Disusun oleh:
NPM : 16030018
GRUP : 3G1
PRODUKSI GARMEN
2018
PENGUJIAN KEKUATAN ZIPPER
V. Data Percobaan.
VI. Perhitungan
o Top Zipper
=
√ 0,164
3−1
= 0,286 kg.
SD
Koefisien Variasi (CV) = x 100%
x́
0,286
= x 100%
6,83
= 4,187 %.
SD
Standar Error (SE) =
√n
0,286
=
√3
= 0,16
o Bottom Ziper
=
√ 0,362
2
= 0,425 kg.
SD
Koefisien Variasi (CV) = x 100%
x́
0,425
= x 100%
9,75
= 4,358 %.
SD
Standar Error (SE) =
√n
o , 425
=
√3
= 0,245
o Slider Lock
=
√ 0,51
2
= 0,504 kg.
SD
Koefisien Variasi (CV) = x 100%
x́
0,504
= x 100%
4,58
= 11,004 %.
SD
Standar Error (SE) =
√n
0,504
=
√3
= 0,29
VII. Diskusi.
Setelah dilakukan pengujian kekuatan zipper, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan yaitu dalam pengujian kekuatan zipper ini ketersediaan contoh uji
terbatas sehingga masing-masing pengujian harus dilakukan dan diamati dengan
teliti dan tepat. Tombol switch on/off pada mesin universal safety tester juga harus
diperhatikan dan dipastkan dalam posisi yang benar dan sesuai. Pada saat memulai
pengujian, jarum penunjuk harus berada pada posisi 0 agar hasilnya akurat.
Kemungkinan slip pada pengujian ini bisa saja terjadi apabila pemasangan contoh
uji pada clamp tidak tepat, maka dari itu contoh uji harus dijepit dengan benar.
VIII. Kesimpulan.
Dari pengujian yang telah dilakukan didapat kesimpulan :
Rata-rata kekuatan slider lock : 4,58 kg.
Standar Deviasi (SD) : 0,504
Koefisien Variasi (CV) : 11,004 %
Standar Error (SE) : 0,29
Rata-rata kekuatan top stop : 6,83 kg.
Standar Deviasi (SD) : 0,286
Koefisien Variasi (CV) : 4,187 %
Standar Error (SE) : 0,16
Rata-rata kekuatan Bottom : 9,25 Kg.
Standar Deviasi (SD) : 0,425
Koefisien Variasi (CV) : 4,358 %
Standar Error (SE) : 0,245
IX. Lampiran Contoh Uji
PENGUJIAN MIGRASI WARNA ZIPPER
Untuk mengetahui migrasi warna pada zipper terhadap kain pelapis setelah
dilakukan pencucian.
1) Zipper.
2) Kain pelapis kapas.
3) Kain pelapis poliester.
4) Mesin jahit.
5) Benang jahit.
6) Launder O meter.
7) Kelereng baja tahan karat 6 mm.
8) Tabung baja.
9) Staining scale.
1) Menjahit zipper, kain poliester dan kain kapas dengan posisi zipper berada di
tengah-tengah kain poliester dan kapas.
2) Menambahkan 200 ml larutan sabun 5 gram / liter, ditambah 10 buah
kelereng baja sebagai pengaduk.
3) Melarutan sabun dalam keadaan panas 400C.
4) Tabung ditutup, dimasukkan ke dalam penjepit penguji yang ada dalam alat
uji linitest.
5) Diuji selama 45 menit dengan suhu 400C.
6) Contoh uji diangkat, dibilas dan dinetralkan dengan larutan asam asetat
glacial
7) Evaluasi contoh uji dibanding dengan mempergunakan staining scale untuk
penodaan pada kain pelapis.
V. Data Percobaan.
Nilai penodaan pada kain pelapis.
VII. Kesimpulan.
Dari hasil pengujian didapatkan kesimpulan sebagi berikut :
Nilai penodaan pada kain pelapis kapas yang pertama adalah 3/4 dan yang
kedua adalah 3/4, artinya penodaan hanya sedikit pada kain poliester
Nilai penodaan pada kain pelapis poliester yang pertama adalah 4 dan yang
kedua adalah 4, artinya penodaan hanya sedikit namun tidak begitu tampak.
Nilai penodaan pada zipper adalah 4, artinya ada migrasi warna namun hanya
sedikit dan tidak begitu tampak.
a. Deskripsi Kancing
Kancing adalah alat kecil yang berbentuk pipih dan bundar yang
dipasangkandengan lubang kancing untuk menyatukan dua helai kain yang
bertumpukan, atau sebagai ornamen. Selain berbentuk bundar, juga ada yang
berbentuk bulat, persegi, maupun segitiga.
Bahan yang paling umum digunakan pada kancing adalah dari plastik keras,
bahan lain (sintetik) seluloid, gelas, logam dan bakelit, tanduk, tulang, gading,
kerang dan lain-lain. Lubang pada kancing dibuat dengan melubangi kain dan
menjahit pinggirannya dengan jarum tangan atau mesin pelubang kancing, yang
bisa dibuat secara vertikal maupun horizontal.
b. Jenis kancing
1. Kancing lubang dua atu empat
Permukaan kancing terdapat lubang-lubang tempat lewat jalur
benang jahitan, kancing seperti ini dapat dipasang dengan jahitan tangan
atau mesin.
3. Kancing Bungkus
Pada kancing bungkus ini kainlah yang digunakan untuk
membungkus kancing. Sedangkan lubang untuk jalur benang berada di
bawah.
4. Kancing Sengkelit
Kain yang dipasangkan dengan rumah kancing berupa sengkelit dari
lipatan kain.
5. Kancing Cina
Kancing dan rumah kancing dibuat dari simpul-simpul tali kor.
Karena kancing merupakan salah satu aksesoris yang sering digunakan
dalam pembuatan garmen, maka dari itu mutu kualitas serta kekuatannya harus
sangat diperhatikan, karena dapat mempengaruhi kualitas garmen yang dibuat
dengan aksesoris kancing tersebut.
Jarak 5 cm
5 cm
V. Data Percobaan.
No. Kekuatan (Kg) Keterangan
Perhitungan.
No. Kekuatan (Kg) ( x1 - x́ )2
1. 4,0 0,1225
2 2,0 5,5225
3 4,25 0,01
4 6,25 3,61
5 5,25 0,81
∑ 21,75 10,075
x́ 4,35
= 1,5870 kg.
SD
Koefisien Variasi (CV) = x 100%
x́
1,5870
= x 100%
4,35
= 36,4827 %.
SD
Standar Error (SE) =
√n
1,587
=
√5
= 0,71
VI. Diskusi.
Setelah melakukan percobaan dan perhitungan secara analisis maka didapat
hasilnya. Pada tahap persiapan contoh uji, pemasangan kancing diatas kain harus
membentuk arah diagonal dan berjarak 5 cm masing-masing kancing agar
didapatkan variasi hasil dalam praktikum. Pada praktikum kekuatan tarik kancing
ini pemasangan kancing pada penjepit harus pas dan kain contoh uji juga harus
terpasang pada penjepit dengan kuat karena kalau salah posisi hasil yang
didapatkan bisa jadi tidak akurat, posisi jarum sebelum dilakukan pengujian harus
dicek pada posisi nol, dan tombol on/off selalu dicek. Penarikan tuas pada alat
dilakukan secara kuat agar tidak terjadi slip. Skala terkecil pada alat yang
digunakan adalah 0,25 kg.
VII. Kesimpulan.
Dari hasil pengujian kekuatan kancing ini diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
Rata-rata kekuatan kancing : 4,35 kg.
Standar deviasi kekuatan kancing : 1,5870
Koefisien variasi kekuatan kancing : 36,482 %.
Standar Error : 0,71
VIII. Lampiran Contoh Uji
PENGUJIAN SLIP JAHITAN
Pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil data dari slip jahitan dengan bukaan
3mm dan 6mm.
II. TEORI DASAR
Selip jahitan adalah pergeseran satu atau lebih benang pada kain dari posisi awal yang
akan menyebabkan perbedaan susunan barisan atau jarak atau keduanya.
Pengujian slip jahitan dilakukan dengan cara contoh uji dilipat kemudian dijahit
didekat dan sejajar dengan lipatan, kemudian dipotong. Contoh uji ditarik kearah tegak
lurus jahitan, sehingga dapat ditentukan besarnya gaya yang menyebabkan terjadinya
pergeseran benang selebar yang ditentukan (3 mm atau 6 mm). Slip jahitan juga dapat
diukur dengan berapa cm slip benang pada jahitan setelah diberi beban tertentu ( 8 kg
atau 12 kg). Kedua cara diatas bisa digunakan untuk mencari besarnya slip jahitan. Saat
ini cara yang dipilih adalah untuk menentukan gaya yang diperlukan untuk pembukaan
selebar 6 mm atau 3 mm.
III.PERCOBAAN
3.1. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan yaitu :
1. Alat uji kekuatan tarik dengan sistem laju mulur tetap (instron)
a. Jarak jepit yaitu 7,5 cm
b. Perbandingan antara kecepatan grafik dengan kecepatan penarikan = 5 : 1
c. Kecepatan penarikan : 100 ± 10 mm/menit
d. Beban : 50 Kg
2. Mesin jahit listrik jeratan kunci 1 jarum, dengan kecepatan tidak lebih dari 3000
stitch per menit.
3. Jarum jahit dan benang jahit.
4. Penggaris dengan skala mm.
5. Gunting
Bahan yang digunakan : kain tenun dengan ukuran 10 x 35 cm
Gambar 1.1 Alat Uji Kekuatan Tarik (Instron)
40 cm 29 cm
2 cm
dijahit 1,2cm
10 cm 10 cm
1.2 cm
11 cm
Lusi
Bukaan 3 mm :
= (3 × 5) + 3 = 18 mm (pembacaan pada kurva)
Beban = 8,5 Kg atau 83,3 N
Bukaan 6 mm :
= (6 × 5) + 3 = 33 mm (pembacaan pada kurva)
Beban = > 20,4 Kg atau 200 N
Pakan
Bukaan 3 mm :
= (3 × 5) + 9 = 24 mm (pembacaan pada kurva)
Beban = > 20,4 Kg atau 200 N
Bukaan 6 mm :
= (6 × 5) + 2 = 39 mm (pembacaan pada kurva)
Beban = > 20,4 Kg atau 200 N
IV. DISKUSI
Pada pengujian slip jahitan menggunakan alat uji Instron ini, sebagaimana telah
diketahui bahwa sistem pengujian pada alat ini menggunakan tarikan otomatis yang
kemudian hasilnya direkam dalam kertas grafik. Dari kertas grafik tersebut
diterjemahkan dalam bentuk hitungan.
Penggunaan alat uji Instron memang sangat memerlukan ketelitan. Beberapa hal
yang harus diperhatikan saat menggunakan alat ini adalah pemasangan contoh uji
harus tepat dengan jepitan yang pas. Kemudian, karena pena yang digunakan
tekanannya kecil, saat praktikum harus ditekan pena tersebut. Lalu, hal yang harus
diperhatikan lainnya adalah penggunaan beban yang digunakan.
V. KESIMPULAN
Pada praktikum pengujian slip jahitan, diperoleh :
Hasil pengujian sebagai berikut :
Lusi
Bukaan 3 mm :
= (3 × 5) + 3 = 18 mm (pembacaan pada kurva)
Beban = 8,5 Kg atau 83,3 N
Bukaan 6 mm :
= (6 × 5) + 3 = 33 mm (pembacaan pada kurva)
Beban = > 20,4 Kg atau 200 N
Pakan
Bukaan 3 mm :
= (3 × 5) + 9 = 24 mm (pembacaan pada kurva)
Beban = > 20,4 Kg atau 200 N
Bukaan 6 mm :
= (6 × 5) + 2 = 39 mm (pembacaan pada kurva)
Beban = > 20,4 Kg atau 200 N
hasil bahwa kekuatan jahitan dan robek kain pada beban > 20,4 kg.
VI. LAMPIRAN
Kain Hasil Pengujian
PENGUJIAN KEKUATAN JAHITAN
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan jahitan pada kain yang akan
diuji dengan menggunakan alat uji dinamometer.
II. TEORI DASAR
Kekuatan tarik jahitan adalah kekuatan yang menunjukan berapa beban maksimal
sampai jahitan itu putus. Kekuatan tarik jahitan besar kekuatannya tergantung kepada
banyaknya stich per inchi dan kekuatan kainnya sendiri. Dengan demikian banyaknya
stich per inchi disesuaikan dengan kekuatan kainnya. Kalalu tidak demikian bisa jadi saat
diuji ketika mendapat tarikan kainnya sendiri yang putus bukan jahitannya.
Pada pengujian ini, yang harus diperhatikan, yaitu pada saat penarikan terjadi dua
macam putus, yaitu :
Bila ditarik, yang putusnya adalah kain tenun yang dikenakan jahitan. Maka hal
tersebut dapat dikaktagorikan sebagai kekuatan tarik kain. Dan hal tersebut
menunjukan bahwa, kekuatan minimum dari benang jahitan yang ada pada kain
tersebut lebih besar dari kekuatan minimum kain tersebut.
Pada saat penarikan, benang jahitan yang ada pada kain tenun tersebut putus. Hal ini
adalah yang diharapkan pada pegujian kali ini. Bila hal ini terjadi, maka yang
diujinya merupakan kekuatan jahitan dari benang jahit pada kain tenun.
III.PERCOBAAN
10 cm
5 cm
40 cm
0,5 cm
Gambar 2.2 Contoh Uji Pengujian Kekuatan Jahitan
Langka kerja yang digunakan dalam praktikum pengujian kekuatan jahitan adalah sebagai
berikut:
1. Mengatur jarak jepit menjadi 7,5 cm.
2. Menyiapkan contoh uji dengan menggunting kain yang disediakan menjadi bentuk T.
3. Menjepit contoh uji dan mengatur sehingga jaitan tepat ditengah.
4. Letakkan posisi jarum penunjuk skala pada posisi nol
5. Menjalankan mesin dengan menarik handle sampai conto uji putus.
6. Apabila kain sudah putus maka jarum penunjuk skala akan berhenti tetapi mesin akan
terus berjalan sehinga kita harus mematikannya.
7. Membaca skala yang ditunjukkan oleh jarum penujuk skala untuk kekuatan tarik dan
mulurnya
8. Mengulangi langkah-langkah diatas untuk arah lusi dan pakan sebanyak masing-masing 3
kali.
9. Mengamati dan mencatat penyebab putus, yaitu:
Kain putus.
Benang jahit putus.
Benang-benang kain tergelincir.
Gabungan dua atau tiga penyebab diatas.
√
2
Standar Deviasi (SD) = ∑(x - x )
n-1
=
√ 21,17
3 -1
= 3,25
SD
Koefisien variasi (CV) = x 100%
x́
3,25
= x 100%
10,67
= 30,49 %
SD
Standar Error (SE) =
√n
3,25
=
√3
= 1,87
Kesimpulan keterangan lusi : Sebagian besar contoh uji rusak pada jahitan
√
2
Standar Deviasi (SD) = ∑(x - x )
n-1
=
√ 19,5
3 -1
= 3,12
SD
Koefisien variasi (CV) = x 100%
x́
3,12
= x 100%
8,54
= 36,74 %
SD
Standar Error (SE) =
√n
3,12
=
√3
= 1,80
Kesimpulan keterangan pakan : Sebagian besar contoh uji rusak pada kain
IV. DISKUSI
Pegujian kekuatan jahitan ini menggunakan alat dinamometer dengan hasil
pengujian berupa data kekuatan tarik kain (untuk pengujian kekuatan jahitan). Untuk
kekuatan tarik kain, satuan yang digunakan adalah kg. Penggunaan beban pada
dynamometer menyesuaikan dengan syarat yang telah ditentukan dan beban minimal
yang digunakan adalah 50 kg.
Data hasil praktikum :
- Rata-rata Kekuatan jahitan arah lusi = 10,67
- Standar deviasi lusi = 3,25
- Koevisien variasi lusi = 30,49%
- Standar Error lusi = 1,87
- Rata-rata kekuatan jahitan arah pakan = 8,5
- Standar deviasi pakan = 3,12
- Koevisien variasi = 36,74%
- Standar Eror pakan = 1,80
Pemasangan kain contoh uji pada alat harus dilakukan secara benar yaitu dengan
tegangan normal. Namun, sebelum itu penjepitan kain harus dengan tegangan yang
pas agar tidak terjadi slip saat pengujian berlangsung. Slip pada pengujian terjadi
karena salah satu ujung kain baik bagian atas ataupun bawah kurang terjepit.
Sehingga, saat dilakukan penarikan, terjadi slip.
Secara umum, hasil pengujian kekuatan jahitan tidak terjadi slip. Namun, untuk
pengujian kekuatan jahitan arah lusi, kerusakan rata – rata adalah pada jahitan yang
terlepas. Sedangkan pengujian arah pakan, kerusakan yang terjadi yaitu pada kain dan
jahitan. Kerusakan pada kain dan jahitan adalah saat dilakukan penarikan, kain
tertarik dan sedikit robek yang diikuti jahitan yang terlepas.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
- Pengujian menggunakan dinamometer dengan spesifikasi yang telah disebutkan
- Pemasangan contoh uji harus dilakuakan dengan benar
- Secara umum, kain hasil pengujian tidak terjadi slip. Kain arah lusi rata – rata rusak
pada jahitan dan kain arah pakan rudak pada kain dan jahitan.
VI. LAMPIRAN
Kain Hasil Pengujian
a. Relaxation shrinkage
Terjadi karena ketika proses pertenunan, benang-benang yang ditenun
terutama benang lusi mengalami tegangan, proses tentering dan calendering
mengalami penarikan, sehingga saat pencucian kain relaks, tegangan
mengendor, sehingga ukuran kain cenderung kembali ke posisi semula.
b. Swelling shrinkage
Disebabkan karena adsorpsi dan desorpsi terhadap air. Kain-kain dengan
konstruksi ringan cenderung memiliki efek swelling lebih besar daripada kain-
kain dengan tetal kain lebih padat.
c. Felting shrinkage
Terjadi pada serat yang memiliki sisik di permukaannya, seperti wool,
sehingga pada kondisi pencucian yang tidak sesuai dapat mengakibatkan
terjadinya friksi antara serat di dalam struktur benang dan kain yang dapat
menyebabkan mengkeret.
d. Contracting shrinkage
Terjadi pada benang atau kain sintetik ketika terpapar suhu yang lebih
tinggi dari 1750C. mengkeret jenis ini dapat dikurangi dengan cara
dilakukannya proses pemantapan panas (heat Setting) terhadap benang atau
kain. Benang –benang yang tidak diberi perlakuan sebelum atau sesudah
menjadi kain, akan cenderung mengkeret karena proses steaming atau pressing
dalam ptoses manufaktur pakaian jadi.
1. Lingkar Leher
44−44
presentasedimensi= ×100
44
presentasedimensi=0
2. Lebar Bahu
16−16
presentasedimensi= ×100
16
presentasedimensi=0
3. Panjang Lengan
23,5−23
presentasedimensi= × 100
23
presentasedimensi =2,17
4. Lingkar Lengan
46−46
presentasedimensi= ×100
46
presentasedimensi=0
5. Panjang Badan
74−73
presentasedimensi= ×100
73
presentasedimensi =1,36
6. Lingkar Badan Atas
54−53
presentasedimensi= ×100
54
presentasedimensi =1,85
7. Lingkar Badan Bawah
101−102
presentasedimensi= ×100
101
presentasedimensi =0,99
o Kekusutan Pakaian
o Kenampakan Pakaian
1. Seam Smoothness
Nilai kenampakan jahitan : 4
VI. Diskusi.
Dalam teori yang ada bahwa serat kapas ketika mengalami pencucian akan
mengkeret, tetapi dari hasil pengujian yang didapatkan ternyata kebanyakan terjadi
pertambahan panjang yang artinya mulur. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa factor.
Pertama, kemungkinan dalam pembuatan kemeja ini, digunakan serat campuran sehingga
ukuran setelah dilakukan pencucian justru mulur atau bertambah panjang. Kedua, pada
saat kemeja selesai dicuci seharusnya pengeringan dilakukan di media yang datar namun
pada pengujian ini contoh uji digantung menggunakan hanger. Hal tersebut dapat
menyebabkan penambahan ukuran. Ketiga, ketelitian dalam mengukur bisa jadi tidak
akurat karena menggunakan penggaris bukan meteran karena keterbatasan alat.
Keempatm penilaian pada pengujian ini dilakukan secara visual. Meskipun dalam
pengujian ini diamati oleh beberapa orang tetap saja asumsi dan penglihatan setiap orang
bisa saja berbeda.
VII. Kesimpulan
Dari pengujian kenampakan kain yang sudah dilakukan, dapat diambil kesimpulan :
1. Persentasi Dimensi
Lingkar leher = 0%
Lebar bahu = 0%
Panjang lengan = 2,17 %
Lingkar lengan = 0%
Panjang badan = 1,36 %
Lingkar badan atas = 1,85%
Lingar badan bawah = 0,99 %
2. Nilai kekusutan pakaian
Depan =2
Belakang =2
3. Nilai kenampakan jahitan =2
4. Nilai Collar =3
5. Nilai Pocket =4
6. Nilai Plaket =4
2.2 Istilah
Jahitan tampak yaitu jahitan yang terlihat dari luar pada waktu pakaian
dipakai. Jahitan tidak tampak yaitu jahitan yang tidak terlihat dari luar pada waktu
pakaian dipakai atau semua jahitan selain jahitan tampak. Jahitan sambung yaitu
jahitan yang berfungsi menyambung dua atau lebih komponen atau bagian
menjadi satu. Jahitan gabung yaitu jahitan yang berfungsi menggabung dengan
menambahkan satu komponen pada komponen atau bagian yang lain. Setik kunci
adalah setik yang teerbentuk dari dua helai benang yang menjepit kain, satu
benang di bagian atas, satu benang dibagian bawah dan melilit di bagian tengah
kain.
Contoh Uji
2 meter
IV. Langkah Kerja.
1) Menjahit kain sepanjang 2 meter dengan jahitan 4 meter tanpa terputus.
2) Dijahit sabanyak 2 kali dengan jarak 1 sepatu.
3) Mengamati beberapa cacat jahitan yang terjadi.
4) Mengevaluasi data yang dihasilkan.
V. Data Percobaan.
Nilai cacat pada jahitan tampak
VI. Diskusi.
Dalam percobaan ini evaluasi cacat jahitan perlu ketelitian dalam menilai
cacat jahitan. Hal-hal yang harus di perhatikan yaitu mulai dari benang yang
digunakan harus sesuai dengan kain yang akan dijahit, mesin jahit sebelum
digunakan harus diperiksa terlebih dahulu
1. Benang yang di gunakan harus sesuai dengan kain yang akan di jahit.
2. Tegangan benang atas harus seimbang dengan tegangan benang bawah.
3. SPI harus sesuai dengan standar pengujian yaitu 12 stich per inci
4. Pada saat proses penjahitan, kain tidak boleh mengalami penarikan atau
peregangan.
5. Penilain di lakukan secara visual, sehingga penilai harus lebih dari 1
orang.
VII. Kesimpulan.
Dari hasil pengujian didapatkan kesimpulan sebagi berikut :
1. Nilai cacat pada jahitan tampak, yaitu :
Minor : 49
Mayor : 28
Kritis : 7
2. Nilai cacat pada jahitan tidak tampak, yaitu :
Minor : 22
Mayor : 17
Kritis : 0
Agar pakaian yang dihasilkan lebih bagus siluetnya hendaklah digunakan lining
dan interlining yang tepat sehingga dapat mempertinggi mutu busana yang dihasilkan.
V. Cara Kerja
1. Mengatur posisi tombol pada skala 1 kg untuk interlining woven dan 500 gram
untuk interlining nonwoven.
2. Memasang kain contoh uji, menjepitkan interlining pada penjepit atas dan kain
pada penjepit bawah.
3. Memindahkan switch kekuatan tarik tetap pada posisi ON.
4. Mengatur kertas grafik sehingga kedudukan pena pada grafik berada pada
salah satu titik potong dan ordinat grafik.
5. Menekan tombol UP sehingga mesin bergerak menarik ujung kain dan
interlining lepas.
6. Setelah itu mesin dihentikan dengan menekan tombol OFF.
7. OFF kan switch kekuatan tarik, kemudian turunkan penpit atas dengan
menekan tombol down sampai bunyi klik.
8. Melakukan pengujian sebanyak 2x.
9. Mengevaluasi hasil pengujian
x (x- ẋ)2
I 244,7 860,83
II 222,2 46,78
III 179,2 1.307,54
(∑) 646,1 2.215,15
(ẋ) 215,36
SD=
√ ∑ (x−x́)2
n−1
CV =
SD
x́
× 100
SD=
√ 2.215,15
3−1
CV =
33,28
215,36
×100
SD=
√ 2.215,15
2
CV =15,45
SD=33,28
SD
SE=
√n
33,28
=
√3
= 19,23
b. Non-Woven (500 gram)
x (x- ẋ)2
I 40,25 73,96
II 26,5 26,52
III 28,2 11,91
(∑) 94,95 112,39
(ẋ) 31,65
SD=
√ ∑ (x−x́)2
n−1
CV =
SD
x́
× 100
SD=
√ 112,39
3−1
CV =
7,49
215,36
×100
SD=
√ 112,39
2
CV =23,6
SD=7,49
SD
SE=
√n
7,49
=
√3
= 4,32
VII. Diskusi
Pada pengujian kekuatan rekat interlining hal-hal yang harus diperhatikan adalah
pada proses penempelan interlining pada kain. Cara penempelan menggunakan setrika
sebenarnya kurak efektif karena tekanan setiap pratikan dan setiap contoh uji berbeda-
beda sehingga hasil yang didapatkan juga kurang akurat. Suhu dalam merekatkan
interlining juga harus pas agar tidak terjadi cacat pada interlining dan resinnya. Hal
lainnya yang perlu diperhatikan adalah saat memasangkan interlining di mesin instron
dimana penjepitnya harus terlebih dahulu diatur jarak jepitnya.
Beban yang digunakan dalam pengujian ini berbeda antara interlining non woven
dan interlining woven. Interlining non woven menggunakan beban 1000 gram
sedangkan interlining non woven menggunakan beban 500 gram, sehingga dalam
pembacan grafik untuk non woven, setiap satu kotak kecil bernilai 10 gram yang
1000
didapat dari . Untuk pembacaan grafik interlining woven, 1 kotak kecilnya
10 x 10
500
bernilai 5 gram yang didapat dari . Angka 10 pertama berasal dari jumlah
10 x 10
skala dan angka 10 kedua pada formula tersebut berasan dari setiap satu skala berisi 10
kotak kecil.
Setelah dilakukan pengujian kekuatan tekat interlining untuk non woven dan
woven, hasilnya interlining woven memiliki kekuatan rekat lebih kuat dibandingkan
interlining non woven karena bahan dasar dari interlining non woven ditenun sedangkan
interlining non woven hanya dipres.
VIII. Kesimpulan
Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa rata – rata kekuatan rekat interlining
berbahan dasar woven dengan beban 1000 gram adalah 215,36 gram. Dan untuk
interlining non woven dengan beban 500 gram memiliki kekuatan rekat rata – rata yaitu
31,65 gram.
Standar deviasi interlining woven yaitu 33,28 dan koefisien variasi 15,45%.
Standar deviasi interlining nonwoven yaitu 7,49 dan koefisien variasi 23,6%. Standar
Eror dari interlining woven adalah 19,23 dan untuk non woven adalah 4,32.