Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MANAJEMEN INOVASI

“Inovasi Jasa ”

DOSEN PENGAMPU :

Hendra Saputra,S.E,.M.Si

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 5

Ahmad Adrian 7193210015

Andi Soraya 7192510003

Frans Ediel 7193510066

Iqlima Zahara 7193510015

Tasya Ivanka Pratiwi 7193510021

Widia Pratiwi 7193510031

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan Makalah Mata Kuliah Manajemen Inovasi ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Hendra
Saputra ,S.E,.M.Si selaku Dosen Pengampu mata kuliah Manajemen Inovasi yang telah
memberikan tugas ini kepada penulis dan tim kelompok. Kami juga tidak menyadari bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata yang sempurna.

Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun. Semoga makalah ini dapat menerapkan bagi seseorang yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis maupun orang yang
membacanya. Kami mohon maaf kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun dari Saudara / i demi perbaikan makalah ini di waktu yang
akan datang.

Medan , Oktober 2022

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................................. i

Daftar Isi ......................................................................................................................................... ii

Bab 1 Pendahuluan .......................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 2

Bab 2 Pembahasan .......................................................................................................................... 3

2.1 Konsep Inovasi Jasa ............................................................................................... 3

2.2 Inovasi Jasa ............................................................................................................ 5

2.3 Dampak Inovasi Jasa dalam Perusahaan Jasa ........................................................... 8

2.4 Inovasi Jasa sebagai Keunggulan Bersaing .............................................................. 9

2.5 Contoh Studi Kasus ............................................................................................... 11

Bab 3 Penutup ............................................................................................................................... 12

3.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 12


Daftar Pustaka ............................................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan merupakan salah satu faktor penting dalam daya saing ekonomi, karena pelayanan
hampir digunakan dalam segala interaksi ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, meningkatnya intensitas kompetisi global dan domestik, berubahnya preferensi dan
perilaku pelanggan, serta revolusi teknologi informasi merupakan sebagian diantara sekian
banyak faktor yang mendorong organisasi bisnis dan non bisnis untuk meng-alihkan fokusnya ke
arah customer oriented, membuat konsumen semakin sadar nilai (value conscious) dalam
meminta produk dan jasa yang berkualitas tinggi.
Keadaan yang seperti demikian tentu saja berdampak kepada persaingan yang semakin ketat,
untuk dapat bertahan dan berhasil dalam lingkungan seperti itu perusahaan harus menciptakan
value bagi konsumen dalam bentuk produk dan jasa serta pelayanan berkualitas, sehingga
perusahaan juga memperoleh value. Pelayanan sangat dibutuhkan oleh setiap manusia, dapat
juga dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Pelayanan
merupakan suatu pemecahan masalah antara manusia sebagai konsumen dan perusahaan sebagai
pemberi atau penyelenggara pelayanan. Bagi perusahaan jasa pada umumnya, pelayanan jasa
yang diberikan kepada konsumen adalah yang terbaik dengan harapan terciptanya kepuasan
konsumen (Assegaff, 2009).
Perusahaan memberikan pelayanan dengan kualitas terbaik untuk memenuhi kepuasan
pelanggan, dan membawa mayoritas perusahaan menuju perubahan perubahan terhadap sikap
mengenai cara memberikan pelayanan yang efektif dan efisien tanpa mengurangi kualitas yang
diberikan. Pelayanan yang berkualitas dapat diperoleh apabila terdapat tangibles atau bukti
langsung, reliability atau keandalan, responsiveness atau ketanggapan, assurance atau jaminan,
dan empaty (Parasuraman dkk, 1998).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dan bentuk-bentuk jasa?
2. Apa pengertian inovasi jasa?
3. Bagaimana transfer ide inovasi jasa dalam perusahaan?
4. Bagaimana dampak inovasi jasa pada perusahaan?
5. Bagaimana inovasi jasa sebagai keunggulan kompetitif

1.3. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana konsep dan bentuk-bentuk jasa
2. Mengetahui bagaimana inovasi jasa.
3. Mengetahui bagaimana transfer ide inovasi jasa dalam perusahaan
4. Mengetahui bagaimana dampak inovasi jasa pada perusahaan
5. Menjelaskan bagaimana inovasi jasa sebagai keunggulan kompetitif

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Jasa
A. Definisi Jasa
Johns dalam Tjiptono dan Chandra (2011) mengemukakan bahwa konsep “service”
secara garis besar mengacu pada tiga lingkup definisi utama: industri, output atau penawaran dan
proses. Lingkup industri digunakan untuk menggambarkan kategori aktivitas ekonomi seperti
transportasi, finansial, ritel, kesehatan, pendidikan dan layanan publik. Lingkup penawaran,
bahwa jasa sebagai produk intangible yang outputnya lebih berupa aktivitas ketimbang obyek
fisik. Lingkup proses mencerminkan panyampaian jasa inti, interaksi personal, serta pengalaman
layanan. Sementara Lovelock et al dalam Tjiptono dan Chandra (2011) beranggapan bahwa
service sebagai sebuah sistem. Dalam pandangan ini, setiap jasa dianggap sebagai sebuah sistem
yang terdiri dari dua komponen utama yaitu operasi jasa (service operations) dan penyampaian
jasa (service delivery).
Penyediaan jasa bisa hadir dimanapun berada, Kotler and Keller (2012) mendefinisikan
sebuah jasa adalah segala tindakan atau kenerja suatu kelompok yang dapat menawarkan pada
yang lain sesuatu yang intangible dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Sejalan dengan
hal itu, Vargo dan Lusch (2008b) dalam perspektif S-D Logic beranggapan bahwa jasa adalah
pengaplikasian kompetensi (knowledge dan skills) melalui tindakan, proses dan kinerja untuk
memberikan manfaat (benefit) bagi entitas yang lain atau entitas itu sendiri.
Berdasarkan beberapa argumen tentang konsep dan definisi jasa, dapat disimpulkan
bahwa jasa adalah proses penyampaian sesuatu yang tak berwujud (intangible) kepada pihak lain
sehingga berguna, bermanfaat dan kepuasan atas apa yang ditawarkan.

B. Bentuk Jasa
Sesungguhnya perbedaan secara tegas antara barang dan jasa tidaklah mudah dilakukan.
Hal ini disebabkan karena pembelian produk fisik sering kali dibarengi pula dengan unsur
jasa/layanan tertentu, misalnya instalasi, penyampaian garansi, pelatihan operasional, perawatan

3
dan reparasi. Sedangkan pembelian jasa juga seringkali melibatkan barang-barang pelengkap,
misalnya buku tabungan dan kartu ATM, bis dan kereta api dalam jasa transportasi. Dalam
kenyataannya, penawaran dapat bervariasai di antara dua titik ekstrim yang bersifat kontinum,
yaitu murni berupa barang pada satu sisi dan jasa murni pada sisi yang lainnya. Kotler dan Keller
(2012) membedakan lima kategori jasa yang dinamakannya Service Mix :
1. Pure Tangible Good, berupa produk fisik murni seperti sabun mandi, pasta gigi,
garam, yang tidak disertai layanan jasa pada produk bersangkutan.
2. Tangible Good with Accompanying services, sebuah penawaran barang fisik
yang disertai dengan satu atau beberapa layanan. Misalnya dealer mobil
menawarkan jasa test drive, reparasi, penggantian suku cadang. Pada tipe ini lebih
bertipikal pnggunaan teknologi dalam mendukung kinerja jasa.
3. Hybrid, penawaran pada tipe ini terdiri atas komponen barang dan jasa yang
relatif seimbang. Misalnya restoran siap saji yang menyediakan makanan dan
penyediaannya.
4. Major service with accompanying minor goods and services, dalam tipe ini
membutuhkan kapital intensif yang cukup besar untuk mewujudkannya tetapi
item jasa yang menjadi utama. Misalnya dalam konteks jasa penerbangan, ada
sejumlah unsur barang fisik pelengkap yang terlibat seperti makanan, minuman
dan televisi.
5. Pure service, penawaran pada tipe ini hamper seluruhnya adalah jasa seperti jasa
tukang pijat, konsultan psikologi, babysitter, pengacara dan pengajar.

C. Karakteristik Jasa
Berbagai literatur manajemen dan pemasaran jasa mengungkap bahwa jasa memiliki empat
karakteristik unik yang membedakannya dengan barang dalam mengelola dan memasarkannya.
Lovelock dan Gummensson dalam Tjiptono (2011) mengistilahkannya sebagai paradigma IHIP
(Intangibility, Heterogenity/Variability, Inseparability, perishability). Kotler dan Keller (2012)
juga membedakan empat karakter jasa tersebut yang akan berdampak pada program pemasaran.
1. Intangibility, tidak seperti produk fisik, suatu jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium,
didengar atau diraba sebelum dibeli atau dikonsumsi. Produk intangible diyakini akan
lebih sulit dievaluasi, karena dapat menimbulkan tingkat ketidakpastian dan resiko yang

4
lebih besar. Oleh karena itu, untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli seringkali
menggunakan bukti fisik kualitas jasa yang bersangkutan yang digambarkan dari tempat
(place), orang (people), peralatan (equipment), materi komunikasi (communication
material), simbol (symbols), harga (price) yang mereka amati.
2. Heterogenity/Variability, karena kualitas jasa tergantung siapa, kapan, dimana dan
untuk siapa jasa tersebut disediakan maka jasa sangat beraneka ragam. Misalnya dua
orang datang ke salon yang sama dan meminta model rambut yang sama, tidak akan
mendapatkan hasil yang identik. Untuk menjamin konsumen, beberapa perusahaan
menawarkan garansi jasa untuk mengurangi resiko persepsi konsumen.
a. Investasi pada rekrutmen dan prosedur pelatihan
b. Standardisasi proses kinerja jasa organisasi secara menyeluruh
c. Mengawasi kepuasan konsumen
3. Inseparability, jika biasanya produk fisik diproduksi dahulu, dijual lalu dikonsumsi,
maka jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa
dan pelanggan merupakan ciri khas jasa. Keduanya akan mempengaruhi hasil (outcome)
dari jasa yang bersangkutan karena keterlibatannya dalam proses produksi jasa tersebut.
4. Perishability, salah satu karakter jasa adalah tidak tahan lama, tidak dapat disimpan
untuk pemakaian masa mendatang. Sifat perishability jasa ini akan menimbulkan masalah
krusial ketika terjadi fluktuasi permintaan. Oleh karena itu, beberapa alternatif strategi
yang bisa digunakan perusahaan dalam mengatasi masalah penawaran dan permintaan
jasa tersebut, antara lain :
a. Differential pricing atau De-marketing
b. Nonpeak Demand
c. Conmplementary services
d. Reservation systems

2.2. Inovasi Jasa (Service Innovation)


Seperti telah diketahui bahwa sektor jasa memiliki karakteristik yang unik dan berbeda
dengan produk fisik. Salah satu hal signifikan dalam jasa adalah proses produksinya yang
bertumpu pada kemampuan keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge) penyedia jasa.
Sehingga jasa pada dasarnya adalah pengaplikasian kompetensi yang dimiliki penyedia jasa

5
dalam menawarkannya ke konsumen. Dengan sifat jasa yang berbasis pada sumberdaya
(resource) tak berwujud (intangibles) maka dalam pengembangan jasa akan didasarkan pada
perluasan idea creative dalam rangka menciptakan nilai dari jasa tersebut. Atas dasar itulah,
inovasi jasa (service innovation) menjadi hal krusial dalam pengembangan jasa.
Konsep RBV (Resource-Based View) yang dipopulerkan oleh Barney pada tahun 1991
beranggapan bahwa sumber daya menjadi kompetensi dan kapabilitas intra organisasi dalam
menciptakan dan menangkap nilai (value). Walaupun demikian, konsep RBV banyak mengalami
kelemahan karena hanya mencakup kapabilitas atau sumberdaya (resources) internal organisasi
sehingga perlu dikolaborasikan dengan aktivitas proses (Möller et al, 2008).Keterlibatan
konsumen dalam menciptakan nilai dari suatu jasa sebagai creation value dalam suatu jasa.
Pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen akan menjadi sumber berharga bagi organisasi dalam
melakukan inovasi jasa yang bernilai (value). Dengan menggabungkan kapabilitas internal
dengan berdasarkan konsep RBV dan aspek relasional diharapkan akan terjadi inovasi jasa
(service innovation). Istilah service innovation menurut Helge Aas dan Pedersen (2010) dikenal
juga, sebagai New Service Development (NSD) yang merupakan sub kategori New Product
Development (NPD). Sejalan dengan itu, Aa dan Elfring dalam Aas et al (2010) mengatakan
bahwa service innovation adalah meliputi gagasan, praktek atau objek baru untuk organisasi dan
lingkungan yang relevan, yang menjadi kelompok referensi dari inovator.

A.Transfer Ide Dan Pengetahuan Dalam Inovasi Jasa


Resource theory yang diinspirasi oleh Service-Dominant Logic (SDL) memberikan
gambaran nilai strategi, keterampilan, pengetahuan dan budaya kompetensi perusahaan
(Arnould, 2008). Konsep SDL dari Vargo dan Lusch (2004) memperkenalkan perspektif
tersendiri mengenai sumber daya (resources), yang menurutnya bahwa sumber daya itu bersifat
dinamis dan mencakup pula unsur-unsur non-fisik. Dalam perspektif S-D Logic dibagi menjadi
dua, yaitu Operand Resources dan Operant Resources.
Operand Resouces yaitu sumberdaya yang menjadi objek tindakan, operasi atau kinerja.
Pada dasarnya, jenis ini berupa sumberdaya fisik, seperti mesin, tanah, bangunan, bahan mentah.
Sedangkan Operant Resources yaitu sumberdaya yang bertindak atas atau menghasilkan
sumberdaya lain. Jenis ini meliputi sumberdaya manusia (seperti keterampilan dan pengetahuan
karyawan), organisasional (pengendalian, budaya perusahaan, kompetensi), informasional

6
(seperti informasi tentang segmen pasar, pesaing dan teknologi) dan relasional (misalnya,
hubungan dengan pesaing, pemasok, dan pelanggan) (Vargo dan Lusch, 2004; Hunt, 2004) .
Perspektif S-D Logic menempatkan operant resources sebagai sumberdaya utama yang
dibutuhkan setiap perusahaan. Lebih lanjut S-D logic berpandangan bahwa pemasaran
merupakan serangkaian proses sosial dan ekonomi yang sangat terfokus pada operant resources
sebagai elemen utama untuk menghasilkan value propositions yang lebih baik dibandingkan
pesaing. Fokus utama perspektif ini pada proses pertukaran (exchange) dengan pihak yang
terlibat (konsumen, supplier) sehingga akan menghasilkan nilai (value). Dalam pertukaran
tersebut akan terjadi transfer pengetahuan dan ide yang akan berguna membentuk inovasi yang
bernilai. Dengan kata lain pelanggan menentukan value- in-use mereka dan pemasar hanya bisa
menawarkan value propositions (Varey and Ballantyne,2008). Salah satu sumbangsih penemuan
Vargo dan Lusch (2004) adalah menguraikan 8 premis pokok S-D logic, yaitu
1. Aplikasi keterampilan dan pengetahuan yang terspesialisasi merupakan unit pertukaran
fundamental.
2. Pertukaran tidak langsung menyelubungi unit pertukaran fundamental.
3. Barang merupakan mekanisme distribusi bagi penyediaan jasa.
4. Pengetahuan adalah sumber fundamental keunggulan kompetitif.
5. Semua perekonomian adalah perekonomian jasa.
6. Pelanggan selalu berperan sebagai “Co-Creator of Value”
7. Perusahaan hanya bisa membuat value propositions.
8. S-D logic berorientasi pada pelanggan dan bersifat relasional.

B.Co-creation Value
Seperti yang diungkapkan oleh Vargo dan Lusch bahwa proses penciptaan nilai
melibatkan konsumen sebagai co-creator nilai. Misalnya, merek global McDonald, sering
mengambil makna yang berbeda karena memasuki negara dan budaya berbeda (Watson dalam
Akaka et al. 2013). Watson menjelaskan makna dan norma-norma sosial berbeda yang terkait
dengan interaksi antara McDonald dan pelanggan dalam berbagai negara Asia. Secara umum,
pelanggan Asia tidak menganggap sebagai "fast food" dan menghabiskan jauh lebih banyak
waktu untuk bersosialisasi dengan makan di McDonald. Pelanggan memberlakukan perbedaan

7
konteks budaya untuk mencerminkan pengalaman unik dan penciptaan nilai melalui pertukaran
dan integrasi penawaran pasar tertentu.
Nilai proses co-creation yang melibatkan pemasok akan menciptakan value proposition
yang unggul, dengan pelanggan penentuan nilai terjadi ketika sebuah pelayanan atau barang
yang baik dikonsumsi. Value proposition, yang relevan dengan target pelanggan pemasok , akan
menghasilkan kesempatan yang lebih besar untuk co- creation dan menghasilkan manfaat (atau
'value') yang diterima oleh pemasok melalui pendapatan, laba, (Payne et al, 2008). Dalam konsep
S-D Logic, co-creation value adalah suatu tujuan yang diinginkan karena dapat membantu
perusahaan-perusahaan dalam menyorot cara pandang pelanggan atau konsumen dan
meningkatkan proses mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pelanggan dari awal sampai
akhir.
Payne et al, (2008) dalam studinya membangun rerangka proses pengelolaan creation
value yang melibatkan pelanggan sebagai co-creator of value; pemasaran sebagai 'perancang'
hubungan, pertemuan dan dialog antara pelanggan dengan pemasok, pengetahuan sebagai
sumber fundamental keunggulan kompetitif, dan fokus pada sumber daya instrumental (operant
resources) sebagai unit kunci dari pertukaran. Penemuan ini mendukung premis Vargo dan
Lusch bahwa pelanggan berperan sebagai co-creator of value. Hasil studi ini juga berimplikasi
bagaimana pentingnya perjumpaan antara pemasok dan pelanggan dan berkolaborasi dalam
penciptaan nilai. Sehingga komunikasi pemasaran dan dialog dalam rangka penciptaan nilai (co-
created value) menjadi sangat mendesak dilakukan.

2.3 Dampak Inovasi Jasa dalam Perusahaan Jasa

Masih kurangnya penelitian dan literatur yang mengkaji efek dari inovasi jasa (service
innovation) sehingga tidak menemukan kesepakatan yang pasti akan efek dari inovasi jasa. Studi
Aas et al (2010) yang melakukan penelitian akan dampak inovasi jasa dengan pendekatan studi
literatur mengkategorisasikan dampak inovasi jasa dalam lima level, yaitu :
1. Efek Proses Bisnis, dalam level ini membahas dampak pada: proses internal
bisnis, kapasitas penyediaan jasa, biaya internal, produktivitas, fleksibilitas
reduksi resiko.

8
2. Efek Kapabilitas, dalam kategori ini mencakup dampak pada: pembelajaran
(learning), budaya, pertumbuhan karyawan, kepuasan karyawan.
3. Efek Relasional, dalam kategori ini didasarkan pada dampak : nilai konsumen,
kepuasan konsumen, loyalitas konsumen, lock-in effect, citra (image), hubungan
mitra bisnis, kualitas jasa.
4. Efek Finansial, dalam kategori ini mencakup dampak pada: kinerja finansial
secara umum, market share, penjualan (jasa baru), penjualan (jasa yang telah ada),
market value perusahaan.
5. Efek Kompetitif, dalam kategori ini didasarkan dampak pada: posisi persaingan,
kemampuan untuk bertahan (survive), penciptaan pasar baru, kinerja strategik.

Dari kelima efek dari inovasi jasa ini, diketahui bahwa efek proses bisnis, efek
kapabilitas dan efek relasional berhubungan langsung dengan service innovation. Efek proses
bisnis berhubungan dengan efek kinerja finansial karena dapat mengurangi dan meningkatkan
pendapatan dari penjualan. Selanjutnya efek relasional dapat berhubungan dengan efek kinerja
finansial (melalui peningkatan pendapatan penjualan) dan efek kompetitif. Hubungan antara efek
relasional dan efek kompetitif dari inovasi jasa didasari pada konsep resource-based view dari
Barney sebagai keunggulan kompetitif. Hasil ini juga mendukung penemuan Vargo dan Lusch
(2004) yang beranggapan konsep service-dominant view menitikberatkan aspek relasional dalam
proses pertukaran dimana akan mengakibatkan keunggulan kompetitif karena sharing
knowledge terjadi dalam proses tersebut.

2.4 Inovasi Jasa Sebagai Keunggulan Bersaing


Dalam lingkungan yang terus berubah dan hyper competitive menjadi perlu bagi praktisi
dan perusahaan memberikan jasa superior yang dibutuhkan oleh konsumen. Service Innovation
menjadi salah satu jawaban untuk merespon perubahan lingkungan tersebut. Terlebih lagi,
konsep inovasi jasa yang melibatkan dan menempatkan konsumen sebagai pusat dari usaha
inovasi sehingga proses transformasi informasi dan pengetahuan akan terjadi. Kandampully and
Duddy (1999) menjelaskan bahwa service innovation dibutuhkan untuk memahami sifat
kebutuhan konsumen yang kompleks dan nilai yang dikaitkan pada produk atau jasa tersebut.
Dalam pasar global, keunggulan kompetitif perusahaan dapat dengan mudah diimitasi oleh

9
kompetitor. Hal ini tentu berkaitan dengan ketidakmampuan perusahaan menciptakan dan
mematenkan inovasi mereka.
Keunggulan kompetitif menjadi wacana penting dalam lingkungan yang terus berubah,
beberapa literatur mengacu pada konsep RBV dari Barney dalam kaitannya dengan keunggulan
kompetitif perusahaan (Fahy, 1996; Borchert, 2008). Disamping peran resource dalam
keunggulan kompetitif, Bharadwaj et al (1993) mengusulkan keterampilan (skill) dan
sumberdaya (resource) organisasi yang akan menjadi sustainable competitive advantage dalam
industri jasa. Walaupun banyak yang mengacu pada RBV, beberapa pakar berpendapat bahwa
RBV tidak memadai dalam mencakup proses bagaimana sumber daya ditransformasikan dan
ditawarkan kepada pelanggan karena terlalu berorientasi pada intra-organisasi sehingga
mengesampingkan aspek relasional (Möller et al, 2008). Sehingga dalam konteks inovasi jasa
(service innovation), konsep S-D logic Vargo dan Lusch yang berorientasi pada pertukaran
relasional dapat menjawab kelemahan konsep RBV dalam menjelaskan terciptanya keunggulan
kompetitif (competitive advantage) dalam sektor jasa. Hal ini sesuai dengan studi Sivunen, et al
(2013) yang didasarkan pada S-D logic menemukan rerangka sustainability business innovation
(SBI) yang terdiri dari komponen partisipasi aktif konsumen, keterlibatan jaringan nilai,
diskontinuitas inovasi.

10
2.5Contoh Studi Kasus
Pengaruh Kualitas Layanan dan Inovasi Layanan Terhadap Kepuasan Konsumen pada
Rumah Sakit Buah Hati Kudus
Persaingan yang semakin kompetitif menuntut rumah sakit untuk meningkatkan kualitas
layanan serta menciptakan inovasi layanan yang diberikan kepada konsumen supaya tidak
beralih pada rumah sakit lainnya.Tersedianya sarana dan prasaran yang memadai membuat rasa
nyaman dalam menerima pelayanan yang diberikan perusahaan kepada konsumen serta
penggunaan teknologi akan mempercepat layanan yang diberikan konsumen. Dari hasil
penelitian terbukti bahwa ada pengaruh positif dan signifikan kualitas layanan terhadap kepuasan
konsumen. Hal ini berarti semakin tinggi kualitas layanan ditingkatkan, maka kepuasan
konsumen perusahaan meningkat. Selain itu terbukti bahwa ada pengaruh positif dan signifikan
inovasi layanan terhadap kepuasan konsumen. Hal ini berarti semakin tinggi inovasi layanan
ditingkatkan, maka kepuasan konsumen perusahaan semakin meningkat. Dari penelitian ini
hendaknya perusahaan mempertahankan sarana dan prasarana yang tetap dengan kondisi yang
bersih dan nyaman selain itu pihak perusahaan perlu mengadakan lomba balita sehat untuk
menarik konsumen dalam melakukan pengobatan.

11
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan

Inovasi jasa adalah sebagai perkembangan dan implementasi dari ide baru, dalam proses
perkembangan produk dan jasa. Dimensi penting yang harus diperhatikan adalah adanya Ide-ide
baru yang mana permasalah yang dihadapi oleh konsumen selama ini, pemilik produk jasa harus
bisa memberikan solusi dengan menggunakan ide – ide baru yang ditawarkan kepada konsumen
dan pemilik produk jasa harus mampu membangun interaksi yang efektif dengan konsumen agar
dapat memperoleh informasi dari konsumen mengenai apa - yang benar-benar dibutuhkan.
Keterlibatan konsumen dalam menciptakan jasa baru (co-cretion) dapat memberikan manfaat
baik bagi konsumen sendiri dan perusahaan lalu dengan adanya potensi sumber daya yang ada di
dalam perusahaan seperti SDM, budaya dan organisasi harus dimanfaatkan secara total agar
dapat mendukung implementasi inovasi jasa serta meningkatkan perkembangan ICT harus benar-
benar dimanfaatkan oleh penyedia jasa untuk mengembangkan inovasi jasa yang ditujukan untuk
memberikan kemudahan, kenyamanan, ketepatan, kecepatan dan akurat.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/maj/article/view/8887
Dewanto, Wawan, dkk.2014, Manajemen Inovasi: Peluang Sukses Menghadapi
Perubahan.Andi Publisher : Yogyakarta

Momon Sudarma, Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif,


Jakarta:RAJAWALI PERS, 2013

https://www.researchgate.net/publication/326478738_Inovasi_Jasa_Sebagai_Keungg
ula n_Kompetitif
https://iwanvictorleonardo.wordpress.com/2011/01/10/inovasi-jasa/

13

Anda mungkin juga menyukai