SEMESTER IV
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
A. TOPIK MODUL
Preventif Dentistry
B. PENDAHULUAN
Karies gigi adalah penyakit yang paling sering dijumpai dalam rongga mulut. Karies gigi
dapatterjadi segera setelah gigi erupsi, prosesnya berjalan dengan cepat sehingga dapat
menyebabkan kerusakan gigi dari yang paling ringan hingga yang paling parah. Sampai saat ini
karies masih menjadi masalah di seluruh dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia
yang secara perlahan terus meningkat. Permukaan oklusal, pit dan fissure adalah suatu daerah pada
gigi yang paling banyak terserang karies. Sekitar 30% anak usia 1 sampai dengan 3 tahun pernah
menderita karies pada gigi sulung, dan 67% dari karies ini merupakan karies oklusal. Pada gigi tetap
65% gigi molar pertama mengalami karies oklusal pada usia 12 tahun.
Tingginya prevalensi karies pada gigi molar pertama permanen disebabkan pit dan fissure yang
dalam pada permukaan oklusal gigi, sehingga memudahkan tertimbunnya sisa makanan,
mikroorganisme yang sukar dibersihkan dengan bulu sikat gigi. Makanan yang tertimbun pada pit
dan fissure yang dalam akan difermentasikan oleh mikroorganisme sehingga menyebabkan
demineralisasi jaringan gigi dan dengan berjalannya waktu maka timbullah karies. Faktor lain yang
menyebabkan cepatnya terjadinya karies pada gigi molar pertama permanen bawah adalah gigi ini
merupakan gigi permanen yang pertama tumbuh.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan prevalensi karies pada gigi molar satu
permanen pada anak-anak. Upaya tersebut mengingat bahwa pentingnya fungsi gigi molar
permanen dalam sistem stomatognatik. Gigi molar satu permanen mudah diserang karies gigi karena
bentuk anatomisnya, permukaannya memiliki pit dan fisur yang memudahkan retensi makanan dan
merupakan tempat ideal bagi pertumbuhan bakteri karies. Selain itu, sulit bagi anak untuk
membersihkan secara baik daerah pit dan fisur gigi molarnya dengan sikat gigi, karena sebagian
besar bagian dalam pit dan fisur tidak dapat dicapai dengan bulu sikat gigi. Dengan demikian gigi
molar satu permanen paling mudah terkena karies dibandingkan gigi permanen lainnya. Oleh karena
itu diperlukan upaya untuk melindungi molar permanen dari karies.
C. PEMICU 1
Pemicu/ Skenario I
Seorang anak laki-laki usia 8 tahun datang ke dokter gigi diantar ibunya untuk kontrol
rutin. Ibu pasien mengeluh anaknya malas sikat gigi dan memiliki kebiasaan ngemil makanan
manis dan lengket. Pemeriksaan klinis ekstra oral tidak terdapat kelainan. Pemeriksaan intra
oral, banyak terdapat debris dan plak pada gigi rahang atas dan rahang bawah, 36 46 erupsi
sempurna, 16 26 partial eruption, skor def-t 5. Dokter gigi melakukan tes resiko karies
menggunakan salivary reductase test pada pasien tersebut dan didapatkan skor 4.
G. HIPOTESIS PEMICU 1
1. Tujuan melakukan kontrol rutin ialah untuk mengevaluasi hasil perawatan sebelumnya dan
untuk merencanakan perawatan selanjutnya.
2. Akibat dari kebiasaan buruk anak yang malas untuk sikat gigi dan suka ngemil makanan
manis dan lengket adalah terjadinya penumpukan debris dan plak yang menyebabkan
karies.
3. Hasil dari pemeriksan intra oral ialah tedapatnya banyak debris dan plak karena pasien
kebiasaan buruk pasien yang malas menyikat gigi, terlihat gigi 36 dan 46 telah erupsi
sempurna, terlihat juga gigi 16 dan 26 yang baru erupsi sebagian, dan didapatkan skor def-
t (tes indeks karies pada gigi sulung) ialah 5 yang artinya tingkat keparahan karies pada gigi
sulung anak tersebut sangat tinggi.
4. Tujuan dokter gigi melakukan salivary reductase test adalah untuk mengetahui tingkat
keparahan atau kecepatan karies melalui aktifitas enzim reduktase pada bakteri saliva. Arti
score 4 yang di dapatkan pada test adalah kondusif, ditandai dengan terjadinya perubahan
warna biru ke merah secara langsung.
H. PEMICU 2
Berdasarkan hasil pemeriksaan intra oral, pasien hipersalivasi dan suka menggerakkan
lidah, gigi 36 dan 46 tidak terdapat karies gigi tetapi memiliki pit fissure yang dalam. Dokter gigi
merencanakan perawatan pencegahan karies pada gigi tersebut. Dokter gigi menjelaskan
kepada ibu pasien tentang rencana perawatan yang akan dilakuan.
M. PETA KONSEP
4. Fissure Sealant
a. Definisi
b. Bahan
c. Tahapan
d. Kontra indikasi & indikasi
5. KIE (DHE)
6. Kontrol Diet
a. Definisi
b. Sugar clock
c. Saran diet
b. Klasifikasi
Kategori DEF-T menurut WHO:
0,0 – 0,1 Sangat rendah
1,2 – 2,6 Rendah
2,7 – 4,4 Sedang
4,5 – 6,5 Tinggi
6,6 > Sangat tinggi
c. Perhitungan
Rumus untuk def-t sama dengan yang digunakan pada DMF-T. Rumus yang digunakan
untuk menghitung DMF-T:
DMF-T = D + M + F. DMF-T maka def-t = d + e + f
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐷+𝑀+𝐹
Rata-rata = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
Kekurangan:
o Tidak akurat meprediksi terjadinya karies
o Tidak sepenuhnya meniadakan pertumbuhan bakteri asidurik lainnya
o Membutuhkan peralatan yang rumit
o Untuk mendapatkan hasil dan melakukan penghitungan membutuhkan waktu
yang cukup lama.
Snyder test
Metode colorimetry untuk pengukuran asam (Snyder test) dikembangkan oleh Snyder
pada 1952. Metode ini sangat mudah untuk memperkirakan jumlah lactobacillus pada
saliva. Tes ini memperkirakan jumlah bakteri asidogenik dan asidurik dalam saliva pasien
dengan menghitung jumlah koloni. Koloni ini dihitung pada media agar (5.0) setelah di
okulasi dengan sampel saliva. Dasar tes ini adalah media selektif yang mendukung
pertumbuhan bakteri asidurik.
Cara kerja:
1) Saliva pagi hari sebelum sarapan dikumpulkan dengan stimulasi paraffin wax
selama 3 menit kemudian diambil 0,2 ml.
2) Spesimen saliva dimasukkan ke dalam tabung agar glukosa snyder yang
mengandung
3) indikator warna Brom Cresol Green.
4) Spesimen dikocok dan diinkubasi pada suhu 37’C selama 72 jam.
Kelebihan:
o Relatif mudah untuk dilakukan
o Biaya relatif murah
Kekurangan:
o Membutuhkan waktu yang lebih lama.
o Perubahan warna kadang-kadang tidak jelas
o Berpotensi mengukur sifat asidogenik bakteri tetapi terbatas pada nilai prediksi
saja karena tidak semua bakteri ada pada sampel.
Cara kerja:
1) Pasien diminta untuk mengunyah paraffin untuk merangsang saliva, 25 mL
dikumpulkan dan sebagiannya dianalisis untuk melihat kandungan kalsium.
2) Saliva yang tersisa dimasukkan dalam tabung steril setinggi 8 inchi dan
ditambahkan 0,1 gram bubuk email.
3) Tabung disegel dan dikocok selama 4 jam pada suhu tubuh kemudian dianalisis
kembali kandungan kalsiumnya.
Kelebihan:
o Dalam studi terbatas korelasi yang dilaporkan baik
Kekurangan:
o Tidak mudah dan membutuhkan peralatan yang rumit
o Mahal dan membutuhkan tenaga ahli.
Ora test
Prinsip tes ini dikembangkan oleh Rosenberg pada tahun 1989 untuk menghitung
mikroba oral. Dasar tes ini adalah tingkat deplesi oksigen oleh mikroorganismme dalam
sampel susu yang ditambahkan dengan campuran saliva. Dalam kondisi normal enzim
bakteri aerobic dehydrogenase mentransfer proton atu electron ke oksigen. Setelah oksigen
digunakan oleh mikroorganisme maka terjadi perubahan warna akibat konsentrasi metilen
biru dan leuko metilen biru sehingga dapat diperoleh gambaran aktivitas mikroorganisme
aerob pada rongga mulut.
Cara kerja:
1) Pasien berkumur dengan 10 mL susu steril selama 30 detik, sehingga diperoleh
ekspektoran.
2) Sebanyak 3 mL susu dipindahkan ke dalam tabung tertutup dengan
menggunakan jarum suntik sekali pakai.
3) Ditambahkan 0,5 mL metilen biru 0,1%, kemudian dikocok dan diletakkan pada
area yang terang.
4) Setiap 10 menit tabung diamati untuk melihat perubahan warna pada bagian
dasar.
5) Waktu dicatat hingga terbentuk perubahan warna membentuk cincin setinggi
6mm.
6) Semakin tinggi tingkat infeksi maka waktu yang dibutuhkan untuk perubahan
warna semakin cepat. Hal ini mencerminkan level mikroba pada rongga mulut.
Keuntungan:
o Ekonomis.
o Mudah dipahami bagi pemula
o Tidak toksik
o Membutuhkan sedikit bahan
Kekurangan:
o Tidak spesifik terhadap bakteri tertentu.
c. Tujuan
Untuk mengevaluasi tingkat perkembangan risiko karies pasien untuk menentukan
intensitas perawatan dan frekuensi dari kunjungan berkala selanjutnya. Dan Membantu
mengidentifikasi faktor etiologi utama yang berperan pada karies tersebut.
3. Pencegahan Karies
a. Definisi
Tindakan pencegahan primer adalah suatu bentuk prosedur pencegahan yang
dilakukan sebelum gejala klinik dari suatu penyakit timbul dengan kata lain pencegahan
sebelum terjadinya penyakit. Tindakan pencegahan primer ini meliputi modifikasi kebiasaan
anak, pendidikan kesehatan gigi, kebersihan mulut, diet konsumsi gula, silen, dan
penggunaan fluor.
b. Tujuan
Tujuan dari dilakukannya tindakan pencegahan karies gigi yaitu untuk mengembalikan
keseimbangan (keadaan normal) dalam rongga mulut pasien yang sehat. Saat seseorang
teridentifikasi dengan risiko tinggi karies, lingkungan mulut dan pencegahan karies harus
segera dilakukan pengembalian keseimbangan. Pasien tersebut harus diberi perawatan
dengan menggunakan bahan yang dapat mengembalikan keseimbangan rongga mulut.
c. Klasifikasi
Pelayanan pencegahan dibagi menjadi 3 klasifikasi yaitu pencegahan primer, sekunder
dan tersier. Pelayanan yang diarahkan pada tahap pre-patogenesis merupakan pelayanan
pencegahan primer atau pelayanan untuk mencegah timbulnya penyakit. Hal ini ditandai dengan
upaya meningkatkan kesehatan (health promotion) dan memberikan perlindungan khusus
(specific protection) (Harris and Christen, 1995).
Upaya promosi kesehatan meliputi pengajaran tentang cara menyingkirkan plak yang
efektif atau cara menyikat gigi dan menggunakan benang gigi (flossing). Upaya perlindungan
khusus termasuk pelayanan yang diberikan untuk melindungi host dari serangan penyakit
dengan membangun penghalang untuk melawan mikroorganisme. Aplikasi pit dan fissure
sealant merupakan upaya perlindungan khusus untuk mencegah karies (Herijulianti, Indriani &
Artini, 2002).
Pelayanan yang ditujukan pada tahap awal patogenesis merupakan pelayanan
pencegahan sekunder, untuk menghambat atau mencegah penyakit agar tidak berkembang
atau kambuh lagi. Kegiatannya ditujukan pada diagnosa dini dan pengobatan yang tepat.
Sebagai contoh, melakukan penambalan pada lesi karies yang kecil dapat mencegah kehilangan
struktur gigi yang luas (Herijulianti, Indriani & Artini, 2002).
Terakhir, pelayanan ditujukan terhadap akhir dari patogenesis penyakit yang dikenal
sebagai pencegahan tersier untuk mencegah kehilangan fungsi. Kegiatannya meliputi
pemberian pelayanan untuk membatasi ketidakmampuan (cacat) dan rehabilitasi. Gigi tiruan dan
implan termasuk dalam kategori ini. Pencegahan karies gigi secara pencegahan primer,
sekunder dan tersier, adalah sebagai berikut:
Pencegahan Primer
Menurut Alpers (2006) mencegah pembusukan dengan tindakan pencegahan sebagai
berikut:
1) Memilih makanan dengan cermat Makanan yang mengandung karbohidrat juga
berfenmentasi termasuk gula dan tepung kemudian akan diolah menjadi roti dan keripik
kentang. Karena karbohidrat merupakan sumber makanan penting sehingga jangan
mengurangi karbohidrat yang akan di konsumsi. Mengatur kebiasaan makan anak
dengan sebagai berikut:
2) Pemeliharaan gigi Mulut tidak bisa dihindarkan dari bakteri, tetapi mencegah bakteri
dengan membersihkan mulut dengan teratur. Ajarkan anak untuk menyikat gigi 2 kali
sehari. Menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan gigi tiap 6 bulan sekali.
3) Pemberian flour Membubuhkan flour dalam air minum yang kekurangan flour untuk
mencegah karies gigi. Tambahan tersebut dapat berupa tetes atau tablet. Obat ini
biasanya dikumurkan dalam mulut sekitar 30 detik kemudian dibuang. Anak rentan
terhadap gigi berlubang sehingga pemberian flour secara topikal termasuk pasta gigi
yang mengandung flour sangat bermanfaat.
Pencegahan sekunder
1) Penambalan gigi, kerusakan gigi biasanya dihentikan dengan membuang bagian gigi
yang rusak dan diganti dengan tambalan gigi. Jenis bahan tambalan yang digunakan
tergantung dari lokasi dan fungsi gigi. Geraham dengan tugas mengunyah memerlukan
bahan yang lebih kuat dibandingkan gigi depan. Perak amalgam digunakan pada gigi
belakang. Tambalan pada gigi depan dibuat tidak terlihat, silikat sejenis semen porselen
yang mirip dengan email. Resin komposit adalah bahan yang sering digunakan pada
gigi depan dan belakang bila lubangnya kecil dan merupakan bahan yang warnanya
sama dengan warna gigi. Jika saraf gigi telah rusak dan tidak dapat diperbaiki maka gigi
perlu dicabut.
2) Dental sealant, perawatan untuk mencegah gigi berlubang dengan menutupi permukaan
gigi dengan suatu bahan. Dental sealant dilakukan pada permukaan kunyah gigi
premolar dan molar. Gigi dicuci dan dikeringkan kemudian memberi pelapis pada gigi
(Lithin, 2008).
Pencegahan tersier
Gigi dengan karies yang sudah dilakukan pencabutan terhadap rehabilitasi dengan
pembuatan gigi palsu.
4. Fissure Sealant
a. Definisi
Fissure sealant merupakan salah satu bahan kedokteran gigi untuk pencegahan
karies dini, tersedia dalam bentuk bahan resin maupun glass ionomer cement dan
ditempatkan pada pit dan fissure gigi (Christiono, 2011).
Penggunaan fissure sealant dianggap sangat baik untuk tindakan pencegahan
terhadap karies. Bahan sealant adalah zat yang dapat menembus ke microporosite enamel
dengan bantuan etsa asam. Setelah polimerisasi, sealant membentuk lapisan yang
menutupi celah pit dan fissure sebagai penghalang mekanis yang melindungi gigi dari
akumulasi plak (Morales et al,2015).
Fissure sealant yang diterapkan diklinik dan di sekolah sangat efektif dalam
mencegah karies gigi, mengurangi karies di pit dan fissure hingga 60% selama dua sampai
lima tahun setelah pelaksaannya (Veiga et al, 2014).
b. Bahan
1. Glass Ionomer Sealant
Karena kemampuan mereka yang ditunjukkan untuk melepaskan floride dan
memberikan perlindungan karies pada gigi permukaan berisiko, ionomer kaca telah
disarankan dan diuji kemampuannya untuk berfungsi sebagai fissure sealant. Ionomer
kaca umumnya kental, dan itu sulit untuk mendapatkan penetrasi ke kedalaman suatu
fisure. Kurangnya penetrasi juga membuatnya sulit untuk mendapatkan retensi mekanis
ke permukaan enamel pada tingkat yang sama dengan resin Bis-GMA. Mereka juga
lebih rapuh dan kurang tahan terhadap keausan oklusal. Studi klinis menggunakan
berbagai formulasi kaca ionomer menunjukkan retensi yang jauh lebih rendah tingkat
dari sealant resin tetapi deposisi florida yang lebih besar pada permukaan email. Jadi
ada yang lebih besar potensi perlindungan karies laten setelah kehilangan sealant. Di
daerah-daerah di mana anak-anak berisiko tinggi tidak memiliki akses ke pengobatan
defiitif, suatu karies konservatifteknik manajemen dapat menyegel sisa karies di
lingkungan yang kaya akan floride dan memiliki derajat tertentu remineralisasi.
Perawatan restorative atraumatic (ART) meliputi pembukaan lesi, pengangkatan
lunak membusuk permukaan, dan mengajukan atau menyegel permukaan dengan
ionomer kaca yang sangat tinggi dengan waktu pengaturan yang cepat. Studi
selanjutnya di bidang ini dapat menghasilkan generasi baru bahan sealant yang dicatat
untuk floride mereka deposisi daripada perolehan mekanisnya.
c. Tahapan
1) Etsa enamel
a) Gunakan syringe tip atau fiber tip untuk aplikasi bahan etsa ke seluruh
enamel yang akan di aplikasi sealant
b) Etsa dilakukan dengan waktu minimal 15 detik tapi tidak lebih dari 60 detik
2) Bilas enamel yang di etsa
a) Bilas gigi seluruhnya dengan semprotan air atau udara untuk membuang
etsa. Jangan biarkan pasein menelan atau berkumur. Jika permukaan yang
dietsa berkontak dengan saliva, maka lakukan pengulangan etsa selama 5
detik dan bilas.
Kontraindikasi
1. Pada permukaan gigi yang sudah karies atau pada permukaan yang
memiliki pit dan fissure yang bersatu dengan baik.
2. Terdapat karies pada permukaan lain dalam satu gigi yang bila direstorasi
akan mengganggu keutuhan sealant
3. Terdapat restorasi oklusal yang besar
5. KIE (DHE)
Karies anak usia dini dapat dicegah melalui kombinasi hal-hal berikut: mengikuti diet
nutrisi yang sehat, menghilangkan plak yang optimal, penggunaan fluoridasi pada permukaan
gigi setelah erupsi, perawatan yang diambil oleh ibu selama periode pra-natal dan peri-natal dan
kunjungan gigi secara teratur.
6. Kontrol Diet
a. Definisi
Kontrol diet adalah upaya untuk mencegah terjadinya kariespada anak, control diet
terdiri dari mikroorganisme, host, substrat, dan waktu. Kontrol diet dapat dilakukan dengan
cara:
• Mengurangi konsumsi makan yang mengandungkarbohidrat/ sukrosa
• Memperbanyak makan makanan yang mengandung seratseperti sayur dan buah
• Mengurangi makan diantara 2 makan besar (cemilan)
b. Sugar Clock
Ada perubahan nilai pH (tingkat keasaman) dalam plak setiap kali makanan atau
minuman dikonsumsi. Bahkan selama tidur, keasaman mulut meningkat karena aliran saliva
berkurang secara alami pada malam hari. Ada penurunan langsung pH ketika karbohidrat
yang difermentasi dikonsumsi diikuti oleh periode pemulihan yang lebih lambat ke pH netral
dibandingkan saat makanan lain dimakan. Kurva drop-and-recovery ini telah disebut kurva
Stephan setelah Dr. Robert Stephan, seorang petugas di Layanan Kesehatan Masyarakat
Amerika Serikat, yang pertama kali melaporkan perubahan siklik dalam pH setelah makan
dan minum berbagai makanan dan minuman. Respons pH plak terhadap bilasan gula
sederhana yang dilakukan oleh individu bebas-karies dan aktif-karies menunjukkan
penurunan pH yang berbeda dan lama waktu yang berbeda untuk kembali normal.
Grafik kurva Stephan setelah bilas sukroska
B. Mengganti gula
Xylitol dan sorbitol merupakan bahan pengganti gula yang sering digunakan, berasal
dari bahan alami serta mempunyai kalori yang sama dengan glukosa dan sukrosa. Xylitol
dan sorbitol dapat dijumpai dalam bentuk tablet, pastiles, permen karet, minuman ringan,
farmasi dan lain- lain. Xylitol dan sorbitol mempunyai efek menstimulasi daya alir saliva dan
menurunkan kolonisasi dari S. Mutans. Menurut penelitian, xylitol lebih efektif karena xylitol
tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri dalam pembentukan asam dan mempunyai efek anti
bakteri.
Pit adalah bagian dari permukaan gigi yang berupa titik terdalam yang berada pada
pertemuan antar beberapa groove atau akhir dari groove. Istilah pit sering berkaitan dengan
fisur. Fisur adalah garis berupa celah yang dalam pada permukaan gigi.
- KIE (DHE)
Karies anak usia dini dapat dicegah melalui kombinasi hal-hal berikut: mengikuti diet nutrisi
yang sehat, menghilangkan plak yang optimal, penggunaan fluoridasi pada permukaan gigi
setelah erupsi, perawatan yang diambil oleh ibu selama periode pra-natal dan peri-natal dan
kunjungan gigi secara teratur.
- Kontrol Diet
Kontrol diet adalah upaya untuk mencegah terjadinya kariespada anak, control diet
terdiri dari mikroorganisme, host, substrat, dan waktu. Kontrol diet dapat dilakukan dengan
cara:
• Mengurangi konsumsi makan yang mengandungkarbohidrat/ sukrosa
• Memperbanyak makan makanan yang mengandung seratseperti sayur dan buah
• Mengurangi makan diantara 2 makan besar (cemilan)
8. Faktor Penyebab Karies
a. Internal
1) Adanya mikroorganisme streptococcus mutans atau kuman yang mengeluarkan
toxin yang tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Streptococcus berperan dalam proses
awal karies yaitu lebih dulu masuk lapisan luar email. Selanjutnya lactobacilus
mengambil alih peranan pada karies yang lebih merusak gigi. Mikroorganisme
menempel di gigi bersama plak. Plak terdiri dari mikroorganisme dan bahan antar
sel. Plak akan tumbuh bila ada karbohidrat.
2) Terdapatnya sisa-sisa makanan yang terselip pada gigi dan gusi terutama makanan
yang mengandung karbohidrat dan makanan yang lengket seperti permen, coklat,
biskuit, dan lain-lain.
3) Permukaan gigi dan bentuk gigi. Komposisi gigi sulung terdiri dari email dan dentin.
Dentin adalah lapisan di bawah email. Permukaan email lebih banyak mengandung
mineral dan bahan organik dengan air yang relative lebih sedikit. Permukaan email
terluar lebih tahan karies dibanding lapisan bawahnya, karena lebih keras dan lebih
padat. Struktur email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies .
4) Frekuensi makan makanan yang menyebabkan karies (makanan kariogenik).
Frekuensi makan dan minum tidak hanya menimbulkan erosi, tetapi juga kerusakan
gigi atau karies gigi. Konsumsi makanan manis pada waktu senggang jam makan
akan lebih berbahaya daripada saat waktumakan utama.
5) Derajat keasaman saliva berperan dalam menjaga gigi. Karena Saliva merupakan
pertahanan pertama terhadap karies, ini terbukti pada penderita xerostomia
(produksi ludah yang kurang) dimana akan timbul kerusakan gigi menyeluruh dalam
waktu singkat. Saliva berfungsi sebagai pelicin, pelindung, penyangga, pembersih,
pelarut dan anti bakteri. Saliva memegang peranan lain yaitu dalam proses
terbentuknya plak gigi, saliva juga merupakan media yang baik untuk kehidupan
mikro organisme tertentu yang berhubungan dengan karies gigi.
6) Kebersihan mulut yang buruk akan mengakibatkan prosentase karies lebih tinggi.
Untuk mengukur indeks status kebersihan mulut, digunakan Oral Hygiene Index
Simplified (OHI-S) dari green dan vermillon. Indeks ini merupakan gabungan yang
menetukan skor debris dan deposit kalkulus baik untuk semua atau hanya untuk
permukaan gigi yang terpilih saja.
Debris rongga mulut dan kalkulus dapat diberi skor secara terpisah. Skor debris rongga
mulut adalah sebagai berikut:
Skor Penjelasan
b. Eksternal
1) Usia
Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah karies pun akan
bertambah. Hal ini jelas, karena faktor risiko terjadinya karies akan lebih lama
berpengaruh terhadap gigi. Anak yang berpengaruh faktor risiko terjadinya karies
kecil akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibanding yang kuat
pengaruhnya.
2) Letak geografis
Perbedaan prevalensi karies ditemukan pada penduduk yang geografis letak
kediamannya berbeda seperti lamanya matahari bersinar, suhu, cuaca, air, keadaan
tanah, dan jarak dari laut. Kandungan flour 1 ppm dalam air akan berpengaruh
terhadap penurunan karies.
3) Pengetahuan, sikap, persepsi dan perilaku terhadap pemeliharaan kesehatan gigi.
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan/
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang.
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu
stimulus atau obyek yang diterimanya. Sikap itu belum merupakan
tindakan, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan. Persepsi
merupakan suatu proses yang di dahului oleh proses di terimanya dari
seseorang dan di stimulusasikan oleh individu melalui alat indera
stimulus tersebut di teruskan dan proses selanjutnya merupakan
proses persepsi.
Tindakan atau praktek yaitu suatu respon seseorang terhadap
rangsangan dari luar subyek, bisa bersifat positif atau tindakan secara
langsung dan bersifat negatif atau sudah tampak dalam tindakan nyata.
Fase perkembangan anak usia sekolah masih sangat tergantung pada
pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat
dalam masa tersebut adalah dari ibunya. Peran orangtua sangat
menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Demikian
juga keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia sekolah masih sangat
ditentukan oleh pengetahuan, sikap dan perilaku ibunya.
4) Minat anak terhadap kesehatan gigi
Minat pada kesehatan gigi timbul karena anak sadar akan peranan kesehatan
gigi bagi penampilan. Penampilan yang sama seperti anak- anak yang lain seperti
karies gigi, menjadikan anak tidak ada motivasi untuk melakukan kebersihan dan
perawatan kesehatan gigi. Semakin besar kritik orang tua, semakin kuat perlawanan
anak dan semakin kurang minatnya dalam melakukan kebersihan gigi.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu komponen dalam pembentukan karies
adalah plak. Insiden karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak
secara mekanis dari permukaan gigi, namun banyak pasien tidak melakukannya
secara efektif. Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan menggunakan alat
pembersih interdental yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi secara teratur.
Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi
yang berpotensi menjadi karies.
DAFTAR PUSTAKA
1. Angela, Ami. 2015. Pencegahan Primer Pada Anak Yang Beresiko Karies Tinggi. Maj.
Ked. Gigi. (Dent.J.). Vol. 38 (03): hal 132-3. Dapat diakses di
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-3-07.pdf
2. Sakaguchi, R. L., dan Powers, J. M. 2012. Craig’s Restorative Dental Materials.
Philadelpia: Mosby Elsevier.
3. Falinda, D. 2008. Pengaruh Waktu Perendaman Resin Pit Dan Fissure Sealant Di Dalam
Air Terhadap Kekerasan Permukaan. Skripsi: Universitas Indoensia Fakultas Kedokteran
Gigi. Available at: http://lib.ui.ac.id/detail?id=126519&lokasi=lokal
4. Syafira, G., Permatasari, R. and Wardani, N., 2013. Theobromine effects on enamel
surface microhardness: In Vitro. Journal of dentistry Indonesia, 19(2), pp.32.
5. Ami Angela. 2005. Maj. Ked. Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 3 Juli–September 2005: 130–
134: Pencegahan Primer Pada Anak Yang Berisiko Tinggi Karies. Medan. Departemen
Pedodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan – Indonesia.
6. Sri Ramayanti, Idral Purnakarya. 2013. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Maret 2013 –
September 2013, Vol. 7, No. 2: 91-92: Peran Makanan Terhadap Karies Gigi. Padang.
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas Jl. Perintis Kemerdekaan No.
77 Padang.