada tabel 6.1 dimana simbol T dan F masing-masing untuk
menyimbolkan benar atau salah.
Berikut adalah contoh tabel kebenaran pada lima operasi yang
sering digunakan:
Tabel 6.1. Table Kebenaran untuk Lima Operasi yang Lazim digunakan.

P q pq pq p→q p↔q 𝒑


T T T T T T F
T F F T F F F
F T F T T F T
F F F F T T T

Secara umum yang digunakan adalah negasi, konjungsi, disjungsi.


Dengan kombinasi ¯, ,  pada ekspresi aljabar yang tepat yang mengarah
pada formula logika, kita bisa peroleh bentuk lain dari formula logika bisa
didefinisikan sebagai berikut:

1
a. Nilai kebenaran antara 0 dan 1 adalah formula logika.
b. Jika p adalah sebuah permasalahan, maka p dan 𝑝 adalah formula
logika.
c. Jika p dan q adalah formula logika, maka p  q dan p  q juga
merupakan formula logika.
Ketika suatu proposisi (pernyataan) yang direpresentasikan oleh
formula logika maka selalu bernilai benar tanpa perlu memperhatikan
nilai kebenarannya dari proposisi dasar yang ikut serta pada formula, hal
yang demikian disebut tautologi, ketika suatu proposisi yang
direpresentasikan oleh formula logika bernilai salah maka disebut dengan
kontradiksi.
Contoh 1
Berikut contoh formula logika yang merupakan tautology.
(i) ( p  q)  ( p  q)
(ii) [( p  q)  q ]  p
Untuk membuktikan (i) dan (ii), kita gunakan metode tabel
kebenaran, kita bisa lihat semua nilai yang mungkin pada (i) dan (ii) dan
kita bisa lihat bagaimanapun proposisi awalnya itu selalu benar. Tabel 6.2
dan 6.3 memperlihatkan hasilnya, yang menunjukkan bahwa (i) dan (ii)
adalah tautologi.
Tabel 6.2 Bukti dari (p  q)  (𝒑 → q)
p q 𝒑 (p  q) (𝒑 → q) (p  q)  (𝒑 → q)
T T F T T T
T F F T T T
F T T T T T
F F T F F T

Tabel 6.3 Bukti dari [(p → q)  𝒒 ] → 𝒑

p q 𝒑 𝒒 p→q [(p → q)  𝒒] [(p → q)  𝒒 ] → 𝒑


T T F F T F T
T F F T F F T

2
F T T F T F T
F F T T T T T

Berbagai jenis tautologi bisa digunakan untuk membuat kesimpulan


secara deduksi, hal itu disebut aturan penarikan kesimpulan. Ada 3 aturan
yang digunakan secara umum dalam aturan penarikan kesimpulan yaitu:
a. Modus Ponen
Aturan penarikan kesimpulan ini diberikan 2 proposisi yaitu p  q
dan p (disebut premis), kebenaran dari q (disebut kesimpulan), simbol
yang digunakan untuk mewakilinya adalah:
𝑝→𝑞
𝑝
∴𝑞
Representasi yang bisa digunakan untuk mewakili modus ponen adalah:
Premise 1 : Jika x adalah A maka y adalah B
Premise 2 : x adalah A
Conclusion : y adalah B
b. Modus Tollens :
Aturan penarikan kesimpulan ini diberikan 2 proposisi yaitu p →
q dan 𝑞 , kebenaran pada proposisi 𝑝 haruslah disimpulkan, secara
simbolis dapat dituliskan sebagai berikut :
𝑝→𝑞
𝑞
∴ 𝑝
Representasi modus tolen adalah sebagai berikut:
Premise 1 : Jika x adalah A maka y adalah B
Premise 2 : x bukanlah A
Conclusion : y bukanlah B
c. Silogisme (Hypothetical Syllogism)

3
Aturan penarikan kesimpulan ini diberikan 2 proposisi yaitu p → q
dan q  r , benar pada permasalahan p → r haruslah disimpulkan.
Secara simbolis silogisme dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑝→𝑞
𝑞→𝑟
∴ p→r
Representasi Hypothetical syllogism adalah sebagai berikut:
Premise 1 : Jika x adalah A maka y adalah B
Premise 2 : Jika y adalah B maka z adalah C
Conclusion : Jika x adalah A maka z adalah C

2. Logika Fuzzy[Klir, 1997:191]


Jika pada logika klasik nilai kebenaran hanya bernilai benar dan
salah maka dalam logika fuzzy nilai kebenaran berada dalam interval
[0,1] yang dapat ditentukan oleh fungsi keanggotaannya.
Contoh pernyataan yang menggunakan logika fuzzy : hari ini
cuaca cerah dan udara panas. Cerah dan udara panas tidaklah mutlak,
nilainya berkisar [0,1] ,tidaklah mutlak benar atau salah sehingga dari
sini muncul nilai dalam logika fuzzy.
Ada 3 nilai logika yang dapat kita lihat dalam tabel berikut:
𝒑 𝒑

0 1

1 1
2 2

1 0

Seperti dalam logika klasik yang menggunakan tabel kebenaran,


dalam logika fuzzy juga ada nilai kebenaran dengan 3 nilai logika seperti
pada tabel di atas :

4
Selain tabel di atas ada juga tabel yang menunjukkan interpretasi
hukum De Morgan dengan 3 nilai kebenaran menurut Bochvar :
p q ~ (p  q)  (~𝑝  ~𝑞)
0 0 1 0 0 0 1 1 1 1
0 ½ ½ 0 ½ ½ ½ 1 ½ ½
0 1 1 0 0 1 1 1 1 0
½ 0 ½ ½ ½ 0 ½ ½ ½ 1
½ ½ ½ ½ ½ ½ ½ ½ ½ ½
½ 1 ½ ½ ½ 1 ½ ½ ½ 0
1 0 1 1 0 0 1 0 1 1
1 ½ ½ 1 ½ ½ ½ 0 ½ ½
1 1 0 1 1 1 1 0 0 0

Tabel dibawah ini juga menunjukkan interpretasi hukum De Morgan


dengan 3 nilai kebenaran menurut Lukasiewicz
p q ~ (p  q)  (~𝑝  ~𝑞)
0 0 1 0 0 0 1 1 1 1
0 ½ 1 0 0 ½ 1 1 1 ½
0 1 1 0 0 1 1 1 1 0
½ 0 1 ½ 0 0 1 ½ 1 1

5
½ ½ ½ ½ ½ ½ 1 ½ ½ ½
½ 1 ½ ½ ½ 1 1 ½ ½ 0
1 0 1 1 0 0 1 0 1 1
1 ½ ½ 1 ½ ½ 1 0 ½ ½
1 1 0 1 1 1 1 0 0 0

Tabel dibawah ini juga menunjukkan interpretasi hukum De Morgan


dengan 3 nilai kebenaran menurut Kleene
p q ~ (p  q)  (~𝑝  ~𝑞)
0 0 1 0 0 0 1 1 1 1
0 ½ 1 0 0 ½ 1 1 1 ½
0 1 1 0 0 1 1 1 1 0
½ 0 1 ½ 0 0 1 ½ 1 1
½ ½ ½ ½ ½ ½ ½ ½ ½ ½
½ 1 ½ ½ ½ 1 ½ ½ ½ 0
1 0 1 1 0 0 1 0 1 1
1 ½ ½ 1 ½ ½ ½ 0 ½ ½
1 1 0 1 1 1 1 0 0 0

Selain tabel yang menginterpretasikan hukum de Morgan, berikut tabel


dari Lukasiewecz yang menginterpretasikan tentang modus ponens
p q [(p  q)  p]  Q
0 0 0 1 0 0 0 1 0
0 ½ 0 1 ½ 0 0 1 ½
0 1 0 1 1 0 0 1 1
½ 0 ½ ½ 0 ½ ½ ½ 0
½ ½ ½ 1 ½ ½ ½ 1 ½
½ 1 ½ 1 1 ½ ½ 1 1
1 0 1 0 0 0 1 1 0
1 ½ 1 ½ ½ ½ 1 1 ½

6
1 1 1 1 1 1 1 1 1

Pada beberapa tabel di atas menginterpretasikan tentang nilai 3 logika,


sedangkan untuk n–logika kita dapat menggunakan formula berikut :
0 1 2 𝑛−2 𝑛−1
𝑇𝑛 = , , ,…, ,
𝑛−1 𝑛−1 𝑛−1 𝑛−1 𝑛−1
1 2 𝑛−2
= 0, , ,…, ,1
𝑛−1 𝑛−1 𝑛−1
Serta bisa dengan mengikuti persamaan di bawah ini :
𝑝 = 1−𝑝
p  q = min (p,q)
p  q = max (p,q)
p  q = min (1, 1–(p+q))
p  q = 1–|p – q|
3. Prinsip Dasar pada Logika Fuzzy [Wang, 1997:75]
Pada logika fuzzy, proposisi (pernyataan) merupakan proposisi fuzzy itu
sendiri, sebagaimana didefinisikan pada BAB 5, hal itu direpresentasikan oleh
himpunan fuzzy. Tujuan utama pada logika fuzzy adalah untuk memberikan
pijakan dalam penarikan kesimpulan dengan proposisi yang tepat
menggunakan teori himpunan fuzzy. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
akan digunakan generalisasi modus ponen, generalisasi modus tolen dan
generalisasi Hypothetical Syllogism yang akan kita bahas selanjutnya. Ketiga
hal tersebut merupakan prinsip paling dasar dari logika fuzzy.
a. Generalisasi Modus Ponen
Aturan penarikan kesimpulan ini, diberikan 2 proposisi fuzzy yaitu
If x is A Then y is B dan x is A' , kita harus menyimpulkan sesuatu
yang baru dari proposisi fuzzy 𝑦 𝑖𝑠 𝐵 ′ sedemikian sehingga 𝐴′ mendekati
A dan 𝐵 ′ mendekati B, dimana A dan 𝐴′ , B dan 𝐵 ′ adalah himpunan
fuzzy ,
Contoh:
Premise 1 : 𝑰𝒇 𝑥 𝑖𝑠 𝐴 𝑻𝒉𝒆𝒏 𝑦 𝑖𝑠 𝐵

7
Premise 2 : 𝑥 𝑖𝑠 𝐴′
Conclusion : 𝑦 𝑖𝑠 𝐵 ′
Tabel 6.4 menunjukan kriteria hubungan premis 2 dan konklusi secara
umum pada modus ponen, kita catat itu jika sebuah hubungan lepas antara
"𝑥 𝑖𝑠 𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝑦 𝑖𝑠 𝐵 " itu tidaklah kuat pada premis 2, terpenuhinya pada
kriteria p3 dan kriteria p5 diizinkan, kriteria p7 adalah interpretasi dari
“𝑰𝑭 𝑥 𝑖𝑠 𝐴 𝑻𝒉𝒆𝒏 𝑦 𝑖𝑠 𝐵, lainnya 𝑦 𝑖𝑠 𝑛𝑜𝑡 𝐵”. Meskipun hubungan ini
tidak valid pada logika klasik, kita sering membuat interprestasi seperti itu
pada penalaran setiap hari.
Tabel 6.4 : Kriteria Hubungan Premis dan Kesimpulan pada Modus Ponens

x is A’(premis 2) y is B’ (conclusion)
Kriteria p1 x is A y is B
Kriteria p2 x is very A y is very B
Kriteria p3 x is very A y is B
Kriteria p4 x is more less A y is more or less B
Kriteria p5 x is more less A y is B
Kriteria p6 x is not A y is unknown
Kriteria p7 x is not A y is not B

b. Generalisasi Modus Tolen


Aturan penarikan kesimpulan pada generalisasi modus tolen, ini
diberikan 2 proposisi fuzzy 𝑰𝒇 𝑥 𝑖𝑠 𝐴 𝑻𝒉𝒆𝒏 𝑦 𝑖𝑠 𝐵 dan 𝑦 𝑖𝑠 𝐵 ′, kita harus
menyimpulkan sesuatu yang baru dari permasalahan fuzzy 𝑥 𝑖𝑠 𝐴′ , hal itu
berbeda antara 𝐵 𝑎𝑛𝑑 𝐵 ′, dan berbeda juga antara 𝐴 𝑎𝑛𝑑 𝐴 ′, dimana
𝐴 𝑎𝑛𝑑 𝐴′ , 𝐵 𝑎𝑛𝑑 𝐵 ′, adalah himpunan fuzzy, berikut adalah contohnya:
Premise 1 : 𝑰𝑭 𝑥 𝑖𝑠 𝐴 𝑻𝒉𝒆𝒏 𝑦 𝑖𝑠 𝐵
Premise 2 : 𝑦 𝑖𝑠 𝐵′
Conclusion : 𝑥 𝑖𝑠 𝐴′
Tabel 6.5 menunjukkan kriteria hubungan premis 2 dan konklusi
secara umum pada modus tolen, mirip pada kriteria pada tabel 6.4,

8
beberapa kriteria pada tabel 6.5 tidaklah benar pada logika klasik, tapi kita
menggunakan hal itu pada setiap hari dalam hidup kita.
Tabel 6.5 : Kriteria Hubungan Premis dan Kesimpulan pada Modus Tolen
y is B’ (Premis 2) x is A’ (Conclusion)
Kriteria t1 y is not B kx is not A
Kriteria t2 y is not very B x is not very A
Kriteria t3 y is not more or less B x is not more or less A
Kriteria t4 y is B x unknown
Kriteria t5 y is B x is A

c. Generalisasi Silogisme (Generalized Hypothetical Syllogism)


Aturan penarikan kesimpulan pada generalisasi silogisme ini,
diberikan 2 proposisi fuzzy 𝑰𝒇 𝑥 𝑖𝑠 𝐴 𝑻𝒉𝒆𝒏 𝑦 𝑖𝑠 𝐵
dan 𝑰𝒇 𝑦 𝑖𝑠 𝐵 ′ 𝑻𝒉𝒆𝒏 𝑧 𝑖𝑠 𝐶 , kita harus menyimpulkan sesuatu yang
baru dari permasalahan fuzzy jika 𝑰𝒇 𝑥 𝑖𝑠 𝐴 𝑻𝒉𝒆𝒏 𝑦 𝑖𝑠 𝐶 ′
sedemikian sehingga mendekati B pada 𝐵′, 𝐶′ pada C dimana 𝐴, 𝐵, 𝐵′,
𝐶, 𝐶′ adalah himpunan fuzzy. Berikut adalah contohnya:
Premise 1 : 𝑰𝑭 𝑥 𝑖𝑠 𝐴 𝑻𝒉𝒆𝒏 𝑦 𝑖𝑠 𝐵
Premise 2 : 𝑰𝑭 𝑦 𝑖𝑠 𝐵′ 𝑻𝒉𝒆𝒏 𝑧 𝑖𝑠 𝐶
Conclusion : 𝑰𝑭 𝑥 𝑖𝑠 𝐴 𝑻𝒉𝒆𝒏 𝑧 𝑖𝑠 𝐶′
Tabel 6.5 menunjukkan beberapa hubungan kriteria 𝑦 𝑖𝑠 𝐵 ′
dengan 𝑧 𝑖𝑠 𝐶′ pada generalisasi Hypothetical syllogism. Kriteria s2
diperoleh dari intuisi berikut: untuk mencocokan B pada premis 1
dengan 𝐵 ′ = very B pada premis 2, kita boleh mengubah premis 1
menjadi 𝑰𝒇 𝑥 𝑖𝑠 𝑣𝑒𝑟𝑦 𝐴 Then 𝑦 𝑖𝑠 𝑣𝑒𝑟𝑦 𝐵 , jadi kita memiliki
𝑰𝒇 𝑥 𝑖𝑠 𝑣𝑒𝑟𝑦 𝐴 𝑻𝒉𝒆𝒏 𝑧 𝑖𝑠 𝐶. Kita dapat membatasi penggunaan more
and less untuk membatalkan kata very, kita memiliki
𝑰𝒇 𝑥 𝑖𝑠 𝐴 𝑻𝒉𝒆𝒏 𝑧 𝑖𝑠 𝑚𝑜𝑟𝑒 𝑜𝑟 𝑙𝑒𝑠𝑠 𝐶 , yang mana terdapat pada kriteria
s2. Kriteria lainnya dapat dibenarkan dengan cara yang sama.

9
Tabel 6.6 : Kriteria Hubungan Premis dan Kesimpulan pada Silogisme
y is B’ (Premis 2) z is C’ (Conclusion)
Kriteria s1 y is B z is C
Kriteria s2 y is very B z is more or less C
Kriteria s3 y is very B z is C
Kriteria s4 y is more or less B z is very C
Kriteria s5 y is more or less B z is C
Kriteria s6 y is not B z is unknown
Kriteria s7 y is not B z is not C

Kita sebut kriteria pada table 6.4-6.6 sebagai kriteria intuisi


karena hal itu tidak perlu benar untuk pilihan tertentu pada fuzzy set, hal
tersebut merupakan arti dari penarikan kesimpulan.
Sekarang kita telah mengetahui ide dasar dari 3 prinsip paling
pokok pada logika fuzzy yaitu generalisasi modus ponen, generalisasi
modus tolen dan generalisasi Hypothetical syllogism.
4. Komposisi Aturan Penarikan Kesimpulan [Wang, 1997:78]
a. Generalisasi Modus Ponen
Diberikan himpunan fuzzy A′ (yang merupakan premis x adalah A′) dan
relasi fuzzy A  B di U x V (yang merupakan premis IF x adalah A
THEN y adalah B), himpunan fuzzy 𝐵′ dalam V (yang merupakan
kesimpulan y adalah B′) disimpulkan sebagai:

B' ( x)  xsup
U
t [ A' ( x) ,  A B ( x, y)] (11.1)

b. Generalisasi Modus Tolens.


Diberikan himpunan fuzzy B (yang merupakan premis y adalah 𝐵′ dan
relasi fuzzy A  B dalam U x V (yang merupakan premis IF x adalah A
THEN y adalah B), sebuah himpunan fuzzy A′ dalam U (yang merupakan
kesimpulan x adalah A′) dapat disimpulkan sebagai:

A' ( x)  ysup
V
t [ B' ( x) ,  A  B ( x, y)] (11.2)

10
c. Generalisasi Silogisme.
Diberikan himpunan fuzzy A  B dalam U x V (yang merupakan
premis IF x adalah A THEN y adalah B) dan relasi fuzzy 𝐵′  C dalam V
x W (yang merupakan premis IF y adalah 𝐵′ THEN z adalah C ),
sebuah himpunan fuzzy A  𝐶′ dalam U x W (yang merupakan
kesimpulan IF x adalah A THEN z adalah 𝐶 ′ ) dapat disimpulkan
sebagai:

A  C' ( x, z)  ysup
V
t [  A  B ( x, y), B'C ( y, z )] (11.3)

Dengan menggunakan t-norm dalam 11.1–11.3 dan implikasi


aturan yang lainnya, 5.23-5.26, 5.31, and 5.32 (pada buku Wang) kita
peroleh hasil yang beragam. Hasil ini menunjukkan sifat-sifat implikasi
aturan. Sifat-sifat ini lah yang akan kita pelajari selanjutnya.
5. Sifat Aturan Implikasi
Pada bagian ini, kita akan membahas secara khusus aturan implikasi dan
t-norms untuk 11.1–11.3 dan kita akan melihat bahwa
 B' ( y),  A' ( x) and  A C' ( x, z ) tampak seperti pada beberapa kasus 𝐴′

dan 𝐵 ′ . Kita akan membahas secara lebih khusus lagi tentang generalisasi
modus ponen, generalisasi modus tollen, dan generalisasi silogisme.
a. Generalisasi Modus Ponens.
Contoh 1
Gunakan minimum pada aturan t-norms dan implikasi Dienes-Rescher
untuk  A B ( x, y) dalam modus ponen umum (11.1). Dan asumsikan

bahwa Sup
x U
 A ( x)  1 (Himpunan fuzzy A adalah normal). Pertimbangkan

empat kasus untuk 𝐴′ dan tentukan fungsi keanggotaan  ( y) dalam


B'

istilah dari  B ( y ) untuk:


(a). A′ = A,
b A′ = very A,

11
(c) A′ = more or less A , and
(d) A′ = A.
Jawab:
a. Jika 𝐴′ = 𝐴, maka:

  B' ( y )  xsup
U
t [  A' ( x) ,  A  B ( x, y )]

  B' ( y )  sup
x U
t [  A ( x) ,  A  B ( x, y )]

  B' ( y )  sup
x U
min{  A ( x) , (max[1   A ( x),  B ( y )] )}

Karena xsup
U
 A ( x)  1 dan nilai x pada U, untuk setiap y  V terdapat
x  U sedemikian sehingga  A ( x)   B ( y )
  B' ( y )  xsup
U
min{  A ( x) ,  B ( y ) }
  B' ( y )   B ( y ) (11.4)

b. Jika 𝐴′ = 𝑣𝑒𝑟𝑦 𝐴

  B' ( y )  ysup
V
t [  A' ( x) ,  A B ( x, y )]

  B' ( y )  t [  A ( x) ,  A B ( x, y )]
sup 2
y V

  B' ( y )  min [  A ( x) , max[1   A ( x),  B ( y )]


sup 2
y V

Seperti pada bagian a,  A ( x)   B ( y )


  B' ( y )  ysup min[  A ( x) ,  B ( y ) ]
2
V

  B' ( y )   B ( y ) (11.5)

c. Jika 𝐴′ = 𝑚𝑜𝑟𝑒 𝑜𝑟 𝑙𝑒𝑠𝑠 𝐴


1
  B' ( y )  sup
x U
{min [  A 2 ( x) ,  A B ( x, y )]}
1
  B' ( y )  sup
x U
min[  A 2 ( x) , max{1   A ( x),  B ( y )}]

12
1
Karena  A 2 ( x)   A ( x)   A ( x)  B ( y ) kita memiliki :
1
  B' ( y )  ysup
V
min{  A 2 ( x) ,  B ( y ) }
  B' ( y )   B ( y ) (11.6)

d. 𝐴 = 𝐴

  B' ( y )  xsup
U
t [  A' ( x) ,  A  B ( x, y )]

  B' ( y )  sup
x U
t [  A ( x) ,  A  B ( x, y )]

  B' ( y )  sup
x U
min[ 1 -  A ( x) , max{1   A ( x),  B ( y )}]

Karena xsup
U
 A ( x)  1 dan nilai x pada U , untuk setiap y V terdapat
x U sedemikian sehingga dapat dimisalkan  A ( x)   B ( y )
  B' ( y )  xsup
U
min{1 -  A ( x) ,  B ( y ) }

Dimana xsup
U
min dicapai ketika 1 -  A ( x)   A ( x)  B ( y ) oleh karena itu :

  B' ( y )  sup
x U
min{ A ( x)  B ( y ) ,  B ( y ) }

  B' ( y )  sup
x U
{ A ( x)  B ( y )}
  B' ( y )   B ( y ) (11.7)

Dari (11.4),(11.5),(11.6) dan (11.7) dari tabel 6.4 kita melihat bahwa
dalam contoh ini modus ponen umum memenuhi kriteria p1,p3 dan
p5,.tetapi tidak memenuhi kriteria p2,p4,p6 dan p7.
Contoh 2
Misalkan kita gunakan minimum pada aturan t-norms dan implikasi
Lukasiewich untuk  A B ( x, y) dalam modus ponen umum (11.1).

Dan asumsikan bahwa sup


x U
 A ( x)  1 (Himpunan fuzzy A adalah

normal). Pertimbangkan empat kasus untuk 𝐴′ seperti pada contoh 1


dan tentukan fungsi keanggotaan  ( y) dalam istilah dari  B ( y )
B'

untuk:

13
𝑎 A′ = A,
b A′ = very A,
(c) A′ = more or less A , and
(d) A′ = A.
Jawab:
a. Jika 𝐴′ = 𝐴, maka:

  B' ( y )  xsup
U
t [  A' ( x) ,  A  B ( x, y )]

  B' ( y )  sup
x U
t [  A ( x) ,  A  B ( x, y )]

  B' ( y )  sup
x U
min{  A ( x) , min [ 1, 1   A ( x)   B ( y )] }

  B' ( y )  sup
x U
min{  A ( x) , 1   A ( x)   B ( y )}

Karena sup
x U
 A ( x)  1 dan nilai x pada U untuk setiap y  V terdapat
x  U sedemikian sehingga  A ( x)   B ( y )
  B' ( y )  sup
x U
[ 1   A ( x )   B ( y )]

Misalkan 1 -  A ( x)   A ( x)  B ( y ) maka :
  B' ( y )  sup
x U
[  A ( x )  B ( y )   B ( y )]

Karena xsup
U
 A ( x)  1, maka :
  B' ( y )   B ( y )   B ( y )
  B' ( y )   B ( y ) (11.8)

b. Jika 𝐴′ = 𝑣𝑒𝑟𝑦 𝐴

  B' ( y )  xsup
U
t [  A' ( x) ,  A B ( x, y )]

  B' ( y )  t [  A ( x) ,  A B ( x, y )]
sup 2
x U

14
  B' ( y )  {min [  A ( x) , min(1, 1   A ( x)   B ( y )}
sup 2
x U

  B' ( y )  min{  A ( x) , 1   A ( x)   B ( y )}
sup 2
x U

  B' ( y )  sup
x U
{ 1   A ( x)   B ( y )}

Misalkan 1   A ( x)   A ( x)  B ( y )
maka :

  B' ( y )  sup
x U
{  A ( x)  B ( y )   B ( y )}

Karena xsup
U
 A ( x)  1, maka :
  B' ( y )   B ( y )   B ( y )}
  B' ( y )   B ( y ) (11.9)

c. Jika 𝐴′ = 𝑚𝑜𝑟𝑒 𝑜𝑟 𝑙𝑒𝑠𝑠 𝐴

  B' ( y )  xsup
U
t [  A' ( x) ,  A  B ( x, y )]
1
  B' ( y )  sup
x U
t [  A 2 ( x) ,  A  B ( x, y )]
1
  B' ( y )  sup
x U
min[  A 2 ( x) , min {1, 1   A ( x)   B ( y )}]
1
  B' ( y )  sup
x U
min[  A 2 ( x) , 1   A ( x)   B ( y )]

Karena xsup
U
 A ( x)  1 dan nilai x pada U, untuk setiap y  V terdapat
1
x  U sedemikian sehingga  A 2 ( x)   A ( x)   A ( x)   B ( y )
  B' ( y )  sup
x U
[1   A ( x)   B ( y )]

Misalkan 1   A ( x)   A ( x)  B ( y )
  B' ( y )  xsup
U
{  A ( x)  B ( y )   B ( y )}

Karena sup
x U
 A ( x)  1 , maka;
  B' ( y )   B ( y )   B ( y )

15
  B' ( y)   B ( y) (11.10)

d. Jika A′ = A.

  B' ( y )  xsup
U
t [  A' ( x) ,  A B ( x, y )]

  B' ( y )  sup
x U
t [  A ( x) ,  A B ( x, y )]

  B' ( y )  sup
x U
min{1 -  A ( x) , (min [1, 1   A ( x)   B ( y )] )}

  B' ( y )  sup
x U
min{1 -  A ( x) , 1   A ( x)   B ( y )}

  B' ( y )  sup
x U
{ 1 -  A ( x) }

Misalkan 1 -  A ( x)   A ( x)  B ( y ) maka :
  B' ( y )  sup
x U
{ A ( x)  B ( y )}

Karena xsup
U
 A ( x)  1 diperoleh
  B' ( y )   B ( y ) (11.11)

Dari (11.8),(11.9),(11.10) dan (11.11) dari tabel 6.4 kita melihat


bahwa dalam contoh ini modus ponen umum juga memenuhi
kriteria p1,p3 dan p5,.tetapi tidak memenuhi kriteria p2,p4,p6 dan
p7

b. Generalisasi Modus Tollens


Contoh 3
Sama seperti contoh 2, kita gunakan minimum untuk t-norm dan aturan
implikasi Mamdani minimum untuk  A B ( x, y) dalam modus tolens

umum (11.2). Asumsikan bahwa sup


y V
 B ( y)  1 . Pertimbangkan 4 kasus

untuk 𝐵 ′ dan tentukan fungsi keanggotaan  ( x) dalam istilah  A (x)


A'

untuk:
(𝑎)B ′ = 𝐵

16
b B ′ = not very B,
c B ′ = not more or less B, and
(d) B ′ = 𝐵.
Jawab :
a. Jika B′ = 𝐵

  A' ( x)  ysup
V
t [  B' ( y ) ,  A  B ( x, y )]

  A' ( x)  ysup
V
t [  B ( y ) ,  A  B ( x, y )]

  A' ( x)  ysup
V
t [1 -  B ( y ) ,  A  B ( x, y )]

  A' ( x)  ysup
V
min [1 -  B ( y ) , min{ A ( x),  B ( y )}]

Karena sup
y V
 B ( y )  1 dan nilai y pada V untuk setiap x U terdapat
y V sedemikian sehingga  A ( x)   B ( y ), diperoleh :
  A' ( x)  ysup
V
min [1 -  B ( y ) ,  A ( x)]

sup
y V
min tercapai ketika 1 -  B ( y )   A ( x)  B ( y ), maka;

  A' ( x)  ysup
V
min [  A ( x)  B ( y ),  A ( x) ]

  A' ( x)   A ( x) (11.12)

b. Jika B′ = not very B

  A' ( x)  ysup
V
t [  B ' ( y ),  A  B ( x, y )]

  A' ( x)  ysup t [ 1 -  B ( y ),  A  B ( x, y )]
2

V

  A' ( x)  ysup min [1 -  B ( y ) , min{1,1   A ( x)   B ( y )}]


2

V

  A' ( x)  ysup min [1 -  B ( y ) , 1   A ( x)   B ( y )]


2

V

Karena sup
y V
 B ( y )  1 dan nilai y pada V untuk setiap x U terdapat
y V sedemikian sehingga  A ( x)   B ( y ), diperoleh :

17
  A' ( x)  ysup [1 -  B ( y ) ]
2

V

Misalkan 1 -  B ( y )   A ( x)  B ( y ), maka;
2

  A' ( x)  ysup
V
[  A ( x)  B ( y ) ]

Karena ysup
V
 B ( y )  1 diperoleh :
  A' ( x)   A ( x) (11.12)

c. Jika 𝐵 ′ = 𝑛𝑜𝑡 𝑚𝑜𝑟𝑒 𝑜𝑟 𝑙𝑒𝑠𝑠 𝐵

  A' ( x)  ysup
V
t [  B' ( y ) ,  A  B ( x, y )]
1

  A' ( x)  ysup
V
t [ 1 -  B 2 ( y ),  A  B ( x, y )]
1

  A' ( x)  ysup
V
min [1 -  B 2 ( y ) , min{1,1   A ( x)   B ( y )}]
1

  A' ( x)  ysup
V
min [1 -  B 2 ( y ) , 1   A ( x)   B ( y )]

  A' ( x)  ysup
V
min [1 -  B 2 ( y ) , 1   A ( x)   B ( y )]

Karena sup
y V
 B ( y )  1 dan nilai y pada V untuk setiap x U terdapat
y V sedemikian sehingga  A ( x)   B ( y ), diperoleh :
1

  A' ( x)  ysup
V
[1 -  B 2 ( y ) ]

Misalkan 1 -  B ( y )   A ( x)  B ( y ), maka;
2

  A' ( x)  ysup
V
[  A ( x)  B ( y ) ]

Karena ysup
V
 B ( y )  1 diperoleh :
  A' ( x)   A ( x) (11.12)

d. Jika 𝐵 ′ = 𝐵

 A' ( x)  ysup
V
t [ B' ( y ) ,  A B ( x, y )]

 A' ( x)  ysup
V
t [ B ( y ),  A B ( x, y )]

 A' ( x)  ysup
V
min [ B ( y ) , min{A ( x), B ( y )}]

18
Karena sup
y V
 B ( y )  1 dan nilai y pada V untuk setiap x U terdapat
y V sedemikian sehingga  A ( x)   B ( y ), diperoleh :
  A' ( x)  ysup
V
min [  B ( y ) ,  A ( x)]
  A' ( x)   A ( x) (11.13)

Dari (11.10),(11.11),(11.12) dan (11.13) kita tahu bahwa diantara


tujuh kriteria intuitif dalam tabel 6.5 hanya kriteria t5 yang terpenuhi.

c. Generalisasi Silogisme (Hypotetical Sylogisme)


Contoh:
Gunakan minimum untuk t-norm dan hasil impilikasi Mamdani untuk
 A B ( x, y) dan  B' C ( y, z ) dalam generalisasi silogisme (11.3). dan

asumsikan bahwa sup


y V
 B ( y)  1 dan pertimbangkan empat kasus khusus

untuk A’.
(𝑎)B ′ = 𝐵
b B ′ = not very B,
c B ′ = not more or less B, and
(d) B ′ = 𝐵.
Penyelesaian:
a. Jika B′ = 𝐵

  AC ' ( x, z )  ysup


V
t [  A  B ( x, y ) ,  B'C ( y, z )]

  AC ' ( x, z )  ysup


V
min [  A ( x)  B ( y ) ,  B ( y )  C ( z )]

  AC ' ( x, z )  ( ysup


V
 B ( y ))min [  A ( x),  C ( z )]

Karena sup
y V
 B ( y )  1 sehingga diperoleh
  AC ' ( x, z )  min [  A ( x),  C ( z )] (11.14)

b. Jika B′ = 𝑣𝑒𝑟𝑦 𝐵

19
  AC ' ( x, z )  ysup
V
t [  A  B ( x, y ) ,  B'C ( y, z )]

  AC ' ( x, z )  ysup min [  A ( x)  B ( y ) ,  B ( y )  C ( z )]


2
V

Jika  A ( x)   C ( z ), maka itu akan selalu benar bahwa  A ( x)  B ( y ) 


 B 2 ( y )  C ( z ). Oleh karena itu  AC ' ( x, z )  ysup
V
 B 2 ( y )  C ( z )   C ( z ).

Jika  A ( x)   C ( z ), maka ysup


V
min diperoleh pada y 0  V ketika
 A ( x)
 A ( x)  B ( y 0 )   B 2 ( y 0 )  C ( z ) yang diberikan  B ( y 0 )  ;
C ( z)
 A 2 ( x)
oleh karena itu , pada kasus ini  AC ' ( x, z )   A ( x)  B ( y 0 ) 
C ( z)
Jika  A ( x)   C ( z ),
  AC ' ( x, z )  ysup min [  A ( x)  B ( y ) ,  B ( y )  C ( z )]
2
V

  AC ' ( x, z )  ysup min [  B ( y 0 )  C ( z ) ,  B ( y )  C ( z )]


2 2
V

  AC ' ( x, z )   C ( z )

Jika  A ( x)   C ( z ),
  AC ' ( x, z )  ysup min [  A ( x)  B ( y ) ,  B ( y )  C ( z )]
2
V

 A 2 ( x)
  AC ' ( x, z )  y V min [
sup
,  C ( z )]
 C ( z)
 A 2 ( y)
  AC ' ( x, z )   C ( z )
 C ( z)

Secara ringkas kita peroleh :

𝜇𝐶 𝑧 𝑖𝑓 𝜇𝐶 𝑧 < 𝜇𝐴 𝑥
𝜇𝐴→𝐶 ′ 𝑥, 𝑧 = 𝜇 2 𝑥
𝐴
𝑖𝑓 𝜇𝐶 𝑧 ≥ 𝜇𝐴 𝑥
𝜇𝐶 𝑧

c. 𝐵 ′ = 𝑚𝑜𝑟𝑒 𝑜𝑟 𝑙𝑒𝑠𝑠 𝐵

20
Kita punya

𝜇𝐴 𝑥 𝑖𝑓 𝜇𝐴 𝑥 < 𝜇 𝐶 𝑧
𝜇𝐴→𝐶 ′ 𝑥, 𝑧 = 𝜇𝐶 2 𝑧
𝑖𝑓 𝜇𝐴 𝑥 ≥ 𝜇 𝐶 𝑧
𝜇𝐴 𝑥

d. Ketika 𝐵 ′ = 𝐵,
Kita punya ;

  AC ' ( x, z )  ysup


V
t [  A  B ( x, y ) ,  B'C ( y, z )

  AC ' ( x, z )  ysup


V
min[  A ( x),  B ( y ) , 1 -  B ( y )  C ( z )]

sup
y V
min dapat dicapai pada y 0  V ketika
 A ( x),  B ( y 0 )  1 -  B ( y 0 )  C ( z ) oleh karena itu

 C ( z)
 B ( y0 )  oleh karena itu;
 A ( x)   C ( z )
  AC ' ( x, z )  ysup
V
min[  A ( x),  B ( y 0 ) , (1 -  B ( y 0 )) C ( z )]

  AC ' ( x, z )  ysup


V
min[1 -  B ( y 0 )  C ( z ) , ( 1 -  B ( y 0 )) C ( z )]
 C ( z)  C ( z)
  AC ' ( x, z )  ysup min[1 -  C ( z ) , (1 - )  C ( z )]
V
 A ( x)   C ( z )  A ( x)   C ( z )
 C ( z)  C ( z)
  AC ' ( x, z )  ysup min[ 1 -  C ( z ) , (1 - )  C ( z )]
V
 A ( x)   C ( z )  A ( x)   C ( z )
 C ( z)
  AC ' ( x, z )  (1 - ) C ( z)
 A ( x)   C ( z )
 ( x)  C ( z )
  A C ' ( x, z )  A
 A ( x)   C ( z )

21
SOAL DAN PEMBAHASAN

1. Buktikan formula logika dibawah ini merupakan tautologi dengan


menggunakan metode tabel kebenaran.
a. p   ( p  q)
b. ( p  q)  ( p  q)
c. ( p  q)  (( p  q)  p )
d. [( ( p  q)  (q  r ))  ( p  r )]
Penyelesaian:
a. p  [ ( p  q)]
p q (p ˄ q)  (p ˄ q) 𝑝 ˅ [(𝑝˄ q)]
T T T F T
T F T F T
F T T F T
F F F T T

b. ( p  q)  ( p  q)

p q 𝒑 (p  q) (𝒑 → q) (p  q)  (𝒑 → q)
T T F T T T
T F F T T T
F T T T T T
F F T F F T

c. ( p  q)  (( p  q)  p )
p q 𝒑 𝒒 p→q [(p → q)  𝒒] [(p → q)  𝒒 ] → 𝒑
T T F F T F T
T F F T F F T
F T T F T F T
F F T T T T T

d. [ ( p  q)  (q  r ))  ( p  r )]

22
p q r 𝑝⟹𝑞 𝑞⟹𝑟 𝑝⟹𝑟 𝑝 ⟹ 𝑞 ᴧ (𝑞 ⟹ ( 𝑝 ⟹ 𝑞 ᴧ (𝑞 ⟹ 𝑟))
𝑟) ⟹ (𝑝 ⟹ 𝑟)

T T T T T T T T
T T F T F F F T
T F T F T T F T
T F F F T F F T
F T T T T T T T
F T F T F T F T
F F T T T T T T
F F F T T T T T

2. Tunjukkan interpretasi menurut Lukasiewech tentang modus tolen!


Penyelesaian:
𝑝 = 1−𝑝
p  q = min (p,q)
p  q = max (p,q)
p  q = min (1, 1–(p+q))
p  q = 1–|p – q|
p q [(p  q)  -q]  -p
0 0 0 1 0 1 1 1 1
0 ½ 0 1 ½ ½ ½ 1 1
0 1 0 1 1 0 0 1 1
½ 0 ½ ½ 0 ½ 1 1 ½
½ ½ ½ 1 ½ ½ ½ 1 ½
½ 1 ½ 1 1 0 0 1 ½
1 0 1 0 0 0 1 1 0
1 ½ 1 ½ ½ ½ ½ 1/2 0
1 1 1 1 1 0 0 1 ½

3. Misalkan 𝑈 = {𝑥1, 𝑥2, 𝑥3 } dan 𝑉 = {𝑦1, 𝑦2 }, asumsikan bahwa aturan fuzzy


IF-THEN “IF 𝑥 𝑖𝑠 𝐴 𝑻𝒉𝒆𝒏 𝑦 𝑖𝑠 𝐵, " dimana 𝐴 = 0.6/𝑥1 + 0.7/𝑥2 + 1/𝑥3
dan 𝐵 = 0,7/𝑦1 + 0,5/𝑦2 . Kemudian mengingat fakta ′𝑥 𝑖𝑠 𝐴′ dimana
𝐴′ = 0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 0.6/𝑥3 . Gunakan generalisasi modus ponen (6.10)

23
untuk menarik kesimpulan dalam bentuk "𝑦 𝑖𝑠 𝐵 ′ , " dimana relasi fuzzy
𝐴 → 𝐵 diinterpretasikan menggunakan:
a. Implikasi Mamdani
b. Implikasi Lukasiewicz
c. Implikasi Zadeh
d. Implikasi Dienes-Rescher

Penyelesaian:
Diketahui:
𝐴 = 0.6/𝑥1 + 0.7/𝑥2 + 1/𝑥3
𝐵 = 0.7/𝑦1 + 0,5/𝑦2
𝐴′ = 0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 0.6/𝑥3

Ditanyakan:
Tariklah kesimpulan dalam bentuk "𝑦 𝑖𝑠 𝐵 ′ , " dalam modus ponen (6.10)
dimana 𝐴 → 𝐵 direpresentasikan oleh:

a. Implikasi Mamdani
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [𝜇𝐴′ 𝑥 , 𝜇𝐴→𝐵 𝑥, 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛 [𝜇𝐴′ 𝑥 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛[(0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 0.6/𝑥3 ), (0,6/(𝑥1 𝑦1 + 0.5/
(𝑥1 𝑦2 )+ 0.7/(𝑥2 𝑦1 )+ 0.5/(𝑥2 𝑦2 ) + 0,7/(𝑥3 𝑦1 )+0.5/
(𝑥3 𝑦2 ))]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 (0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 0.6/𝑥3 )
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = (0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 0.6/𝑥3 )

b. Implikasi Lukasiewich
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [𝜇𝐴′ 𝑥 , 𝜇𝐴→𝐵 𝑥, 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛 [𝜇𝐴′ 𝑥 , min (1, 1 − 𝜇𝐴 𝑥 +𝜇𝐵 𝑦 )]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛[(0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 0.6/𝑥3 ), (0.7/(𝑥1, 𝑦1 )+ 0,5/
(𝑥1, 𝑦2 )+ 0.7/(𝑥2, 𝑦1 )+ 0,5/(𝑥2, 𝑦2 ) + 0.7/(𝑥3, 𝑦1 )+0.5/
(𝑥3, 𝑦2 ))]

24
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 (0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 0.6/𝑥3 )
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = (0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 0.6/𝑥3 )

c. Implikasi Zadeh
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [𝜇𝐴′ 𝑥 , 𝜇𝐴→𝐵 𝑥, 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛 [𝜇𝐴′ 𝑥 , max [min (𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐵 𝑦 ), 1 − 𝜇𝐴 𝑥 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛[(0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 0.6/𝑥3 ),max(0.7/𝑦1 +
0,5/𝑦2 , 0.4/𝑥1 + 0.3/𝑥2 + 0/𝑥3 )]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛[(0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 0.6/𝑥3 ),(0.7/𝑦1 + 0,5/𝑦2 )]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 ( 0.7/𝑦1 + 0,5/𝑦2 )
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = (0.7/𝑦1 + 0,5/𝑦2 )

d. Implikasi Dienes-Rescher
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [𝜇𝐴′ 𝑥 , 𝜇𝐴→𝐵 𝑥, 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛 [𝜇𝐴′ 𝑥 , max (1 − 𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐵 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛[0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 0.6/𝑥3 ,max(0.4/𝑥1 + 0.3/𝑥2 +
0/𝑥3 ), 0.7/𝑦1 + 0,5/𝑦2 )]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛 [(0.6/𝑥1 + 0.9/𝑥2 + 0.7/𝑥3 ), (0.7/𝑦1 + 0.5/𝑦2 )
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 (0.7/𝑦1 + 0.5/𝑦2 )
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 0.7/𝑦1 + 0.5/𝑦2

4. Gunakan cara yang sama pada latihan (6.2) dengan 𝐴 = 0.5/𝑥1 + 1/𝑥2 +
0.9/𝑥3 𝐵 = 0.5/𝑦1 + 1/𝑦2 dan 𝐴′ = 0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 1/𝑥3 .

Penyelesaian:
Diketahui:
𝐴 = 0.5/𝑥1 + 1/𝑥2 + 0.9/𝑥3
𝐵 = 0.5/𝑦1 + 1/𝑦2
𝐴′ = 0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 1/𝑥3

Ditanyakan:

25
Tariklah kesimpulan dalam bentuk "𝑦 𝑖𝑠 𝐵 ′ , " dalam modus ponen (6.10)
dimana 𝐴 → 𝐵 direpresentasikan oleh:
a. Implikasi Lukasiewicz (5.24)
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [𝜇𝐴′ 𝑥 , 𝜇𝐴→𝐵 𝑥, 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛 [𝜇𝐴′ 𝑥 , min (1, 1 − 𝜇𝐴 𝑥 +𝜇𝐵 𝑦 )]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛 [𝜇𝐴′ 𝑥 , min( 1 − 𝜇𝐴 𝑥 +𝜇𝐵 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛[ (0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 1/𝑥3 ) , (1/(𝑥1, 𝑦1 )+ 1/
(𝑥1, 𝑦2 )+ 0,5/(𝑥2, 𝑦1 )+ 1/(𝑥2, 𝑦2 ) + 0,6/(𝑥3, 𝑦1 )+1/(𝑥3, 𝑦2 ))]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 (0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 1/𝑥3 )
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 0.5/𝑥1 + 0.8/𝑥2 + 1/𝑥3

b. Implikasi Mamdani Product (5.32)


𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [𝜇𝐴′ 𝑥 , 𝜇𝐴→𝐵 𝑥, 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛 [𝜇𝐴′ 𝑥 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛[(0.5/𝑥1 + 0.9/𝑥2 + 1/𝑥3 ), (0,5/(𝑥1 𝑦1 )+ 0,2/
(𝑥1 𝑦2 )+ 1/(𝑥2 𝑦1 )+ 0,4/(𝑥2 𝑦2 ) + 0,6/(𝑥3 𝑦1 )+0,24/(𝑥3 𝑦2 ))]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 (0.5/𝑥1 + 0.9/𝑥2 + 1/𝑥3 )
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = (0.5/𝑥1 + 0.9/𝑥2 + 1/𝑥3 )

5. Misalkan 𝑈, 𝑉, 𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝐵 sama seperti dalam latihan (6.2).Mengingat 𝑦 𝑖𝑠 𝐵′


dengan 𝐵 ′ = 1/𝑦1 + 0.7/𝑦2 , gunakan generalisasi modus tolen (6.11) untuk
menurunkan kesimpulan dalam bentuk "𝑥 𝑖𝑠 𝐴′ " dimana relasi fuzzy 𝐴 →
𝐵diinterpretasikan menggunakan:
a. Implikasi Lukasiewicz (5.24)
b. Implikasi Mamdani Product (5.32)
Diketahui:
𝐴 = 0.4/𝑥1 + 1/𝑥2 + 0.7/𝑥3
𝐵 = 1/𝑦1 + 0,4/𝑦2
𝐵 ′ = 1/𝑦1 + 0.7/𝑦2
Ditanyakan:

26
Tariklah kesimpulan dalam bentuk "𝑥 𝑖𝑠 𝐴′ " dalam modus tolen (6.11)
dimana AB direpreentasikan oleh:

a. Implikasi Lukasiewicz (5.24)


𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦 ∈𝑉 𝑡 [𝜇𝐵 ′ 𝑥 , 𝜇𝐴→𝐵 𝑥, 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦 ∈𝑉 𝑚𝑖𝑛 [𝜇𝐵 ′ 𝑥 , min (1, 1 − 𝜇𝐴 𝑥 +𝜇𝐵 𝑦 )
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦 ∈𝑉 𝑚𝑖𝑛 [(1/𝑦1 + 0.7/𝑦2 ),(1/(𝑥1, 𝑦1 )+ 1/(𝑥1, 𝑦2 )+ 1/
(𝑥2, 𝑦1 )+ 0.4/(𝑥2, 𝑦2 ) + 1/(𝑥3, 𝑦1 )+0.4/(𝑥3, 𝑦2 ))]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦 ∈𝑉 (1/𝑦1 + 0.7/𝑦2 )
1 0.7
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = +
𝑦1 𝑦2

b. Implikasi Mamdani Product (5.32)


𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦 ∈𝑉 𝑡 [𝜇𝐵 ′ 𝑥 , 𝜇𝐴→𝐵 𝑥, 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛 [𝜇𝐴′ 𝑥 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛[(1/𝑦1 + 0.7/𝑦2 ), (0,4/(𝑥1 𝑦1 )+ 0,4/(𝑥1 𝑦2 )+ 1/
(𝑥2 𝑦1 )+ 0,4/(𝑥2 𝑦2 ) + 0,7/(𝑥3 𝑦1 )+0,4/(𝑥3 𝑦2 ))]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑥∈𝑈 (1/𝑦1 + 0.7/𝑦2 )
𝜇𝐴′ 𝑥 = 1/𝑦1 + 0.7/𝑦2
6. Gunakan minimum pada aturan t-norms dan implikasi Mamdani untuk
 A B ( x, y) dalam modus ponen umum (11.1). Dan asumsikan bahwa
Sup
x U
 A ( x)  1 (Himpunan fuzzy A adalah normal). Tentukan fungsi

keanggotaan 𝜇𝐵 ′ 𝑦 untuk
(a). A′ = A,
b A′ = very A,
(c) A′ = more or less A , and
(d) A′ = A.
Penyelesaian:
a. Jika 𝐴′ = 𝐴, maka:

27
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [𝜇𝐴′ (x), 𝜇 A B (x,y)]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 𝜇𝐴 ′ 𝑥 , 𝜇 𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 {min[ 𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]}
𝑠𝑢𝑝
= 𝑥∈𝑈 [ 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
= 𝜇𝐵 𝑦
b. Jika 𝐴′ = 𝑣𝑒𝑟𝑦 𝐴, maka:
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [ 𝜇𝐴 ′ 𝑥 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝 2
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 {min[ 𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]}

𝑠𝑢𝑝
Karena 𝑥∈𝑈 [𝜇𝐴 (𝑥)] = 1 𝑑𝑎𝑛 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑥 pada U, untuk setiap 𝑦 ∈ 𝑉
terdapat 𝑥 ∈ 𝑈 sedemikian sehingga 𝜇𝐴 𝑥 ≥ 𝜇𝐵 𝑦 . maka (6.14) dapat
disederhanakan menjadi:
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 [𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
= 𝜇𝐵 𝑦

c. Jika 𝐴′ = 𝑚𝑜𝑟𝑒 𝑜𝑟 𝑙𝑒𝑠𝑠 𝐴,


𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [ 𝜇𝐴 ′ 𝑥 , 𝜇 𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
1
𝑠𝑢𝑝 2
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 {min[ 𝜇𝐴 (𝑥), 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]}
1
Karena 𝜇𝐴2 (𝑥) ≥ 𝜇𝐴 𝑥 ≥ 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑥 , kita memiliki
1
𝑠𝑢𝑝 2
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 {min[ 𝜇𝐴 (𝑥), 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]}
𝑠𝑢𝑝
= 𝑥∈𝑈 [ 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
= 𝜇𝐵 𝑦
d. Jika A′ = A, kita memiliki
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [ 𝜇𝐴 ′ 𝑥 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 {min[ 1 − 𝜇𝐴 (𝑥), 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]}

Karena 𝑦 ∈ 𝑉, 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 merupakan fungsi yang meningkat dengan


𝜇𝐴 𝑥 sementara itu 1 − 𝜇𝐴 (𝑥) merupakan fungsi yang menurun dengan

28
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 𝑥 , 𝑥∈𝑈 min 𝑝𝑎𝑑𝑎 (11.8) dicapai ketika 1 − 𝜇𝐴 (𝑥) =
1
𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 , oleh karena itu, ketika 𝜇𝐴 𝑥 = 1+𝜇 . maka,
𝐵 𝑦
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 {min[ 1 − 𝜇𝐴 (𝑥), 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]}
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 {min[ 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]}
𝑠𝑢𝑝 1 1
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 {min[ 1+𝜇 𝑦 𝜇𝐵 𝑦 , 1+𝜇 𝜇𝐵 𝑦 ]}
𝐵 𝐵 𝑦
𝜇 𝑦
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 1+𝜇𝐵
𝐵 𝑦

7. Gunakan minimum pada aturan t-norms dan implikasi Zadeh untuk


 A B ( x, y) dalam modus ponen umum (11.1). Dan asumsikan bahwa
Sup
x U
 A ( x)  1 (Himpunan fuzzy A adalah normal). Tentukan fungsi

keanggotaan 𝜇𝐵 ′ 𝑦 untuk
(a). A′ = A,
b A′ = very A,
(c) A′ = more or less A , and
(d) A′ = A.
Penyelesaian:
a) 𝐽𝑖𝑘𝑎 𝐴′ = 𝐴, maka:
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [𝜇𝐴′ 𝑥 , 𝜇𝐴→𝐵 (x,y)]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [𝜇𝐴′ 𝑥 , 𝜇𝐴→𝐵 (x,y)]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [ 𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐴→𝐵 (𝑥, 𝑦)]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 min{ 𝜇𝐴 𝑥 , max[min⁡
( 𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐵 𝑦 ), 1 − 𝜇𝐴 𝑥 ]}

𝑠𝑢𝑝 𝑠𝑢𝑝
Karena 𝑥∈𝑈 [𝜇𝐴 (𝑥)] = 1 ,maka 𝑥∈𝑈 min 𝑝𝑎𝑑𝑎 (11.10) akan dicapai pada
𝑥0 ∈ 𝑈 ketika:
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 𝑥0 = 𝑥∈𝑈 max⁡
[min⁡
( 𝜇𝐴 𝑥0 , 𝜇𝐵 𝑦 ), 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 ]

Jika 𝜇𝐴 𝑥0 < 𝜇𝐵 𝑦 , 𝑚𝑎𝑘𝑎 (11.11) menjadi


𝜇𝐴 𝑥0 = max⁡
[ 𝜇𝐴 𝑥0 , 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 ]

29
Pernyataan pada (11.12) akan benar ketika 𝜇𝐴 𝑥0 ≥ 0.5; maka dari (11.10)
dan (11.11) kita memiliki 𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝜇𝐴 𝑥0 .
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 min{ 𝜇𝐴 𝑥0 , max[min⁡
( 𝜇𝐴 𝑥0 , 𝜇𝐵 𝑦 ), 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 ]}
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = max[min⁡
( 𝜇𝐴 𝑥0 , 𝜇𝐵 𝑦 ), 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 ]}
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = max[( 𝜇𝐴 𝑥0 , 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 ]}

𝑠𝑢𝑝
Karena 𝑥∈𝑈 [𝜇𝐴 (𝑥)] = 1, maka 𝜇𝐴 𝑥0 = 1, tetapi ini mengarah paa
𝜇𝐵 𝑦 > 𝜇𝐴 𝑥0 = 1, hal tersebut tidak mungkin. Dengan demikian, kita
tidak bisa mendapatkan 𝜇𝐴 𝑥0 < 𝜇𝐵 𝑦 . Sekarang kita pertimbangkan
hanya pada kasus: 𝜇𝐴 𝑥0 ≥ 𝜇𝐵 𝑦 . Dalam kasus tersebut, (11.11) menjadi
𝜇𝐴 𝑥0 = max[ 𝜇𝐵 𝑦 , 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 ]

Jika 𝜇𝐵 𝑦 < 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 , maka 𝜇𝐴 𝑥0 = 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 , pernyataan tersebut


akan benar ketika 𝜇𝐴 𝑥0 =0.5.

Jika 𝜇𝐵 𝑦 ≥ 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 , maka dari (11.13) kita peroleh 𝜇𝐴 𝑥0 =


𝜇𝐵 𝑦 ≥ 0.5. Oleh sebab itu, 𝜇𝐴 𝑥0 = max[0.5, 𝜇𝐵 𝑦 ] dan kita peroleh:
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝜇𝐴 𝑥0 = max[0.5, 𝜇𝐵 𝑦 ]
b) 𝑈𝑛𝑡𝑢𝑘 𝐴′ = 𝑣𝑒𝑟𝑦 𝐴, maka:
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 𝑡 [𝜇𝐴′ 𝑥 , 𝜇𝐴→𝐵 (x,y)]
𝑠𝑢𝑝 2
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 min{ 𝜇𝐴 𝑥 , max⁡
[𝑚𝑖𝑛 (𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐵 𝑦 )1 − 𝜇𝐴 𝑥 ]}
𝑠𝑢𝑝
Sama seperti kasus 𝐴′ = 𝐴 , the 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛 akan dicapai pada 𝑥0 ∈ 𝑈 ketika
𝜇𝐴2 𝑥0 = max⁡
[𝑚𝑖𝑛 (𝜇𝐴 𝑥0 , 𝜇𝐵 𝑦 ),1 − 𝜇𝐴 𝑥0 ]

Jika 𝜇𝐴 𝑥0 < 𝜇𝐵 𝑦 , 𝑚𝑎𝑘𝑎


𝜇𝐴2 𝑥0 = max 𝜇𝐴 𝑥0 , 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 ]

Persamaan pada 11.17 akan benar saat 𝜇𝐴 𝑥0 = 1, tetapi hal ini kontradiksi
dengan 𝜇𝐵 𝑦 > 1. Maka 𝜇𝐴 𝑥0 ≥ 𝜇𝐵 𝑦 adalah satu-satunya kasus yang

30
mungkin. Jika 𝜇𝐴 𝑥0 ≥ 𝜇𝐵 𝑦 , 𝑚𝑎𝑘𝑎 (11.16) menjadi:
𝜇𝐴2 𝑥0 = max 𝜇𝐵 𝑦 , 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 ]

Jika 𝜇𝐵 𝑦 < 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 , maka 𝜇𝐴2 𝑥0 = 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 , pernyataan tersebut


5−1
akan benar ketika 𝜇𝐴 𝑥0 = . Oleh karena itu, Jika 𝜇𝐵 𝑦 < 1 −
2
3− 5 3− 5
𝜇𝐴 𝑥0 = , maka kita peroleh 𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝜇𝐴2 𝑥0 = . Jika 𝜇𝐵 𝑦 ≥
2 2
3− 5
1 − 𝜇𝐴 𝑥0 ,kita peroleh 𝜇𝐵 𝑦 = 𝜇𝐴2 𝑥0 = 𝜇𝐵 𝑦 ≥ . singkatnya, kita
2

peroleh:
3− 5
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝜇𝐴2 𝑥0 = max⁡
[ 2
, 𝜇𝐵 𝑦 ]

c) Jika 𝐴′ = 𝑚𝑜𝑟𝑒 𝑜𝑟 𝑙𝑒𝑠𝑠 𝐴, maka:


1
𝑠𝑢𝑝 2
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 min{ 𝜇𝐴 𝑥 , max⁡
[min ( 𝜇𝐴 (𝑥), 𝜇𝐵 𝑦 ), 1 − 𝜇𝐴 𝑥 ]}

𝑠𝑢𝑝
dimana 𝑥∈𝑈 𝑚𝑖𝑛 tercapai pada 𝑥0 ∈ 𝑈 ketika
1
𝜇𝐴2 𝑥0 = max[min( 𝜇𝐴 𝑥0 , 𝜇𝐵 𝑦 ),1 − 𝜇𝐴 𝑥0 ]

Sama seperti kasus 𝐴′ = 𝑣𝑒𝑟𝑦 𝐴, kita dapat menunjukkan bahwa


𝜇𝐴 𝑥0 < 𝜇𝐵 𝑦 adalah hal yang tidak mungkin.
Untuk 𝜇𝐴 𝑥0 ≥ 𝜇𝐵 𝑦 , maka:
1
𝜇𝐴2 𝑥0 = max⁡
[𝜇𝐵 𝑦 , 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 ]

1
Jika 𝜇𝐵 𝑦 < 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 , maka 𝜇𝐴2 𝑥0 = 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 , hal tersebut akan
3− 5 5−1
benar ketika 𝜇𝐴 𝑥0 = . Kemudian jika 𝜇𝐵 𝑦 < 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 = ,
2 2
1
5−1
kita memiliki 𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝜇𝐴2 𝑥0 = . Jika 𝜇𝐵 𝑦 ≥ 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 , kita
2
1
5−1
memiliki 𝜇𝐵 𝑦 = 𝜇𝐴2 𝑥0 = 𝜇𝐵 𝑦 ≥ . Secara ringkas, kita peroleh:
2

31
1
2 5−1
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝜇𝐴 𝑥0 = max⁡
[ , 𝜇𝐵 𝑦 ]
2

d) Ketika A′ = A, maka
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 𝑥∈𝑈 {min[ 1 − 𝜇𝐴 𝑥 , max[𝑚𝑖𝑛( 𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐵 𝑦 ), 1 − 𝜇𝐴 𝑥 ]}

Dengan memeriksa (11.24) kita lihat bahwa jika kita memilih 𝑥0 ∈ 𝑈


sedemikian sehingga 𝜇𝐴 𝑥0 = 0, maka 1 − 𝜇𝐴 𝑥0 = 1 dan
𝑠𝑢𝑝
( 𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐵 𝑦 ), 1 − 𝜇𝐴 𝑥 ] = 1, maka 𝑥∈𝑈
max[min⁡ 𝑚𝑖𝑛 tercapai pada
𝑥 = 𝑥0 . Oleh karena itu, pada kasus ini kita dapatkan.
𝜇𝐵 ′ 𝑦 = 1

Dari (11.14), (11.19), (11.23) dan (11.25), kita melihat bahwa untuk semua
kriteria dalam tabel 6.3, hanya kriteria p6 yang dipenuhi.(Penalaran
perkiraan ini adalah merupakan penarikan kesimpulan yang benar).

8. Gunakan minimum pada aturan t-norms dan implikasi Mamdani untuk


 A B ( x, y) dalam modus ponen umum (11.1). Dan asumsikan bahwa
Sup
x U
 A ( x)  1 (Himpunan fuzzy A adalah normal). Tentukan fungsi

keanggotaan 𝜇𝐵 ′ 𝑦 untuk
(a). B ′ = 𝐵
b B ′ = not very B,
(c) B′ = not more or less B , and
(d) B ′ = B.
Penyelesaian;
a. Jika B′ = B maka:
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦∈𝑉 𝑡 [𝜇𝐵 ′ 𝑦 , 𝜇𝐴→𝐵 𝑥, 𝑦 ]

𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦𝑠𝑢𝑝
∈𝑉 𝑡 [𝜇𝐵 𝑦 , 𝜇𝐴→𝐵 𝑥, 𝑦 ]

𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦𝑠𝑢𝑝
∈𝑉 𝑡 𝑚𝑖𝑛 [μ𝐵 𝑦 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
sup
𝜇𝐴′ 𝑥 = y∈V min[1 − 𝜇𝐵 𝑦 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]

32
sup
y∈V min dicapai pada 𝑦0 ∈ 𝑉 ketika 1 − 𝜇𝐵 𝑦0 = 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦0 , yang
1
memiliki hubungan dengan 𝜇𝐵 𝑦0 = 1+𝜇 , Oleh karena itu,
𝐴 𝑥
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦 ∈𝑉 {min[ 1 − 𝜇𝐵 (𝑦0 ), 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦0 ]}
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦 ∈𝑉 {min[ 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦0 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦0 ]}
𝑠𝑢𝑝 1 1
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦 ∈𝑉 {min[ 𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐴 𝑥 ]}
1+𝜇 𝐴 𝑦 1+𝜇 𝐴 𝑦
𝜇 𝑥
𝜇𝐴′ 𝑥 = 1+𝜇𝐴 , oleh karena itu:
𝐴 𝑦
𝜇 𝑥
𝜇𝐴′ 𝑥 = 1 − 𝜇𝐵 𝑦0 = 1+𝜇𝐴
𝐴 𝑦

b. Jika B′ = not very B, maka:


𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦𝑠𝑢𝑝
∈𝑉 𝑡 [𝜇𝐵 ′ 𝑦 , 𝜇𝐴→𝐵 𝑥, 𝑦 ]
sup
𝜇𝐴′ 𝑥 = y∈V min [1 − 𝜇𝐵2 𝑦 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
sup
dimana y∈V min diperoleh pada 𝑦0 ∈ 𝑉 ketika 1 − 𝜇𝐵2 𝑦0 =

2 𝑦 +4− 𝜇 𝑥
𝜇𝐵 𝐴
𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦0 , dan diberikan 𝜇𝐵 𝑦0 = . Oleh karena
2

itu ,
sup
𝜇𝐴′ 𝑥 = y∈V min [1 − 𝜇𝐵2 𝑦 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦 ∈𝑉 {min[ 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦0 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦0 ]}
2 𝑦 +4− 𝜇 𝑥
𝜇𝐵 2 𝑦 +4− 𝜇 𝑥
𝜇𝐵
𝑠𝑢𝑝 𝐴 𝐴
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦 ∈𝑉 {min[ 𝜇𝐴 𝑥 , 𝜇𝐴 𝑥 ]}
2 2

𝜇𝐴 𝑥 2 𝑦 +4− 𝜇 𝑥
𝜇𝐵 𝐴
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 2

𝜇𝐴 𝑥 2 𝑦 +4− 𝜇 𝑥
𝜇𝐵 𝐴
𝜇𝐴′ 𝑥 = 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦0 = 2

c. Jika B′ = not more or less B, Kita mempunyai


𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦∈𝑉 𝑡 [μB ′ 𝑦 , 𝜇𝐴→𝐵 𝑥, 𝑦 ]
1
sup
𝜇𝐴′ 𝑥 = y∈V min[1 − 𝜇𝐵2 𝑦 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]

33
1
sup
y∈V min dicapai pada 𝑦0 ∈ 𝑉 ketika 1 − 𝜇𝐵 𝑦0 = 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦0 ,
2

1+2𝜇 𝐴 𝑥 − 𝜇 𝐴2 𝑥 +1
dengan diberikan 𝜇𝐵 𝑦0 = . Oleh karena itu,
2𝜇 𝐴2 𝑥
1
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦 ∈𝑉 {min[ 1 − 𝜇𝐵2 𝑦0 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦0 ]}
𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦 ∈𝑉 {min[ 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦0 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦0 ]}
𝜇𝐴 ′ 𝑥 =

1+2𝜇 𝐴 𝑥 − 𝜇 𝐴2 𝑥 +1 1+2𝜇 𝐴 𝑥 − 𝜇 𝐴2 𝑥 +1
𝑠𝑢𝑝
𝑦∈𝑉 {min[ 𝜇𝐴 𝑥 2𝜇 𝐴2 𝑥
, 𝜇𝐴 𝑥 2𝜇 𝐴2 𝑥
]}

1+2𝜇 𝐴 𝑥 − 𝜇 𝐴2 𝑥 +1
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = , oleh karena itu:
2𝜇 𝐴2 𝑥

1+2𝜇 𝐴 𝑥 − 𝜇 𝐴2 𝑥 +1
𝜇𝐴′ 𝑥 = 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦0 = 2𝜇 𝐴2 𝑥

d. Dan terakhir, ketika B′ = B kita mempunyai


𝑠𝑢𝑝
𝜇𝐴 ′ 𝑥 = 𝑦∈𝑉 𝑡 [μB ′ 𝑦 , 𝜇𝐴→𝐵 𝑥, 𝑦 ]
sup
𝜇𝐴′ 𝑥 = y∈V min[𝜇𝐵 𝑦 , 𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
sup
= y∈V [𝜇𝐴 𝑥 𝜇𝐵 𝑦 ]
= 𝜇𝐴 𝑥

34

Anda mungkin juga menyukai