Anda di halaman 1dari 34

PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA I

Disusun oleh :
Henk smith, Sulistyowati, Lutiyono, Hari Kristopo, Silvia Andini,
Mita Septiani, Dian Novita Wijaya, Noviani Gunawan

FAKULTAS SAINS dan MATEMATIKA

1
UNIVERISTAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2011

1. PERHITUNGAN RALAT
1. PENDAHULUAN
Maksud suatu pengukuran di dalam ilmu fisika ialah pada umumnya untuk
menambah pengetahuan kita tentang nilai suatu besaran fisika. Karena pelbagai sebab tidak
mungkin kita mengetahui besaran itu secara eksak, misalnya :
1. Pada banyak pembacaan, kita harus melakukan suatu pengiraan, yaitu jika penunjukan
alat pengukur tidak tepat pada suatu garis skala. Hal itu menyebabkan ketidakpastian
yang disebut ralat pembacaan.
2. Mengukur itu berarti menghubungi atau mempengaruhi yang diukur, dan hal itu pun
dapat menyebabkan ketidakpastian. Misalnya seringkali ada yang harus disesuaikan
sebelum pengamatan, dan penyesuaian itu tidak mungkin kita lakukan dengan sempurna.
Maka kita mengatakan ada ralat penyesuaian.
3. Tidak semua sebab yang mempunyai pengaruh terhadap hasil pengukuran selalu kita
ketahui atau dapat kita perhitungkan. Karena itu hasil pengukuran satu besaran dengan
dua cara yang berbeda dapat berbeda juga. Dalam hal itu terdapat ralat sistematis.

Karena hasil pengukuran selalu mengandung ketidakpastian maka hasil itu harus
kita laporkan sebagai suatu bilangan, lengkap dengan batas toleransi (kelonggaran). Batas itu
memberi kesan ketelitian hasil tersebut.
Ketiga jenis ralat di atas perlu dipahami dengan baik. Berikut contoh tiap jenis
ralat tersebut untuk membantu memahaminya. Beberapa perjanjian mengenai cara
memperkirakan ralat serta cara melaporkan hasil pengukuran yang berlaku untuk praktikum
fisika dasar juga tersaji dalam tulisan ini.

2. CONTOH JENIS – JENIS RALAT


2.1. Ralat Pembacaan
Guna menentukan panjang suatu batang. Batang itu kita impitkan dengan bilah ukur
yang skalanya dibagi dalam cm (lihat Gambar 0-1)

9 1 1 1 1 1 1
0 1 2 3 4 5
Gambar 0-1

Kita melihat bahwa panjang batang ada di antara 10 dan 11 cm. kita mengirakan 10,2
cm. Melaporakn hasil pengukuran sebagai 10,22 cm tidak masuk akal karena angka

2
pertama di belakang koma sudah tidak pasti. Pengamat dalam pemikirannya membuat anak
pembagian dan berdasarkan itu diperolehnya pengiraan tersebut. Anak pembagian dalam
persepuluh masih cukup dapat dibuat, tetapi dalam perseratusan sudah tentu tidak terbuat.
Nilai yang dibaca boleh jadi sebenarnya adalah 10,25 bahkan 10,3. Karena itu kita
melaporkan panjang itu lengkap dengan batas toleransinya. Batas itu kita ambil selonggar
mungkin, kalau dalam contoh ini kita mengandaikan bahwa penyimpangan yang mungkin
itu tidak akan melewati 0,1 cm (kepada kedua belah bagian), maka kita melaporkan :
L = (10,2  0,1) 10-2 m
Dengan itu kita mengungkapkan bahwa menurut hemat kita nilai sebenarnya sudah
pasti diantara 10,1 dan 10,3.
Sekali lagi kita mengukur panjang batang tersebut, sekarang memakai bilah ukur
dengan pembagian skala dalam mm. (Gambar 0-2)

9 10 11 12 13 14 15

Gambar 0-2

Panjangnya diantara 102 dan 103 mm, kita mengirakan 102,3, sekarang ralat
maksimal bukan 1/10 selang skala lagi, karena sebenarnya tidak mungkin melihat
persepuluhan mm. Jadi ralat yang kita kirakan harus kita sesuaikan dengan selang yang
lebih kecil , kita mengambil 1/5 atau 0,2 mm. Sehingga :
L = (102,3  0,2) 10-2 m
Mungkinkah kita menggunakan bilah ukur dengan pembagian skala yang lebih halus
lagi. Akhirnya kita hanya masih dapat melihat apakah pembacaan lebih dekat garis yang
satu atau yang lain. Ralat pembacaan dalam hal itu ½ bagian skala, sebab daerah  ½
bagian sekitar garis tertentu dihitung sama dengan garis itu; pembacaan dilakukan dalam
bagian skala bulat.

2.2. Ralat Penyesuaian


Dalam contoh kedua ini, pengamat harus membaca tingginya sebuah kolom air raksa
dengan menggunakan skala yang ditempatkan pada jarak tertentu (Gambar 0-3)

77
a
76
b
75

3
Gambar 0-3

Karena kolom dan skala tidak sama jauhnya dari mata pengamat. Maka terdapat
gejala beda lihat (paralaks). Perlu melihat tepat mendatar untuk memperoleh pembacaan
yang tepat (tanpa memperhatikan ralat pembacaan). Kalau orang mengamati dari posisi a,
akan memperoleh pembacaan skala yang terlalu rendah, sedangkan dalam pembacaan b,
diperoleh pembacaan yang terlalu tinggi.
Jika diadakan beberapa pengamatan, sambil melihat mendatar sebaik mungkin maka
hasil-hasil pengamatan itu pada umumnya berbeda. Dalam hal ini tidak antara 3
kemungkinan (10,1; 10,2; dan 10,3)harus kita pilih seperti dalam contoh pertama,
melainkan kemungkinannya lebih banyak. Maka untuk menentukan selang yang terkecil
yang didalamnya pastilah letak kedudukan yang nyata terlalu rendah sedikit, dan yang lain
dari kedudukan yang sedikit terlalu tinggi.
Selisih hasil kedua pengamatan dibagi 2 itu kita laporkan sebagai ralat. Nilai rata-
ratanya kita nyatakan sebagai tinggi yang dicari. Disini pun dapat timbul kesulitan,
seandainya kita temukan seperti Gambar 0-4
Untuk nilai tertinggi h2 = (76,3  0,1) 10-2 m
Untuk nilai terendah h1 = (76,0  0,1) 10-2 m
Separuh selang terkecil yang di dalamnya pasti terletak hasil pengamatan bukanlah
½ .(76,3 – 76,0) = 0,15 melainkan ½ . (76,4 – 75,9) = 0,25 . 10-2 m, karena ralat pengiraan.
Maka kita peroleh :
h = (76,15  0,25 ) 10-2 m
Ini bertentangan dengan pertimbangan pada contoh 1, yaitu bahwa kita tidak akan
melaporkan hasil pengamatan dengan desimal lebih banyak daripada yang ditentukan oleh
ralat penaksiran ( 0,1). Kalau kita terus berpegangan pada pertimbangan itu, maka kita
harus membulatkan hasil itu. Dan mengenai pembulatan itu perlu dibuat perjanjian, bahwa
harus dikerjakan sedemikian rupa sehingga batas selang baru letaknya di luar batas lama;
maksudnya agar kepastian tidak berkurang.
Akan tetapi kita tidak akan bertindak sejauh itu, dan kita mengadakan pengecualian
untuk kombinasi dua angka 10, 15, 20, 25, kombinasi itu boleh dipakai bila menurut kesan
kita pembulatan terlalu akan memperbesar ralat.

2.3. Ralat Sistematis


Jika kita mau mengukur sekaligus tegangan dan arus lewat suatu resistor, maka ada
dua cara untuk menempatkan meter tegangan dan meter arus (gambar 0-4a & 4b)
v v

A R A R

Gambar 0-4a Gambar 0-4b

Kedua cara mengandung ralat sistematis. Dalam rangkaian menurut gambar 0-4a,
meter arus tidak mengukur arus melalui resistor R saja, melainkan arus melalui resistor R

4
dan voltmeter bersama. Maka pembacaan meter arus terlalu besar, terdapat ralat yang
selalu positif dan tidak dapat sekedar ditulis sebagai  a.
Dalam rangkaian 4a, pembacaan voltmeter tidak mempunyai ralat sistematis, tetapi
dalam rangkaian 4b, voltmeterlah yang mengukur tegangan lewat resistor dan
amperemeter besama, sehingga pembacaan terlalu besar.
Besar ralat itu tergantung hambatan masing-masing meter dan mudah dihitung,
asalkan hambatan meter itu diketahui. Misalnya dalam 4a, voltmeter menunjukan Vv = (5,4
 0,2)V dan hambatan Rv = 20 K. maka arus melalui voltmeter adalah Iv = V/Rv = (0,270
 0, 01) mA.lalu kita dapat mengadakan koreksi untuk memperoleh nilai arus melaui R
yang tepat. Andaikan pembacaan meter arus adalah IA = (9,7  0,1)mA, maka arus yang
sebenarnya melalui resistor R letaknya pasti diantara
IR max = (9,7 +0,1) – (0,27 – 0,01) = 9,54 mA
IR min = (9,7 – 0,1) – (0,27+ 0,01) = 9,32 mA
Jadi IR = (9,43  0,11) mA, dan menurut perjanjian-perjanjian kita, maka hasil harus
dibulatkan menjadi :
IR = (9,45  0,15) mA
Demikian pula kita dapat melakukan koreksi dalam hal 4b, hitunglah sendiri nilai VR
yang paling tepat kalau hambatan meter ialah R A = 100, pembacaan meter VV = (6,3 
0,2)V, serta IA = (9,4  0,1) mA.
(Jawab : VR = (5,35  0,25) V)
Dalam percobaan ini kita melihat bahwa hasil pembacaan berlainan bila kita
mengubah penempatan meter, karena ada ralat sistematis. Hal ini merupakan suatu sifat
penting ralat sistematis. Kita dapat menemukannya dengan mengubah cara mengukur.
Kalau hasil cara pengukuran yang berlainan ada bedanya, hal itu merupakan petunjuk
bahwa terdapat ralat sistematis.
Juga dengan memakai meter lain pembacaan akan berbeda. Khususnya kalau kita
memakai meter tegangan dengan hambatan lebih besar dan meter arus dengan hambatan
kecil. Mak ralat sistematis dapat dibuat lebih kecil, sehingga dapat diabaikan. Coba ulangi
perhitungan di atas dengan Rv = 200 K san RA = 10.

3. RALAT KEBETULAN & RALAT SISTEMATIS


Dengan contoh yang diberikan di atas, telah diperlihatkan bahwa umumnya terdapat
perbedaan antara nilai hasil pengukuran dan nilai sejati suatu besaran. Asal mula perbedaan
itu dapat kita bedakan menjadi 2 macam: terdapatnya ralat kebetulan dan terdapatnya ralat
sistematis.
3.1. Ralat Kebetulan dapat didefinisikan sebagi penyimpangan dari nilai sejati yang boleh
positif maupun negatif, sedangkan besarannya dapat berbeda-beda pada waktu mengukur
berulang kali (Contoh 1 & 2).
3.2. Ralat Sistematis didefinisikan sebagai penyimpangan yang dalam keadaan- keadaan serupa
selalu mempunyai tanda yang sama dan sering juga memiliki besar yang sama (Contoh 3).
Ralat kebetulan sering kali dapat dibatasi dengan berkali-kali mengulangi
pengamatan itu dan menghitung nilai rata- ratanya. Cara kerja itu dalam praktikum fisika
dasar kurang praktis, karena itu kita bekerja dengan ‘pap’ yang disebut ralat yang mungkin.
Besar ralat sistematis dalam beberapa hal mudah ditentukan dan dalam hal ini
seharusnya kita menghitung koreksi untuk memperbaiki hasil pengukuran (Contoh 3). Tetapi
seringkali perlu mengadakan analisa teoritis atau perluasan penelitian yang cukup mendalam,

5
misalnya mengulangi pengukuran dengan cara yang berbeda. Karena itu dalam praktikum
fisika dasar biasanya dianggap cukup kalau sumber-sumber ralat sistematis dipahami, tanpa
menghitung besarnya (kecuali dalam hal yang mudah). Dan yang dimaksud dengan
perhitungan ralat ialah biasanya perhitungan ralat kebetulan.

4. RALAT YANG MUNGKIN


Ralat yang mungkin dapat dirumuskan sebagai separuh selang terkecil yang di
dalamnya terletak nilai yang dicari. Perlu kita menyadari batas kepastian itu: asal kita tidak
terlalu optimis menilai ralat itu. Kita dapat memberi definisi lain, yakni ralat terbesar yang
dianggap dapat terjadi dalam keadaan yang berlaku.
Tetapi yang paling ditekankan adalah kepastiannya, bukan kemungkinannya. Karena
itu ralat yang mungkin selalu dibulatkan keatas.
Kelemahan ralat yang mungkin adalah bahwa kita selalu menentukan ralat yang
lebih besar daripada yang masuk akal. Dengan demikian, kita tidak menggali seluruh
keterangan yang terdapat dalam pengamatan. Keuntungannya, salah satu yang terpenting
(yang bersangkutan dengan cara menyatakan ralat yang mungkin hanya dengan satu angka
atau paling banyak dua angka) ialah penghematan perhitungan seperti seperti tampak pada
contoh di bawah ini.

5. MELAPORKAN HASIL YANG MUNGKIN


5.1. Satuan dan Desimal
Hasil akhir kita laporkan sebagai suatu bilangan plus atau minus ralat yang mungkin,
dengan satuannya menurut S.I.
Kelipatan desimal satuan itu dituliskan dengan pangkat sepuluh (atau dengan
awalan), sedemikian rupa sehingga pangkat itu takterlihat tandanya merupakan kelipatan
3.
Jadi : (10,2  0,1) cm menjadi (102  1) 10-3 m.
Ralat yang mungkin dinyatakan dengan satu angka saja (terlepas dari angka- angka
nol dimuka angka itu), dengan pengecualian : antara 10 sampai 25 dua angka.
Jumlah angka dalam hasil akhir dibatasi oleh ralat yang mungkin, maka sampai
denagn angka yang mengandung ketidakpastian : 34,256  0.1 tidak diperkenankan!
semestinya 34,3  0,2.
Bilamana angka terakhir itu angka nol, maka nol itu juga dituliskan : bukan 10  0,1
melainkan 10,0  0,1.

5.2. Ralat Nisbi


Kadang- kadang ralat yang mungkin dilaporkan sebagai ralat nisbi atau ralat relatif,
yaitu ralat yang mungkin dibagi bilangan yang mengandung ralat itu, dalam rumus : k=
∆a/a. Ralat relatif itu sering dinayatakan dalam %
Akan tetapi kita tidak boleh menuliskan a  k%, karena a memiliki dimensi
sedangkan k tidak!
Notasi yang boleh digunakn : a (1  k%)
Bilamana hasil pengamatan misalnya a= 10,0 . 10-3m dan ralat ∆a = 0,1.10-3 m, maka
kita dapat menyatakan ralat nisbi (yang mungkin) besarnya 1%

6
6. KELANJUTAN RALAT DALAM PENGOLAHAN HASIL PENGUKURAN
MENJADI HASIL AKHIR
Seringkali hasil pengukuran harus diolah lebih lanjut untuk memperoleh hasil akhir
yang dituju dengan pengukuran itu. Dalam hal ini ralat pengukuran mempunyai kelanjutannya
dalam hasil akhir, dan perhitungan hasil itu harus meliputi perhitungan ralat di dalamnya.

6.1. Contoh : isi sebuah balok


Untuk mengetahui isi sepotong logam yang siku-siku, kita mengukur sisinya.
Misalnya :
a  ∆a = (200  1) 10-3m
b  ∆b = (100  1) 10-3m
c  ∆c = (300  1) 10-3m
Isinya kita hitung dengan cara :
V = a . b . c = 200 . 100 . 300 .10-9 = 6 . 10-3 m3
Sekarang ditanyakan : berapakah besar ralat yang mungkin?
Kita boleh menghitung nilai maksimum dan minimum V, lalu melaporkan separuh
selisihnya sebagai ralat. Perhitungan cara itu agak memakan waktu, karena perlu dibuat
dengan teliti. Akan tetapi ralat ∆V tidak perlu dihitung sangat teliti, maka kita dekati dengan:
∆V = bc∆a + ac∆b + ab∆c. (Selidikilah!), sehingga :
∆V = (3.104 . 1 + 6.104 . 1 + 2.104 . 1) 10-9 = 11.10-5 m3
Hasil itu menurut perjanjian dibulatkan menjadi 0,15 . 10-3 m3, jadi V = (6,00  0,15) 10-
3
m3. Perhitungan itu dapat menjadi lebih sederhana kalau kita beralih menggunakan ralat
nisbi.

6.2. Kaidah Menghitung Ralat


Selanjutnya kita akan menurunkan beberapa kaidah untuk menghitung ralat dalam
hasil akhir, yaitu untuk jumlah dan selisih dua besaran, untuk hasil kali dan hasil bagi, serta
untuk suatu pangkat n. karena banyak perhitungan merupakan gabungan hal-hal tersebut,
seringkali ralat yang mungkin dapat dituliskan dengan mudah kalau kaiadah ini dipakai.

6.2.1. Ralat dalam Jumlah


Andaikan suatu beasaran F merupakan jumlah 2 besaran a dan b, yang masing- masing
mengandung ralatnya, F = a+b
Maka ralat dalam F adalah jumlah ralat dalam a dan b : ∆F = ∆a + ∆b
Bukti :
F max = a + ∆a + b + ∆b
F min = a - ∆a + b - ∆b
∆F = (F max - F min ) / 2 = ∆a + ∆b

6.2.2. Ralat dalam Selisih


Kalau F = a – b, maka F = ∆a + ∆b
Bukti :
F max = a + ∆a - b + ∆b
F min = a - ∆a - b - ∆b
∆F = (F max - F min ) / 2 = ∆a + ∆b

7
6.2.3. Ralat dalam Hasil Kali
Kalau F = a . b, maka ∆F/F = ∆a/a + ∆b/b
Bukti :
F max = (a + ∆a) (b + ∆b) = a . b + a . ∆b + b . ∆a + ∆a . ∆b
F min = (a - ∆a) (b - ∆b) = a . b - a . ∆b - b . ∆a - ∆a . ∆b
∆F = (F max - F min ) / 2 = a . ∆b + b . ∆a
Jikalau kita beralih kepada ralat nisbi dengan membagi dengan a . b = F, maka hasilnya
∆F/F = ∆b/b + ∆a/a
Atau : F = a(1  %) x b(1  %) = ab (1  (+)%)

6.2.4. Ralat dalam Hasil Bagi


Kalau F = a/b, maka ∆F/F = ∆a/a + ∆b/b
Bukti :
𝑎+ ∆𝑎 𝑎− ∆𝑎
𝐹𝑚𝑎𝑥 = 𝑏+ ∆𝑏 , 𝐹𝑚𝑖𝑛 = 𝑏+ ∆𝑏
1 𝑎 + ∆𝑎 𝑎 − ∆𝑎 𝑏. ∆𝑎 + 𝑎. ∆𝑏
𝐹= ( − )= 2
2 𝑏 − ∆𝑏 𝑏 + ∆𝑏 𝑏 − (∆𝑏)2
Jikalau kita mengabaikan (∆b) terhadap b2 daan beralih lagi kepada ralat nisbi, maka
2

sekali lagi kita peroleh :


∆F/F = ∆a/a + ∆b/b
𝑎 (1 ± 𝛼%) 𝑎
Atau : 𝐹 = 𝑏 (1 ± 𝛽%) = 𝑏 (1 ± (𝛼 + 𝛽)%)

6.2.5. Ralat dalam Pangkat n


Kalau F = an, maka ∆F/F = n(∆a/a)
Bukti :
Fmax = (a + ∆a)n = an + n . an-1 . ∆a + …….
Fmin = (a - ∆a)n = an - n . an-1 . ∆a + …….

7. MENGHITUNG RALAT DENGAN DIFERENSIAL TOTAL


Menghitung ralat dapat kita anggap sebagai mencari perubahan dalam besaran F .
(a, b, c, …..) sebagai akibat perubahan kecil dalam perubahan-perubahan a, b, c, …. Jikalau
F merupakan fungsi dua peubah a dan b, yang dapat dideferensialkan, maka bagi perubahan
kecil dalam a dan b berlaku deret Taylor :

𝜕𝐹 𝜕𝐹 1 𝜕2 𝐹 𝜕2 𝐹
∆F (a,b) = F (a + ∆a, b + ∆b) – F (a,b) = ∆𝑎 + ∆𝑏 + ( (∆𝑎)2 + 2 𝜕𝑎2 ∆𝑎 ∆𝑏 +
𝜕𝑎 𝜕𝑏 2 𝜕𝑎2
𝜕2 𝐹
(∆𝑏)2 ) + pangkat ∆a dan ∆b yang lebih tinggi ………. (0-1)
𝜕𝑏 2

Arti ∂F/∂a ialah hasil bagi diferensial parsial dari F ke a, sambil semua peubah lain
(b dan lain-lain kalau ada) tetap. Sebagi contoh deret (0 – 1) kita membicarakan suatu fungsi
satu peubah saja. Diminta menentukan ralat dalam luas lingkaran F (r) = r2, sebagai akibat
ralat dalam jari – jarinya.

𝑑 (𝜋𝑟 2 ) 1 𝑑2 (𝜋𝑟 2 )
∆F (r) = ∆(r2) = ∆𝑟 + (∆r)2
𝑑𝑟 2 𝑑𝑟 2

8
= 2r∆r + (∆r)2 ……………………………………………………… (0-2)

Turunan yang lebih tinggi jadi nol semua (selidikilah !)


Arti rumus (0-2) dapat dilihat dalam grafik ini !

r2
D


C A

r r + ∆r r
Gambar 0-5

dF/dr = tg  = AB/AC, maka AB = tg , AC = 2r∆r dan RD = ∆F (r) - 2r∆r = (∆r)2


Kita membatasi uraian kita untuk ralat yang kecil, jadi pangkat dua ke atas boleh kita
abaikan. Dalam contoh ini, (∆r)2 << ∆r, dengan kata lain suku (∆r)2 = DB hanya merupakan
koreksi kecil terhadap 2r∆r = AB.
Asal ∆r cukup kecil, maka dengan pendekatan kita dapat menyamakan
∆F (r) = tg  . ∆r = 2r∆r,
Misalnya ∆r/r = 1/10 , maka :
𝐷𝐵 𝜋(𝑟)2 1 ∆𝑟 1
= = . = =5%
𝐴𝑃 2𝜋𝑟∆𝑟 2 𝑟 20
Kesalahan yang timbul karena pendekatan tersebut dalam hal ini sebesar 5% dan itu cukup
kecil untuk perhitungan ralat.

9
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan dapat kita rumuskan dalil :
Jikalau F = F (a, b, c, ….. ) dan terdapat ralat kecil dalam a, b, c, …. , maka untuk ralat
dalam F berlaku :
𝜕𝐹 𝜕𝐹 𝜕𝐹
∆𝐹 = |𝜕𝑎| ∆𝑎 + |𝜕𝑏 | ∆𝑏 + | 𝜕𝑐 | ∆𝑐 + ⋯ (0-3)
Dengan syarat praktis supaya pendekatan berlaku :
∆𝑎 ∆𝑏 ∆𝑐 1
, , ,… ≤
𝑎 𝑏 𝑐 10
Kita telah menambahkan garis mutlak dalam rumus (0-3), alasannya karena kita ingin
menentukan ralat maksimum yang mungkin terjadi, sebagai akibat penyimpangan-
penyimpangan dalam a, b, c, …
Maka kombinasi ralat maksimal terjadi kalau semua suku dalam (0-3) sama tandanya,
dengan kata lain ralat dalam tiap-tiap peubah menyebabkan F menyimpang dalam arah yang
sama.
Memang dalam hal tertentu biasanya tidak semua tanda ralat sama, sehingga ada yang
saling melawan pengaruhnya sehingga ralatnya tidak sebesar ralat yang mungkin yang kita
hitung. Tetapi karena tanda ralat tidak diketahui, kita harus memperhitungkan kemungkinan
bahwa semua ralat saling menambah.

8. MENENTUKAN RALAT SECARA GRAFIS


Sebelum mebicarakan cara menentukan ralat secara grafis, perlu kita mengetahui cara
menggambar grafik dulu.
8.1. Metode Angka Tidak Berdimensi
Dalam suatu grafik secara matematis hanya angka saja dapat diwakili. Ini berarti
bahwa pada sumbu-sumbu harus dijelaskan bagaimana hubungan antara titik-titik dalam
grafik dan besaran yang diukur secara percobaan.
Semua besaran yang diukur dapat dianggap sebagai hasil kali dari angka dan satuan.
Atau kalau besaran yang diukur akan dibagikan oleh satuannya hasil yang dicapai adalah
angka. Besaran / satuan dapat digunakan untuk menjelasakan arti sumbu grafik. Sehingga
angka yang dihitung dapat mewakili hasil pengukuran dalam grafik.
Misalnya :
Hasil pengukuran Besaran / satuan Angka
m/g 10,3
m = 10,3 g → m/g = 10,3 -3
m/10 kg 10,3
I/mA 340
I = 340 mA → I/mA - 340
I/A 0,340

Sebaiknya metode ini juga digunakan untuk merekam hasil pengukuran dalam suatu
tabel. Besaran / satuan dapat dituliskan di atas kolom yang bersangkutan. Ini berarti bahwa
apa yang akan tertulis di dalam tabel menjadi sesederhana mungkin dan mudah
terintepretasi. Disamping itu adalah hubungan langsung antara isi tabel dan grafik yang
dibuat berdasarkan data itu.

8.2. Menggambar Grafik


Kalau kita akan membuat grafik berdasarkan hasil pengukuran, sebaiknya hasil itu
disusun dalam tabel dulu. Sebagai contoh, kita mengambil suatu percobaan elastisitas

10
(tabel 0-1). Di dalam kolom pertama tercatat gaya yang menarik kepada seutas kawat, dan
dalam kolom kedua perpanjangan yang diukur akibat gaya itu. Karena ralat untuk semua
titik pengukuran sama, maka dicatat sekali di bagian atas tabel.
Tabel 0-1
F l
 1N  0,05 . 10-3 m
5 0,25
10 0,40
15 0,60
20 0,75
25 1,10
30 1,45

1.6

1.4
x 10-3m
1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
0 5 10 15 20 25 30 35

F/N
Grafik 0-1

Untuk menggambar grafik, ikutilah pedoman berikut :


(1) Sediakan kertas berkotak
(2) Pilihlah nilai skala dan gambarlah salib sumbu
(3) Catatlah besaran, satuan, seta beberapa angka pada sumbu
Biasanya peubah bebas digambar sepanjang sumbu horizontal, sedangkan yang tak bebas
digamabr vertical.
Nilai skala dan angka harus dipilih supaya grafik mudah dibaca, dan agar ketelitian
menggambar grafik tidak menambah ralat. Nilai skala yang baik misalnya 1N  1, 2, atau
5 kotak. Jangan 1N 2 kotak serta 0,1 . 10-3m  1 kotak.
Nilai skala dalam cm atau mm tidak perlu dicatat, sudah jelas dari gambar. Tetapi
penjelasan perihal grafik itu harus dituliskan di bawahnya.
(4) Gambarlah titik – titik dengan jelas

11
Setepat-tepatnya titik dikelilingi persegi panjang ralat (lihat contoh). Arti persegi panjang
ralat ialah bahwa nilai betul mungkin terletak di mana-mana di dalam daerah itu. Kalau
persegi panjang ralat tidak dapat digambar, maka titik diterangkan dengan lingkaran,
segitiga, tanda plus, dsb, yang tidak ada hubungan langsung dengan besar ralat.
(5) Gambarlah garis yang “lurus”, yang sedapat mungkin melalui titik – titik yang diukur,
mengingat teori maupun ralat.

Menurut hukum Hooke, grafik perpanjangan sebagai fungsi beban harus merupakan
garis lurus. Keempat titik pertama cocok dengan hukum tsb. Akan tetapi kedua yang terakhir
terlalu menyimpang. Maka kita dapat menarik kesimpulan, bahwa hukum hooke tidak
berlaku bagi gaya lebih besar daripada 20 N. disini nampak jelas pentingnya penguraian
ralat. Kalau tidak dipastikan dulu seberapa besar ralat yang mungkin, maka kita tidak akan
dapat memutuskan apakah penyimpangan itu berarti hukum alam tidak berlaku., ataukah
hanya disebabkan karena pengukuran kurang teliti. Perhatikan juga bahwa dalam contoh ini
garis harus melalui pusat sumbu.
8.3 Menyisipkan dan menambahkan (interpolasi dan ekstrapolasi)
Waktu menggambar garis grafik, kita menyisipkan titilk-titik yang tidak diukur
diantar yang diukur. Lalu kita membaca perpanjangan berapakah yang terjadi sebagai
akibat sembrang gaya., tanpa perlu mengukurnya. Juga tidak perlu menghitung atau
mengetahui hubungan antara peubah-peubah dalam bentuk analitis.
Demikian pula garis grafik dapat diteruskan sampai diluar daerah di mana telah
diadakan pengukuran, dengan kata lain menambahi panjangnya grafik. Dalam hal itu
ketelitian berkurang, antara lain karena tidak pasti bentuk mana akan diikuti grafik diluar
daerah yang diukur, misalnya dalam contoh kita berlakunya hukum Hooke terbatas,
sehingga grafik tidak boleh ditambahkan lurus saja.

8.4 Meluruskan (melinierkan) grafik


Seringkali kita menginginkan supaya grafik merupakan garis lurus, antara lain
karena itu sangat mempermudah penyisipan dan penambahan. Karena itu sedapat-
dapatnya fungsi dilinearkan sebelum grafiknya dibuat. Di bawah ini kami memberikan
beberapa fungsi y(x) yang dapat dilinearkan dengan mudah.
𝑝
(1) 𝑦 =
𝑞𝑥+𝑟
Kita dapat menulis z = 1/y = (q/p)x + r/p, lalu z merupakan fungsi linear dari x. Maka
grafik 1/y terhadap x, ialah garis lurus.

(2) 𝑦 = 𝐴𝑟 𝑥
Fungsi ini ditulis sebagai ln y = x + ln A. jelaslah, bahwa grafik ln y terhadap x
merupakan garis lurus. Dalam hal ini dapat dimanfatkan kertas grafik yang sudah
mempunyai skala logaritmis pada satu sisi.

(3) y = A ..n+ B
dijadikan ln(y-B) = n lnx + lnA. Maka graik ln(y-B) terhadap lnx adalah lurus, dan kita
dapat memanfaatkan kertas logaritmis dua sisi.

8.5 Penggunaan grafik untuk menentukan ralat

12
8.5.1 Kemiringan rata-rata
Sebuah seri pengukuran dapat digunakan untuk menentukan nilai dari tetapan
fisis tertentu. Hal ini dapat dilakukan secara analitis tetapi seringkali metode grafis lebih
berguna., terutama untuk grafik fungsi linear atau fungsi-fungsi lain yang dapat ditentukan.
a. Melalui grafik dapat dilihat langsung apakah semua hasil pengukuran dapat diterima
atau apakah ada titik ukur yang menyimpang terlalu jauh dari grafik dan dapat
diabaikan.
b. Garis lurus dapat digambarkan denagn memperhatikan luas bagian persegi panjang
ralat diatas garis kira-kira sama dengan luasnya dibawah. Dari grafik ini kemiringan
rata-rata dapat ditentukan langsung.
c. Nilai tetapan fisis dapat dihitung melalui kemiringan rata-rata
Contoh : menurut termodinamika ada hubungan antara nilai tetapan kesetimbangan K
dari suatu reaksi dan suhu T
∆𝐻°
ln K = 𝑅𝑇 + p …………………………………. (0-4)
dengan ∆H0 = entalpi reaksi
p = tetapan untuk jangkauan suhu terbatas

Berarti bahwa bahwa hubungan antara K dan T dapat dinyatakan sebagai fungsi
linier dari ln K terhadap 1/T dan grafiknya berupa garis lurus. Lihat grafik 0-2, dari
kemiringan dapat dihitung nilai ∆H0, yang mempunyai arti fisis.

diabaikan
(3,00 ; -0,86)
-1

ln K

(4,06 ; -2,10)

-2

3,0 1000 K/T 3,5 4,0

Grafik 0-2 Kemiringan Grafik


Kemiringan rata – rata yang ditentukan dari grafik ini
∆(ln 𝐾) −2,10−(−0,86)
= (4,06−3,00) .10−3 𝐾 −1
= -1,17 . 103 K
∆ (1⁄𝑇)

Catatan : gunakan panjang garis lurus seluruhnya untuk penentuan kemiringan sehingga
memperkecil ralat pembacaan. Makin panjang garis lurus yang digunakan untuk
menentukan kemirinagn, makin kecil ralat pembacaan.

8.5.2 Ralat dalam Kemiringan

13
Untuk menentukan ralat dalam kemiringan dapat digambarkan garis lurus yang
paling curam dan garis lurus yang paling landai yang masih melewati persegi panjang ralat.
Dari kedua garis lurus tersebut dapat dihitung nilai rata-rata dan ralat.

(3,00;-0,79)
(3,00;-0,97)
-1

ln K

(4,05;-1,94)
-2
(4,05;-2,20)

3,0 3,5 4,0

1000 K/T
Grafik 0-3 Ralat dalam Kemiringan

Grafik 0-3 diperoleh dengan menggunakan data dari Grafik 0-2. Hasil yang
ditemukan dari grafik ini (periksa sendiri)
Paling curam : -1,34 .103 K
Paling landai : -0,924 . 103 K
Maka kemiringan = -1,13  0,210 .103 K

9. LATIHAN TENTANG PERHITUNGAN RALAT


Secara umum untuk latihan masing-masing :
 Rangkum hasil pengukuran serta perhitungan dalam satu tabel
 Gunakan metode “angka tidak berdimensi” (lihat 8.1) sehingga dalam tabel dan grafik
hanya angka saja akan muncul.
1. a. Ukurlah panjang, lebar, dan tinggi dari balok yang akan diberikan dengan
menggunakan sebuah penggaris !
Ulangi semua pengukuran 3 kali dan hitunglah nilai rata-rata serta periksalah ralat
dalam semua pengukuran dari balok tsb.
b. Hitunglah volume dari balok dan ralat dalam nilai volume
(i) Gunakan metode dari 6.1 (ralat mutlak dihitung)
(ii) Gunakan metode dari 6.2.3 (ralat nisbi dihitung)
(iii) Bandingkan kedua metode ini, metode mana yang lebih mudah digunakan?
2. a. Ulangi latihan 1 dengan menggunakan sebuah jangka sorong (dengan skala
nonius) sebagai pengganti penggaris.
Gunakan metode perhitungan yang paling cocok untuk menghitung ralat mutlak dan
ralat nisbi !
b. Bandingkan angka penting dan besarnya ralat pada kedua cara pengukuran ini!
3. Periksa cara penggunaan dan pembacaan volume dari suatu buret bervolume 50ml.
Perkirakanlah :

14
(i) Ralat pembacaan
(ii) Ralat penyesuaian (paralaks) untuk buret ini.
4. Menurut perusahaan ketelitian volume total dari suatu buret bervolume 50 ml adalah
sampai 0,25%
a. Hitunglah besar
(i) Ralat sistematis yang maksimal dalam volume yang keluar dari buret kalau
pembacaan skala yng dihasilkan adalah : awal = 2,41 ml; akhir = 14,88 ml
(ii) Ralat kebetulan yang maksimal dalam volume yang keluar dari buret kalau
pembacaan skala yng dihasilkan adalah : awal = 2,41 ml; akhir = 14,88 ml
b. Cara mana yang dapat digunakan untuk mengurangi:
(i) Ralat sistematis
(ii) Ralat kebetulan pada penggunaan buret
5. Dalam sebuah laporan ditemukan hasil pengukuran dan penghitungan berikut :
 Suhu laboratorium : 26,30  0,2
 Arus listrik : (3  0,2) A
 Perbedaan potensial : 100  5 . 103 V
 Kalor yang dilepaskan : 3346  128 J
 Kalor jenis : (0,88  0,038) J.K-1.g-1
= 0,9 (1  0,04) J.K-1.g-1
Perbaiki cara penulisan data tersebut !
6. a. Tentukan massa dari balok A dengan menggunakan neraca pegas!
b. Perkirakan ralat dalam dalam massa yang diukur!
c. Hitunglah kerapatan dari balok ini dengan menggunakan hasil dari Latihan 1!
d. Hitunglah ralat mutlak dan ralat nisbi dalam nilai kerapatan!
e. Pengukuran manakah (volume atau massa) yang menyumbangkan paling banyak
terhadap ralat dalam kerapatan?
f. Ulangi c, d, dan e denga menggunakan hasil dari Latihan 2!
g. Pengukuran manakah ang perlu diperbaiki lebih dahulu (massa atau volume) agar
nilai kerapatan dapat ditentukan denagn lebih teliti?
7. Ulangi Latihan 6 dengan menggunakan neraca beban atas (top loading balance)!
8. Arus listrik sebesar (2,7  0,2)A mengalir lewat hambatan sebesar (57  1)  selama 4
menit  5 detik.
a. Hitunglah kalor yang dilepaskan dan ralat dalam nilai ini dengan menggunakan
metode diferensial total (7.2 persamaan 0-7)!
b. Periksa apakah syarat praktis untuk pendekatan ini dipenuhi!
c. Pengukuran manakah yang harus diperbaiki lebih dulu agar ralat menjadi lebih kecil?
d. Jika ralat dalam pengukuran yang menyumbang paling banyak terhadap besarnya
ralat total menjadi 10 kali lebih kecil, berapa besar ralat total dalam perhitungan kalor
yang dilepaskan?
9. a. Gunakan metode diferensial total untuk menghitung kerapatan di balok A
dengan menggunakan data dari Latihan 6
b. bandingkan besar ralat yang dihitung sekarang dengan besar ralat yang dihitung pada
Latihan 6. Beri komentar!
c. bandingkan cara perhitungan dan hasil yang tercapai sekarang dengan metode dan
hasil Latihan 6. Metode manakah yang lebih mudah digunakan? Beri alasan!
10. a. periksa apakah tabel 0-1, sesuai dengan metode “angka tidak berdimensi”

15
(8.1), kalau tidak : perbaikilah (juga dalam pedoman)!
b. periksa apakah grafik 0-1 sesuai dengan:
(i) data yang diberikan dalam tabel 0-1
(ii) metode “angka tidak berdimensi”
(iii) kaidah – kaidah (1) – (4)
kalau tidak, perbaiki grafiknya!
11. Jelaskan arti fisis dari titik (4,06 ; -2,10) dalam grafik 0-2 (8.5.1)!
Berapakah nilai dari K dan T yang diwakili oleh titik ini?
12. Periksa apakah catatan pada akhir 8.5.1 masuk akal?
Untuk itu, bandingkan ketelitian perhitungan kemiringan dari grafik 0-2 (8.5.1) jika
bagian ln K antara 1,6 dan -2,0 saja akan digunakan dengan hal yang dihitung dalam 8.5.1
13. a. Kemiringan rata-rata yang ditemukan dalam 8.5.1 berbeda dengan nilai
yang ditemukan dalam 8.5.2. Mengapa demikian?
b. Hitunglah nilai ∆H⁰ (persamaan 0-4) dan ralat dalam nilai ini!
c. Hitunglah nilai q (persamaan 0-4) dan ralat dala nilai ini!
14. Sebuah pegas diregangkan oleh beban yang bervariasi. Panjang pegas diukur sebagai
fungsi besarnya beban. Hasil yang tercapai berikut :
Beban /g 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0
Panjang /cm 31,5 31,9 33,1 33,7 35,9 36,8 37,5
Diketahui:
* ketelitian pengukuran panjang sampai  0,2 cm
* ralat massa beban  0,3 g untuk semua beban dar 5,0 g
a. buatlah tabel dengan nilai dari regangan pegas ∆L sebagai fungsi massa beban m serta
ralat dalam nilai- nilai ini!
b. Gambarlah sebauh grafik dari ∆L sebagai fungsi m termasuk besarnya ralat untuk
semua titik ukur!
c. menurut teori berlaku ∆L = k . m, dengan k adalah tetapan pegas …. (1)
tentukan secara grafis :
(i) Nilai dan satuan dari k
(ii) Ralat dalam nilai k berdasar nilai kemiringan maksimal da minimal yang
mungkin berdasarkan letak titik ukur dan ralat dalam letak titik ukur ini
d. Periksa apakah kesalahan sistematis akan muncul kalau rumus (1) akan digunakan
untuk menghitung kelakuan dari pegas ini! Kalau ini terjadi coba turunkan persamaan
lain untuk ∆l, sebagai fungsi fungsi m sehingga ralat sistematis ini tidak akan muncul.
e. Jelaskan arti fisis dari suku-suku dalam persamaan yang diturunkan pada d!
f. Kemudian sebuah jeruk dipasang pada pegas ini. Panjang pegas yang diukur 37,3 cm.
Tentukan massa dari jeruk dan besarnya ralat dalam massa ini dengan menggunakan
:
(i) Grafik
(ii) Persamaan yang diturunkan
g. Bandingkan kedua cara penentuan massa jeruk. Beri komentar yang manakah lebih
mudah digunakan!
15. Hitunglah luas dan ralat luas untuk micrometer skrup!
16. Hitunglah ralat massa untuk neraca Mettler!

16
3. PENGARUH SUHU TERHADAP
KESETIMBANGAN; KALORIMETRI TAK
LANGSUNG
1. LATAR BELAKANG
Kita akan menentukan kelarutan PbCl2 dalam air pada beberapa suhu yang
berbeda. Dari sini dapat dihitung nilai tetapan kesetimbangan K sebagai fungsi suhu untuk
kesetimbangan :
PbCl2 ↔ Pb2+(aq) +2Cl- K = [Pb2+] [Cl-]2 ………… (1)
Menurut termodinamika berlaku :
∆G⁰ = R T lnK ……………………………………………………… (2)
Dan dari ini dapat ditentukan :
∆𝐻° 1 ∆𝑆°
log K = × + … … … … … … … … … … … … … … … … … (3)
19,15 𝑇 19,15

Jadi dari grafik log K sebagai fungsi 1/T dapat ditentukan nilai baku untuk entalpi
pelarutan dan entropi pelarutan PbCl2. Ini berarti nilai untuk entalpi dan entropi reaksi dapat
dientukan tanpa melakukan percobaan kalorimetrik sama sekali.
Kelarutan PbCl2 akan ditentukan dengan mengambil volume tertentu dari
kelarutan PbCl2 yang jenuh dan melekatkannya melalui suatu penukar kation dalam bentuk
asam. Kemudian jumlah asam yang dibebaskan oleh Pb2+ akan diukur secara volumetrik.

2. CARA KERJA
A. Persiapan Larutan Jenuh PbCl2 pada Suhu-Suhu yang Berbeda
(satu larutan untuk semua kelompok)

Buatlah larutan – larutan PbCl2 jenuh pada suhu kira-kira 0oC, 30oC (sedikit di atas
suhu laboraatorium), 45oC, dan 60oC menurut cara berikut:
Suhu (oC) 0 30 45 60
Massa PbCl2 (g/100ml) 2 2,5 3 4

Larutkan PbCl2 (sesuai tabel) dalam gelas piala 250 ml. tempatkan larutan ini dalam
thermostat masing-masing dan biarkan sampai kesetimbangan kelarutan tercapai (minimal
1 jam). Pada awalnya aduklah beberapa kali sehingga kesetimbangan termal akan cepat
tercapai.
Ukurlah suhu masing-masing larutan tiap 15 menit selama praktikum, untuk
memperkirakan besarnya fluktuasi dalam nilai ini.

B. Persiapan Penukar Ion (setiap kelompok)

17
Timbanglah kira-kira 6 g Amberlite IR-120 dalam bentuk asam, dekantasi penukar
ion beberapa kali dalam air, sampai tidak bereaksi asam lagi dengan indikator jingga metil.
Masukkan ke dalam tabung penukar ion, 10 ml air dan kemudian tempatkan di dalamnya
sebuah sumbat kapas kecil. Usahakan aliran air satu tetes per detik. Tuanglah di atasnya
suspensi penukar ion dan tutupi kolom penukar ion dengan sebuah sumbat kapas kecil.
Periksa sekali lagi air yang keluar dari kolom sampai tidak bereaksi asam lagi
terhadap indikator jingga metil (jangan lupa untuk memeriksa sebelumnya pH air yang
dipakai cukup tinggi untuk bereaksi basa dengan jingga metil).
Kapasitas kolom ini cukup untuk melaksanakan satu penentuan konsentrasi PbCl2
untuk setiap suhu.

Perhatikan bahwa :
1. Selama semua percobaan kolom penukar ion harus selalu tercelup seluruhnya di
dalam air.
2. Volume air di atas kolom sesedikit mungkin sebelum larutan PbCl2 dimasukkan,
sehingga waktu yang diperlukan untuk melewatkan larutan ini melalui penukar ion
secara kuantitatif menjadi sependek mungkin.
3. Kecepatan elusi cairan lewat kolom tidak lebih dari satu tetes per detik.
4. Kristal PbCl2 tidak akan terbentuk di dalam penukar ion (karena sulit untuk
melarutkannya kembali).

C. Penentuan Konsentrasi PbCl2 (per kelompok)


Ukurlah suhu dari larutan jenuh PbCl2 dan pipetlah dari larutan ini (tanpa kristal) ke
dalam gelas piala kecil. Perhatikan bahwa bila larutan panas kristalisasi belum mulai
terbentuk di dalam pipet. Untuk itu pipet boleh dipanaskan di dalam thermostat, tetapi
pastikan pipet tetap kering di dalam karena tidak mungkin untuk membilas sebelumnya
dengan larutan yang panas.
Tambahkan cukup air untuk larutan yang panas sehingga Kristal tepat tidak akan
terbentuk pada pendinginan, tetapi usahakan volumenya tinggal sekecil mungkin.
Pindahkan seluruh larutan ke dalam kolom dan alirkan larutan ini ke dalam kolom.
Kemudian bilaslah beberapa kali dengan sedikit air sampai cairan yang keluar tidak bereaksi
asam lagi dengan jingga metil (kira-kira membutuhkan 50 ml air jika dibilas dengan teliti).
Titrasilah semua larutan yang keluar dari penukar ion dengan NaOH 0,1M dengan
menggunakan indikator metil red (mengapa tidak sebagian dari larutan yang keluar
dipipetkan untuk menentukan konsentrasi?)
Lakukan penentuan ini untuk semua suhu. Diskusikanlah kelompok yang satu
dengan yang lain, siapa yang akan memulai dengan suhu tertentu untuk memastikan pada
akhir praktikum kelompok bersama akan memperoleh data yang lengkap.
Catat volume NaOH yang diperlukan pada masing-masing suhu di papan tulis. Data
ini diperlukan dalam penyelesaian laporan (pertanyaan 9).

D. Regenerasi Penukar Ion (dilakukan laboran)


Masukkan semua penukar ion yang dipakai oleh seluruh kelompok ke dalam satu
tabung dan dibilas dengan HNO3 2M sampai larutan yang keluar bereaksi negative terhadap
Pb2+

3. TUGAS AWAL

18
1. Mengapa penukar ion di dalam tabung tidak boleh menjadi kering?
2. Mengapa sebaiknya baru mulai perpindahan larutan PbCl2 ke atas penukar ion pada saat
sedikit air saja masih tersisa di atas kolom?
3. Sesudah dipipet ke dalam gelas piala, air harus ditambahkan untuk larutan panas
sehingga Kristal tidak akan terbentuk. Apakah ini tidak akan menyebabkan hasil yang
salah, karena hal ini akan menyebabkan konsentrasi PbCl2 menjadi berubah?
4. a. berapa besar nilai log K bila kelarutan PbCl2 = p ml/L?
b. hasil percobaan yang ditemukan seorang mahasiswa :
untuk titrasi larutan yang diperoleh dari 10 ml larutan PbCl2 jenuh yang dilewatkan
pada penukar ion, diperlukan 9,48ml NaOH 0,0935 M. hitunglah berdasar hasil ini
(perhatikan angka penting) : kelarutan PbCl2 (1) dan log K pada suhu yang berlaku
(2)
5. mengapa tidak dapat dipakai penukar anion dalam bentuk basa untuk menentukan
konsentrasi PbCl2?
6. Sehubungan dengan keselamatan praktikum :
a. Apakah diperlukan tindakan tertentu?
b. Apakah limbah boleh dibuang begitu saja dalam wastafel?
7. Buatlah diagram alir untuk percobaan ini!

4. PENYELESAIAN LAPORAN
8. Turunkan persamaan (3) dari persamaan (2)!

9. a. Hitunglah untuk masing-masing suhu, berdasar hasil dari seluruh kelompok :


(i) nilai rata-rata volume NaOH yang digunakan dan ralat dalam nilai ini!
(ii) Nilai rata-rata kelarutan PbCl2 dan ralat dalam nilai ini!
(iii) Dari hasil di atas, hitung nilai log K dan ralat dalam nilai ini!
b. Tentukan juga fluktuasi dalam T dan 1/T!
c. Kumpulkan dalam sebuah tabel mulai untuk kelarutan PbCl2, log K, dan ralat dalam
nilai log K serta nilai untuk T, 1/T, dan fluktuasi dalam 1/T!

10. a. Gambarkan sebuah grafik dari log K sebagai fungsi 1/T (gunakan skala
yang cocok). Untuk semua titik tunjukan juga persegi panjang ralat!
b. tentukan dari grafik ini :
(i) nilai rata-rata dari ∆H⁰ dan ∆S⁰!
(ii) ralat dalam nilai-nilai ini!

11. Apakah yang dapat disimpulkan tentang reaksi (1) dari nilai ∆H⁰, ∆S⁰, dan ∆G⁰ yang
ditemukan? (misalnya tentang kalor reaksi, kemungkinan terjadinya reaksi, dst)

12. Carilah nilai untuk ∆H⁰ dan ∆S⁰ dalam literatur (sebutkan sumbernya)! Bandingkan
nilai yang ditemukan dalam percobaan ini dengan nilai literatur! Beri komentar!

13. Apakah mungkin kita menemukan nilai ∆H⁰ untuk reaksi (1) secara kalorimetri! Kalau
mungkin, gambarlah garis besar percobaan ini! Kalau tidak, beri alasan!

19
14. Bandingkan hasil yang anda temukan (volume NaOH pada masing-masing suhu)
dengan hasil yang ditemukan oleh kelompok bersama! Beri komentar tentang :
a. Hasil yang anda peroleh!
b. Ketelitian percobaan ini!

Acuan: Atkins, 9.4; Jeffery, 7.1-2,8

5. TERMODINAMIKA KARET
1. PENDAHULUAN

Karet adalah polimer alam. Karet yang tervulkanisasi mempunyai sifat elastic yang baik.
Karet gelang dapat diregangkan oleh gaya tertentu, tetapi akan mencapai panjang awal kembali
kalau gaya tidak bekerja lagi. Ini disebabkab adanya ikatan silang yang berada di antara polimer-
polimer. Kalau tidak ada gaya yang dikerjakan, bentuk dari molekul polimer menjadi lebih
teratur atau entropi dari karet berkurang. Karena itu, sifat elastisitas dari karet tergantung dari
suhu dan dapat dianalisa secara termodinamis.

Gb. 1. Alat ukur regangan karet

Menurut hokum pertama untuk proses diferensial :


δU = δQ + δW
= TdS.PdV + Fdl
Dimana :
F = gaya regang
l = panjang karet gelang

Pada proses regangan dalam praktek, volume boleh dianggap tetap (mengapa?), ini
berarti dV = 0. Karena itu untuk regangan pada suhu tetap berlaku :
δU δS
F = [ δl ] − 𝑇 [ δl ] ……………………………………………………………….(1)
𝑇 𝑇

20
Suku-suku pada ruas kanan sukar diukur langsung, tetapi dengan menggunakan
hubungan Maxwell untuk regangan karet menjadi :
δS δF
− [ δl ] = 𝑇 [ δT] ………………………………………………………………(2)
𝑇 𝑙
(1) dapat ditulis sebagai :
δU δF
F = [ δl ] + 𝑇 [ δT] ……………………………………………………………….(3)
𝑇 𝑙
δF δU δS
F dan [ δT] dapat diukur, dari ini [ ] 𝑑𝑎𝑛 [ δl ] dapat dihitung.
𝑙 δl 𝑇 𝑇

Kalau suhu naik, keadaan dakil zat akan cenderung lebih acak. Karena itu dapat diduga
bahwa F yang diperlukan untuk perpanjangan tertentu akan menjadi lebih besar pula.Dengan
menggunakan statistik, nilai entropi dapat dihitung sebagai fungsi regangan untuk karet gelang
yang dibuat dari zat polimer yang terdiri dari kumparam acak. Dari ini dapat diturunkan bahwa
untuk regangan terbatas Hukum Hooke berlaku dan betul bahwa: F = kΔl, dengan k = pT
(p=tetapan)…………………………………………………….(4)
Atau
F = kl + c ………………………………………………………………………………(5a)
= pTl + c ……………………………………………………………………………..(5b)

Menurut model ini, F berbanding lurus dengan T untuk regangan tertentu. Dengan
pengukuran F pada beberapa variasi suhu, dapat ditentukan sejauh mana model kumparan acak
dapat digunakan untuk karet yang tervulkanisasi.

2. PERALATAN DAN METODA

Peralatan yang akan digunakan digambarkan secara skematis seperti pada gambar di atas
(Gb.1). Panjang (=l) dari sebuah karet gelang dapat diatur dengan menggeser batang kaca.
Dengan memasukkan air ke dalam kaleng, keadaan setimbang dapat tercapai, dari massa
(air+kaleng) nilai F dapat dihitung. Suhu karet dapat diatur dengan suhu air yang masuk ke dalam
pipa thermostat berdinding rangkap yang mengelilingi karet.
Karet gelang yang akan digunakan harus diperlakukan secara termis sebelumnya : karet
gelang (panjang lo) diregangkan sampai bertambah panjang 1,5 kali Δl maksimal ( sehingga
panjangnya menjadi lo + 1,5 Δlmaks.). Harus dipanaskan selama 5 menit dalam air bersuhu 90oC
(sehingga perubahan bentuk tak elastic sudah terjadi).

A. Pengukuran F sebagai fungsi panjang (l) dan suhu (T) dari karet
Mulailah dengan mengukur F sebagai fungsi l pada suhu laboratorium. Periksa dulu
regangan maksimal yang dapat digunakan pada peralatan dan tentukan berapa volume air harus
dimasukkan ke dalam kaleng untuk mencapai regangan maksimum ini. Volume air ini kemudian
dibagi lima untuk untuk mengukur l sebagai fungsi F (ada 6 kali pengukuran dengan volume air
yang berbeda). Setiap kali mengukur, tunggu sampai kesetimbangan tercapai. Catat l, F dan T
(=T1). Buatlah empat seri pengukuran, satu dari regangan maksimal ke regangan minimal, yang
kedua sebaliknya. Dua seri ini kemudian diulangi dengan urutan dibalik. Buat pula empat seri
pengukuran seperti diatas untuk T2 dengan jalan mengalirkan air panas ke dalam thermostat dan
ditunggu sampai kesetimbangan termal tercapai.

21
Catatan : Usahakan volume air yang digunakan untuk setiap seri pengukuran selalu sama
sehingga memudahkan perhitungan.

B. Kalibrasi Peralatan
Kalibrasikan peralatan yang digunakan :
a. Perkirakan seberapa teliti semua pengukuran dapat dilakukan.
b. (Kalau ada waktu) periksa apakah F dapat dihitung langsung dari massa (kaleng+air) atau
apakah koreksi tertentu dapat dibuat.
c. ……………………………….(ide anda sendiri)

3. TUGAS AWAL

1. Turunkanlah hubungan (2)!


2. a. Ramalkan bentuk grafik untuk gaya regang (F) sebagai fungsi panjang (l)!
b. Dalam praktek tidak mungkin mengukur l kalau F=0. (periksa sendiri pada waktu
percobaan dilakukan). Dengan menggunakan grafik :
b.1. Jelaskan mengapa pengukuran dengan F=0 tidak perlu dimasukkan dalam seri
pengukuran
b.2. Perlihatkan cara penentuan :
b.2.1. Nilai l, bila F=0
b.2.2. nilai k persamaan (4) dan (5)
3. Buatlah diagram alir dari percobaan ini!

4. PENYELESAIAN LAPORAN

4. a. Hitunglah untuk masing-masing T1 dan T2 pada setiap volume air yang digunakan :
a.1. Nilai rata-rata l
a.2. Ralat dalam l
a.3. Gaya regang F
a.4. Raqlat dalam F
b. Gambarkan sebuah grafik dari F sebagai fungsi l pada masing-masing T1 dan T2
(termasuk persegi panjang ralat)!
5. Dari grafik-grafik ini hitunglah (kalau perlu gunakan bagian grafik yang linier saja):
a. Nilai dari k (persamaan 5a), pada T1 dan T2
b. Nilai dari F sebagai fungsi panjang l pada T1 (=F1) dan T2 (=F2), persamaan (5a)
δF 𝐹2−𝐹
c. Nilai dari 𝑇 [ δT] = [ 𝑇 −𝑇1 ] sebagai fungsi panjang l
𝑙 2 1
δS δU
6. Hitung nilai dari [ δl ] dan [ ] pada suhu T1 !
𝑇 δl 𝑇
7. a. Perkirakan ralat dalam nilai k dan c persamaan (5a) yang ditentukan dari grafik.
Beri penjelasan !
1
b. Gunakan ralat ini untuk memperkirakan ralat dari perhitungan pertanyaan 6 pada Δl = 2
Δl yang maksimal!
δU δS
1. Dalam perhitungan dianggap bahwa nilai dari [ δl ] dan [ δl ] tidak tergantung dari T.
𝑇 𝑇
Rencanakan percobaan untuk meneliti apakah anggapan ini berlaku !
2. a. Periksa apakah k = aT berlaku !

22
b. Berdasarkan hasil percobaan : bolehkah model kumparan acak digunakan untuk
karet ? Beri penjelasan !
1
10. Kerjakan persamaan (1) pada Δl = 2 Δl maksimal !

Acuan :
Atkins Bab 5
J.P. Byrne. 1994. Rubber Elasticity. J. Chem. Ed. 71. Pg. 531-533

8. PENURUNAN TITIK BEKU


1. LATAR BELAKANG

Kalau asam benzoat C6H5COOH (HBnz) larut dalam naphthalene, ada kemungkinan
bahwa dimmer akan terbentuk melalui kesetimbangan :
2 HBnz (naphthalene)  (HBnz)2 (naphthalene)..………………………(1)
Pada percobaan ini akan diteliti dalam bentuk manakah asam benzoat akan larut dalam
naphthalene. Dalam bentuk monomer, dimmer atau menurut kesetimbangan (1).
Untuk ini akan dibuat larutan asam benzoat dalam naphthalene dengan molalitas m,
berdasarkan massa asam benzoat yang ditimbang. Kemudian molalitas efektif m e, dengan
K=K/molalitas untuk naphthalenen.
Dari ini dapat dihitung :
[HBnz] =2mc – m …………………………………………………(2a)
[(HBnz)2] = m – mc …………………………………………………..(2b)

2. CARA KERJA

Peralatan yang digunakan adalah satu set peralatan ‘Beckmann” (lihat gambar)

23
Bagian khas dari peralatan ini adalah termometer Beckmann : termometer air raksa
dengan skala sampai 1/100oK. Ini berarti, suhu dapat diperkirakan sampai 2/1000oK. Skala dari
termometer Beckmann adalah skala relatif, pada awal volume air raksa dalam reservoir
termometer dapat diatur sehingga titik lebur naphthalene yang murni berada pada garis skala.
Kemudian nilai T dapat diukur dengan membandingkan pembacaan skala pada titik beku dari
naphthalene yang murni dan pada titik beku dari larutan asam benzoat dalam naphthalene.
Karena titik lebur naphthalene kira-kira 80oC, maka sebaiknya tabung yang berisi
naphthalene cair dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air bersuhu kira-kira 75oC, sehingga
proses pendinginan akan berlangsung secara perlahan.
Ada kemungkinan bahwa pada proses pendinginan akan terbentuk cairan terlampau
dingin. Kalau perlu, sedikit kristal naphthalene dapat dimasukkan dengan batang pengaduk, ke
dalam cairan terlampau dingin sehingga kristalisasi akan mulai (“penaburan” dari cairan
terlampau dingin). Kristal yang dimasukkan sedikit saja karena massa naphthalene seharusnya
tetap selama percobaan.

A. Penyetelan Termometer Beckmann


(perhatian : hati-hati menggunakan Termometer Beckmann karena mudah pecah
dan hargangan sangat mahal !!!)

Jumlah air raksa dalam reservoir termometer beckmann harus di setting, sehingga pada
pengukuran naphthalene yang murni akan membeku pada saat pembacaan berada pada skala
termometer. Cara setting termometer dapat anda baca pada lampiran A. Findlay, J. A. Kitchener,
1954. Practical Physical Chemistry, 8th ed., Longman, hal.107-109 (lampiran 2).
Untuk percobaan ini termometer beckmann sudah diset dengan baik. Pada awal
percobaan B anda akan tahu apakah setting termometer sudah baik atau belum. Jika belum
laporkan kepada asisten.

24
Perhatian : jumlah air raksa tidak boleh berubah selama seluruh percobaan berlangsung,
oleh karena itu harus dijaga agar air raksa yang berada pada reservoir tidak terhubung dengan
air raksa yang berada dibagian bawah termometer. (Posisi termometer tidak boleh terbalik pada
saat memindahkan atau membersihkan termometer).

B. Penentuan kurva pendinginan naphthalene

B.1. Kalibrasi Termometer


Masukkan kira-kira 25 g naphthalene ke dalam tabung peralatan beckmann. Panaskan
tabung berisi naphthalene dalam waterbath sampai semua naphthalene melebur, tutup tabung
dengan sumbat kapas untuk menghindari penguapan. Catat suhu saat naphthalene mulai melebur
dengan termometer biasa (ketelitian ± 0,1oC).
Setelah semua naphthalene melebur, masukkan termometer beckmann ke dalam tabung
berisi naphthalene cair, lanjutkan pemanasan sampai semua naphthalene yang membeku pada
kaca termometer mencair.
Matikan api untuk menurunkan suhu waterbath, tunggu sampai naphthalene mulai
membeku. Catat suhu beku naphthalene dengan termometer biasa dan termometer beckmann.

B.2. Penentuan kurva pendinginan naphthalene


Panaskan lagi tabung berisi naphthalene sampai semua naphthalene melebur dengan
termometer beckmann tetap berada di dalam tabung tsb. Pasang batang pengaduk, lanjutkan
pemanasan sampai semua naphthalene yang membeku pada batang pengaduk mencair.
Rangkai peralatan beckmann sesuai gambar. Pastikan bahwa :
 Tabung bagian dalam tidak menyentuh tabung bagian luar sehingga pendinginan akan
terjadi secara perlahan-lahan (“hollow plug of expanded polystyrene”)
 Reservoir air raksa termometer beckmann seluruhnya tercelup ke di dalam naphthalene
dan tidak menyentuh dinding tabung reaksi (lihat gambar)
 Naphthalene dapat diaduk dengan mudah.

Pindahkan tabung berisi naphthalene yang sudah mencair seluruhnya, ke dalam


waterbath bersuhu ± 75oC. Aduk naphthalene secara teratur kira-kira 2 detik sekali.
Ukur suhu sebagai fungsi waktu. Jika suhu turun lebih dari 0,5oC di bawah titik beku
yang diharapkan dan kristal-kristal belum terbentuk, cairan dapat ditaburi dengan kristal
naphthalene. Sesudah titik beku yang stabil tercapai, teruskan pengukuran selama 5 menit
sehingga nilai titik beku dapat diekstrapolasikan secara teliti dari kurva pendinginan. Lakukan
percobaan ini secara duplo.

C. Penentuan kurva pendinginan larutan asam benzoat


Timbanglah sejumlah asam benzoat sesuai dengan yang dihitung pada tugas awal (jika
belum dihitung, lihat bagian tugas awal kemudian lakukan penghitungan). Masukkan secara
kuantitatif ke dalam tabung berisi naphthalene yang sudah terlebur lagi. (timbang botol timbang
sekali lagi sesudah asam benzoat dimasukkan dan hitung massa asam benzoat yang ditambahkan
dari selisih massa awal dikurangi akhir). Pastikan semua asam benzoat larut. Kemudian tentukan
kurva pendinginan dari larutan dengan cara yang sama dengan percobaan bagian B.2.
Tambahkan lagi sejumlah asam benzoat dengan massa yang sama dengan percobaan
sebelumnya, sehingga diperoleh massa asam benzoat yang ditambahkan sebesar dua kali massa

25
asam benzoat percobaan sebelumnya. Ulangi penentuan kurva pendinginan larutan seperti
percobaan sebelumnya.

Catatan :
Cara untuk membersihkan naphthalene :
Lebur naphthalene dan tuang semuanya ke dalam tempat limbah organik. Cuci tabung dengan
menambahkan spiritus hangat ke dalam tabung. Perhatian : jangan menambahkan spiritus pada
saat api masih menyala, karena mudah terbakar!!!
Naphthalene yang menempel pada termometer beckmann dan batang pengaduk dapat
dibersihkan dengan menggosoknya menggunakan kertas.
Lakukan prosedur pembersihan sisa naphthalene dengan hati-hati, karena peralatan mudah
pecah.

3. TUGAS AWAL

1. Lihat kurva pendinginan berikut :

a. Jelaskan perbedaan antara kurva (a) dan (c) !


b. Mengapa bagian kedua kurva (a) adalah garis horisontal sedangkan bagian kedua dari
kurva (d) adalah garis miring ?
c. Ekstrapolasi manakah yang betul dalam kurva (d) ? jelaskan !
2. Untuk mencapai penurunan titik beku sebesar kira-kira 0,7 oC :
a. Hitunglah massa asam benzoat yang harus dilarutkan dalam 25 ml naphthalene ?
(anggaplah asam benzoat akan terlarut dalam bentuk senyawa tunggal)
b. Neraca manakah yang akan digunakan untuk menimbang :
- Naphthalene
- Asam benzoat
c. Ketelitian mana yang diperlukan untuk penentuan massa ?
3. Jelaskan mengapa dalam pelarut naphthalene :
a. Ada kemungkinan bahwa dimmer asam benzoat akan terbentuk.
b. Kemungkinan kecil bahwa asam benzoat akan terionisasi.
4. Turunkan rumus (2a) dan (2b) !
5. Sehubungan dengan keselamatan praktikum :

26
a. Apakah diperlukan tindakan tertentu ?
b. Apakah limbah boleh dibuang begitu saja ? jika tidak, mengapa ?
6. Buat diagram alir untuk percobaan ini !

4. PENYELESAIAN LAPORAN

7. Dari kurva pendinginan yang diukur :


a. Tentukan penurunan titik beku (T) untuk semua larutan yang diteliti !
b. Perkirakan ralat dalam nilai T !
8. Berdasarkan massa HBnz yang ditimbang :
a. Hitunglah nilai m !
b. Perkirakan ralat dalam nilai m !
9. Hitunglah :
a. [HBnz] dan [(HBnz)2] !
b. Ralat dalam nilai ini !
c. Periksa hasil dan simpulkan, dalam bentuk manakah asam benzoat larut dalam
naphthalene ?
d. Jika kesetimbangan (1) terjadi, hitunglah :
- Nilai tetapan kesetimbangan (Km), gunakan molalitas sebagai satuan konsentrasi
!
- Ralat dalam nilai ini !

Acuan :

- Shoemaker, hal 195-205


- T. Bird, percobaan 6.3
- Petrucci, 11.9, 12.1

11.PERUBAHAN WUJUD ZAT


I. Latar Belakang.
Pada praktikum ini beberapa percobaan yang berhubungan dengan proses perubahan
wujud akan dilakukan. Sebagian dari percobaan ini adalah bersifat kualitatif, sebagian lagi
bersifat semi kuantitatif. Percobaan yang terakhir tentang tegangan permukaan, bukan percobaan
tentang perubahan wujud zat, tetapi percobaan tentang lapisan batas antara dua fase yang ada
dalam keadaan kesetimbangan.

27
Untuk pekerjaaan ini tugas awal yang harus dikejakan hanya membuat diagram alir.
Bacalah petunjuk praktikum dengan seksama. Pada masing-masing percobaan ditanyakan
beberapa pertanyaan yang harus dijawab pada laporan praktikum.

II. Cara Kerja


A. Memotong Es
Dengan menggunakan kawat nikilen dan benang nylon,yang digantungi beban 5 kg
sebatang es dipotong. Ukurlah diameter kawat nikilen dan benang nylon serta luas penampang
balok es.
Anggaplah bahwa suhu dari es yang dipotong adalah 0 oC.
1. a. Mengapa es dapat dipotong dengan menggunakan benang ? Mengapa tidak terbentuk dua
bagian es tetapi es menyatu lagi segera setelah benang lewat ? Jelaskan menggunakan
diagram fase !
b. Benang manakah yang memotong es lebih cepat ? Mengapa ?
2. a. Hitung tekanan yang disebabkan oleh benang,dalam satuan N/m3 dan atm !
b. Dengan menggunakan persamaan clapeyron, hitunglah penurunan titik lebur yang
disebabkan oleh tekanan ini !

B. Menyublim Iodium
Masukkan sedikit iodium ke dalam gelas piala. Letakkan di atas gelas ini sebuah cawaan
petri berisi campuran air dan es. Panaskan iodium dengan air besuhu 90 oC (hati-hati uap iodium
beracun !). Amati kristal iodium yang terbentuk dengan menggunakan kaca pembesar !
Apakah yang terjadi dengan iodium :
3. a. Di bagian bawah gelas piala ?
b. Di bagian atas gelas piala (bagian bawah cawan petri)?
c. Jelaskan dengan menggunakan diagram fase !
d. Jelaskan dengan menggunakan konsep entropy ! (Diskusikan bahwa pada proses sublimasi
ini entropy universum bertambah 1).

C. Cairan Terlalu Dingin


Disediakan sebuah tabung reaksi berisi “hyppo” (Na2S2O3.5H2O)yang berupa cairan.
Ukurlah suhu dari hyppo,kemudian masukkan sebuah Kristal hyppo yang kecil ke dalam tabung
reaksi. Apa yang terjadi dengan hyppo dan bagaimana dengan suhunya ? (Keluarkan
thermometer sebelum seluruh hyppo membeku).
4. a. Dari hasil pengamatan yang mana, dapat disimpulkan hyppo dalam tabung reaksi ada cairan
terlampui dingin ?
b. Mengapa proses kristalisasi baru berlangsung sesudah Kristal hyppo kecil dimasukkan ?
c. Jelaskan apa yang terjadi dengan menggunakan diagram fase !

D. Cairan Terlampau Panas


Isilah sebuah labu didih dengan air sampai seperempat bagian. Didihkan air selama
beberapa menit sampai semua udara ditukar dengan uap air. Tutuplah labu didih dengan sumbat

28
yang dilengkapi dengan kran. Baliklah labu didih dan dinginkan bagian atasnya dengan
menggunakan lap yang dibasahi dengan air dingin.
5. a Selama percobaan ini kapan air didalam labu didih bisa disebut terlalu panas ?
b. Apakah juga ada keadaan untuk uap air yang terlalu panas atau terlalu dingin ?
c. Apakah mungkin untuk menggambarkan apa yang terjadi dengan menggunakan diagram
fase ? Jelaskan !
d. Apakah dapat dikatakan bahwa air pada percobaan ini mendidih pada suhu kurang dari
suhu didih ? Jelaskan !

E. Es Dengan Air Mendidih.


Masukkan potongan es kecil ke dalam tabung reaksi. Tenggelamkan es ini di dalam
tabung reaksi dengan menggunakan sebuah kawat. Isilah tabung reaksi dengan air sampai
duapertiga volume tabung reaksi. Panaskan air pada bagian atas tabung reaksi dengan nyala api
yang kecil sampai menididih.
6. a. Mengapa es tidak melebur sebelum es mendidih ?
b. Apakah mungkin untuk mewakili keadaan ini di dalam diagram fase ?

F. Zat Amorf.
Panaskan bagian tengah dari sebatang kaca sambil memutarnya di atas nyala api. Amati
perubahan kekerasan kaca ini pada suhu naik.
7. a. Dari peristiwa mana dapat disimpulkan bahwa kaca adalah zat amorf.
b. Jelaskan mengapa benda yang terbuat dari gelas, dan juga beberapa macam plastik dapat
dibentuk dari bahan panas dengan teknik tiup, walaupun sebenarnya teknik tuang juga
dipakai !

G. Tekanan Uap Air Jenuh Sebagai Fungsi Suhu.


Tekanan dan volume yang diukur dalam percobaan ini adalah tekanan dan volume untuk
campuran dari uap air jenuh. Kemudian tekanan dari uap air akan dihitung dengan mengurangi
tekanan yang akan diukur dengan nilai dari tekanan udara.
Ambil 20 cm pipa gelas AB dengan diameter dalam kira-kira 2 mm. bersihkan kapiler
dengan baik dan bilas dengan air. Masukkan kira-kira 2 cm air ke dalam kapiler dan geserakn
kolom air ini sampai mendekati kurang dari setengah kapiler AB. Tutup ujung kapiler A dengan
menggunakan “silicon rubber”.
Pasang sebuah mistar pada AB sehingga panjang (L) dari kolom gas antara ujung A
dengan gelembung air dapat diukur. Masukkan kapiler AB dengan A di bagian bawah, ke dalam
gelas piala berisis air dan es. Tunggu sampai keadaan kesetimbangan termal tercapai dan ukur
suhu T1 dan panjang jarak air dengan ujung A (L1).

29
Ukur tekanan udara dalam laboratorim dengan menggunakan barometer (=Pa)
Kemudian masukkan pipa AB ke dalam air yang brsuhu kira-kira 60 oC,tunggu sampai
keadaan kesetimbangan thermal tercapai dan ukur T2 serta L2. Pastikan bahwa kapiler tercelup
sampai ke atas kolom air.
Ulangi pengukuran ini dengan air yang bersuhu kira-kira 80oC (=T3 dan L3). Karena
diameter dari kapiler tetap, nilai L boleh dianggap sebagai ukuran untuk volume (V) dari gas di
dalam kapiler.
8. a. Anggaplah bahwa pada suhu T1 tekanan uap air jenuh boleh diabaikan. Hitung nilai dari
PV∆T = Pair.L1/T1 untuk udara yang berada di dalam pipa kapiler !
b. Hitung P udara dalam kapiler pada T2 dan T3 !
c. Hitung tekanan uap jenuh pada T2 dan T3
d. Dengan menggunakan persamaan Clusius-Clapeyron, hitung nilai dari entalpi penguapan
air !
e. Bandingkan hasil dari c dan d dengan nilai dari literatur. Beri komentar !
H. Tegangan Permukaan
Ukur diameter dalam dari sebuah kapiler dengan menggunakan micrometerloop atau
dengan cara menghitung selisih berat antara kapiler berisi air dengan kapiler kosong.
Bersihkan dengan baik dan bilas kapiler dengan air. Masukkan masing-masing kapiler ke
dalam air dan ukur kenaikan permukaan air di dalam kapiler. Jangan lupa mengukur suhu air.
9. a. Hitunglah nilai dari tegangan permukaan air !
b. Bandingkan hasil dari a dengan nilai dari literatur! Beri komentar!

Acuan :
Atkins,bab 6.

15.HUKUM RAOULT

30
I. Pendahuluan
Larutan ideal didefinisikan sebagai campuran yang mentaati hukum Raoult di seluruh
rentang komposisinya dari A murni sampai Bmurni. Menurut hukum Raoult, perbandingan
tekanan uap PA/PoA sebanding dengan fraksi mol A dalam cairan. Hubungan tersebut dapat
ditulis :
PA = X A PoA
Sedangkan untuk tekanan uap parsial B berlaku :
PB = XB PoB
Dimana,
PoA = tekanan uap A murni
PoB = tekanan uap B murni
XA = fraksi mol A
XB = fraksi mol B

Jumlah tekanan uap (P) menurut Dalton adalah :


P = PA + PB

Hukum Raoult dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut :

Sejauh ini yang telah dibicarakan adalah keadaan pada kondisi suhu tetap, namun
dalam percobaanyang akan dijaga adalah tekanannya. Sedangkan yang akan diukur pada
percobaan ini adalah titik didih campuran pada berbagai komposisi.
Untuk larutan ideal, hubungan antara tekanan uap dan komposisi serta hubungan
antara titik didih dan komposisi dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

31
1. Tujuan
Memperlihatkan pengaruh komposisi terhadap titik didih campuran serta menguji sesuai
atau tidaknya dengan hukum Raoult.

3.Alat dan Bahan


Alat reflux
Termometer (0-100oC)
Pembakar Bunsen
Batu porselen
Kaki tiga + kawat kasa
Gelas ukur
Corong
Kloroform
Aseton

1. Metode
1. Rangkailah alat reflux seperti pada gambar :

32
Hal yang perlu diperhatikan :
 Termometer tercelup di tengah-tengah cairan, namun jangan sampai
menyentuh dinding gelas reflux.
 Setiap kali memasukkan kedua cairan, sumber panas/api harus dijauhkan
dari alat mengingat cairan yang mudah terbakar.
2. Setelah api dijauhkan dari alat, tuangkanlah 10 ml kloroform ke dalam labu reflux
dengan corong melalui lubang pemasukan cairan. Panaskan sampai mendidih, dan
catat suhunya.
3. Jauhkan api dari alat, baru tuangkanlah 2 ml aseton ke dalam labu. Panaskan
perlahan-lahan sampai mendidih, dan setelah suhu tetap catat suhu didinya.
4. Demikian seterusnya diulangi setiap kali dengan penambahan 2 ml aseton sampai
jumlah aseton yang ditambahkan mencapai 10 ml ; setiap kali sesudah penambahan,
campuran dipanaskan serta dicatat titik didihnya.
5. Kemudian tuangkanlah campuran ini ke dalam wadah kosong yang tertutup rapat
dan aman.
6. Keringkan reflux itu dengan jalan diangin-anginkan.
7. Setelah kering betul, tuangkan 10 ml aseton ke dalam albu reflux, panaskan dengan
perlahan-lahan dan catat suhu didihnya.
8. Jauhkan dari api, lalu tambahkan 2 ml kloroform, panaskan perlahan-lahan dan catat
suhu didihnya. Demikian seterusnya sampai jumlah kloroform yang ditambahkan
mencapai 10 ml. Setiap kali,dicatat suhu didihnya.

Perhatian :
Berhati-hatilah bekerja dengan kloroform, karena zat ini bersifat racun jika masuk
ke dalam saluran pernapasan.
2. Pertanyaan
1. Hitunglah fraksi mol kloroform dari setiap percobaan yang dilakukan!
2. Hitunglah fraksi mol aseton dari setiap peercobaan yang dilakukan!
3. Buatlah grafik dari titik didih sebagai fungsi fraksi mol kloroform dan fraksi mol
aseton (dalam satu grafik seperti gambar pada bagian pendahuluan)!
4. Berdasarkan grafik yang telah dibuat, tariklah kesimpulan apakah kloroform dan
aseton merupakan campuran yang ideal atau tidak ! beri alasan !
5. Apakah ada penyimpangan yang dapat dilihat dari grafik yang telah dibuat? Jika
ada, penyimpangan seperti apakah itu (termasuk penyimpangan positif atau
negatif)? Jelaskan!
6. Apakah ada perbedaan titik didih kloroform murni dan aseton murni yang diperoleh
dari hasil percobaan dengan titik didih yang diperoleh dari literatur? Jika ada,
faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan adanya perbedaan tersebut?
Jelaskan!

Tabel yang diperlukan untuk menghitung fraksi mol :

Senyawa Berat molekul Massa jenis


Kloroform 119,4 g mol-1 1,49 g cm-3
Aseton 58,1 g mol-1 0,79 g cm-3

Lampiran Metoda Do
Nouy

Anda mungkin juga menyukai