Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Terdapat perubahan epidemiologi endokarditis infektif pada saat sekarang
yang disebabkan tingkat kesehatan umum yang baik, tingkat kesehatan gigi yang
baik, pengobatan yang lebih dini dan penggunaan antibiotic.

Insidens endokarditis 10-60 kasus per 1.000.000 penduduk per tahun


diseluruh dunia dan cenderung meningkat pada usia lanjut Penyakit ini perlu
penanganan dan pengobatan yang tepat dan sesegera mungkin karena apabila
tidak disegerkan akan mengakibatkan dampak yang fatal.

Myocarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium. pada


umumnya disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksi, tetapi dapat sebagai akibat
reaksi alergi terhadap obat-obatan dan efek toxin bahan-bahan kimia dan radiasi.
Miokarditis merupakan salah satu penyakit jantung didapat non-reumatik
yang sering dijumpai selain miokarditis bakterialis dan difterika. Pada waktu
infeksi terkena virus, infiltrasi sel-sel inflamatoris ke jantung dapat terjadi.
Inflamasi pada miokard didefinisikan oleh Badan Kesehatan Dunia, World
Health Organization (WHO), sebagai miokarditis. Sedangkan inflamasi miokard
yang berkaitan dengan disfungsi jantung didefinisikan sebagai kardiomiopati
inflamatoris.
Dari data terbaru (2011), terdapat perubahan epidemiologi miokarditis
infektif pada saat sekarang yang disebabkan tingkat kesehatan umum yang baik,
tingkat kesehatan gigi yang baik,
pengobatan yang lebih dini dan penggunaan antibiotic. Insidens miokarditis
10-60 kasus per 1.000.000 penduduk per tahun diseluruh dunia dan cenderung
meningkat pada usia lanjut.

Salah satu miokarditis yang penting adalah miokarditis karena kuman


difteria, yang disebut miokarditis difterika. Komplikasi jantung yang biasanya

1
terjadi pada anak dengan difteria terdapat sekitar 10-20 persen dan 50 persen dari
anak yang meninggal karena difteria disebabkan oleh komplikasi jantung.
Komplikasi penyakit yang sangat berat ialah terjadinya kolaps sirkulasi
yang terjadi pada minggu pertama. Sedangkan miokarditis umumnya timbul pada
minggu kedua dan ketiga. Penyakit ini perlu penanganan dan pengobatan yang
tepat dan sesegera mungkin karena apabila tidak disegerkan akan mengakibatkan
dampak yang fatal.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari Miokarditis
2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari Miokarditis
3. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi dari Miokarditis
4. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari Miokarditis
5. Untuk mengetahui dan memahami apa saja manifestasi klinis dari
Miokarditis
6. Untuk mengetahui dan memahami woc miokarditis
7. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan yang tepat pada
penderita Miokarditis
8. Untuk mengetahui dan memahami terapi atau pengobatan miokarditis
9. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostic dan penunjang
miokarditis
10. Untuk mengetahui dan memahami pencegahan terhadap Miokarditis
C. Manfaat
Bagi mahasiswa
Mahasiswa di Jurusan Keperawatan mendapat informasi tentang
miokarditis secara umum dan tentag pendekatan asuhan keperawatan
miokarditis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Gambar 1. Penampang jantung dengan miokarditis

Miokarditis adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium. Pada


umumnya miokarditis disebabkan penyakit-penyakit infeksi tetapi dapat sebagai
akibat reaksi alergi terhadap obat-obatan dan efek toksik bahan-bahan kimia
radiasi. Miokarditis dapat disebabkan infeksi, reaksi alergi, dan reaksi toksik.
Pada miokarditis, kerusakan miokardium disebabkan oleh toksin yang
dikeluarkan basil miosit. Toksin akan menghambat sintesis protein dan secara
mikroskopis akan didapatkan miosit dengan infiltrasi lema, serat otot mengalami
nekrosis hialin.
Beberapa organisme dapat menyerang dinding arteri kecil, terutama arteri
koronaintramuskular yang akan memberikan reaksi radang perivaskular
miokardium. Keadaan ini dapat disebabkan oleh pseudomonas dan beberapa jenis
jamur seperti aspergilus dan kandida. Sebagian kecil mikroorganisme menyerang
langsung sel-sel miokardium yang menyebaban reaksi radang.
Hal ini dapat terjadi pada Toksoplasmosis gondii. Pada trikinosis, sel-sel
radang yang ditemukan terutama eusinofil (Elly Nurachmach, 2009).

Myocardium lapisan medial dinding jantung yang terdiri atas jaringan otot
jantung yang sangat khusus (Brooker, 2001). Myocarditis adalah peradangan pada
otot jantung atau miokardium. pada umumnya disebabkan oleh penyakit-penyakit

3
infeksi, tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi terhadap obat-obatan dan efek
toxin bahan-bahan kimia dan radiasi (FKUI, 1999).
Myocarditis adalah peradangan dinding otot jantung yang disebabkan oleh
infeksi atau penyebab lain sampai yang tidak diketahui (idiopatik) (Dorland,
2002).
Miokarditis adalah inflamasi fokal atau menyebar dari otot jantung, tepatnya
miokardium. (Doenges, 1999).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa myocarditis adalah peradangan/


inflamasi otot jantung oleh berbagai penyebab terutama agen-agen infeksi.
B.Etiologi
Penyebab miokarditis dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Infeksi
a. Virus (coxsackievirus, echo virus, HIV, virus epsteinbarr, influenza,
cytomegalovirus, adenovirus, hepatitis A dan B, MUMPs, folio
virus, rabies, respiratori syincitial virus, rubella, vaccinea, varicella
zoster, arbovirus)
b. Bakteri (corynebacterio diphteriae, streptococuspyogenis,
staphilococcus aureus, haemophilus pneumoniae, salmonella,
nieserria gonorrhoeae, leptospira, treponema pallidum,
mycobacterium tuberkulosis,mycoplasma pneumonia, riketsia.
c. Jamur (candida, aspergilus)
d. Parasit (tripanosoma cruzii, toxoplasma, schistosoma, trichina)

2. Non infeksi
a. Obat-obatan yang menyebabkan reaksi hypersensitifitas
0. Antibiotik (sulfonamida, penisilin, cloramfenicol,
tetrasiklin, streptomicyn)
1. Anti Tuberculosis (isoniazin, paraaminosalisilik acid)
2.Anti konfulsan (phenindion, phenitoin, carbamazepin)
3. Anti inflamasi (indometasin, sulfonilurea)

4
4. Diuretik (acetazolamid, klortalidon, spironolacton)
b. Obat-obatan yang tidak reaksi hypersensitifitas, seperti Kokain,
Siklofosfamid, Litium, Interferon alfa.
c. Penyebab lain selain obat-obatan adalah : Radiasi dan Giant cell
C.Klasifikasi
Dorland (2002) mengklasifikasikan miokarditis sebagai berikut :
a. Acute isolated myocarditis adalah miokarditis interstitial acute dengan
etiologi yang tidak diketahui.
b. Bacterial myocarditis adalah miokarditis yang disebabkan oleh infeksi
bakteri.
c. Chronic myocarditis adalah penyakit radang miokardial kronik.
d. Diphtheritic myocarditis adalah mikarditis yang disebabkan oleh toksin
bakteri yang dihasilkan pada difteri : lesi primer bersifat degeneratiff dan
nekrotik dengan respons radang sekunder.
e. Fibras myocarditis adalah fibrosis fokal/ difus mikardial yang disebabkan
oleh peradangan kronik.
f. Giant cell myocarditis adalah subtype miokarditis akut terisolasi yang
ditandai dengan adanya sel raksasa multinukleus dan sel-sel radang lain,
termasuk limfosit, sel plasma dan makrofag dan oleh dilatasi ventikel,
trombi mural, dan daerah nekrosis yang tersebar luas.
g. Hypersensitivity myocarditis adalah mikarditis yang disebabkan reaksi
alergi yang disebabkan oleh hipersensitivitas terhadap berbagai obat,
terutama sulfonamide, penicillin, dan metildopa.
h. Infection myocarditis adalah disebabkan oleh agen infeksius ; termasuk
bakteri, virus, riketsia, protozoa, spirochaeta, dan fungus. Agen tersebut
dapat merusak miokardium melalui infeksi langsung, produksi toksin, atau
perantara respons immunologis.
i. Interstitial myocarditis adalah mikarditis yang mengenai jaringan ikat
interstitial.
j. Parenchymatus myocarditis adalah miokarditis yang terutama mengenai
substansi ototnya sendiri. K.Protozoa myocarditis adalah miokarditis yang

5
disebabkan oleh protozoa terutama terjadi pada penyakit Chagas dan
toxoplasmosis.
k. Rheumatic myocarditis adalah gejala sisa yang umum pada demam
reumatik.
l. Rickettsial myocarditis adalah mikarditis yang berhubungan dengan
infeksi riketsia.
m. Toxic myocarditis adalah degenerasi dan necrosis fokal serabut
miokardium yang disebabkan oleh obat, bahan kimia, bahan fisik, seperti
radiasi hewan/ toksin serangga atau bahan/ keadaan lain yang
menyebabkan trauma pada miokardium.
n. Tuberculosis myocarditis adalah peradangan granulumatosa miokardium
pada tuberkulosa.
o. Viral myocarditis disebabkan oleh infeksi virus terutama oleh enterovirus;
paling sering terjadi pada bayi, wanita hamil, dan pada pasien dengan
tanggap immune rendah.
D. Patofisiologi
Kerusakan miokard oleh kuman-kuman infeksius dapat melalui tiga mekanisme
dasar:
1) Invasi langsung ke miokard.
2) Proses immunologis terhadap miokard.
3) Mengeluarkan toksin yang merusak miokardium.

Proses miokarditis viral ada dua tahap, yaitu :


1) Fase pertama (akut) berangsung kira-kira 1 minggu (pada tikus) di mana
terjadi invasi virus ke miokardium, replikasi virus dan lisis sel. Kemudian
terbentuk neutralizing antibody dan virus akan dibersihkan atau dikurangi
jumlahnya dengan bantuan makrofag dan neutral killer cell (sel NK).
2) Fase kedua miokardium akan diinfiltrasi oleh sel-sel radang dan sistem
imun akan diaktifkan antara lain dengan terbentuknya antibodi terhadap
miokardium, akibat perubahan permukaan sel yang terpajan oleh virus.

6
Fase ini berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan dan diikuti
kerusakan miokardium dan yang minimal sampai yang berat. Enterovirus
sebagai penyebab miokarditis viral juga merusakkan sel-sel endotel dan
terbentuknya antibodi endotel, diduga sebagai penyebab spasme
mikrovaskular. Walaupun etiologi kelainan mikrovaskular belum pasti, tetapi
sangat mungkin berasal dari respon imun atau kerusakan endotel akibat infeksi
virus.
Jadi pada dasarnya terjadi spasme sirkulasi mikro yang
menyebabkan proses berulang antara obstruksi dan reperfusi yang
mengakibatkan larutnya matriks miokardium dan habisnya otot jantung secara
fokal menyebabkan rontoknya serabut otot, dilatasi jantung, dan hipertrofi
miosit yang tersisa. Akhirnya proses ini mengakibatkan habisnya kompensasi
mekanis dan biokimiawi yang berakhir dengan payah jantung (Elly
Nurachmach, 2009).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis miokarditis bervariasi, mulai dari asimtomatik sampai
terjadi syok kardiogenik. Tergantung pada tipe infeksi, derajat kerusakan
miokardium, kemampuan miokardium memulihkan diri. Gejala bisa ringan
atau tidak ada sama sekali. Gejala bisa ringan atau tidak sama sekali, biasanya
:
1. Kelelahan dan dispneu
2. Demam
3. Nyeri dada
4. Palpitasi
Gejala klinis mungkin memperlihatkan :
a. Gejala klinis tidak khas, kelainan ECG pada segmen ST dan gelombang T.
b. Takikardia, peningkatan suhu akibat infeksi menyebabkan frekuensi
denyut nadi akan meningkat lebih tinggi
c. Bunyi jantung melemah, disebabkan penurunan kontraksi otot jantung
Katub katub mitral dan trikuspid tidak dapat ditutup dengan keras .
d. Auskultasi: gallop, gangguan irama supraventrikular dan ventrikular.

7
e. Gagal jantung (Dekompensasi jantung) terutama mengenai jantung sebelah
kanan.

F. WOC

G.Penatalaksanaan
1.Penanganan pada pasien dengan Miokarditis adalah:
a. Pasien diberi pengobatan kusus terhadap penyebab yang mendasari (penisilin
untuk streptokokus hemolitikus).
b. Pasien dibaringkan ditempat tidur untuk mengurangi beban jantung. Berbaring
juga membantu mengurangi kerusakan miokardial residual dan komplikasi
miokarditis.
c. Fungsi jantung dan suhu tubuh harus selalu dievaluasi.

8
d. Bila terjadi gagal jantung kongestiv harus diberikan obat untuk memperlambat
2.frekuensi jantung dan meningkatkan kekuatan kontraksi.
Penatalaksanaan Medis:
a.Pengobatan infeksi penyebab
b.Pengendalian terhadap gagal jantung
c.Transplantasi jantung
d.Mengurangi atau menurunkan faktor resiko yang dapat diubah
e.Oksigen untukmeningkatkan oksigenasi darah sehingga beban jantung
berkurang dan perfusi sistemik meningkat.
f.Obat-obatan untuk menghilangkan nyeri seperti Morfin dan Meperidin.
g.Diuretik untuk meningkatkan aliran darah ke ginjal dengan tujuan mencegah
dan mempertahankan fungsi ginjal. Mencegah kelebihan volume dan gagal
jantung kongestif.
Klien diberi pengobatan khusus terhadap penyembuhan yang mendasarinya,
bila diketahui (misalnya Penicilin untuk Streptokokus Hemolitikus) dan baringkan
di tempat tidur untuk mengurangi beban jantung. Berbaring juga membantu
mengurangi kerusakan miokardial residual dan komplikasi miokarditis.
Pengobatan pada dasarnya sama dengan yang digunakan pada gagal jantung
kongestif.Fungsi jantung dan suhu tubuh selalu dievaluasi untuk menentukan
apakah penyakit sudah menghilang dan apakah sudah terjadi gagal jantung
kongestif.
Bila terjadi disritmia, klien harus dirawat di unit yang mempunyai sarana
pemantauan jantung berkesinambungan sehingga personel dan peralatan selalu
tersedia bila terjadi disritmia yang mengancam jiwa.
H. Terapi atau Pengobatan
Pengobatan miokarditis juga beragam sesuai dengan tingkat keparahan dari
gejala yang timbul. Miokarditis dengan gejala ringan umumnya dapat pulih.
Pengobatan yang diberikan sama seperti pengobatan pada gagal jantung, yaitu
dengan pemberian golongan obat diuretik, Obat penurun tekanan darah, beta
blocker, dan golongan ARB (Angiotensin Receptor Blocker).

9
Pengidap miokarditis juga wajib menjaga gaya hidupnya dengan
memperbanyak beristirahat serta mengurangi konsumsi garam. Penggunaan
kortikosteroid juga dapat dilakukan untuk menurunkan proses peradangan. Pada
beberapa kasus, dibutuhkan tindakan pembedahan seperti penanaman balon intra-
aorta atau pemasangan pacemaker.
I. Pemeriksaan Diagnostic Dan Penunjang
1. MRI
Modalitas pencitraan yang dianjurkan adalah MRI jantung karena dapat
memberikan informasi tentang adanya edema, inflammatory hyperemia dan
irreversible inflammatory injury sesuai kriteria Lake Louise. Memang hingga kini
penelitian masih berlanjut dengan menyertakan biopsi endomiokardium sebagai
standart emas. Penggunaan CMR untuk evaluasi miokarditis ini mempunyai
spesifitas dan PPV yang tingi tapi sensitivitas sekitar 67%.

Gambar 2. MRI pada miokarditis


2. Laboratorium
a.Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan etiologi. Biakan darah dapat
menemukan sebagian besar organisme pathogen.Pada infeksi parasit terdapat
eosinofilia sebagai laju endapan meningkat. Enzim keratin kinase atau laktat
dehidroginase (LDH) dapat meningkat sesuai luasnya nekrosis miokard.
b.Dijumpai leukositosis dengan poli morfonuklear atau limfosit yang dominan
tergantung penyebabnya.Pada infeksi parasit ditemukan eosinofilia.Laju endap
darah meningkat. Enzim jantung dan kreatinkinase atau LDH (Lactat
Dehidrogenase) meningkat tergantung luas nekrose.Peningkatan CKMB
ditemukan pada kurang 10% pasien,namun pemeriksaan Troponin lebih sensitif
untuk mendeteksi kerusakan miokard.

10
3. Elektrocardiograf
a. Muncul kelainan sinus takikardia, perubahan segmen ST dan gelembung T
serta low voltage. Kadang ditemukan aritmia arial atau ventrikuler, AV block,
intra ventrikulerconduction defek dan QT memanjang.
b. Pada pemeriksaan EKG yang sering ditemukan adalah sinus takikardia,
perubahan segmen ST dan/ atau gelombang T, serta low voltage.Kadang-kadang
ditemukan aritmia atrial atau ventrikuler. AV blok total yang sifatnya sementara
dan hilang tanpa bekas, tetapi kandang-kadang menyebabkan kematian mendadak
pada miokarditis.
4. Foto thorak
a.Ukuran jantung sering membesar kadang disertai kongesti paru.
b.Biasanya normal pada fase awal.Fungsi vebtrikel kiri yang menurun progresif
mengakibatkan kardiomegali.Dapat ditemukan gagal jantung kongestif dan edema
paru.
5. Ekokardiograf
a. Sering didapatkan hipokinasis kedua ventrikel,ditemukan juga penebalan
ventrikel, trombus ventrikel kiri, pengisian diastolik yang abnormal atau efusi
perikardial.
b. Pada kedua ventrikel sering didapat hipokinesis, bersifat regional terutama
di apeks.
c. Adanya penebalan dinding ventrikel, trombi ventrikel kiri, pengisian
diastolic yang abnormal dan efusi pericardial.

6. Radio Nuclide Scaning dan Magnetic Resonance Imaging


Ditemukan adanya perubahan inflamasi dan kronis yang khas pada
miokarditis.
7.Biopsy endomiokardial
Melalui biopsy tranvernous dapat diambil endomiokardium ventrikel
kanan kiri. Hasil biopsy yang positif memiliki nilai diagnostic sedang negative
tidak dapat menyingkirkan miokarditis. Diagnosis ditegakkan bila pada biopsy

11
endomiokardial didapatkan nekrosis atau degenerasi parasit yang dikelilingi
infiltrasi sel sel radang.
J. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan imunisasi yang tepat dan penanganan
awal nampaknya sangat penting dalam menurunkan insidensi miokarditis.
Setelah mengalami suatu episode miokarditis biasanya masih tersisa
pembesaran jantung. Aktifitas fisik harus ditingkatkan dengan perlahan-lahan
dan bertahap , pasien di instruksikan untuk melaporkan gejala yang dirasakan
saat aktifitas meningkat seprti jantung berdenyut cepat sekali, olahraga yang
kompetitif dan alkohol sama sekali harus dihindari.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Miokarditis


a. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh
1. Keluhan utama, keluhan utama yang sering muncul pada pasien dengan
gangguan jantung miokarditis bervariasi, antara lain :
 Demam
 Nyeri dada mirip angina pectoris dan perikarditis
 Palpitasi
 Sesak napas
2.Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)  Sesak nafas.
2) B2 (Blood)  Demam, takikardia, nyeri dada.
3) B3 (Brain)  Kesadaran compos mentis, pasien mengalami sakit kepala,
pusing karena suplai O2 dan darah ke otak menurun.
4) B4 (Bladder)  Penurunan jumlah/frekuensi urine.
5) B5 (Bowel)  Mual muntah, anoreksia, tidak nafsu makan, dan
penurunan berat badan.

12
6) B6 (Bone)  Tidak ada kelainan tulang, kelamahan pada otot saat
aktivitas, tidak dapat tidur, kelamahan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari.
a. Tanda Penting
 Takikardi
 Kardomegali (cepat terjadi)
 Bunyi jantung melemah
 Irama gallopTanda-tanda gagal jantung, terutama gagal jantung kanan.
b. Pengkajian Pola
Pengkajian pola pada pasien myocarditis (Marilynn E. Doenges, 1999)
meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
 Gejala : kelelahan, kelemahan.
 Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas.
2. Pernapasan
 Gejala : napas pendek (napas pendek kronis memburuk pada malam
hari).
 Tanda : DNP (dispnea nocturnal paroxismal) ; batuk, inspirasi mengi ;
takipnea, krekels, dan ronkhi ; pernapasan dangkal.
3. Sirkulasi
 Gejala : riwayat demam rematik, penyakit jantung congenital, bedah
jantung, palpitasi, jatuh pingsan.
 Tanda : takikardia, disritmia, perpindaha titik impuls maksimal,
kardiomegali, frivtion rub, murmur, irama gallop (S3 dan S4), edema,
DVJ, petekie, hemoragi splinter, nodus osler, lesi Janeway.
4. Eliminasi
 Gejala : riwayat penyakit ginjal/ gagal ginjal ; penurunan frekuensi/
jumlsh urine.
 Tanda : urin pekat gelap.
5. Nyeri
 Gejala : nyeri seperti tertimpa beban bert dan terasa terbakar

13
 Tanda : perilaku distraksi, misalnya gelisah.
6. Keamanan
 Gejala :riwayat infeksi virus, bakteri, jamur (miokarditis ; trauma dada ;
penyakit keganasan/ iradiasi thorakal ; dalam penanganan gigi ;
pemeriksaan endoskopik terhadap sitem GI/ GU), penurunan system
immune, SLE atau penyakit kolagen lainnya.
 Tanda :demam.
c. Pemeriksaan Khusus
1. Pemeriksaa EKG : Tidak khas
 ST-T changes inferior
 Gangguan konduksi jantung
2. Foto Toraks : Tidak khas
 Pembesaran jantung dengan efusi perikard atau pleura.
3. Ekokardiografi :
 Pembesaran jantung kiri
 Dapat di bedakan dengan kardiomiopati hipertrofi dan mitral stenosis.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang
nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan myocarditis
(Doenges, 1999) adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi miokardium, efek-efek
sistemik dari infeksi, iskemia jaringan.
2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penrunan
cardiac output.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi
sel-sel otot miokard, penurunan curah jantung.
4. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan degenerasi otot jantung, penurunan/ kontriksi fungsi
ventrikel.

14
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penyebaran agen
infeksius
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,
rencana pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan/
daya ingat, mis-intepretasi informasi, keterbatasan kognitif,
menyangkal diagnosa.

3.3 Intervensi
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan.
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien
dengan myocarditis (Doenges, 1999).
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi miokardium, efek-efek sistemik dari
infeksi, iskemia jaringan.
a. Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
b. Kriteria Hasil : Nyeri berkurang atau hilang dan klien
tampak tenang.
c. Intervensi :
 Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi (agen nonsteroid :
aspirin, indocin ; antipiretik ; steroid).
Rasional : dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi,
menurunkan demam ; steroid diberikan untuk gejala yang lebih
berat.
 Kolaborasi pemberian oksigen suplemen sesuai indikasi.
Rasonal : memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menurunkan
beban kerja jantung
 Berikan lingkungan yang tenang dan tindakan kenyamanan misalnya ;
perubahan posisi, gosokkan punggung, penggunaan kompres hangat/
dingin, dukungan emosional.

15
Rasional : tindakan ini dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan
emosional pasien.
 Berikan teknik distraksi yang tepat.
Rasional : mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam
tingkat aktivitas individu.
 Menitoring keluhan nyeri dada dan faktor pemberat atau penurun.
Perhatikan petunjuk nonverbal dari ketidaknyamanan, misalnya ;
berbaring dengan diam/ gelisah, tegangan otot, menangis.
Rasional : pada nyeri ini memburuk pada inspirasi dalam, gerakkan atau
berbaring dan hilang dengan duduk tegak/ membungkuk.

2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penrunan cardiac


output.
a. Tujuan : Gangguan perfusi jaringan teratasi dalam waktu 3x24
jam.
b. Kriteria Hasil : RR 30-60 x/ menit, Nadi 120-140 x/ menit, Suhu
36,5-37 oC, Sianosis (-), Ekstremitas hangat.
c. Intervensi:
 Beri oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Membantu meningkatkan cardiac output
 Observasi frekuensi dan bunyi jantung
Rasional : Frekuensi dan bunyi jantung yang normal mengindikasikan
aliran darah lancar yang berarti perfusi jaringan kembali normal.
 Observasi adanya sianosis.
Rasional : adanya sianosis atau kebiruan menunjukkan adanya gangguan
perfusi jaringan.
 Observasi TTV.
Rasional : Memantau perkembangan kondisi pasien
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.
Rasional: Meningkatkan cardiac output

16
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel
otot miokard, penurunan curah jantung.
a. Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
b. Kriteria hasil : Perilaku menampakan kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan diri, Pasien mengungkapkan mampu untuk
melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu, Koordinasi otot,
tulang dan anggota gerak lainya baik.
c. Intervensi :
 Bantu pasien dalam program latihan progresif bertahap sesegera mungkin
untuk turun dari tempat tidur, mencatat respons tanda vital dan toleransi
pasien pada peningkatan aktivitas.
Rasional : saat inflamasi/ kondisi dasar teratasi, pasien mungkin mampu
melakukan aktivitas yang diinginkan, kecuali kerusakan miokard
permanen/ terjadi komplikasi.
 Mengkaji respons pasien terhadap aktivitas. Perhatikan adanya perubahan
dan keluhan kelemahan, keletiahan, dan dispnea berkenaan dengan
aktivitas.
Rasional : miokarditis menyebabkan inflamasi dan kemungkinan
kerusakan fungsi sel-sel miokardial.
 Pertahankan tirah baring selama periode demam dan sesuai indikasi.
Rasional : meningkatkan resolusi inflamasi selama fase akut.
 Kolaborasi pemberian oksigen suplemen sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk menmgimbangi
konsumsi oksigen yang terjadi dengan aktifitas
 Memantau frekuensi/ irama jantung, TD, dan frekuensi pernapasan
sebelum dan setelah aktivitas dan selama diperlukan.
Rasional : membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan
pulmonal.Penurunan TD, takikardia, disritmia, dan takipnea adalah
indikatif dari kerusakan toleransi jantung terhadap aktivitas.

17
4. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
degenerasi otot jantung, penurunan/ kontriksi fungsi ventrikel.
a. Tujuan : Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan
beban kerja jantung.
b. Kriteria Hasil : Melaporkan/ menunjukkan penurunan periode
dispnea, angina, dan disritmia dan memperlihatkan irama dan
frekuensi jantung stabil.
c. Intervensi :
 Pertahankan tirah baring dalam posisi semi-Fowler.
Rasional : menurunkan beban kerja jantung, memaksimalkan curah
jantung.
 Memberikan tindakan kenyamanan misalnya ; perubahan posisi, gosokkan
punggung, dan aktivitas hiburan dalam tolerransi jantung.
Rasional : meningkatkan relaksasi dan mengarahkan kembali perhatian.
 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, seperti digitalis, diuretik.
Rasional : dapat diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas miokard
dan meurunkan beban kerja jantung.
 Kolaborasi pemberian antibiotik/ antimikrobial intervena.
Rasional : diberikan untuk mengatasi patogen yang teridentifikasi dan
mencegah kerusakan jantung yang lebih lanjut.
 Memantau frekuensi/ irama jantung, TD, dan frekuensi pernapasan
sebelum dan setelah aktivitas dan selama diperlukan.
Rasional : membantu menentukan derajat dekompensasi jantung dan
pulmonal. Penurunan TD, takikardia, disritmia, dan takipnea adalah
indikatif dari kerusakan toleransi jantung terhadap aktivitas.
 Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan jarak/ muffled tonus jantung,
murmur, gallop S3 dan S4.
Rasional : memberikan deteksi dini dari terjadinya komplikasi misalnya
: GJK, tamponade jantung.

5. Resiko infeksi b.d penyebaran agen infeksius

18
a. Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi
b. Kriteria hasil : Suhu tubuh normal (36,5-37o C), Nilai WBC
normal 3800–9800/ mcl.
c. Intervensi:
 Kolaborasi pemberian antibiotic
Rasional : Antibiotik untuk mengurangi agen infeksius
 Melakukan tes darah lengkap memantau nilai granulosit dan WBC
Rasional : untuk mengetahui nilai WBC dan granlosit sebagai indikator
adanya infeksi
 Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Memantau perkembangan kondisi pasien dan melakukan
tindakan selanjutnya

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, rencana


pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan/ daya ingat, mis-
intepretasi informasi, keterbatasan kognitif, menyangkal diagnosa.
a. Tujuan : menyatakan pemahaman tentang proses penyakit
dan regimen pengobatan.
b. Kriteria hasil : Mengidentifikasi efek samping obat dan
kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan, Memperlihatan
perubahan perilaku untuk mencegah komplikasi.
c. Intervensi :
 Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
Rasional : Perasaan sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi
minat pasien/ orang terdekat untuk mempelajari penyakit.
 Jelaskan efek inflamasi pada jantung, secara individual pada pasien.
Ajarkan untuk memperhatikan gejala sehubungan dengan komplikasi/
berulangnya dan gejala yang dilaporkan dengan segera pada pemberi
perawatan, contoh ; demam, peningkatan nyeri dada yang tak biasanya,
peningkatan berat badan, peningkatan toleransi terhadap aktivitas.

19
Rasional : untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan sendiri, pasien
perlu memahami penyebab khusus, pengobatan dan efek jangka panjang
yang diharapkan dari kondisi inflamasi, sesuai dengan tanda/ gejala yang
menunjukan kekambuhan/ komplikasi.
 Anjurkan pasien/ orang terdekat tentang dosis, tujuan dan efek samping
obat; kebutuhan diet ; pertimbangan khusus ; aktivitas yang diijinkan/
dibatasi.
Rasional : informasi perlu untuk meningkatkan perawatan diri,
peningkatan keterlibatan pada program terapeutik, mencegah komplikasi.
 Kaji ulang perlunya antibiotic jangka panjang/ terapy antimicrobial.
Rasional : perawatan di rumah sakit lama/ pemberian antibiotic IV/
antimicrobial perlu sampai kultur darah negative/ hasil darah lain
menunjukkan tak ada infeksi.

20
BAB III
KASUS

Pria berusia 58 tahun memiliki gejala infeksi saluran pernapasan bagian


atas akut, termasuk batuk, nafsu makan yang buruk, dan diare berair, yang
telah berlangsung selama 1 minggu sebelum dirawat di rumah sakit. Ia
mengalami nyeri dada parah sekitar 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Ia
mengeluh nyeri dada intermiten dan dyspnea yang semakin memburuk saat
melakukan aktivitas. Elektrokardiogram (EKG) yang dilakukan di ruang gawat
darurat menunjukkan elevasi gelombang Q dan elevasi ST pada inferior lead.
Rontgen dada menunjukkan kardiomegali dan kongesti paru. Data
laboratorium menunjukkan adanya peningkatan konsentrasi enzim jantung
(troponin I: 6,63 ng / ml; kisaran normal: <0,11 ng / ml). Pasien dirawat di unit
perawatan kardiovaskular. Ekokardiografi trans-toraks menunjukkan
hipokinesis yang menyebar, terutama di dinding inferior, dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri terganggu sebesar 47%. Ia menerima pemindaian thallium-201,
yang mengindikasikan adanya defek perfusi campuran dengan iskemia dan
infark pada dinding inferior ventrikel kiri. Setelah dilakukan diagnosis tentatif
dari infark miokard ST-elevasi yang justru diperparah dengan adanya gagal
jantung kongestif, maka angiografi koroner dilakukan. Namun, angiografi
koroner menunjukkan bahwa arteri korener normal.
3.2. Analisis Data
Pengkajian
-Usia : 58 tahun
- Tanda dan gejala satu minggu sebelum masuk rumah sakit:
• Infeksi akut saluran napas bagian atas
• Batuk
• Tidak selera makan
• Diare cair
- Nyeri dada satu episode pada empat hari sebelum masuk rumah sakit
- Pasien mengeluhkan nyeri dada hilang timbul

21
- Usaha napas berat (dyspnea)
- Pemeriksaan Penunjang
1. ECG : gelombang Q dan segmen ST mengalami peningkatan
2. X-ray dada : menunjukkan adanya kardiomegali dan kongesti paru
3. Pemeriksaan laboratorium : menunjukkan peningkatan onsentrasi enzim
jantung (troponin I: 6.63 ng/ml; rentan normal: < 0.11 ng/ml)
4. Trans-thoracic echocardiography: menunjukkan hipokinesis yang menyebar,
terutama di dinding inferior, dengan lemahnya fraksi ejeksi ventrikel kiri
jantung sebesar 47%
5. Thallium-201 scan: tipe campuran kerusakan perfusi dengan iskemia dan
infarksi di dinding inferior ventrikel kiri
DATA MASALAH ETIOLOGI
DO:
- Dyspnea
- Melemahnya fraksi ejeksi ventrikel kiri jantung sebesar 47%
- Batuk
DS: - Penurunan Curah Jantung Perubahan kontraktilitas dan afterload jantung
DO :
- Infeksi akut saluran napas bagian atas
- Usaha napas berat
- Iskemia
DS :
- Pasien mengatakan mengalami nyeri dada berat yang hilang timbul sekitar 4
hari SMRS
- Pasien mengatakan selera makannya berkurang Intoleransi Aktivitas Masalah
sirkulasi dan respirasi
3.3. Diagnosis Keperawatan Berdasarkan NANDA
Domain 4 : Aktivitas/Istirahat
Kelas 4 : Respon Kardiovaskuler/Pulmonary
Diagnosa : Penurunan Curah Jantung (Decrease Cardiac Output)
Definisi : ketidakadekuatan memompa darah oleh jantung untuk

22
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh.
Batasan karakteristik:
- Dyspnea
- Penurunan fraksi ejeksi
- Batuk
Domain 4 : Aktivitas/Istirahat
Kelas 4 : Respon Kardiovaskuler/Pulmonary
Diagnosa : Intoleransi aktivitas (Activity Intolerance)
Definisi : Ketidakcukupan energi fisik dan psikologis untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas sehari-hari.
Batasan karakteristik :
- Heart rate yang abnormal ketika beraktivitas
- Perubahan EKG (pasien iskemia)
- Dyspnea
3.4. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) serta Intervensi Keperawatan (NIC)
No NANDA NOC NIC
1. Penurunan Curah Jantung (Decrease Cardiac
Output)
berhubungan dengan perubahan kontraktilitas dan afterload 1. Keefektifan
Pompa Jantung
Kecukupan volume darah yang dipompakan dari ventrikel kiri untuk
mendukung tekanan perfusi sistemik meningkat, dengan indikator:
- Fraksi ejeksi (deviasi ringan menjadi tidak ada deviasi dari kisaran normal)
- Edema paru (dari ringan menjadi tidak ada)
- Dyspnea pada saat istirahat (dari ringan menjadi tidak ada)
- Dyspnea pada saat aktivitas ringan (dari ringan menjadi tidak ada)
Perawatan Jantung Akut
- Evaluasi nyeri dada (intensitas, lokasi, radiasi, durasi, faktor pemicu dan yang
mengurangi)
- Monitor EKG sebagaimana mestinya, apakah terdapat perbuahan segmen ST
- Lakukan penilaian secara komprehensif terhadap status jantung termasuk di

23
dalamnya adalah sirkulasi perifer
- Auskultasi paru-paru, adakah ronkhi atau suara tambahan lain
- Monitor penentu pengantaran oksigen (misalnya., PaO2, SaO2, level
hemoglobin, dan kardiak output), sebagaimana mestinya
- Monitor cairan masuk dan keluar, urin output, timbang berat badan harian,
sebagaimana mestinya
- Pilih lead EKG yang terbaik dalam rangka untuk memonitor secara terus
menerus, sebagaimana mestinya
Pengaturan Hemodinamik
- Identifikasi adanya tanda dan gejala perigatan dini sistem hemodinamik yang
di kompromikan (misalnya, dyspnea, edema)
- Monitor curah jantung, indeks kardiak adan indeks kerja stroke ventrikuler
yang sesuai
Manajemen Syok: Jantung
- Monitor tanda dan gejala penurunan curah jantung
- Monitor adanya ketidakadekuatan perfusi arteri koroner (perubahan segmen
ST dalam EKG, peningkatan enzim jantung, angina) sesuai kebutuhan
- Pertahankan preload optimal dengan pemberian cairan IV atau diuretik,
sesuai kebuutuhan
- Berikan inotropik positif/medikasi untuk kontraktilitas, sesuai kebutuhan
- Tingkatkan perfusi jaringan yang adekuat (dengan resusitasi cairan dan/atau
vasopresor untuk mempertahankan tekanan rata-rata arteri (MAP)≥60 mmHg),
sesuai kebutuhan
2. Status Kardiopulmonal
Kecukupan volume darah yang dipompakan dari ventrikel dan pertukaran
antara karbondioksida dan oksigen pada level alveolus, dengan indikator:
- Kedalaman nafas (dari ringan menjadi tidak ada)
- Laju pernafasan (dari ringan menjadi tidak ada)
- Irama jantung (dari ringan menjadi tidak ada) Monitor Pernafasan
- Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu
nafas, dan retraksi pada otot supraklavikulas dan interkosta.

24
- Monitor pola nafas (misalnya; bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernafasan
kusmaul, pernafasan satu banding satu, apneustik, respirasi biot, dan pola
ataksix)
- Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidakadanya
ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan
- Auskultasi suara nafas setelah tindakan, untuk dicatat.
- Monitor kemampuan batuk efektif pasien.
- Catat onset, karakteristik, dan lamanya batuk

Manajemen Syok: Jantung


- Monitor tanda dan gejala penurunan curah jantung
- Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung
- Monitor adanya ketidakadekuatan perfusi arteri koroner (perubahan segmen
ST dalam EKG, peningkatan enzim jantung, angina) sesuai kebutuhan
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan masalah sirkulasi dan respirasi

Toleransi terhadap aktivitas


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan kondisi
pasien membaik pada indikator :
- Laju pernapasan dengan aktivitas, dari skala 2 ke 4
- Saturasi oksigen dengan aktivitas, dari skala 2 ke 4
- Menurunkan aktivitas sehari-hari, dari skala 2 ke 4

Energi psikomotor
- Nafsu makan normal, dari skala 2 ke 4
- Level energi yang stabil, dari skala 2 ke 3
- Melakukan aktivitas sesuai kemampuan, dari skala 2 ke 3
Manajemen energi
- Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan
konteks usia dan perkembangan
- Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan untuk menjaga

25
ketahanan
- Monitor sumber kegiatan olahraga dan kelelahan emosional sesuai yang
dialami pasien
- Monitor sistem kardiorespirasi pasien selama kegiatan (misalnya; takikardia,
dyspnea, frekuensi pernapasan)
- Monitor lokasi dan sumber ketidaknyamanan/nyeri yang dialami pasien
selama aktivitas
- Bantu pasien untuk memahami prinsip konservasi energi (misalnya;
kebutuhan untuk membatasi aktivitas dan tirah baring)
- Ajarkan pasien mengenai pengelolaan kegiatan dan teknik manajemen waktu
untuk mencegah kelelahan

Perawatan jantung : rehabilitatif


- Monitor toleransi pasien terhadap aktivitas
- Instruksikan kepada pasien dan keluarga mengenai modifikasi faktor risiko
jantung (misalnya; menghentikan kebiasaan merokok, diet, dan olahraga)
sebagaimana mestinya
- Instrusikan pasien mengenai perawatan diri pada saat mengalami nyeri dada
(minum nitrogliserin sublingual setiap 5 menit selama 3 kali, jika nyeri dada
belum hilang, cari perawatan medis gawat darurat)
- Instruksikan pasien dan keluarga untuk membatasi mengangkat atau
mendorong barang (benda berat) dengan cara yang tepat.
3.5. Evaluasi
Setelah dilakukan intervensi pada klien, didapatkan hasil :
1. Pompa jantung lebih efektif (dengan fraksi ejeksi 60-70%)
2. Volume darah yang dipompakan dari ventrikel dan pertukaran antara
karbondioksida dan oksigen pada level alveolus sudah terpenuhi
3. Pasien dan keluarga sudah dapat melakukan manajemen energi
4. Nafsu makan membaik

26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Miokarditis jarang didapat pada saat puncak penyakit infeksinya
karena akan tertutup oleh manifestasi sistemis penyakit infeksi tersebut dan
baru jelas pada fase pemulihan. Bentuk ini umumnya sembuh dengan
sendirinya, tetapi sebagian berlanjut menjadi bentuk kardiomiopati dan ada
juga yang menjadi penyebab aritmia, gangguan konduksi atau payah jantung
yang secara struktural dianggap normal.
Sebagian besar keluhan klien tidak khas, mungkin didapatkan rasa
lemah, berdebar-debar, sesak napas, dan rasa tidak enak di dada. Nyeri dada
biasanya ada bila disertai perikarditis. Kadang-kadang didapatkan rasa nyeri
yang menyerupai angina pektoris. Gejala yang paling sering
ditemukan adalah takikardia yang tidak sesuai dengan kenaikan suhu.
Kadang-kadang didapatkan hipotensi dengan nadi yang kecil atau dengan
gangguan pulsasi.

4.2 Saran
Sebagai perawat harus selalu sigap dalam penanganan penyakit
myocarditis karena akan menjadi fatal jika terlambat menanganinya. Selain
itu perawat juga memberi health education kepada klien dan keluarga agar
mereka faham dengan myocarditis dan bagaimana pengobatannya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2009). Askep Miokarditis. pada tanggal 26 November 2012 pukul


21.00 WIB.
Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Volume 2, Jakarta : EGC.
Corwin E, (2008). Patofisiologi (Buku Saku), Jakarta : EGC.
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. (1992). Pedoman
Pemberantasan Penyakit miokarditis. Jakarta.
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Ignatavicius Donna D. (1991), Medical Surgical Nursing: a nursing process
approach, Philadelpia.
Muttaqin, Arif. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Patriani. (2008). Askep Miokasrditis.
Soeparman, DR, Dr, (1987). Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke 2 Jilid I , Balai
Penerbit FKUI, Jakarta
Udjianti, Wajan Juni. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta:
Salemba Medika.

28

Anda mungkin juga menyukai