Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji serta syukur kita panjatkan kehadirat


Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmah, taufiq serta hidayah-Nya
sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Implementasi
Paham ASWAJA dalam Kehidupan Sosial Masyarakat” yang merupakan salah
satu tugas dari mata kuliah ASWAJA.

Dalam tugas makalah ini membahas mengenai mengidentifikasikan tulisan,


latar belakang, tujuan, manfaat bagi pembaca, membuat kesimpulan, dan saran
dalam makalah. Serta disusun berdasarkan dengan materi-materi yang ada dan
berdasarkan kejadian serta aktifitas masyarakat Indonesia pada setiap harinya.
Materi-materi yang dibuat bertujuan agar pembaca nantinya bisa lebih memahami
definisi dari kebudayaan dan konsepsi ilmu budaya dasar yang dikaitkan dengan
agama.

Penulis menyadari bahawa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan atas
segala kekurangannya. Dan penulis pun berharap semoga makalah ini dapat
menambah ilmu pengetahuan bagi semua, dan akhir kata penulis berharap bahwa
yang akhirnya nanti makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang
membacanya. Aamiin Yaa Rabbal ‘Aalamiin..

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 3

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 3

B. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 4

C. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4

BAB II LANDASAN TEORITIS ....................................................................................... 5

A. Pengertian ............................................................................................................... 5

B. Dasar Hukum .......................................................................................................... 6

BAB III MATERI DISKUSI ............................................................................................ 12

A. Menjawab Rumusan Masalah ............................................................................... 12

B. Analisa .................................................................................................................. 24

BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 25

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 25

B. Saran ..................................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 26

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................................... 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Aswaja merupakan segala sesuatu yang ditujukan kepada perilaku atau


jalan yang ditempuh oleh Nabi SAW (Badrun,2000:25).

Salah satu aliran yang menjadikan Aswaja sebagi visi di dalam


organisasinya adalah NU (Nahdlatul Ulama). NU adalah organisasi terbesar di
Indonesia yang memiliki peran dalam bidang pendidikan Islam di Indonesia.
Dalam Khittah (Organisasi Sosial Keagamaan) 1926 sebagai dasar perjuangan
Nahdliyin menghantarkan NU pada spirit perjuangan dalam berbagai aspek demi
terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang menjadi cita-cita seluruh
masyarakat Indonesia.

Banyaknya lembaga pendidikan di bawah naungan NU berbanding lurus


dengan jumlah umat NU yang mayoritas di negeri ini. Hal itu yang kemudian
menuntut untuk dicantumkannya materi Aswaja sebagai salah satu mata pelajaran
pada kurikulum sekolah yang berbasis NU.

Materi Aswaja berhasil menjalar pada setiap satuan pendidikan berbasis


NU sebagai proses internalisasi nilai-nilai Ahlussunnah Waljama‟ah An
Nahdliyah dalam kerakter setiap pribadi generasinya. Sampai sekarang materi
tersebut terhimpun dalam satu mata pelajaran Pendidikan Aswaja(Ke-NU-an).

Pendidikan Aswajadan Ke-NU-an diberikan dengan mengikuti tuntunan


bahwa visi Aswaja adalah untuk mewujudkan manusia yang berpengetahuan,
rajin beribadah, cerdas, produktif, etis, jujur dan adil (tawassuth dani‟tidal),
berdisiplin, berkesimbangan (tawazun), bertoleransi (tasamuh), menjaga
keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya
Ahlussunnah Wal jama’ah (amar ma‟ruf nahi munkar).

3
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini guna untuk memenuhi tugas dosen mata
kuliah ASWAJA sekaligus menjadi bahan pembelajaran bagi mereka yang
membutuhkan.

C. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian implementasi ?
b. Apa pengertian dan dalil-dalil tentang ASWAJA ?
c. Bagaimana mengimplementasikan paham aswaja dalam kehidupan
masyarakat ?

4
BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian
Apa yang dimaksud dengan implementasi (implementation)?
Secara umum, arti implementasi adalah suatu penerapan atau tindakan
yang dilakukan berdasarkan rencana yang telah disusun atau dibuat
dengan cermat dan terperinci sebelumnya.

Pendapat lain mengatakan bahwa pengertian implementasi adalah


suatu tindakan atau bentuk aksi nyata dalam melaksanakan rencana yang
telah dirancang dengan matang. Dengan kata lain, implementasi hanya
dapat dilakukan jika sudah ada perencanaan dan bukan hanya sekedar
tindakan semata.

Dari penjelasan tersebut kita dapat melihat bahwa implementasi


bermuara pada mekanisme suatu sistem. Penerapan implementasi harus
sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat agar hasil yang dicapai
sesuai dengan yang diharapkan.

Agar lebih memahami apa itu implementasi, maka kita bisa


merujuk pada pendapat beberapa ahli berikut ini:

1. Prof. Tachjan
Menurut Prof. Tachjan (2006), arti implementasi adalah suatu
tindakan atau kegiatan yang dilakukan setelah adanya kebijakan.

2. Budi Winarno
Menurut Budi Winarno, pengertian implementasi adalah suatu
tindakan yang harus dilakukan oleh sekelompok individu yang ditunjuk
dalam penyelesaian suatu tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.

5
3. Hanifah Harsono
Menurut Hanifah Harsono (2002:67), arti implementasi adalah
suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan
dari politik ke dalam administrasi. Pengembangan kebijakan dalam rangka
penyempurnaan suatu program.

4. Nurdin Usman
Menurut Nurdin Usman (2002:70), pengertian implementasi adalah
sesuatu yang bermuara pada akhtivitas, aksi, tindakan atau aktivitas yang
dilakukan secara sistematis dan terikat oleh mekanisme. Dengan begitu,
maka implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang
terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.

5. Solichin Abdul Wahab


Menurut Solichin Abdul Wahab (1997:63), arti implementasi
adalah segala tindakan yang dilakukan, baik individu maupun kelompok di
dalam pemerintah atau swasta, yang diarahkan pada tercapainya tujuan-
tujuan yang telah ditentukan dalam keputusan kebijakan.

6. Pressman dan Wildavsky


Menurut Pressman dan Wildavsky, arti implementasi adalah suatu
tindakan untuk melaksanakan, mewujudkan, dan menyelesaikan kewajiban
maupun kebijakan yang telah dirancang.

B. Dasar Hukum
Aswaja adalah paham Ahlussunnah wal-jama‟ah itu sendiri, maka
ruang lingkup Aswaja berarti ruang lingkup Ahlussunnah wal-jama‟ah.
Aswaja yang merupakan hasil rumusan (produk pemikiran) yang telah
dibakukan sebagai paham Ahlussunnah wal Jama‟ah dalam kajian dan
pembahasannya meliputi beberapa aspek, antara lain:

1) Aspek Aqidah (Tauhid).

6
Aspek akidah merupakan aspek paling krusial dari segala
permasalah dalam Islam, karena cakupannya menyangkut hubungan antara
seseorang dengan tuhannya. Maka tidak diherankan banyak sekali terjadi
perpecahan di kalangan kaum muslimin yang melahirkan polemik tiada
berkesudahan.
Pasca wafatnya Rosulullah perselisihan sudah mulai terjadi di
kalangan kaum muslimin, bermula dari masalah Imamah dan berlanjut
pada persoalan akidah yang melahirkan berbagai aliran teologi.
Dari berbagai perselisihan tersebut banyak terjadi perdebatkan
tentang nama dan sifat Allah, melihat Allah di akhirat, Al-Qur‟an
Kalamullah, perbuatan manusia, akal dan wahyu, serta pemasalahan-
permasalahan lain yang terus berkembang hingga era dewasa ini.
Dari berbagai aliran yang muncul, lahir pula Ahlussunnah wal-
jama‟ah sebagai kelompok moderat yang diusung oleh Imam Abul Hasan
al-Asy‟ary (260-330 H/873-947 M). dan Imam Abu Manshur al-Maturidy
(333 H/944 M) yang kemudian dikenal dengan paham Asy-a‟riyah dan
Maturiddyah. Menyikapi perselisihan yang terjadi,
Ahlussunnah wal-jamaah adalah jalan tengah (tawassut) diantara
kelompok-kelompok keagamaan yang berkembang. Sikap tawassut
(moderat) ini merupakan ciri utama kelompok Ahlussunnah wal-jama‟ah
dalam berakidah. Hal ini penting untuk menghindari fanatisme beragama
serta untuk merealisasikan amar ma‟ruf nahi munkar yang
mengedepankan kebajikan dan kebijakan.

2) Aspek Syari‟ah (Fiqih)


Aspek syari‟ah atau fiqh merupakan paham keagamaan yang
berhubungan dengan ibadah dan mu’amalah. Sama pentingnya dengan
bidang akidah yang menjadi dasar keyakinan dalam Islam, fiqih adalah
simbol penting dasar keyakinan. Karena Islam agama yang tidak hanya
mengajarkan tentang keyakinan tetapi juga mengajarkan tentang tata cara
hidup sebagai seorang yang beriman yang memerlukan komunikasi
dengan Allah SWT, dan sebagai makhluk sosial juga perlu pedoman untuk

7
mengatur hubungan sesama manusia secara harmonis, baik dalam
kehidupan pribadi maupun sosial. Dalam konteks historis, fiqih disepakati
oleh jumhur ulama
Ahlussunnah wal-jama’ah bersumber dari empat madzhab, yakni
Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hanbali.

3) Bidang Sosial-Politik

- Prinsip Syura (Musyawarah)


Prinsip ini didasarkan pada firman Allah QS asy-Syura ayat 36-39:

‫َّللا َخ ْي ٌر َوأ َ ْبقَى‬ ُ ‫ش ْي ٍء فَ َمتَا‬


ِ ‫ع ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َو َما ِع ْن َد ه‬ َ ‫فَ َما أُوتِيت ُ ْم ِم ْن‬
َ ‫) َوالهذ‬36( ‫ون‬
َ ُ‫ِين يَجْ تَنِب‬
‫ون َك َبائِ َر‬ َ ُ‫ع َلى َر ِب ِه ْم يَت َ َو هكل‬
َ ‫ِين آ َمنُوا َو‬ َ ‫ِللهذ‬
َ ‫) َوالهذ‬37( ‫ون‬
‫ِين‬ َ ‫َو ِإذَا َما‬
َ ‫غ ِضبُوا ُه ْم يَ ْغ ِف ُر‬ ‫ش‬ ِ ‫اإلثْ ِم َوا ْلفَ َو‬
َ ‫اح‬
َ ‫صالةَ َوأ َ ْم ُر ُه ْم ش‬
‫ُورى بَ ْي َن ُه ْم َو ِم هما‬ ‫َوأَقَا ُموا ال ه‬ ‫ست َ َجابُوا ِل َربِ ِه ْم‬ ْ ‫ا‬
َ ‫ي ُه ْم يَ ْنت َ ِص ُر‬
‫ون‬ َ َ ‫ِين ِإ َذا أ‬
ُ ‫صابَ ُه ُم ا ْلبَ ْغ‬ َ ‫) َوالهذ‬38( ‫ون‬َ ُ‫َر َز ْقنَا ُه ْم يُ ْن ِفق‬
39()
Artinya: ”Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan
hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal
bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka,
mereka bertawakkal.(36) dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-
dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah
mereka memberi maaf.(37) dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.(38).
dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim
mereka membela diri.(39)

8
Menurut ayat di atas, syura merupakan ajaran yang setara dengan
iman kepada Allah (iman billah), tawakal, menghindari dosa-dosa besar
(ijtinab alkaba‟ir), memberi ma'af setelah marah, memenuhi titah ilahi,
mendirikan shalat, memberikan sedekah, dan lain sebagainya. Seakanakan
musyawarah merupakan suatu bagian integral dan hakekat Iman dan
Islam.

- Al-'Adl (Keadilan)
Menegakkan keadilan merupakan suatu keharusan dalam Islam terutama
bagi penguasa (wulat) dan para pemimpin pemerintahan (hukkam)
terhadap rakyat dan umat yang dipimpin. Hal ini didasarkan kepada QS
An-Nisa' ayat 58

‫َو إ ذ َا‬ ‫َّللا َ ي َأ ْ ُم ُر كُ ْم أ َ ْن ت ُ َؤ د ُّوا ْاْل َ َم ا ن َات إ ل َ ٰى أ َ ْه ل َه ا‬


َّ ‫إ َّن‬
‫ن ع َّم ا‬ َّ ‫َح كَ ْم ت ُ ْم ب َ يْ َن ال ن َّ اس أ َ ْن ت َ ْح كُ ُم وا ب الْ ع َ دْ ل ۚ إ َّن‬
َ ‫َّللا‬
ً ‫َّللا َ كَ ا َن سَ م ي ع ًا ب َ ص‬
‫ير ا‬ َّ ‫ي َع ظُ كُ ْم ب ه ۗ إ َّن‬

Artinya: ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat


kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat”.

- Al-Hurriyyah (Kebebasan)
Kebebasan dimaksudkan sebagai suatu jaminan bagi rakyat (umat)
agar dapat melakukan hak-hak mereka. Hakhak tersebut dalam syari'at
dikemas dalam al-Ushul al-Khams (lima prinsip pokok) yang menjadi
kebutuhan primer bagi setiap insan.
Kelima prinsip tersebut adalah: Hifzhu an-Nafs, yaitu jaminan atas
jiwa (kehidupan) yang dirniliki warga negara (rakyat), Hifzhu ad-Din,
yaitu jaminan kepada warga negara untuk memeluk agama sesuai dengan

9
keyakinannya, Hifzhu al-Mal, yaitu jaminan terhadap keselamatan harta
benda yang dirniliki oleh warga negara, Hifzhu an-Nasl, yaitu jaminan
terhadap asal-usul, identitas, garis keturunan setiap warga negara, dan
Hifzhu al-'lrdh, yaitu jaminan terhadap harga diri, kehormatan, profesi,
pekerjaan ataupun kedudukan setiap warga negara.

- al-Musa‟wah (Kesetaraan Derajat)

Pada prinsip al-Musa‟wah menekankan pada aspek anti


diskriminasi. Artinya bahwa tidak ada perbedaan antara bangsa yang satu
dengan bangsa yang lain, manusia dengan manusia yang lain. Perbedaan
bukanlah semata-mata fakta sosiologis, yakni fakta yang timbul akibat dari
relasi dan proses sosial.perbedaan merupakan keniscayaan teologis yang
dikehendaki oleh Allah SWT. Demikian yang disebutkan dalam surat al-
Ma‟idah ayat 48

‫ب َ يْ َن ي َ د َيْه م َن‬ ‫ص د ق ً ا ل َم ا‬َ ‫اب ب الْ َح ق ُم‬ َ َ ‫ك الْ ك ت‬ َ ْ‫َو أ َنْ زَ لْ ن َا إ ل َ ي‬


َّ ‫أ َنْ زَ َل‬
‫َّللا ُ ۖ َو ََل‬ ‫الْ ك ت َاب َو ُم َه يْم ن ً ا عَ ل َ يْه ۖ ف َ ا ْح كُ ْم ب َ يْ ن َ ُه ْم ب َم ا‬
‫ك م َن الْ َح ق ۚ ل كُ ٍّل َج ع َ لْ ن َا م نْ كُ ْم‬ َ ‫ت َت َّب ْع أ َ ْه َو ا َء ه ُ ْم عَ َّم ا َج ا َء‬
‫َّللا ُ ل َ َج ع َ ل َ كُ ْم أ ُ َّم ة ً َو اح د َ ة ً َو ٰل َ ك ْن‬
َّ ‫ش ْر عَ ة ً َو م نْ َه ا ًج ا ۚ َو ل َ ْو شَا َء‬
َّ ‫س ت َب ق ُوا الْ َخ ي َْر ات ۚ إ ل َ ى‬
‫َّللا‬ ْ ‫ل ي َ بْ ل ُ َو كُ ْم ف ي َم ا آ ت َا كُ ْم ۖ ف َ ا‬
‫َم ْر ج ع ُ كُ ْم َج م ي ع ً ا ف َ ي ُن َب ئ ُكُ ْم ب َم ا كُ نْ ت ُ ْم ف يه ت َ ْخ ت َل ف ُو َن‬
Artinya: ”Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan
membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-
Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab
yang lain itu, Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah
turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap
umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat

10
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa
yang telah kamu perselisihkan itu.

11
BAB III
MATERI DISKUSI

A. Menjawab Rumusan Masalah


a. Pengertian Implementasi
Apa yang dimaksud dengan implementasi (implementation)?
Secara umum, arti implementasi adalah suatu penerapan atau tindakan
yang dilakukan berdasarkan rencana yang telah disusun atau dibuat
dengan cermat dan terperinci sebelumnya.

Pendapat lain mengatakan bahwa pengertian implementasi adalah


suatu tindakan atau bentuk aksi nyata dalam melaksanakan rencana yang
telah dirancang dengan matang. Dengan kata lain, implementasi hanya
dapat dilakukan jika sudah ada perencanaan dan bukan hanya sekedar
tindakan semata.

Dari penjelasan tersebut kita dapat melihat bahwa implementasi


bermuara pada mekanisme suatu sistem. Penerapan implementasi harus
sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat agar hasil yang dicapai
sesuai dengan yang diharapkan.

b. Pengertian dan Dalil Tentang Aswaja

Aswaja versi bahasa terdiri dari tiga kata, Ahlu, Al-


Sunnah, dan Al-Jama’ah. Kata Ahlu diartikan sebagai keluarga,
komunitas, atau pengikut. KataAl-Sunnah diartikan sebagai jalan atau
karakter. Sedangkan kata Al-Jamaah diartikan sebagai perkumpulan.
Arti Sunnah secara istilah adalah segala sesuatu yang diajarkan
Rasulullah SAW., baik berupa ucapan, tindakan, maupun ketetapan.
Sedangkan Al-Jamaah bermakna sesuatu yang telah disepakati
komunitas sahabat Nabi pada masa Rasulullah SAW. dan pada era
pemerintahan Khulafah Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan
Ali). Dengan demikian Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah komunitas

12
orang-orang yang selalu berpedoman kepada sunnah Nabi Muhammad
SAW. dan jalan para sahabat beliau, baik dilihat dari aspek akidah,
agama, amal-amal lahiriyah, atau akhlak hati.[1] Jama’ah mengandung
beberapa pengertian, yaitu: kaum ulama atau kelompok intelektual;
golongan yang terkumpul dalam suatu pemerintahan yang dipimpin oleh
seorang amir; golongan yang di dalamnya terkumpul orang-orang yang
memiliki integritas moral atau akhlak, ketaatan dan keimanan yang kuat;
golongan mayoritas kaum muslimin; dan sekelompok sahabat Nabi
Muhammad SAW.

Menurut Imam Asy’ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah


golongan yang berpegang teguh kepada al-Qur’an, hadis, dan apa yang
diriwayatkan sahabat, tabi’in, imam-imam hadis, dan apa yang
disampaikan oleh Abu Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal.

Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, Ahlusssunnah Wal


Jamaah adalah golongan yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi,
para sahabat, dan mengikuti warisan para wali dan ulama. Secara
spesifik, Ahlusssunnah Wal Jamaah yang berkembang di Jawa adalah
mereka yang dalam fikih mengikuti Imam Syafi’i, dalam akidah
mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan dalam tasawuf mengikuti
Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili.[4] Menurut
Muhammad Khalifah al-Tamimy, Ahlusssunnah Wal Jamaahadalah para
sahabat, tabiin, tabiit tabi’in dan siapa saja yang berjalan menurut
pendirian imam-imam yang memberi petunjuk dan orang-orang yang
mengikutinya dari seluruh umat semuanya.
Beberapa dalil yang menjadi dasar paham Aswaja adalah sebagai
berikut :

1) Aspek Aqidah (Tauhid).

13
Aspek akidah merupakan aspek paling krusial dari segala
permasalah dalam Islam, karena cakupannya menyangkut hubungan
antara seseorang dengan tuhannya. Maka tidak diherankan banyak sekali
terjadi perpecahan di kalangan kaum muslimin yang melahirkan polemik
tiada berkesudahan.
Pasca wafatnya Rosulullah perselisihan sudah mulai terjadi di
kalangan kaum muslimin, bermula dari masalah Imamah dan berlanjut
pada persoalan akidah yang melahirkan berbagai aliran teologi.
Dari berbagai perselisihan tersebut banyak terjadi perdebatkan
tentang nama dan sifat Allah, melihat Allah di akhirat, Al-Qur‟an
Kalamullah, perbuatan manusia, akal dan wahyu, serta pemasalahan-
permasalahan lain yang terus berkembang hingga era dewasa ini.
Dari berbagai aliran yang muncul, lahir pula Ahlussunnah wal-
jama‟ah sebagai kelompok moderat yang diusung oleh Imam Abul
Hasan al-Asy‟ary (260-330 H/873-947 M). dan Imam Abu Manshur al-
Maturidy (333 H/944 M) yang kemudian dikenal dengan paham Asy-
a‟riyah dan Maturiddyah. Menyikapi perselisihan yang terjadi,
Ahlussunnah wal-jamaah adalah jalan tengah (tawassut) diantara
kelompok-kelompok keagamaan yang berkembang. Sikap tawassut
(moderat) ini merupakan ciri utama kelompok Ahlussunnah wal-jama‟ah
dalam berakidah. Hal ini penting untuk menghindari fanatisme beragama
serta untuk merealisasikan amar ma‟ruf nahi munkar yang
mengedepankan kebajikan dan kebijakan.

2) Aspek Syari‟ah (Fiqih)


Aspek syari‟ah atau fiqh merupakan paham keagamaan yang
berhubungan dengan ibadah dan mu‟amalah. Sama pentingnya
denganbidang akidah yang menjadi dasar keyakinan dalam Islam, fiqih
adalah simbol penting dasar keyakinan. Karena Islam agama yang tidak
hanya mengajarkan tentang keyakinan tetapi juga mengajarkan tentang
tata cara hidup sebagai seorang yang beriman yang memerlukan
komunikasi dengan Allah SWT, dan sebagai makhluk sosial juga perlu

14
pedoman untuk mengatur hubungan sesama manusia secara harmonis,
baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Dalam konteks historis,
fiqih disepakati oleh jumhur ulama
Ahlussunnah wal-jama’ah bersumber dari empat madzhab, yakni
Hanafi, Maliki, Syafi‟i dan Hanbali.

3) Bidang Sosial-Politik

- Prinsip Syura (Musyawarah)


Prinsip ini didasarkan pada firman Allah QS asy-Syura ayat 36-39:

ُ ‫ش ْي ٍء فَ َمتَا‬
ِ ‫ع ا ْل َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َو َما ِع ْن َد ه‬
‫َّللا َخي ٌْر‬ َ ‫فَ َما أُوتِيت ُ ْم ِم ْن‬
َ ‫) َوالهذ‬36( ‫ون‬
َ ُ‫ِين يَجْ تَنِب‬
‫ون‬ َ ُ‫ع َلى َر ِب ِه ْم َيت َ َو هكل‬ َ ‫َوأ َ ْبقَى ِللهذ‬
َ ‫ِين آ َمنُوا َو‬
َ ‫) َوالهذ‬37( ‫ون‬
‫ِين‬ َ ‫ش َو ِإ َذا َما‬
َ ‫غ ِضبُوا ُه ْم يَ ْغ ِف ُر‬ ِ ‫َكبَائِ َر اإلثْ ِم َوا ْلفَ َو‬
َ ‫اح‬
َ ‫صالةَ َوأ َ ْم ُر ُه ْم ش‬
‫ُورى بَ ْي َن ُه ْم َو ِم هما‬ ‫ست َ َجابُوا ِل َربِ ِه ْم َوأَقَا ُموا ال ه‬ ْ ‫ا‬
َ ‫ي ُه ْم يَ ْنت َ ِص ُر‬
‫ون‬ َ َ ‫ِين ِإ َذا أ‬
ُ ‫صابَ ُه ُم ا ْلبَ ْغ‬ َ ُ‫َر َز ْقنَا ُه ْم يُ ْن ِفق‬
َ ‫) َوالهذ‬38( ‫ون‬
39()
Artinya: ”Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah
kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan
lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan
mereka, mereka bertawakkal.(36) dan (bagi) orang-orang yang menjauhi
dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka
marah mereka memberi maaf.(37) dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.(38).
dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim
mereka membela diri.(39)

15
Menurut ayat di atas, syura merupakan ajaran yang setara dengan
iman kepada Allah (iman billah), tawakal, menghindari dosa-dosa besar
(ijtinab alkaba‟ir), memberi ma'af setelah marah, memenuhi titah ilahi,
mendirikan shalat, memberikan sedekah, dan lain sebagainya. Seakanakan
musyawarah merupakan suatu bagian integral dan hakekat Iman dan
Islam.

- Al-'Adl (Keadilan)
Menegakkan keadilan merupakan suatu keharusan dalam Islam
terutama bagi penguasa (wulat) dan para pemimpin pemerintahan
(hukkam) terhadap rakyat dan umat yang dipimpin. Hal ini didasarkan
kepada QS An-Nisa' ayat 58

‫َّللا َ ي َأ ْ ُم ُر كُ ْم أ َ ْن ت ُ َؤ د ُّوا ْاْل َ َم ا ن َا ت إ ل َ ٰى أ َ ْه ل َه ا َو إ ذ َا‬


َّ ‫إ َّن‬
َّ ‫َح كَ ْم ت ُ ْم ب َ يْ َن ال ن َّ اس أ َ ْن ت َ ْح كُ ُم وا ب الْ ع َ دْ ل ۚ إ َّن‬
‫َّللا َ ن ع َّم ا‬
ً ‫َّللا َ كَ ا َن سَ م ي ع ًا ب َ ص‬
‫ير ا‬ َّ ‫ي َع ظُ كُ ْم ب ه ۗ إ َّن‬

Artinya: ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan


amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat”.

- Al-Hurriyyah (Kebebasan)
Kebebasan dimaksudkan sebagai suatu jaminan bagi rakyat (umat)
agar dapat melakukan hak-hak mereka. Hakhak tersebut dalam syari'at
dikemas dalam al-Ushul al-Khams (lima prinsip pokok) yang menjadi
kebutuhan primer bagi setiap insan.
Kelima prinsip tersebut adalah: Hifzhu an-Nafs, yaitu jaminan atas
jiwa (kehidupan) yang dirniliki warga negara (rakyat), Hifzhu ad-Din,
yaitu jaminan kepada warga negara untuk memeluk agama sesuai dengan

16
keyakinannya, Hifzhu al-Mal, yaitu jaminan terhadap keselamatan harta
benda yang dirniliki oleh warga negara, Hifzhu an-Nasl, yaitu jaminan
terhadap asal-usul, identitas, garis keturunan setiap warga negara, dan
Hifzhu al-'lrdh, yaitu jaminan terhadap harga diri, kehormatan, profesi,
pekerjaan ataupun kedudukan setiap warga negara.

- al-Musa‟wah (Kesetaraan Derajat)

Pada prinsip al-Musa‟wah menekankan pada aspek anti diskriminasi.


Artinya bahwa tidak ada perbedaan antara bangsa yang satu dengan
bangsa yang lain, manusia dengan manusia yang lain. Perbedaan bukanlah
semata-mata fakta sosiologis, yakni fakta yang timbul akibat dari relasi
dan proses sosial.perbedaan merupakan keniscayaan teologis yang
dikehendaki oleh Allah SWT. Demikian yang disebutkan dalam surat al-
Ma‟idah ayat 48

َ ‫اب ب الْ َح ق ُم‬


‫ص د ق ً ا ل َم ا ب َ يْ َن ي َ د َيْه‬ َ َ ‫ك الْ ك ت‬ َ ْ‫َو أ َنْ زَ لْ ن َا إ ل َ ي‬
َّ ‫م َن الْ ك ت َاب َو ُم َه يْم ن ً ا عَ ل َ يْه ۖ ف َ ا ْح كُ ْم ب َ يْ ن َ ُه ْم ب َم ا أ َنْ زَ َل‬
ۖ ُ ‫َّللا‬
‫ك م َن الْ َح ق ۚ ل كُ ٍّل َج ع َ لْ ن َا‬ َ ‫َو ََل ت َت َّب ْع أ َ ْه َو ا َء ه ُ ْم عَ َّم ا َج ا َء‬
ً ‫َّللا ُ ل َ َج ع َ ل َ كُ ْم أ ُ َّم ة ً َو اح د َة‬
َّ ‫م نْ كُ ْم ش ْر عَ ة ً َو م نْ َه ا ًج ا ۚ َو ل َ ْو شَا َء‬
َّ ‫س ت َب ق ُ وا الْ َخ ي َْر ات ۚ إ ل َ ى‬
‫َّللا‬ ْ ‫َو ٰل َ ك ْن ل ي َ بْ ل ُ َو كُ ْم ف ي َم ا آ ت َا كُ ْم ۖ ف َ ا‬
‫َم ْر ج ع ُ كُ ْم َج م ي ع ً ا ف َ ي ُن َب ئ ُكُ ْم ب َم ا كُ نْ ت ُ ْم ف يه ت َ ْخ ت َل ف ُو َن‬
Artinya: ”Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan
membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-
Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab
yang lain itu, Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah
turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap
umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat

17
(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada
Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa
yang telah kamu perselisihkan itu.

c. Mengimplementasikan Paham Aswaja dalam Kehidupan


Masyarakat

Bentuk pemahaman keagamaan Ahlussunnah Waljama’ah


yang dikembangkan NU disebutkan secara tegas dalam AD NU Bab II
tentang Aqidah/Asas Pasal 3 (Setjen PBNU, 2000: 10), yakni ”Nahdlatul
Ulama sebagai Jam’iyyah Diniyah Islamiyyah beraqidah/berasas Islam
menurut faham Ahlussunnah Waljama’ah dan menganut salah satu dari
mazhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali”. Untuk bidang
tasawuf yang merupakan dasar pengembangan akhlak atau perilaku
kehidupan individu dan masyarakat, NU menganut paham yang
dikembangkan oleh Abul Qasim Al-Junaidi Al-Baghdadi dan Muhammad
ibnu Muhammad Al-Ghazali serta Imam-Imam yang lain (Setjen PBNU:
tt., 9).

Dari penjelasan itu dapat dipahami bahwa NU


mengembangkan faham Ahlussunnah Waljama’ah yang mencakup tiga hal
pokok yang secara garis besar juga merupakan aspek-aspek ajaran Islam,
yaitu: (1) akidah; (2); syari’ah atau fikih; dan (3) akhlak.

Akidah merupakan aspek terpenting sekaligus yang


melatarbelakangi lahirnya paham Ahlussunnah Waljama’ah dalam dunia
Islam. Di lingkungan NU, pemahaman terhadap aspek akidah
menggunakan metode Asy’ariah dan Maturidiah. Paham Ahlussunnah
Waljama’ah menempatkan nash Al-Quran dan Sunnah Nabi sebagai
otoritas utama yang berfungsi sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam
memahami ajaran Islam. Dalam kaitan ini, akal yang mempunyai potensi
untuk membuat penalaran logika, filsafat, dan mengembangkan ilmu
pengetahuan merupakan alat bantu untuk memahami nash tersebut.

18
Syari’ah atau fikih merupakan aspek keagamaan yang
berhubungan dengan kegiatan ibadah (ibâdah) dan mu’amalah
(mu’âmalah). Ibadah merupakan tuntutan formal yang berhubungan
dengan tata cara seorang hamba dalam berhadapan dengan Tuhannya,
seperti yang tergabung dalam rukun Islam. Hubungan secara langsung
antara hamba dengan Tuhannya ini dalam bahasa Al-Quran disebut habl
min Allâh. Adapun mu’amalah merupakan bentuk kegiatan ibadah
(penghambaan kepada Allah atau pengamalan ajaran agama) yang bersifat
sosial, menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya secara
horizontal, misalnya jual beli, perilaku pidana-perdata, pembuatan
kesepakatan-kesepakatan tertentu, perilaku sosial-politik, dan lain
sebagainya. Dalam bahasa Al-Quran aspek ini disebut dengan habl min
an-nâs.

Semua dasar dari syari’ah atau fikih ini ada di dalam Al-Quran dan
Sunnah Nabi. Akan tetapi, menurut paham Ahlussunnah Waljama’ah tidak
semua orang akan dapat menerjemahkan dan memahaminya secara
langsung. Sebagaimana diketahui, kebanyakan nash Al-Quran maupun
Sunnah berbicara tentang pokok dan prinsip-prinsip (ashl, j: ushûl)
masalah. Hal ini membutuhkan penjabaran dengan metode pengambilan
hukum tertentu, sehingga dapat diperjelas apa saja yang menjadi cabang-
cabangnya (far’ j: furû’). Untuk melakukan hal ini diperlukan ijtihad yang
tidak semua mampu melakukannya. Itulah sebabnya mengapa dalam
paham Ahlussunnah Waljama’ah, mengikuti mazhab tertentu dalam
memahami ajaran agama menjadi demikian penting.

Implementasi Paham Ahlussunnah Waljama’ah di NU, koridor bagi


pemahaman keagamaan di lingkungan NU adalah taqdîm an-nashsh ’alâ
al-’aql (mendahulukan nash atas akal). Itulah sebabnya mengapa dalam
mengimplementasikan paham Ahlussunnah Waljama’ah, NU mengenal
hirarki sumber ajaran Islam sebagaimana dilakukan oleh mayoritas umat
Islam, yaitu mulai dari Al-Quran, sunnah, ij’mâ’ (kesepakatan jumhur
ulama), dan qiyâs (pengambilan hukum melalui metode analogi tertentu),

19
diletakkan dalam konteks yang hierarkis, di mana sumber suatu hukum
baru akan digunakan jika dalam sumber di atasnya tidak ditemukan
keketapannya.

Hierarki sumber ini berlaku untuk semua aspek keagamaan, baik


akidah, syari’ah atau fikih, maupun akhlak. Hierarki seperti ini, secara
implisit juga tergambar dalam pernyataan Asy’ari pada saat
memproklamirkan pahamnya di depan publik, bahwa sandaran otoritas
pendapat dan keyakinan yang dianutnya adalah berpegang teguh Al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah, atsar sahabat, perkataan tabi’in, pembela
hadis, dan apa yang dikatakan oleh Ahmad ibn Hanbal. (lihat: Nasir Yusuf
dan Karsidi Ningrat, 1998: 46-47).

Watak atau ciri NU dalam mengembangkan paham Ahlussunnah


Waljama’ah adalah pengambilan jalan tengah yang berada di antara dua
ektrim. Kalau kita melihat ke belakang, sejarah teologi Islam memang
banyak diwarnai oleh berbagai macam ektrem, seperti Khawarij dengan
teori pengkafirannya terhadap pelaku dosa besar, Qadariyah dengan teori
kebebasan kehendak manusianya, Jabariyah dengan teori keterpaksaan
kehendak dan berbuat manusianya, dan Muktazilah dengan pendewaannya
terhadap kemampuan akal dalam mencari sumber ajaran Islam. Di sinilah
Asy’ariah dan Maturidiah –dengan mengambil inspirasi berbagai pendapat
yang sebelumnya dikembangkan terutama oleh Ahmad ibn Hanbal--
merumuskan formulasi pemahaman kalamnya tersendiri dan banyak
mendapatkan banyak pengikut di seluruh dunia.

Dalam Risalah Khittah Nahdliyyah, K.H. Achmad Shiddiq (1979:


38-40), menjelaskan bahwa paham Ahlussunnah Waljama’ah memiliki
tiga karakter. Pertama, tawâsuth atau sikap moderat dalam seluruh aspek
kehidupan; kedua, al-i’tidâl atau bersikap tegak lurus dan selalu condong
pada keberanaran keadilan; dan ketiga, at-tawâzun atau sikap
keseimbangan dan penuh pertimbangan.

20
Tiga karakter tersebut berfungsi untuk menghindari tatharruf atau
sikap ekstrim dalam segala aspek kehidupan. Dengan kata lain, (Muhith
Muzadi, tt: 33-34) harus ada pertengahan dan keseimbangan dalam
berbagai hal. Dalam akidah, misalnya, harus ada keseimbangan atau
(pertengahan) antara penggunaan dalil naqliy dan ’aqliy, antara ekstrim
Jabariyah dan Qadariyah. Dalam bidang syari’ah dan fikih, ada
pertengahan antara ijtihad ”sembrono” dengan taklid buta dengan jalan
bermazhab. Tegas dalam hal-hal qath’iyyât dan toleran pada hal-hal
dzanniyyât. Dalam akhlak, ada keseimbangan dan pertengahan antara
sikap berani (syajâ’ah) dan sikap penakut serta ”ngawur”. Sikap tawâdlu’
(rendah hati) merupakan pertengahan antara takabbur (sombong) dan
tadzallul (rendah diri).

Secara keseluruhan, bisa juga dikatakan bahwa paham keagamaan


Ahlussunah Waljama’ah yang ditampilkan oleh NU merupakan manhaj
yang mengambil jalan tengah antara kaum ekstrem ’aqliy (rasionalis)
dengan kaum ekstem naqliy (skripturalis). Akan tetapi, dalil-dalil
berdasarkan nash Al-Quran dan sunnah (naqliy) secara hierarkis berada di
atas dalil berdasarkan akal atau logika (aqliy). Dengan kata lain bahwa di
dalam lingkungan NU diterapkan metode berpikir untuk mendahulukan
nash dari pada akal (taqdîm an-nashsh ’alâ al-aql).

Perpaduan antara tawassuth, i’tidâl, dan tawâzun ini juga


mencerminkan tradisi NU yang dalam secara kultural bersikap
mempertahankan tradisi lama yang baik, menerima hal-hal baru baru yang
lebih baik, tidak bersikap apriori dalam menerima salah satu di antara
keduanya, dan lain sebagainya. Inilah maksud dari adagium ”al-
muhâfazhah ’alâ al-qadîm ash-shâlih wa al-akhdz bi al-jadîd al-ashlah”.
Dengan demikian, secara konseptual NU memilih jalan moderat dan
terbuka (inklusif) dalam mengamalkan ajaran agama (baca: Islam).

Dalam tataran implementasi, memang selalu ditemukan kendala


antara sisi al-muhâfazhah ’alâ al-qadîm ash-shâlih dan al-akhdz bi al-jadîd
al-ashlah,. Yaitu, adanya kesimpulan bahwa kaum nahdliyyin merupakan

21
masyarakat Islam tradisional, pada satu sisi barangkali –meskipun bisa
dipahami dalam pengertian lain, antusiasme mereka dalam melestarikan
budaya dan tradisi lokal dalam mengamalkan ajaran agama disebabkan
oleh kenyataan bahwa dalam mengimplementasikan paham Ahlussunnah
Waljama’ah itu mereka lebih menitikberatkan pada aspek prinsip tadi.

Aktualisasi sebuah ajaran tentu mensyaratkan adanya upaya untuk


selalu menjadikan ajaran itu relevan dengan situasi kongkret dan kekinian,
serta mampu memberikan solusi atas persoalan-persoalan yang terus
berkembang. Hal ini mengandaikan adanya proses pencermatan secara
kritis terhadap apa yang telah dihasilkan oleh para pendiri paham
Ahlussunah Waljama’ah. Sikap yang cermat dan kritis inilah yang akan
mengantarkan seseorang bersikap moderat dan terbuka dalam beragama.

Ahussunnah Waljama’ah sebagaimana dirumuskan oleh Kiai Hasyim


Asy’ari dalam Risâlah Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ’ah merupakan cara
pandang, berpikir, dan pada dasarnya bersifat holistik (menyeluruh) yang
mengasumsikan bahwa segala persoalan hidup kemanusiaan baik lahir
maupun batin bisa terjawab dengan paham keagamaan itu. Akan tetapi,
memang sulit dijumpai karya-karya ulama di lingkungan NU yang secara
panjang lebar menjelaskan persoalan filsafat dan politik, meskipun soal
politik ini juga dibahas dalam lain kesempatan, misalnya dalam Resolusi
Jihad, dan bisa dimasukkan sebagai bagian dari sistem Ahlussunnah
Waljama’ah yang dianut NU. Selain itu, kalangan NU pada umumnya
melihat bahwa filsafat NU adalah Ghazalian, sedangkan politiknya
Mawardian, yang mengacu pada Imam Mawardi. Namun semuanya itu
agaknya lebih banyak dipraktekkan ketimbang dirumuskan menjadi pola
pemahaman Ahlussunnah Waljama’ah secara lebih sistematis dan terinci.
(Abdul Mun’im Dz, 2004: ws.).

Akan tetapi pada dasarnya NU senantiasa memberikan respons


terhadap persoalan-persoalan kehidupan masyarakat. Disepakatinya
konsep Mabadi Khayra Ummah (prinsip-prinsip dasar pembangunan
masyarakat) dalam Kongres NU XIII tahun 1935, merupakan upaya para

22
ulama dalam memberikan jawaban atas persoalan-persoalan yang
berkembang di masyarakat. Konsep itu disempurnakan lagi pada Munas
Alim Ulama di Bandar Lampung Pada 21-25 Januari 1992. Wawasan NU
tentang plularitas masyarakat juga tergambar dalam upaya-upaya
perumusan dasar negara pada masa kemerdekaan, penerimaannya asas
Pancasila bagi organisasi sosial dan kemasyarakatan yang ada di
Indonesia.

Sikap dan jawaban-jawaban NU atas berbagai persoalan


kemasyarakatan maupun politik itu berkembang dari waktu ke waktu.
Untuk melakukan hal ini NU mempunyai wadah bahtsul masa’il. Forum
inilah yang menjadikan NU mempunyai dinamika dan kompleksitas
masalah tersendiri dalam hal fatwa, yang sejak kelahirannya hingga saat
ini, NU telah memproduksi ratusan fatwa.

Dalam fatwa NU No. 2/1926 masalah hierarki dibahas sedemikian


rupa dalam rangka memberi batasan-batasan yang hati-hati (ikhtiyâth)
dalam mengeluarkan fatwa. Pada awalnya, metode perumusan fatwa
diambil dari konsensus (ijmâ’) Imam Nawawi dan Imam Rafi’i. Jika masih
gagal juga, maka yang dijadikan rujukan adalah para ulama mazhab
Syafi’i yang bisa dirujuk dari Kanz ar-Râghibîn (karya Imam Mahalli),
Tuhfah al-Muhtâj (karya Imam Ibnu Hajar), Mughni al-Muhtâj (karya
Imam Syarbini), dan Nihâyah al-Muhtâj (karya Imam Ramli). Yang perlu
dicatat adalah, pada akhirnya semua pandangan para ulama boleh dirujuk.
Apa yang terjadi di tingkat ulama NU ini sering dipandang sebagai bentuk
taqlîd, bukan ijtihâd. Regulasi pengambilan sumber semacam itulah yang
kemudian memberikan ulama NU reputasi atas konservatisme tradisional,
yang oleh kebanyakan pemikir ”modern” semata-mata diartikan sebagai
taqlîd. Menurut Hooker pemberian atribut ini pada dasarnya terlalu
berlebihan dan patut dipertanyakan bahkan bisa menjadi kekeliruan serius.
(2003:87).

Di lingkungan NU sendiri, agaknya tidak terlalu menjadi persoalan


apakah sistem perujukan sumber-sumber itu disebut ijtihad ataukah taklid.

23
Keharusan bertaklid bagi orang yang tidak memiliki kemampuan cukup
untuk berijtihad yang amat ditekankan oleh Kiai Hasyim Asy’ari dalam
Risâlah Ahl as-Sunnah wal al-Jamâ’ahnya itu agaknya cukup memberikan
pengaruh terhadap realitas yang berkembang dalam metode pengambilan
hukum dan keputusan-keputusan ulama di lingkungan NU. Akan tetapi
sesungguhnya yang dimaksud Kiai Hasyim Asy’ari itu adalah agar setiap
orang menumbuhkan sikap kehati-hatian dalam menjalankan ajaran dan
hukum-hukum agama. Sehingga, perujukan terhadap keputusan-keputusan
yang dihasilkan oleh as-salaf ash-ashâlih perlu dilakukan dan menjadi
dasar pegangan dalam proses-proses penarikan kesimpulan yang berkaitan
dengan hukum agama. Inilah yang melandasi NU untuk menentukan
pilihan mazhab dalam kehidupan agama.

B. Analisa
Memang sudah seharusnya paham Aswaja diimplementasikan dalam
kehidupan social masyarakat terutama generasi muda saat ini. Masuknya
budaya asing atau yang disebut westernisasi ke dalam kehidupan social
masyarakat kita saat ini, sehingga banyak ajaran-ajaran Aswaja yang mulai
pudar. Dengan adanya implementasi paham aswaja kedalam kehidupan
social masyarakat terutama generasi muda, diharapkan dapat tertanamnya
nilai-nilai aswaja yang sudah seharusnya dipertahankan oleh generasi muda
saat ini. Melalui materi pendidikan dasar tentang Aswaja di setiap jenjang
pendidikan terutama sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi yang
memiliki basic Aswaja.

Tentu saja tidak hanya melalui materi pendidikan untuk


menanamkan nilai-nilai aswaja, tetapi juga diperlukan kebijakan-kebijakan
para kepala madrasah dan perguruan tinggi yang mendukung berjalannya
program tersebut.

24
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ahlussunnah wal jama’ah yang biasa disingkat Aswaja inilah yang
bisa dijadikan benteng pendirian dalam kehidupan social masyarakat.
Aswaja sangat penting ditanamkan dalam setiap hal ihwal kehidupan
social masyarakat kita karena di dalam Aswaja inilah terdapat banyak hal
yang bisa kita dapatkan. Dengan adanya implementasi paham aswaja
kedalam kehidupan social masyarakat terutama generasi muda, diharapkan
dapat tertanamnya nilai-nilai aswaja yang sudah seharusnya dipertahankan
oleh generasi muda saat ini. Mengapa harus generasi muda ? karena
generasi muda-lah yang akan menjadi penerus bangsa kita nantinya.
Menjadi tatanan masyarakat yang baik guna menjadikan bangsa yang
terbaik pula.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan, kami mengajukan beberapa rekomendasi
sebagai berikut :

1. Kepada pihak madrasah, sebaiknya mempertimbangkan kembali


betapa pentingnya materi pendidikan Aswaja dan melaksanakannya
dengan melihat betapa bahayanya budaya westernisasi yang masuk ke
dalam kehidupan social masyarakat.
2. Kepada pihak perguruan tinggi dengan basic aswaja juga tetap
mengadakan mata kuliah Aswaja guna membentengi para mahasiswa
agar tidak terpengaruh dari aliran aliran sesat yang sangat kuat
pergerakannya di luar sana.
3. Kepada Siswa-siswi maupun Mahasiswa-mahasiswi, tetaplah menjaga
aqidah kita salah satunya dengan memperbanyak pengetahuan tentang
Ahlussunnah wal jama’ah.

25
DAFTAR PUSTAKA

https://www.nu.or.id/post/read/9405/ahlussunnah-wal-jama--8217-ah-dalam-ilmu-
tauhid

https://www.nu.or.id/post/read/17801/aswaja-dan-tantangan-masa-kini-di-indonesia

http://ipnu-ippnu-watumalang.blogspot.com/2012/04/pengertian-dan-dasar-hukum-
aswaja.html

http://alimpolos.blogspot.com/2014/06/pengertian-aswaja-karakteristik-aswaja.html

https://jaibnajhan.blogspot.com/2012/12/pengertian-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html

http://www.muslimedianews.com/2015/03/implementasi-aswaja-ala-warga-nu.html

https://www.ngelmu.co/pengertian-implementasi-penjelasan-dan-contoh-
implementasi/

http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-surat-asy-syura-ayat-36-39.html

https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-58

https://tafsirq.com/5-al-maidah/ayat-48

http://pangeransapudi.blogspot.com/2013/03/aswaja-dalam-kehidupan-sosial.html

https://www.maxmanroe.com/vid/manajemen/arti-implementasi.html

26
LAMPIRAN-LAMPIRAN

27
28
29
30

Anda mungkin juga menyukai