Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI 39 TAHUN DENGAN KELUHAN BADAN TERASA LEMAS

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam


di RSUD Tuguejo Semarang

Disusun Oleh :
Romadhoni
H2A008037

Pembimbing :
dr. Primawati K., Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD TUGUREJO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2013
DAFTAR MASALAH
Tanggal AKTIF
24 Mei 2013 1. CKD grade V
2. Gastritis akut
3. Hipertensi grade II

Tanggal INAKTIF
24 Mei 2013 1. Sering mengkonsumsi minuman berenergi
2. Kurang menjaga pola makan
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. Setiawan
Umur : 39 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Pusponjolo Timur VIII 19 RT 07/I Semarang
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Bangsal : Mawar
No RM : 224318
Tanggal Masuk : 22 Mei 2013
II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan di bangsal mawar tanggal 24 Mei 2013 pukul 14.00 secara
autoanamnesis
a. Keluhan Utama : badan terasa lemas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
± 5 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh timbul badan lemas, lemas
dirasakan diseluruh badan, sehingga untuk aktivitas pasien memerlukan bantuan
anggota keluarga yang lain, meskipun anggota gerak masih dapat digerakkan.
Pasien juga mengeluh pusing, pusing dirasakan nggliyeng, pasien juga merasakan
mual tetapi tidak muntah, sesak nafas, nyeri perut bagian ulu hati dirasakan pasien,
buang air kecil biasa, buang air besar biasa, nafsu makan berkurang, tidak ada
penurunan berat badan yang berarti, kedua tangan dan kaki tidak kesemutan. Batuk
pilek tidak dirasakan, penglihatan kabur tidak dirasakan.
± 2 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh badan terasa lemas.
Lemas diseluruh badan, terus menerus sepanjang hari. Berkurang saat istirahat dan
bertambah jika aktifitas yang agak berat. Buang air besar berwarna kecoklatan,
tidak ada darah tidak ada lendir, konsistensi padat, tidak ada benjolan di daerah
dubur. Keluhan lain seperti pusing, mual, perut sebah, nyeri juga dirasakan pasien,
tidak sesak nafas. Pasien tidak muntah maupun demam. Kemudian pasien periksa
di rumah sakit dan diberikan obat sementara. Keluhan berkurang.
Saat masuk rumah sakit, badan terasa semakin lemas, pusing, mual tetapi tidak
muntah. Buang air besar warna coklat tetapi tidak setiap hari. Pasien tidak
mengeluhkan nyeri perut, demam maupun nafsu makan yang turun. Buang air kecil
biasa, tidak sesak nafas. Penglihatan kabur dirasakan pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
- Riwayat Penyakit jantung : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat Penyakit maag : disangkal
- Riwayat penyakit ginjal : disangkal
- Riwayat ISK : disangkal
- Riwayat Alergi obat : disangkal
- Riwayat operasi : disangkal
- Riwayat infeksi tenggorokan : disangkal
- Riwayat kelainan kulit : disangkal
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti ini
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
- Riwayat Asma : disangkal
- Riwayat Penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat kebiasaan :
- Riwayat merokok : diakui, 1 bungkus/hari
- Riwayat minum alkohol : disangkal
- Riwayat olahraga : disangkal
- Riwayat minum minuman berenergi : diakui, minum extra joss + 3 bungkus
setiap hari sejak usia 20 tahun.
- Riwayat makan : sehari 3 (tiga) kali, konsumsi makanan manis dan asin (+)
f. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang mantan pekerja di bidang kontraktor, sudah berhenti ± 5 th
ini. Sekarang sudah tidak bekerja. Biaya kesehatan ditanggung oleh jamkesmasnas.
g. Riwayat Gizi
Sebelum sakit, pasien makan tidak teratur tiga hingga empat kali sehari dengan
nasi, sayur, tahu, dan tempe, terkadang daging, telur dan ikan. Jarang mengonsumsi
buah-buahan. Beberapa hari terakhir, sejak sakit nafsu makan pasien menurun,
makan dalam jumlah sedikit. Pasien sering mengonsumsi makanan asin dan manis,
pasien belum menjaga pola makannya.
III. ANAMNESIS SISTEM
 Keluhan utama : badan lemas
 Kepala : Sakit kepala (-), pusing (+), nggliyer (+), jejas (-), leher
kaku (-)
 Mata : Penglihatan kabur (+), pandangan ganda (-),
pandangan berputar (-), berkunang-kunang (-).
 Hidung : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
 Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),
keluar cairan (-), darah (-).
 Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-pecah
(-), gusi berdarah (-), mulut kering (-).
 Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
 Sistem respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah (-),
mengi (-), tidur mendengkur (-)
 Sistem kardiovaskuler : Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada
(-), berdebar-debar (-), keringat dingin (+)
 Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (-), perut mules (-), diare (-), nyeri ulu
hati (+), nafsu makan menurun (+), BB turun (-), BAB
warna coklat.
 Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-)
 Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-),
keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah (-), sulit
memulai kencing (-), warna kencing kuning jernih,
anyang-anyangan (-), berwarna seperti teh (-).
 Ekstremitas: Atas : Luka (-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit sendi (-), panas
(-), berkeringat (-), warna merah pada telapak tangan (-)
Bawah : Luka (-), gemetar (-), ujung jari dingin (-), kesemutan di
kaki (-), sakit sendi (-), bengkak (-) kedua kaki
 Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-), mengigau (-), emosi
tidak stabil (-)
 Sistem Integumentum : Kulit kuning (-), pucat (+), gatal (-), bercak merah
kehitaman di bagian dada, punggung, tangan dan kaki (-)

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 24 Mei 2013 :
a. Keadaan Umum : tampak lemas
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Vital sign :T : 160/90 mmHg
N : 88 x/menit isi dan tegangan cukup
R : 20 x/menit
S : 37,1 C
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 60 kg
Status Gizi : normoweight
d. Kepala : Mesocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah rontok
e. Mata : Conjunctiva Palpebra Anemis (+/+), Sclera Ikterik (-/-),
pupil isokor diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+)
f. Telinga : discharge (-), napas cuping hidung (-)
g. Hidung : secret (-)
h. Mulut : lidah kotor (-), pernapasan mulut (-)
i. Kulit : hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-)
j. Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-),
deviasi trakea (-)
k. Thorak
Jantung
 Inspeksi : ictus codis tampak
 Palpasi : kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di ICS 5 linea
midclavikula sinistra, pulsus parasternal (-), pulsus epigastrium (-)
 Perkusi
Kanan jantung : ICS 4 linea parasternalis dextra
Atas jantung : ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS 5, 2 cm medial linea midclavicula sinistra
 Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)
Kesan : normal
Paru-paru

Depan Dextra Sinistra


I: Simetris, retraksi dinding dada (-) I: Simetris, retraksi dinding dada (-)
Pal :Stem fremitus kanan = kiri Pal :Stem fremitus kanan = kiri
Per: Sonor di kedua lapangan paru Per: Sonor di kedua lapangan paru
Aus: suara dasar vesikuler, suara Aus: suara dasar vesikuler, suara
tambahan : wheezing (-), ronchi(-) tambahan : wheezing
: Suara
(-),dasar
ronchi(-): Vesikuler

Belakang I: Simetris, retraksi dinding dada (-) I: Simetris, retraksi dinding dada (-)
Pal :Stem fremitus kanan = kiri Pal :Stem fremitus kanan = kiri
Per: Sonor di kedua lapangan paru Per: Sonor di kedua lapangan paru
Aus: suara dasar vesikuler, suara Aus: suara dasar vesikuler, suara
tambahan : wheezing (-), ronchi(-) tambahan : wheezing (-), ronchi(-)

Depan Belakang

SDV
Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : BU (+) N
Perkusi : Timpani, Pekak alih (-), Pekak sisi (-)
Palpasi : Supel, NT (+) epigastrium, Hepar : tidak teraba, Lien :
tidak teraba, Tes undulasi (-)
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Edema (-/-) (+/+)
Sianosis (-/-) (-/-)
Pucat (+/+) (+/+)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin 22 Mei 2013
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Lekosit 5,19 3,8 – 10,6
Eritrosit L 2,77 4,4 – 5,9
Hemoglobin L 8,00 13,2 – 17,3
Hematokrit L 24,10 40 – 52
MCV 87,00 80 – 100
MCH 28,90 26 – 34
MCHC 33,20 32 – 36
Trombosit 151 150 – 440
RDW 12,90 11,5 – 14,5
Eosinofil absolute 0,15 0,045 – 0,44
Basofil absolute 0,01 0 – 0,02
Neutrofil absolute 2,97 1,8 – 8
Limfosit absolute 1,61 0,9 – 5,2
Monosit absolute 0,45 0,16 – 1
Eosinofil 2,90 2–4
Basofil 0,20 0–1
Neutrofil 57,20 50 – 70
Limfosit 31,00 25 – 40
Monosit H 8,70 2–8

a. Kimia Klinik (Serum)


Pemeriksaan Hasil Satuan Harga normal
GDS 83 Mg/dL < 125
SGOT 8 U/L 0 - 35
SGPT 9 U/L 0 - 35
Ureum H 88,0 Mg/dL 10,00 – 50,00
Kreatinin H 9,67 Mg/dL 0,70 – 1,10
Kalium L 3,1 Mmol/L 3,5 – 5,0
Natrium 140 Mmol/L 135 – 145
Chlorida 101 Mmol/L 95 – 105
Total protein L 5,7 g/dL 6,1 – 8
Albumin 3,8 g/dL 3,2 – 5,2
Globulin L 1,9 g/dL 2,9 – 3,0

VI. DAFTAR ABNORMALITAS


Anamnesis
1. Badan lemas
2. mual
3. pusing nggliyeng
4. sesak nafas
5. nyeri perut ulu hati
6. Penglihatan kabur
7. Nafsu makan berkurang

pemeriksaan fisik
8. Tekanan darah 160/90 mmHg
9. Conjungtiva palpebra anemis

Pemeriksaan penunjang
10. Eritrosit L 2,77
11. Hb L 8,00
12. Ht L 24,10
13. monosit H 8,70
14. ureum H 88,00
15. kreatinin H 9,67
16. kalium L 3,1
17. MCV 87,00
18. MCHC 28,90
19. Total protein L 5,7
20. Globulin L 1,9

VII. RESUME
Seorang laki – laki berusia 46 tahun, datang ke IGD RSUD Tugurejo Semarang
dengan keluhan badan lemas kurang lebih 2 minggu ini. Pasien juga mengeluhkan
perut terasa sakit di ulu hati, mual tidak muntah dan badan semakin lemas. Pasien
hanya makan sedikit karena nafsu makan berkurang, tidak muntah, BAB warna
coklat, dan BAK tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan mata didapatkan conjungtiva palpebra anemis. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri pada regio epigastrium. Pada pemeriksaan
ekstremitas, tidak ada kelainan.
Pada darah didapatkan Eritrosit L 2,77, Hb L 8,00, Ht L 24,10, monosit H 8,70,
ureum H 88,00, kreatinin H 9,67, kalium L 3,1.
Pada hasil EKG didapatkan: normo-sinus

ANALISIS DAN SINTESIS


1. Abnormalitas 1,4,9,11,14,15,16,17,18, 19, 20 CKD grade V
2. Abnormalitas 2,3,5,7  gastritis akut
3. Abnormalitas 6,8 hipertensi grade II
DAFTAR PROBLEM
1. CKD grade V
2. Gastritis akut
3. Hipertensi grade II
VIII. Rencana Pemecahan Masalah
 PROBLEM : CKD grade V
- Ass. Etiologi
glomerulonefritis, diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal polikistik
- Ass. Komplikasi
a. kelainan hemopoeisis: anemia
b. saluran cerna: gastritis akut
c. mata: Visus hilang
d. kulit: Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai
timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost
e. kelainan kardiovaskular: hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem
vaskular
- Ass. Faktor Resiko
Diabetes mellitus atau hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari
gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, berat badan lahir rendah, dan faktor
social dan lingkungan seperti obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50
tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan
penyakit ginjal dalam keluarga, berpendidikan rendah, dan terekspos dengan
bahan kimia
- IpDx:
a. menentukan derajat kerusakan ginjal dengan menggunakan laju filtrasi
glomerulus
Derajat Penjelasan LFG
(mL/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

b. pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, ureum kreatinin, natrium,

kalium, chlorida, albumin

c. foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak

d. pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing

tidak bisa melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran

terjadinya pengaruh toksisk oleh kontras terhadap ginjal yang sudah

mengalami kerusakan

e. ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang

mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal,

kista, massa, klasifikasi

f. pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada

indikasi.

- IpTx:
a. anemia: eritropoetin dengan dosis inisial 50 u/kg IV 3 kali dalam
seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian
menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak
lebih dari tiga kali dalam seminggu
atau transfusi darah misalnya Packed Red Cell (PRC) dengan target
hemoglobin adal 11-12 gr/dL.
b. Gangguan gatrointestinal: terapi simptomatik
Mual: anti mual: ranitidine injeksi IV 2 x 1 amp
c. Sesak nafas: berikan O2 kanul 3L
d. Hemodialisis
- IpMx: Vital sign, Kondisi umum, pemeriksaan lab: ureum kreatinin, Hb
- IpEx:
 diet: rendah protein, cukup asupan kalori,
 perhatikan jumlah air minum dan pengeluaran setiap hari
 istirahat cukup
 mengikuti program Hemodialisis secara rutin dengan jadwal yang sudah
ditentukan.
 Hindari rokok, minum-minuman berenergi

 PROBLEM : Gastritis Akut


- Ass. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit gastritis akut yaitu:
perforasi gaster dan ulkus peptikum.
- Ass. Etiologi :
1. Penyakit asam lambung
2. Kelainan motilitas : kelainan motilitas pada gastroduodenal dapat berujung
pada gangguan distribusi awal makanan, disritmia lambung, hipomotilitas
antral dan keterlambatan dalam pengosongan lambung.
3. Hiperalgesia viseral
4. Infeksi helicobacter pylory
5. intoleransi makanan
- IpDx :
 Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang
lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin.
 Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung
- IpTx :
 sucralfat 3 x 1 cth antecoenam
 Inj. Ranitidine 2x1 Ampul (IV)
- IpMx : KU, vital sign
- IpEx :
 Hindari makanan pencetus serangan
 Makan teratur
 Menghindari stress
 Stop merokok & alkohol
 Stop kafein (stimulan asam lambung)
 Menghindari makanan dan minuman soda, terlalu pedas, terlalu asam

 PROBLEM : Hipertensi Grade II


- Ass komplikasi : kerusakan organ target
 pada jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark miokardium,
gagal jantung
 otak : stroke atau transient ischemic attack
 penyakit ginjal kronis
 penyakit arteri perifer
 retinopati
- Ass. Etiologi :
hipertensi essensial : tidak diketahui penyebabnya
hipertensi sekunder : karena adanya penyakit ginjal dan penyakit lainnya
faktor yang mempengaruhi hipertensi :
faktor yang tidak dapat dimodifikasi : umur, jenis kelamin, ras, genetik
faktor yang dapat dimodifikasi : obesitas, asupan garam, stress, aktivitas fisik
- IpDx :
pemeriksaan tekanan darah rutin
pemeriksaan kimia darah : kolesterol, TG, LDL, HDL, ureum, kreatinin
pemeriksaan rutin mata
- IpTx :
- furosemid 1x 40 mg
- captopril 3 x 25 mg
- IpMx : KU, vital sign
- IpEx :
- menurunkan asupan garam
- meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan
lemak
- latihan fisik
PROGNOSIS
ad vitam : dubia
ad sanam : dubia
ad fungsionam : dubia

IX. PROGRESS NOTE


Tanggal 25 Mei 2013
S Lemas (+) sesak nafas (-) mual (-) pusing nggliyeng (+) nyeri ulu
hati (-) BAB biasa, BAK ± 1 botol aqua sedang
O
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
TD 150/70 mmHg
N 80 x/m
RR 20 x/m
T 36,0°C
Kepala mesochepal
Mata Konjungtivsa pucat ( +/+ ), sclera ikterik (-/-)
Leher KGB membesar (-/-)
Thorax sela iga tak melebar
Cor Iktus kordis tak tampak, Konfigurasi jantung dalam batas normal,
BJ I-II regula, bising jantung -/-
Pulmo Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru,
SDV(+)N, wheezing(-/,-), ronki (-)
Abdomen Datar, BU(+)normal, tympani, nyeri tekan (+), hepar/lien tidak
teraba
Ekstremitas Dalam batas normal

A CKD grade V gastritis akut, ht grade I

P  Infus Nacl 0,9% 8 tpm


 OMZ 1x1
 Inj. Cefotaxime 2x1 gr (IV)
 Inj. Ranitidine 2x1 Ampul (IV)
 furosemid 1x1 ampul
 asam folat 1x1tablet
 captopril 3 x 25 mg
 program : hemodialisis
Tanggal 26 Mei 2013
S Lemas (+) sesak nafas (+) mual (-) pusing nggliyeng (+) nyeri ulu
hati (-) BAB biasa, BAK ± 1 botol aqua sedang
O
Keadaan umum Tampak sesak
Kesadaran Compos mentis
TD 150/80 mmHg
N 84 x/m
RR 24 x/m
T 36,8°C
Kepala mesochepal
Mata Konjungtiva pucat ( +/+ ), sclera ikterik (-/-)
Leher KGB membesar -/-
Thorax sela iga tak melebar
Cor Iktus kordis tak tampak, Konfigurasi jantung dalam batas normal,
BJ I-II regula, bising jantung -/-
Pulmo Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru,
SDV(+)N, wheezing(-/-), ronki (-)
Abdomen Datar, BU (+) normal, tympani, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak
teraba
Ekstremitas Dalam batas normal
A CKD grade V ht grade I
P O2 3L
Lain lain terapi lanjut
Tanggal 27 Mei 2013
S Lemas (+) sesak nafas (-) mual (-) pusing nggliyeng (-) nyeri ulu
hati (-) BAB biasa, BAK ± 1 botol aqua besar
O
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
TD 150/70 mmHg
N 80 x/m
RR 20 x/m
T 36,0°C
Kepala mesochepal
Mata Konjungtivsa pucat ( +/+ ), sclera ikterik (-/-)
Leher KGB membesar (-/-)
Thorax sela iga tak melebar
Cor Iktus kordis tak tampak, Konfigurasi jantung dalam batas normal,
BJ I-II regula, bising jantung -/-
Pulmo Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru,
SDV(+)N, wheezing(-/,-), ronki (-)
Abdomen Datar, BU(+)normal, tympani, nyeri tekan (+), hepar/lien tidak
teraba
Ekstremitas Dalam batas normal

A CKD grade V, ht grade I

P  terapi tetap
Tanggal 28 Mei 2013
S Lemas (+) sesak nafas (+) mual (-) pusing nggliyeng (+) nyeri ulu
hati (-) BAB biasa, BAK ± 1 botol aqua besar
O
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Compos mentis
TD 150/80 mmHg
N 84 x/m
RR 24 x/m
T 36,8°C
Kepala mesochepal
Mata Konjungtiva pucat ( +/+ ), sclera ikterik (-/-)
Leher KGB membesar -/-
Thorax sela iga tak melebar
Cor Iktus kordis tak tampak, Konfigurasi jantung dalam batas normal,
BJ I-II regula, bising jantung -/-
Pulmo Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru,
SDV(+)N, wheezing(-/-), ronki (-)
Abdomen Datar, BU (+) normal, tympani, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak
teraba
Ekstremitas Dalam batas normal
A CKD grade V ht grade I
P O2 3L
Lain lain terapi lanjut

PEMBAHASAN

Pada laporan kasus berikut diajukan kasus seorang laki-laki 46 tahun datang dengan
keluhan badan lemas ±5 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh badan lemas,
lemas dirasakan diseluruh badan, sehingga untuk aktivitas pasien memerlukan bantuan
anggota keluarga yang lain, anggota gerak masih dapat digerakkan. Lemas dirasakan
sepanjang hari, bertambah berat jika kurang istirahat, berkurang jika habis bangun tidur,
pasien juga mengeluh pusing, pusing dirasakan nggliyeng, pasien juga merasakan mual tetapi
tidak muntah, sesak nafas, nyeri perut bagian ulu hati dirasakan pasien, buang air kecil biasa,
buang air besar biasa, nafsu makan berkurang, tidak ada penurunan berat badan yang berarti,
kedua tangan dan kaki tidak kesemutan. Batuk pilek tidak dirasakan, penglihatan kabur tidak
dirasakan.
±2 minggu hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh badan terasa lemas.
Lemas diseluruh badan, terus menerus sepanjang hari. Berkurang saat istirahat dan bertambah
jika aktifitas yang agak berat. Pasien juga mengeluh buang air besar berwarna kecoklatan,
tidak ada darah tidak ada lendir, konsistensi biasa, jumlah biasa, tidak ada benjolan di daerah
dubur. Keluhan lain seperti pusing, mual, perut sebah, nyeri juga dirasakan pasien, tidak
sesak nafas. Pasien tidak muntah maupun demam. Kemudian pasien periksa di rumah sakit
dan diberikan obat sementara. Keluhan berkurang.
Saat masuk rumah sakit, badan terasa semakin lemas, pusing, mual tetapi tidak
muntah. Pasien tidak mengeluhkan nyeri perut, demam maupun nafsu makan yang turun.
Buag air kecil biasa, tidak sesak nafas. Penglihatan kabur dirasakan pasien.
Pada pemeriksaan mata didapatkan conjungtiva palpebra anemis. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan nyeri pada regio epigastrium. Pada pemeriksaan ekstremitas, tidak ada
kelainan. Pada darah didapatkan Eritrosit L 2,77, Hb L 8,00, Ht L 24,10, monosit H 8,70,
ureum H 88,00, kreatinin H 9,67, kalium L 3,1. Pada hasil EKG didapatkan: normo-sinus
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak
ada tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m². Batasan penyakit ginjal kronik:1.2
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau
tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
 Kelainan patologik
 Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan
pencitraan radiologi
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai
laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi
glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam
lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal,
stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan
ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan
penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:1
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.1,3
Derajat Penjelasan LFG
(mL/menit/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik dengan atau tanpa kerusakan ginjal dan
atau dengan atau tanpa peningkatan tekanan darah / hipertensi (HT).3
GFR Dengan Kerusakan Ginjal Tanpa Kerusakan Ginjal
(ml/min/1,73 m2) Dengan HT Tanpa HT Dengan HT Tanpa HT
> 90 1 1 HT Normal
60 – 89 2 2 HT dengan Penurunan
penurunan GFR GFR
30 – 59 3 3 3 3
15 – 29 4 4 4 4
< 15 (atau dialisis) 5 5 5 5

II. Etiologi1,3,4
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry
(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik
(10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di mana
mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler.
Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga
oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian mampu
menggambarkan perubahan pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli
berfokus pada pasien pasca-streptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai
serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah
merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal
terganggu.2
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis.2
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi pada
pasien yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi
hematurim oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas,
dan nyeri pinggang karena peregangan kapsul ginjal.2

b. Diabetes mellitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.2
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat
bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak
menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil
lebih sering ataupun berat badan yang menurun.2
Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik yang
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan
mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan
munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit ginjal
diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada
akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria
dan komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein
urin mencerminkan gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ, termasuk
mata, jantung, dan sistem saraf .2,4
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥
90 mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi. Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang
tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga
hipertensi renal.5,6
Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya hidup, serta
terapi obat berdasarkan Joint National Committee (JNC) VII:5,6

Klasifikasi Sistolik Diastolik Modifikasi Terapi


Tekanan (mmHg) (mmHg) Gaya
Darah Hidup
Normal < 120 Dan < 80 edukasi tidak perlu obat
Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89 Ya antihipertensi
Stage 1 HT 140 – 159 Atau 90 – 99 Ya Thiazid tipe diuretik
Dapat juga ACEI, ARB,
BB, CCB, atau kombinasi
Stage 2 HT > 160 Atau > 100 Ya Kombinasi 2 jenis obat
(biasanya thiazid tipe
diuretik dan ACEI atau
ARB atau BB atau CCB)

Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes adah <130/80
mmHg.
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista kista yang
tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan
genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik
merupakan kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu
dipakai adalah penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh
karena sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini
dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih
tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal polikistik dewasa.2

III. Epidemiologi
Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkitakan 100 juta
kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di
Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara
berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per
tahun.1
Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000:1,7
1. Glomerulonefritis (46,39%)
2. Diabetes Mellitus (18,65%)
3. Obstruksi dan infeksi (12,85%)
4. Hipertensi (8,46%)
5. Sebab lain (13,65%)
Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya
pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.2

IV. Faktor risiko


Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, berat badan lahir rendah, dan faktor social dan lingkungan seperti obesitas atau
perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus,
hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga, berpendidikan rendah, dan terekspos dengan
bahan kimia dan lingkungan tertentu.3
V. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang
masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh
growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual
untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerolus maupun interstitial.1
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium
ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar
BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan
kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti.1
Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari
75% jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini
kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda, tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin
serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila
penderita misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada
stadium insufisiensi ginjal ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh
kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress
dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu
memperhatikan gejala-gejala ini, sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti.1
Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium
akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron
telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10%
dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok
sebagai respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi
isoosmotis dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya
menjadi oligourik (pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus
meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan
biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.1
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium,
tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.
VI. Gambaran klinik
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata,
kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.1,2,6
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan
pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan
oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah
defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup
eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum
tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.1
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau hematokrit <
30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum / serum iron, kapasitas ikat
besi total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan,
morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya.1,6
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab
lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan.
Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan
indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak
cermat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal.
Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.1

b. Kelainan saluran cerna


Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas,
diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia.
Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet
protein dan antibiotika.2

c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal
ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal
ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan
atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat
iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang
setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai
timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.1,3

e. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi,
dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan
mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan
tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).

f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kegagalan faal jantung.

VII. Pendekatan Diagnosis


Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) dilihat dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu gambaharan histopatologis.1,6
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan
yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan
pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk
semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan
melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
i) sesuai dengan penyakit yang mendasari;
ii) sindrom uremia yang terduru daru lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,
nokturia, kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm uremic
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma;
iii) gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
chlorida).1

b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin,
hiper atau hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi
proteinuria, hematuri, leukosuria, dan silinder.1
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:1
1. foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak
2. pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak bisa
melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
3. pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi
4. ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi
5. pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

VIII. Penatalaksanaan1,2,3,6
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama
gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan
tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status
nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG
dan penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).

2. Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena
bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50
u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian
menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga
kali dalam seminggu.6
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief
complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa
mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi
dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym
Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui
berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan
antiproteinuria.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang
penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh
penyakit kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan
kardiovaskular yang diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi,
dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan
keseimbanagan elektrolit.

3. Terapi pengganti ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan
terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk
dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan
paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10
mg%.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat.
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual
urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-
mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual
tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
IX. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau
stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan
terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan
mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium
akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani
dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%),
kelainan pembuluh darah otak (6%), dan keganasan (4%).2

X. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi
(makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula
darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan
pengendalian berat badan.3
ALUR KETERKAITAN MASALAH

ANEMIA
Hipertensi

CKD GASTRITIS

Kebiasaan
minum extra
⌂ joss
MELENA

Lemas
Mual
Pusing
Sesak nafas
Nyeri tekan epigastrium
DAFTAR PUSTAKA

1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK,
Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.
2. Editorial. Gagal Ginjal Kronik. Diunduh dari: http://emedicine.
medscape.com/article/238798-overview, 25 Mei 2013.
3. Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease:
Evaluation, Classification, and Stratification. Diunduh dari:
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK, 25 Mei
2013.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R,
Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. Panduan Pelayanan
Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hlm 168-70.
5. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of
Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97.
6. Editorial. Obat Hemopoetic. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Ed. 8. Jakarta:
CMP Medica Asia Pte Ltd; 2008. Hlm. 114.

Anda mungkin juga menyukai