2. MASA PERINATAL
- BBLR <2500gr
- Hiperbilirubinemia
- Asfiksia (lahir tidak menangis)
3. MASA POSTNATAL
infeksi bakteri/virus: rubella, campak, parotis, infeksi otak (meningitis, ensefalitis),
perdarahan pada telinga tengah, trauma temporal.
DETEKSI DINI GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI
Program skrining sebaiknya diprioritaskan pada bayi dan anak yang mempunyai risiko
tinggi.
Resiko tinggi menurut Joint Committee on Infant Hearing 2000:
Untuk bayi 0-28 hari
1. Riwayat keluarga dengan tuli sensorineural sejak lahir
2. Infeksi masa hamil: Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis
(TORCHS)
3. Kelainan kraniofasial termasuk kelainan pada pinna dan liang telinga
4. Berat badan lahir < 1500 gr = 3.3 lbs
5. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfuse tukar (exchange transfusion)
6. Obat ototoksik
7. Meningitis bakterialis
8. Nilai Apgar 0-4 pada menit pertama; 0-6 pada menit kelima
9. Ventilasi mekanik 5 hari atau lebih di NICU
10. Sindroma yang berhubungan riwayat keluarga dengan tuli sensorineural sejak lahir
11. Infeksi masa hamil TORCHS
12. Kelainan kranifasial termasuk kel pinna dan liang telinga
13. BBLR <1500 gr = 3.3 lbs
14. Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfuse tukar (exchange transfusion)
15. Obat ototoksik
16. Meningitis bakterialis
17. Apgar score 0-4 pada menit pertama; 0-6 pada 5 menit
18. Ventilasi mekanik 5 hari atau lebih NICU
19. Sindroma yang berhubungan dengan tuli sensorineural/ konduktif
20. Dengan tuli sensorineural/ konduktif
2. TIMPANOMETRI
Untuk menilai kondisi telinga tengah. Pemeriksaan pendahuluan sebelum tes OAE
jika ada gangguan telinga tengah OAE ditunda sampai telinga tengah normal
Usia kritis proses berbicara dan mendengar adalah sekitar 2-3 tahun. Bila terdapat tuli
sensorineural derajat sedang atau berat, maka harus dipasang alat bantu dengar atau implan
koklea. Proses habilitasi pasien tuli membutuhkan kerja sama dari beberapa disiplin, antara
lain dokter spesialis THT, dokter spesialis anak, audiologist, ahli terapi wicara, psikolog anak,
guru khusus untuk tunarungu dan keluarga pasien.
MEMBRAN TIMPANI
1. Pars tensa
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih tipis dari
pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
a. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
b. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang
REGENERASI MEMBRAN TIMPANI
TM terdiri dari 2 bagian: pars tensa dan pars flaccida. Lapisan terluar dari pars tensa terdiri
dari epitel keratinisasi, dan lapisan tengah terdiri dari serat kolagen yang memancar dan
melingkar, yang membentuk struktur kaku yang disebut di sini sebagai lapisan kolagen utama.
Pars flaccida lapisan jaringan ikatnya lebih tebal dan memiliki struktur yang jauh lebih longgar
dibandingkan dengan pars tensa. Pembuluh, ujung saraf, dan sel mast banyak ditemukan di
jaringan ikat longgar pars flaccida. Serat-serat kolagen lebih tebal dibandingkan dengan serat-
serat pars tensa dan disusun bukan hanya sebagai lapisan datar saja melainkan dalam 3 dimensi.
Serat kolagen memiliki berbagai diameter dan diatur dalam pola yang berbeda di jaringan yang
berbeda. Kolagen tipe I adalah kolagen utama tulang, kulit, tendon, dan luka yang baru sembuh.
Kolagen tipe II lebih tipis dan merupakan kolagen khas tulang rawan. Kolagen tipe III
ditemukan sebagian besar dalam jaringan embrionik, luka penyembuhan, dan jaringan ikat
kulit, pembuluh darah, uterus, paru-paru, dan hati.
Dalam perforasi, lapisan epitel segera mulai berkembang biak di atas defek ke arah migrasi
epitel TM, didukung oleh lapisan dasar jaringan ikat yang meradang. Perforasi menutup dalam
12 hari. Lapisan berserat dibangun kembali setelah lapisan epitel menutup perforasi. ketika ada
pecahnya TM, lapisan kolagen menebal, dan bundel kolagen diatur dalam cara yang tidak
teratur sehingga terjadinya sikatrik
FARING
Indikasi tonsilektomi: Menurut the American Academy of Otolaryngology Head and Neck
Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1955:
1. Serangan tonsillitis lebih dari 3x per tahun walau sudah diberi terapi yg adekuat
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofasial
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep
apnea, gangguan menelan, gangguan bicara, dan cor pulmonale
4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil
hilang dengan pengobatan
5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcis beta hemoliticus
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
8. OME/OM supuratif
Indikasi Adenoidektomi
1. Sumbatan
- Sumbatan hidung yang menyebabkan nafas lewat mulut
- Sleep apnea
- Gg menelan
- Gg bicara
- Kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid face)
Patient with "adenoid facies" (open lip posture, mouth breathing, hypotonia)
2. Infeksi
- Adenoiditis berulang / kronik
- Otitis media efusi berulang/ kronik
- Otitis media akut berulang